Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH SUPLEMENTASI SILASE DEDAK PADI PADA RANSUM TERHADAP

PRODUKSI BABI JANTAN LOKAL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sektor peternakan merupakan sektor yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan
protein hewani bagi manusia selain sektor perikanan. Ternak babi merupakan salah satu komoditi
yang mempunyai peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan daging sebagai
sumber protein hewani. Pemenuhan kebutuhan tersebut memerlukan usaha peningkatan produksi
dan kualitas dari daging babi yang dihasilkan. Ternak babi ideal dikembangkan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan protein asal hewan dalam jumlah besar dan waktu yang relatif singkat, hal
ini didasarkan pada sifat ternak babi yang menguntungkan seperti prolifik, efisien dalam
mengkonversi bahan pakan menjadi daging, umur mencapai bobot potong yang singkat dan
persentase karkas yang tinggi. Usaha peternakan babi dewasa ini tidak hanya ditujukan untuk
konsumsi daging dalam negeri, namun terdapat juga pengusaha yang memasarkan daging babi
keluar negeri, seperti Singapura dan Malaysia. (GEA, 2009).

Ternak babi lokal mempunyai potensi untk dikembangkankarena memiliki beberapa


keunggulan disbanding babi ras, yakni pengelolaannya sederhana, toleran terhadap sembarang
makanan, lebih tahan terhadap penyakit dan sangat cocok diusahakan dipedesaan (Aritonang,
1997). Mengingat peranan ternak babi yang sangat besar bagi masyarakat pedesaan maka ternak
babi erlu mendapat perhatianuntuk dikembangkan. Babi merupakan komoditi ternak yang
mempunyai potensi cukup baik sebagai penghasil daging. Peningkatan produktivitas ternak babi
terus dilakukan karena potensial untuk memperoleh keuntungan dari sifat-sifat yang dimilikinya
yaitu prolifik, efisien dalam mengkonversi pakan, pertambahan berat badan tinggi sehingga waktu
mencapai bobot potong singkat dan persentase karkas yang tinggi. Usaha untuk meningkatkan
produksi dan kualitas daging babi impor maupun local yang dihasilkan tidak terlepas dari ansum
yang diberikan pada ternak babi selama pertumbuhannya. Ransum yang baik harus mengandung
zat-zat makanan yang dibutuhkan ternak babi untuk pertumbuhannya.

Di Indonesia ternak babi telah cukup lama diketahui orang, namun pengetahuan tentang
beternak babi yang benar dan produktif belum banyak diterapkan, mengingat kurangnya informasi,
akibatnya peternakan babi di Indonesia cenderung masih dilakukan secara tradisional bahkan di
sana-sini banyak peternakan babi yang dikelola secara sangat sederhana dalam arti belum
dikandangkan secara baik, belum diperhatikan pakannya, pertumbuhannya, perkembangbiakannya
maupun kesehatannya. Sebagai halnya ternak lain, babi yang di ternakan orang berasal dari
binatang liar. Babi liar dijinakkan, dibudidayakan, berkembang dan terbukti bahwa babi-babi
tersebut kemudian terkenal sebagai ternak penghasil daging yang paling unggul, karena

