Anda di halaman 1dari 9

2.4.

7 Pengelolaan Obat di Puskesmas


Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di puskesmas bertujuan
untuk menjamin kelangsungan, ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat
yang efisien, efektif dan rasional. Ruang lingkup pengelolaan obat secara
keseluruhan mencakup perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan,
distribusi, pengendalian dan pencatatan serta pelaporan (Depkes RI, 2017).
A. Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka
pemenuhan kebutuhan obat di puskesmas. Proses perencanaan kebutuhan obat
pertahun, puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan
menggunakan LPLPO (Lembaran Permintaan dan Laporan Pengunaan Obat).
Selanjutnya UPOPPK (Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan)
yang akan melakukan komplikasi dan analisa terhadap kebutuhan obat puskesmas
di wilayah kerjanya (DirJen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
Perencanaan obat di puskesmas bertujuan sebagai berikut:
a. Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan
yang sesuai dengan kebutuhan.
b. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
c. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
(Kemenkes RI, 2010).
Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Sediaan Farmasi
periode sebelumnya, data mutasi sediaan farmasi, dan rencana pengembangan.
Proses seleksi sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan juga harus mengacu pada
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi
ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter,
dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan
pengobatan (Kemenkes RI, 2016).
Proses perencanaan kebutuhan sediaan farmasi per tahun dilakukan secara
berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian Obat
dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
(Kemenkes RI, 2016).
Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi
dan analisa terhadap kebutuhan Sediaan Farmasi Puskesmas di wilayah kerjanya,
menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu
kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih (Kemenkes RI,
2016).
B. Permintaan
Tujuan permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah
memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di
Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan
diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat
(Kemenkes RI, 2016).
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing
puskesmas diajukan oleh kepala puskesmas kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan dari
sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO
sub unit. Permintaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat dilakukan
secara rutin dan permintaan khusus. Permintaan rutin dilakukan sesuai jadwal
yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk masing-masing
puskesmas. Sedangkan permintaan khusus dilakukan diluar jadwal distribusi rutin
apabila kebutuhan meningkat, Penanganan KLB, obat rusak dan kadaluarsa, serta
untuk menghindari kekosongan (DirJen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
2010).
C. Penerimaan
Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang
diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di
bawahannya. Tujuan dari penerimaan obat adalah agar obat yang diterima sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas
(Depkes RI, 2017). Penerimaan obat harus dilaksanakan oleh petugas pengelola
atau petugas lain yang diberi kuasa oleh Kepala Puskesmas. Setiap penyerahan
obat oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota kepada Puskesmas dilaksanakan
setelah mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Petugas penerima obat bertanggung
jawab atas pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan, dan
penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.
Setiap penyerahan obat oleh UPT IFK kepada UPT Puskesmas dilaksanakan
setelah mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Petugas penerima obat bertanggung
jawab atas pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan
penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas
penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan,
meliputi kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk obat sesuai dengan isi dokumen
(LPLPO) dan ditandatangani oleh petugas penerima serta diketahui kepala
puskesmas. Petugas penerima dapat menolak apabila terdapat kekurangan dan
kerusakan obat. Setiap penambahan obat, dicatat dan dibukukan pada buku
penerimaan obat dan kartu stok (DirJen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
2010).
D. Penyimpanan
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
suatu kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar aman
(tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap
terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan (Kemenkes RI, 2016).
Tujuannya adalah agar mutu Sediaan Farmasi yang tersedia di puskesmas dapat
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan (Kemenkes RI, 2016).
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut (Kemenkes RI, 2016).:
a. Bentuk dan jenis sediaan;
b. Kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan Sediaan
Farmasi, seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan kelembaban;
c. Mudah atau tidaknya meledak/terbakar;
d. Narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
e. Tempat penyimpanan Sediaan Farmasi tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
E. Distribusi
Distribusi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sub UPK yang ada di
wilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah, dan tepat waktu. Kebutuhan
sub UPK yang ada di wilayah kerja puskesmas dapat berupa sub unit kesehatan di
lingkungan puskesmas (kamar obat, laboratorium), puskesmas pembantu,
puskesmas keliling dan posyandu. Kegiatan yang dilakukan antara lain,
menentukan frekuensi distribusi, menentukan jumlah dan jenis obat yang
diberikan dan melaksanakan penyerahan obat (Depkes RI, 2017).
F. Pengendalian
Berdasarkan Depkes RI (2017), kegiatan yang dilakukan dalam proses
pengendalian antara lain sebagai berikut.
a. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu di
puskesmas dan seluruh unit pelayanan.
b. Menentukan stok optimum yaitu jumlah stok obat yang diserahkan kepada
unit pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan.
c. Menentukan stok pengaman yaitu jumlah stok yang disediakan untuk
mencegah terjadinya suatu hal yang tidak terduga, misalnya karena
keterlambatan pengiriman.
d. Menentukan waktu tunggu (leadtime), yaitu waktu yang diperlukan dari
mulai pemesanan sampai obat diterima.
G. Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan dilakukan bila obat tidak memenuhi persyaratan mutu, telah
kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan, dan dicabut izin edarnya.
Penarikan obat yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-
undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh
BPOM atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar dengan tetap
memberikan laporan kepada BPOM (Kemenkes RI, 2016).
Semua obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memiliki izin edar,
kadaluarsa maupun tidak memenuhi syarat di pustu/puskemas akan ditarik ke
dinas kesehatan kabupaten/kota untuk ditindaklanjuti. Tahapan pemusnahan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai terdiri dari (Kemenkes RI, 2016):
a. Membuat daftar obat dan alat medis yang akan dimusnahkan.
b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan.
c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait.
d. Menyiapkan tempat pemusnahan.
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku.
Tujuan dari pemusnahan dan penarikan obat ini adalah :
a. Melindungi masyarakat dari bahaya yang di sebabkan oleh
penggunaan obat atau perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
b. Menghindari pembiayaan seperti biaya penyimpanan, pemeliharaan,
penjagaan atas obat atau perbekalan kesehatan lainnya yang sudah tidak
layak pakai.
Untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat
dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan
mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadinya
penggunaan obat yang sub standar.
H. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan obat di Puskesmas merupakan rangkaian kegiatan
dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan yang
diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas atau UPK
lainnya. Pencatatan dan pelaporan dilakukan sebagai bukti bahwa suatu kegiatan
telah dilaksanakan, sebagai sumber data untuk melakukan pengaturan dan
pengendalian serta sebagai sumber data untuk pembuatan pelaporan. Sarana yang
digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas adalah LPLPO dan
kartu stok. LPLPO merupakan bukti pengeluaran obat di UPT Instalasi Farmasi
Kabupaten, bukti penerimaan obat di puskesmas, surat permintaan/pesanan obat
dari puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dan sebagai bukti
penggunaan obat di puskesmas.
LPLPO disampaikan oleh puskesmas ke UPT Instalasi Farmasi Kabupaten.
Petugas pencatatan dan evaluasi melakukan evaluasi dan pengecekan sesuai
dengan rencana distribusi dari instalasi farmasi lalu dikirimkan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk mendapatkan persetujuan dari kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota. LPLPO dibuat tiga rangkap, diberikan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota melalui UPT instalasi farmasi kabupaten, untuk diisi jumlah yang
diserahkan. Setelah ditandatangani oleh kepala dinas kesehatan, satu rangkap
diberikan untuk kepala dinas kesehatan, satu rangkap untuk UPT instalasi farmasi
kabupaten dan satu rangkap dikembalikan ke puskesmas. LPLPO sudah harus
diterima oleh UPT instalasi farmasi kabupaten paling lambat tanggal 10 setiap
bulannya (Kemenkes RI, 2016).
I. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan memantau seluruh kegiatan
pelayanan kefarmasian mulai dari pelayanan resep sampai kepada pelayanan
informasi obat kepada pasien sehingga diperoleh gambaran mutu pelayanan
kefarmasian sebagai dasar perbaikan pelayanan kefarmasian di Puskesmas
selanjutnya. Berdasarkan Depkes RI (2016), hal-hal yang perlu dimonitor dan
dievaluasi dalam pelayanan kefarmasian di puskesmas, antara lain sebagai
berikut:
a. Sumber daya manusia (SDM).
b. Pengelolaan sediaan farmasi (perencanaan, dasar perencanaan, pengadaan,
penerimaan dan distribusi).
c. Pelayanan farmasi klinik (pemeriksaan kelengkapan resep, skrining resep).
d. Penyiapan sediaan, pengecekan hasil peracikan dan penyerahan obat yang
disertai informasinya serta pemantauan pemakaian obat bagi penderita
penyakit tertentu seperti ISPA, myalgia dan diare).
e. Mutu pelayanan (tingkat kepuasan konsumen).
Adapun indikator kinerja pelayanan kefarmasian yang digunakan, antara
lain:
a. Tingkat kepuasan konsumen: dilakukan dengan survei berupa angket
melalui kotak saran atau wawancara langsung.
b. Dimensi waktu: lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah
ditetapkan).
c. Prosedur tetap (Protap) Pelayanan Kefarmasian: untuk menjamin mutu
pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan.

2.4.8 Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas


Penggunaan obat dikatakan rasional apabila pasien menerima obat yang
sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga
yang paling terjangkau untuk pasien dan masyarakat (Kemenkes RI, 2011). Secara
praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:
a. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat.
Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa
mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obatyang diberikan tidak
akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.
b. Tepat Indikasi Penyakit
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya
diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya
dianjurkan untuk pasien yang memberikan gejala adanya infeksi bakteri.
c. Tepat Pemilihan Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis
ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang
memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.
d. Tepat Dosis
Dosis, cara, dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek
terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat dengan
rentang terapi sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya
dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang
diharapkan.
e. Tepat Cara Pemberian
Sebagai contoh Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan.
Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan
membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan
efektivitasnya.
f. Tepat Interval Waktu Pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis
agar mudah ditaati oleh pasien. Semakin sering frekuensi memberikan obat per
hari, semakin rendah tingkat ketaatan pasien.
g. Tepat Lama Pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing masing.
Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan
berpengaruh terhadap hasil pengobatan.
h. Waspada Terhadap Efek Samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek yang tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Sehingga pada
pemberiannya diperlukan perhatian
i. Tepat Informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting
dalam menunjang keberhasilan terapi.
j. Tepat Tindak Lanjut
Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan
upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau
mengalami efek samping.
k. Tepat Penyerahan Obat
Dalam menyerahkan obat, petugas harus memberikan informasi yang tepat
pada pasien. (Kemenkes RI, 2011).
Depkes RI. 2017. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2010. Pedoman Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
HK.02.02/Kemenkes068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat
Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas. Jakarta : Menteri Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai