Anda di halaman 1dari 19

CASE REPORT

OS Trauma Mekanik Tumpul

A. Anamnesis
Status pasien
1. Nama : Tn. H
2. Jenis Kelamin : Laki
3. Umur : 54 tahun
4. Alamat : jl gorontao
5. Agama : Protestan
6. Pekerjann : karyawan swasta
7. No. RM : 201144

B. Riwayat Penyakit

1. Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan mata kiri bengkak dan sakit
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan mata kiri menghantam trotoar . Mata
kiri dirasakan sakit.
3. Riwayat penykit dahulu
3.1 Riwayat penuruanan penglihatan sebelumnya : disangkal
3.2 Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
3.3 Riwayat DM dan Hipertensi : disangkal
C. Pemeriksaan Fisik

STATUS GENERALIS
1. Keadaan Umum : Kesakitan
2. Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15
STATUS OFTALMOLOGY

OD YANG DINILAI OS
6/6 VISUS 1/60

N PALPEBRA Edema,Hematom

Hiperemis (-) KONJUNGTIVA Hiperemis (-), sekret (-)


sekret (-)
jernih KORNEA jernih

Jernih BMD Jernih

N PUPIL N

N TIO N

D. Diagnosis
OS hematom palpebra ec trauma tumpul
E. Penatalaksanaan

1. MRS
2. Bed rest
3. Infus RL 15tpm
4. Transamin 3x1
5. Metilprednisolon 8mg 3x
6. Ranitidin inj 2x1
7. Cefixime 2x200 mg
8. Tobrosom tetes mata 3 ddgtt I OS
10.B comp 3x1

2
F. Prognosis

Prognosis pada pasien diatas baik karena dengan pengobatan mata


akan kembali seperti semula.

3
BAB II
DASAR TEORI
A. Trauma
Trauma mata merupakan penyakit mata gawat darurat, artimya apabila
tidak ditanggulangi segera, maka dalam beberapa jam saja dapat menimbulkan
kerusakan permanen pada mata. Bentuk trauma mata ada beberapa macam,
diantaranya, diantaranya : trauma tumpul, trauma tajam, trauma oleh karena
bahan kimia. Yang memerlukan pertolongan dan perawatan yang berbeda
sesuai bentuk/ jenis dari trauma mata tersebut.
Trauma mata merupakan ruda paksa yang mengenai mata yang dapat
disebabkan oleh benada tajam, tumpul, termis, kimia, listrik, tekanan ataupun
radiasi yang menyebabkan berbagai macam gangguan pada mata.
Menurut penyebabnya, trauma pada mata dibagi atas :
1. Trauma tumpul atau kontusio yang dapat disebabkan oleh benda
tumpul, benturan dan ledakan dimana terjadi pemadatan udara
2. Trauma tajam, yang mungkin perforatif atau non perforatif, disertai
dengan adanya corpus aleneum atau tidak, corpus aleneum dapat intra
okuler atau ekstra okuler.
3. Trauma termis oleh jilatan api atau kontak dengan benda membara.
4. Trauma kimia oleh zat yang bersifat asam atau basa.
5. Trauma listrik oleh listrik bertegangan rendah, sedang atau tinggi.
6. Trauma Barometrik misalnya pada pesawat terbang atau penyelam.
7. Trauma radiasi oleh gelombang pendek atau partikel-partikel atom
B. Trauma tumpul
Trauma tumpul,meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang
berat, tetapi transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi cedera
yang fatal. Kerusakan yang terjadi bergantung kekuatan dan arah gaya,
sehingga memberikan dampak bagi setiap jaringan sesuai sumbu arah trauma.
Trauma tumpul dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

4
1. Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda
dari luar terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola
mata
2. Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi
pada jaringan disekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata

C. Berbagai Kerusakan Jaringan Mata Akibat Trauma Tumpul


1. Orbita
Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong
dan menimbulkanfraktur orbita. Fraktur orbita sering merupakan perluasan
fraktur dari maksila yang diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur
tripod pada zygoma yang akan mengenai dasar orbita.
2. Palpebra
Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai
mata dapatberdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan
subkutis, dan erosi palpebra.
3. Konjungtiva
Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau
khemosis dan edema
4. Sklera
Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total,
bilik depan yangdalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan
pergerakan bola mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur.
5. Koroid dan korpus vitreus
Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid
ke belakang dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup)
sehingga dapat menyebabkan edema, perdarahan, dan robekan stroma
koroid
6. Kornea
Trauma pada kornea dapat terjadi abrasi kornea

5
7. Iris dan korpus siliaris
Trauma pada iris dapat terjadi miosis namun dapat kembali setelah
beberapa jam. Dapat terjadi hifema jika terjadi perdarahan pada pembuluh
darah iris.
8. Lensa
Trauma pada lensa dapat terjadi subluksasio, dislokasi dan kekeruhan
lensa.
9. Retina
Trauma pada retina dapat menyebabkan udema retina terutama macula dan
ablasio retina

