BAB 1
PENDAHULUAN
sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu orang meninggal (PDPI, 2011).
Prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3% dengan
prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam (6,7%) dan China (6,5%) (Oemiati,
2013). Di indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalensi 5,6%.
Angka ini bisa meningkat dengan semakin banyaknnya perokok karena 90%
pasien PPOK adalah perokok dan mantan perokok. Jumlah perokok yang berisiko
menderita PPOK atau kanker paru berkisar antara 20 – 25%. Hubungan antara
rokok dan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok
yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko
penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar (PDPI, 2011)
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer. Pursed-
lips breathing adalah sikap seseorang yang bernafas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal nafas kronik.
B. Pemeriksaan Penunjang (PDPI, 2003)
a. Pemeriksaan Rutin
1. Faal Paru
• Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi: % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75%
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternative dengan memantau variability harian pagi dan sore, tidak
lebih dari 20%.
• Uji Bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau
APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan <200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah Rutin
Hb, Ht, Leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain. Pada emfisema terlihat gambaran:
- Hiperinflasi
11
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Pada bronchitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronchitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabilitas harian APE kurang dari 20%
2. Uji Latih Kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari nomal
3. Uji Provokasi Bronkus
Untuk menilai derajat hiperekativiti bronkus, pada sebagian kecil PPOK
terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan
4. Uji Coba Kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednisone atau metilprednisolon) sebanyak 30-50 mg per hari selama 2
minggu yaitu peningkatan VEP1 pasca bronkodilator > 20% dan minimal
250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah
pemberian kortikosteroid.
5. Analisis gas darah
6. Radiologi
12
7. Elektrokardiografi
8. Ekokardiografi
9. Bakteriologi
10. Kadar alfa-1 antitripsin
3. Antibiotik
Antibiotik harus diberikan kepada (GOLD, 2009):
a. Pasien eksaserbasi yang mempunyai tiga gejala kardinal, yaitu
peningkatan volume sputum, sputum menjadi semakin purulen, dan
peningkatan sesak.
b. Pasien eksaserbasi yang mempunyai dua gejala kardinal, jika
peningkatan purulensi merupakan salah satu dari dua gejala tersebut.
c. Pasien eksaserbasi yang memerlukan ventilasi mekanik.
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan
komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di
rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat
jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya diberikan kombinasi dengan
makrolid, dan bila ringan dapat diberikan tunggal. Antibiotik yang dapat
diberikan di Puskesmas yaitu lini I: Ampisilin, Kotrimoksasol, Eritromisin,
dan lini II: Ampisilin kombinasi Kloramfenikol, Eritromisin, kombinasi
Kloramfenikol dengan Kotrimaksasol ditambah dengan Eritromisin
sebagai Makrolid (PDPI, 2003).
4. Terapi Oksigen
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama
dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah
keadaan yang mengancam jiwa, dapat dilakukan di ruang gawat darurat,
ruang rawat atau di ICU. Tingkat oksigenasi yang adekuat (PaO2>8,0 kPa,
60 mmHg atau SaO2>90%) mudah tercapai pada pasien PPOK yang tidak
ada komplikasi, tetapi retensi CO2 dapat terjadi secara perlahan-lahan
dengan perubahan gejala yang sedikit sehingga perlu evaluasi ketat
hiperkapnia. Gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan
(ventury mask) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup
rebreathing atau non-rebreathing, tergantung kadar PaCO2 dan PaO2. Bila
terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus
digunakan ventilasi mekanik (PDPI, 2003).
17
5. Ventilasi Mekanik
Tujuan utama penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK
eksaserbasi berat adalah mengurangi mortalitas dan morbiditas, serta
memperbaiki gejala. Ventilasi mekanik terdiri dari ventilasi intermiten non
invasif (NIV), baik yang menggunakan tekanan negatif ataupun positif
(NIPPV), dan ventilasi mekanik invasif dengan oro-tracheal tube atau
trakeostomi. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan
penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi. Penggunaan NIV telah
dipelajari dalam beberapa Randomized Controlled Trials pada kasus gagal
napas akut, yang secara konsisten menunjukkan hasil positif dengan angka
keberhasilan 80-85%. Hasil ini menunjukkan bukti bahwa NIV
memperbaiki asidosis respiratorik, menurunkan frekuensi pernapasan,
derajat keparahan sesak, dan lamanya rawat inap (GOLD, 2009).