1
kemampuannya cepat tumbuh (gemuk) dan cepat berkembang biak. Pembudidayaan babi dalam
perkembangan peternakan babi secara modern di dunia ini menghasilkan berbagai jenis babi
unggul, babi-babi mana telah menjadi ternak potong yang memegang peranan dalam memenuhi
kebutuhan daging bagi manusia.
Dedak padi adalah salah satu limbah penggilingan paadi yang merupakan salah satu bahan
pakan utama untuk ternak babi, ketersediaannya cukup banyak dan tidak merupakan bahan
makanan manusia sehingga sangat potensial sebagai bahan pakan ternak. Penggunaan dedak padi
sebagai bahan pakan babi cuku tinggi yaitu mencapai 30 - 40% di dalam ransum. Hal ini
disebabkan karena beberapa factor antara lain, produksinya yang relatif banyak, tidak
dimanfaatkan sebagai bahan makanan manusia, harga relatif rendah serta kandungan nutriennya
relatif baik sebagai pakan ternak. Sebagai bahan pakan ternak, dedak padi memiliki kelemahan
yaitu kandungan serat kasarnya cukup tinggi yaitu mencapai 13%. Bila dilihat dari kandungan
nutrient yang lain dedak sangat potensial karena mengandung protein 12 – 13,5% dan kandungan
energinya mencapai 1890 K.kal/kg (Rasyaf, 2002). Di samping itu dedak juga mengandung asam
fitat yang dapat mengikat mineral sehingga penyerapan mineral akan terganggu.
Dalam ransum babi, dedak digunakan sampai 30 - 40% dalam ransum. Penggunaan yang
tinggi tersebut dapat mengganggu penyerapan nutrient karena serat kasarnya yang tinggi. Untuk
mengurangi pengaruh negative tersebut perlu dilakukan pengolahan yang salah satunya dengan
melakukan fermentasi. Fermentasi pada dedak dapat menurunkan serat kasar, meningkatkan
kandungan protein serta dapat meningkatkan kecernaan pakan. Bidura (2012) yang meneliti
pemanfaatan dedak padi terfermentasi oleh Saccharomyses cerevisiae pada ransum itik
mendapatkan bahwa terjadi peningkatan performans itik tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka
akan dilakukan penelitian dengan judul: PENGARUH SUPLEMENTASI SILASE DEDAK
PADI PADA RANSUM TERHADAP PRODUKSI TERNAK BABI JANTAN LOKAL

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahannya adalah: apakah dengan
suplementasi silase dedak padi dapat berpengaruh terhadap produksi ternak babi jantan lokal
?
1.3. Tujuan

1.4.Kegunaan
Sebagai informasi yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dibidang
peternakan dan masyarakat dalam suplementasi silase dedak padi terhadap produksi ternak
babi jantan lokal.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Ternak babi
2. Pertumbuhan ternak babi jantan
3. Potensi ternak babi jantan
4. Sistem pencernaan ternak monogastrik
5. Ransum ternak babi
6. Silase dedak babi

2.1. Ternak babi


Di Indonesia babi mulai berkembang di bagian Timur dan sebagian Barat yaitu
jenis bangsa babi Landrace, babi Duroc, babi Large Black, babi Hamphire dan babi
hasil persilangan lainnya (Sinaga, 2008). Dalam perkembangannya peternakan babi
secara modern saat ini menghasilkan berbagai jenis babi unggul. Dimana babi telah
menjadi ternak potong yang memiliki peran dalam memenuhi kebutuhan daging bagi
sebagian manusia. Babi menurut bangsanya dapat diklasifikasikan ke dalam kelas
Mamalia, ordo Artiodactyla, genus Sus, spesies terdiri dari Sus scrofa, Sus vittatus, Sus
cristatus, Susleucomystax, Sus celebensis, Sus verrucosus dan Sus barbatus
(Sihombing, 1997). Berdasarkan dari bangsa tersebut, babi dapat dibedakan menjadi
tiga menurut golongannya yaitu lemak, daging, dan dwiguna (Budiasa et al., 2013).
Golongan inilah yang kemudian dikenal sebagai penghasil daging yang unggul karena
babi memiliki pertumbuhan dan cepat berkembang biak (Ardana dan P utra, 2008).
Ternak babi khususnya ternak babi lokal secara sosial budaya dapat digunakan
dalam upacara adat (Wea, 2004). Produktivitas ternak babi lokal rendah karena
dipelihara secara ekstensif dan pemenuhan kebutuhannya berdasarkan ketersediaan
ransum dilingkungan sekitarnya. Babi sebelumnya berasal dari binatang liar namun
setelah mengalami proses domestikasi mulai berkembang dan dibudidayakan. Sekitar
tahun 4.900 SM pada zaman Neolithium, di China telah diternakkan orang setempat
(Nugroho dan Whendrato, 1990). Di Indonesia babi mulai berkembang di bagian Timur
dan sebagian Barat yaitu jenis bangsa babi Landrace, babi Duroc, babi Large Black,
babi Hamphire dan babi hasil persilangan lainnya (Sinaga, 2008). Dalam
perkembangannya peternakan babi secara modern saat ini menghasilkan berbagai jenis
babi unggul. Dimana babi telah menjadi ternak potong yang memiliki peran dalam
memenuhi kebutuhan daging bagi sebagian manusia.
Babi menurut bangsanya dapat diklasifikasikan ke dalam kelas Mamalia, ordo
Artiodactyla, genus Sus, spesies terdiri dari Sus scrofa, Sus vittatus, Sus cristatus,
Susleucomystax, Sus celebensis, Sus verrucosus dan Sus barbatus (Sihombing, 1997).
Berdasarkan dari bangsa tersebut, babi dapat dibedakan menjadi tiga menurut
golongannya yaitu lemak, daging, dan dwiguna (Budiasa dkk., 2013). Golongan inilah
yang kemudian dikenal sebagai penghasil daging yang unggul karena babi memiliki
pertumbuhan dan cepat berkembang biak (Ardana dan Putra, 2008)

3
Ternak babi merupakan salah satu dari sekian jenis ternak yangmempunyai potensi sebagai suatu
sumber protein hewani dengansifat-sifat yang dimiliki yaitu prolifik (memiliki banyak anak setiap
kelahiran), efisien dalam mengkonversi bahan makananmenjadi daging dan mempunyai daging
dengan persentase karkasyang tinggi (Siagian, 1999).
Ternak babi merupakan salah satu komoditi Peternakan yang cukup potensial untuk
dikembangkan. Hal tersebut disebabkan ternak babi dapat mengkonsumsi makanan dengan efisien,
sangat prolifik yakni beranak dua kali setahun dan sekali beranak antara 10 – 14 ekor (Wheindrata,
2013). Babi adalah ternak monogastrik yang mampu mengubah bahan makanan secara efisien.
Limbah pertanian, peternakan dan sisa makanan manusia yang tidak termakan dapat digunakan
oleh babi untuk menjadi produksi daging. Besarnya konversi babi terhadap ransum ialah 3,5
artinya untuk menghasilkan berat babi 1 kg dibutuhkan makanan sebanyak 3,5 kg ransum
(Prasetya, H., 2012).

Ternak babi juga adalah ternak yang paling subur untuk dipelihara dan kemudian dijual. Jumlah
anak yang dilahirkan lebih dari satu, serta jarak dari satu kelahiran dan kelahiran berikutnya
pendek hal ini memungkinkan untuk menjualnya dalam jumlah besar. Babi yang besar dapat
dengan mudah memproduksi litter size yang masing-masing terdiri dari rata-rata 10 ekor babi
perkelahiran, selanjutnya dinyatakan bahwa karakter reproduksi bersifat unik bila dibandingkan
dengan sapi, domba dan kuda. Perbedaan yang paling penting adalah bahwa babi merupakan
hewan polytocous atau melahirkan anak lebih dari satu (Blakely J dan Bade, 1992).

Babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki
potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang
menguntungkan, antara lain laju pertumbuhan yang cepat, jumlah anak per kelahiran
(litter size) yang tinggi, efisiensi penggunaan ransum yang baik (75-80%). Selain itu,
babi mampu memanfaatkan sisa-sisa makanan atau limbah pertanian menjadi daging
yang bermutu tinggi. Konsumsi ransum sangat dipengaruhi oleh bobot badan dan umur
ternak. Konsumsi ransum akan semakin meningkat dengan meningkatnya bobot badan
ternak, jumlah ransum yang dikonsumsi juga akan bertambah dengan bertambahnya
umur ternak (NRC 1998; Sihombing 2006). Walaupun demikian, untuk meningkatkan
produksi, baik secara kuantitas maupun kualitas, perlu usaha untuk dapat
mengefektifkan penggunaan ransum untuk memperbaiki ternak babi pada fase
pertumbuhan sehingga efisien dalam penggunaan makanan. Hormon PMSG dan hCG
merupakan salah satu aspek yang bisa memperbaiki sistem reproduksi ternak, bobot
lahir, dan bobot sapih, yang dengan demikian akan berdampak pada bobot potong. Hal
ini akan tercapai apabila ternak babi mampu memanfaatkan ransum untuk

4
menghasilkan pertambahan bobot badan sejak disapih sampai bobot potong secara
baik. Konsumsi ransum sangat dipengaruhi oleh bobot badan dan umur ternak.
Peningkatan produktivitas ternak babi yang akan digunakan adalah melalui perbaikan
aktivitas hormon-hormon kebuntingan. Melalui teknik ovulasi ganda akan diperoleh
pertumbuhan anak babi yang mempunyai bobot badan yang besar pada saat lahir
sehingga mempunyai kesempatan yang baik untuk dapat hidup yang pada akhirnya
dapat dimanfaatkan untuk menunjang upaya peningkatan produksi mulai dari
prapenyapihan sampai pada bobot potong.

2.2. Pakan
Menurut Sihombing (2006), bahwa masalah pemberian pakan pada babi sangat
besar peranannya untuk keberhasilan suatu usaha peternakan babi, seperti diketahui
bahwa biaya pakan mencakup 60% (dari induk melahirkan hingga anak menjadi babi
pengakhiran) hingga 80% (hanya babi pengakhiran saja) dari total biaya produksi
ternak babi. Pakan yang hanya mengandung cukup zat-zat makanan belum tentu
menjamin performans reproduksi yang baik. Zat makanan dalam pakan harus tersedia
dalam proporsi yang tepat.
Faktor terpenting dalam usaha peternakan salah satunya adalah pemenuhan
kebutuhan pakan. Menurut Suminar (2011) pakan memiliki kebutuhan yang paling
tinggi yakni 60 – 70% dari total biaya produksi. Tingginya biaya tersebut maka
mengharuskan peternak untuk menjadikan pakan sebagai hal yang harus diperhatikan
dalam usaha peternakan. Khususnya pada peternakan ruminansia yang pakannya
merupakan jenis hijauan. Pakan jenis ini harus diberikan setiap harinya sebesar 10%
dari bobot badan ternak. Pakan memiliki pengertian segala sesuatu yang dapat
diberikan kepada ternak baik sebagian atau seluruhnya yang berasal dari bahan
organik/anorganik yang tidak mengganggu kesehatan ternak. Pakan yang baik
memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ternak. Bahan pakan itu
sendiri terdiri dari 2 macam yaitu pakan kasar (hijauan) dan pakan konsentrat. Pakan
kasar adalah jenis pakan yang mengandung serat kasar sebesar 18% atau lebih,
sedangkan konsentrat merupakan pakan yang mengandung sumber energi dan protein
bagi ternak. Pola pertumbuhan ternak sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas
pakan yang diberikan. Pakan dengan kualitas baik biasanya dapat dikonsumsi oleh
ternak dalam jumlah yang banyak daripada pakan kualitas rendah.
1. Dedak Padi
Dedak padi (rice bram) merupakan sisa dari penggilingan padi, yang
dimanfaatkan sebagai sumber energy pada pakan ternak dengan kandungan serat
kasar berkisar 6-27% (Putrawan dan Soerawidjaja, 2007). Dedak padi mengandung
asam fitat. Hasil penelitian Sumiati (2006) mendapatkan bahwa dedak padi
mengandung 6,9% fitat. Tingginya kandungan fitat ini akan berpengaruh buruk
terhadap penyerapan zat makanan.

5
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilakukan di Petern

3.2. Materi Penelitian


3.2.1. Alat
3.2.2. Bahan
Babi yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi jantan lokal yang sudah
dikebiri umur 4-9 bulan sebanyak 16 ekor.

3.3. Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 kali ulangan dan masing-
masing unit terdiri dari 1 ekor babi.
1. Rancangan percobaan
2. Persiapan dan adaptasi ternak
3. Pembuatan ransum

3.4. Prosedur Penelitian

3.5.Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang amati adalah:
1. Pertumbuhan (PBBH)
Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran tubuh yang meliputi perubahan
bobot hidup, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak,
tulang dan organ bentuk dan komposisi tubuh yang dapat diukur dalam arti
panjang, volume dan masa (Sonjaya, 2012). Menurut Jaelani (2011) menyatakan
bahwa rumus yang digunakan dalam konsumsi ransum sebagai berikut:
PBBH= Berat badan akhir (kg) – Berat badan awal (kg)

2. Konsumsi
Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila pakan
diberikan secara ad libitum. Konsumsi ransum adalah kemampuan ternak dalam
mengkonsumsi sejumlah ransum yang digunakan dalam proses metabolism tubuh
(Anggorodi, 1985 dalam Rudi, 2013). Menurut Jaelani (2011) menyatakan bahwa
rumus yang digunakan dalam konsumsi ransum sebagai berikut:
Konsumsi Ransum = Ransum yang diberi (kg) – Ransum Sisa (kg)
6
3. Konversi
Konversi pakan diperoleh dengan jalan rata-rata konsumsi pakan dibagi dengan
PPB, dihitung dalam mingguan. Menurut Jaelani (2011) menyatakan bahwa rumus
yang digunakan dalam konsumsi ransum sebagai berikut:
Konversi ransum= Konversi ransum
Pertambahan bobot badan(kg)

3.6.Analisis Data

Daftar Pustaka

7
Ahmad, Firdaus,. Dan Abdullah, Wasilah. 2012. “Akuntansi Biaya”. Edisi 3. Salemba
Empat.

Ardana, I.B. dan, D.K.H. Putra. (2008). Ternak Babi (Manajemen Reproduksi,
Produksi, Produksi dan Penyakit). Udayana University Press.

Direktorat Jendral Produksi Peternakan. 2000. Buku Statistik Peternakan, Departemen


Pertanian, Jakarata.

Ginting, S.P. 2011. Teknologi Peningkatan Daya Dukung Pakan di Kawasan


Hortikultura Untuk Ternak Kambing. Wartazoa. Vol. 21, No. 3:99-107.

GEA, M. (2009). Penampilan Ternak Babi Lokal Periode Grower. 13.

Mulyadi. 2009. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: STIE YPKPN.

National Research Council. 1998. Nutrient Requirement Of Swine. Tenth Revised


Edition. National Academy Press. Washington DC.

Putrawan, I.D.G.A., T.H. Soerawidjaja.2007. Stabilisasi dedak padi melalui


pemasakan ekstrusif. Jurnal teknik kimia Indonesia. 6 (3) Desember 2007 ; 681-
688.

Prasetya, H. 2012. Prospek Cerah Beternak Sapi Perah. Pustaka Baru Press.
Yogyakarta.

Salman, Kautsar. (2013). Akuntansi Biaya. Cetakan Pertama. Jkarta.: Akademia


Permata.

Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta

Sihombing, D. T H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Suminar, D.R. Jenis hijauan pakan pada peternakan kambing rakyat di Desa Cigobang,
Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat. Skripsi.
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakn. Institut
Pertanian Bogor.

Suparman, D. 2004. Kinerja Produksi Kelinci Lokal Jantan dengan Pemberian Pakan
Kering vs Basah (Skripsi S1) Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.
Sonjaya. H. 2012. Dasar Fisiologi Ternak. IPB Press. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai