Buku Panduan CSL 2 TA 2015 2016 PDF
Buku Panduan CSL 2 TA 2015 2016 PDF
Diterbitkan oleh :
Lab CSL/ Medical Education Unit (MEU)
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Dicetak di Bandar Lampung
Maret 2016
Desain muka oleh : -
TIM PENYUSUN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan serta kemudahan
sehingga penyusun dapat menyelesaikan buku panduan Keterampilan Klinik Semeter 2 ini. Buku ini
disusun sebagai panduan bagi mahasiswa maupun instruktur dalam proses pembelajaran
Keterampilan Klinik pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung (FK Unila) semester 2 tahun ajaran 2014-2015.
Pada semester 2 ini, mahasiswa diperkenalkan dengan keterampilan yang sesuai dengan
tahunnya mencakup keterampilan komunikasi mengenai kerangka anamnesis dan pendalaman
anamnesis serta pengenalan rekam medik, surat rujukan, dan form pemeriksaan penunjang. Pada
pemeriksaan fisik diberikan materi pemeriksaan fisik dasar thorax, abdomen, kepala leher, saraf
kranial, sistem sensoris dan motorik, range of movement, refleks fisiologis dan reflek patologis, dan
sirkulasi perifer. Pada keterampilan prosedural adalah aseptik prosedural dan hecting dasar. Buku
panduan ini disusun dengan mengacu pada kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang dokter yang
tertuang dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012.
Pada buku edisi 5 ini, terdapat beberapa revisi minor pada beberapa aspek keterampialn.
Keterampilan pemeriksaan sensois tidak dilakukan lagi di semester ini. Selain itu ditambahkan kembali
keterampilan pemakaian baju operasi (gowning) pada judul keterampilan prosedur aseptik.
Seelebihnya adalah terdapat beberapa revisi teknis pada keterampilan laboratorium dari para
kontributor lab.
Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada konributor yang telah
memberikan masukan demi memperkaya materi buku ini, pengelola KBK FK Unila, maupun pihak-
pihak lain yang turut membantu hingga selesainya buku ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, semoga buku ini dapat digunakan
dengan sebaik-baiknya. Untuk kesempurnaan penyusunan buku ini berikutnya kritik dan saran sangat
kami harapkan.
PJ CSL 2
DAFTAR ISI
(……………………………..)
Catt : Halaman ini harap di print, ditandatangani dan dikumpul ke PJ CSL NPM.
TATA TERTIB :
4. Jika terlambat ≤ 15 menit pada pertemuan 2, mahasiswa dapat mengikuti CSL dengan
persetujuan instruktur yang bertugas pada CSL tersebut
5. Jika terlambat 15-30 menit sejak CSL dimulai sesuai jadwal pada pertemuan 1, dianggap tidak
lulus dan wajib melapor pada PJ CSL, dan diperbolehkan mengikuti CSL
6. Jika terlambat > 30 menit sejak CSL dimulai sesuai jadwal, tidak diperkenankan mengikuti CSL
pada hari tersebut dan tidak diperkenankan mengikuti CSL pada pertemuan kedua
7. Jika terlambat > 15 menit pada pertemuan kedua dimulai sesuai jadwal maka tidak
diperkenankan mengikuti CSL pada hari itu.
8. Pada pertemuan 1 akan dilakukan pretest secara serentak
9. Bila mahasiswa melakukan kecurangan pada saat pretest, maka langsung dinyatakan tidak
lulus pretest dan diperbolehkan mengikuti CSL pada hari itu
10. Nilai kelulusan pretest (minimal 70) akan diumumkan pada awal pertemuan kedua.
11. Mahasiswa yang mendapat nilai < 70 akan mendapat giliran pertama untuk mempraktikkan
keterampilan tersebut dengan mendapat perhatian lebih dari instruktur.
12. Mahasiswa wajib membawa buku panduan CSL dan buku kegiatan CSL di setiap pertemuan/
sesi
13. Mengikuti pre test dan latihan CSL
14. Pada pertemuan ke-2:
a. Instruktur akan memberi umpan balik terkait performance mahasiswa, kemudian
mahasiswa harus menuliskan umpan balik tersebut pada kolom umpan balik di buku
kegiatan CSL mahasiswa.
b. Instruktur menandatangani buku kegiatan setelah mengoreksi kolom isian umpan balik
sudah sesuai dengan masukan yang diberikan.
c. Bila waktu tidak cukup, instruktur dapat meminta bantuan mahasiswa untuk menilai
performance temannya (peer-assesment) dengan tetap memperhatikan umpan balik
yang diberikan.
15. Bila tidak mengikuti briefing OSCE maka tidak diperkenankan mengikuti REMED OSCE
c. Penilaian
1. Penilaian formatif
a. Kehadiran 100%, kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh institusi
b. Nilai pelaksanaan CSL minimal 70 per keterampilan
c. Nilai sikap profesional (profesional behaviour).
i. Nilai sikap profesional diperoleh dari penilaian sikap mahasiswa selama blok
berlangsung pada seluruh proses kegiatan pembelajaran. Penilaian dilakukan
menggunakan lembar Penilaian Sikap Profesional (Professional behaviour)
pada buku log masing-masing mahasiswa. Hasil penilaian berupa sufficient
atau insuffisient.
ii. Poin penilaian meliputi kedisiplinan, kejujuran, sopan santun, penilaian, sikap
sesama teman (Altruism).
d. Telah mengikuti semua kegiatan pembelajaran CSL dan mengerjakan semua tugas
yang diberikan
e. Semua penilaian formatif ini adalah prasyarat untuk mengikuti Ujian OSCE
f. Ujian OSCE akan diadakan setiap akhir semester
2. Penilaian Sumatif
Penilaian Sumatif diambilkan dari Ujian Objective Structured Clinical Examination (OSCE) yang
diselenggaraka di akhir semester. Bobot penilaian sumatif 100% diambilkan dari nilai OSCE. Syarat
lulus mimal B (Skor ≥ 66). Persentase penilaian akhir blok terdiri dari :
OSCE 100%
Total 100%
Huruf
Bobot Skore Nilai Ket
Mutu
A 4 > 76
B+ 3,5 71- <76
B 3 66 - <71
Belum Lulus
C+ 2,5 61 - <66
(TL)
Belum Lulus
C 2 56 - <61
(TL)
Belum Lulus
D 1 50 -<56
(TL)
E 0 <50
LEVEL OF COMPETENCE
Keterangan:
Level Kompetensi 1 : Mengetahui dan menjelaskan
Level Kompetensi 2 : Pernah melihat / didemonstrasikan
Level Kompetensi 3 : Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah
supervisi
Level Kompetensi 4 : Mampu melakukan secara mandiri
KERANGKA ANAMNESIS
A. TEMA
Keterampilan Anamnesis
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Instruksional Umum
D. SKENARIO
Seorang pria datang dengan keluhan demam. Anda sebagai seorang dokter yang ingin mengetahui
riwayat penyakit pasien melakukan wawancara yang terstruktur dengan tujuan untuk
mengeksplorasi keluhan dan gejala yang dialami oleh pasien. Bagaimanakah cara menggali
informasi mengenai penyakit pasien sehingga dapat ditegakkan diagnosis yang tepat?
E. DASAR TEORI
1. PENDAHULUAN
Dewasa ini, tantangan sebagi tenaga kesehatan semakin mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan
tersebut dalam menangani pasien. Khususnya seorang dokter, sangat diperlukan adanya kesiapan
untuk berani melakukan tatap muka dan aktif dalam membangun keakraban dengan pasiennya.
Pada umumnya kontak pertama antara seorang dokter pasien dimulai dari anamnesis. Dari sini
hubungan terbangun sehingga akan memudahkan kerjasama dalam memulai tahap-tahap
pemeriksaan berikutnya.
Dalam menegakkan suatu diagnosis anamnesis mempunyai peranan yang sangat penting bahkan
terkadang merupakan satu-satunya petunjuk untuk menegakkan diagosis. Anamnesis adalah suatu
tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara seorang dokter dengan
pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk
mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya.
Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang
sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka
informasi yang didapatkan akan sangat berharga bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang
hanya dari anamnesis saja seorang dokter sudah dapat menegakkan diagnosis.
Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan hanya
dengan anamnesis yang benar. Tujuan berikutnya dari anamnesis adalah untuk membangun
hubungan yang baik antara seorang dokter dengan pasiennya. Umumnya seorang pasien yang
baru pertama kalinya bertemu dengan dokternya akan merasa canggung, tidak nyaman dan takut,
sehingga cederung tertutup. Tugas seorang lah untuk mencairkan hubungan tersebut.
Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan untuk membangun hubungan dokter
dan pasiennya sehingga dapat mengembangkan keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk
tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya.
2. ISI
Definisi Anamnesis
Anamnesis berasal dari bahasa Yunani anamneses, yang artinya mengingat kembali. Anamnesis
merupakan pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan
serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan
penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang
khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik
terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Jenis
pertanyaan yang akan diajukan kepada pasien dalam anamnesis sangat beragam dan bergantung
pada beberapa faktor.
Tujuan Anamnesis
1. Memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan
oleh pasien.
2. Membangun hubungan yang baik antara seorang dokter dan pasiennya.
Jenis-jenis Anamnesis
1. Auto anamnesis, merupakan anamnesis yang didapat langsung dari keluhan pasien. Pasien
sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini
adalah cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan
apa yang sesungguhnya dia rasakan.
2. Allo anamnesis atau hetero anamnesis, merupakan anamnesis yang didapat dari orang tua
atau sumber lain yang dekat dan tahu betul tentang riwayat pasien, dilakukan ketika pasien
tidak dapat berkomunikasi langsung dengan dokter. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari
anamnesis dilakukan bersama-sama auto dan allo anamnesis.
Persiapan Anamnesis
1. Keterampilan proses: meliputi bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien, menggali dan
mendapatkan riwayat pasien, menggali dan mendapatkan riwayat pasien, kemampuan verbal
dan non-verbal yang digunakan, bagaimana menciptakan suatu hubungan dengan pasien,
serta bagaimana cara berkomunikasi secara terstruktur dan terorganisasi.
2. Keterampikan isi: yaitu keterampilan mengenai isi pokok dari pertanyaan dan respon yang
diberikan kepada pasien.
3. Keterampilan perseptual: yakni apa yang dipikirkan dan rasakan mempengaruhi pembuatan
keputusan internal.
Selain itu dokter juga perlu terampil dalam mengajukan pertanyaan yang bersifat terbuka ataupun
tertutup dan terampil dalam mendengarkan baik secara aktif, empatik, dan reflektif. Wawancara
yang dilakukan selama anamnesis harus berdasarkan five basic task of doctor patient interview,
sebagai berikut :
Adapun hal yang harus diperhatikan oleh seorang dokter sebelum memulai wawancara, antara
lain :
1. Tempat dan suasana. Tempat dan suasana dimana anamnesis ini dilakukan harus diusahakan
cukup nyaman bagi pasien. Anamnesis akan berjalan lancar kalau tempat dan suasana
mendukung. Suasana diciptakan agar pasien merasa santai, tidak tegang dan tidak merasa
diinterogasi.
2. Penampilan dokter. Penampilan seorang dokter juga perlu diperhatikan karena ini akan
meningkatkan kepercayaan pasiennya. Seorang dokter yang tampak rapi dan bersih akan lebih
baik dari pada yang tampak lusuh dan kotor. Demikian juga seorang dokter yang tampak
ramah, santai akan lebih mudah melakukan anamnesis daripada yang tampak galak, ketus dan
tegang.
3. Periksa kartu dan data pasien. Sebelum anamnesis dilakukan sebaiknya periksa terlebih
dahulu kartu atau data pasien dan cocokkan dengan keberadaan pasiennya. Tidak tertutup
kemungkinan kadang-kadang terjadi kesalahan data pasien atau mungkin juga kesalahan kartu
data, misalkan pasien A tetapi kartu datanya milik pasien B, atau mungkin saja ada 2 pasien
dengan nama yang sama persis. Untuk pasien lama lihat juga data-data pemeriksaan,
diagnosis dan terapi sebelumnya. Informasi data kesehatan sebelumnya seringkali berguna
untuk anamnesis dan pemeriksaan saat ini.
4. Dorongan kepada pasien untuk menceritakan keluhannya. Pada saat anamnesis dilakukan
berikan perhatian dan dorongan agar pasien dapat dengan leluasa menceritakan apa saja
keluhannya. Biarkan pasien bercerita dengan bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien, jangan
terus menerus memotong, tetapi arahkan bila melantur. Pada saat pasien bercerita, apabila
diperlukan ajukan pertanyaan-pertanyaan singkat untuk minta klarifikasi atau informasi lebih
detail dari keluhannya. Jaga agar jangan sampai terbawa cerita pasien sehingga melantur
kemana mana
5. Gunakan bahasa atau istilah yang dapat dimengerti. Selama tanya jawab berlangsung
gunakan bahasa atau istilah umum yang dapat dimengerti pasien. Apabila ada istilah yang
tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia atau sulit dimengerti, berikan penjelasan atau
deskripsi dari istilah tersebut.
6. Buat catatan. Adalah kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan kecil saat seorang
dokter melakukan anamnesis, terutama bila pasien yang mempunyai riwayat penyakit yang
panjang.
7. Perhatikan pasiennya. Selama anamnesis berlangsung perhatikan posisi, sikap, cara bicara
dan gerak-gerik pasien. Apakah pasien dalam keadaaan sadar sepenuhnya atau apatis,
apakah dalam posisi bebas atau posisi letak paksa, apakah tampak santai atau menahan sakit,
apakah tampak sesak, apakah dapat bercerita dengan kalimat-kalimat panjang atau terputus-
putus, apakah tampak segar atau lesu, pucat dan lain-lain.
8. Gunakan metode yang sistematis. Anamnesis yag baik haruslah dilakukan dengan sistematis
menurut kerangka anamnesis yang baku. Anamnesis yang sistematis bertujuan untuk melihat
keterlibatan setiap sistem dalam penyakit yang sekarang diderita dan kemungkinan adanya
masalah lain selain masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Dengan cara ini diharapkan tidak
ada data anamnesis yang tertinggal.
Dalam menganamnesis pasien, ada baiknya jika seorang mengetahui data-data umum mengenai
pasien terlebih dahulu, seperti :
1. Nama pasien: sebaiknya nama lengkap bukan nama panggilan atau alias.
2. Jenis kelamin: sebagai kelengkapan harus juga ditulis datanya
3. Umur: terutama penting pada pasien anak-anak karena kadang-kadang digunakan untuk
menentukan dosis obat. Juga dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan penyakit
yang diderita, beberapa penyakit khas untuk umur tertentu.
4. Alamat: apabila pasien sering berpindah-pindah tempat maka tanyakan bukan hanya alamat
sekarang saja tetapi juga alamat pada waktu pasien merasa sakit untuk pertama kalinya. Data
ini kadang diperlukan untuk mengetahui terjadinya wabah, penyakit endemis atau untuk data
epidemiologi penyakit.
5. Pekerjaan: bila seorang dokter mencurigai terdapatnya hubungan antara penyakit pasien
dengan pekerjaannya, maka tanyakan bukan hanya pekerjaan sekarang tetapi juga pekerjaan-
pekerjaan sebelumnya.
6. Perkawinan: kadang berguna untuk mengetahui latar belakang psikologi pasien.
7. Agama: keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh (pantangan)
seorang pasien menurut agamanya.
Keluhan utama adalah yang menyebabkan penderita datang berobat. Keluhan utama
merupakan titik tolak penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien
Merupakan tujuh macam pertanyaan yang bersifat pribadi dari diri pasien tersebut,
diantaranya:
3. Menanyakan Riwayat Penyakit Dahulu (Past health history) : keluhan seputar apakah dulu
pernah mengalami sakit yang sama seperti saat ini, apakah ada penyakit lain sebelumnya,
apakah dulu pernah dioperasi, atau pun jenis obat apa saja yang pernah dikonsumsi pasien
sebelumnya.
4. Menanyakan Riwayat Penyakit Dalam Keluarga: apakah ada keluarga atau kerabat dekat yang
pernah mengalami gangguan yang sama atau penyakit keturunan yang lain.
5. Menanyakan Riwayat Personal atau riwayat sosial: pertanyaan mengenai tempat bekerja, pola
makan setiap hari, aktivitas olahraga, perokok atau tidak, dan pernah meminum minuman
dengan kadar akohol tinggi atau tidak, serta keadaan lingkungan rumah.
Reanamnesis
Reanamnesis berarti anamnesis ulang atau pengambilan data anamnesis tambahan setelah dokter
melakukan pemeriksaan fisik atau setelah dokter merawat pasien. Reanamnesis kadang kala
diperlukan untuk mengkonfirmasi data yang dianggap kurang konsisten atau kurang lengkap.
Ringkasan Anamnesis
Ringkasan anamnesis dibuat berdasarkan analisis data anamnesis. Dokter mengelompokkan data
yang diperoleh yang mengarah pada sindrom atau kriteria diagnostik yang berhubungan dengan
diagnosis tertentu. Ringkasan anamnesis menggunakan bahasa dokter, tidak lagi menggunakan
bahasa pasien.
Kesimpulan Anamnesis
Pada akhir anamnesis seorang dokter harus dapat membuat kesimpulan dari anamnesis yang
dilakukan. Kesimpulan tersebut berupa perkiraan diagnosis yang dapat berupa diagnosis tunggal
atau diagnosis banding dari beberapa penyakit. Kesimpulan yang dibuat haruslah logis dan sesuai
dengan keluhan utama pasien. Bila menjumpai kasus yang sulit dengan banyak keluhan yang tidak
dapat dibuat kesimpulannya, maka cobalah dengan membuat daftar masalah atau keluhan pasien.
Daftar tersebut kemudian dapat digunakan untuk memandu pemeriksaan fisik atau pemeriksaan
penunjang yang akan dilaksanakan, sehingga pada akhirnya dapat dibuat suatu diagosis kerja yang
lebih terarah.
Kelengkapan dan kebenaran data yang diberikan keluarga sangat berarti bagi dokter untuk
menentukan diagnosis penyakit. Keluarga tidak perlu merasa segan atau malu dalam memberikan
informasi. Kesalahan data akan mempengaruhi diagnosis dan tindakan dokter. Dalam langkah
anamnesis, dokter akan bertindak seperti seorang detektif yang menyelidiki suatu kasus, jadi
keluarga tidak perlu merasa bosan apabila untuk kepentingan tertentu dokter menanyakan hal yang
sama secara berulang. Sebaliknya kadangkala keluarga terpancing untuk memberikan informasi
yang tidak diperlukan oleh dokter, mungkin karena pasien atau keluarga dapat merasakan
kehangatan komunikasi yang diciptakan oleh dokter.
1. Pasien yang tertutup. Anamnesis akan sulit dilakukan bila pasien membisu dan tidak mau
menjawab pertanyaan-pertanyaan dokternya. Keadaan ini dapat disebabkan pasien merasa
cemas atau tertekan, tidak leluasa menceritakan keluhannya atau dapat pula perilakunya yang
demikian karena gangguan depresi atau psikiatrik. Tergantung masalah dan situasinya kadang
perlu orang lain (keluarga atau orang-orang terdekat) untuk mendampingi dan menjawab
pertanyaan dokter (heteroanamnesis), tetapi kadang pula lebih baik tidak ada seorangpun
kecuali pasien dan dokternya. Bila pasien dirawat di rumah sakit maka anamnesis dapat
dilanjutkan pada hari-hari berikutnya setelah pasien lebih tenang dan lebih terbuka.
