Anda di halaman 1dari 166

Buku Panduan CSL 2 2016

Edisi Ke 5 Maret 2016

Buku Panduan Clinical Skill Laboratory 2


Semester 2 T.A 2015/2016

Fakultas Kedokteran Univeritas Lampung


Jln. Prof. Soemantri Bojonegoro No. 1
Bandar Lampung-Indonesia
Telp. (0721) 7691197

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 1


Buku Panduan CSL 2 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung


Edisi ke-5: Maret 2016

Buku Panduan Clinical Skill Laboratory 2


Semester 2 T.A 2015/2016
Edisi Ke 5
166 hlm ; 21 x 29,7 cm
ISBN : -

Diterbitkan oleh :
Lab CSL/ Medical Education Unit (MEU)
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Dicetak di Bandar Lampung
Maret 2016
Desain muka oleh : -

Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian


isi atau seluruh isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk
apapun tanpa seijin penyusun

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2


Buku Panduan CSL 2 2016

TIM PENYUSUN

.:: EDITOR ::.


dr. Oktadoni Saputra, MMedEd
dr. Rekha Nova Iyos

.:: KONTRIBUTOR LOKAKARYA ::.


(Maret 2016)

Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, M.Kes, Sp.MK


dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes
dr. M. Ricky Ramadhian, M.Sc
dr. Putu Ristyaning Ayu Sangging, M. Kes., Sp.PK

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 3


Buku Panduan CSL 2 2016

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan serta kemudahan
sehingga penyusun dapat menyelesaikan buku panduan Keterampilan Klinik Semeter 2 ini. Buku ini
disusun sebagai panduan bagi mahasiswa maupun instruktur dalam proses pembelajaran
Keterampilan Klinik pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung (FK Unila) semester 2 tahun ajaran 2014-2015.
Pada semester 2 ini, mahasiswa diperkenalkan dengan keterampilan yang sesuai dengan
tahunnya mencakup keterampilan komunikasi mengenai kerangka anamnesis dan pendalaman
anamnesis serta pengenalan rekam medik, surat rujukan, dan form pemeriksaan penunjang. Pada
pemeriksaan fisik diberikan materi pemeriksaan fisik dasar thorax, abdomen, kepala leher, saraf
kranial, sistem sensoris dan motorik, range of movement, refleks fisiologis dan reflek patologis, dan
sirkulasi perifer. Pada keterampilan prosedural adalah aseptik prosedural dan hecting dasar. Buku
panduan ini disusun dengan mengacu pada kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang dokter yang
tertuang dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012.
Pada buku edisi 5 ini, terdapat beberapa revisi minor pada beberapa aspek keterampialn.
Keterampilan pemeriksaan sensois tidak dilakukan lagi di semester ini. Selain itu ditambahkan kembali
keterampilan pemakaian baju operasi (gowning) pada judul keterampilan prosedur aseptik.
Seelebihnya adalah terdapat beberapa revisi teknis pada keterampilan laboratorium dari para
kontributor lab.
Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada konributor yang telah
memberikan masukan demi memperkaya materi buku ini, pengelola KBK FK Unila, maupun pihak-
pihak lain yang turut membantu hingga selesainya buku ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, semoga buku ini dapat digunakan
dengan sebaik-baiknya. Untuk kesempurnaan penyusunan buku ini berikutnya kritik dan saran sangat
kami harapkan.

Bandar Lampung, Maret 2016

PJ CSL 2

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 4


Buku Panduan CSL 2 2016

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................................... 1


Tim Penyusun .................................................................................................................................... 3
Kata Pengantar .................................................................................................................................. 4
Daftar Isi ............................................................................................................................................. 5
Regulasi & Kontrak Mengikuti CSL 2 ................................................................................................. 6
Tata Tertib ......................................................................................................................................... 7
Daftar Keterampilan ......................................................................................................................... 10
Level Kompetensi ............................................................................................................................ 11
CS 1. Kerangka anamnesis ............................................................................................................. 12
CS 2. Pengenalan rekam medik, surat rujukan, dan form pemeriksaan penunjang ......................... 22
CS 3. Pemeriksaan fisik kepala leher ............................................................................................... 32
CS 4. Pemeriksaan fisik thorak ......................................................................................................... 42
CS 5. Pemeriksaan fisik abdomen .................................................................................................... 57
CS 6. Pemeriksaan saraf kranial ...................................................................................................... 64
CS 7. Pemeriksaan Muskuloskeletal dan Range of Motion (ROM).................................................. 84
CS 8. Pemeriksaan refleks fisiologis dan reflek patologis ................................................................. 96
CS 9. Pemeriksaan motoris dan kekuatan otot ............................................................................... 105
CS 10. Pemeriksaan sirkulasi perifer .............................................................................................. 112
CS 11. Prosedur aseptik ................................................................................................................ 121
CS 12. Pengenalan alat bedah minor dan hecting dasar ................................................................ 130
CS 13. Urinalisis ............................................................................................................................. 151
CS 14. Pewarnaan Gram................................................................................................................ 162

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 5


Buku Panduan CSL 2 2016

REGULASI & KONTRAK MENGIKUTI CSL 2


Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan akan mengikuti regulasi CSL berupa:
1. Kegiatan CSL setiap topik terbagi atas 2 sesi. Buku Panduan CSL akan diupload di website
2. Pada kegiatan CSL terdapat 2 buku, yakni Buku Panduan CSL dan Buku Kegiatan CSL yang
wajib dibawa setiap sesi.
3. Keikutsertaan 100% dan hadir tepat waktu.
4. Pada Sesi 1 akan dilakukan Pre test secara serentak dan dikumpulkan pada instruktur yang
bertugas
5. Jika terlambat ≤ 15 menit dapat mengikuti CSL dengan pre test susulan
6. Jika terlambat >30 menit tidak diperkenankan mengikuti CSL
7. Pada awal sesi 2 akan diumumkan mahasiswa/i yang mendapat nilai pre test <70
8. Pada Sesi 2 mahasiswa melakukan keterampilan klinik dengan dinilai oleh rekannya dibawah
pengawasan instruktur. Mahasiswa dengan nilai pretest <70 diprioritaskan untuk melakukan CSL
9. Penilaian dilakukan pada buku kegiatan mahasiswa dan ditanda tangani oleh instruktur saat
pelaksanaan skills lab berlangsung sebagai bukti otentik latihan serta tidak boleh disobek
10. Pada halaman terakhir Buku Kegiatan CSL terdapat Bukti Penilaian Formatif CSL yang harus
diparaf setiap selesai latihan oleh instruktur yang bertugas.
11. Pada akhir blok, mahasiswa wajib mengumpulkan buku kegiatan agar rekapitulasi bukti penilaian
tersebut dapat diperiksa dan diberikan rekomendasi layak/tidaknya mengikuti OSCE oleh PJ
CSL blok yang bersangkutan.
12. Lembar rekomendasi diberikan kepada bagian administrasi seminggu sebelum ujian OSCE
dilaksanakan agar dapat mengikuti OSCE.
13. Mahasiswa/i yang tidak menghadiri CSL maka harus mendapatkan rekomendasi dari Dekan
Fakultas Kedokteran Unila untuk mengikuti CSL susulan dengan menanggung biaya pelaksanaan
CSL tersebut (seperti biaya BHP dan pemeliharaan alat)
14. Wajib mentaati Tata Tertib dan semua aturan yang berlaku di FK Unila.
15. Hal-hal yang belum diatur dalam regulasi ini akan ditetapkan kemudian.

Bandar Lampung, … Maret 2016

(……………………………..)
Catt : Halaman ini harap di print, ditandatangani dan dikumpul ke PJ CSL NPM.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 6


Buku Panduan CSL 2 2016

TATA TERTIB :

a. Tata tertib umum


1. Mahasiswa diwajibkan mengikuti semua kegiatan blok CSL 4, yaitu :
 Latihan keterampilan klinik/ CSL, 2 kali seminggu ( Senin pukul 10.20 – 12.00 WIB dan
Rabu pukul 10.20 – 12.00 WIB kecuali jika ada libur nasional akan disesuaikan).
 Pretest, yang akan diberikan sebelum latihan CSL di pertemuan pertama
 Briefing OSCE dan remediasi
2. Berpakaian rapi
 Tidak diperbolehkan memakai kaus oblong, celana blue jeans, sandal/sepatu sandal
khusus mahasiswi memakai kemeja, tidak diperbolehkan berbaju ketat, transparan dan
tanpa lengan atau terlihat ketiak serta harus memakai rok minimal di bawah lutut.
 Rambut harus rapi, tidak diperbolehkan berambut gondrong untuk laki-laki
 Kuku harus pendek, bersih, dan tidak menggunakan cat kuku
3. Sopan santun dan etika
 Jujur dan bertanggung jawab
 Disiplin
 Tidak merokok di lingkungan kampus
 Tidak diperbolehkan membawa senjata tajam, NAPZA, alat-alat yang tidak sesuai
dengan tupoksi sebagai mahasiswa.
 Tidak diperbolehkan membuat kegaduhan
 Tidak diperbolehkan memalsukan tanda tangan PA atau para dosen
 Tidak diperbolehkan memalsukan dokumen
 Tidak diperkenankan melakukan kecurangan dalam bentuk apapun pada saat CSL
dan OSCE.
4. Mentaati peraturan akademik FK Universitas Lampung dan peraturan akademik Universitas
Lampung

b. Tata tertib Khusus


1. Kehadiran harus 100%
2. Wajib hadir tepat waktu
3. Jika terlambat ≤ 15 menit dan pretest masih berlangsung, mahasiswa dapat mengikuti pretest
tanpa ada tambahan waktu dan dapat mengikuti latihan CSL

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 7


Buku Panduan CSL 2 2016

4. Jika terlambat ≤ 15 menit pada pertemuan 2, mahasiswa dapat mengikuti CSL dengan
persetujuan instruktur yang bertugas pada CSL tersebut
5. Jika terlambat 15-30 menit sejak CSL dimulai sesuai jadwal pada pertemuan 1, dianggap tidak
lulus dan wajib melapor pada PJ CSL, dan diperbolehkan mengikuti CSL
6. Jika terlambat > 30 menit sejak CSL dimulai sesuai jadwal, tidak diperkenankan mengikuti CSL
pada hari tersebut dan tidak diperkenankan mengikuti CSL pada pertemuan kedua
7. Jika terlambat > 15 menit pada pertemuan kedua dimulai sesuai jadwal maka tidak
diperkenankan mengikuti CSL pada hari itu.
8. Pada pertemuan 1 akan dilakukan pretest secara serentak
9. Bila mahasiswa melakukan kecurangan pada saat pretest, maka langsung dinyatakan tidak
lulus pretest dan diperbolehkan mengikuti CSL pada hari itu
10. Nilai kelulusan pretest (minimal 70) akan diumumkan pada awal pertemuan kedua.
11. Mahasiswa yang mendapat nilai < 70 akan mendapat giliran pertama untuk mempraktikkan
keterampilan tersebut dengan mendapat perhatian lebih dari instruktur.
12. Mahasiswa wajib membawa buku panduan CSL dan buku kegiatan CSL di setiap pertemuan/
sesi
13. Mengikuti pre test dan latihan CSL
14. Pada pertemuan ke-2:
a. Instruktur akan memberi umpan balik terkait performance mahasiswa, kemudian
mahasiswa harus menuliskan umpan balik tersebut pada kolom umpan balik di buku
kegiatan CSL mahasiswa.
b. Instruktur menandatangani buku kegiatan setelah mengoreksi kolom isian umpan balik
sudah sesuai dengan masukan yang diberikan.
c. Bila waktu tidak cukup, instruktur dapat meminta bantuan mahasiswa untuk menilai
performance temannya (peer-assesment) dengan tetap memperhatikan umpan balik
yang diberikan.
15. Bila tidak mengikuti briefing OSCE maka tidak diperkenankan mengikuti REMED OSCE

c. Penilaian
1. Penilaian formatif
a. Kehadiran 100%, kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh institusi
b. Nilai pelaksanaan CSL minimal 70 per keterampilan
c. Nilai sikap profesional (profesional behaviour).

