Anda di halaman 1dari 13

1.

HADIS KE-3 ARBAIN

A. Hadis dan terjemahan

‫ع ْن ُه َما قَا َل‬


َ ُ‫ي هللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ب َر‬ِ ‫َطا‬ َّ ‫ع َم َر ب ِْن ْالخ‬ ُ ‫ع ْب ِد هللاِ ب ِْن‬ َ ‫الر ْح َم ِن‬َّ ‫ع ْن أَبِي َع ْب ِد‬ َ ] ‫س ْو َل هللاِ صلى‬ ُ ‫س ِم ْعت َر‬ َ
ُ ‫ش َها َدة ُ أ َ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َوأ َ َّن ُم َح َّمدا ً َر‬
‫س ْو ُل هللاِ َوإِقَا ُم‬ َ : ‫علَى خ َْم ٍس‬ َ ‫ي اْ ِإل ْسالَ ُم‬
َ ِ‫ بُن‬: ‫هللا وسلم يَقُ ْو ُل‬
َّ ‫صالَةِ َوإِ ْيتَا ُء‬
ِ‫الز َكاة‬ َّ ‫ضانَ ال‬ َ ‫ص ْو ُم َر َم‬
َ ‫ت َو‬ ِ ‫َو َح ُّج ْالبَ ْي‬
‫رواه الترمذي ومسلم‬
Terjemah hadits / ‫ترجمة الحديث‬:
Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khottob radiallahuanhuma dia berkata :
Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Islam dibangun diatas lima
perkara;(1) Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi
Muhammad utusan Allah, (2) menegakkan shalat, (3) menunaikan zakat,(4) melaksanakan haji dan
(5) puasa Ramadhan. (Hadis Riwayat Turmuzi dan Muslim)

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / ‫الفوائد من الحديث‬:

Rasulullah mengumpamakan ajaran agama islam yang beliau bawa, yang mengeluarkan
manusia dari kekafiran serta mengajak manusia untuk memasuki surga dan menjauhi neraka,
seperti bangunan yang ideal. Bangunan tersebut berdiri atas fondasi yang kuat dan kokoh.
Beliau menjelaskan bahwa fondasi yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Syahadat

Syahadat ialah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah. Kesaksian berarti mengakui keberadaan dan keesaan Allah. Kemudian diikuti
dengan pengakuan terhadap kenabian dan kerasulan nabi Muhammad, ini adalah rukun yang
paling dasar dari pada rukun-rukun yang lain. Dalam hal ini Rasulullah bersabda, yang
artinya:
“Aku diutus untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi (bersyahadat), bahwa
tidak ada Ilah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah,
menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan jika mereka telah melakukan ini maka mereka
terjaga dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan hak Islam, dan atas Allah-lah
perhitungan mereka.” (HR. Bukhari No. 25 dan Muslim No. 36)
Hadits yang ini telah menegaskan pula kepada kita bahwa tujuan Beliau diutus adalah agar
manusia mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat, dan zakat.
Syarat-syarat syahadatain:

a. Syarat-syarat "Laa ilaha illallah"


Bersaksi dengan laa ilaaha illallah harus dengan tujuh syarat. Tanpa syarat-
syarat itu syahadat tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya. Secara global
tujuh syarat itu adalah:
1. 'Ilmu, yang menafikan jahl (kebodohan).
2. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan).
3. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan).
4. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan).
5. Ikhlash, yang menafikan syirik.
6. Shidq (jujur), yang menafikan kadzib (dusta).
7. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian)

b. Syarat Syahadat "Anna Muhammadan Rasulullah"


1. Mengakui kerasulannya dan meyakininya di dalam hati.
2. Mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisan.
3. Mengikutinya dengan mengamalkan ajaran kebenaran yang telah
dibawanya serta meninggalkan kebatilan yang telah dicegahnya.
4. Membenarkan segala apa yang dikabarkan dari hal-hal yang gha-ib, baik yang
sudah lewat maupun yang akan datang.
5. Mencintainya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, harta, anak,
orangtua serta seluruh umat manusia.
6. Mendahulukan sabdanya atas segala pendapat dan ucapan orang lain serta
mengamalkan sunnahnya.

Konsekuensi syahadatain

a. Konsekuensi "Laa ilaha illallah"

Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala ma-cam yang
dipertuhankan sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha illallah dan beribadah kepada
Allah semata tanpa syirik sedikit pun, sebagai keharusan dari penetapan illallah.

Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehingga mereka


menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan, baik berupa para makhluk, kuburan,
pepohonan, bebatuan serta para thaghut lainnya.

b. Konsekuensi Syahadat "Muhammad Rasulullah"

Yaitu mentaatinya, membenarkannya, meninggalkan apa yang dilarangnya,


mencukupkan diri dengan mengamalkan sunnahnya, dan meninggalkan yang
lain dari hal-hal bid'ah dan muhdatsat (baru), serta mendahulukan sabdanya di
atas segala pendapat orang.