2. Pasien yang terlalu banyak keluhan. Sebaliknya tidak jarang seorang pasien datang ke dokter
dengan begitu banyak keluhan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tugas seorang dokter
untuk memilah-milah keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya dan mana yang hanya
keluh kesah. Diperlukan kepekaan dan latihan untuk membedakan mana yang merupakan
keluhan yang sesungguhnya dan mana yang merupakan keluhan mengada-ada. Apabila benar-
benar pasien mempuyai banyak keluhan harus dipertimbangkan apakah semua keluhan itu
merujuk pada satu penyakit atau kebetulan pada saat tersebut ada beberapa penyakit yang
sekaligus dideritanya.
3. Hambatan bahasa dan atau intelektual. Seorang dokter mungkin saja ditempatkan atau
bertugas disuatu daerah yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa daerah yang
belum kita kuasai. Keadaan semacam ini dapat menyulitkan dalam pelaksanaan anamnesis.
Seorang dokter harus segera belajar bahasa daerah tersebut agar dapat memperlancar
anamnesis, dan bila perlu dapat meminta bantuan atau petugas kesehatan lainnya untuk
mendampingi dan membantu menerjemahkan selama anamnesis. Kesulitan yang sama dapat
terjadi ketika menghadapi pasien yang karena intelektualnya yang rendah tidak dapat
memahami pertanyaan atau penjelasan dokternya. Seorang dokter dituntut untuk mampu
melakukan anamnesis atau memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat sederhana
agar dapat dimengerti pasiennya.
4. Pasien dengan gangguan atau penyakit jiwa. Diperlukan satu tehnik anamnesis khusus bila
seorang dokter berhadapan dengan penderita gangguan atau penyakit jiwa. Mungkin saja
anamnesis akan sangat kacau, setiap pertanyaan tidak dijawab sebagaimana seharusnya.
Justru di dalam jawaban-jawaban yang kacau tersebut terdapat petunjuk-petunjuk untuk
menegakkan diagnosis. Seorang dokter tidak boleh bingung dan kehilangan kendali dalam
melakukan anamnesis pada kasus-kasus ini.
5. Pasien yang cenderung marah dan menyalahkan. Tidak jarang dijumpai pasien-pasien yang
datang ke dokter sudah dalam keadaan marah dan cenderung menyalahkan. Selama
anamnesis mereka menyalahkan semua dokter yang pernah memeriksanya, menyalahkan
keluarga atau orang lain atas masalah atau keluhan yang dideritanya. Umumnya ini terjadi pada
pasien-pasien yang tidak mau menerima kenyataan diagnosis atau penyakit yang dideritanya.
Sebagai seorang dokter kita tidak boleh ikut terpancing dengan menyalahkan sejawat dokter
lain karena hal tersebut sangat tidak etis. Seorang dokter juga tidak boleh terpancing dengan
gaya dan pembawaan pasiennya sehingga terintimidasi dan menjadi takut untuk melakukan
anamnesis dan membuat diagnosis yang benar.
3. KESIMPULAN
1. Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan
dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang
dikeluhkan oleh pasien.
2. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menanyakan beberapa hal yaitu :
1. Identifikasi pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Onset
Lokasi
Kronologis
Kualitas
Kuantitas
Gejala penyerta atau keluhan penyerta
Faktor modifikasi
4. Riwayat Penyakit Dahulu (Past health history)
5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
6. Riwayat Personal atau riwayat sosial
7. Ringkasan anamnesis dan kesimpulan anamnesis
F. PROSEDUR
Menanyakan dan menuliskan: Nama pasien, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan, perkawinan,
agama, suku bangsa
Menanyakan keluhan yang menyebabkan penderita datang berobat/ ke dokter dan menuliskannya
di lembar rekam medis
Menanyakan bagaimana onset, lokasi, kronologis, kualitas, kuantitas, gejala penyerta, dan faktor
modifikasi dan menuliskannya di rekam medis.
Menanyakan keluhan seputar apakah dulu pernah mengalami sakit yang sama seperti saat ini,
apakah ada penyakit lain sebelumnya, apakah dulu pernah dioperasi, atau pun jenis obat apa saja
yang pernah dikonsumsi pasien sebelumnya serta adakah riwayat alergi terhadap obat obatan
tertentu.
Menanyakan apakah ada keluarga, kerabat dekat yang pernah mengalami gangguan atau keluhan
yang sama serta penyakit keturunan yang lain.
Menanyakan pertanyaan mengenai tempat bekerja, pola makan setiap hari, aktivitas olahraga,
perokok atau tidak, dan pernah meminum minuman dengan kadar akohol tinggi atau tidak, serta
keadaan lingkungan rumah.
mengelompokkan data yang diperoleh yang mengarah pada sindrom atau kriteria diagnostik yang
berhubungan dengan diagnosis tertentu, dan membuat kesimpulan dari anamnesis yang berupa
perkiraan diagnosis yang dapat berupa diagnosis tunggal dan diagnosis banding dari beberapa
penyakit.
Mengakhiri pemeriksaan dengan baik dan menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
9. Item Professionalisme
Percaya diri, minimal error
Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus
Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada pasien
G. DAFTAR PUSTAKA
Nilai Feedback
No Item Penilaian
0 1 2
INTERPERSONAL
1 Senyum, Salam, Sapa & Membina sambung rasa
2 Menjelaskan prosedur dan melakukan Informed consent
sebelum melakukan pemeriksaan
CONTENT
3 Menanyakan data-data umum mengenai pasien
Menanyakan: Nama pasien, Jenis kelamin,Umur, Alamat,
Pekerjaan, Perkawinan ,Agama ,Suku bangsa
4 Menanyakan keluhan utama
Menanyakan keluhan hal menyebabkan penderita datang
berobat
5 Menanyakan riwayat penyakit sekarang Menanyakan
bagaimana onset, lokasi, kronologis, kualitas, kuantitas, gejala
penyerta, dan faktor modifikasi
6 Menanyakan riwayat penyakit dahulu Menanyakan keluhan
seputar apakah dulu pernah mengalami sakit yang sama seperti
saat ini, apakah ada penyakit lain sebelumnya, apakah dulu
pernah dioperasi, atau pun jenis obat apa saja yang pernah
dikonsumsi pasien sebelumnya.
7 Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
Menanyakan apakah ada keluarga atau kerabat dekat yang
pernah mengalami gangguan yang sama atau penyakit
keturunan yang lain.
8 Menanyakan riwayat personal dan kehidupan sosial
Menanyakan pertanyaan mengenai tempat bekerja, pola makan
setiap hari, aktivitas olahraga, perokok atau tidak, dan pernah
B. TUJUAN
1. Mampu melakukan pengisian rekam medis, form rujukan, dan form permintaan
pemeriksaan penunjang dengan benar
2. Mampu menjelaskan manfaat pengisian rekam medis, surat rujukan, dan form permintaan
pemeriksaan penunjang
3. Mampu menjelaskan jenis jenis rekam medis
D. SKENARIO
Anda seorang dokter yang baru saja membuka praktek umum di daerah tempat tinggal anda.
Pada hari itu datang pasien yaitu seorang anak laki-laki usia 5 tahun yang diantar ibunya
karena mencret sejak 1 hari. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pengobatan
yang sesuai, anda hendak membuat sebuah catatan rekam medis yang baik agar mudah
dalam melakukan tindak lanjut dikemudian hari.
E. DASAR TEORI
1. Pengertian
Rekam medis adalah suatu berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien.
Surat rujukan adalah surat pengantar tenaga medis dalam hal ini ditujukan kepada dokter
maupun dokter gigi secara tertulis yang bertujuan sebagai advice (petunjuk pengobatan)
maupun pengobatan secara lebih lanjut kepada tenaga medis yang lebih berkompeten dalam
bidangnya. Setelah surat rujukan diberikan oleh dokter melalui pasien kepada dokter yang
lebih berkompeten, biasanya akan ada surat rujukan balasan yang berikan oleh dokter/dokter
gigi terujuk kepada dokter perujuk melalui pasien yang menyatakan bahwa telah dilakukan
pengobatan/perawatan, atau jawaban advice dari dokter/dokter gigi perujuk.
Rekam medis dari rumah sakit harus memuat informasi yang cukup untuk menetapkan
diagnosis, terapi dan hasil terapi secara akurat. Rekam medis setiap rumah sakit sangat
bervariasi tetapi pada umumnya terdiri dari bagian informasi umum dan informasi klinis.
Rekam medis harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan
dan setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.
4. Surat Rujukan
Surat rujukan umumnya terdiri dari surat rujukan dan surat balasan rujukan.
Surat rujukan berisi:
1. Tanggal rujukan dibuat
2. Nomor surat
3. Nama/Spesialisasi Dokter rujukan
4. Lokasi/alamat dokter rujukan
5. Kalimat permintaan/permohonan rujukan
6. Nama, umur, jenis kelamin, serta alamat pasien yang dirujuk
7. Hasil anamnesis pasien
8. Hasil pemeriksaan fisik pasien
9. Hasil pemeriksaan penunjang (bila ada)
10. Diagnosis sementara
11. Terapi/obat yang telah diberikan
12. Nama dokter pengirim/perujuk
13. Tanda tangan dokter pengirim/perujuk
Pada permintaan radiologis, keterangan klinis pasien yang akan dilakukan pemeriksaan
radiologis dan pembacaan hasil sangat dibutuhkan oleh radiolog. Sehingga dalam permintaan
pemeriksaan penunjang radiologis disertakan pula kondisi klinis pasien.
F. PROSEDUR
a) Tanyakan identitas pasien
b) Lakukan anamnesis
c) Lakukan pemeriksaan fisik
d) Isikan pada rekam medis
1. Identitas pasien
2. Tanggal dan waktu
3. Anamnesis, sekurang kurangnya keluhan dan riwayat perjalanan penyakit
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah diberikan
e) Mengisi formulir permintaan pemeriksaan penunjang
f) Mengisi surat rujukan
g) Beritahukan rencana penatalaksanaan.
G. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Manual Rekam Medi : Konsil Kedokteran Indonesia. Jakarta. Indonesia
Permenkes No.269/Menkes/per/III/2008
UU RI No : 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Jakarta. Indonesia
A. TEMA
Pemeriksaan fisik kepala dan leher
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional umum
Mampu melakukan pemeriksaan kepala dan leher dengan baik dan benar
2. Tujuan instruksional khusus
1. Mampu melakukan pemeriksaan rambut, kulit kepala dan tulang tengkorak.
2. Mampu melakukan pemeriksaan kelenjar tyroid dan trakea dengan baik dan benar.
3. Mampu melakukan pemeriksaan rongga mulut dan faring dengan baik dan benar.
4. Mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan.
5. Mampu memberikan saran untuk tindakan selanjutnya.
D. SKENARIO
Seorang wanita, berumur 27 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan timbul benjolan pada
leher depan. Dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa benjolan tersebut membesar lambat,
sekarang sebesar setengah bola tenis dan tidak nyeri. Pasien tidak merasa demam dan tidak ada
gangguan dalam menelan. Keluhan disertai dengan rasa berdebar dan sering berkeringat.
Kemudian anda akan melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai untuk menunjang diagnosis anda.
E. DASAR TEORI
Penampilan kepala dan leher, kontur dan teksturnya seringkali memberikan kesan pertama
tentang sifat penyakit. Disamping itu beberapa penampilan bersifat patognomonik untuk suatu
penyakit.
mandibula, maksila, nasal, palatina, lakrimal dan vomer. Tulang utama dari rangka kranial ialah
tulang frontal, temporal, parietal dan oksipital. Otot utama pada mulut adalah orbikularis oris,
yang mengelilingi bibir dan berfungsi untuk menutup bibir.
Otot yang mengelilingi mata disebut muskulus orbikularis okuli dan berfungsi untuk menutup
kelopak mata. Platisma adalah otot superfisial leher yang tipis, menyilang batas luar mandibula
dan meluas sampai bagian anterior bawah muka. Otot ini berfungsi untuk menarik mandibula
ke bawah dan belakang dan menghasilkan ekspresi wajah sedih.
Otot pengunyah terdiri atas otot maseter, pterigoideus, dan temporalis. Otot-otot ini berinsersi
pada mandibula dan berfungsi untuk mengunyah.Maseter berfungsi untuk menutup rahang.
Ketegangan otot ini dapat diperiksa dengan cara mengatupkan rahang dengan kencang.
2. Leher
Leher dibagi oleh muskulus sternokleidomastoideus menjadi trigonum colli anterior atau medial
dan posterior atau lateral.
Kelenjar tyroid membungkus trakea bagian anterior dan lateral serta laring. Kelenjar ini apabila
dilihat dari depan nampak seperti kupu-kupu dan terdiri atas 2 lobus yang dihubungkan oleh
ismus. Ismus tyroid melintang trakea tepat di bawah tulang rawan krikoid. Lobus lateral meluas
sepanjang salah satu sisi laring sampai setinggi pertengahan tulang rawan tyroid dari laring.
Apabila terdapat benjolan atau pembengkakan di leher, jangan lupa menanyakan hal-hal di
bawah ini :
a. Nyeri atau tidak
b. Kapan mulai muncul benjolan tersebut. Benjolan yang baru muncul beberapa hari biasanya
karena suatu radang. Benjolan yang sudah berbulan-bulan biasanya karena suatu
neoplasia. Sedangkan masa yang menetap bertahun-tahun tanpa perubahan ukuran
biasanya karena suatu lesi jinak atau kelainan kongenital.
c. Umur pasien. Benjolan di leher pada seorang pasien di bawah usia 20 tahun kemungkinan
suatu pembesaran kelenjar getah bening tonsilar atau massa kongenital. Diantara umur 20-
40 tahun lebih umum penyakit tyroid, meskipun harus dipikirkan juga suatu limfoma. Diatas
umur 40 tahun harus dicurigai suatu keganasan sampai terbukti tidak.
d. Apakah muncul keluhan suara serak atau tidak. Suara serak dengan adanya benjolan tyroid
memberi kesan adanya paralisis pita suara oleh penekanan nervus laringeus rekuren oleh
suatu masa.
e. Tentukan lokasinya. Masa yang timbul di garis tengah cenderung jinak atau lesi kongenital
seperti kista tiroglosus atau kista dermoid. Massa di lateral leher seringkali suatu
neoplasma, sedangkan massa di daerah lateral atas leher mungkin lesi metastatik dari
tumor payudara dan lambung.
f. Ukuran, kondisi permukaan, konsistensi, ada atau tidak nyeri tekan, batas, mobilisasi, dan
fluktuasi. Pemeriksaan fisik pada kepala dan leher tidak memerlukan peralatan khusus.
g. Pemeriksaan kepala dan leher dilakukan dengan pasien duduk menghadap pada
pemeriksa. Pemeriksaan terdiri atas Inspeksi dan palpasi.
F. PROSEDUR
1. Interpersonal
Membina sambung rasa senyum, salam dan sapa
Jelaskan pentingnya pemeriksaan yang akan dilakukan.
Meminta pasien melepas semua atribut yang melekat dikepala.
Cuci tangan WHO
2. Pemeriksaan Kepala
Jelaskan pada pasien pentingnya pemeriksaan yang akan dilakukan
Meminta pasien melepas semua atribut yang melekat dikepala termasuk rambut palsu.
Posisi pasien sebaiknya duduk, kepala tegak lurus dan diam agar seluruh rambut dapat
diperiksa dengan mudah
Tanyakan pada pasien apakah :
1. Rambutnya mudah rontok,
2. Adanya perubahan warna,
3. Gangguan pertumbuhan rambut,
4. Penggunaan shampo atau produk lain perawatan rambut, alat pengeriting dan
menjalani kemoterapi.
Inspeksi
Lakukan inspeksi pada ukuran, bentuk dan posisi kepala terhadap tubuh, Normal kepala
tegak lurus dan digaris tengah tubuh. Tulang kepala umumnya bulat dengan tonjolan
frontal dibagian anterior dan oksipital dibagian posterior. Pada wajah, apakah ada
kelainan kulit, wajahnya simetris atau tidak, bibir sianosis atau tidak
1. Perhatikan ekspresi wajah dan kontak mata memberi petunjuk tentang keadaan
emosional pasien. Jangan mengabaikan penemuan-penemuan penting ini.
2. Rambut: penyebaran, ketebalan, tekstur dan lubrikasi. Dalam keadaan normal
rambut biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak terlalu berminyak.
3. Kulit kepala, meliputi adaya lesi, luka, erupsi dan pustular pada kulit kepala dan
folikel rambut.
4. Apakah ada hewan parasit pada rambut
5. Perhatikanlah alis mata, yang tumbuh dengan sangat lambat. Hilangnya sepertiga
lateral alis mata kadang-kadang dijumpai pada miksedema, suatu keadaan yang
disebabkan oleh kekurangan hormon tiroid.
6. Bola mata perhatikanlah apakah pasien menderita eksoftalmus atau tidak.
7. Periksalah, konjungtiva dan sklera untuk melihat peradangan dan perubahan
warna.
8. Kornea dapat diperiksa secara langsung. Ia tidak mengandung pembuluh darah
sama sekali dan mempunyai banyak persarafan.
9. Iris normal harus bulat dan simetris.
10. Reaksi pupil harus diperiksa dalam beberapa cara. Pertama, sinarilah dengan cepat
dan langsung ke dalam dalam salah satu mata dan perhatikanlah kontraksi yang
normal. Kedua, tindakan ini membuktikan keutuhan busur dari reseptor ke efektor
baik pada mata yang diperiksa maupun pada mata kontralateral. Kontraksi terjadi
pula kalau mata berakomodasi untuk melihat dekat.
11. Inspeksi hidung dengan memperhatikan permukaan hidung, ada atau tidak asimetri,
deformitas atau inflamasi.
12. Inspeksi atau perhatikan posisi telinga dikepala
Pangkal heliks harus berada pada garis horizontal dengan sudut mata. Telinga
yang terletak rendah sering menyertai kelainan congenital di tempat lain.
Palpasi
1. Palpasi pada kepala dan leher berguna untuk memastikan keterangan yang telah
diperoleh dari inspeksi. Kepala dalam sikap sedikit fleksi dan ‖terbuai‖ dalam tangan
pemeriksa. Lakukan palpasi dengan menggunakan sarung tangan, sisihkan rambut
untuk melihat karakteristik kulit kepala.
3. Palpasi pada kulit kepala, apakah terdapat masa. Jelaskan mengenai ukuran,
konsistensi dan permukaannya.
4. Palpasi kepala apakah ada nodul, tumor dengan cara merotasikan ujung jari kebawah
dari garis tengah kulit kepala dengan lembut dan kemudian kesisi samping kepala. Kulit
kepala diatas tulang normalnya halus dan elastis. Selanjutnya, palpasi daerah
zygomatocus, hidung, dan, maxila, mandibula dan jaringan lunak di atasnya.
5. Pada neonatus palpasi ringan fontanel anterior dan posterior, ukuran, bentuk dan
tekstur. Fontanel yang normal umumnya datar dan berbatas jelas. Fontanel posterior
tertutup pada umur 2 bulan dan fontanel anterior tertutup pada usia 12-18 bulan. Adanya
deformitas tulang kepala dapat disebabkan trauma, kepala besar (makromegali) dapat
disebabkan kelebihan hormon pertumbuhan. Pada bayi kepala besar dapat disebabkan
kelainan kongenital, hidrosepalus.
3. Pemeriksaan Leher
Inspeksi Leher
1. Posisi pasien duduk menghadap pemeriksa.
2. Inspeksi kesimetrisan otot-otot leher, keselarasan trakea, dan benjolan pada dasar leher
serta vena jugular dan arteri karotid.
3. Mintalah pasien untuk: menundukkan kepala sehingga dagu menempel ke dada, dan
menegadahkan kepala ke belakang, perhatikan dengan teliti area leher dimana nodus
tersebar. Bandingkan kedua sisi tersebut
4. Menoleh ke kiri-kanan dan kesamping sehingga telinga menyentuh bahu. Perhatikan
fungsi otot-otot sternocleidomastoideus dan trapezius.