D. Hifema
1. Pengertian

Hifema merupakan keadaan dimana


terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan
iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah
iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang
jernih.Perdarahan bilik depan bola mata akibat rudapaksa ini merupakan
akibat yang paling sering dijumpai karena persentuhan mata dengan benda
tumpul.
2. Anatomi mata
Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu:

6
2.1 Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk
pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea
lebih besar dibandingkan sklera.
2.2 Jaringan uvea, merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial yang mudah dimasuki darah bila
terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan
suprakhoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan
khoroid. Pada iris didapatkan pupil, dan oleh 3 susunan otot dapat
mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator
dipersarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar
mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang
terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuor humor)
yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris
yang dibatasi kornea dan sklera.
2.3 Retina, terletak paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak 10
lapisan yang merupakan membran neurosensoris yang akan merubah
sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
Terdapat rongga yang potensial antara retina dan khoroid sehingga
retina dapat terlepas dari khoroid yang disebut ablasi retina. Badan
kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang
hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila
terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada
retina, maka retina akan robek dan akan terjadi ablasi retina. Lensa
terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah akuatornya pada
badan siliar melalui zonula zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada
akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di

7
daerah makula lutea.

3. Etiologi
3.1 Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
3.1.1 Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang
disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat
trauma pada segmen anterior bola mata.
3.1.2 Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi
mata).
3.1.3 Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier,
sehingga pembuluh darah pecah.
3.1.4 Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya
juvenile xanthogranuloma).
3.1.5 Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).
3.2 Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:
3.2.1 Hifema primer timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
3.2.2 Hifema sekunder timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
3.3 Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard)
a) Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
b) Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)
c) Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)
d) Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)

8
4 Gambaran klinis
3.3 Pandangan mata kabur
3.4 Penglihatan sangat menurun
3.5 Kadang – kadang terlihat iridoplegia & iridodialisis
3.6 Pasien mengeluh sakit atau nyeri
3.7 Nyeri disertai dengan efipora & blefarospasme
3.8 Pembengkakan dan perubahan warna pada palpebra
3.9 Retina menjadi edema & terjadi perubahan pigmen
3.10 Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan
3.11 Pupil tetap dilatasi (midriasis)
3.12 Tidak bereaksi terhadap cahaya beberapa minggu setelah trauma.
3.13 Kenaikan TIO (glukoma sekunder )
3.14 Sukar melihat dekat
3.15 Silau akibat gangguan masuknya sinar pada pupil
3.16 Anisokor pupil
3.17 Penglihatan ganda (iridodialisis)

9
5 Patofisiologi
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan
limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan
tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan
pada sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan
pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan
siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.
Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin
juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek
pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara
spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam
ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea. Perdarahan pada bilik mata
depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis dan fibrinolisis.
Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan
fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan
perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata
belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu,
fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan,
maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade
koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah
terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama
dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan
menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral. Perdarahan dapat terjadi
segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer. Perdarahan primer
dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul pada
hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebihhebat daripada yang
primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5
hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi daribekuan
darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah takmendapat waktu yang
cukup untuk regenerasi kembali.

10
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel
darah merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan
diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan
adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah
terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin
ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi
bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya
dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat
terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Adanya darah pada bilik
mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang berhubungan. Resesi sudut
mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini menunjukkan
terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut mata
dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya
glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang
pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Padakeadaan ini,
terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan
pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur
limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada
10 % kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis,
iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn. Kelainan
pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema,
perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat
peningkatan tekanan intraokular.

11
Trauma Tumpul

Kompresi Bola Peregangan Perubahan posisi


Mata Limbus iris

Perdarahan

- Robekan pembuluh
darah
- Inflamasi pada iris

Darah bergerak ke BMD


HIFEMA karena gaya gravitasi

TIK ↑

6 Diagnosis
6.1 Anamnesis
Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian,
proses terjadi trauma dan benda yang mengenai mata tersebut.
Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata itu, apakah dari
depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain dan bagaimana
kecepatannya waktu mengenai mata dan bahan tersebut, apakah terbuat
dari kayu, besi, atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam
maka perlu ditanyakan ketajaman penglihatan atau nyeri pada mata
karena berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler akibat
perdarahan sekunder. Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya
darah, dan apakah pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya. Perlu
juga ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum terjadi trauma, apabila
terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah pengurangan
penglihatan ituterjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut.
6.2 Pemeriksaan mata

12
6.2.1 Kartu mata snellen (tes ketajaman pengelihatan) : mungkin
terganggu akibat kerusakan kornea, aqueus humor, iris dan
retina.
6.2.2 Lapang pengelihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh
patologi vaskuler okuler,glukoma.
6.2.3 Pemerikasaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal
okuler, edema retine, bentuk pupil dan kornea.
7 Pemeriksaan penunjang
7.1 Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okuler normalnya 12-25
7.2 Darah lengkap, laju sedimentasi LED : menunjukkan anemia
sistemik/infeksi.
7.3 USG untk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasio retina
7.4 Skrining sickle cell
7.5 X-ray
7.6 CT-scan orbita
8 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah:
8.1 Perdarahan Sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ketiga sampai keenam.
Sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10-40 persen.
Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat
traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya.
8.2 Glaukoma Sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada traumatic hyphaema
disebabkan oleh tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-
butir/gumpalan darah. Residensinya 20 persen.