2. Sholat
Rukun Islam yang paling penting setelah dua kalimah syahadah adalah shalat. Yang
dimaksud dengan sholat disini yaitu konsisten dalam mengerjakan sholat, tepat pada
waktunya dengan memenuhi syarat dan rukunnya serta dilengkapi dengan adab-adab dan
sunnah-sunnahnya. Sholat diharapkan dapat memberi dampak positif bagi jiwa seorang
muslim sehingga ia meninggalkan perbuatan dosa dan kemungkaran, Allah Subhanahu wa
ta‟ala berfirman:
“Dan dirikanlah shalat.sesungguhnya, sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan
mungkar,” (Q.S Al-ankabut [29] : 45).
Rasulullaah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah mensifatinya sebagai tiang dari agama
Islam. Sebagaimana telah disebutkan dalam sebuah hadits tentang wasiat beliau shallallaahu
'alaihi wa sallam kepada Mua'dz bin Jabal radhiyallaahu 'anhu yang merupakan hadits ke
dua puluh sembilan dari Hadits Arbain ini. Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam pun
meberitakan bahwa shalat merupakan perkara agama yang akan hilang. Dan perkara pertama
yang akan dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat.3.

3. Zakat
Menurut bahasa, zakat berarti mengeluarkan harta dalam jumlah tertentu yang telah
mencapai nisab dengan memenuhi beberapa syarat wajib dan syarat pelaksanaan. Zakat
dikeluarkan untuk orang fakir, miskin dan lainya.
Zakat merupakan ibadah maliyah untuk menumbuhkan keadilan (kepedulian social),
ibadah zakat akan menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang diantara kaum muslimin.
Macam-macam zakat:
a. Zakat Profesi/Penghasilan
Zakat Profesi/Penghasilan adalah zakat yg dikeluarkan dari hasil profesi seseorang, baik
dokter, arsitek, notaris, ulama/da‟i, artis, karyawan, guru, pegawai
swasta/negeri/bumn/bumd, pengacara, hakim, akuntan, advokat, perawat, TNI/POLRI,
LSM, wiraswasta, aktivis MLM dan lainnya.
Nishab sebesar 5 wasaq atau setara dengan 653 kg bahan pangan pokok yg (siap di
konsumsi ) seperti kurma, gandum, beras dan biji jagung. Besar zakat profesi yaitu
sebesar 2,5%. Jika standar harga beras/kg sebesar Rp5.000/kg, nilai nishab sekitar
Rp3.265.000.
b. Zakat Emas/Perak
Nisab emas 85 gram, sedangkan nisab perak 595 gram. Besar atau kadar zakatnya
sebesar 2,5%. Haul satu tahun. Ketentuan Zakat emas/perak:
 Emas/perak yg dikeluarkan zakatnya adalah emas/perak yg tidak dipakai.
 Emas/perak yg dipakai secara wajar dan tidak berlebihan tidak dikeluarkan
zakatnya.
Emas yg wajib dikeluarkan zakatnya = (Total emas yg dimiliki – emas yg dipakai) x
2,5% . Pembayarannya dapat dikeluarkan dengan nilai uang yg setara dengan harga emas
saat itu.
c. Zakat Tabungan
Uang simpanan yang telah mengendap selama 1 (satu) tahun dan mencapai nilai minimal
(nishab) setara 85 gr emas, asumsi harga emas 1 gr untuk saat ini sebesar Rp300.000,
wajib dikeluarkan zakatnya 2,5%, dengan perhitungan : (saldo akhir tahun + Bagi hasil
) x 2,5% = Zakat Tabungan. Apabila di bank konvensional, bunga bank tidak dihitung
sebagai harta yang dizakatkan. Sedang bagi hasil di bank syariah, juga dihitung sebagai
harta yg dizakatkan.
d. Zakat Investasi
Zakat Investasi adalah zakat yg dikenakan terhadap harta yg diperoleh dari hasil
investasi. Contoh bangunan atau kendaraan yg disewakan. Zakat investasi dikeluarkan
pada saat menghasilkan, sedangkan modal tidak dikenakan zakat. Besar zakat yg
dikeluarkan adalah 5% untuk penghasilan kotor dan 10% untuk penghasilan bersih.
e. Zakat Perniagaan
Zakat perniagaan adalah zakat yg dikenakan pada harta perniagaan. Dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari semua yg kami
persiapkan untuk berdagang (HR. Abu Daud)

Ketentuan :

 Berjalan 1 tahun (haul)


 Nishab senilai 85 gr emas
 Besar zakat 2,5%
 Dapat dibayar dengan uang atau barang
 Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan.
Cara Penghitungan :
(modal diputar + keuntungan+Piutang yg dapat dicairkan) (hutang+kerugian) x 2,5%