5. Minta pasien menengadahkan kepala, perhatikan adanya pembesaran pada kelenjar tiroid.
Selanjutnya minta pasien menelan ludah, perhatikan gerakan pada leher depan daerah
kelenjar tiroid, ada tidaknya massa dan kesimetrisan.
Palpasi Leher
1. Pasien posisi duduk santai dan pemeriksa dibelakangnya
2. Pasien menundukan kepala sedikit atau mengarah kesisi pemeriksa untuk merelaksasikan
jaringan dan otot-otot.
3. Palpasi lembut dengan 3 jari tangan masing-masing nodus limfe dengan gerakan
memutar. Palpasi dimulai dari daerah oksipital, tangan digerakkan ke daerah aurikularis
posterior, ke daerah trigonum colli posterior untuk meraba nnll. servikalis posterior,
sepanjang muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba nnll. servikalis superfisialis,
melintasi muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba nnll. servikalis profunda, masuk
ke dalam trigonum colli anterior; ke atas tepian rahang untuk meraba nnll.tonsilaris,
sepanjang rahang untuk meraba nnll.submaksilaris, dan raba nodul submental. Setiap
adanya pembesaran kelenjar harus diperhatikan mobilitasnya, konsistensinnya, dan nyeri
tekan.
4. Bandingan nodus kedua sisi leher, Periksa ukuran, bentuk, garis luar, gerakan,
konsistensi, mobilisasi, dan rasa nyeri yang timbul.
5. Jangan gunakan tekanan berlebihan saat mempalpasi karena nodus kecil dapat terlewati.
6. Lanjutkan palpasi
7. Untuk memeriksa kelenjar tiroid terdapat dua cara palpasi kelenjar tyroid.
a. Cara pemeriksaan pertama dilakukan dengan pasien dan pemeriksa duduk
berhadapan. Lakukan palpasi ringan dengan 2 jari dari tangan kanan kiri dibawah
kartilago krikoid. Langkah – langkah palpasi tyroid :
Minta pasien untuk menekuk leher ke depan agar otot Sternocleidomastoideus
rileks.
Letakkan jari kedua tanganmu pada leher pasien sehingga kamu dapat
menempatkan jarimu dibawah kartilago krikoid.
Minta pasien untuk menelan, kemudian rasakan istmus tiroyd menonjol dibawah
jarimu (tidak selalu dapat dirasakan)
Geser trakea ke arah kanan pemeriksa dengan jari kiri, kemudian jari kanan
meraba ke samping untuk menemukan lobus kanan tyroid pada celah antara
trakea yang digeser dan otot Sternocleidomastoid yang rileks.
Dengan cara yang sama lakukan pada lobus yang kiri. Lobus kelenjar Tiroid
kadang-kadang teraba lebih keras dibandingkan istmus tyroid, sehingga harus
sering berlatih. Permukaan depan dari sisi lateral lobus, teraba sebesar phalang
distal ibu jari dan terasa kenyal.
4. Profesionalisme Item
1. Cuci tangan WHO
2. Melakukan dengan percaya diri dan minimal error.
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part 14
2. Setiohadi, B., I. Subekti. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen IPD
FK UI. Jakarta
3. Snell,Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC. Jakarta.
4. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5:
155-208
PEMERIKSAAN FISIK
THORAX DASAR
A. TEMA
Pemeriksaan Fisik Umum Paru dan Jantung
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional umum
Mampu melakukan pemeriksaan fisik paru dan jantung dasar dengan benar.
2. Tujuan instruksional khusus
a. Mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik paru dan jantung secara umum dengan
benar.
b. Mampu melakukan pemeriksaan inspeksi paru dan jantung secara umum dengan benar.
c. Mampu melakukan pemeriksaan fisik palpasi paru dan jantung secara umum dengan
benar
d. Mampu melakukan pemeriksaan perkusi paru dan jantung secara umum dengan benar.
e. Mampu melakukan pemeriksaan auskultasi paru dan jantung secara umum dengan benar.
D. SKENARIO
Pasien wanita, berusia 32 tahun, datang dengan keluhan batuk lebih dari 1 bulan, keluhan disertai
dengan sesak nafas yang memberat dan batuk darah kurang lebih 3 hari ini. Nafsu makan
menurun, berat badan turun, sering demam, serta berkeringat malam hari. Setelah melakukan
anamnesis terhadap pasien, anda akan melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai untuk
menunjang diagnosis anda.
E. DASAR TEORI
1. JANTUNG
Letak topografi jantung adalah 2/3 bagian jantung terletak di rongga dada kiri dan 1/3 sisanya
terletak disebelah kanan. Di bagian bawah berbatas langsung dengan diagfragma. Sisi kanan
dibatasi oleh atrium kanan sedangkan sisi kiri dibatasi sebagian besar ventrikel kiri dan sisanya
oleh atrium kiri. Batas antara atrium kiri dan ventrikel kiri adalah pinggang jantung. Di bagian atas
terdapat vena kava superior, aorta asendens, arteri pulmonalis dengan percabangan kiri dan
kanan.
Dalam melakukan pemeriksaan fisis jantung diperlukan patokan berupa garis-garis imaginer dan
titik-titik tertentu.
a. Garis-garis patokan adalah sebagai berikut :
1. Garis mid sternal, yaitu garis vertikal yang ditarik mulai dari pertengahan supra sternal
sampai processus xypoideus.
2. Garis sternal adalah garis vertikal yang melalui titik-titik batas antara sternum dengan
tulang rawan iga dari atas ke bawah dan didapatkan kiri dan kanan.
3. Garis midclavicular vertikal didapat kiri dan kanan. Mula-mula diraba keseluruhan tulang
clavikula. Kemudian ditentukan titik tengahnya. Dari titik tengah ini ditarik garis lurus ke
caudal. Biasanya pada pria normal garis midclavikula ini melewati papila mammae.
4. Garis parasternal adalah garis paralel dengan garis midclavikula yang ditarik dari titik
tengah antara garis midclavikula dengan garis sternal.
5. Garis aksila anterior adalah garis vertikal yang ditarik melalui tepi lipatan ketiak anterior ke
arah caudal.
6. Garis aksila posterior adalah garis vertikal yang ditarik melalui tepi ketiak posterior ke arah
caudal.
7. Garis mid aksila adalah garis vertikal di tengah antara garis aksila anterior dan garis aksila
posterior (puncak aksila).
7 5 3 4 21
b. Titik Patokan :
1. Angulus Ludovici (angulus sternalis) adalah perbatasan antara manubrium sterni dan
corpus sterni yang diraba terasa menonjol. Titik ini merupakan perlengketan antara tulang
iga II dengan sternum. Titik ini dipakai juga sebagai patokan dalam mengukur vena
jugularis eksterna.
2. Area apeks: terletak di sela iga V sekitar 2 jari medial dari garis midclavikula kiri. Titik ini
merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup mitral, karena bunyi jantung dari katup mitral
paling optimal terdengar di titik tersebut.
3. Area trikuspid: terletak di sela iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V sternal kanan. Titik ini
merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup trikuspid karena bunyi jantung trikuspidal
paling optimal terdengar di titik tersebut.
4. Area pulmonal terletak di sela iga II sternal kiri merupakan titik auskultasi optimal untuk
mendengarkan bunyi jantung katup pulmonal.
5. Area aorta terletak di sela iga II garis sternalis kanan merupakan titik auskultasi optimal
untuk bunyi jantung aorta.
2. PARU
Suara nafas ditimbulkan oleh aliran udara yang mengalir dalam saluran napas yang menimbulkan
pusaran & benturan aliran udara pada saat menumbuk percabangan bronkus. Pusaran dan
benturan aliran udara tersebut akan menghasilkan getaran suara yang akan dihantarkan melalui
lumen bronkus & dd bronkus. Alveoli merupakan selective transmitter yang akan menahan
getaran sampai frekuensi 100-150 siklus/detik. Pada alveoli sakit, kemampuan selective
transmitter alveoli akan menurun. Hal ini akan menyebabkan frekuensi suara napas meningkat.
Suara Napas Vesikuler merupakan suara napas normal yang terdengar melalui auskultasi pada
hampir seluruh lapang paru. Bunyi vesikuler merupakan nada rendah, dan terdengar sepanjang
fase inspirasi. Pada fase ekspirasi, bunyi vesikuler terdengar lebih lemah, lebih pendek, dan
dengan nada lebih rendah daripada fase inspirasi.
Suara Napas Bronkovesikuler merupakan suara nafas normal yang terdengar pada daerah paru
dekat bronkus, lokasi auskultasi pada sela iga I dan II linea sternal kanan dan kiri. Sifat suaranya
diantara suara napas vesikuler & bronkial. Pada fase inspirasi & ekspirasi suara ini terdengar jelas
seluruhnya dengan nada sedang.
Suara Napas Bronkial adalah suara nafas normal, lokasi auskultasi terdengar pada daerah
manubrium. Bunyi nafas ini terdengar di sepanjang fase inspirasi dengan nada tinggi. Saat
ekspirasi nada terdengar lebih tinggi, bunyi ini terdengar sepanjang fase ekspirasi, lebih keras,
dan lebih lama.
Suara napas Trakeal, normalnya hanya terdengar di daerah trakea. Suara ini terdengar sangat
keras, nada tinggi, dengan kualitas ―distinct harsh hollow‖. Komponen inspirasi & ekspirasi sama,
ada jeda diantaranya.
Suara napas tambahan yang terdengar selalu pertanda patologis karena suara ini tidak terdengar
pada paru yang sehat. Pada penyakit paru, dapat menyebabkan kelainan: perubahan pada
bentuk dan ukuran toraks, distensibilitas/pergerakan pernapasan dan sifat penghantaran getaran
Suara dapat dibedakan karena adanya perbedaan nada, intensitas dan timbre. Nada ditentukan
oleh frekuensi dan panjang/lebarnya penampang tabung. Frekuensi yang rendah akan
menghasilkan nada rendah dan frekuensi tinggi akan menghasilkan nada tinggi. Panjang dan
lebar penampang tabung mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan. Semakin pendek dan
kecil penampang, maka nada yang dihasilkan akan semakin tinggi. Intensitas suara dipengaruhi
energi dan frekuensi suara. Intensitas suara akan berubah bila melalui medium yang berbeda,
misalnya, perubahan medium suara dari lumen bronkus ke dinding toraks. Timbre adalah
sifat/kualitas suara. Timbre suara tergantung pada perbandingan relatif nada dasar dengan
overtone. Berdasarkan timbrenya, di paru dapat dibedakan suara bernapas, berbicara dan
berbisik.
F. PROSEDUR
1. Profesionalisme
a) Membina sambung rasa, senyum, salam, sapa
b) Menjelaskan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan
c) Mempersilahkan pasien untuk melepaskan pakaian atasnya (baju). Mintalah pasien untuk
ditemani anggota keluarganya kalau khawatir / merasa tidak nyaman
Mintalah pasien melepas pakaian sampai pinggang untuk menampilkan daerah dada saat
pemeriksaan. Untuk pasien perempuan pakaian diposisikan untuk menutupi daerah
payudara. (informed consent)
Pemeriksaan dilakukan pada posisi sebelah kanan pasien/ tempat tidur.
d) Cuci Tangan WHO
2. General Assesment
Inspeksi/perhatikanlah :
o Ekspresi wajah pasien tampak sesak/ tidak, nafas cuping hidung, tampak capek,
kelelahan, frekuensi nafas meningkat, sesak, sianosis dan edema, serta tripod position.
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa saat istirahat 14-20 kali permenit.
o Bentuk & ukuran toraks (simetris/ tidak, normochest, barrel chest dan pigeon chest/ pectus
carinatum, pectus excavatum)
o Pergerakan pernapasan (simetris, salah satu bagian tertinggal/ tidak)
o Adanya kontraksi otot-otot pernafasan tambahan yang ditandai dengan retraksi
interkostal,retraksi suprasterna,dan retraksi supraklavikular .
3. Dada Posterior
Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks, tangan menyilang di depan dada
menyentuh bahu kiri dan kanan serta pemeriksa memposisikan diri di belakang pasien.
Palpasi :
o Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
o Palpasi ada tidaknya daerah nyeri tekan di dinding dada posterior
o Menilai fremitus taktil, dengan menempelkan telapak tangan, bagian polar (tepi luar)
tangan atau jari-jari tangan pada dinding dada pasien secara lembut (untuk merasakan
getaran/taktil) kemudian pasien disuruh untuk mengucapkan kata-kata seperti ―tujuh
tujuh‖ atau ―Sembilan - Sembilan‖ dengan nada sedang. Bandingkan getaran yang
timbul antara hemithorak kiri dan kanan secara simetris dengan cara menyilangkan
tangan pemeriksa secara bergantian. Jika terdapat kontur tulang iga, usahakan untuk
mengikuti alur celahnya (spatum inter-costae) agar mendapatkan getaran yang optimal.
Perkusi
o Perkusilah dinding dada posterior kiri dan kanan
o Cara perkusi baik dan benar serta suara perkusi yang dihasilkan sesuai (jangan
melakukan perkusi pada daerah scapula), yaitu dengan cara:
Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari fleksimeter), tekan dengan
lembut pada sendi interphalang distal permukaan yang akan diperkusi. Hindari kontak
permukaan dengan bagian lain dari tangan, karena hal ini akan mengurangi vibrasi,
jari 2,4,dan 5 tidak menyentuh dada.
Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan permukaan dengan jari tengah
agak fleksi, lemaskan dan siap untuk mengetuk.
Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi pergelangan tangan, ketuk jari
fleksimeter dengan menggunakan ujung jari tengah tangan kanan. ketukan dilakukan
dengan cepat untuk menghindari pengurangan vibrasi. Cukup 2 kali ketukan
\
Gambar. Cara Perkusi Thoraks
Auskultasi
o Idealnya, auskultasi dilakukan dalam ruangan sunyi. Terkadang suara yang dapat
mengganggu pemeriksaan ini berasal dari gesekan stetoskop dengan
kulit/rambut/pakaian, kontraksi otot. Perlu banyak latihan agar kemampuan auskultasi
menjadi handal.
o Ambil dan Periksalah stetoskop, gunakan bagian diafragma
o Bagian telinga stetoskop diarahkan ke anterior atau sejajar dengan arah kanal auditoris
eksternal
o Lakukan auskultasi dengan meminta pasien inspirasi dan ekspirasi.
4. Dada Anterior
Inspeksi
o Mintalah pasien tetap duduk di tempat tidur dan pemeriksa berada di depan pasien
o Amati ada tidaknya kelainan bentuk dada, gerakan pernafasan, pulsasi di area apeks
jantung serta ada tidaknya tanda tanda kontraksi otot bantu nafas.
Palpasi
o Posisikan penderita berbaring telentang 30 derajat dengan mengelevasi ujung tempat
tidur (Mintalah pasien berbaring supine dengan kedua tangan sedikit abduksi, pastikan
baju menutupi daerah payudara kanan untuk pemeriksaan dinding dada kiri dan
sebaliknya secara bergantian untuk pasien wanita).
o Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
o Lakukanlah penilaian ekspansi dinding dada anterior seperti sebelumnya
o Lakukan penilaian fremitus taktil pada dinding dada anterior seperti pada sebelumnya.
o Gunakan ujung permukaan bawah ujung jari anda untuk meraba apeks jantung (Teraba
sebagai pulsasi/ ictus cordis yang berukuran kira-kira setengah mata uang logam (2 cm)
dan lokasinya terletak 2 jari medial dari garis midclavikula kiri).
Perkusi
o Lakukan perkusi dinding dada depan kiri dan kanan
o Lakukan perkusi daerah jantung. Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung,
pinggang jantung dan countur jantung.
o Batas Jantung Kanan.
Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavikula kanan, jari-jari
tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga.
Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari cranial ke arah caudal.
Suara normal yang didapat adalah bunyi sonor yang berasal dari paru.
Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI kanan.
Bunyi redup ini berasal dari batas antara paru dan puncak hati. Puncak hati ini
ditutupi oleh diagfragma dan masih ada jaringan paru di atas jaringan puncak hati
itu, sehingga terdapat gabungan antara masa padat dan sedikit udara dari paru.
Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah cranial.
Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya
diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap iga.
Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari perubahan suara dari
sonor ke redup yang merupakan batas relatif kanan jantung dan normal adalah
pada garis sternal kanan. Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai
mendapat suara pekak, yang merupakan batas absolut jantung kanan, biasanya
pada garis midsternal.
o Batas Jantung Kiri
Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Kemudian jari tengah diletakan pada
titik teratas garis aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga.
Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke timpani
yang merupakan batas paru dan lambung, biasanya pada sela iga VIII kiri.
Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi jari kiri tegak lurus
terhadap iga, sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan
batas relatif jantung paru. Biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavicular
kiri.
Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak
yang merupakan batas absolut jantung kiri.
o Batas Jantung Atas
Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu. Dari titik teratas dilakukan perkusi dan arah
sejajar iga ke arah kaudal, sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup.
Normal adalah sela iga II kiri.
Auskultasi
o Tetapkan stetoskop erat-erat ke dinding dada, gunakan diafragma
o Auskultasi dinding dada depan dengan meminta pasien inspirasi dan ekspirasi setiap
pemeriksaan pada 4 lokasi suara napas dasar.
o Auskultasi jantung boleh mulai dari apeks atau basal. Gunakan sisi diafragma untuk
mendengarkan bunyi Jantung I dan II (sisi bel untuk mendengarkan bunyi jantung
frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III). Ada beberapa posisi untuk auskultasi
jantung, yaitu:
1. Telentang
2. Dekubitus lateral kiri
3. Duduk tegak lurus
4. Duduk membungkuk ke depan
.
Gambar. Posisi auskultasi jantung
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton and Hall, 1996 , Fisiologi Kedokteran, edisi 9,,EGC,
2. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part 14,2067 – 2231
3. Setiohadi, B., I. Subekti. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen IPD
FK UI. Jakarta
4. Snell,Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC, Jakarta.
5. Swartz: Textbook of Physical Diagnosis. History and Examination. 5e –
www.studentconsult.com didownload dari
http://www.studentconsult.com/content/default.cfm?ISBN=141600307X&ID=S1
6. Szilagy, PG. 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5: 155-208
Nilai Feedback
No Aspek
0 1 2
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
Senyum, Salam, Sapa memperkenalkan diri
2 Jelaskan tujuan pemeriksaan
3 Mempersilahkan pasien untuk melepaskan pakaian atasnya (baju).
Mintalah pasien untuk ditemani anggota keluarganya kalau khawatir
/ merasa tidak nyaman
4 Cuci tangan WHO
CONTENT
5 General assessment (laporkan hasil Inspeksi)
Pemeriksaan Dada Posterior
6 Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks dan
memposisikan diri di belakang pasien
7 Inspeksi dinding dada posterior (laporkan hasil)
8 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
9 Palpasi dinding dada posterior (daerah nyeri tekan atau adanya
kelainan)
10 Lakukan palpasi ekspansi dinding dada
11 Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi
12 Perkusi dinding dada belakang, dengan cara perkusi:
Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari
fleksimeter) , tekan dengan lembut pada sendi interphalang
distal permukaan yang akan diperkusi.
13 Hindari kontak permukaan dengan bagian lain dari tangan,
karena hal ini akan mengurangi vibrasi, jari 2,4,dan 5 tidak
menyentuh dada.
14 Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan permukaan
dengan jari tengah agak fleksi, lemaskan dan siap untuk
mengetuk.
15 Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi pergelangan
tangan, ketuk jari fleksimeter dengan menggunakan ujung jari
tengah tangan kanan. ketukan dilakukan dengan cepat untuk
menghindari pengurangan fibrasi
16 Ambil dan periksa stetoskop, gunakan bagian diafragma, lakukan
auskultasi.
17 Minta pasien inspirasi dan ekspirasi setiap titik pemeriksaan
Pemeriksaan Dada Anterior
18 Pindahlah ke posisi berhadapan dengan pasien
PEMERIKSAAN FISIK
ABDOMEN DASAR
A. TEMA
Pemeriksaan fisik regio abdomen: inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Instruksional Umum:
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik abdomen secara umum meliputi inspeksi,
auskultasi, perkusi dan palpasi
2. Tujuan Instruksional Khusus:
a. Mahasiswa mampu melakukan pengamatan dan melihat langsung keadaan regio
abdomen yang tampak dari luar
b. Mahasiswa mampu melakukan auskultasi dengan alat stetoskop pada regio abdomen
dengan benar
c. Mahasiswa mampu melakukan perkusi pada regio abomen dengan benar
d. Mahasiswa mampu melakukan palpasi regular pada regio abdomen dengan benar
e. Mahasiswa mampu melakukan palpasi mendalam pada regio abdomen dengan benar
D. SKENARIO
Pasien pria, usia 30 tahun, datang dengan keluhan nyeri ulu hati dan perut kiri atas. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk jarum, sudah berlangsung 1 hari ini dan dirasa terus menerus.
Keluhan bertambah segera setelah masuk makanan. Pasien sudah berusaha minum obat
lambung dari warung namun hanya terasa nyaman sebentar. Keluhan disertai dengan mual
namun tidak sampai muntah. Riwayat sakit lambung sudah 3 tahun. Di keluarganya, ibunya juga
menderita sakit yang sama. Gemar makan makanan yang pedas dan bersantan. Untuk
menegakkan diagnosis anda melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.
E. DASAR TEORI
Pemeriksaan abdomen pertama kali dilakukan dengan membagi abdomen menjadi 9 bagian, yaitu
hipokondrium dekstra, epigastrium, hipokondrium sinistra, lumbal dekstra, umbilikalis, lumbal
sinistra, iliaka dekstra, hipogastium, iliaka sinistra.
Letak organ visera abdomen
Untuk kepentingan medis dan praktis pemeriksaan abdomen dapat dibagi menjadi 4 regio.
Region tersebut adalah kanan atas, kiri atas, kanan bawah dan kiri bawah.
Pasien dalam keadaan berbaring telentang. Kedua tangan sebaiknya hangat, menggunakan
diafragma stetoskop yang hangat, pencahayaan yang baik dan mengetahui pemaparan dinding
abdomen. Pemeriksaan dilakukan dari sisi kanan pasien. Mulailah melakukan pemeriksaan
abdomen dengan cara inspeksi, diikuti oleh auskultasi, perkusi dan terakhir palpasi.
Petunjuk permukaan yang vital meliputi tepi cota, processus xiphoideus, dan crista iliaca. Titik
tertinggi crista iliaca terletak pada tingkat vertebra lumbalis ke 4, 2-8 cm sebelah kaudal ujung
costa ke 12. Yang juga merupakan kunci adalah (a) Spina iliaca anterior superior (SIAS), (b)
crista pubica menetapkan inferior tepi tulang abdomen dan tuberculum pubica menetapkan
inferior tepi tulang pelvis. Ligamentum inguinal membagi abdomen dari pangkal paha.
Inspeksi
Untuk mencari gangguan abdomen yang regional atau menyeluruh dengan memperhatikan
kontur, pergerakan dan kulit. Menilai umbilikus untuk protuberansia. Kulit abdomen diperiksa
untuk mengetahui ada tidaknya jaringan parut karena pembedahan. Pada pasien yang kurus,
dapat dilihat epigastrik atau periumbilikal yang ditransmisikan pulsasi aorta.
Observasi untuk mengetahui ada tidaknya pergerakan peristaltik dan peningkatan peristaltik
yang sedikit redup (karena inspirasi) yang normal, serta tingginya dinding abdomen. Kontur
yang ekstrem adalah distensi yang menonjol dan abdomen yang skafoid atau abdomen yang
cekung. Umbilikus menonjol memberi kesan tekanan intra-abdominal yang meningkat,
misalnya akibat asites.
Auskultasi
Untuk menentukan adanya bunyi yang normal dan abnormal akibat motilitas, intensitas, aliran
vaskular, dan pergerakan respirasi peritoneal. Bising usus biasanya dengan mudah dinilai
sebagai bunyi mendeguk yang intermiten dengan nilai normal 6-12 kali permenit. Terdapat
rentang normalitas yang luas dalam bising usus yang berlebih-lebihan. Kalau tidak ada bising
usus yang terdengar selama 1 menit penuh memberi kesimpulan adanya ileus.
Perkusi
Dilakukan untuk menentukan posisi dan ukuran visera yang padat dan visera yang berongga
dan menilai massa. Dalam melakukan skrining, perkusi terutama digunakan untuk
memperlihatkan garis bentuk hepar dan resonan, visera berongga yang mengandung gas yang
mengisi abdomen.
Palpasi
Palpasi ringan bertujuan menilai struktur dan nyeri tekan yang dekat pada permukaan.
Sebuah jari tangan ditekan ke dalam depresi umbilikal biasanya akan menemui resistensi
fasial, yang menunjukkan fasia yang mendasari utuh. Palpasi ringan tidak menyenangkan
karena mudah geli. Palpasi yang dalam dengan tekanan yang kuat dan konstan ditoleransi
lebih baik. Massa subkutan yang tidak berbahaya seperti lipoma ditemukan melalui palpasi
ringan. Rasa geli dapat merupakan psikologis asalnya walaupun involunter; nyeri tekan jauh
lebih sering karena organik. Tepi hepar yang dapat dipalpasi lebih dari 2 cm di bawah tepi
costa kanan, tanpa adanya hiperinflasi paru, memberi kesan hepatomegali.
Palpasi regular (lebih dalam) bertujuan menemukan informasi mengenai ukuran organ serta
adanya dan karakter kelainan, yang termasuk massa. Temuan yang tidak berbahaya melalui
palpasi abdomen yang regular banyak dijumpai. Konsistensi abdomen yang normal adalah
lunak. Pasien mungkin mengalami perasaan yang tidak nyaman pada palpasi epigastrium dan
kuadran kiri bawah yang dalam, tetapi biasanya terdapat nyeri yang tidak tajam dan terlokalisir
yang diperoleh melalui manuver ini.
Hepar yang normal sering tidak dapat dipalpasi. Tepi hepar yang normal tidak akan lebih luas
dari 2 cm di bawah tepi kosta kanan. Kalau dapat dipalpasi, tepi hepar teraba licin, lunak
sampai agak keras, dan nyeri tekan yang minimal. Limpa yang normal tidak dapat dipalpasi
pada orang dewasa. Ginjal yang normal jarang dapat diraba. Polus bawah ginjal yang normal
dapat memberikan ujung yang keras dan bundar pada palpasi dalam pada panggul, terutama
kalau ginjal ptotik.
F. PROSEDUR
1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk berbaring dan membebaskan daerah yang akan
diperiksa dari pakaian
d. Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
e. Cuci tangan WHO
2. Inspeksi
a. Perhatikan kesan umum dari penderita bagaimana bentuk dan kontur abdomennya
(distended/rata/cekung)
b. Perhatikan warna kulit dan adakah kelainan berupa tonjolan, umbilikus menonjol/tidak, luka
atau ciri-ciri lain
c. Catat segala sesuatu yang anda dapatkan dengan cermat
3. Auskultasi
a. Mendengarkan suara selama 10 detik pada suatu tempat di atas letak intestinum & colon
b. Melaporkan hasil pemeriksaan auskultasi: adanya suara peristaltik, kemudian catat frekuensi
bising usus.
4. Perkusi
a. Lakukan prosedur perkusi yang benar (ingat pemeriksaan dasar thorax)
b. Melaporkan hasil pemeriksaan abdomen : timpani, pekak hepar
5. Palpasi
a. Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
b. Beritahu pasien bahwa mungkin palpasi ringan tidak menyenangkan karena mudah geli
c. Mula-mula lakukan palpasi ringan tanpa tekanan dengan jari tangan pada masing-masing
kuadran
d. Selanjutnya memberitahu penderita untuk memeriksa kedalaman abdomen. Kalau pasien
merasa tegang selama palpasi ringan, suruh pasien untuk sedikit memfleksikan panggul dari
lututnya; hal ini mempermudah relaksasi muskulatur abdomen.
e. Mulailah dengan sentuhan yang hampir cukup kuat untuk menanggulangi sensitivitas kulit.
Gunakan permukaan telapak tangan dengan jari-jari tangan yang berdekatan dari salah satu
atau kedua tangan, mulailah dari kuadran ke kuadran. Tekan ke bawah 1-4 cm.
f. Lakukan penilaian terhadap nyeri tekan, massa superficial, dan hipestesia dan atau disestesia.
Perhatikan wajah pasien selama palpasi; banyak orang yang tidak mengatakan nyeri
memperlihatkan rasa tidak nyaman melalui perubahan wajah. Palpasi nyeri sering
menstimulasi buka mata yang lebar yang mengekspresikan penahanan terhadap nyeri.
g. Melaporkan hasil pemeriksaan palpasi terhadap nyeri tekan atau adanya massa
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part 14
2. Guyton and Hall, 1996 , Fisiologi Kedokteran, edisi 9. EGC. Jakarta
3. Setiohadi, B., I. Subekti. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen IPD
FK UI. Jakarta
4. Snell, R. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 6. EGC. Jakarta.
PEMERIKSAAN SARAF
KRANIAL
A. TEMA
Pemeriksaan saraf kranial
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mengetahui 12 pasang saraf kranial serta mampu menjelaskan fungsi masing-
masing.
2. Mahasiswa mampu melakukan penilaian fungsi 12 pasang saraf kranil
Level
No Jenis Kompetensi
Kompetensi
1 assessment of sense of smell 1 2 3 4
2 inspection of width of palpebral cleft 1 2 3 4
3 inspection of pupils (size and shape) 1 2 3 4
4 pupillary reaction to light 1 2 3 4
5 pupillary reaction of close objects 1 2 3 4
6 assessment of extra-ocular movements 1 2 3 4
7 assessment of diplopia 1 2 3 4
8 assessment of nystagmus 1 2 3 4
9 corneal reflex 1 2 3 4
10 assessment of visual fields 1 2 3 4
11 test visual acuity 1 2 3 4
12 fundoscopy assessment of pupil 1 2 3 3
13 assessment of facial symmetry 1 2 3 4
14 assessment of strength of temporal and masseter muscles 1 2 3 4
15 assessment of facial sensation 1 2 3 4
16 assessment of facial movements 1 2 3 4
17 assessment of taste 1 2 3 4
18 assessment of hearing (lateralization, air and bone conduction) 1 2 3 4
19 assessment of swallowing 1 2 3 4
20 inspection of palate 1 2 3 4
21 test gag reflex 1 2 3 4
22 assessment of sternokleidomastoid and trapezius muscles 1 2 3 4
23 tongue, inspection at rest 1 2 3 4
24 tongue, inspection and assessment of motor system (e.g. sticking out) 1 2 3 4
(Sumber : Standar Kompetensi Dokter (SKDI), 2006)
D. SKENARIO
Pasien laki-laki, 52 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala. Keluhan ini dirasakan sudah 3 hari.
Keluhan disertai dengan rasa kebas pada sebelah sisi kanan wajahnya. Nyeri dirasakan berdenyut-
denyut pada sisi kanan kepala, keluhan hilang timbul. Keluhan berkurang bila pasien beristirahat di
tempat yang tidak terang. Pasien belum pernah mengobati keluhannya. Untuk memastikan
diagnosis anda melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.
E. DASAR TEORI
Secara anatomi sistem saraf pada manusia terbagi dua, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf
perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis, sedangkan sistem saraf perifer
terdiri dari saraf kranial dan saraf perifer.
Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan fungsi intelektual yang lebih tinggi (termasuk tingkat
kesadaran), saraf-saraf kranial, refleks, fungsi motorik, fungsi sensoris, dan fungsi serebelum.
Dari beberapa pemeriksaan neurologis yang akan dipelajari dalam blok ini adalah penilaian 12
fungsi saraf kranial
Saraf-saraf kranial tidak diperiksa secara rutin kecuali kalau ada dugaan kuat bahwa pasien menderita
gangguan sistem saraf. Untuk mengetahui gangguan pada suatu saraf kranial (sesuai urutan), dapat
dilakukan beberapa pemeriksaan sebagai berikut:
- Refleks kornea
VII - Pergerakan wajah (mengerutkan dahi, tersenyum, memperlihatkan gigi,
mengangkat alis)
- Sensoris lidah 2/3 anterior
VIII - Tes Weber dan Rinne
IX Sensoris lidah 1/3 posterior
X Pemeriksaan reflek muntah (gag refleks) dan arkus faring
V, VII, X, XII Suara dan ucapan
XI Otot sternocleidomastoid
Otot Trapezius
XII Gerakan lidah
F. PROSEDUR
1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak pandangan lurus kedepan.
d. Cuci Tangan WHO
2. Inspeksi
Perhatikan kesan umum dari penderita.
3. Pemeriksaan Saraf Kranial
A. Nervus I. Olfaktorius
Uji Indra penciuman pada masing-masing sisi.
1. Pasien diminta menutup mata, kemudian bernafas dengan satu lubang hidung ditutup
(alternatif dengan menggunakan tangan pasien).
2. Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak ditutup. Sampel tes
sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau, teh, atau kopi.
3. Setiap lubang hidung dites bergantian.
4. Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup, lalu minta pasien untuk
mengidentifikasi sampel tes.
B. Nervus II. Optikus
I. Kaji Tajam Penglihatan
1. Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart. (Jika pasien memakai
kacamata sebagai alat bantu pengelihatan, maka pasien dapat memakai
kacamatanya)
2. Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup dengan penutup
mata (alternatif: pasien diminta untuk menutup mata dengan tangannya)
3. Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf terkecil yang masih
bisa dibaca.
4. Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk pecahan. (Misalnya 20/60,
dimana pembilang (20 kaki) adalah jarak pemeriksaan yang dipakai dalam
pemeriksaan, dan penyebut (60 kaki) adalah angka besaran huruf yang tertera
pada baris huruf Snellen chart.)
5. Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.
Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart, maka lakukan prosedur
berikut:
1. Pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua atau lebih jari, minta
pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Apabila pasien tidak dapat menghitung jari
pemeriksa, maka pemeriksa mendekatkan diri ke arah pasien dan kembali meminta
pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Catat pada jarak berapa pasien dapat
menghitung jari pemeriksa.
Normalnya menghitung jari (jari dapat dilihat secara terpisah) dapat dilakukan dengan
baik hingga jarak 60 meter.
2. Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter dari pasien,
periksa apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat menentukan arah
gerakan/lambaian.
Normalnya lambaian/gerakan tangan dapat dilihat secara baik hingga jarak 300 meter.
3. Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light untuk memeriksa
apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon pasien terhadap cahaya: persepsi
cahaya, persepsi arah cahaya, persepsi tanpa cahaya. Jika pasien tidak dapat melihat
cahaya maka visus pasien adalah 0 atau No Light Perception (NLP).
III. Funduskopi
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus okuli
terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang
temaran dan pasien diberikan midriatikum sebelumnya.
1. Pemeriksa memegang oftalmoskop dengan tangan kanan untuk memeriksa mata kiri
pasien (untuk memeriksa mata kanan pasien dengan memegang oftalmoskop pada
tangan kiri), pemeriksa memposisikan jari telunjuk pada pengatur lensa.
2. Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada mata. Lalu perlahan
bergerak maju mendekati pasien dengan oftalmoskop diposisikan pada sisi temporal
pasien hingga gambaran fundus terlihat.
3. Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur besarnya dioptri yang
diperlukan untk menyesuaikan focus sehingga detail fundus dapat terlihat jelas (bila
diperlukan).
4. Amati gambaran fundus yang terlihat.
neovaskular
hemoragik
1. Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup mata kiri pasien dengan menggunakan
telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan lurus ke depan. Gunakan
jari atau benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien
pada jarak 30 cm.
2. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi, pemeriksa
menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam lapang cardinal.
1. Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta pasien untuk melihat
benda yang jauh untuk fiksasi
2. Sinari mata kanan secara langsung dengan menggunakan pen-light dari arah samping
atau bawah.
3. Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)
D. Nervus V. Trigeminus
I. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah
1. Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada sentuhan daerah
wajah.
2. Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas untuk memberikan usapan
pada satu sisi dahi, setelahnya lakukan hal yang sama pada posisi yang sama pada
dahi sisi yang lain.
3. Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
4. Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua sisi wajah.
5. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri dan tumpul, pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan pin tajam dan benda tumpul yang dilakukan dengan
tekanan ringan pada daerah wajah secara bergantian tajam dan tumpul dan pada
kedua sisi wajah, minta pasien menyebutkan sensasi yang dirasakan apakah tajam
atau tumpul dan apakah sensasi yang dirasakan simetris pada kedua sisi wajah.
2. Pasien diminta untuk menggerakkan rahang bawahnya ke arah kanan dan ke kiri.
Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.
3. Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang bawah pasien, dan minta pasien
untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan dan ke kiri sesuai dengan arah
tahanan pemeriksa. Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri
equivalen.
V. Reflek Kornea
Refleks ini dilakukan dengan menggunakan kapas yang diusapkan ringan pada kornea
1. Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk meruncing.
2. Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing kapas ditempatkan dari
sisi lateral mata dan usapkan secara ringan pada kornea.
3. Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata pada kedua mata.
Bandingkan respon reflek kornea pada kedua bola mata.
I. Uji Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
1. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
2. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid kanan pasien (belakang meatus akustikus eksternus).
3. Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan
meatus akustikus eksternus kanan pasien.
4. Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
5. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif
jika pasien tidak dapat mendengarnya
I. Reflek Muntah
1. Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
2. Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan spatel lidah.
3. Periksa respon muntah
H. Nervus X. Vagus
I. Perubahan Bicara
1. Pasien diminta untuk berbicara kata atau satu kalimat.
2. Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau disartria.
(Disfoni : kesulitan untuk menghasilkan suara karena paralisis pita suara (laring), suara
menjadi kasar dan volume suara berkurang. Disartria adalah kesulitan menghasilkan
artikulasi karena paralisis vagal sehingga menyebabkan kelemahan kontraksi soft
palatum.
III. Menelan
1. Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.
2. Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau adakah pasien tersedak.
1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada dasar mulut.
2. Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi dan atau atropi.
3. Pasien diminta untuk menjulurkan lidah.
4. Periksa adakah deviasi lidah. Paralisis lidah akan menyebabkan deviasi pada sisi yang
terkena (sisi yang sakit).
4. Item Profesionalisme
1. Percaya diri, minimal error.
2. Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus.
3. Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada pasien.
4. Cuci tangan WHO
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC. Jakarta.
2. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5:
155-208
3. http://www.osceskills.com/e-learning/modules/neurology/
PROFESIONALISME
95 Melakukan dengan penuh percaya diri, serta minimal error
96 Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus
97 Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada
pasien
98 Cuci tangan WHO
TOTAL
A. TEMA
Keterampilan Klinis Pemeriksaan ROM (Range of Motion)
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melalui CSL ini diharapkan mahasiswa mampu untuk melakukan pemeriksaan ROM
D. SKENARIO
Pasien pria gemuk, berusia 48 tahun datang dengan keluhan nyeri tajam pada sendi lutut sebelah
kanan. Keluhan sudah dirasakan hilang timbul selama 2 bulan belakangan, namun selama 3 hari
ini keluhan dirasa terus menerus dan memberat. Keluhan disertai dengan gerak sendi terbatas
karena nyeri, sulit untuk ditekuk maupun diluruskan, dan rasa kaku sementara pada sendi tersebut
setelah bangun tidur. Keluhan bertambah nyeri apabila sendi digerakkan, sedangkan bila
beristirahat keluhan berkurang. Untuk menegakkan diagnosis anda akan melakukan pemeriksaan
fisik yang sesuai.