B. Edukasi PPOK
Hal lain yang harus diberikan adalah pendidikan atau edukasi, karena
keterbatasan obat-obatan yang tersedia dan masalah sosiokultural lainnya, seperti
keterbatasan tingkat pendidikan dan pengetahuan penduduk, keterbatasan
ekonomi dan sarana kesehatan, edukasi di Puskesmas ditujukan untuk mencegah
bertambah beratnya penyakit dengan cara menggunakan obat yang tersedia
dengan tepat, menyesuaikan keterbatasan aktivitas serta mencegah eksaserbasi.
Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat juga harus dijaga.
Asupan nutrisi diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat
menyebabkan meningkatnya derajat sesak. Pemberian karbohidrat yang
berlebihan menghasilkan CO2 yang berlebihan. Dan yang terakhir adalah tahap
rehabiltasi dimana pasien harus diberikan latihan pernapasan dengan pursed-lips,
latihan ekspektorasi dan latihan otot pernapasan dan ekttremitas.(PDPI, 2003).
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
Nomor RM : 00.67.45.49
ANAMNESA PRIBADI
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : Sopir
Suku : Batak
ANAMNESA PENYAKIT
Telaah :
ANAMNESA ORGAN
STATUS PRESENS
𝐵𝐵 𝑥 100%
𝐵𝑊 =
𝑇𝐵 − 100
92 𝑥 100%
𝐵𝑊 =
170 − 100
= 131,42 %
IMT : BB / (TB)2
: 92/(1,7)2
: 31,83 (Obesitas)
KEPALA :
Mata : Konjungtiva palp. inf. pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil isokor ki=ka,
diameter ± 3mm, reflex cahaya direk (+/+) / indirek (+/+), kesan:
normal
Telinga : Dalam batas normal, serumen (+), membran timpani (+)
Hidung : Dalam batas normal, deviasi septum (-), pernafasan cuping hidung(-)
Mulut : Lidah : Atrofi papil lidah (-), kering (-)
Gigi geligi : Perdarahan (-), hyperplasia gingival (-)
Tonsil/faring : Hiperemis (-)
LEHER
Struma tidak membesar , tingkat : (-)
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-), mobilitas (-),
nyeri tekan (-)
Posisi trakea : medial, TVJ: R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain (-)
24
THORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : simetris fusiformis
Pergerakan : thorakoabdominal, tidak ada ketinggalan di kedua
lapangan paru
Palpasi
Nyeri tekan : tidak dijumpai
Fremitus suara : stem fremitus kanan = kiri, kesan normal
Iktus : tidak terlihat, teraba pada ICS V
Perkusi
Paru
Batas Paru Hati R/A : relatif ICS IV, absolut ICS V
Peranjakan : 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS II-III LMCS
Batas kiri jantung : ICS V 1 cm medial LMCS
Batas kanan jantung : ICS V LPSD
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : Ekspirasi memanjang
Suara tambahan : Wheezing (+/+)
Jantung
M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-), lain-lain
(-), HR : 90x/menit ,regular, intensitas : cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
25
ST : Wheezing (+/+)
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Vena kolateral :-
Caput medusa :-
Palpasi
Dinding Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba
HATI
Pembesaran :-
Permukaan :-
Pinggir :-
Nyeri Tekan :-
LIMFA
Pembesaran : (-), Schuffner (-), Haecket (-)
GINJAL
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