4. Puasa
Puasa menurut bahasa ialah Saum (‫ م‬artinya menahan atau mencegah. Menurut syariat
agama Islam artinya menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa
membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari, dengan syarat
tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim.
Berpuasa di bulan ramadhan, yakni tidak hanya menahan lapar dan haus, tapi juga
menahan hawa nafsu negative untuk dilatih pada bulan ramadhan dan diterapkan pada
bulan-bulan selanjutnya hasil positive dari menahan hawa nafsu buruk yang sering kita
lakukan.
Dengan begitu pada bulan ramadhan lah kita berlatih menguasai diri, memperbaiki
diri dari dalam, serta mendisiplinkan diri dengan hal-hal yang ma‟ruf dan lebih bermanfaat
untuk akhirat.
Telah datang dalam Shahih Muslim no. 19 hadits yang mendahulukan puasa
sebelum hajji dan hajji sebelum puasa. Di jalur periwayatan yang pertama terdapat
penegasan dari Ibnu Umar radhiyallaahu 'anhumaa bahwa yang dia dengar dari Rasulullaah
shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah penyebutan puasa terlebih dahulu sebelum hajji.
Berdasarkan hal ini didahulukannya penyebutan hajji sebelum puasa di sebagian riwayat
termasuk kategori perubahan yang dilakukan rawi atau periwayatan secara makna (tidak
kontekstual ).
5. Haji

Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk
melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat
tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah,
dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari
Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah.

Adab-adab haji :
1. Mengikhlaskan niat di dalam ibadah haji.
2. Mempelajari hukum-hukum tentang haji
3. Menghindari dari para penganggur dan orang-orang yang suka bermain-main.
4. Menghindari dari ahli bid‟ah dan khurafat
5. Hendaknya berusaha untuk ekonomis di dalam berbelanja
6. Jauhilah hal-hal yang melengahkan
7. Berusaha untuk menerapkan akhlaq yang baik dan melawan nafsu
8. Selalu berdzikir dengan dzikir pagi dan petang
9. Hendaknya dia membawa bekal lebih jika dia termasuk orang yang mampu.
10. Hendaknya dia selalu menjaga kewajiban-kewajiban syari‟ah

Kelima rukun ini disebutkan secara berurutan sesuai dengan urgensinya masing-
masing. Dimulai dengan dua kalimah syahadah yang merupakan asas bagi setiap amal yang
digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allaah Ta'ala. Kemudian shalat yang
dilakukan berulang-ulang sebanyak lima kali sehari semalam. Sehingga shalat merupakan
hubungan kuat antara seorang hamba dengan Rabbnya. Kemudian zakat yang wajib
dikeluarkan dari harta jika telah berlalu satu tahun, sebab manfaatnya bisa menyebar.
Kemudian puasa yang wajib dalam satu bulan dalam satu tahun, merupakan ibadah fisik yang
manfaatnya hanya bersifat pribadi. Kemudian Hajji yang wajib sekali dalam seumur hidup.
2. HADIS ARBA’IN KE-4

A. Hadis dan Terjemahan

ُ ‫صاد‬
‫ِق‬ َّ ‫ َو ُه َو ال‬-‫سلَّ َم‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ -ِ‫َّللا‬َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ َح َّدثَنَا َر‬:َ‫قَال‬-ُ‫ع ْنه‬ َ ُ‫َّللا‬
َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ِ ‫ َر‬-‫َّللاِ ب ِْن َم ْسعُو ٍد‬ َّ ‫ع ْب ِد‬
َ ‫الرحْ َم ِن‬ َ ‫ع ْن أَبِي‬
َّ ‫ع ْب ِد‬ َ
ْ‫ضغَةً ِمث َل‬ ُ ُ ُ َ
ْ ‫ ث َّم يَك ْون ُم‬، َ‫علقة ِمث َل ذلِك‬ ْ ً َ َ ُ ُ ُ ً َ ْ ُ َ ُ ْ ُ ْ
َ ‫ ث َّم يَك ْون‬،‫ إِن أ َح َدك ْم يُجْ َم ُع خَلقهُ فِي بَط ِن أ ِم ِه أ ْربَ ِعيْنَ يَ ْو ًما نطفة‬:‫صدُوق‬ ُ َ َّ ُ ْ ‫ْال َم‬
َ ‫ي أ َ ْو‬
،ٌ‫س ِع ْيد‬ ٌّ ‫ش ِق‬
َ ‫ َو‬،‫ع َم ِل ِه‬َ ‫ َو‬،‫ َوأ َ َج ِل ِه‬،‫ب ِر ْزقِ ِه‬ ِ ْ‫ َويُؤْ َم ُر بِا َ ْربَعِ َك ِل َماتٍ؛ بِ َكت‬،‫الر ْو َح‬ ُّ ‫ فَيَ ْنفُ ُخ فِ ْي ِه‬، ُ‫س ُل إِلَ ْي ِه ْال َملَك‬ َ ‫ ث ُ َّم ي ُْر‬، َ‫َذلِك‬
َ ‫ فَيَ ْسبِ ُق‬،ٌ‫ إِ َّن أ َ َح َد ُك ْم لَيَ ْع َم ُل بِعَ َم ِل أ َ ْه ِل ْال َجنَّ ِة َحتَّى َما يَ ُك ْونَ بَ ْينَهُ َوبَ ْينَ َها إِالَّ ذ َِراع‬،ُ‫غي ُْره‬
‫علَ ْي ِه‬ َ َ‫َّللا الَّذِي الَ إِلَه‬ ِ َّ ‫فَ َو‬
،ٌ‫ار َحتَّى َما يَ ُك ْونَ بَ ْينَهُ َوبَ ْينَ َها إِالَّ ذ َِراع‬ ِ َّ‫ َوإِ َّن أ َ َح َد ُك ْم لَيَ ْع َم ُل بِعَ َم ِل أ َ ْه ِل الن‬،‫ار فَيَ ْد ُخلُ َها‬ ِ َّ‫ فَيَ ْع َم ُل بِعَ َم ِل أ َ ْه ِل الن‬،‫َاب‬ ُ ‫ْال ِكت‬
‫ فَيَ ْع َم ُل بِعَ َم ِل أ َ ْه ِل ْال َجنَّ ِة فَيَ ْد ُخلُ َها‬،‫َاب‬ ُ ‫علَ ْي ِه ْال ِكت‬ َ ‫فَيَ ْسبِ ُق‬

Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepada kami, dan beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang yang benar (ucapannya) dan dibenarkan,
“Sesungguhnya (materi) penciptaan salah seorang dari kalian (manusia)
dikumpulkan (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) dalam rahim ibunya selama empat
puluh hari, berupa nuthfah (air mani laki-laki dan wanita yang telah bercampur),
kemudian nuthfah tersebut (berubah) menjadi ‘alaqah (segumpal darah beku yang
menempel pada rahim) selama empat puluh hari (berikutnya), kemudian ‘alaqah
tersebut (berubah) menjadi mudhgah (segumpal daging) selama empat puluh hari
(berikutnya), lalu diutus padanya malaikat yang kemudian meniupkan ruh padanya,
dan malaikat itu diperintahkan untuk menuliskan empat kalimat (ketentuan yang
telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala baginya, yaitu): rezeki, ajal, amal
perbuatan dan (apakah kemudian hari dia termasuk) orang yang celaka (masuk
neraka) atau orang yang berbahagia (masuk surga). Maka demi Allah yang tidak ada
sesembahan yang benar kecuali Dia, sungguh salah seorang dari kamu benar-benar
ada yang beramal dengan amalan orang-orang yang akan masuk surga, sampai-
sampai jarak yang memisahkan antara dirinya dan surga hanya (tinggal) satu hasta
(sangat dekat sekali), akan tetapi ketentuan (yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala
tetapkan baginya) mendahuluinya, maka (di akhir hidupnya) dia melakukan
perbuatan orang-orang yang akan masuk neraka (maksiat), sehingga dia pun masuk
neraka. Dan (sebaliknya) sungguh salah seorang dari kamu benar-benar ada yang
melakukan perbuatan orang-orang yang akan masuk neraka, sampai-sampai jarak
yang memisahkan antara dirinya dan neraka hanya (tinggal) satu hasta (sangat dekat
sekali), akan tetapi ketentuan (yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan
baginya) telah mendahuluinya, maka (di akhir hidupnya) dia melakukan amalan
orang-orang yang akan masuk surga, sehingga dia pun masuk surga”. (Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim)
B. Penjelasan Hadis

1. Perkataan “Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang benar


(ucapannya) dan dibenarkan…” maknanya adalah beliau orang yang selalu
benar dalam perkataannya, dan beliau orang yang selalu dibenarkan terhadap
apa-apa yang beliau bawa dari wahyu. Dan Abdullah bin Mas’ud mengucapkan
perkataan ini dikarenakan hadits yang akan disampaikan adalah tentang perkara-
perkara yang ghaib, yang tidak dapat diketahui kecuali berdasarkan wahyu.

2. Sabdanya “Sesungguhnya (materi) penciptaan salah seorang dari kalian,


(manusia) dikumpulkan (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) dalam rahim
ibunya. Ada yang mengatakan bahwa itu maksudnya adalah dikumpulkannya
air mani laki-laki dan air mani perempuan dalam rahim, dan dari situlah
diciptakan manusia. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

ٍ ِ‫ُخلِقَ ِم ْن َماءٍ دَاف‬


‫ق‬

Dia (manusia) diciptakan dari air yang dipancarkan. [QS. Ath-Thariq: 6].