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 8


Buku Panduan CSL 2 2016

i. Nilai sikap profesional diperoleh dari penilaian sikap mahasiswa selama blok
berlangsung pada seluruh proses kegiatan pembelajaran. Penilaian dilakukan
menggunakan lembar Penilaian Sikap Profesional (Professional behaviour)
pada buku log masing-masing mahasiswa. Hasil penilaian berupa sufficient
atau insuffisient.
ii. Poin penilaian meliputi kedisiplinan, kejujuran, sopan santun, penilaian, sikap
sesama teman (Altruism).
d. Telah mengikuti semua kegiatan pembelajaran CSL dan mengerjakan semua tugas
yang diberikan
e. Semua penilaian formatif ini adalah prasyarat untuk mengikuti Ujian OSCE
f. Ujian OSCE akan diadakan setiap akhir semester

2. Penilaian Sumatif
Penilaian Sumatif diambilkan dari Ujian Objective Structured Clinical Examination (OSCE) yang
diselenggaraka di akhir semester. Bobot penilaian sumatif 100% diambilkan dari nilai OSCE. Syarat
lulus mimal B (Skor ≥ 66). Persentase penilaian akhir blok terdiri dari :
OSCE 100%
Total 100%

3. Nilai Akhir Blok

Huruf
Bobot Skore Nilai Ket
Mutu
A 4 > 76
B+ 3,5 71- <76
B 3 66 - <71
Belum Lulus
C+ 2,5 61 - <66
(TL)
Belum Lulus
C 2 56 - <61
(TL)
Belum Lulus
D 1 50 -<56
(TL)
E 0 <50

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 9


Buku Panduan CSL 2 2016

DAFTAR KETERAMPILAN KLINIK SEMESTER 2

Jenis Keterampilan CSL


No Judul CSL Pemeriksaan
Komunikasi Prosedural Laboratorium
Fisik
Kerangka
1 √ - - -
anamnesis
Pengenalan rekam
medik, surat
2 rujukan, dan form √ - - -
pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan fisik
3 - √ - -
kepala leher
Pemeriksaan fisik
4 - √ - -
thorax
Pemeriksaan fisik
5 - √ - -
abdomen
Pemeriksaan saraf
6 - √ - -
kranial
Pemeriksaan
7 - √ - -
ROM
Pemeriksaan reflek
8 fisiologis dan reflek - √ - -
patologis
Pemeriksaan
9 Motoris dan - √ - -
kekuatan otot
Pemeriksaan
10 - √ - -
sirkulasi perifer
11 Prosedur aseptik - - √ -
Pengenalan alat
12 bedah minor dan - - √ -
hecting dasar
13 Urinalisis - - - √
14 Pewarnaan Gram - - - √

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 10


Buku Panduan CSL 2 2016

LEVEL OF COMPETENCE

Physical Examination Level of Expected Ability


Kerangka anamnesis -1- -2- -3- -4-
Pengenalan rekam medik, surat rujukan, form -1- -2- -3- -4-
pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik kepala leher -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan fisik thorax -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan fisik abdomen -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan saraf kranial -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan ROM -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan sistem sensoris dan motoris -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan sirkulasi perifer -1- -2- -3- -4-
Prosedural aseptik -1- -2- -3- -4-
Pengenalan alat bedah minor dan hecting dasar -1- -2- -3- -4-
Urinalisis -1- -2- -3- -4-
Pewarnaan Gram -1- -2- -3- -4-

Keterangan:
Level Kompetensi 1 : Mengetahui dan menjelaskan
Level Kompetensi 2 : Pernah melihat / didemonstrasikan
Level Kompetensi 3 : Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah
supervisi
Level Kompetensi 4 : Mampu melakukan secara mandiri

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 11


Buku Panduan CSL 2 2016

KERANGKA ANAMNESIS

A. TEMA
Keterampilan Anamnesis

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Instruksional Umum

Mahasiswa mampu melakukan anamnesis dengan benar

2. Tujuan Instruksional Khusus

1. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai keluhan utama yang membawa


pasien datang ke dokter
2. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai riwayat penyakit sekarang
3. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai riwayat penyakit dahulu
4. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai riwayat penyakit keluarga
5. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis mengenai riwayat personal atau riwayat sosial

C. ALAT DAN BAHAN

Meja dan kursi periksa

D. SKENARIO

Seorang pria datang dengan keluhan demam. Anda sebagai seorang dokter yang ingin mengetahui
riwayat penyakit pasien melakukan wawancara yang terstruktur dengan tujuan untuk
mengeksplorasi keluhan dan gejala yang dialami oleh pasien. Bagaimanakah cara menggali
informasi mengenai penyakit pasien sehingga dapat ditegakkan diagnosis yang tepat?

E. DASAR TEORI

1. PENDAHULUAN

Dewasa ini, tantangan sebagi tenaga kesehatan semakin mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan
tersebut dalam menangani pasien. Khususnya seorang dokter, sangat diperlukan adanya kesiapan
untuk berani melakukan tatap muka dan aktif dalam membangun keakraban dengan pasiennya.
Pada umumnya kontak pertama antara seorang dokter pasien dimulai dari anamnesis. Dari sini
hubungan terbangun sehingga akan memudahkan kerjasama dalam memulai tahap-tahap
pemeriksaan berikutnya.

Dalam menegakkan suatu diagnosis anamnesis mempunyai peranan yang sangat penting bahkan
terkadang merupakan satu-satunya petunjuk untuk menegakkan diagosis. Anamnesis adalah suatu
tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara seorang dokter dengan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 12


Buku Panduan CSL 2 2016

pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk
mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya.

Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang
sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka
informasi yang didapatkan akan sangat berharga bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang
hanya dari anamnesis saja seorang dokter sudah dapat menegakkan diagnosis.

Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan hanya
dengan anamnesis yang benar. Tujuan berikutnya dari anamnesis adalah untuk membangun
hubungan yang baik antara seorang dokter dengan pasiennya. Umumnya seorang pasien yang
baru pertama kalinya bertemu dengan dokternya akan merasa canggung, tidak nyaman dan takut,
sehingga cederung tertutup. Tugas seorang lah untuk mencairkan hubungan tersebut.
Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan untuk membangun hubungan dokter
dan pasiennya sehingga dapat mengembangkan keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk
tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya.

2. ISI

Definisi Anamnesis

Anamnesis berasal dari bahasa Yunani anamneses, yang artinya mengingat kembali. Anamnesis
merupakan pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan
serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan
penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang
khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik
terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Jenis
pertanyaan yang akan diajukan kepada pasien dalam anamnesis sangat beragam dan bergantung
pada beberapa faktor.

Tujuan Anamnesis

1. Memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan
oleh pasien.
2. Membangun hubungan yang baik antara seorang dokter dan pasiennya.

Jenis-jenis Anamnesis

1. Auto anamnesis, merupakan anamnesis yang didapat langsung dari keluhan pasien. Pasien
sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini
adalah cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan
apa yang sesungguhnya dia rasakan.
2. Allo anamnesis atau hetero anamnesis, merupakan anamnesis yang didapat dari orang tua
atau sumber lain yang dekat dan tahu betul tentang riwayat pasien, dilakukan ketika pasien
tidak dapat berkomunikasi langsung dengan dokter. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari
anamnesis dilakukan bersama-sama auto dan allo anamnesis.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 13


Buku Panduan CSL 2 2016

Persiapan Anamnesis

Hal yang harus dikuasai dalam anamnesis antara lain :

1. Keterampilan proses: meliputi bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien, menggali dan
mendapatkan riwayat pasien, menggali dan mendapatkan riwayat pasien, kemampuan verbal
dan non-verbal yang digunakan, bagaimana menciptakan suatu hubungan dengan pasien,
serta bagaimana cara berkomunikasi secara terstruktur dan terorganisasi.
2. Keterampikan isi: yaitu keterampilan mengenai isi pokok dari pertanyaan dan respon yang
diberikan kepada pasien.
3. Keterampilan perseptual: yakni apa yang dipikirkan dan rasakan mempengaruhi pembuatan
keputusan internal.

Selain itu dokter juga perlu terampil dalam mengajukan pertanyaan yang bersifat terbuka ataupun
tertutup dan terampil dalam mendengarkan baik secara aktif, empatik, dan reflektif. Wawancara
yang dilakukan selama anamnesis harus berdasarkan five basic task of doctor patient interview,
sebagai berikut :

1. Initiating the session


a. Menetapkan hubungan awal
b. Mengidentifikasi keluhan
2. Gathering information
a. Mengeksplorasi masalah
b. Memahami pandangan pasien
c. Membuat struktur pada konsultasi pasien
3. Building relationship
a. Mengembangkan hubungan
b. Menyertai pasien
4. Explanation and planning
a. Mengoreksi jumlah dan jenis
b. Membantu pemahaman dan mengakuratkan daya ingat
5. Clossing the session
Menutup wawancara

Adapun hal yang harus diperhatikan oleh seorang dokter sebelum memulai wawancara, antara
lain :

1. Tempat dan suasana. Tempat dan suasana dimana anamnesis ini dilakukan harus diusahakan
cukup nyaman bagi pasien. Anamnesis akan berjalan lancar kalau tempat dan suasana
mendukung. Suasana diciptakan agar pasien merasa santai, tidak tegang dan tidak merasa
diinterogasi.
2. Penampilan dokter. Penampilan seorang dokter juga perlu diperhatikan karena ini akan
meningkatkan kepercayaan pasiennya. Seorang dokter yang tampak rapi dan bersih akan lebih
baik dari pada yang tampak lusuh dan kotor. Demikian juga seorang dokter yang tampak
ramah, santai akan lebih mudah melakukan anamnesis daripada yang tampak galak, ketus dan
tegang.
3. Periksa kartu dan data pasien. Sebelum anamnesis dilakukan sebaiknya periksa terlebih
dahulu kartu atau data pasien dan cocokkan dengan keberadaan pasiennya. Tidak tertutup
kemungkinan kadang-kadang terjadi kesalahan data pasien atau mungkin juga kesalahan kartu

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 14


Buku Panduan CSL 2 2016

data, misalkan pasien A tetapi kartu datanya milik pasien B, atau mungkin saja ada 2 pasien
dengan nama yang sama persis. Untuk pasien lama lihat juga data-data pemeriksaan,
diagnosis dan terapi sebelumnya. Informasi data kesehatan sebelumnya seringkali berguna
untuk anamnesis dan pemeriksaan saat ini.
4. Dorongan kepada pasien untuk menceritakan keluhannya. Pada saat anamnesis dilakukan
berikan perhatian dan dorongan agar pasien dapat dengan leluasa menceritakan apa saja
keluhannya. Biarkan pasien bercerita dengan bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien, jangan
terus menerus memotong, tetapi arahkan bila melantur. Pada saat pasien bercerita, apabila
diperlukan ajukan pertanyaan-pertanyaan singkat untuk minta klarifikasi atau informasi lebih
detail dari keluhannya. Jaga agar jangan sampai terbawa cerita pasien sehingga melantur
kemana mana
5. Gunakan bahasa atau istilah yang dapat dimengerti. Selama tanya jawab berlangsung
gunakan bahasa atau istilah umum yang dapat dimengerti pasien. Apabila ada istilah yang
tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia atau sulit dimengerti, berikan penjelasan atau
deskripsi dari istilah tersebut.
6. Buat catatan. Adalah kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan kecil saat seorang
dokter melakukan anamnesis, terutama bila pasien yang mempunyai riwayat penyakit yang
panjang.
7. Perhatikan pasiennya. Selama anamnesis berlangsung perhatikan posisi, sikap, cara bicara
dan gerak-gerik pasien. Apakah pasien dalam keadaaan sadar sepenuhnya atau apatis,
apakah dalam posisi bebas atau posisi letak paksa, apakah tampak santai atau menahan sakit,
apakah tampak sesak, apakah dapat bercerita dengan kalimat-kalimat panjang atau terputus-
putus, apakah tampak segar atau lesu, pucat dan lain-lain.
8. Gunakan metode yang sistematis. Anamnesis yag baik haruslah dilakukan dengan sistematis
menurut kerangka anamnesis yang baku. Anamnesis yang sistematis bertujuan untuk melihat
keterlibatan setiap sistem dalam penyakit yang sekarang diderita dan kemungkinan adanya
masalah lain selain masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Dengan cara ini diharapkan tidak
ada data anamnesis yang tertinggal.