UTERUS/OVARIUM : (-)
26
TUMOR : (-)
Perkusi
Pekak hati :-
Pekak beralih :-
Undulasi :-
Auskultasi
Lain-lain :-
PINGGANG
RESUME
Thoraks
Inspeksi: simetris fusiformis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri, kesan normal
Perkusi : sonor
Auskultasi: SP: ekspirasi memanjang
ST: wheezing (+/+)
LABORATORIUM Darah : Kesan normal
RUTIN Kemih : Kesan normal
Tinja : Kesan normal
DIAGNOSA BANDING 1. PPOK eksaserbasi akut dd asma dd pneumonia
dd TB paru dd mikosis paru
2. High blood pressure dd hipertensi st I
3. Dyspepsia fungsional dd organik
DIAGNOSA PPOK eksaserbasi akut + High blood pressure +
SEMENTARA Dyspepsia fungsional
PENATALAKSANAAN Aktivitas : Tirah baring
Diet : Diet MB rendah garam
Tindakan suportif : IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i (makro),
O2 1-2 L/i
Medikamentosa :
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
Inj. Metoclopramide 10mg/8 jam
Nebule ventoline 1 fls/12 jam
Nebule flexotide 1 fls/12 jam
30
Ambroxol syr 3 x C1
Paracetamol tab 500 mg (k/p)
Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan Lanjutan
1. Urinalisa 6. EKG
2. Profil lipid + AGDA 7. Spirometri
3. BTA DS 3x 8. Pantau TD
4. Kultur sputum 9. Modifikasi gaya hidup
5. Foto Thorax PA
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
5-5- Sesak Compos mentis PPOK Tirah baring
2016 nafas (+) TD: 140/90 mmHg eksaserbasi O2 1-2 L/i
dan HR : 100x/i akut IVFD NaCl
batuk RR : 28x/i High blood
(+) Temp :36,7°C 0,9% 20 gtt/i
pressure
Dyspepsia Diet MB rendah
Mata: Anemia (-/-) fungsional garam
,ikterus (-/-) Inj. Ceftriaxone
Leher: TVJ R -2 cm 1gr/12 jam
H2O
Inj. Ranitidine
Thoraks
SP : Ekspirasi 50mg/12 jam
memanjang Inj.
ST : Wheezing Metoclopramide
(+/+) 10mg/8 jam
Abdomen :
Nebule
Simetris, soepel
H/L/R tidak teraba ventoline 1
Ext : Inf&sup fls/12 jam
oedema(-/-) Nebule flexotide
1 fls/12 jam
Hasil Lab Ambroxol syr
Hb/Leu/Tr =
3xC1
16.3/9.520/301.000
Paracetamol tab
MCV/MCH/MCHC 500 mg (k/p)
= 84/28.4/34.0
Urinalisa = P/R/B/U
+1/+1/-/-
Sedimen =
31
Eri 0-1/lpb
Leu 8-10 /lpb
Epi 2-3/lpb
Silinder (-)
Kristal (-)
Bakteri (-)
6-5- Sesak Compos mentis PPOK Tirah baring
2016 nafas (+) TD: 130/90 mmHg eksaserbasi O2 1-2 L/i
dan HR : 90x/i akut IVFD NaCl
batuk RR : 24x/i High blood
(+) Temp :36,7°C 0,9% 20 gtt/i
pressure
Dyspepsia Diet MB rendah
Mata: Anemia (-/-) fungsional garam
,ikterus (-/-) Inj. Ceftriaxone
Leher: TVJ R -2 cm 1gr/12 jam
H2O
Inj. Ranitidine
Thoraks
SP : Ekspirasi 50mg/12 jam
memanjang Inj.
ST : Wheezing Metoclopramide
(+/+) 10mg/8 jam
Abdomen :
Nebule
Simetris, soepel
H/L/R tidak teraba ventoline 1
Ext : Inf&sup fls/12 jam
oedema(-/-) Nebule flexotide
1 fls/12 jam
Ambroxol syr
3xC1
Paracetamol tab
500 mg (k/p)
7-5- Sesak Compos mentis PPOK Tirah baring
2016 nafas (+) TD: 130/90 mmHg eksaserbasi O2 1-2 L/i
dan HR : 90x/i akut IVFD NaCl
batuk RR : 26x/i High blood
(+) Temp :36,7°C 0,9% 20 gtt/i
pressure
Dyspepsia Diet MB rendah
Mata: Anemia (-/-) fungsional garam
,ikterus (-/-) Inj. Ceftriaxone
Leher: TVJ R -2 cm 1gr/12 jam
H2O
Inj. Ranitidine
Thoraks
SP : Ekspirasi 50mg/12 jam
memanjang Inj.