E. DASAR TEORI
1. Pemeriksaan Anggota Gerak
Pada pemeriksaan anggota gerak dilakukan penilaian terhadap keadaan tulang, otot serta
sendi. Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi kemudian diikuti dengan palpasi serta perkusi
seperti yang telah dipelajari pada blok sebelumnya.
Kelainan pada anggota gerak dapat terjadi:
a. Berbagai kelainan kongenital dapat terjadi pada ekstremitas superior maupun inferior,
diantaranya amelia (tidak terdapatnya semua anggota gerak), ekstromelia (tidak adanya
salah satu anggota gerak), fokomelia (anggota gerak bagian proksimal yang pendek),
sindaktili (bergabungnya jari-jari), atau polidaktili (jumlah jari lebih dari normal).
b. Fraktur, dislokasi, hemangioma yang besar, limfangioma, fistula arteriovena,
neurofibromatosis dapat menyebabkan panjang dan bentuk ekstremitas kanan dan kiri
tidak sama.
c. Pada keadaan yang menyebabkan hipoksia kronik (penyakit jantung bawaan sianotik,
penyakit paru kronik) dan dapat pula disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit hati
kronik, endokarditis dan beberapa keganasan menyebabkan adanya jari-jari tabuh pada
tangan dan kaki. Tanda dini dari jari tabuh adalah menaiknya dasar kuku, pada stadium
selanjutnya seluruh bagian distal jari dan kuku mengembang dan membundar.
d. Nyeri tekan pada angggota gerak paling sering disebabkan oleh trauma dan infeksi. Nyeri
tekan pada m. Sartorius dapat merupakan tanda dari meningitis tuberculosa. Tiap
rasanyeri pada bagian distal tulang harus dicurigai kemungkinan terdapatnya
osteomyelitis.
e. Gangren atau nekrosis jaringan akibat sumbatan pembuluh darah. Proses ini mula-mula
ditandai dengan anggota gerak yang dingin, pucat, kekuatan ototnya menghilang, serta
rasa nyeri. Dengan berlanjutnya proses nekrosis, maka daerah itu menjadi hipoestesi dan
bewarna hitam.
f. Disamping deformitas, tanda fraktur lainnya adalah nyeri, krepitasi serta gangguan fungsi
anggota gerak.
g. Kelainan bentuk tulang. Seringkali sampai lebih kurang satu tahun setelah anak dapat
berjalan, bentuk tibia melengkung keluar (genu varum). Genu valgum, tungkai berbentuk
huruf X seringkali didapatkan pada anak berumur 2-5 tahun yang masih dikategorikan
normal, akan tetapi dapat ditemukan pada anak dengan poliomyelitis, rakitis, sifilis, atau
pada anak yang posisi kedua kakinya pronasi.
h. Kelainan posisi kaki, misalnya club foot, pes kavus, pes ekuinus.
i. Gaya berjalan berupa kaki menyeret (foot drop), gaya berjalan seperti menggunting
(scissors gait), ataksia (cara berjalan yang canggung dan meluas).
Tanda-tanda radang sendi seperti RA, Demam Rematik, Serum Sickness gerakan menjadi
terbatas akibat rasa nyeri spasme otot dan tendon daerah sekitarnya. Adanya deformitas
sendi pergelangan tangan, siku, bahu, sendi sternoclavicularis, temporomandibularis dan
sendi panggul bisa menjadi tanda adanya subluksasi atau dislokasi.
b. ROM aktif, pemeriksa memberikan motivasi dan membimbing klien dalam melaksanakan
pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif).
Kekuatan otot 75 %
Jenis gerakan :
f. Supinasi
a. Fleksi
g. Pronasi
b. Ekstensi h. Abduksi
c. Hiper ekstensi i. Aduksi
d. Rotasi j. Oposisi
e. Sirkumduksi
Pemeriksaan Goniometri
Geniometri
Istilah goniometri berasal dari dua kata dalam bahasa yunani yaitu gonia yang berarti sudut
dan metron yang berarti ukur. Oleh karena itu goniometri berkaitan dengan pengukuran sudut,
khususnya sudut yang dihasilkan dari sendi melalui tulang-tulang ditubuh manusia. Goniometri
merupakan bagian yang penting dari keseluruhan evaluasi sendi juga meliputi jaringan lunak.
Goniometer digunakan untuk mengukur dan mendata kemampuan gerakan sendi aktif dan
pasif. Goniometer juga digunakan untuk menggambarkan secara akurat posisi abnormal sendi. Pada
CSL 2 ini pemeriksaan goniometri beluum dilakukan.
Prosedur
Menentukan aksis gerakan sendi yang akan diukur.
1. Meletakkan goniometer :
a. Aksis goniometer pada aksis gerak sendi.
b. Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang
statik.
c. Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal
2. Membaca besaran lingkup gerak sendi (LGS) pada posisi awal pengukuran dan
mendokumentasikannya
3. Menggerakkan sendi yang diukur secara pasif, sampai LGS maksimal yang ada
4. Mebaca besaran LGS
F. PROSEDUR
1. PEMERIKSAAN SENDI BAHU
a. Inspeksi
Inspeksi apakah terdapat deformitas, pembengkakan, atrofi otot atau fasikulasi.
Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk menunjuk lokasi nyeri karena lokasi nyeri
bisa menjadi petunjuk letak lesi, misalnya :
o Tepat diatas bahu, menyebar sampai ke leher : sendi acromioclavicular
o Lateral bahu, menyebar ke insersi dari musculus deltoideus – lesi dari cuff
rotator
o Bahu bagian depan : lesi dari tendon bicipitalis
b. ROM
Selama melakukan pemeriksaan ROM bahu, pemeriksa menempatkan tangannya pada
bahu pasien untuk mendeteksi ada tidaknya kresipitasi.
Minta pasien untuk mengangkat lengannya (abduksi) setinggi bahu (90°) dengan telapak
tangan menghadap ke atas (untuk menilai pergerakan glenohumeralis)
Kemudian angkat lengan pada posisi vertical di atas kepala dengan telapak tangan saling
berhadapan (untuk menilai pergerakan scapulothoracalis sebesar 60°dan kombinasi
pergerakan glenohumerale dan scapulothoracalis pada aduksi 30°)
Selanjutnya minta pasien menempatkan kedua tangan di belakang lehernya dengan siku
menghadap keluar (untuk menilai rotasi eksternal dan abduksi
Terakhir minta pasien menempatkan kedua tangan dibelakang tubuh (untuk menilai rotasi
internal dan adduksi)
2. PEMERIKSAAN SIKU
a. Inspeksi
Topang lengan pasien dengan tangan pemeriksa sehingga siku menjadi fleksi 70°.
Inspeksi medial dan lateral epicondylus dan olecranon.
Inspeksi kontur dari siku, termasuk permukaan ekstensor dari ulna. Catat adanya nodul
atau pembengkakan.
b. Palpasi
Palpasi daerah olekranon dan tekan epicondylus untuk nyeri tekan, catat jika ada dislokasi
dari olekranon.
Palpasi grooves antara epicondylus dan olekranon, perhatikan adakah nyeri,
pembengkakan atau penebalan
c. Pemeriksaan ROM Siku
Pemeriksaan rom siku mencakup gerakan fleksi dan ekstensi siku serta gerakan pronasi
dan supinasi lengan bawah.
Pada saat pemeriksaan dengan pronasi dan supinasi, sebelumnya mintalah pasien untuk
memposisikan lengannya fleksi pada siku untuk meminimalisasi gerakan sendi bahu.
Gambar Palpasi
pergelangan tangan
dan jari tangan
c. Pemeriksaan ROM pergelangan tangan
Flexion
Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang siku pasien.
Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi ekstensi dan jari pemeriksa pada
telapak tangan pasien.
Minta pasien untuk memfleksikan pergelangan tangannya melawan gravitasi
Extension
Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang siku pasien.
Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi fleksi dan tempatkan tangan pemeriksa
pada punggung tangan pasien.
Minta pasien untuk mengekstensikan pergelangan tangannya melawan gravitasi.
b. Palpasi
Mintalah pasien untuk duduk di tepi bed pemeriksaan dengan lutut dalam posisi fleksi.
Pada posisi ini landmark tulang dapat lebih mudah terlihat sementara otot, tendon dan
ligament lebih rileks, sehingga palpasi lebih mudah dilakukan.
Palpasi dan identifikasi condylus femoralis media dan lateral, epicondylus femoralis media
dan lateral
Palpasilah ligamen, batas meniscus dan bursa dari lutut, perhatikan jika terdapat
kekakuan.
Minta pasien untuk menggerakan fleksi dan ekstensi lututnya dalam keadaan duduk.
Jika diperlukan, pemeriksaan dapat dilakukan dengan meminta pasien berjongkok-berdiri
yang juga dapat menilai keseimbangan pasien.
Minta pasien untuk memutar kakinya kearah medial dan lateral untuk menilai rotasi.
Terkadang juga diperlukan pemeriksaan stabilitas ligament dan integritas meniscus
terutama jika terdapat riwayat trauma atau teraba kekakuan. Pemeriksaan tersebut
mencakup Abduction Stress Test, Adduction Stress Test, Anterior Drawer Sign, Lachman
Test, Posterior Drawer Sign, dan McMurray Test yang dapat Anda pelajari sendiri pada
literatur pemeriksaan fisik.
G. DAFTAR PUSTAKA
Bate’s barbara. Guide to Physical Examination. Lippincot. 2007. Chapter 15
Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: 2006
Nilai Feedback
No Aspek
0 1 2
I INTERPERSONAL
1 Sambung Rasa dan Informed consent
II Pemeriksaan Muskuloskeletal dan ROM
II.1 Sendi Bahu
2 Lakukan inspeksi: apakah terdapat deformitas, pembengkakan,
atrofi otot atau fasikulasi
3 Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk menunjuk lokasi
nyeri, lakukan palpasi pada area tersebut.
Lakukan pemeriksaan ROM sendi bahu dengan memegang
sendi bahu pasien dan meminta pasien untuk:
4 Mengangkat lengannya (abduksi) setinggi bahu (90°) dengan
telapak tangan menghadap ke atas
5 Mengangkat lengannya vertical di atas kepala dengan telapak
tangan saling berhadapan
6 Menempatkan kedua tangan di belakang lehernya dengan siku
menghadap keluar
7 Menempatkan kedua tangan dibelakang tubuh
II.2 Sendi Siku
8 Lakukan inspeksi dengan menopang lengan pasien dengan
tangan pemeriksa sehingga siku menjadi fleksi 70°. Perhatikan
epicondylus medial dan lateral serta olecranon. Perhatikan kontur
siku, apakah terdapat nodul atau pembengkakan.
9 Lakukan palpasi daerah olekranon dan tekan epicondylus untuk
nyeri tekan. Perhatikan apakah terdapat dislokasi olekranon,
adakah nyeri, pembengkakan atau penebalan antara epicondylus
dan olekranon.
Lakukan pemeriksaan ROM Siku dengan meminta pasien untuk :
10 Melakukan gerakan fleksi pada sikunya
11 Melakukan gerakan ekstensi pada sikunya
12 Memposisikan sikunya fleksi kemudian melakukan gerakan
pronasi (telapak tangan menghadap ke bawah)
13 Lengan tetap fleksi pada siku kemudian melakukan gerakan
supinasi (telapak tangan menghadap ke atas)
II.3 Sendi Pergelangan Tangan dan Jari
23 Tes Abduksi:
Meminta pasien untuk memposisikan jarinya dalam keadaan
netral, telapak tangan menghadap ke atas. Kemudian gerakkan
ibu jari ke arah anterior menjauh dari telapak tangan.
24 Tes adduksi:
Meminta pasien menggerakan kembali ibu jari ke arah belakang.
25 Tes oposisi:
Meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang telapak
tangan,ibu jari menyentuh setiap ujung jari yang lain
II.4 Lutut dan ekstremitas bawah
26 Lakukan inspeksi cara dan irama berjalan pasien. Perhatikan
pula bentuk dan kontur lutut, apakah terdapat atrofi M.
quadriceps, apakah terdapat pembengkakan.
27 Lakukan palpasi dengan meminta pasien untuk duduk di tepi
bed pemeriksaan dengan lutut fleksi. Palpasi dan identifikasi
condylus femoralis media dan lateral, epicondylus femoralis
media dan lateral serta ligamen, batas meniscus, perhatikan jika
terdapat kekakuan.
Lakukan pemeriksaan ROM lutut:
28 Fleksi dan Ekstensi:
Meminta pasien untuk menggerakan fleksi dan ekstensi lututnya
dalam keadaan duduk.
291) Rotasi internal dan eksternal:
2) Meminta pasien untuk memutar kakinya kearah medial dan
lateral
II.5 Pergelangan kaki dan kaki
30 Lakukan inspeksi daerah pergelangan kaki dan kaki, perhatikan
apakah terdapat deformitas, pembengkakan, nodule dan atau
calus
31 Lakukan palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada
bagian anterior dari pergelangan kaki. Perhatikan adakah
pembengkakan dan nyeri. Palpasi sendi metatarsofalang dengan
menekan kaki dengan menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk.Perhatikan adakah pembengkakan dan nyeri
Lakukan pemeriksaan ROM pergelangan kaki & kaki dengan:
32 Meminta pasien melakukan gerakan dorsofleksi dan plantarfleksi
33 Eversi dan inversi:
1) Peganglah pergelangan kaki dan tumit kaki pasien
Pinta pasien menggerakan kakinya inversi (memutar ke medial)
dan eversi (memutar ke lateral)
IV PROFESIONALISME
34 Melakukan dengan percaya diri
35 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL
A. TEMA
Pemeriksaan refleks fisiologis dan reflek patologis
B. TUJUAN PEMBELAJARAN:
1. Mampu melakukan pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis
2. Mampu menjelaskan tujuan dan interpretasi hasil pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis
3. Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemeriksaan
D. SKENARIO
Tn.X, 48 tahun, diantar oleh keluarganya ke RS karena pagi ini tiba-tiba beliau jatuh pingsan setelah
bertengkar hebat dengan tetangganya, dan ketika sadar Tn.X menjadi sulit untuk menggerakkan
tangan dan kaki kanannya. Anda kebetulan yang saat itu sedang bertugas di UGD memeriksa Tn.X
dengan seksama, dan memang benar tangan dan kaki kanan beliau menjadi lemah.
E. DASAR TEORI
1. Refleks Fisiologis dan Patologis
Reflek adalah jawaban atas rangsang. Reflek neurologik tergantung pada suatu lengkung reflek
yang terdiri dari jalur aferen yang dicetus oleh reseptor dan sistem eferen yang mengaktivasi
organ efektor, serta hubungan antara kedua komponen. Misalnya reflek tendon yang timbul
karena adanya rangsang, yang akan diteruskan ke reseptor--serabut aferen--ganglion spinal--
serabut eferen—efektor (otot). Gerak otot reflektoris dapat ditimbulkan pada setiap orang sehat
(reflek fisiologis). Reflek regang otot adalah reflek yang timbul oleh regangan otot yang
disebabkan rangsangan dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Nama lain dari reflek
ini adalah reflek tendon atau reflek fisiologis. Pada kerusakan UMN dapat terjadi refleks yang
tidak dapat dibangkitkan pada orang –orang sehat, yang dinamakan refleks patologis.
Reflek patologis yang dikemukakan oleh Babinski (1896) menyatakan bahwa reflek superfisial
yang dibangkitkan pada keempat ekstremitas menjadi berubah jawabannya jika terdapat lesi
pada traktus piramidalis. Reflek, baik berupa lesi Upper Motor Neuron (UMN) atau Lower Motor
Neuron (LMN) yang pada ekstrimitas bawah tidak lagi terjadi plantar fleksi seperti pada orang
normal tetapi dorso fleksi ibu jari kaki disertai gerakan mekar jari-jari lainnya sedangkan pada
ekstrimitas atas (pada reflek hoffman trommer) akan timbul fleksi keempat jari, yang pada orang
normal tidak terjadi apa-apa.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan refleks fisiologis adalah:
Penderita harus dalam keadaan santai. Bagian yang diperiksa harus dalam posisi
sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang terjadi dapat muncul secara optimal
Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung. Pukulan tidak perlu terlalu keras
akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau
membuka. Normal pada bayi masih ada.
Reflek oppenheim
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah, dengan kedua
jari telunjuk dan tengah. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski
Reflek gordon
Lakukan goresan/memencet otot gastrocnemius, jika positif maka akan timbul reflek seperti
babinski
Reflek gonda
Lakukan penekanan/fleksikan jari ke-4 pedis kemudian lepaskan dengan cepat. Jika positif,
maka akan timbul reflek seperti babinski.
Reflek schaefer
Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski
Reflek caddock
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki dari maleolus lateral ke arah kaudal.
Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski.
F. PROSEDUR
a. Meminta pasien duduk dengan tungkai menjuntai atau berbaring dimana sebagian tungkai
bawah & kakinya terjulur di luar meja pemeriksa
b. Regangkan tendo achilles dengan cara menahan ujung kaki ke arah dorsofleksi
c. Pukullah Tendo achilles dengan ringan tetapi cepat
d. Akan muncul gerakan fleksi kaki yang menyentak
Gambar. Arah goresan dan reflek yang muncul pada reflek Babinski
b) Reflek Chaddock
Gores bagian lateral maleolus ke arah kaudal.
c) Reflek Gordon
Remas otot betis.
d) Reflek Gonda
Tekuk maksimal jari keempat kaki kemudian lepaskan tiba-tiba.
e) Reflek Schaefer
Pencet tendon achilles dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk.
f) Reflek Oppenheim
Urut kuat tibia dan m. tibialis anterior dari proksimal ke distal.
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Bahan kuliah Neurologi FK UNSRI, 2000
2. Bahan kuliah Neurologi FK UI, 2010
3. Panduan CSL Pemeriksaan Neuropsikiatri Unhas, 2010
4. Swartz, M.H., 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC
5. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: 2006
6. Lynn S. Bickley: Bate's guide to physical examination.
7. SM Lumbantobing: Neurologi Klinik, Pemeriksaan fisik dan mental. BP FKUI. Jakarta:2000
8. T Juwono: Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC. Jakarta: 2000
9. Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta: 1995
Nilai Feedback
Prosedur
No 0 1 2
I INTERAKSI DOKTER – PASIEN
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
II PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
3 Lakukan pemeriksaan reflek biseps
Meminta pasien duduk dengan santai
Posisikan lengan bawah pasien antara fleksi dan ekstensi serta
sedikit pronasi
Letakkan siku pasien pada lengan/tangan pemeriksa
Letakkan ibu jari di atas tendo biseps kemudian pukullah ibu jari
tadi dengan refleks hammer
Hasil : Fleksi lengan bawah
4 Lakukan pemeriksaan reflek triseps
Posisikan pasien sama dengan posisi pada pemeriksaan refleks
biseps
Instruksikan kepada pasien untuk melemaskan lengan dan
relaksasi sempurna
Pukullah tendo yang lewat di fossa olekranon
Hasil : Ekstensi lengan bawah
5 Lakukan pemeriksaan reflek patella
Posisikan pasien dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai
Raba daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dulu untuk
menentukan daerah yang tepat
Pegang paha pasien bagian distal dengan tangan kiri sedangkan
tangan yang lain memukul tendo patella dengan palu refleks
hammer secara cepat
Hasil : ekstensi tungkai bawah
6 Lakukan pemeriksaan reflek achilles
Meminta pasien duduk dengan tungkai menjuntai atau berbaring
dimana sebagian tungkai bawah & kakinya terjulur di luar meja
pemeriksa
Regangkan tendo achilles dengan cara menahan ujung kaki ke
arah dorsofleksi
Pukullah Tendo achilles dengan ringan tetapi cepat
Hasil : plantarfleksi
III PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS
7 Lakukan pemeriksaan reflek babinski
Gores plantar pedis sisi lateral dari tumit ke kaudal
8 Lakukan pemeriksaan reflek Chaddock
Gores dorsum pedis pada maleolus lateral ke arah kaudal
9 Lakukan pemeriksaan reflek Gordon
Tekan/cubit otot gastrocnemius pasien
10 Lakukan pemeriksaan reflek Gonda
Fleksikan jari ke-4 pedis kemudian lepaskan secara cepat
11 Lakukan pemeriksaan reflek Oppenheim
Gosok sepanjang tulang tibia dengan menggunakan jari telunjuk
dan jari tengah
12 Lakukan pemeriksaan reflek Schaefer
Tekan/cubit tendon achiles dengan ibu jari dan telunjuk
13 Lakukan pemeriksaan reflek Hoffman Tromner
Pegang tangan pada pergelangan, jari-jari difleksikan.