Cara Melakukan Anamnesis

Dalam menganamnesis pasien, ada baiknya jika seorang mengetahui data-data umum mengenai
pasien terlebih dahulu, seperti :

1. Nama pasien: sebaiknya nama lengkap bukan nama panggilan atau alias.
2. Jenis kelamin: sebagai kelengkapan harus juga ditulis datanya
3. Umur: terutama penting pada pasien anak-anak karena kadang-kadang digunakan untuk
menentukan dosis obat. Juga dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan penyakit
yang diderita, beberapa penyakit khas untuk umur tertentu.
4. Alamat: apabila pasien sering berpindah-pindah tempat maka tanyakan bukan hanya alamat
sekarang saja tetapi juga alamat pada waktu pasien merasa sakit untuk pertama kalinya. Data
ini kadang diperlukan untuk mengetahui terjadinya wabah, penyakit endemis atau untuk data
epidemiologi penyakit.
5. Pekerjaan: bila seorang dokter mencurigai terdapatnya hubungan antara penyakit pasien
dengan pekerjaannya, maka tanyakan bukan hanya pekerjaan sekarang tetapi juga pekerjaan-
pekerjaan sebelumnya.
6. Perkawinan: kadang berguna untuk mengetahui latar belakang psikologi pasien.
7. Agama: keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh (pantangan)
seorang pasien menurut agamanya.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 15


Buku Panduan CSL 2 2016

8. Suku bangsa: berhubungan dengan kebiasaan tertentu atau penyakit-penyakit yang


berhubungan dengan ras atau suku bangsa tertetu.

Setelah melakukan pemeriksaan data-data tersebut, maka langkah selanjutnya adalah:

1. Menanyakan keluhan utama pasien

Keluhan utama adalah yang menyebabkan penderita datang berobat. Keluhan utama
merupakan titik tolak penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien

2. Menanyakan riwayat penyakit sekarang

Merupakan tujuh macam pertanyaan yang bersifat pribadi dari diri pasien tersebut,
diantaranya:

 Onset: dari sejak kapan sakit atau keluha tersebut dirasakan.


 Lokasi: di mana rasa sakit atau keluhan tersebut dirasakan (di bagian tubuh yang mana)
 Kronologis: bagaimana cerita tentang sakit atau keluhan tersebut hingga bisa sampai
seperti ini.
 Kualitas: rasa sakit dari keluhan pasien seperti apa (sakit sekali, sakit bila disentuh, dan
lain-lain).
 Kuantitas: apakah penyakitnya sering kumat, atau seberapa sering penyakit tersebut
menyerang pasien.
 Gejala penyerta atau keluhan penyerta: keluhan-keluhan lain.
 Faktor modifikasi: faktor yang memperberat atau memperingan penyakit dari pasien.
Faktor modifikasi juga terkadang dibagi menjadi faktor risiko dan faktor prognostik. Faktor
risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu penyakit,
sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu
penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor prognostik dapat berasal
dari pasien, keluarganya maupun lingkungan.

3. Menanyakan Riwayat Penyakit Dahulu (Past health history) : keluhan seputar apakah dulu
pernah mengalami sakit yang sama seperti saat ini, apakah ada penyakit lain sebelumnya,
apakah dulu pernah dioperasi, atau pun jenis obat apa saja yang pernah dikonsumsi pasien
sebelumnya.
4. Menanyakan Riwayat Penyakit Dalam Keluarga: apakah ada keluarga atau kerabat dekat yang
pernah mengalami gangguan yang sama atau penyakit keturunan yang lain.
5. Menanyakan Riwayat Personal atau riwayat sosial: pertanyaan mengenai tempat bekerja, pola
makan setiap hari, aktivitas olahraga, perokok atau tidak, dan pernah meminum minuman
dengan kadar akohol tinggi atau tidak, serta keadaan lingkungan rumah.

Reanamnesis

Reanamnesis berarti anamnesis ulang atau pengambilan data anamnesis tambahan setelah dokter
melakukan pemeriksaan fisik atau setelah dokter merawat pasien. Reanamnesis kadang kala
diperlukan untuk mengkonfirmasi data yang dianggap kurang konsisten atau kurang lengkap.

Ringkasan Anamnesis

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 16


Buku Panduan CSL 2 2016

Ringkasan anamnesis dibuat berdasarkan analisis data anamnesis. Dokter mengelompokkan data
yang diperoleh yang mengarah pada sindrom atau kriteria diagnostik yang berhubungan dengan
diagnosis tertentu. Ringkasan anamnesis menggunakan bahasa dokter, tidak lagi menggunakan
bahasa pasien.

Kesimpulan Anamnesis

Pada akhir anamnesis seorang dokter harus dapat membuat kesimpulan dari anamnesis yang
dilakukan. Kesimpulan tersebut berupa perkiraan diagnosis yang dapat berupa diagnosis tunggal
atau diagnosis banding dari beberapa penyakit. Kesimpulan yang dibuat haruslah logis dan sesuai
dengan keluhan utama pasien. Bila menjumpai kasus yang sulit dengan banyak keluhan yang tidak
dapat dibuat kesimpulannya, maka cobalah dengan membuat daftar masalah atau keluhan pasien.
Daftar tersebut kemudian dapat digunakan untuk memandu pemeriksaan fisik atau pemeriksaan
penunjang yang akan dilaksanakan, sehingga pada akhirnya dapat dibuat suatu diagosis kerja yang
lebih terarah.

Panduan untuk Keluarga

Kelengkapan dan kebenaran data yang diberikan keluarga sangat berarti bagi dokter untuk
menentukan diagnosis penyakit. Keluarga tidak perlu merasa segan atau malu dalam memberikan
informasi. Kesalahan data akan mempengaruhi diagnosis dan tindakan dokter. Dalam langkah
anamnesis, dokter akan bertindak seperti seorang detektif yang menyelidiki suatu kasus, jadi
keluarga tidak perlu merasa bosan apabila untuk kepentingan tertentu dokter menanyakan hal yang
sama secara berulang. Sebaliknya kadangkala keluarga terpancing untuk memberikan informasi
yang tidak diperlukan oleh dokter, mungkin karena pasien atau keluarga dapat merasakan
kehangatan komunikasi yang diciptakan oleh dokter.

Tantangan dalam Anamnesis

Adapun beberapa tantangan dalam menganamnesis pasien, yaitu sebagai berikut :

1. Pasien yang tertutup. Anamnesis akan sulit dilakukan bila pasien membisu dan tidak mau
menjawab pertanyaan-pertanyaan dokternya. Keadaan ini dapat disebabkan pasien merasa
cemas atau tertekan, tidak leluasa menceritakan keluhannya atau dapat pula perilakunya yang
demikian karena gangguan depresi atau psikiatrik. Tergantung masalah dan situasinya kadang
perlu orang lain (keluarga atau orang-orang terdekat) untuk mendampingi dan menjawab
pertanyaan dokter (heteroanamnesis), tetapi kadang pula lebih baik tidak ada seorangpun
kecuali pasien dan dokternya. Bila pasien dirawat di rumah sakit maka anamnesis dapat
dilanjutkan pada hari-hari berikutnya setelah pasien lebih tenang dan lebih terbuka.
2. Pasien yang terlalu banyak keluhan. Sebaliknya tidak jarang seorang pasien datang ke dokter
dengan begitu banyak keluhan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tugas seorang dokter
untuk memilah-milah keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya dan mana yang hanya
keluh kesah. Diperlukan kepekaan dan latihan untuk membedakan mana yang merupakan
keluhan yang sesungguhnya dan mana yang merupakan keluhan mengada-ada. Apabila benar-
benar pasien mempuyai banyak keluhan harus dipertimbangkan apakah semua keluhan itu
merujuk pada satu penyakit atau kebetulan pada saat tersebut ada beberapa penyakit yang
sekaligus dideritanya.
3. Hambatan bahasa dan atau intelektual. Seorang dokter mungkin saja ditempatkan atau
bertugas disuatu daerah yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa daerah yang

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 17


Buku Panduan CSL 2 2016

belum kita kuasai. Keadaan semacam ini dapat menyulitkan dalam pelaksanaan anamnesis.
Seorang dokter harus segera belajar bahasa daerah tersebut agar dapat memperlancar
anamnesis, dan bila perlu dapat meminta bantuan atau petugas kesehatan lainnya untuk
mendampingi dan membantu menerjemahkan selama anamnesis. Kesulitan yang sama dapat
terjadi ketika menghadapi pasien yang karena intelektualnya yang rendah tidak dapat
memahami pertanyaan atau penjelasan dokternya. Seorang dokter dituntut untuk mampu
melakukan anamnesis atau memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat sederhana
agar dapat dimengerti pasiennya.
4. Pasien dengan gangguan atau penyakit jiwa. Diperlukan satu tehnik anamnesis khusus bila
seorang dokter berhadapan dengan penderita gangguan atau penyakit jiwa. Mungkin saja
anamnesis akan sangat kacau, setiap pertanyaan tidak dijawab sebagaimana seharusnya.
Justru di dalam jawaban-jawaban yang kacau tersebut terdapat petunjuk-petunjuk untuk
menegakkan diagnosis. Seorang dokter tidak boleh bingung dan kehilangan kendali dalam
melakukan anamnesis pada kasus-kasus ini.
5. Pasien yang cenderung marah dan menyalahkan. Tidak jarang dijumpai pasien-pasien yang
datang ke dokter sudah dalam keadaan marah dan cenderung menyalahkan. Selama
anamnesis mereka menyalahkan semua dokter yang pernah memeriksanya, menyalahkan
keluarga atau orang lain atas masalah atau keluhan yang dideritanya. Umumnya ini terjadi pada
pasien-pasien yang tidak mau menerima kenyataan diagnosis atau penyakit yang dideritanya.
Sebagai seorang dokter kita tidak boleh ikut terpancing dengan menyalahkan sejawat dokter
lain karena hal tersebut sangat tidak etis. Seorang dokter juga tidak boleh terpancing dengan
gaya dan pembawaan pasiennya sehingga terintimidasi dan menjadi takut untuk melakukan
anamnesis dan membuat diagnosis yang benar.

3. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan :

1. Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan
dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang
dikeluhkan oleh pasien.
2. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menanyakan beberapa hal yaitu :
1. Identifikasi pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
 Onset
 Lokasi
 Kronologis
 Kualitas
 Kuantitas
 Gejala penyerta atau keluhan penyerta
 Faktor modifikasi
4. Riwayat Penyakit Dahulu (Past health history)
5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
6. Riwayat Personal atau riwayat sosial
7. Ringkasan anamnesis dan kesimpulan anamnesis

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 18


Buku Panduan CSL 2 2016

F. PROSEDUR

1. Item Interaksi dokter-pasien

 Senyum, salam, sapa & membina sambung rasa


 Menjelaskan prosedur dan melakukan informed consent sebelum melakukan pemeriksaan

2. Menanyakan dan menuliskan data-data umum mengenai pasien

Menanyakan dan menuliskan: Nama pasien, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan, perkawinan,
agama, suku bangsa

3. Menanyakan dan menuliskan keluhan utama

Menanyakan keluhan yang menyebabkan penderita datang berobat/ ke dokter dan menuliskannya
di lembar rekam medis

4. Menanyakan dan menuliskan riwayat penyakit sekarang

Menanyakan bagaimana onset, lokasi, kronologis, kualitas, kuantitas, gejala penyerta, dan faktor
modifikasi dan menuliskannya di rekam medis.

5. Menanyakan dan menuliskan riwayat penyakit dahulu

Menanyakan keluhan seputar apakah dulu pernah mengalami sakit yang sama seperti saat ini,
apakah ada penyakit lain sebelumnya, apakah dulu pernah dioperasi, atau pun jenis obat apa saja
yang pernah dikonsumsi pasien sebelumnya serta adakah riwayat alergi terhadap obat obatan
tertentu.

6. Menanyakan dan menuliskan riwayat penyakit dalam keluarga

Menanyakan apakah ada keluarga, kerabat dekat yang pernah mengalami gangguan atau keluhan
yang sama serta penyakit keturunan yang lain.

7. Menanyakan dan menuliskan riwayat personal dan kehidupan sosial

Menanyakan pertanyaan mengenai tempat bekerja, pola makan setiap hari, aktivitas olahraga,
perokok atau tidak, dan pernah meminum minuman dengan kadar akohol tinggi atau tidak, serta
keadaan lingkungan rumah.

8. Membuat ringkasan anamnesis dan kesimpulan anamnesis

mengelompokkan data yang diperoleh yang mengarah pada sindrom atau kriteria diagnostik yang
berhubungan dengan diagnosis tertentu, dan membuat kesimpulan dari anamnesis yang berupa
perkiraan diagnosis yang dapat berupa diagnosis tunggal dan diagnosis banding dari beberapa
penyakit.

Mengakhiri pemeriksaan dengan baik dan menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 19


Buku Panduan CSL 2 2016

9. Item Professionalisme
 Percaya diri, minimal error
 Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus
 Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada pasien

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Elsevier. Swartz: Textbook of Physical Diagnosis. History and Examination. 5e –


www.studentconsult.com didownload dari
http://www.studentconsult.com/content/default.cfm?ISBN=141600307X&ID=S1
2. Guyton and Hall, 1996 , Fisiologi Kedokteran, edisi 9,,EGC,
3. Snell,Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC, Jakarta.
4. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5:
155-208
5. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part 14,2067 – 2231

CEKLIST KETRAMPILAN ANAMNESIS

Nilai Feedback
No Item Penilaian
0 1 2
INTERPERSONAL
1 Senyum, Salam, Sapa & Membina sambung rasa
2 Menjelaskan prosedur dan melakukan Informed consent
sebelum melakukan pemeriksaan
CONTENT
3 Menanyakan data-data umum mengenai pasien
Menanyakan: Nama pasien, Jenis kelamin,Umur, Alamat,
Pekerjaan, Perkawinan ,Agama ,Suku bangsa
4 Menanyakan keluhan utama
Menanyakan keluhan hal menyebabkan penderita datang
berobat
5 Menanyakan riwayat penyakit sekarang Menanyakan
bagaimana onset, lokasi, kronologis, kualitas, kuantitas, gejala
penyerta, dan faktor modifikasi
6 Menanyakan riwayat penyakit dahulu Menanyakan keluhan
seputar apakah dulu pernah mengalami sakit yang sama seperti
saat ini, apakah ada penyakit lain sebelumnya, apakah dulu
pernah dioperasi, atau pun jenis obat apa saja yang pernah
dikonsumsi pasien sebelumnya.
7 Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
Menanyakan apakah ada keluarga atau kerabat dekat yang
pernah mengalami gangguan yang sama atau penyakit
keturunan yang lain.
8 Menanyakan riwayat personal dan kehidupan sosial
Menanyakan pertanyaan mengenai tempat bekerja, pola makan
setiap hari, aktivitas olahraga, perokok atau tidak, dan pernah

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 20


Buku Panduan CSL 2 2016

meminum minuman dengan kadar akohol tinggi atau tidak.


9 Membuat ringkasan anamnesis dan kesimpulan anam nesis
Mengelompokkan data yang diperoleh yang mengarah pada
sindrom atau kriteria diagnostik yang berhubungan dengan
diagnosis tertentu, dan membuat kesimpulan dari anamnesis
yang berupa perkiraan diagnosis yang dapat berupa diagnosis
tunggal atau diagnosis banding dari beberapa penyakit.
10 Mengakhiri pemeriksaan dengan baik dan menjelaskan hasil
pemeriksaan kepada pasien
PROFESIONALISME
11 Percaya diri, minimal error
12 Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus
13 Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada
pasien
T O T A L

Nilai = ------------- x 100% = …………

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 21


Buku Panduan CSL 2 2016

REKAM MEDIS, SURAT RUJUKAN,


DAN FORM PERMINTAAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. TEMA
Keterampilan komunikasi pembuatan dan pengisian rekam medis

B. TUJUAN
1. Mampu melakukan pengisian rekam medis, form rujukan, dan form permintaan
pemeriksaan penunjang dengan benar
2. Mampu menjelaskan manfaat pengisian rekam medis, surat rujukan, dan form permintaan
pemeriksaan penunjang
3. Mampu menjelaskan jenis jenis rekam medis

C. ALAT DAN BAHAN


1. Lembar rekam medis
2. Lembar rujukan
3. Lembar form pemeriksaan penunjang
4. Alat Tulis
5. Meja, kursi dan bed pemeriksaan

D. SKENARIO
Anda seorang dokter yang baru saja membuka praktek umum di daerah tempat tinggal anda.
Pada hari itu datang pasien yaitu seorang anak laki-laki usia 5 tahun yang diantar ibunya
karena mencret sejak 1 hari. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pengobatan
yang sesuai, anda hendak membuat sebuah catatan rekam medis yang baik agar mudah
dalam melakukan tindak lanjut dikemudian hari.

E. DASAR TEORI
1. Pengertian
Rekam medis adalah suatu berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien.

Formulir permintaan penunjang memuat informasi permintaan pemeriksaan penunjang yang


mencangkup informasi pasien, jenis spesimen, asal spesimen, ataupun jenis pemeriksaan
penunjang lainnya (misal radiologi, dll.), tanggal pengambilan. Formulis permintaan penunjang
merupakan formulir yang dibutuhkan untuk pengajuan pemeriksaan penunjang terhadap
pasien.

Surat rujukan adalah surat pengantar tenaga medis dalam hal ini ditujukan kepada dokter
maupun dokter gigi secara tertulis yang bertujuan sebagai advice (petunjuk pengobatan)
maupun pengobatan secara lebih lanjut kepada tenaga medis yang lebih berkompeten dalam
bidangnya. Setelah surat rujukan diberikan oleh dokter melalui pasien kepada dokter yang
lebih berkompeten, biasanya akan ada surat rujukan balasan yang berikan oleh dokter/dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 22


Buku Panduan CSL 2 2016

gigi terujuk kepada dokter perujuk melalui pasien yang menyatakan bahwa telah dilakukan
pengobatan/perawatan, atau jawaban advice dari dokter/dokter gigi perujuk.

2. Manfaat rekam medis


Manfaat rekam medis adalah:
1. Sebagai dasar pemeliharaan dan pengobatan pasien
2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hokum
3. Bahan untuk kepentingan penelitian
4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistic kesehatan

Rekam medis dari rumah sakit harus memuat informasi yang cukup untuk menetapkan
diagnosis, terapi dan hasil terapi secara akurat. Rekam medis setiap rumah sakit sangat
bervariasi tetapi pada umumnya terdiri dari bagian informasi umum dan informasi klinis.

3. Isi rekam medis


Rekam medis pasien rawat jalan
1. Identitas pasien
2. Tanggal dan waktu
3. Anamnesis, sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat perjalanan penyakit
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah diberikan
9. Persetujuan tindakan medis bila diperlukan

Rekam medis pasien rawat inap


1. Identitas pasien
2. Tanggal dan waktu
3. Anamnesis, sekurang kurangnya keluhan dan riwayat perjalanan penyakit
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah diberikan
9. Persetujuan tindakan medis bila diperlukan
10. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
11. Ringkasan pulang
12. Nama dan tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan tertentu yang melakukan pelayanan
kesehatan
13. Pelayanan kesehatan lain yang dilakukan tenaga kesehatan tertentu

Rekam medis pasien gawat darurat


1. Identitas pasien
2. Kondisi saat tiba di sarana pelayanan kesehatan
3. Identitas pengantar pasien
4. Tanggal dan waktu
5. Anamnesis, sekurang kurangnya keluhan dan riwayat perjalanan penyakit

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 23


Buku Panduan CSL 2 2016

6. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis


7. Diagnosis
8. Pengobatan dan atau tindakan
9. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan UGD dan rencana tindak lanjut
10. Nama dan tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan tertentu yang melakukan pelayanan
kesehatan
11. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang dipindahkan ke sarana kesehatan
lain
12. Pelayanan lain yang telah diberikan

Rekam medis harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan
dan setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.

4. Surat Rujukan
Surat rujukan umumnya terdiri dari surat rujukan dan surat balasan rujukan.
Surat rujukan berisi:
1. Tanggal rujukan dibuat
2. Nomor surat
3. Nama/Spesialisasi Dokter rujukan
4. Lokasi/alamat dokter rujukan
5. Kalimat permintaan/permohonan rujukan
6. Nama, umur, jenis kelamin, serta alamat pasien yang dirujuk
7. Hasil anamnesis pasien
8. Hasil pemeriksaan fisik pasien
9. Hasil pemeriksaan penunjang (bila ada)
10. Diagnosis sementara
11. Terapi/obat yang telah diberikan
12. Nama dokter pengirim/perujuk
13. Tanda tangan dokter pengirim/perujuk

Surat balasan rujukan berisi:


1. Tanggal balasan rujukan dibuat
2. Nama, umur, jenis kelamin, serta alamat pasien
3. Keterangan: keterangan umumnya berisi jawaban dokter konsulen. Dapat berupa
konsul selesai; Perlu kontrol kembali; Perlu konsul ke ahli lain; perlu tindakan medis
lain; maupun perlu dirawat dengan indikasi.
4. Hasil pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan oleh dokter konsulen
5. Diagnosis
6. Terapi yang telah diberikan oleh dokter konsulen
7. Anjuran
8. Tanda tangan dokter konsulen

5. Form Permintaan Pemeriksaan Penunjang


Formulir permintaan pemeriksaan penunjang biasanya sudah tersedia daftar pemeriksaan
yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan terkait. Bila permintaan tidak terdapat dalam daftar
pemeriksaan, maka permintaan pemeriksaan dapat diisi pada kolom pemeriksaan lain-lain.
Form permintaan pemeriksaan penunjang umumnya dibagi menjadi permintaan pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan pencitraan/radiologi. Pemeriksaan penunjang laboratorium

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 24


Buku Panduan CSL 2 2016

maupun radiologis terkadang membutuhkan perlakukan khusus terhadap pasien sebelum


pasien dapat diambil spesimennya atau sebelum pasien dapat dilakukan pemeriksaan
radiologis. Untuk itu seorang dokter harus paham kondisi klinis dan syarat pengambilan
spesimen/pemeriksaan radiologis.