ST : Wheezing Metoclopramide
32
BAB 4
DISKUSI KASUS
No TEORI KASUS
1 Defenisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) Pasien mangeluhkan gejala
adalah penyakit paru kronik dengan hambatan (obstuksi) saluran
karakteristik adanya hambatan aliran nafas dan inflamasi yaitu batuk
udara di saluran napas yang bersifat berdahak warna kuning, sesak
progresif nonreversibel atau reversibel nafas, dan disertai demam.
parsial, serta adanya respons inflamasi
paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya, disertai efek ekstraparu yang
berkontribusi terhadap derajat berat
penyakit.
2 Epidemiologi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) Pasien adalah seorang pria
umumnya lebih sering terjadi pada berumur 45 tahun dan memiliki
kelompok pria dibanding wanita riwayat merokok.
(perbandingannya 3:1). Penderita PPOK
umumnya berusia minimal 40 tahun, akan
tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK
terjadi pada usia kurang dari 40 tahun.
3 Faktor Risiko Pasien memiliki riwayat
Faktor yang paling memainkan peran merokok selama 30 tahun
dalam proses terjadinya penyakit paru lebih, dan pekerjaan pasien
obstruktif kronik (PPOK) adalah riwayat sehari-hari adalah supir.
merokok. selain itu, polusi dalam ruangan
seperti asap kompor, polusi di luar
ruangan seperti debu jalan dan asap
36
5 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Rutin Pada pasien akan dilakukan
1. Faal Paru penjajakan berupa
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, pemeriksaan:
KVP, VEP1/KVP), dan Uji 1. Urinalisa
bronkodilator 2. Profil lipid + AGDA
2. Laboratorium darah 3. BTA DS 3X
3. Radiologi 4. Kultur sputum
5. Foto thorax PA
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
6. EKG
1. Faal Paru Lengkap
7. Spirometri
2. Uji latih kardiopulmoner
8. Pantau TD
3. Uji provokasi bronkus
9. Modifikasi gaya hidup
4. Analisi gas darah
5. Radiologi lanjut
39
6. EKG
7. Ekokardiografi
8. Bakteriologi
9. Kadar a-1 antitripsin
6 Tatalaksana
1. Bronkodilator Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
Bronkodilator yang lebih dipilih pada Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
terapi eksaserbasi PPOK adalah short- Inj. Metoclopramide 10mg/8
acting inhaled B2-agonists. Jika respon jam
segera dari obat ini belum tercapai, Nebule ventoline 1 fls/12
direkomendasikan menambahkan jam
antikolinergik, walaupun bukti ilmiah Nebule flexotide 1 fls/12
efektivitas kombinasi ini masih jam
kontroversial. Walaupun penggunaan Ambroxol syr 3 x C1
klinisnya yang luas, peranan Paracetamol tab 500 mg
metilxantin dalam terapi eksaserbasi
(k/p)
masih kontroversial. Sekarang
metilxantin (teofilin, aminofilin)
dipertimbangkan sebagai terapi lini
kedua, ketika tidak ada respon yang
adekuat dari penggunaan short-acting
inhaled B2-agonists. Tidak ada
penelitian klinis yang mengevaluasi
penggunaan long-acting inhaled B2-
agonists dengan/tanpa inhalasi
glukokortikosteroid selama eksaserbasi
(GOLD, 2009).
Bila rawat jalan B2-agonis dan
antikolinergik harus diberikan dengan
40
BAB 5
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Amin, 1996. Polusi Udara dan Rokok Alfa-I Antitripsin. Surabaya: Air Langga
University Press.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global Strategy
for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. 2011
Guyton AC, Hall JE. 2006. Ventilasi Paru dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi 11. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 495-506.
Setiyanto, H., dkk., 2008. Pola Sensitiviti Kuman PPOK Eksaserbasi Akut yang
Mendapat Pengobatan Echinacea Purpurea dan Antibiotik Siprofloksasin.
Jurnal Respirologi Indonesia Vol. 28, No.3.