Dan Allah berfirman,

ٍ ‫) فَ َجعَ ْلنَاهُ فِي قَ َر ٍار َم ِك‬٢٠( ‫ين‬


‫ين‬ ٍ ‫أَلَ ْم ن َْخلُ ْق ُك ْم ِم ْن َماءٍ َم ِه‬

Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina? Kemudian Kami
letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim).[QS. Al-Mursalat: 20-21].

Dan yang dimaksud dengan penciptaannya adalah penciptaan manusia yang


berasal darinya (dari air mani). Dan dalam Shahih Muslim (1438),

ُ ‫اء يَ ُك ْونُ ْال َولَد‬


ِ ‫َما ِم ْن ُك ِل ْال َم‬

Tidak dari seluruh air mani terjadi anak…

3. Dalam hadits ini disebutkan tahapan-tahapan penciptaan manusia. Tahapan


pertama; nuthfah (air mani), yaitu air (yang terpancar) sedikit. Tahapan kedua;
‘alaqah (segumpal darah), yaitu (segumpal) darah yang membeku. Tahapan
ketiga; mudhghah, yaitu sepotong (segumpal) daging yang ukurannya sebesar
makanan yang dapat dikunyah orang yang sedang makan. Dan Allah telah
menyebutkan ketiga tahapan ini dalam firman-Nya,

‫ضغَ ٍة ُم َخلَّقَ ٍة‬ ْ ُ‫ب ث ُ َّم ِم ْن ن‬


ْ ‫طفَ ٍة ث ُ َّم ِم ْن َعلَقَ ٍة ث ُ َّم ِم ْن ُم‬ ِ ‫ب ِمنَ ْالبَ ْع‬
ٍ ‫ث فَإِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ت ُ َرا‬ ٍ ‫اس إِ ْن ُك ْنت ُ ْم فِي َر ْي‬ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
‫َو َغ ْي ِر ُم َخلَّقَ ٍة‬

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna…[QS.
Al-Hajj: 5].

Dan maksud dari “…segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang
tidak sempurna…” adalah segumpal daging yang sudah terbentuk (manusia)
dan yang belum terbentuk. Dan ayat lain yang lebih jelas dalam menerangkan
tahapan-tahapan penciptaan manusia adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam surat Al-Mu’minun,

‫طفَةَ َعلَقَةً فَ َخلَ ْقنَا‬ْ ُّ‫) ث ُ َّم َخلَ ْقنَا الن‬١٣( ‫ين‬ ٍ ‫طفَةً فِي قَ َر ٍار َم ِك‬ ْ ُ‫) ث ُ َّم َج َع ْلنَاهُ ن‬١٢( ‫ين‬ ٍ ‫ساللَ ٍة ِم ْن ِط‬
ُ ‫سانَ ِم ْن‬ َ ‫َو َل َق ْد َخ َل ْقنَا اإل ْن‬
ْ
َ‫س الخَا ِلقِين‬ُ‫ن‬ َ
َ ْ‫َّللاُ أح‬ َّ َ‫ارك‬ َ َ ً ْ ْ ْ َ ُ
َ َ‫ام لحْ ًما ث َّم أنشَأنَاهُ خَلقا آخ ََر فتب‬ َ َ ْ َ َ َ
َ ‫ضغَة ِعظا ًما فك‬َ ْ
ْ ‫ضغَةً فَ َخلقنَا ال ُم‬
ْ َ ْ ‫ْالعَلَقَةَ ُم‬
َ ‫س ْونَا ال ِعظ‬

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati


(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk
yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang paling
baik.[QS. Al-Mu’minun: 12-14].

4. Dalam hadits ini diterangkan bahwa setelah terjadinya tiga tahapan tersebut -
yang lamanya seratus dua puluh (120) hari-, ditiupkan padanya ruh. Dengan
demikian terjadilah manusia yang hidup, yang sebelumnya ia mati. Dan dalam
Al-Qur’anul Karim dijelaskan bahwa manusia mengalami dua kehidupan dan
dua kematian. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang orang-
orang kafir,

َ ‫قَالُوا َربَّنَا أ َ َمتَّنَا اثْ َنتَي ِْن َوأَحْ َي ْيتَنَا اثْنَتَي ِْن فَا ْعت ََر ْفنَا بِذُنُوبِنَا فَ َه ْل إِلَى ُخ ُروجٍ ِم ْن‬
‫سبِي ٍل‬

Mereka menjawab, “Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan
telah menghidupkan kami dua kali (pula)…“.[QS. Al-Mu’min: 11].