13
8.3 Hemosiderosis Kornea
Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan
sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena
hemosiderosis tidak selalu permanen, tapi kadang-kadang dapat
kembali jernih dalam waktu yang lama (dua tahun).

9 Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak
berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan
penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada
dasarnya penatalaksanaan hifema bertujuan untuk :
a) Menghentikan perdarahan.
b) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
c) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat
absorbsi.
d) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
e) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita
dengan traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar
yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang
disertai dengan tindakan operasi.
9.1 Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi
9.1.1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan
posisi kepala diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala
30º - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan

14
darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita
mengevaluasi jumlah perdarahannya. Bahkan beberapa penelitian
menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi
dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya
komplikasi perdarahansekunder. Istirahat total ini harus
dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan
sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-
anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke
tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.
9.1.2.Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada
persesuaian pendapat di antara para ahli. Penggunaan bebat mata
pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan
bola mata yang sakit dan mengistirahatkan mata.
9.1.3.Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik
hifema tidaklah mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan
perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi
yang timbul.
a. Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral
maupun parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan
perdarahan.
b.Midriatika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat
golongan midriatika atau miotika, karena masing-masing obat
mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri -sendiri. Miotika
memang akan mempercepat absorbsi,tapi meningkatkan
kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.
Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi
iridiocyclitis.

15
c.Ocular Hypotensive Drug
Pada hifema disarankan pemberian acetazolamide secara oral
sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan
tekanan intraokuler. Pada hifema yang penuh dengan kenaikan
tekanan intra okular pemberian diberikan dan dilakukan
penilaian selama24 jam. Bila tekanan intra okular tetap tinggi
atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan parasentesa yaitu
pengeluaran darah melalui sayatan di kornea. Bila tekanan intra
okular turun sampai normal, diterus diberikan dan dievaluasi
setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan
darahnya masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga
parasentesa.
9.1.4.Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi
komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan
antibiotika.
9.2. Perawatan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaucoma
sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada
pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3–5
hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila
tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola
mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea
dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6
hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea. Tindakan operatif
dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer bila hifema total
bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari. Intervensi
bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan
indikasinya adalah:

16
a) Empat hari setelah onset hifema total

b) Microscopic corneal bloodstaining

c) Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama
4 hari (untuk mencegah atrofi optic)
d) Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari
dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)
e) Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari
(untuk mencegah peripheral anterior synechiae)
f) Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun
ukurannya dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari
24 jam. Jika Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih
selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda.
10 Prognosis
Dikatakan bahwa prognosis hifema bergantung pada jumlah darah di
dalam bilik mata depan. Bila darah sedikit di dalam bila mata depan, maka
darah ini akan hilang dan jernih dengan sempurna. Sedangkan bila darah
lebih dari setengah tingginya bilik mata depan, maka prognosis buruk yang
akan disertai dengan beberapa penyulit. Hifema yang penuh di dalam bilik

17
mata depan akan memberikan prognosis lebih buruk di bandingkan dengan
hifema sebagian.
Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan
dapat dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata
akibat trauma tersebut, seperti luksasi lensa, ablasi retina dan edema
makula. Hifema sekunder yang terjadi pada hari ke 5-7 sesudah trauma,
biasanya lebih masif dibanding dengan hifema primer dan dapat
memberikan rasa sakit sekali.

18
PEMBAHASAN

Pada pasian diatas dari anamnesis didapatkan bahawa Tn. H mengeluh


mata kiri terbentur trotoar. Mata kiri merah, kabur, nyeri serta bengkak. Pasien
didiagnosis hematom palpebra ec trauma tumpul. Pasien didiagnosis hematom
palpebra dikarena pada anamnesis didapatkan riwayat trauma tumpul akibat
terbentur trotoar yang mengenai mata kiri. Adanya mata merah, kabur, nyeri, dan
bengkak pada kelopak mata menunjukan bahwa saat terjadi trauma tumpul akan
ada transfer energi yang kuat sehingga pasien mengalami gejala seperti diatas.
Penatalaksanaan pada Tn. H bersifat konservatif, yaitu dengan bed rest
total. Bedrest dilakukan selama 5 hari.diberikan juga es batu untuk mata kiri agar
bengkak berkurang.
Dilakukan pembebatan mata juga bertujuan untuk mengistirahatkan mata setelah
terkena trauma. Pemberian analgesik dan pada pasien ini bertujuan untuk
mengurangi nyeri akibat trauma yang terjadi juga untuk mengurangi perdarahan.
Kemudian diberikannya antibiotik untuk mengurangi komplikasi dari iritis serta
menghindari infeksi sekunder.

19

Anda mungkin juga menyukai