Identifikasi 2 PDF
Identifikasi 2 PDF
E-mail: ivanpradipta83@yahoo.com
ABSTRACT
A research on the isolation and identification of xanthone from the fruit rind of
mangosteen (Garcinia mangostana L.) was carried out. Extraction was done using
maceration with methanol –water solvent and fractionation with n-hexane and ethyl
acetate solvent. Column chromatography with silica gel as the stationary phase and n-
hexane –ethyl acetate (7 : 3) as the mobile phase was used for the isolation. From the
ethyl acetate fraction was obtained GM II-1 isolate (Rf 0,61 ; n-hexane –ethyl acetate 7 :
3 as mobile phase) which showed a colour change from reddish brown to yellow under
UV light 366 nm after spraying with AlCl3. Identification of the isolate with UV
spectrophotometry gave maximum absorptions at wavelengths 241,5, 257,5, 317, 364,5
nm. GC - MS indicated that GM II-1 isolate had a molecular weight of 259, the isolate was
presumed to be a xanthone.
PENDAHULUAN
Obat merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan munculnya jenis-jenis penyakit
yang merebak luas di masyarakat mengakibatkan kebutuhan obat menjadi suatu
hal yang sangat penting. Tetapi di Indonesia kondisi tersebut tidak diimbangi
dengan ketersediaan bahan baku obat yang umumnya masih diimpor. Negeri kita
dikenal kaya akan berbagai jenis tumbuhan, namun baru sebagian yang telah
dimanfaatkan sebagai obat. Sebagai solusi atas kurangnya bahan baku obat
tersebut, maka perlu dilakukan upaya alternatif, seperti pencarian bahan baku
obat alami yang tersedia di Indonesia.
Buah manggis (Garcinia mangostana L.), merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi, karena itu
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan (Wijaya,
2004). Potensi manggis tidak hanya terbatas pada buahnya saja, tetapi juga
hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan potensi yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Penggunaan tumbuhan manggis diyakini
dapat menyembuhkan penyakit, beberapa diantaranya adalah peluruh haid, obat
64
sariawan, penurun panas, pengelat (adstringen), disentri dan lain-lain (Heyne,
1987).
Kandungan kimia kulit manggis adalah xanton, mangostin, garsinon,
flavonoid dan tanin (Heyne, 1997; Soedibyo, 1998). Menurut hasil penelitian kulit
buah manggis memiliki aktivitas HIV tipe I (Chen, 1966), antibakteri, antioksidan
dan anti metastasis pada kanker usus (Tambunan, 1998).
Xanton merupakan derivat dari difenil-γ-pyron, yang memiliki nama
IUPAC 9H-xantin-9-on. Xanton terdistribusi luas pada tumbuhan tinggi, tumbuhan
paku, jamur, dan tumbuhan lumut. Sebagian besar xanton ditemukan pada
tumbuhan tinggi yang dapat diisolasi dari empat suku, yaitu Guttiferae,
Moraceae, Polygalaceae dan Gentianaceae (Sluis, 1985). Xanton dilaporkan
memiliki aktivitas farmakologi sebagai antibakteri, antifungi, antiinflamasi,
antileukemia, antiagregasi platelet, selain itu xanton dapat menstimulasi sistem
saraf pusat dan memiliki aktivitas antituberkulosis secara in vitro pada bakteri
Mycobacterium tuberculosis (Bruneton, 1999 ; Sluis, 1985). Xanton jenis gentisin
dan mangiferin memiliki aktivitas sebagai antitumor dan inhibitor monoamin
oksidase (Robinson, 1995).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara mengisolasi
dan mengidentifikasi senyawa golongan xanton yang terkandung pada kulit buah
manggis (Garcinia mangostana L.) dan diharapkan dapat memberikan informasi
ilmiah mengenai cara isolasi dan karakteristik senyawa golongan xanton kulit
buah manggis (Garcinia mangostana L.).