Kematian pertama adalah sebelum janin (manusia) ditiupkan padanya ruh. Dan
kehidupan pertama dimulai dari ditiupkannya ruh hingga sampai ajal seseorang
(mati). Dan kematian kedua dimulai dari matinya seseorang (di dunia ini) hingga
terjadinya hari kebangkitan. Dan kematian ini tidak bertentangan dengan
kehidupan barzakhiyyah (di alam kubur) yang jelas telah diterangkan dalam Al-
Kitab dan As-Sunnah. Kemudian kehidupan yang kedua adalah kehidupan yang
terjadi setelah hari kebangkitan (kehidupan akhirat). Dan kehidupan ini (akhirat)
adalah kehidupan yang terus-menerus dan tidak akan pernah ada kematian lagi
setelahnya. Dan keadaan keempat tahapan dalam penciptaan manusia ini
diterangkan oleh Allah dalam firman-Nya,

َ ‫َوه َُو الَّذِي أَحْ يَا ُك ْم ث ُ َّم ي ُِميت ُ ُك ْم ث ُ َّم يُحْ ِيي ُك ْم ِإ َّن اإل ْن‬
‫سانَ لَ َكفُور‬
Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu,
kemudian menghidupkan kamu (lagi). Sesungguhnya manusia itu benar-benar
sangat mengingkari nikmat. [QS. Al-Hajj: 66].

Dan firman-Nya,

َ‫اَّللِ َو ُك ْنت ُ ْم أ َ ْم َواتًا فَأَحْ َيا ُك ْم ث ُ َّم ي ُِميت ُ ُك ْم ث ُ َّم يُحْ ِيي ُك ْم ث ُ َّم ِإلَ ْي ِه ت ُ ْر َجعُون‬
َّ ‫ْف تَ ْكفُ ُرونَ ِب‬
َ ‫َكي‬

Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, laluAllah
menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali,
kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?[QS. Al-Baqarah: 28].

Dan jika bayi dilahirkan dari perut ibunya dalam keadaan mati setelah ia
berumur ditiupkannya ruh (yakni; 120 hari), maka berlaku baginya hukum-
hukum melahirkan. Bayi tersebut wajib dimandikan, dishalatkan, dan ibunya
telah selesai dari masa ‘iddah, dan ia pun mengalami nifas. Adapun jika bayi
tersebut keguguran sebelum ia berumur ditiupkannya ruh (yakni; sebelum 120
hari), maka tidak berlaku baginya hukum-hukum ini.

5. Setelah malaikat menulis tentang rezekinya, ajalnya, laki-laki atau perempuan,


celaka atau bahagia, maka pengetahuan tentang bayi bahwa ia laki-laki atau
perempuan bukan berarti perkara-perkara ghaib yang khusus bagi Allah dapat
diketahui. Karena malaikat pun telah mengatahuinya. Sehingga sangat mungkin
untuk mengetahui keadaan bayi laki-laki atau perempuan.
6. Sesungguhnya taqdir Allah telah mendahului segala sesuatu yang akan terjadi.
Yang seseorang dihukumi bahagia atau sengsara adalah keadaannya tatkala ia
mati.
7. Keadaan manusia, jika ditinjau dari permulaan dan akhirnya, terbagi menjadi
empat:

Pertama, orang yang permulaan dan akhirnya baik.

Kedua, orang yang permulaan dan akhirnya buruk.

Ketiga, orang yang permulaannya baik, namun akhirnya buruk. Seperti orang
yang tumbuh berkembang dalam ketaatan kepada Allah, kemudian sebelum mati
ia justru murtad (keluar) dari Islam, dan akhirnya pun ia mati dalam keadaan
murtadnya.

Keempat, orang yang permulaannya buruk, namun akhirnya baik. Seperti


keadaan para tukang sihir yang mulanya bersama Fir’aun, kemudian beriman
kepada Rabb Harun dan Musa (yakni; beriman kepada Allah). Dan seperti orang
Yahudi yang menjadi pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian ia
dijenguk oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala ia jatuh sakit. Dan Nabi
pun menawarkan Islam padanya, dan akhirnya masuk Islam. Lalu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ َّ‫ْال َح ْمدُ ِ ََّّللِ ا َّلََ ذِي أ َ ْنقَذَهُ ِمنَ الن‬
‫ار‬

Segala puji bagi Allah Yang telah menyelamatkannya dari neraka.Dan hadits ini
dalam Shahih Al-Bukhari (1356). Dan dua keadaan yang terakhir inilah yang
ditunjukkan oleh hadits (keempat) ini.