Jepit jari tengah pasien diantara telunjuk dan jari tengah
pemeriksa.
Gores dengan kuat jari tengan dengan menggunakan ibu jari.
IV PROFESIONALISME
18 Melakukan dengan penuh percaya diri
19 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL
PEMERIKSAAN MOTORIS
DAN KEKUATAN OTOT
B. TEMA
Pemeriksaan motoris dan kekuatan otot
B. TUJUAN PEMBELAJARAN:
1. Mampu melakukan pemeriksaan sensoris dan kekuatan otot
2. Mampu menjelaskan tujuan dan interpretasi hasil pemeriksaan sensoris dan kekuatan otot
3. Mampu memilih metode untuk pemeriksaan
4. Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemeriksaan
D. SKENARIO
GENERAL WEAKNESS
Seorang laki-laki datang kepada saudara dengan keluhan badan terasa lemah. kedua tangan dan
kaki lemah untuk digerakkan. Anda kemudian melakukan pemeriksaan motoris dan kekuatan otot
pada pasien ini.
E. DASAR TEORI
1. Tonus Otot dan Kekuatan Otot
Pada pemeriksaan otot dinilai tonus otot dan kekuatan otot.
Tonus otot: pada otot normal dengan inervasi intak sedang berelaksasi, otot tersebut masih
mempunyai tegangan residu yang kita kenal dengan tonus otot. Tonus otot dapat diperiksa
dengan meraba dan merasakan resistansi otot setelah dilakukan peregangan pasif
(gerakan pasif).
Contoh pemeriksaan tonus otot pada tangan:
Minta pasien untuk bersikap relaks, kemudian pemeriksa mengambil salah satu tangan
pasien, fleksi dan ekstensikan siku. Pemeriksa memperhatikan resistensi otot. Evaluasi
apakah tonus otot normal, rigid atau flaccid. Rigidity jika ketika pemeriksa menggerakkan
lengan ke depan dan belakang terdapat tahanan tersentak-sentak. Flaccidity, jika ketika
pemeriksa menggerakan lengan ke depan dan belakang, tidak terdapat tahanan,hampir
seperti terkulai.
Pemeriksaan kekuatan otot dilakukan dengan menyuruh pasien melakukan gerakan aktif
melawan tahanan pemeriksa. Jika otot yang akan diperiksa terlalu lemah, minta pasien
untuk menggerakkan otot melawan gravitasi. Pengurangan kekuatan otot disebut parese
dan kehilangan seluruh kekuatan otot disebut plegia. Penilaian kekuatan otot digradasikan
dalam skala 0-5
F. PROSEDUR
Pemeriksaan Kekuatan Otot
1. Test flexion (C5, C6—biceps)
Minta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku
Pemeriksa menempatkan salah satu tangannya pada otot biseps pasien dan tangan yang
lainnya pada pergelangan tangan pasien, beri tahanan
Minta pasien untuk melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa dengan berupaya
menekukkan lengannya.
10. Test dorsiflexion (terutama L4, L5) dan plantar flexion (terutama S1)
Minta pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah
atas
Minta pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah
bawah
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Bahan kuliah Neurologi FK UNSRI, 2000
2. Bahan kuliah Neurologi FK UI, 2010
3. Panduan CSL Pemeriksaan Neuropsikiatri Unhas, 2010
4. Swartz, M.H., 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC
5. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: 2006
6. Lynn S. Bickley: Bate's guide to physical examination.
7. Swartz: Textbook of physical diagnosis. Ed 5. Elsevier.2007
8. Afzal Mir: Atlas of clinical diagnosis. Ed 2. Elshevier science limited. 2003
9. Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta: 1995
Nilai
No Prosedur Feedback
0 1 2
I INTERAKSI DOKTER – PASIEN
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
II PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT
12 Lakukan pemeriksaan test flexion (C5, C6—biceps) :
Meminta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku
Tempatkan salah satu tangan pemeriksa pada otot biseps pasien
dan tangan yang lainnya pada pergelangan tangan pasien, beri
tahanan
Instruksikan pasien untuk melawan tahanan dengan berupaya
menekukkan lengannya.
13 Lakukan pemeriksaan test ekstensi (C6, C7, C8—triceps):
Meminta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku
Tempatkan tangan pemeriksa pada pergelangan tangan pasien,
beri tahanan
Instruksikan pasien untuk melawan tahanan dengan berupaya
meluruskan lengannya
14 Lakukan pemeriksaan test ekstensi pada pergelangan tangan
(C6, C7,C8, radial nerve):
Meminta pasien untuk meluruskan lengannya dan menggengam
Tempatkan tangan pemeriksa pada genggaman pasien dan
memberi tahanan berupa upaya menarik genggaman pasien ke
arah bawah
Instruksikan pasien untuk melawan tahanan tersebut
15 Lakukan pemeriksaan test the grip atau tes genggam (C7, C8,
T1):
Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa pada telapak
tangan pasien
Meminta pasien untuk menggenggam jari pemeriksa tersebut
dengan kuat
Usahakan menarik jari tersebut dari genggaman pasien
16 Lakukan pemeriksaan test finger abduction (C8, T1, n.
ulnaris):
Posisikan tangan pasien dengan telapak tangan menghadap ke
bawah dan jari jari memekar
Instruksikan pasien untuk mempertahankan posisi tersebut
Pemeriksa berusaha merapatkan jari-jari pasien
17 Lakukan pemeriksaan test opposition of the thumb (C8, T1, n.
medianus):
Tempatkan tangan pemeriksa seperti pada gambar (baca
prosedur), beri tahanan
Instruksikan pasien untuk menyentuh ujung jari kelingkingnya
dengan ibu jari dengan melawan tahanan pemeriksa
PEMERIKSAAN SIRKULASI
PERIFER
A. TEMA
Keterampilan Prosedural Pemeriksaan Sirkulasi Perifer terdiri dari beberapa item pemriksaan sbb:
1. Pemeriksaan Sistem Pembuluh Darah Perifer
2. Capillary Refill Time
3. Rumple Leede
B. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur pemeriksaan sirkulasi perifer pada
ekstremitas superior dan inferior
2. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur pemeriksaan penilaian Capillary
Refill Time
3. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur Rumple Leed serta aplikasinya
pada klinis
D. SKENARIO
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Anak laki-laki, berusia 12 tahun, datang ke UGD RS Medika dengan keluhan demam 4 hari,
disertai lemas, tangan dan kaki dingin. Anda yang kebetulan bertugas saat itu curiga pasien
menderita Dengue Shock Syndrome, karena di daerah itu sedang banyak kasus DBD. Lakukan
Pemeriksaan sirkulasi perifer pada pasien ini secara cepat, tepat serta interpretasinya!
E. DASAR TEORI
Arteri
Pulsasi arteri dapat dipalpasi jika arteri tersebut terletak dekat dengan permukaan tubuh. Di
daerah lengan, terdapat tiga arteri yang terletak dekat permukaan tubuh, yaitu arteri brachialis,
arteri radialis dan arteri ulnaris. Arteri brachialis dapat dipalpasi tepat di atas siku, medial dari
tendon dan otot biseps. Pulsasi arteri radialis dapat dirasakan dipermukaan flexor, bagian lengan
sebelah lateral. Pulsasi arteri ulnaris dapat diraba di permukaan flexor, bagian lengan sebelah
medial.
Di daerah kaki, pulsasi arteri dapat diraba di empat tempat, yaitu arteri femoralis, arteri poplitea,
arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior. Pulsasi arteri femoralis dapat diraba tepat dibawah
ligamentum inguinalis, pulsasi arteri poplitea dapat diraba dibawah lutut. Dibawah lutut, arteri
poplitea terbagi menjadi dua cabang, cabang bagian anterior menjadi arteri dorsalis pedis yang
dapat dipalpasi di bagian dorsum pedis, lateral tendon ekstensor dari jempol kaki. Cabang
posterior menjadi arteri tibialis posterior dapat diraba ketiba dia berjalan di melewati maleolus
medialis.
Jika kamu tidak bisa merasakan denyut popliteal dengan cara ini, cobalah dengan cara meminta
pasien untuk tengkurap. Fleksikan lutut pasien 90°, biarkan kaki bagian bawah relaks berlawanan
arah dengan bahumu/lengan atas dan tekan dalam-dalam fossa popliteal menggunakan dua ibu
jari.
Sistem Limfatik
Sistem limfatik terdiri dari jaringan vaskular ekstensif yang mengalirkan cairan yang disebut lymph
dari jaringan tubuh dan mengembalikannya lagi ke sirkulasi vena. kelenjar getah bening bisa
berbentuk bulat, oval, atau bentuk kacang yang bervariasi besar-kecilnya tergantung lokasinya.
Beberapa kelenjar getah bening, seperti preauriculars berukuran sangat kecil. Sedangkan
kelenjar getah bening didaerah inguinal berukuran relatif lebih besar—seringkali berdiameter 1 cm
atau 2 cm pada orang dewasa.
Sistem limfatik mempunyai peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Sel-sel yang berada
dalam lymph nodes menelan cellular debris and bakteri dan memproduksi antibodi. Hanya
superficial lymph nodes yang dapat di rasakan dengan pemeriksaan fisik. Yang dapat diperiksa
fisik termasuk cervical nodes, axillary nodes, dan nodes di lengan dan kaki.
Edema
Edema menunjukkan adanya cairan berlebihan didalam tubuh. Edema dibagi dua, yaitu edema
intraseluler dan edema ekstraseluler. Untuk edema ekstraseluler, terdapat dua penyebab umum
yang sering dijumpai (1) Kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang interstitial dengan
melintasi kapiler (2) Kegagalan limfatik untuk mengembalikan cairan dari interstitium ke dalam
darah
F. PROSEDUR
a. Interaksi Dokter-Pasien
Sebelum melakukan pemeriksaan maupun tindakan kepada pasien diharuskan membina
sambung rasa yang baik dengan pasien. Jelaskan dan informasikan prosedur yang akan
dikerjakan kepada pasien. Jelaskan sesuai dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien.
Tidak terkesan menakut-nakuti tetapi juga tidak terkesan menutup-nutupi. Jelaskan prosedur,
indikasi, tujuan, efek samping dan kemungkinana komplikasi dari pemeriksaan atau tindakan
yang akan dilakukan. Setelah itu mintalah persetujuan terhadap pemeriksaan atau tindakan
yang akan dilakukan. Selain untuk etikomedikolegal, hal ini juga berguna agar pasien menjadi
kooperatif dan siap dengan pemeriksaan atau tindakan yang akan kita lakukan.
b. Persiapan
Dalam pemeriksaan Sirkulasi perifer, CRT dan Rumple Leed test, tidak banyak peralatan yang
diperlukan. Cukup pasien, meja&kursi serta bed periksa, stetoskop, tensimeter, alat tulis serta
penerangan/senter secukupnya. Namun dalam hal ini diperlukan keterampilan pemeriksa untuk
melakukan pemeriksaan
Pastikan semua peralatan tersebut sudah tersedia dan siap pakai di ruang periksa. Selain
persiapan alat, persiapan diri penolong juga harus dilakukan dengan mencuci tangan menurut
WHO dengan menggunakan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah pemeriksaan.
Cara lain menilai clubbing finger adalah dengan menilai sudut Lovibonds (lihat gambar) yang
pada orang normal sekitar 160°. Pada clubbing finger bisa menjadi 180 atau lebih. Cara
pemeriksaan seperti pada gambar berikut.
Gambar Perbandingan jari normal dan Clubbing finger serta cara pemeriksaannya
(Sumber: Swatz’s Textbook of Physical Diagnosis, 4th edition)
Rasakan pulsasi terutama di jari tengah dan telunjuk. Kemudian hitunglah jumlah denyut,
teratur atau tidak, keras atau pelan. Lakukan secara bergantian pada kedua sisi.
Pompaan Manset =
Pembendungan kapiler dengan manset ini dilakukan selama 5-10 menit. Kemudian setelah
selesai, lepaslah manset dan perhatikan bagian distal bendungan tepat di daerah volar lengan
atau daerah fossa cubiti apakah timbul ptekiae. Buatlah lingkaran (dengan menggunakan
kertas karton yang dibuat lingkaran) dengan diameter 2 inchi atau sekitar 5,08 cm, kemudian
hitunglah jumlah ptekiae yang terjadi. Interpretasikan apakah tes torniket positif atau negatif.
Jangan lupa untuk menjelaskan prosedur dan meminta ijin pasien sebelum melakukan
tindakan, menjelaskan pada pasien bahwa lengan akan terasa pegal dan menjelaskan hasil
pemeriksaan dengan interpretasinya serta menutup pemeriksaan dengan baik.
j. Penutup
Setelah selesai pemeriksaan tutuplah pemeriksaan dengan baik. Lakukan prosedur cuci
tangan seperti sebelum pemeriksaan. Kemudian menjelaskan dan menyimpulkan keseluruhan
hasil pemeriksaan kepada pasien, interpretasi, saran dan rencana lanjutan terhadap pasien
tersebut. Jika semua sudah jelas, ucapkanlah terimakasih kepada pasien atas kerjasamanya
dan akhirilah kunjungan dengan senyum dan salam.
G. DAFTAR PUSTAKA
Freedberg, Irwin M. et al. 2003. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 6th ed. New
York.
Swartz, Mark. H. Textbook of Physical Diagnosis : History and Examination. 4 th edition.
W.B. Saunders Company. Philadelphia
Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill
Nilai Feedback
No Prosedur/ Aspek Latihan
0 1 2
Interaksi Dokter-Pasien
1 Senyum, Salam dan Sapa pasien & anamnesis yang diperlukan
2 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan; prosedur, indikasi,
tujuan, efek samping dan kemungkinana komplikasi
3 Mintalah persetujuan terhadap pemeriksaan atau tindakan yang
akan dilakukan
CONTENT
PERSIAPAN
4 Persiapkan alat
5 Cucilah tangan dengan prosedur WHO
6 Lap dan keringkan tangan
PEMERIKSAAN
Inspeksi menyeluruh :
7
Bentuk, ukuran, warna kulit
8 Bentuk, warna serta kelainan pada kuku
Instruksikan pasien untuk menempelkan kuku yang
9 bersesuaian jari kanan dan kiri secara bergantian. (Amati
ada tidaknya Clubbing Finger)
10 Palpasilah Arteri Radialis secara benar
11 Palpasilah arteri poplitea secara benar
12 Palpasilah arteri dorsalis pedis secara benar
Pemeriksaan Edema
13 Inspeksi kaki kanan dan kiri terhadap ada tidaknya edema,
perhatikan vena-vena prominens
14 Tekanlah secara bergantian kaki kanan dan kiri dengan
menggunakan ibu jari.
15 Lepaskan dan perhatikan ada tidaknya edema
Pemeriksaan Capillary Refill Time
16 Mintalah pasien meluruskan tangan/ usahakan tangan lebih tinggi
dari jantung
17 Tekan kuku pasien dengna menggunakan telunjuk dan ibu jari
selama 5 detik (sampai berwarna putih)
18 Lepaskan sambil diamati dan dihitung sampai warna kuku
berubah seperti semula
Tes Rumple Leed
19 Lakukan pengukuran tekanan darah dengan benar
PROSEDUR ASEPTIK
A. TEMA
Prosedur aseptik dan antiseptik
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional Umum
Mampu melakukan tindakan aseptik dan antiseptik sebelum melakukan tindakan pada pasien
(tindakan bedah minor).
2. Tujuan instruksional khusus
a. Mampu melakukan tindakan aseptik meliputi cuci tangan WHO, mengeringkan tangan dan
lengan, serta memakai handschoen
b. Mampu melakukan tindakan pemberian antiseptik pada daerah luka
D. SKENARIO
Pasien Pria, berusia 28 tahun, datang dengan keluhan luka robek pada lutut kanan setelah terjatuh
dari sepeda motor. Pasien tidak pingsan dan masih dapat mengingat kejadian dengan baik,
keluhan tidak disertai dengan nyeri kepala, mual, maupun muntah. Kepala pasien tidak terbentur.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran, tanda-tanda vital, kepala, leher, thorak,
abdomen, dan ekstremitas atas dalam batas normal, hanya ditemukan luka robek pada lutut kanan.
Setelah itu anda segera melakukan pembersihan luka dengan prinsip aseptik antiseptik sebelum
dilakukan penjahitan.
E. DASAR TEORI
1. Aseptik
Asepsis merupakan sikap/perilaku melakukan tindakan dalam keadaan/suasana suci hama (steril).
Perilaku ini dimaksudkan sebagai upaya mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme
pada jaringan atau bahan-bahan dengan cara menghambat atau menghancurkan timbulnya
organisme dalam jaringan sehingga dapat mencegah komplikasi infeksi pasca bedah pada luka
operasi. Pengertian asepsis ini memiliki beberapa aspek, antara lain:
a. Aspek operator
Mencuci tangan
Penggunaan baju operasi (piyama/jas), topi, masker dan kacamata operasi (goggle)
Menggunakan bahan dan alat steril
Sarung tangan
Doek/laken steril
b. Aspek pasien
Penggunaan baju operasi
Lapangan operasi dalam keadaan steril
2. Antisepsis / antiseptik
Pencegahan infeksi dengan aplikasi zat yang memiliki khasiat antimikroba (antiseptik). Antiseptik
adalah zat yang memiliki sifat :
Mencegah pertumbuhan dan perkembangan mikroba (bakteriostatik)
Membunuh mikroba (bakteriosid)
Prinsip aseptik dan antiseptik harus selalu dilaksanakan secara terus menerusoleh tim kamar
operasi dan segera bertindak jika ada indikasi terjadinya kontaminasi. Dalam upaya menerapkan
teknik aseptik dan antiseptik di kamar operasi harus ditaati beberapa ketentuan sebagai berikut :
Daerah steril harus tegas batasnya
Daerah operasi harus terjaga sterilitasnya
Semua kasus pembedahan harus dijaga, dicegah terjadinya kontaminasi
Lingkungan kamar operasi harus selalu dalam keadaan bersih
Tim bedah dan pasiennya yang ada di kamar operasi tidak menjadi sumber kontaminasi
F. PROSEDUR
1. Profesionalisme
a. Senyum, salam dan sapa
b. Jelaskan pentingnya tindakan yang akan dilakukan.
2. Mempersiapkan alat
Siapkan peralatan steril untuk antiseptik kulit:
Tuangkan cairan antiseptik ke dalam mangkok (cairan pertama dari botol harus dibuang
terlebih dahulu pada mangkok yang lain)
Ambil kassa dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
Ambil doek steril dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
3. Mencuci tangan
a. Lepaskan semua perhiasan yang ada (cincin, gelang, jam tangan)
b. Basahi tangan dan lengan (bila sumber air tidak otomatis, gunakan siku untuk membuka
keran)
c. Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan antiseptik secara menyeluruh sampai 5 cm di
atas siku
d. Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku sehingga
memungkinkan bagi air untuk jauh menetes dari siku yang difleksikan
4. Scrubbing
e. Ambil sikat steril, beri 2-3 cc antiseptik (tekan tuas pada botol antiseptik dengan
menggunakan siku)
f. Sikatlah jari, sela jari tangan, kuku, telapak tangan, punggung tangan kanan dengan gerakan
atas ke bawah kemudian lakukan hal yang sama pada tangan kiri. Lanjutkan dengan
menggosok dengan gerakan atas ke bawah pada lengan kanan lalu kemudian lengan kiri.
g. Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis mulai area 1-2-3-4
h. Buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah disediakan
i. Bilas tangan dan lengan dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku (matikan keran air dengan
siku).