METODE PENELITIAN
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain penggiling simplisia,
maserator, gelas ukur, pipet tetes, batang pengaduk, beaker glass, kapas,
alumunium foil, seperangkat alat rotary evaporator, cawan penguap, penangas
air, mortir dan stamper, seperangkat alat hidrolisis, penangas air, corong pisah,
tangki pengembang beserta penutupnya, kolom kromatografi, vial, spatel, tabung
reaksi besar dan kecil, rak tabung reaksi, timbangan, pipa kapiler, plat KLT,
detektor sinar UV 254 dan 366 nm.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penilitian ini, antara lain serbuk kulit
buah manggis, pelarut metanol, n-heksan dan etil asetat yang telah disuling
ulang, HCl 2 N, kloroform, pereaksi mayer, pereaksi dragendorff, pereaksi
65
buchardat, AlCl 3 , FeCl 3 , gelatin 1 %, serbuk Mg, eter, pereaksi liebermann-
burchard, KOH 5 %, vanilin HCl, amonia, amil alkohol, larutan vanilin 10%,
H 2 SO 4 pekat, CH 3 COOH glasial, air suling, n-butanol, silika gel kolom Art. 7734
66
terhidrolisis didiamkan hingga suhunya konstan pada suhu kamar, untuk
kemudian dilakukan proses selanjutnya. Ekstrak sebelum hidrolisis dan sesudah
hidrolisis dianalisis dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT), untuk
mengetahui terjadinya perubahan setelah ekstrak dihidrolisis.
Fraksinasi dilakukan terhadap ekstrak yang telah dihidrolisis, dengan
menggunakan 2 jenis pelarut, yaitu n-heksan dan etil asetat. Ekstrak terhidrolisis
ditempatkan dalam corong pisah, ke dalamnya ditambahkan pelarut n-heksan
dengan perbandingan 1 : 1, kemudian dikocok secara perlahan hingga
tercampur, kemudian didiamkan hingga tepat memisah menjadi 2 fase yang
terdiri dari fase n-heksan dan fase air. Fase n-heksan dipisahkan dan fase air
difraksinasi kembali hingga tiga kali. Fase n-heksan yang telah terkumpul
dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator dan penangas air. Fase air
difraksinasi kembali dengan menggunakan pelarut etil asetat dengan
perbandingan 1 : 1, proses fraksinasi ini dilakukan tiga kali hingga diperoleh fase
etil asetat dan fase air, yang masing-masing dipekatkan dengan alat rotary
evaporator dan penangas air.
Skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia kulit buah manggis,
ekstrak hasil maserasi dan berbagai fraksi ekstrak yang dihasilkan. Penapisan
fitokimia yang dilakukan, meliputi penapisan fitokimia senyawa alkaloid, polifenol
dan tanin, flavonoid dan xanton, monoterpen dan seskuiterpen, steroid dan
triterpenoid, saponin, kuinon.
Pemeriksaan dilakukan terhadap fraksi n-heksan, etil asetat dan air, untuk
mengetahui keberadaan kandungan xanton yang akan diisolasi. Selain dengan
metode penapisan fitokimia, proses pemeriksaan kandungan xanton dilakukan
dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) serta penampak bercak
sinar UV (254 nm, 366 nm), uap amonia, vanilin HCl dan AlCl 3 . Pada metode
KLT digunakan fase diam silika gel GF 254, pengembang n-heksan - etil asetat
(6 : 4).
Isolasi dan pemurnian dilakukan terhadap fraksi yang diduga memiliki
kandungan xanton. Isolasi dan pemurnian menggunakan kromatografi kolom,
fasa diam silika gel kolom Art 7734 mesh 70 –230 MERCK dan fase gerak n-
heksan - etil asetat (7 : 3). Silika gel ditimbang sebanyak 37 g dan sampel 1,8 g.
Isolasi dilakukan dengan cara kering, yaitu dengan mengeringkan sampel
67
dengan penjerapnya. Kemudian sampel yang telah kering ditempatkan di atas
penjerapnya pada sistem kromatografi kolom dan dielusi dengan fase geraknya.
Fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom diperiksa dengan
menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), menggunakan fase diam silika gel
GF 254, pengembang n-heksan - etil asetat (7 : 3), serta penampak bercak sinar
UV (254 dan 366 nm), uap amonia + sinar UV (254 dan 366 nm), AlCl 3 , vanilin
sulfat, vanilin HCl, H 2 SO 4 10 %, sinar UV 254 dan 366 nm). Isolat yang
68
D D
6
3
5
4
2
3
2
1
1
A A
I II
Gambar 1. Kromatogram lapis tipis ekstrak metanol sebelum dan sesudah
hidrolisis dengan fase diam silika gel GF 254, pengembang n-heksan - etil
asetat (6 : 4), penampak bercak sinar UV 366 nm (I : ekstrak sebelum
hidrolisis, II : ekstrak setelah hidrolisis, A : garis awal, D : garis depan)
69
Hasil pemeriksaan fraksi dengan KLT menggunakan pengembang n-
heksan - etil asetat (6 : 4), diperoleh 6 bercak pada fraksi n-heksan, pada fraksi
etil asetat diperoleh 7 bercak, sedangkan pada fraksi air tidak mengalami
pemisahan. Pada fraksi etil asetat, terdapat bercak yang diduga golongan
flavonoid atau xanton yaitu bercak nomor 7 dengan nilai R f 0,88 dengan
pengembang n-heksan - etil asetat (6 : 4). Bercak tersebut berwarna ungu pada
sinar UV 254 nm dan berfluoresensi coklat kemerahan yang berubah menjadi
fuoresensi kuning dibawah sinar UV 366 nm, hasil kromatogram dapat terilihat
pada Gambar 2.
Isolasi dan pemurnian dilakukan terhadap fraksi etil asetat kulit buah
manggis (Garcinia mangostana L.). Isolasi dilakukan dengan metode
kromatografi kolom dengan penjerap silika gel 60 mesh 70-230 MERCK dan
pengelusi n-heksan - etil asetat (7 : 3). Fraksi-fraksi yang dihasilkan dari
kromatografi kolom ditampung ke dalam vial. Kemudian dilakukan analisis
dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan pengembang n-
heksan - etil asetat (7 : 3). Fraksi-fraksi yang memiliki pola yang sama disatukan,
sehingga diperoleh 4 gabungan fraksi (A1, A2, A3, A4), pola kromatogram dapat
terlihat pada Gambar 3.
D D D
6
X 7
5
6
4
3 5
2
4
1
A A A
I II III
Gambar 2. Kromatogram lapis tipis fraksi n-heksan (I), etil asetat (II) dan air
(III), dengan fase diam silika gel GF 254, pengembang n-heksan - etil asetat
(6 : 4), penampak bercak AlCl 3 dan sinar UV 366 nm (keterangan: (X) bercak
yang akan diisolasi, (A) garis awal, dan (D) garis depan)
70
D D D D
A A A A
A1 A2 A3 A4
Gambar 3. Kromatogram gabungan fraksi A1, A2, A3 dan A4, dengan fase
diam silika gel GF 254, pengembang n-heksan - etil asetat (7 : 3),
penampak bercak AlCl 3 dan sinar UV 366 nm (Keterangan: (A) garis awal, (D)
garis depan)
Pada gabungan fraksi A1, terdapat satu bercak dan setelah diuji
kemurniannya dengan KLT dua arah tetap menghasilkan satu bercak. Hal ini
menunjukkan bahwa pada gabungan fraksi A1 telah diperoleh senyawa yang
relatif murni yang kandungannya disebut GM II-1, pola kromatogram lapis tipis
dua arah isolat GM II-1 dapat terlihat pada Gambar 4. Isolat GM II-1 berupa
serbuk kuning. Identifikasi selanjutnya dilakukan terhadap isolat GM II-1 yang
diduga senyawa golongan flavonoid atau xanton, pola kromatogram dapat terlihat
pada Gambar 5.
II
I
Gambar 4. Kromatogram lapis tipis dua arah isolat GM II-1, dengan Fase
diam : silika gel GF 254 (Keterangan : (A) titik awal, (I) Pengembangan I
dengan n-heksan - etil asetat (7 : 3), (II) pengembangan II dengan kloroform -
metanol (9 : 1))
71
D D D D D
A A A A A
I II III IV V
Gambar 5. Kromatogram lapis tipis isolat GM II-1 dengan fase diam silika
gel GF 254, pengembang n-heksan - etil asetat (7 : 3) (Keterangan penampak
bercak : (I) Sinar tampak, (II) Sinar UV 254 nm, (III) Sinar UV 366 nm, (IV) Sinar
UV 366 nm + AlCl3, (V) Sinar tampak + AlCl3)
72
I
n
t
e
n
s
i
t
a
s
I
n
t
e
n
s
i
t
a
s
m/e
Gambar 8. Pola fragmentasi spektrum massa isolat GM II-1
(Keterangan: waktu retensi 24,175 menit; berat molekul 259)
Bahan yang digunakan pada penelitian ini dalam bentuk serbuk simplisia.
Bahan dikeringkan untuk menghilangkan kadar airnya, sehingga mencegah
terjadinya pencemaran jamur, bakteri dan pencemaran lainnya. Kulit buah
manggis memiliki kandungan air yang cukup banyak dan memiliki struktur kulit
terluar yang sulit ditembus oleh sinar matahari, sehingga perlu dilakukan
perajangan yang dapat mempercepat proses pengeringan. Proses pengeringan
73
dilakukan di udara terbuka, dengan sinar matahari yang tidak terlalu terik dan
proses pengeringan dilakukan dengan pengawasan, agar bahan dapat kering
secara merata hingga ke bagian dalamnya sehingga tidak terjadi perubahan
kandungan kimia.
Pada simplisia dilakukan proses penggilingan sampai menjadi serbuk
simplisia yang siap digunakan untuk proses maserasi. Penggunaan dalam
bentuk serbuk dilakukan agar luas permukaan simplisia terhadap pelarut pada
proses maserasi menjadi lebih besar, sehingga penarikan metabolit-metabolit
dapat lebih maksimal.
Pelarut yang digunakan dalam proses maserasi adalah metanol - air (9 : 1)
dan metanol - air (1 : 1), yang memiliki sifat relatif polar. Ada beberapa hal yang
melatarbelakangi penggunaan sistem pelarut tersebut, antara lain (1) Seperti
halnya flavonoid, xanton dimungkinkan terdistribusi luas pada tumbuhan dalam
bentuk glikosida, yang berikatan dengan suatu gula. Karena itu biasanya xanton
dalam tumbuhan bersifat polar. Sesuai dengan hukum kelarutan like disolves
like, artinya kelarutan akan terjadi bila memiliki sifat kepolaran yang sama; (2)
Metanol merupakan pelarut yang universal, seperti halnya etanol yang dapat
melarutkan metabolit-metabolit sekunder di dalam tumbuhan; (3) Pelarut
metanol relatif lebih murah dibandingkan pelarut etanol; (4) Kombinasi pelarut
metanol - air (9 : 1) dan metanol - air (1 : 1), merupakan sistem pelarut yang
direkomendasikan pada isolasi flavonoid (Harborne, 1987), dikarenakan xanton
merupakan senyawa yang berhubungan dekat dengan flavonoid, maka sistem
pelarut tersebut digunakan pada penelitian ini.
Seperti halnya flavonoid, xanton umumnya terdistribusi luas pada
tumbuhan dalam bentuk ikatan glikosida. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses
hidrolisis yang berfungsi untuk memecah ikatan glikosida sehingga dihasilkan
aglikon xanton. Proses hidrolisis dilakukan dengan cara hidrolisis asam dengan
menggunakan HCl 2 N. Xanton biasanya terdapat sebagai xanton O-glikosida.
Pada senyawa tersebut satu gugus hidroksi xanton (atau lebih) terikat pada
suatu gula dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam. Hidrolisis asam
digunakan untuk memecah ikatan O-glikosida tersebut.