8. Hadits ini menunjukkan bahwa manusia berusaha mengerjakan sesutau yang


dapat membuat dirinya bahagia atau sengsara sesuai dengan kehendaknya.
Namun, hal itu tetap tidak keluar dari kehendak dan keinginan Allah. Dan
manusia diberikan pilihan dan kebebasan jika ditinjau dari sisi bahwa ia dapat
beramal dan berusaha dengan pilihan dan kehendaknya sendiri. Namun,
manusia pun diatur dan ditentukan jika ditinjau dari sisi bahwa tidak ada sesuatu
pun yang terjadi dari usaha dirinya melainkan berdasarkan kehendak Allah. Dan
kedua hal ini telah ditunjukkan oleh hadits ini, yakni tatkala seseorang berada
di saat-saat kematiannya, ia didahului oelh ketantuan (Allah). Hingga akhirnya
ia beramal dengan amalan penghuni surga atau neraka.
9. Sesungguhnya seseorang wajib untuk selalu berada di antara rasa takut dan
berharap. Hal ini disebabkan di antara manusia ada yang beramal baik
sepanjang hidupnya, namun ia diakhiri oleh penutupan yang buruk. Namun,
kendati pun demikian, seseorang tetap tidak boleh berputus asa dan putus
harapan. Karena ada pula orang yang beramal buruk (maksiat) sepanjang
hidupnya, namun Allah memberikan hidayah dan petunjuk kepadanya, hingga
akhirnya ia mati dalam keadaan berpegang teguh dengan hidayah Allah.
10. An-Nawawi berkata dalam penjelasan hadits ini, “Jika ada yang mengatakan
bahwa Allah telah berfirman,

َ ْ‫ضي ُع أَجْ َر َم ْن أَح‬


‫سنَ َع َمال‬ ِ ُ‫ت ِإنَّا ال ن‬ َّ ‫ِإ َّن الَّذِينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا ال‬
ِ ‫صا ِل َحا‬

Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah kami tidak akan
menyianyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan
yang baik.[QS. Al-Kahfi: 30].

Zhahir ayat ini menunjukkan bahwa amal shalih dari orang yang ikhlas
mengamalkannya akan diterima (oleh Allah). Dan jika (amalan seseorang)
diterima (oleh Allah) dengan janji Rabb Yang Mahamulia, ia akan aman dari su-
ul khatimah (penutupan yang buruk).

Dan hal ini dapat dijawab dari dua sisi:

Pertama; hal itu memang dapat terjadi jika syarat-syarat diterimanya amalan dan
husnul khatimah (penutupan yang baik) terpenuhi. Namun ada kemungkinan
pula bahwa orang yang beriman dan berbuat ikhlas dalam beramal tidak akan
diakhiri kehidupannya kecuali dengan kebaikan.

Kedua; akhir (penutupan) yang buruk berlaku untuk orang yang berbuat buruk
dalam beramal. Atau amalannya tercampur dengan perbuatan riya’ (ingin dilihat
orang lain ketika beramal) atau sum’ah (ingin didengar orang lain ketika
beramal). Hal ini ditunjukkan oleh hadits lain yang berbunyi,

ِ َّ‫الر ُج َل لَيَ ْع َم ُل َع َم َل أ َ ْه ِل ْال َجنَّ ِة فِ ْي َما يَ ْبد ُو ِللن‬


‫اس‬ َّ ‫إِ َّن‬

Sesungguhnya seseorang benar-benar ada yang beramal dengan amalan orang-


orang yang akan masuk surga…(HR Al-Bukhari (2898), (4202), (4207), Muslim
(112), dan lain-lain.)

Maksudnya; sesuai dengan yang tampak pada manusia berupa zhahir yang baik,
namun dengan batin (sesuatu yang tidak tampak pada manusia) yang buruk dan
busuk. Wallahu A’lam“.