5. Mengeringkan Tangan dan Lengan
a. Ambil handuk steril, pegang pada ujungnya dan siku tidak boleh bersentuhan.
b. Buka handuk secara memanjang dan dipegang hanya satu ujung saja
c. Untuk menghindari kontaminasi, bagi handuk menjadi 4 bagian.
Permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah kiri
Permukaan kanan atas untuk tangan kanan
Permukaan kiri bawah untuk lengan kiri
Permukaan kanan bawah untuk lengan kanan
Tangan kiri Tangan kanan
d. Keringkan tangan kanan dan kiri dahulu dengan menepukkan telapak dan punggung tangan
pada handuk secara bergantian, baru kemudian keringkan lengan dengan cara permukaan
handuk diletakkan di atas lengan kemudian digerakan memutar sampai 5 cm di atas siku,
tidak boleh melebihi karena dapat terkontaminasi oleh kulit yang tidak dicuci
e. Buang handuk kotor pada tempat yang telah disediakan
6. Gowning
a. Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan jari tengah kedua
tangan secara hati-hati
b. Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa menyentuh bagian-bagian
lain di kamar operasi.
c. Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan ujung tangan secara
bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar
d. Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan (poin terakhir ini
dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan menggunakan korentang)
7. Menggunakan Handschoen
a. Pastikan ukuran handschoen sesuai untuk tangan anda
b. Buka kemasan handschoen
c. Ambil handschoen kanan dengan tangan kiri dengan memegang bagian dalam ujung atas
lipatannya
d. Pakaikan pada tangan kanan
e. Ambil handschoen kiri dengan tangan kanan dengan memegang bagian luar lipatan atasnya
f. Pakaikan pada tangan kiri
g. Rapikan (prinsip glove to glove)
h. Hindari memegang atau bersentuhan dengan benda atau area non steril
i. Handschoen steril non kemasan
j. Ambil handschoen dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
k. Buka gulungan handschoen dengan memegang ujung luarnya
l. Gunakan pada lengan kanan
m. Ambil handschoen sebelah kiri
n. Gunakan pada lengan kiri dengan tetap dengan prinsip glove to glove, skin to skin
8. Asepsis/ Antisepsis daerah pembedahan
a. Bersihkan daerah operasi
b. Celupkan kasa pada cairan antiseptic sekali saja
c. Bersihkan area pembedahan dengan kasa antiseptik dimulai dari sentral menuju ke perifer
(perhatikan untuk menghindari kontaminasi)
d. Buang kassa bekas pakai pada tempat yang telah disediakan (bengkok)
e. Ulangi pembersihan aera operasi dengan kasa steril sebanyak 3 kali.
f. Tutup area pembedahan dengan menggunakan doek steril
9. Melepas Handschoen
a. Lepaskan handscoen kiri dengan memegang ujung atas pada permukaan luar handscoen
(gloves to gloves) menggunakan tangan kanan yg masih memakai handschoen
b. Lepaskan handschoen kanan dengan memegang ujung atas permukaan dalam handschoen
kanan menggunakan tangan kiri yang sudah tidak menggunakan handscoen (hand to hand)
c. Buang handschoen pada tempat yang telah disediakan
G. DAFTAR PUSTAKA
Sabiston, D. 1995. Buku ajar Bedah Bagian 1. EGC. Jakarta
Protap bedah RSHS/ FK UNPAD 2000. Bandung
Johnson & johnson VCD interaktif. Aceptic Procedurs
Skor
No Aspek
0 1 2
INTERPERSONAL
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya tindakan yang akan dilakukan.
CONTENT
3 Siapkan peralatan steril untuk antiseptik kulit:
Tuangkan cairan antiseptik ke dalam mangkok (cairan pertama dari botol
harus dibuang terlebih dahulu pada mangkok yang lain)
Ambil kassa dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
Ambil doek steril dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat
steril
Mencuci Tangan
4 Lepaskan semua perhiasan yang ada (cincin, gelang, jam tangan)
5 Basahi tangan dan lengan sampai siku
6 Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan antiseptik secara menyeluruh
sampai 5 cm di atas siku
7 Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku
sehingga memungkinkan bagi air untuk jauh menetes dari siku yang difleksikan
Penyikatan / Scrubbing
8 Ambil sikat steril, beri 2-3 cc antiseptik
9 Sikatlah jari, sela jari tangan, kuku, telapak tangan, punggung tangan dan lengan
kanan kemudian kiri
10 Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis mulai area 1-2-3-4
A. TEMA
Pengenalan alat bedah minor
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa dapat mengetahui alat-alat yang digunakan dalam tindakan bedah minor dan mampu
melakukan penjahitan luka simple interupted suture.
D. SKENARIO
Seorang laki-laki datang ke Puskesmas dengan keluhan terdapat luka robek di lengan kanan
bawah. Anda selaku dokter di puskesmas ingin melakukan tindakan penjahitan. Sebelum
melakukan penjahitan anda harus mengambil alat bedah minor di tempat steril. Dan lakukanlah
penjahitan dasar.
E. DASAR TEORI
Penjahitan luka diperlukan dalam ilmu bedah karena pembedahan membuat luka sayatan dan
penjahitan bertujuan untuk menyatukan kembali jaringan yang terputus serta meningkatkan proses
penyambungan dan penyembuhan jaringan dan juga mencegah luka terbuka yang akan
mengakibatkan masuknya mikroorganisme atau infeksi.
A B
Gambar. (A) Nald Voeder Tipe Crille wood dan (B) Nald Voeder Tipe Mathew Kusten
2. Gunting
Gunting diseksi
Gunting diskesi (disecting scissor). Gunting ini ada dua jenis yaitu, lurus dan bengkok. Ujungnya
biasanya runcing. Terdapat dua tipe yang sering digunakan yaitu tipe mayo dan tipe metzenbaum.
Kegunaan gunting ini adalah untuk membuka jaringan, membebaskan tumor kecil dari jaringan
sekitarnya, untuk eksplorasi, maupun merapikan luka.
A B
Gambar. (A) Gambar gunting tipe mayo, (B) gunting tipe metzenbaum
Gunting Benang
Ada dua macam gunting benang yaitu gunting benang yang bengkok dan yang lurus.
Kegunaannya untuk memotong benang operasi, merapikan luka.
3. Pisau Bedah
Terdiri atas dua bagian, yaitu gagang dan mata pisau (mess/bistouri/blade). Pada pisau bedah
model lama, mata pisau dan gagang bersatu, sehingga bila mata pisau tumpul harus diasah
kembali. Pada model baru, mata pisau dapat diganti. Biasanya mata pisau hanya untuk sekali
pakai.
Terdapat dua nomor gagang pisau yang sering dipakai, yaitu gagang nomor 4 (untuk mata pisau
besar) dan gagang nomor 3 (untuk mata pisau kecil). Guna pisau bedah ini adalah untuk
menyanyat berbagai organ/bagian tubuh. Mata pisau, disesuaikan dengan bagian tubuh yang
akan disayat.
4. Klem (clamp)
Klem arteri pean
Ada dua jenis yaitu yang lurus dan bengkok. Penggunaannya adalah untuk hemostasis terutama
untuk jaringan tipis dan lunak. Penyediaan : masing-masing 6 buah.
Klem Kocher
Ada dua jenis yaitu, klem yang lurus dan yang bengkok. Tidak ditujukan untuk hemostatis. Sifat
khasnya adalah mempunyai gigi pada ujungnya (mirip gigi pada pinset sirurgis). Gunanya adalah
untuk menjepit jaringannya, terutama agar jaringan tidak meleset dari klem, dan hal ini
dimungkinkan dengan adanya gigi pada ujung klem. Penyediaannya : masing-masing 4 buah.
Klem Mosquito
Mirip dengan klem arteri pean, tetapi ukurannya lebih kecil. Penggunaannya adalah untuk
hemostatis terutama untuk jaringan tipis dan lunak. Penyediaannya : masing-masing 6 buah.
Klem Allis
Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan yang halus dan menjepit tumor kecil.
Klem Babcock
Penggunaannya adalah untuk menjepit tumor yang agak besar dan rapuh.
Towel Clamp (Doek Klem). Penggunaannya adalah untuk menjepit doek/kain operasi.
Retractor Volkman
Penggunaannya adalah untuk menguakkan luka, pemakaian retractor (ukurannya) disesuaikan
dengan lebar luka. Ada yang mempunyai 2 gigi, 3 gigi dan 4 gigi. Dua gigi untuk luka kecil, 4 gigi
untuk luka besar. Terdapat pula retractor bergigi tumpul.
6. Pinset
Pinset Sirurgis
Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan penjahitan luka, memberi
tanda pada kulit sebelum memulai insisi.
Pinset Anatomis
Penggunaannya adalah untuk menjepit kasa sewaktu menekan luka, menjepit jaringan yang tipis
dan lunak.
Pinset Splinter
Penggunaannya adalah untuk mengadaptasi tepi-tepi luka (mencegah overlapping).
Gambar. Pinset
8. Wound Curett
Penggunaannya adalah untuk mengeruk luka kotor, mengeruk ulkus kronis
Gambar. Korentang
Blunt. blunt point dan batang gepeng cocok digunakan untuk menjahit daerah usus besar,
ginjal, limpa, hati
Triangular. Ujung segitiga dengan batang gepeng atau empat persegi. Bisa dipakai untuk
menjahit daerah kulit, fascia, ligament, dan tendon.
Tapercut. Ujung jarum berbentuk segitiga yang lebih kecil dengan batang gepeng, bisa
digunakan untuk menjahit fascia, ligaments, uterus, rongga mulut, dan sebagainya.
c. Mata jarum
Rolled end
Drilled end
Regular eye
Spring eye
Spring double eye
Simpul aman, diketahui jumlah minimal tali simpul yang aman untuk setiap jenis benang,
artinya tetap tersimpul selama proses penyembuhan luka.
Mudah untuk digunakan.
Dapat digunakan untuk segala jenis operasi.
Reaksi/trauma jaringan yang minimal, diameter benang bedah yang dianjurkan dipergunakan
adalah ukuran terkecil yang paling aman untuk setiap jenis jaringan yang dijahit, massa
material benang dan reaksi jaringan sekecil mungkin.
Jenis-Jenis Benang
a. Seide (Silk/Sutera)
Terbuat dari serabut-serabut sutera, terdiri dari 70% serabut protein dan 30% bahan tambahan
berupa perekat. Tersedia dalam warna hitam dan putih. Bersifat tidak licin seperti sutera biasa
karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar,
maka benang harus dibuka kembali.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari nomor 0000 (5 nol merupakan ukuran paling kecil)
hingga nomor 3 (yang merupakan ukuran terbesar). Yang paling sering dipakai adalah nomor 00
(2 nol) dan 0 (1 nol) dan nomor 1
Kegunaannya adalah untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (terutama arteri besar)
sebagai teugel (kendali). Benang harus steril, sebab bila tidak akan menjadi sarang kuman (focus
infeksi) sebab kuman terlindung didalam jalinan benang, sedang benangnya sendiri tidak dapat
diserap tubuh.
b. Plain Catgut
Asal katanya adalah cat (kucing), dan gut (usus). Dahulu benang ini dibuat dari usus kucing, tapi
saat ini dibuat dari usus domba atau usus sapi. Bersifat dapat diserap tubuh, penyerapan
berlangsung dalam waktu 7-10 hari, dan warnanya putih dan kekuningan.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari 00000 (5 nol merupakan ukuran yang paling kecil)
hingga nomor 3 (merupakan ukuran yang paling besar). Sering digunakan nomor 000 (3 nol), 00
(2 nol) 0 (1 nol) nomor 1 dan 2. Kegunaanya adalah untuk mengikat sumber perdarahan kecil,
menjahit subkutis dan dapat pula dipergunakan untuk menjahit kulit terutama untuk daerah
longgar (perut, wajah) yang tak banyak bergerak dan luas lukanya kecil.
Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan mengembang, bila
disimpulkan 2 kali akan terbuka kembali. Plain catgut tak boleh terendam dalam lisol karena akan
mengembang dan menjadi lunak, sehingga tak dapat digunakan.
c. Chromic Catgut
Berbeda dari plain catgut, sebelum benang dipintal ditambahkan krom. Dengan adanya krom ini,
maka benang menjadi lebih keras dan kuat, serta penyerapannya lebih lama, haitu 20-40 hari.
Warnanya coklat dan kebiruan. Benang ini tersedia dalam ukuran 000 (3 nol merupakan ukuran
yang paling kecil) hingga nomor 3.
Penggunaannya pada penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari, untuk
menjahit tendo pada penderita yang tak kooperatif dan bila mobilisasi harus segera dilakukan.
d. Etnilon
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung bersatu dengan jarum
jahit) dan terbuat dari nilon, lebih kuat dari seide atau catgut. Tidak diserap tubuh, dan tidak
menimbulkan iritasi pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Tersedia dalam warna biru dan hitam. Tersedia dalam ukuran 10 nol hingga 1 nol. Penggunaannya
pada bedah plastik, ukuran yang lebih besar sering digunakan pada kulit, sedang nomor yang kecil
dipakai pada bedah mata.
e. Ethibond
Merupakan benang sintesis (terbuat dari polytetra methylene adipate). Tersedia dalam kemasan
atraumatis. Bersifat lembut, kuat, reaksi terhadap tubuh minimum, tidak diserap, dan warnanya
hijau dan putih. Ukurannya dari 7 nol hingga nomor 2. Penggunaannya pada bedah kardiovaskuler
dan urologi.
f. Vitalene
Merupakan benang sintetis (terbuat dari polimer profilen). Sangat kuat dan lembut, tidak diserap,
warna biru. Tersedia dalam kemasan atraumatis. Ukuran dari 10 nol hingga nomor 1. Digunakan
pada bedah mikro, terutama untuk pembuluh darah dan jantung, bedah mata, bedah plastik, cocok
pula untuk menjahit kulit
g. Vicryl
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Diserap oleh tubuh, dan tidak
menimbulkan reaksi pada jaringan tubuh. Dalam subkutis bertahan selama 3 minggu, dalam otot
bertahan selama 3 bulan. Benang ini sangat lembut dan warnanya ungu. Ukuran dari 10 nol hingga
nomor 1. Penggunaan pada bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastik.
h. Supramid
Merupakan benang sintetis, dalam kemasan atraumatis. Bersifat kuat, lembut, fleksibel, reaksi
tubuh minimum, dan tidak diserap. Warnanya hitam dan putih. Digunakan untuk menjahit kutis dan
sub kutis.
i. Linen (Catoon)
Dibuat dari serat kapas alam dengan jalan pemintalan. Bersifat lembut, cukup kuat, mudah
disimpul, tidak diserap, reaksi tubuh minimum. Warnanya putih. Tersedia dalam ukuran 4 nol
hingga 1 nol. Digunakan untuk menjahit usus dan kulit, terutama kulit wajah.
j. Steel Wire
Merupakan benang logam yang terbuat dari polifilamen baja tahan karat. Sangat kuat, tidak korosif
dan reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah disimpul. Warna putih metalik. Terdapat dalam
kemasan atraumatis dan kemasan biasa. Ukurannya dari 6 nol hingga nomor 2. Untuk menjahit
tendo
d. Tuffer (spons)
Dibuat dari kasa hidrofil yang dipadatkan dengan cara :
1. Kasa dipotong berbentuk segi empat sesuai dengan ukuran yang diinginkan
2. Dari salah satu sudutnya dilakukan penggulungan secara padat ke arah tengah
3. Ekor tadi digulung rapi hingga habis
Tuffer digunakan untuk membebaskan jaringan (terutama jaringan longgar), menekan
perdarahan, menggosok luka. Tuffer harus steril sebelum dipakai.
e. Drain
Terdapat bermacam-macam drain. Prinsip penggunaannya sama yaitu untuk memungkinkan
pengaliran sekret keluar dari luka. Drain digunakan untuk luka yang terkontaminasi dengan
kemungkinan terbentuknya pus atau sekret lainnya, atau pada luka dengan perdarahan hebat
sewaktu telah ditutup ada kemungkinan perdarahan masih aktif di bawah jaringan yang ditutup.
1. Cigarette drain. Berbentuk seperti pipa dengan panjang 5-10 cm. dipergunakan pada
operasi abses apendiks, trauma dan sebagainya, dimana sekret yang keluar diharapkan
tidak terlalu banyak.
2. Corrugated drain (drain bergelombang). Dibuat dari lembaran karet khusus yang
bergelombang halus (seperti pola lembaran seng atap rumah). Dipakai pada luka sedang,
yang sekretnya tidak terlalu banyak.
3. Drain Sarung Tangan. Dibuat dari sarung tangan yang tak terpakai lagi dengan cara
menggunting sarung tangan tadi menjadi lembaran-lembaran yang kemudian digulung
seperti menggulung (melinting) rokok, kemudian dilem dengan lem karet, lalu disterilkan.
4. Tube drain. Berupa pipa panjang yang dapat dibuat dari selang infuse, sonde lambung,
dan sebagainya, dengan ujung selang yang dimasukkan ke dalam luka diberi lubang-
lubang (mata) pada sisinya. Bila ujung luar selang dihubungkan dengan wadah hampa
udara (vakuum) maka drain tadi disebut vacuum drain. Dengan adanya tekanan negative
dari wadah, maka sekret akan lebih mudah tertarik keluar.
B. HECTING DASAR
1. Definisi
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai
sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
2. Indikasi
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.
3. Luka
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis.
Trauma tajam menyebabkan :
a. luka iris : vulnus scissum/incicivum
b. luka tusuk : vulnus punctum
c. luka gigitan : vulnus morsum
Trauma tumpul menyebabkan :
a. luka terbuka : vulnus apertum
b. luka tertutup : vulnus occlusum ( excoriasi dan hematom )
Luka tembakan menyebabkan : vulnus sclopetorum.
b. Clean-contaminated wounds/ Luka steril terkontaminasi adalah luka steril dengan risiko
infeksi yang tinggi, misalnya oprasi yang melibatkan organ respirasi, gastrointestinal,
ataupun traktus genitourinaria yang dalam kondisi terkontrol, selama tanpa komplikasi
pembedahan. Misalnya bedah terbuka pada pelepasan Pin/Wire, bedah pada organ
telinga, ataupun tindakan ginekologi.
c. Contaminated wounds/Luka terkontaminasi adalah luka oleh benda luar (misalnya peluru,
pisau, ataupun benda-benda tajam lainnya), ataupun kontaminasi luka yang terjadi oleh
karena sejumlah besar tumpahan isi dari gastrointestinal pada luka. Ataupun jaringan yang
terinfeksi dan meradang di sekitar luka bedah merupakan luka terkontaminasi.
d. Dirty wounds/Luka kotor/Luka terinfeksi adalah luka yang diakibatkan oleh benda asing
yang bersarang (misalnya peluru ataupun debris lainnya), luka traumatik yang diakibatkan
oleh sumber yang kotor, maupun luka yang terpapar oleh pus.
4. Alat dan Bahan
Alat (Instrumen) Bahan
a. Tissue forceps (pinset) a. Benang
b. Scalpel handles dan scalpel blades b. Cairan desifektan : Povidon-iodidine 10 %
c. Suture scissors (Bethadine )
d. Needleholders c. Cairan Na Cl 0,9%.
e. Suture needles (jarum) d. Anestesi lokal: lidocain 2%.
f. Doek Steril e. Sarung tangan.
g. Phantom kulit f. Kasa steril.
c. Kemudian jarum dibelokan ke arah kiri luka, aspirasi, jarum dicabut sambil obat
dikeluarkan.
d. Lakukan anestesi dengan teknik yang sama pada sudut luka sebelahnya, sehingga
tampak pada gambar di bawah:
b. Udem
Disebabkan terlalu banyaknya obat anestesi yang diberikan sehingga obat tersebut
berkumpul dalam jaringan ikat longgar mukosa dan sub mukosa. Hal ini akan mempersulit
ketika melakukan penjahitan. Udem akibat anestesi ini diabsorpsi dalam 24 jam- See
more
c. Shock Anafilaktik.
h. Benang dapat dipegang, jarum tidak boleh dipegang dengan tangan. Gunakan pinset
untuk memegang jarum.
i. Kemudian dibuat simpul dan geser simpul ke tepi luka (simpul tidak berada di atas luka),
lakukan 2-3 kali simpul agar jahitan kuat. Simpul pertama menentukan kekuatan ikatan.
Buatlah simpul yang dapat mendekatkan luka, tidak terlalu kencang namun tidak pula
terlalu kendor.
j. Potong sisa benang 1,5-2 cm di atas simpul (bila benang absorable maka benang
dipotong tepat di atas simpul) dengan teknik memiringkan gunting guna menghindari
terpotongnya jaringan.
k. Rapikan jahitan, perhatikan eversi luka, gunakan pinset untuk mengeversikan luka jahitan
bila dibutuhkan.
l. Bersihkan sisa perdarahan bila ada, beri antiseptik, dan tutup luka dengan menggunakan
kasa.
F. DAFTAR PUSTAKA
1. Karakata S, Bachsinar B. 1995. Bedah Minor. Hipokrates : Jakarta
2. Ethicon Inc. Wound Closure Manual. 1994. Johnson and Johnson company.
3. Doherty, GM. 2006. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill.
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
5. Reksoprodjo, S. 2000. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.
Skor Feed
No Aspek
0 1 2 Back
I INTERPERSONAL
1 Membina rapport (menyambut dengan ramah, salam, menyilakan duduk,
perkenalan diri, sikap terbuka, kesejajaran)
2 Informed consent
II CONTENT
3 1. Menyiapkan dan menyebutkan nama alat dan bahan dengan menerapkan
prinsip sterilitas
1. Needle holder
2. Gunting diseksi, gunting benang, gunting verban
3. Pisau bedah
4. Klem (arteri pean, kocher, musquitos, allis, babcock, towel clamp).
5. Refractor wound
6. Pinset
7. Deschamps Aneurysm Needle
8. Wound curret
9. Korentang
10. Jarum bedah
11. Benang
12. Sarung tangan steril
13. Doek steril
14. Kassa steril
15. Cairan disinfektan (pov. Iodine)
16. Cairan NaCl 0.9%
17. Spuit 1cc , 3 cc, 5 cc
18. Anastesi : Lidocaine 2%
Melakukan Hecting Simple Interupted
PEMERIKSAAN URINALISIS
A. TEMA
Keterampilan pemeriksaan laboratorium Urine Rutin (Urinalisis)
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Instruksional Umum
a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan urine rutin (urinalisis) secara makroskopis
b. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan urinalisis secara mikroskopis (sedimen urine)
c. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan urinalisis dengan carik celup (dip strips)
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan persiapan pemeriksaan urinalisis
b. Mahasiswa mampu melakukan edukasi dan pengambilan sampel pemeriksaan urinalisis
c. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan bau, warna, kekeruhan, keasaman (pH) dan
berat jenis urine
d. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan mikroskopik (sedimen) urine berupa unsur
organik ; lekosit, eritrosit dan silinder (hialin, epitel, berbutir, lekosit, eritrosit, lemak, lilin,
campuran, fibrin)
e. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan mikroskopik (sedimen) urine berupa unsur
anorganik (Normal; kristal urat, kalsium oksalat, tripel fosfat, kalsium fosfat, kalsium
karbonat dan Abnormal; Kristal cystin, tyrosin, Amorf)
f. Mahasiswa mampu menilai parameter-parameter pada kertas carik (reagent strips)
g. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi dan menyimpulkan hasil pemeriksaan urinalisis
B. SKENARIO
Pasien anak laki-laki berusia 6 tahun datang dengan keluhan kencing berwarna merah sudah 1 hari,
keluhan ini disertai dengan muka sembab sudah 3 hari. Pasien juga memiliki banyak koreng di
kedua kakinya. Dokter F yang kebetulan bertugas saat itu memutuskan untuk melakukan
pemeriksaan penunjang urinalisis pada pasien.
C. DASAR TEORI
1. Urine
Urine adalah cairan yang dihasilkan melalui ultra filtrasi plasma oleh ginjal dan dikeluarkan dari
tubuh melalui saluran kemih. Di dalam urine terdapat bahan-bahan hasil metabolism tubuh (5%) dan
air (95%), dengan demikian bahan-bahan tersebut dapat menentukan status kesehatan seseorang.
Pemeriksaan urine untuk kepentingan menentukan status kesehatan seseorang disebut juga
dengan urinalisis.
2. Urinalisis
Urinalisis merupakan suatu prosedur laboratoris untuk pemeriksaan urine dalam rangka
menentukan status kesehatan individu terutama ginjal dan saluran kemih serta faal dari berbagai
organ tubuh seperti hati, saluran empedu, dll. Berdasarkan kepentingan klinisnya, pemeriksaan
urine dibagi menjadi :
Pemeriksaan Urine Rutin
Pemeriksaan Urine atas Indikasi
Pemeriksaan urine atas indikasi misalnya; pemeriksaan Urobilin, Urobilinogen, Bilirubin, Benda
Keton, Darah Samar (benzidin), serta pemeriksaan Protein Kuantitatif. Dalam kegiatan CSL kali ini,
yang akan dilaksanakan adalah pemeriksaan urin rutin. Pemeriksaan Urine rutin meliputi :
Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan Kimiawi
Pemeriksaan Mikroskopik (Sedimen)
Urine yang ditampung satu hari penuh (24 jam) digunakan untuk pemeriksaan zat-zat dalam
urine secara kuantitatif misalnya protein serta penilaian diuresis ginjal
e) Clean Catch ―Midstream‖
Mengambil urin pancaran tengah, meminimalisasi kontaminasi dari meatus
f) Kateterisasi
Diambil dari kateter. Untuk kultur tetapi masih memungkinkan kontaminasi
g) Punksi supra pubik
Diambil dengan melakukan punksi suprapubik. Untuk kultur urin
4. Pengumpulan spesimen
Pengumpulan specimen menjadi bagian yang penting dalam rangka keberhasilan pemeriksaan urin.
Urine segar sebagai sampel pemeriksaan rutin diambil dalam waktu kurang dari 1 jam setelah
pasien buang air kecil. Status hidrasi pasien juga berpengaruh terhadap konsentrasi bahan-bahan
terlarut dalam urine. Pengumpulan specimen sebaiknya dilakukan sebelum pemeriksaan genital
maupun rectal untuk mencegah kontaminasi dari introitus ataupun sekresi prostat. Pengumpulan
urin dari bahan-bahan seperti kondom, kateter tidak dianjurkan untuk pemeriksaan urinalsis.
Cara pengumpulan urine yang baik adalah dengan metode ―urine midstream‖ atau urine pancar
tengah. Adapun cara pengambilan sampelnya sebagai berikut :
1. Pada Laki-laki. Pada laki-laki relative lebih mudah.
o Tarik (retraksikan) preputium (jika belum sunat), kemudian bersihkan meatus (orificium
urethra externa) dengan antiseptic (untuk mencegah kontaminasi)
o Lewatkan pancaran pertama-tama dari urine (15-30 ml)
o Tampung pancaran tengah dari urine (50-100 ml) dengan wadah steril yang telah
disediakan, langsung ditutup kemudian serahkan kepada petugas lab.
2. Pada Wanita. Pada wanita agak rumit dan memerlukan kerjasama dari pasien
o Pasien duduk di atas WC duduk
o Sibakkan kedua labia dan bersihkan dengan antiseptic sekali usap dari depan ke
belakang
o Kencingkan/buang 10-15 ml pertama urine kemudian tampung 50-100ml berikutnya.
o Posisi container/botol penampung menempel dekat di vulva serta langsung ditutup
setelah mendapatkan sampel
3. Pada Anak-anak
Pada anak agak susah karena kurang kooperatif, untuk pemeriksaan
bakteriologis/kultur bakteri, yang banyak digunakan adalah dengan metode
kateterisasi atau punksi suprapubik. Selanjutnya akan dipelajari pada CSL blok
Genitourinary System
o Bersih
o Kering
o Muara/mulut botol lebar
o Mempunyai penutup
o Transparan
o Diberi Label; identitas pasien, Tanggal dan waktu pengambilan.
6. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimiawi. Adapun bagan
pemeriksaan urin sebagai berikut.
Untuk pemeriksaan pH menggunakan kertas lakmus. Merah jika asam, biru jika alkalis/basa dan
tetap jika netral. Berat jenis diperiksa dengan refraktometer ataupun dengan urinometer. Perbedaan
keduanya sebagai berikut:
Refractometer Urinometer
Keuntungan : Keuntungan :
Bahan Akurat
sedikit
Mudah Kerugian :
Bahan banyak
Kerugian :
Kurang
akurat
Adapun cara pemeriksaan dengan refraktometer dapat dilihat pada gambar berikut:
8. Pemeriksaan Kimiawi
Dalam CSL ini pemeriksaan kimiawi yang sederhana dan mudah, murah, cepat dan cukup akurat
adalah dengan menggunakan metode carik celup/ reagen strips, atau dikenal dengan dip-strips atau
dipstick.
Reagen strips dicelupkan sesaat kemudian hasil dibandingkan dengan standar pada botol sesuai
dengan waktu yang ditentukan.
Urut-urutan parameter yang diperiksa berbeda-beda sesuai dengan merk dan pabrik buatannya.
Prinsip kerja dapat dilihat pada gambar berikut
F. PROSEDUR
1. Senyum, salam, sapa dan membina sambung rasa
Untuk item ini sama seperti CSL komunikasi yang sudah dipelajari sebelumnya.
2. Melakukan informed consent dan pengumpulan specimen urine
Dalam informed consent perlu dijelaskan tentang
3. Mempersiapkan alat dan bahan
Cek kelengkapan alat dan bahan
Tulislah identitas pasien, tanggal dan waktu pemeriksaan pada lembar hasil pemeriksaan
Memasang Alat Pelindung Diri (APD) ; Hanschoen, masker, google dll
Bagilah specimen pada 3 tabung reaksi @ minimal 10-15 ml untuk pemeriksaan
makroskopis, mikroskopis dan dipstick
4. Pemeriksaan makroskopis urine
Pemeriksaan bau urine
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Baluyut, Benedict F. Interpretation of Urinalysis Results and Clinical Correlations: A brief
overview. Assistant Section-in-charge, Clinical Microscopy. Angeles University Foundation
Medical Center. Center for Anatomic Pathology and Laboratory Medicine. Angeles City,
Pampanga. Didownload tgl 1-2-2011 pukul 10:01 PM dari :
http://dc182.4shared.com/download/U0ohww1I/Interpretation_of_Urinalysis_R.ppt?tsid=201102
01-095010-d81f1f43
2. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/0f72169df5c0ba8d8e6bbb2c1a8e3f8a24f0c95e.pdf
3. Fischbach, Frances Talaska. 2003. A manual of Laboratory and Diagnostic Test. 7th edition.
Lipincott Williams & Wilkins Publisher.
4. Kumalawati, July. MD. Urinalysis. Clinical Pathology Department. Medical Faculty University of
Indonesia-Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Jakarta. Indonesia. Didownload pada tanggal 1
februari 2011 pukul 09:32 PM dari :
5. Sudoyo, Aru.et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat jilid 1. Bab Ginjal dan
Hipertensi. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam-FKUI. Jakarta. Indonesia
6. Sylvia R. et al. 2003. Buku Praktikum Patologi Klinik 1. Bagian Patologi Klinik FK UNPAD/ RS.
Dr. Hasan Sadikin. Bandung. Indonesia
7. Tanagho, Emil A. & Jack W. McAninch. 2008. Smith’s General Urology. 17th edition. Lange
Medical Books/ The McGraw-Hill Companies, USA.
Nilai
No Item Penilaian Feedback
0 1 2
Interpersonal
1 Senyum, salam, sapa dan membina sambung rasa
2 Melakukan informed consent dan pengumpulan specimen urine
Item Prosedural
3 Mengecek kelengkapan alat dan bahan
4 Menulis identitas pasien, tanggal dan waktu pemeriksaan pada
lembar hasil pemeriksaan
5 Memasang APD ; Hanschoen, masker dll
6 Membagi specimen pada 3 tabung reaksi dengan baik
Pemeriksaan makroskopis urine
7 Pemeriksaan bau urine dan menuliskan hasilnya
8 Pemeriksaan warna urine dan menuliskan hasilnya
9 Pemeriksaan kekeruhan urine dan menuliskan hasilnya
10 Pemeriksaan keasaman (pH) urine dan menuliskan hasilnya
11 Pemeriksaan berat jenis urine dan menuliskan hasilnya
Pemeriksaan mikroskopis urin
12 Mengambil dan mempersiapkan urine pada tabung reaksi kedua
13 Mensentrifus urine dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit
14 Memisahkan sedimen hasil sentrifus dari supernatannya
15 Meneteskan sedimen hasil sentrifus ke atas objek gelas
16 Menutup dengan cover glass/ kaca penutup
17 Memeriksa di bawah mikroskop, dimulai dengan perbesaran 10 x
untuk silinder
18 Memeriksa dengan perbesaran 40X untuk eritrosit dan lekosit
19 Menuliskan hasil pemeriksaan pada lembar hasil pemeriksaan
laboratorium
Pemeriksaan Dip-strips/Dipsticks (Carik-celup)
20 Ambil tabung reaksi ketiga yang berisi urine
21 Basahi seluruh permukaan reagen strips dengan urine, tarik dengan
segera
22 Ketukkan strips pada bibir gelas untuk mengurangi urine yang
berlebih
23 Pegang carik secara horizontal dan bandingkan dengan kertas
standar warna yang terdapat pada label tabung
24 Lakukan satu persatu untuk setiap parameter sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan masing-masing (lihat tabel)
25 Lakukan pencatatan hasil untuk setiap parameter pada lembar yang
telah disediakan
26 Selesaikan semua pencatatan dan berikan tanda tangan dan nama
terang pemeriksa
Item Penalaran Klinik dan Profesionalisme
PEMERIKSAAN
PEWARNAAN GRAM
A. STANDAR KOMPETENSI
Kompetensi Level kompetensi
Prosedur diagnostik Pewarnaan Gram 4*
*mampu melakukan secara mandiri
B. SKENARIO
Anda adalah seorang dokter yang bertugas di Puskesmas. Seorang penderita datang ke
Puskesmas dengan keluhan batuk disertai demam dan sesaknafas. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik anda menyimpulkan bahwa pasien tersebut suspek Pneumonia bacterial dan
perlu dilakukan pemeriksaan sputum dengan pewarnaan Gram.
C. DASAR TEORI
Sebagian besar bakteri memiliki dinding sel yang mengandung lapisan peptidoglikan yang tebal
atau lapisan peptidoglikan tipis yang dilengkapi dengan membrane luar yang tersusun dari
lipopolisakarida. Perbedaan struktur kimia pada dinding sel bakteri diidentifikasi dengan pewarnaan
Gram. Pewarnaan Gram adalah pewarnaan yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi
kultur bakteri yang belum diketahui, karena pewarnaan Gram menghasilkan informasi berupa
reaksi gram yang terjadi, ukuran sel, bentuk sel, dan susunan sel bakteri.
Gambar. Perbandingan dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif
Pada prosedur pewarnaan Gram, semua bakteri berwarna ungu oleh kristal violet sebagai zat
warna primer. Sel bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan tebal mempertahankan kristaal violet
pada tahap berikutnya yaitu pelunturan (decolorization) dan counterstain. Bakteri tersebut dengan
mikroskop akan terlihat ungu dan disebut sebagai Gram positif.
Sel bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis dan dilengkapi dengan membrane
luar lipopolisakarida, kristal ungu akan hilang pada tahap pelunturan dan akan menyerap zat warna
safranin sebagai counterstain. Bakteri tersebut dengan mikroskop terlihat berwarna merah dan disebut
sebagai Gram negatif.
E. PROSEDUR
Sebelum memulai, pastikan bahwa semua reagen sudah tersedia dan mudah dijangkau selama
bekerja, sebab proses pewarnaan perlu dilakukan dengan memperhatikan ketepatan waktu. Selalu
menggunakan jas laboratorium dan sebaiknya melakukan semua prosedur di dekat bak cuci.
1. Prosedur pembuatan apusan :
a. Siapkan objek gelas baru. Bersihkan dan lewatkan di atas api. Tulis identitas pasien dan
nomor spesimen pada pinggir object glass.
b. Buat lingkaran oval pada bagian bawah objek glass dengan spidol/ pensil kaca.
c. Panaskan ose sebelum dipakai sampai pijar berwarna merah, kemudian dinginkan dahulu,
d. Pegang tabung reaksi dengan tangan kiri, pegang ose seperti memegang pensil pada
tangan kanan, buka kapas penutup tabung dengan dijepit menggunakan jari kelingking
tangan kanan
e. Mulut tabung dilewatkan di api
f. Ambil spesimen dari dalam tabung dengan menggunakan ose steril.
g. Kemudian lewatkan kembali mulut tabung reaksi didekat api kemudian tutup kembali
dengan kapas
h. Apuskan ose yang mengandung spesimen pada bagian tengah objek glass secara merata
dan tipis, jangan melebihi lingkaran oval yang dibuat
i. Panaskan kembali ose sampai pijar setelah digunakan
j. Lakukan fiksasi objek glass dengan penjepit preparat, dan lewatkan di atas lampu Bunsen
sebanyak 3 kali secara perlahan
3 cm
2 cm
2. Prosedur pewarnaan
Langkah 1 :
Letakkan slide pada rak pewarnaan. Genangi seluruh permukaan slide dengan crystal violet.
Biarkan selama 60 detik, kemudian cuci slide di bawah air mengalir selama 5 detik. Spesimen
seharusnya terlihat berwarna biru-ungu.
Langkah 2 :
Genangi slide dengan larutan iodine, biarkan selama 1 menit, kemudian cuci dengan air mengalir
selama 5 detik. Spesimen seharusnya terlihat tetap berwarna biru-ungu.
Langkah 3 :
Langkah ini meliputi penambahan decolorizer (peluntur) etanol 15-30 detik dengan cara disiram
atau direndam. Langkah ini seringkali bersifat subjektif karena apabila menggunakan terlalu banyak
decolorizer akan menghasilkan Gram negatif palsu. Sebaliknya apabila tidak menggunakan
decolorizer dalam jumlah cukup dapat menyebabkan Gram positif palsu. Untuk berhati-hati
sebaiknya etanol diteteskan sedikit demi sedikit sampai warna biru ungu luntur pada specimen.
Kemudian cuci dengan air 5 detik.
Langkah 4 :
Langkah ini meliputi penambahan counterstain, safranin. Genangi slide dengan zat warna seperti
langkah sebelumnya, biarkan selama 1 menit supaya bakteri menyatu dengan safranin. Bakteri
Gram positif tidak akan menyerap counterstain dan tetap tampak biru ungu. Bakteri Gram negatif
akan berwarna pink dan mudah dibedakan dari bakteri Gram positif. Kemudian cuci dengan air
mengalir selama 5 detik untuk menghilangkan zat warna.
LAPORAN PRAKTIKUM
Hasil praktikum
1.
Bakteri __________________
2.
Bakteri __________________