Proses hidrolisis dilakukan pada ekstrak metanol yang mengalami
perubahan warna ekstrak dari coklat menjadi merah darah setelah dilakukan
proses hidrolisis. Terdapat tiga kemungkinan golongan senyawa yang
74
menyebabkan perubahan warna tersebut, yaitu proantosianidin, flobafen dan
turunan 4,4-bis-antosianidin. Ketiga senyawa tersebut menghasilkan warna
merah pada pemanasan dengan asam (Robinson, 1995).
Untuk menelaah profil fitokimia lengkap dari suatu jenis tumbuhan, maka
perlu dilakukan fraksinasi untuk memisahkan golongan utama kandungan yang
satu dari golongan utama yang lainnya. Fraksinasi dilakukan pada ekstrak yang
telah dihidrolisis dengan menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat.
Penggunaan pelarut tersebut didasarkan atas peningkatan kepolaran.
Dihasilkan 3 jenis fraksi berdasarkan pelarutnya, yaitu : n-heksan, etil
asetat, dan air. Masing-masing fraksi dilakukan penapisan fitokimia, untuk
mengetahui kandungan kimia pada fraksi tersebut. Senyawa yang akan diisolasi
terdapat paling dominan pada ekstrak etil asetat yang diidentifikasi melalui reaksi
positif pada penapisan fitokimia senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid dan
senyawa xanton memiliki kaitan biogenesis dan memiliki hubungan dekat. Hal itu
dapat dilihat dari kemungkinan biosintesis xanton yang berkaitan dengan
flavonoid.
Analisis kandungan flavonoid atau xanton juga dilakukan dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT), sebelum dilakukan isolasi. Pada teknik KLT
digunakan pengembang n-heksan - etil asetat (6 : 4). Diduga flavonoid atau
xanton terdapat pada ekstrak etil asetat, hal tersebut didasari atas terdapatnya
bercak yang mengalami perubahan fluoresensi dari fluoresensi coklat kemerahan
menjadi fluoresensi kuning dibawah sinar UV 366 setelah penyemprotan dengan
pereaksi semprot AlCl 3 .
menunjukkan senyawa yang akan diisolasi terdapat pada fraksi A1. Hal tersebut
didasari atas perubahan fluoresensi coklat kemerahan menjadi fluoresensi
75
kuning di bawah sinar UV 366 nm setelah dilakukan penyemprotan dengan
AlCl 3 . Bercak tersebut merupakan bercak tunggal, untuk menguji kemurnian dari
KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan isolat (GM II-1) pada fraksi etil asetat yang
menunjukkan serapan maksimal pada panjang gelombang 241,5; 257,5; 317;
364,5 nm dan memiliki berat molekul 259. Senyawa tersebut diduga golongan
xanton. Diharapkan dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui struktur
kimia, jenis, serta pengujian aktivitas farmakologi dari senyawa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
76
Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia III, Penerjemah : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Yayasan Sarana Wahajaya,
Jakarta, pp 1385 –1386
Markham, K. R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, Penerjemah : Kosasih
Padmawinata, ITB, Bandung, pp 1 dan 4
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Penerjemah :
Kosasih Padmawinata, Edisi VI, ITB, Bandung, pp 191-193
Sluis, W.G., 1985, Secoiridoids and Xanthones in The Genus Centaurium Hill
(Gentianaceae), Drukkerij Elinkwijk bv, Utrecht, pp 109 –114
Soedibyo, M., 1998, Alam Sumber Kesehatan, Balai Pustaka, Jakarta, pp 257 –
258
Tambunan, R. M., 1998. Telaah Kandungan dan Aktivitas Antimikroba Kulit Buah
Manggis (Garcinia Mangostana L.) [Thesis Magister Farmasi], Jurusan
Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, ITB,
Bandung, pp 1 dan 40
Wijaya, A., et al., 2004. Development of Simple Harvesting Pole and Natural Beet
Dying for Mangosteen, Denpasar, pp 1 –11
77