C. Faedah Hadis

Pembentukan manusia dalam rahim mulai dari nuthfah (setetes mani),


‘alaqah (segumpal darah), mudhgah (segumpal daging) masing-masing selama 40
hari.
Allah benar-benar perhatian pada manusia karena ada malaikat yang
bertugas mengurus manusia ketika berada dalam janin. Ketika berada di dunia, ada
manusia yang bertugas mengawasi dan mendoakannya. Ketika akan mati, ada
malaikat yang bertugas mencabut nyawanya. Malaikat adalah hamba Allah yang
diperintah dan dilarang.
Jumhur ulama (kebanyakan ulama) menyatakan bahwa wajib berpegang
dengan ketetapan yang disebutkan dalam hadits. Namun bisa terjadi perbedaan
jumlah hari dalam pembentukan tadi dikarenakan ada yang terjadi di awal atau akhir
hari, di awal atau di akhir malam.
Manusia mengalami tiga tahapan yaitu nuthfah, ‘alaqah lalu mudghah
selama 120 hari (4 bulan). Lalu ruh ditiupkan setelah 120 hari. Ulama Hanafiyah
berpendapat bahwa janin boleh digugurkan jika belum mencapai 120 hari karena
ruh belum ditiupkan. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hambali menyatakan bahwa
boleh menggugurkan di bawah 40 hari dengan menggunakan obat yang mubah.
Adapun jika melewati 40 hari masa kehamilan tidaklah dibolehkan dikarenakan
sudah terbentuk segumpal darah. Dalam hadits dari Abu Hudzaifah disebutkan,
“Jika sudah terbentuk nuthfah setelah 42 hari, maka Allah akan mengutus malaikat
untuk membentuk nuthfah tersebut sehingga terbentuk pendengaran, penglihatan,
kulit, daging dan tulang.” (HR. Muslim, no. 2645). Ulama Malikiyah sendiri
berpandangan bahwa kandungan tidak boleh digugurkan setelah terbentuk nuthfah
(bercampurnya sel sperma dan sel telur) walau lewat satu hari. Karena ketika itu
telah dimulainya kehidupan dan wajib dimuliakan. Pendapat terakhir ini yang lebih
kuat, menggugurkan hanya boleh jika darurat saja karena alasan yang dibenarkan
dari pakarnya.
Imam Ahmad berpendapat bahwa jika keguguran setelah 4 bulan (120 hari), maka
janin dishalatkan, dikafani dan dikuburkan. Sedangkan ulama lainnya seperti
Syafi’iyah berpandangan bahwa mesti menunggu sampai bayi tersebut lahir.
Karena jika janin gugur dalam kandungan, maka tidak dianggap manusia sehingga
tidak perlu dishalatkan. Namun pendapat pertama dari Imam Ahmad itulah yang
lebih kuat.
Hanya Allah yang mengetahui apa yang terjadi dalam rahim. Ini bukan
berarti dokter tidak bisa mengetahui janin tersebut laki-laki ataukah perempuan.
Namun dokter tidak bisa mengungkapkan secara detail apa yang ada dalam rahim
sampai perihal takdirnya. Rezeki, ajal, amal, bahagia ataukah sengsara dari setiap
manusia sudah diketahui, dicatat, dikehendaki dan ditetapkan oleh Allah.
Rezeki sudah ditetapkan bukan berarti manusia tidak perlu bekerja dan
berusaha. Manusia diketahui takdirnya oleh Allah, bukan berarti manusia tidak
punya pilihan. Sama juga dengan jodoh sudah ditetapkan bukan berarti tidak perlu
mencari jodoh lalu tunggu jodoh datang dengan sendirinya. Logikanya, kalau akan
kena musibah, seseorang akan berusaha menyelamatkan diri. Begitu pula dalam hal
seseorang mencuri harta orang lain, tidak boleh ia beralasan dengan takdir, “Ini
sudah jadi takdir saya.” Karena orang berakal tidak mungkin beralasan seperti itu.
Ia mencuri pasti karena pilihannya. Manusia tidak mengetahui takdir yang
ditetapkan untuknya. Sehingga manusia tetap harus ada usaha dan amal, tidak boleh
ia hanya sekedar pasrah pada takdir.
Amalan merupakan sebab seseorang untuk masuk surga. Dalam hadits
disebutkan, “Seseorang tidaklah masuk surga kecuali sebab amalnya.” (HR.
Bukhari, no. 5673 dan Muslim, no. 2816). Jadi masuk surga bukanlah karena
gantian dari amal kita. Namun karena sebab amal, datang rahmat Allah yang
membuat kita bisa masuk surga. Dalam ayat disebutkan pula (yang artinya), “Dan
itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu
kamu kerjakan.” (QS. Az-Zukhruf: 72)
Bahagia ataukah sengsara tergantung dari amalan akhir seseorang itu seperti
apa. Ada orang yang beramal dengan amalan penduduk surga menurut pandangan
manusia, namun akhir hidupnya adalah suul khatimah (akhir jelek). Ada juga
manusia yang dianggap hina oleh orang-orang sekitarnya karena dosanya begitu
banyak. Namun ia tutup hidupnya dengan taubat, sehingga ia mati husnul khatimah
(mati baik) dan akhirnya masuk surga.
Untuk meraih husnul khatimah (akhir hidup yang baik) ada cara yang bisa
ditempuh: (a) Perbanyak doa siang dan malam. Di antara doa yang bisa terus
dipanjatkan, ‘YAA MUQOLLIBAL QULUUB TSABBIT QOLBII ‘ALAA
DIINIK’ (Artinya: Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku
pada agama-Mu); (b) Memperbanyak amalan ketaatan dan setiap amalan ketaatan
akan mewariskan amalan ketaatan selanjutnya; ingat yang dinilai adalah akhir amal
kita; (c) Menjauhkan diri dari kemunafikan; (d) Berusaha meninggalkan maksiat
karena maksiat adalah sebab suul khatimah.
Apakah kita bahagia ataukah sengsara kelak di akhirat sudah diketahui
dalam takdir. Akhir kehidupan manusia antara syaqo’ (sengsara) ataukah sa’adah
(berbahagia). Kita memohon kepada Allah semoga kita semua termasuk orang-
orang yang berbahagia di surga. Innallaha sami’un qorib, sungguh Allah Maha
Mendengar lagi Mahadekat.

Anda mungkin juga menyukai