Pada permintaan radiologis, keterangan klinis pasien yang akan dilakukan pemeriksaan
radiologis dan pembacaan hasil sangat dibutuhkan oleh radiolog. Sehingga dalam permintaan
pemeriksaan penunjang radiologis disertakan pula kondisi klinis pasien.

F. PROSEDUR
a) Tanyakan identitas pasien
b) Lakukan anamnesis
c) Lakukan pemeriksaan fisik
d) Isikan pada rekam medis
1. Identitas pasien
2. Tanggal dan waktu
3. Anamnesis, sekurang kurangnya keluhan dan riwayat perjalanan penyakit
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah diberikan
e) Mengisi formulir permintaan pemeriksaan penunjang
f) Mengisi surat rujukan
g) Beritahukan rencana penatalaksanaan.

G. DAFTAR PUSTAKA
 Anonim. Manual Rekam Medi : Konsil Kedokteran Indonesia. Jakarta. Indonesia
 Permenkes No.269/Menkes/per/III/2008
 UU RI No : 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Jakarta. Indonesia

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 25


Buku Panduan CSL 2 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 26


Buku Panduan CSL 2 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 27


Buku Panduan CSL 2 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 28


Buku Panduan CSL 2 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 29


Buku Panduan CSL 2 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 30


Buku Panduan CSL 2 2016

CEKLIST PEMBUATAN REKAM MEDIS, SURAT RUJUKAN, DAN FORM PERMINTAAN


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Score
No Item Latihan
0 1 2
Komunikasi dokter-pasien
1 Senyum Salam Sapa
2 binalah sambung rasa yang baik dengan pasien
Item Prosedural
3 Lakukan Anamnesis dengan baik (Salam, sambung rasa, perkenalan,iIdentitas,
keluhan utama, menggali keluhan utama & penyerta, RPS, RPD, RPK, RPL)
4 Isi lembar rekam medis berupa :
 Identitas Pasien
5  Tanggal dan Waktu Pemeriksaan
6  Hasil Anamnesis
 Keluhan Utama & Menggali KU
 Keluhan Penyerta
 RPS, RPD, RPK/Lingkungan
7 Lakukan Pemeriksaan Fisik, Penunjang dan tindakan awal yang diperlukan
dengan tetap membina sambung rasa dengan pasien serta informed consent
jika diperlukan
8 Tuliskan hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang dengan benar pada rekam
medis (Status Generalis dan Lokalis)
9 Tuliskan Diagnosis dan Diagnosis banding yang sesuai
10 Tuliskan terapi & tindakan yang telah diberikan serta rencana tatalaksana
lanjutan pada lembar Rekam Medis
11 Lakukan Planning Edukasi dengan baik
12 Tutup pemeriksaan dengan baik
13 Lengkapi rekam medis serta membubuhkan tanda tangan pada status setelah
selesai
14 Mengisi formulir pemeriksaan penunjang
15 Mengisi surat rujukan
Item Professionalisme
16 Percaya Diri
17 Minimal error
T O T A L

Nilai = ------------- x 100% = …………

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 31


Buku Panduan CSL 2 2016

PEMERIKSAAN FISIK KEPALA LEHER

A. TEMA
Pemeriksaan fisik kepala dan leher

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional umum
Mampu melakukan pemeriksaan kepala dan leher dengan baik dan benar
2. Tujuan instruksional khusus
1. Mampu melakukan pemeriksaan rambut, kulit kepala dan tulang tengkorak.
2. Mampu melakukan pemeriksaan kelenjar tyroid dan trakea dengan baik dan benar.
3. Mampu melakukan pemeriksaan rongga mulut dan faring dengan baik dan benar.
4. Mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan.
5. Mampu memberikan saran untuk tindakan selanjutnya.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Sarung tangan
2. Stetoskop
3. Lampu senter

D. SKENARIO
Seorang wanita, berumur 27 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan timbul benjolan pada
leher depan. Dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa benjolan tersebut membesar lambat,
sekarang sebesar setengah bola tenis dan tidak nyeri. Pasien tidak merasa demam dan tidak ada
gangguan dalam menelan. Keluhan disertai dengan rasa berdebar dan sering berkeringat.
Kemudian anda akan melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai untuk menunjang diagnosis anda.

E. DASAR TEORI
Penampilan kepala dan leher, kontur dan teksturnya seringkali memberikan kesan pertama
tentang sifat penyakit. Disamping itu beberapa penampilan bersifat patognomonik untuk suatu
penyakit.

Struktur dan Fisiologi Kepala dan Leher


1. Kepala
Tulang tengkorak kepala kita terdiri atas tulang-tulang yang berfungsi sebagai penunjang dan
pelindung struktur yang lebih lunak di dalamnya. Rangka muka dibentuk oleh tulang

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 32


Buku Panduan CSL 2 2016

mandibula, maksila, nasal, palatina, lakrimal dan vomer. Tulang utama dari rangka kranial ialah
tulang frontal, temporal, parietal dan oksipital. Otot utama pada mulut adalah orbikularis oris,
yang mengelilingi bibir dan berfungsi untuk menutup bibir.

Otot yang mengelilingi mata disebut muskulus orbikularis okuli dan berfungsi untuk menutup
kelopak mata. Platisma adalah otot superfisial leher yang tipis, menyilang batas luar mandibula
dan meluas sampai bagian anterior bawah muka. Otot ini berfungsi untuk menarik mandibula
ke bawah dan belakang dan menghasilkan ekspresi wajah sedih.

Otot pengunyah terdiri atas otot maseter, pterigoideus, dan temporalis. Otot-otot ini berinsersi
pada mandibula dan berfungsi untuk mengunyah.Maseter berfungsi untuk menutup rahang.
Ketegangan otot ini dapat diperiksa dengan cara mengatupkan rahang dengan kencang.

Gambar Otot-otot pada kelapa dan leher

2. Leher
Leher dibagi oleh muskulus sternokleidomastoideus menjadi trigonum colli anterior atau medial
dan posterior atau lateral.

Trigonum colli anterior memiliki batas sebagai berikut :


 Inferior : Clavikula
 Anterior : Garis tengah tubuh
Isi dari bangunan ini adalah : kelenjar tyroid, laring, faring, lymfe, kelenjar submandibula dan
lemak.

Kelenjar tyroid membungkus trakea bagian anterior dan lateral serta laring. Kelenjar ini apabila
dilihat dari depan nampak seperti kupu-kupu dan terdiri atas 2 lobus yang dihubungkan oleh
ismus. Ismus tyroid melintang trakea tepat di bawah tulang rawan krikoid. Lobus lateral meluas
sepanjang salah satu sisi laring sampai setinggi pertengahan tulang rawan tyroid dari laring.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 33


Buku Panduan CSL 2 2016

Trigonum colli posterior memiliki batas sebagai berikut


 posterior : muskulus Trapezius
 Inferior : tulang klavikula.

Gambar Trigonum Colli

Kelenjar Limfe leher


Dimulai dari belakang, terdapat kelenjar limfe oksipital, aurikularis posterior, servikalis
posterior, servikalis superfisialis dan profunda, tonsilaris, submaksilaris, submentalis (ujung
rahang dekat garis tengah), aurikularis anterior, dan supraclavikularis

Gambar Kelenjar Limfe Leher

Apabila terdapat benjolan atau pembengkakan di leher, jangan lupa menanyakan hal-hal di
bawah ini :
a. Nyeri atau tidak
b. Kapan mulai muncul benjolan tersebut. Benjolan yang baru muncul beberapa hari biasanya
karena suatu radang. Benjolan yang sudah berbulan-bulan biasanya karena suatu
neoplasia. Sedangkan masa yang menetap bertahun-tahun tanpa perubahan ukuran
biasanya karena suatu lesi jinak atau kelainan kongenital.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 34


Buku Panduan CSL 2 2016

c. Umur pasien. Benjolan di leher pada seorang pasien di bawah usia 20 tahun kemungkinan
suatu pembesaran kelenjar getah bening tonsilar atau massa kongenital. Diantara umur 20-
40 tahun lebih umum penyakit tyroid, meskipun harus dipikirkan juga suatu limfoma. Diatas
umur 40 tahun harus dicurigai suatu keganasan sampai terbukti tidak.
d. Apakah muncul keluhan suara serak atau tidak. Suara serak dengan adanya benjolan tyroid
memberi kesan adanya paralisis pita suara oleh penekanan nervus laringeus rekuren oleh
suatu masa.
e. Tentukan lokasinya. Masa yang timbul di garis tengah cenderung jinak atau lesi kongenital
seperti kista tiroglosus atau kista dermoid. Massa di lateral leher seringkali suatu
neoplasma, sedangkan massa di daerah lateral atas leher mungkin lesi metastatik dari
tumor payudara dan lambung.
f. Ukuran, kondisi permukaan, konsistensi, ada atau tidak nyeri tekan, batas, mobilisasi, dan
fluktuasi. Pemeriksaan fisik pada kepala dan leher tidak memerlukan peralatan khusus.
g. Pemeriksaan kepala dan leher dilakukan dengan pasien duduk menghadap pada
pemeriksa. Pemeriksaan terdiri atas Inspeksi dan palpasi.

F. PROSEDUR
1. Interpersonal
 Membina sambung rasa senyum, salam dan sapa
 Jelaskan pentingnya pemeriksaan yang akan dilakukan.
 Meminta pasien melepas semua atribut yang melekat dikepala.
 Cuci tangan WHO
2. Pemeriksaan Kepala
 Jelaskan pada pasien pentingnya pemeriksaan yang akan dilakukan
 Meminta pasien melepas semua atribut yang melekat dikepala termasuk rambut palsu.
 Posisi pasien sebaiknya duduk, kepala tegak lurus dan diam agar seluruh rambut dapat
diperiksa dengan mudah
 Tanyakan pada pasien apakah :
1. Rambutnya mudah rontok,
2. Adanya perubahan warna,
3. Gangguan pertumbuhan rambut,
4. Penggunaan shampo atau produk lain perawatan rambut, alat pengeriting dan
menjalani kemoterapi.
 Inspeksi
Lakukan inspeksi pada ukuran, bentuk dan posisi kepala terhadap tubuh, Normal kepala
tegak lurus dan digaris tengah tubuh. Tulang kepala umumnya bulat dengan tonjolan
frontal dibagian anterior dan oksipital dibagian posterior. Pada wajah, apakah ada
kelainan kulit, wajahnya simetris atau tidak, bibir sianosis atau tidak
1. Perhatikan ekspresi wajah dan kontak mata memberi petunjuk tentang keadaan
emosional pasien. Jangan mengabaikan penemuan-penemuan penting ini.
2. Rambut: penyebaran, ketebalan, tekstur dan lubrikasi. Dalam keadaan normal
rambut biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak terlalu berminyak.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 35


Buku Panduan CSL 2 2016

3. Kulit kepala, meliputi adaya lesi, luka, erupsi dan pustular pada kulit kepala dan
folikel rambut.
4. Apakah ada hewan parasit pada rambut
5. Perhatikanlah alis mata, yang tumbuh dengan sangat lambat. Hilangnya sepertiga
lateral alis mata kadang-kadang dijumpai pada miksedema, suatu keadaan yang
disebabkan oleh kekurangan hormon tiroid.
6. Bola mata perhatikanlah apakah pasien menderita eksoftalmus atau tidak.
7. Periksalah, konjungtiva dan sklera untuk melihat peradangan dan perubahan
warna.
8. Kornea dapat diperiksa secara langsung. Ia tidak mengandung pembuluh darah
sama sekali dan mempunyai banyak persarafan.
9. Iris normal harus bulat dan simetris.
10. Reaksi pupil harus diperiksa dalam beberapa cara. Pertama, sinarilah dengan cepat
dan langsung ke dalam dalam salah satu mata dan perhatikanlah kontraksi yang
normal. Kedua, tindakan ini membuktikan keutuhan busur dari reseptor ke efektor
baik pada mata yang diperiksa maupun pada mata kontralateral. Kontraksi terjadi
pula kalau mata berakomodasi untuk melihat dekat.
11. Inspeksi hidung dengan memperhatikan permukaan hidung, ada atau tidak asimetri,
deformitas atau inflamasi.
12. Inspeksi atau perhatikan posisi telinga dikepala
Pangkal heliks harus berada pada garis horizontal dengan sudut mata. Telinga
yang terletak rendah sering menyertai kelainan congenital di tempat lain.
 Palpasi
1. Palpasi pada kepala dan leher berguna untuk memastikan keterangan yang telah
diperoleh dari inspeksi. Kepala dalam sikap sedikit fleksi dan ‖terbuai‖ dalam tangan
pemeriksa. Lakukan palpasi dengan menggunakan sarung tangan, sisihkan rambut
untuk melihat karakteristik kulit kepala.

Gambar Palpasi kepala dan leher


2. Lakukan penarikan ringan pada rambut untuk mengetahui apakah ada kerontokan
rambut, yang diakibatkan penyakit kulit kepala, gangguan fungsi tubuh seperti demam,
pemberian anastesi atau pengobatan kemoterapi.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 36


Buku Panduan CSL 2 2016

3. Palpasi pada kulit kepala, apakah terdapat masa. Jelaskan mengenai ukuran,
konsistensi dan permukaannya.
4. Palpasi kepala apakah ada nodul, tumor dengan cara merotasikan ujung jari kebawah
dari garis tengah kulit kepala dengan lembut dan kemudian kesisi samping kepala. Kulit
kepala diatas tulang normalnya halus dan elastis. Selanjutnya, palpasi daerah
zygomatocus, hidung, dan, maxila, mandibula dan jaringan lunak di atasnya.
5. Pada neonatus palpasi ringan fontanel anterior dan posterior, ukuran, bentuk dan
tekstur. Fontanel yang normal umumnya datar dan berbatas jelas. Fontanel posterior
tertutup pada umur 2 bulan dan fontanel anterior tertutup pada usia 12-18 bulan. Adanya
deformitas tulang kepala dapat disebabkan trauma, kepala besar (makromegali) dapat
disebabkan kelebihan hormon pertumbuhan. Pada bayi kepala besar dapat disebabkan
kelainan kongenital, hidrosepalus.

3. Pemeriksaan Leher
 Inspeksi Leher
1. Posisi pasien duduk menghadap pemeriksa.
2. Inspeksi kesimetrisan otot-otot leher, keselarasan trakea, dan benjolan pada dasar leher
serta vena jugular dan arteri karotid.
3. Mintalah pasien untuk: menundukkan kepala sehingga dagu menempel ke dada, dan
menegadahkan kepala ke belakang, perhatikan dengan teliti area leher dimana nodus
tersebar. Bandingkan kedua sisi tersebut
4. Menoleh ke kiri-kanan dan kesamping sehingga telinga menyentuh bahu. Perhatikan
fungsi otot-otot sternocleidomastoideus dan trapezius.
5. Minta pasien menengadahkan kepala, perhatikan adanya pembesaran pada kelenjar tiroid.
Selanjutnya minta pasien menelan ludah, perhatikan gerakan pada leher depan daerah
kelenjar tiroid, ada tidaknya massa dan kesimetrisan.
 Palpasi Leher
1. Pasien posisi duduk santai dan pemeriksa dibelakangnya
2. Pasien menundukan kepala sedikit atau mengarah kesisi pemeriksa untuk merelaksasikan
jaringan dan otot-otot.
3. Palpasi lembut dengan 3 jari tangan masing-masing nodus limfe dengan gerakan
memutar. Palpasi dimulai dari daerah oksipital, tangan digerakkan ke daerah aurikularis
posterior, ke daerah trigonum colli posterior untuk meraba nnll. servikalis posterior,
sepanjang muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba nnll. servikalis superfisialis,
melintasi muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba nnll. servikalis profunda, masuk
ke dalam trigonum colli anterior; ke atas tepian rahang untuk meraba nnll.tonsilaris,
sepanjang rahang untuk meraba nnll.submaksilaris, dan raba nodul submental. Setiap
adanya pembesaran kelenjar harus diperhatikan mobilitasnya, konsistensinnya, dan nyeri
tekan.
4. Bandingan nodus kedua sisi leher, Periksa ukuran, bentuk, garis luar, gerakan,
konsistensi, mobilisasi, dan rasa nyeri yang timbul.
5. Jangan gunakan tekanan berlebihan saat mempalpasi karena nodus kecil dapat terlewati.
6. Lanjutkan palpasi

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 37


Buku Panduan CSL 2 2016

7. Untuk memeriksa kelenjar tiroid terdapat dua cara palpasi kelenjar tyroid.
a. Cara pemeriksaan pertama dilakukan dengan pasien dan pemeriksa duduk
berhadapan. Lakukan palpasi ringan dengan 2 jari dari tangan kanan kiri dibawah
kartilago krikoid. Langkah – langkah palpasi tyroid :
 Minta pasien untuk menekuk leher ke depan agar otot Sternocleidomastoideus
rileks.
 Letakkan jari kedua tanganmu pada leher pasien sehingga kamu dapat
menempatkan jarimu dibawah kartilago krikoid.
 Minta pasien untuk menelan, kemudian rasakan istmus tiroyd menonjol dibawah
jarimu (tidak selalu dapat dirasakan)
 Geser trakea ke arah kanan pemeriksa dengan jari kiri, kemudian jari kanan
meraba ke samping untuk menemukan lobus kanan tyroid pada celah antara
trakea yang digeser dan otot Sternocleidomastoid yang rileks.
 Dengan cara yang sama lakukan pada lobus yang kiri. Lobus kelenjar Tiroid
kadang-kadang teraba lebih keras dibandingkan istmus tyroid, sehingga harus
sering berlatih. Permukaan depan dari sisi lateral lobus, teraba sebesar phalang
distal ibu jari dan terasa kenyal.

Pemeriksaan cara 1 Pemeriksaan cara 2


Gambar Pemeriksaan kelenjar tiroid
b. Cara Pemeriksaan yang kedua :
 Pemeriksa harus berdiri di belakang pasien.
 Letakkan kedua tangan pada leher pasien, dimana posisi leher harus sedikit
ekstensi.
 Pemeriksa memakai tangan kiri mendorong trakea ke kanan. Pasien diminta
menelan sementara tangan kanan pemeriksa meraba kelenjar tyroid.
 Pasien diminta sekali lagi untuk menelan saat trakea terdorong ke kiri, dan
pemeriksa meraba kelenjar tyroid.
 Nyatakan hasil pemeriksaan meliputi ukuran, konsistensi kelenjar dan ada
tidaknya nyeri tekan.
8. Pemeriksaan trakhea
 Posisi pasien duduk tegak menghadap lurus kedepan dengan leher terbuka
 Posisi pemeriksa di depan pasien agak kesamping.
 Leher pasien sedikit fleksi sehingga otot sternokleidomastoideus relaksasi.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 38


Buku Panduan CSL 2 2016

 Posisi dagu pasien harus digaris tengah.


 Perhatikan bagian bawah trakea sebelum masuk dalam rongga dada, bagian ini paling
mudah bergerak.
 Pemeriksa dengan menggunakan ujung jari telunjuk yang ditekankan lembut kedalam
lekukan suprasternal tepat di medial dari sendi sternoklavikularis bergantian dikedua
sisi trakea
 Keadaan normal bila ujung jari hanya menyentuh jaringan lunak di sebelah
menyebelah trakhea. Bila ujung jari menyentuh tulang rawan trakhea tidak digaris
median maka deviasi trakea kearah tersebut, sedangkan sisi lain hanya menyentuh
jaringan lunak.
 Auskultasi leher dilakukan apabila didapatkan kelenjar tyroid membesar. Letakkan
stetoskop pada samping lobus untuk mendengar bunyi bruit (suaranya mirip mur – mur
jantung, namun bukan berasal dari jantung) bila dapat didengar bising sistolik maka
mengarahkan adanya penyakit graves.
 Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat pada status

Gambar Pemeriksaan trakhea

4. Profesionalisme Item
1. Cuci tangan WHO
2. Melakukan dengan percaya diri dan minimal error.

G. DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part 14
2. Setiohadi, B., I. Subekti. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen IPD
FK UI. Jakarta
3. Snell,Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC. Jakarta.
4. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5:
155-208

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 39


Buku Panduan CSL 2 2016

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN KEPALA LEHER

No Aspek Nilai Feedback


0 1 2
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan yang akan dilakukan.
3 Meminta pasien melepas semua atribut yang melekat dikepala.
4 Cuci tangan WHO
CONTENT
Pemeriksaan Kepala
5 Meminta pasien duduk, kepala tegak lurus dan diam
6 Menanyakan apakah ada kerontokan rambut, perubahan warna,
gangguan pertumbuhan rambut, penggunaan shampo atau produk
lain perawatan rambut, alat pengeriting dan kemoterapi
7 Lakukan inspeksi pada ukuran, bentuk, dan posisi kepala terhadap
tubuh
8 Lakukan inspeksi rambut : penyebaran,ketebalan, tekstur dan
lubrikasi
9 Lakukan inspeksi kulit kepala
10 Lakukan inspeksi apakah ada kutu kepala
11 Lakukan palpasi dengan menggunakan sarung tangan, sisihkan
rambut untuk melihat karakteristik kulit kepala
12 Lakukan penarikan ringan pada rambut untuk mengetahui apakah
ada kerontokan rambut.
13 Lakukan palpasi kepala apakah ada nodul atau tumor
14 Pada neonatus lakukan palpasi ringan fontanel anterior dan
posterior
Pemeriksaan Leher
Inspeksi
15 Inspeksi kesimetrisan otot-otot leher, trakea, dan benjolan pada
dasar leher, vena jugular dan arteri karotis
Perhatikan nodus tersebar. Bandingkan kedua sisi tersebut.
16 Perhatikan fungsi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
17 Minta pasien menengadahkan kepala, perhatikan adanya
pembesaran kelenjar tiroid.
18 Minta pasien menelan ludah, perhatikan gerakan pada leher
depan daerah kelenjar tiroid, lihat ada tidaknya massa dan
kesimetrisan.
Palpasi
19 Minta pasien duduk santai dan pemeriksa dibelakangnya.
20 Meminta pasien menundukkan kepala sedikit atau mengarah

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 40


Buku Panduan CSL 2 2016

kesisi pemeriksa untuk merelaksasikan jaringan dan otot-otot.


22 Periksa masing-masing nodus limfe dengan gerakan memutar.
23 Bandingkan kedua sisi leher. Periksa ukuran, bentuk, garis luar,
gerakan, konsistensi, dan rasa nyeri yang timbul.
24 Palpasi nodus servikal superfisial, nodus servikal posterior, nodus
servikal profunda, dan nodus supraklavikular.
25 Lakukan palpasi kelenjar tiroid
26 Lakukan pemeriksaan trakhea
Auskultasi
27 Letakkan stetoskop pada samping lobus tiroid kiri dan kanan untuk
mendengar bunyi bruit.
28 Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat
PROFESIONALISME
29 Cuci tangan WHO
30 Melakukan dengan penuh percaya diri
31 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL

Nilai = ------------- x 100% = …………

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 41


Buku Panduan CSL 2 2016

PEMERIKSAAN FISIK
THORAX DASAR

A. TEMA
Pemeriksaan Fisik Umum Paru dan Jantung

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional umum
Mampu melakukan pemeriksaan fisik paru dan jantung dasar dengan benar.
2. Tujuan instruksional khusus
a. Mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik paru dan jantung secara umum dengan
benar.
b. Mampu melakukan pemeriksaan inspeksi paru dan jantung secara umum dengan benar.
c. Mampu melakukan pemeriksaan fisik palpasi paru dan jantung secara umum dengan
benar
d. Mampu melakukan pemeriksaan perkusi paru dan jantung secara umum dengan benar.
e. Mampu melakukan pemeriksaan auskultasi paru dan jantung secara umum dengan benar.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Bed Periksa
2. Meja dan kursi periksa
3. Stetoskop bi aural

D. SKENARIO
Pasien wanita, berusia 32 tahun, datang dengan keluhan batuk lebih dari 1 bulan, keluhan disertai
dengan sesak nafas yang memberat dan batuk darah kurang lebih 3 hari ini. Nafsu makan
menurun, berat badan turun, sering demam, serta berkeringat malam hari. Setelah melakukan
anamnesis terhadap pasien, anda akan melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai untuk
menunjang diagnosis anda.

E. DASAR TEORI
1. JANTUNG
Letak topografi jantung adalah 2/3 bagian jantung terletak di rongga dada kiri dan 1/3 sisanya
terletak disebelah kanan. Di bagian bawah berbatas langsung dengan diagfragma. Sisi kanan
dibatasi oleh atrium kanan sedangkan sisi kiri dibatasi sebagian besar ventrikel kiri dan sisanya
oleh atrium kiri. Batas antara atrium kiri dan ventrikel kiri adalah pinggang jantung. Di bagian atas

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 42


Buku Panduan CSL 2 2016

terdapat vena kava superior, aorta asendens, arteri pulmonalis dengan percabangan kiri dan
kanan.

Dalam melakukan pemeriksaan fisis jantung diperlukan patokan berupa garis-garis imaginer dan
titik-titik tertentu.
a. Garis-garis patokan adalah sebagai berikut :
1. Garis mid sternal, yaitu garis vertikal yang ditarik mulai dari pertengahan supra sternal
sampai processus xypoideus.
2. Garis sternal adalah garis vertikal yang melalui titik-titik batas antara sternum dengan
tulang rawan iga dari atas ke bawah dan didapatkan kiri dan kanan.
3. Garis midclavicular vertikal didapat kiri dan kanan. Mula-mula diraba keseluruhan tulang
clavikula. Kemudian ditentukan titik tengahnya. Dari titik tengah ini ditarik garis lurus ke
caudal. Biasanya pada pria normal garis midclavikula ini melewati papila mammae.
4. Garis parasternal adalah garis paralel dengan garis midclavikula yang ditarik dari titik
tengah antara garis midclavikula dengan garis sternal.
5. Garis aksila anterior adalah garis vertikal yang ditarik melalui tepi lipatan ketiak anterior ke
arah caudal.
6. Garis aksila posterior adalah garis vertikal yang ditarik melalui tepi ketiak posterior ke arah
caudal.
7. Garis mid aksila adalah garis vertikal di tengah antara garis aksila anterior dan garis aksila
posterior (puncak aksila).

7 5 3 4 21

Gambar. Garis-garis imaginer patokan pemeriksaan jantung

b. Titik Patokan :
1. Angulus Ludovici (angulus sternalis) adalah perbatasan antara manubrium sterni dan
corpus sterni yang diraba terasa menonjol. Titik ini merupakan perlengketan antara tulang
iga II dengan sternum. Titik ini dipakai juga sebagai patokan dalam mengukur vena
jugularis eksterna.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 43


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar. Angulus ludovici (angulus sternalis/manubriosternal joint)

2. Area apeks: terletak di sela iga V sekitar 2 jari medial dari garis midclavikula kiri. Titik ini
merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup mitral, karena bunyi jantung dari katup mitral
paling optimal terdengar di titik tersebut.
3. Area trikuspid: terletak di sela iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V sternal kanan. Titik ini
merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup trikuspid karena bunyi jantung trikuspidal
paling optimal terdengar di titik tersebut.
4. Area pulmonal terletak di sela iga II sternal kiri merupakan titik auskultasi optimal untuk
mendengarkan bunyi jantung katup pulmonal.
5. Area aorta terletak di sela iga II garis sternalis kanan merupakan titik auskultasi optimal
untuk bunyi jantung aorta.

Frekuensi Heart Rate Normal:


Usia 1 - 2 hari : 123 - 159 kali /menit
Usia 3 - 6 hari : 129 - 166 kali/menit
Usia 1 - 3 minggu : 107 - 182 kali/menit
Usia 1 – 2 bulan : 121 - 179 kali/menit
Usia 3 - 5 bulan : 106 - 186 kali/menit
Usia 6 - 11 bulan : 109 - 169 kali/menit
Usia 1 - 2 tahun : 89 - 151 kali/menit
Usia 3 - 4 tahun : 73 - 137 kali/menit
Usia 5 - 7 tahun : 65 - 133 kali/menit
Usia 8 - 11 tahun : 62 - 130 kali/menit
Usia 12 - 15 tahun : 60 - 119 kali/menit

Denyut jantung juga tergantung pada aktivitas bayi dan anak.


Misalnya, ketika menangis atau kesakitan, denyut jantung bisa mencapai 180x/menit.

Denyut jantung normal dewasa berada pada rentang 60-100x/menit

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 44


Buku Panduan CSL 2 2016

2. PARU
Suara nafas ditimbulkan oleh aliran udara yang mengalir dalam saluran napas yang menimbulkan
pusaran & benturan aliran udara pada saat menumbuk percabangan bronkus. Pusaran dan
benturan aliran udara tersebut akan menghasilkan getaran suara yang akan dihantarkan melalui
lumen bronkus & dd bronkus. Alveoli merupakan selective transmitter yang akan menahan
getaran sampai frekuensi 100-150 siklus/detik. Pada alveoli sakit, kemampuan selective
transmitter alveoli akan menurun. Hal ini akan menyebabkan frekuensi suara napas meningkat.

Suara napas dapat dikelompokkan menjadi:


1. Suara napas dasar :
a. Vesikuler
b. Bronkovesikuler
c. Bronkial
d. Trakeal
2. Suara napas tambahan
a. Ronki basah (halus, sedang, kasar)
b. Ronki kering
c. wheezing

Suara Napas Vesikuler merupakan suara napas normal yang terdengar melalui auskultasi pada
hampir seluruh lapang paru. Bunyi vesikuler merupakan nada rendah, dan terdengar sepanjang
fase inspirasi. Pada fase ekspirasi, bunyi vesikuler terdengar lebih lemah, lebih pendek, dan
dengan nada lebih rendah daripada fase inspirasi.
Suara Napas Bronkovesikuler merupakan suara nafas normal yang terdengar pada daerah paru
dekat bronkus, lokasi auskultasi pada sela iga I dan II linea sternal kanan dan kiri. Sifat suaranya
diantara suara napas vesikuler & bronkial. Pada fase inspirasi & ekspirasi suara ini terdengar jelas
seluruhnya dengan nada sedang.

Suara Napas Bronkial adalah suara nafas normal, lokasi auskultasi terdengar pada daerah
manubrium. Bunyi nafas ini terdengar di sepanjang fase inspirasi dengan nada tinggi. Saat
ekspirasi nada terdengar lebih tinggi, bunyi ini terdengar sepanjang fase ekspirasi, lebih keras,
dan lebih lama.

Suara napas Trakeal, normalnya hanya terdengar di daerah trakea. Suara ini terdengar sangat
keras, nada tinggi, dengan kualitas ―distinct harsh hollow‖. Komponen inspirasi & ekspirasi sama,
ada jeda diantaranya.

Suara napas tambahan yang terdengar selalu pertanda patologis karena suara ini tidak terdengar
pada paru yang sehat. Pada penyakit paru, dapat menyebabkan kelainan: perubahan pada
bentuk dan ukuran toraks, distensibilitas/pergerakan pernapasan dan sifat penghantaran getaran

Suara dapat dibedakan karena adanya perbedaan nada, intensitas dan timbre. Nada ditentukan
oleh frekuensi dan panjang/lebarnya penampang tabung. Frekuensi yang rendah akan
menghasilkan nada rendah dan frekuensi tinggi akan menghasilkan nada tinggi. Panjang dan
lebar penampang tabung mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan. Semakin pendek dan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 45


Buku Panduan CSL 2 2016

kecil penampang, maka nada yang dihasilkan akan semakin tinggi. Intensitas suara dipengaruhi
energi dan frekuensi suara. Intensitas suara akan berubah bila melalui medium yang berbeda,
misalnya, perubahan medium suara dari lumen bronkus ke dinding toraks. Timbre adalah
sifat/kualitas suara. Timbre suara tergantung pada perbandingan relatif nada dasar dengan
overtone. Berdasarkan timbrenya, di paru dapat dibedakan suara bernapas, berbicara dan
berbisik.

Gambar. Karakteristik suara nafas dan lokasi auskultasinya

Pada pemeriksaan Thorax diterapkan urutan sebagai berikut :


1. Inspeksi yaitu memperhatikan
2. Palpasi yaitu meraba
3. Perkusi yaitu mengetuk-ngetuk dinding dada
4. Auskultasi yaitu mendengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan paru dengan menggunakan
stetoskop.

Stetoskop mempunyai dua jenis sisi pendengar, yaitu :


 Membran untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan frekuensi tinggi, seperti bunyi jantung
I dan II
 Bel untuk mendengarkan bunyi dengan frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III.

Pedoman Perhitungan Frekuensi Napas (WHO)

Usia anak Napas Normal Napas Cepat


0–2 bulan 30–50 per menit > 60 per menit
2-12 bulan 25-40 per menit > 50 per menit
1-5 tahun 20-30 per menit > 40 per menit
5 - 12 tahun 19 – 23x/menit >30 permenit
14 - 18 tahun 16 - 18x/menit
Dewasa (>18 tahun) 12 - 20x/menit

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 46


Buku Panduan CSL 2 2016

F. PROSEDUR
1. Profesionalisme
a) Membina sambung rasa, senyum, salam, sapa
b) Menjelaskan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan
c) Mempersilahkan pasien untuk melepaskan pakaian atasnya (baju). Mintalah pasien untuk
ditemani anggota keluarganya kalau khawatir / merasa tidak nyaman
 Mintalah pasien melepas pakaian sampai pinggang untuk menampilkan daerah dada saat
pemeriksaan. Untuk pasien perempuan pakaian diposisikan untuk menutupi daerah
payudara. (informed consent)
 Pemeriksaan dilakukan pada posisi sebelah kanan pasien/ tempat tidur.
d) Cuci Tangan WHO

2. General Assesment
 Inspeksi/perhatikanlah :
o Ekspresi wajah pasien  tampak sesak/ tidak, nafas cuping hidung, tampak capek,
kelelahan, frekuensi nafas meningkat, sesak, sianosis dan edema, serta tripod position.
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa saat istirahat 14-20 kali permenit.
o Bentuk & ukuran toraks (simetris/ tidak, normochest, barrel chest dan pigeon chest/ pectus
carinatum, pectus excavatum)
o Pergerakan pernapasan (simetris, salah satu bagian tertinggal/ tidak)
o Adanya kontraksi otot-otot pernafasan tambahan yang ditandai dengan retraksi
interkostal,retraksi suprasterna,dan retraksi supraklavikular .

3. Dada Posterior
Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks, tangan menyilang di depan dada
menyentuh bahu kiri dan kanan serta pemeriksa memposisikan diri di belakang pasien.

Gambar. Posisi pemeriksaan thorak posterior


 Inspeksi :
o perhatikanlah dinding dada posterior bentuk dan apakah ada kelainan, deformitas,
asimetris, tanda penting seperti adanya massa ataupun tanda peradangan, bekas
luka,dll.

 Palpasi :
o Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
o Palpasi ada tidaknya daerah nyeri tekan di dinding dada posterior

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 47


Buku Panduan CSL 2 2016

o Nilai adanya kelainan, tumor, massa, daerah peradangan


o Nilai simetrisitas dan ekspansi dada dengan cara letakkan kedua tangan pada dada
posterior dengan kedua ibu jari bertemu di vertebrae thoracal VII, kemudian mintalah
pasien inspirasi maksimal diikuti dengan ekspirasi maksimal. Perhatikan perbedaan
jarak antar kedua ibu jari pemeriksa.

Gambar. Palpasi untuk menilai ekspansi dinding dada

o Menilai fremitus taktil, dengan menempelkan telapak tangan, bagian polar (tepi luar)
tangan atau jari-jari tangan pada dinding dada pasien secara lembut (untuk merasakan
getaran/taktil) kemudian pasien disuruh untuk mengucapkan kata-kata seperti ―tujuh
tujuh‖ atau ―Sembilan - Sembilan‖ dengan nada sedang. Bandingkan getaran yang
timbul antara hemithorak kiri dan kanan secara simetris dengan cara menyilangkan
tangan pemeriksa secara bergantian. Jika terdapat kontur tulang iga, usahakan untuk
mengikuti alur celahnya (spatum inter-costae) agar mendapatkan getaran yang optimal.

Gambar. Palpasi menilai fremutis taktil (kiri).


Lokasi pemeriksaan fremitus taktil (kanan)

 Perkusi
o Perkusilah dinding dada posterior kiri dan kanan
o Cara perkusi baik dan benar serta suara perkusi yang dihasilkan sesuai (jangan
melakukan perkusi pada daerah scapula), yaitu dengan cara:
 Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari fleksimeter), tekan dengan
lembut pada sendi interphalang distal permukaan yang akan diperkusi. Hindari kontak
permukaan dengan bagian lain dari tangan, karena hal ini akan mengurangi vibrasi,
jari 2,4,dan 5 tidak menyentuh dada.
 Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan permukaan dengan jari tengah
agak fleksi, lemaskan dan siap untuk mengetuk.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 48


Buku Panduan CSL 2 2016

 Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi pergelangan tangan, ketuk jari
fleksimeter dengan menggunakan ujung jari tengah tangan kanan. ketukan dilakukan
dengan cepat untuk menghindari pengurangan vibrasi. Cukup 2 kali ketukan

\
Gambar. Cara Perkusi Thoraks

Hasil perkusi sebagai berikut:


suara nada waktu densitas
pekak >tinggi > pendek padat
redup tinggi pendek <padat
sonor normal normal normal
hipersonor rendah panjang < udara
timpani >rendah >panjang udara

 Auskultasi
o Idealnya, auskultasi dilakukan dalam ruangan sunyi. Terkadang suara yang dapat
mengganggu pemeriksaan ini berasal dari gesekan stetoskop dengan
kulit/rambut/pakaian, kontraksi otot. Perlu banyak latihan agar kemampuan auskultasi
menjadi handal.
o Ambil dan Periksalah stetoskop, gunakan bagian diafragma
o Bagian telinga stetoskop diarahkan ke anterior atau sejajar dengan arah kanal auditoris
eksternal
o Lakukan auskultasi dengan meminta pasien inspirasi dan ekspirasi.

Gambar. Lokasi auskultasi dada posterior.


o Pemeriksa membandingkan auskultasi kiri dan kanan dari atas ke bawah.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 49


Buku Panduan CSL 2 2016

4. Dada Anterior
 Inspeksi
o Mintalah pasien tetap duduk di tempat tidur dan pemeriksa berada di depan pasien
o Amati ada tidaknya kelainan bentuk dada, gerakan pernafasan, pulsasi di area apeks
jantung serta ada tidaknya tanda tanda kontraksi otot bantu nafas.
 Palpasi
o Posisikan penderita berbaring telentang 30 derajat dengan mengelevasi ujung tempat
tidur (Mintalah pasien berbaring supine dengan kedua tangan sedikit abduksi, pastikan
baju menutupi daerah payudara kanan untuk pemeriksaan dinding dada kiri dan
sebaliknya secara bergantian untuk pasien wanita).
o Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
o Lakukanlah penilaian ekspansi dinding dada anterior seperti sebelumnya
o Lakukan penilaian fremitus taktil pada dinding dada anterior seperti pada sebelumnya.
o Gunakan ujung permukaan bawah ujung jari anda untuk meraba apeks jantung (Teraba
sebagai pulsasi/ ictus cordis yang berukuran kira-kira setengah mata uang logam (2 cm)
dan lokasinya terletak 2 jari medial dari garis midclavikula kiri).

Gambar. Cara Palpasi apeks Jantung

 Perkusi
o Lakukan perkusi dinding dada depan kiri dan kanan
o Lakukan perkusi daerah jantung. Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung,
pinggang jantung dan countur jantung.
o Batas Jantung Kanan.
 Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavikula kanan, jari-jari
tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga.
 Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari cranial ke arah caudal.
Suara normal yang didapat adalah bunyi sonor yang berasal dari paru.
 Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI kanan.
Bunyi redup ini berasal dari batas antara paru dan puncak hati. Puncak hati ini
ditutupi oleh diagfragma dan masih ada jaringan paru di atas jaringan puncak hati
itu, sehingga terdapat gabungan antara masa padat dan sedikit udara dari paru.
 Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah cranial.
 Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya
diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap iga.
 Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari perubahan suara dari
sonor ke redup yang merupakan batas relatif kanan jantung dan normal adalah
pada garis sternal kanan. Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 50


Buku Panduan CSL 2 2016

mendapat suara pekak, yang merupakan batas absolut jantung kanan, biasanya
pada garis midsternal.
o Batas Jantung Kiri
 Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Kemudian jari tengah diletakan pada
titik teratas garis aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga.
 Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke timpani
yang merupakan batas paru dan lambung, biasanya pada sela iga VIII kiri.
 Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi jari kiri tegak lurus
terhadap iga, sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan
batas relatif jantung paru. Biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavicular
kiri.
 Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak
yang merupakan batas absolut jantung kiri.
o Batas Jantung Atas
 Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu. Dari titik teratas dilakukan perkusi dan arah
sejajar iga ke arah kaudal, sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup.
Normal adalah sela iga II kiri.

Gambar. Perkusi Jantung

 Auskultasi
o Tetapkan stetoskop erat-erat ke dinding dada, gunakan diafragma
o Auskultasi dinding dada depan dengan meminta pasien inspirasi dan ekspirasi setiap
pemeriksaan pada 4 lokasi suara napas dasar.

Gambar. Lokasi auskultasi paru dada anterior.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 51


Buku Panduan CSL 2 2016

o Auskultasi jantung boleh mulai dari apeks atau basal. Gunakan sisi diafragma untuk
mendengarkan bunyi Jantung I dan II (sisi bel untuk mendengarkan bunyi jantung
frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III). Ada beberapa posisi untuk auskultasi
jantung, yaitu:
1. Telentang
2. Dekubitus lateral kiri
3. Duduk tegak lurus
4. Duduk membungkuk ke depan

.
Gambar. Posisi auskultasi jantung

o Lokasi titik pemeriksaan auskultasi jantung adalah :


 Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
 Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi
jantung yang bersal dari katup trikuspidal.
 Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
 Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi yang berasal dari katup aorta.
 Tentukan bunyi jantung, fase, irama dan frekuensinya. Bunyi jantung normal terdiri atas
bunyi jantung I dan bunyi jantung II. Untuk menentukan yang mana bunyi jantung I
adalah dengan cara
1. Raba arteri radialis atau arteri karotis atau iktus kordis, dimana bunyi jantung I
sinkron dengan denyut nadi arteri-arteri tersebut atau dengan denyut iktus kordis.
2. Fase antara bunyi jantung I dan bunyi jantung II disebut fase sistolik, sedangkan
fase antara bunyi jantung II dan bunyi jantung I disebut fase diatolik. Fase sistolik
lebih pendek dari pada fase diastolic.
3. Irama Jantung, normalnya adalah reguler, dengan denyut jantung berkisar antara
60-100 menit.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 52


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar. Daerah auskultasi jantung

G. DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton and Hall, 1996 , Fisiologi Kedokteran, edisi 9,,EGC,
2. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part 14,2067 – 2231
3. Setiohadi, B., I. Subekti. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen IPD
FK UI. Jakarta
4. Snell,Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC, Jakarta.
5. Swartz: Textbook of Physical Diagnosis. History and Examination. 5e –
www.studentconsult.com didownload dari
http://www.studentconsult.com/content/default.cfm?ISBN=141600307X&ID=S1
6. Szilagy, PG. 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5: 155-208

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 53


Buku Panduan CSL 2 2016

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK THORAX DASAR

Nilai Feedback
No Aspek
0 1 2
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
Senyum, Salam, Sapa memperkenalkan diri
2 Jelaskan tujuan pemeriksaan
3 Mempersilahkan pasien untuk melepaskan pakaian atasnya (baju).
Mintalah pasien untuk ditemani anggota keluarganya kalau khawatir
/ merasa tidak nyaman
4 Cuci tangan WHO
CONTENT
5 General assessment (laporkan hasil Inspeksi)
Pemeriksaan Dada Posterior
6 Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks dan
memposisikan diri di belakang pasien
7 Inspeksi dinding dada posterior (laporkan hasil)
8 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
9 Palpasi dinding dada posterior (daerah nyeri tekan atau adanya
kelainan)
10 Lakukan palpasi ekspansi dinding dada
11 Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi
12 Perkusi dinding dada belakang, dengan cara perkusi:
 Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari
fleksimeter) , tekan dengan lembut pada sendi interphalang
distal permukaan yang akan diperkusi.
13  Hindari kontak permukaan dengan bagian lain dari tangan,
karena hal ini akan mengurangi vibrasi, jari 2,4,dan 5 tidak
menyentuh dada.
14  Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan permukaan
dengan jari tengah agak fleksi, lemaskan dan siap untuk
mengetuk.
15  Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi pergelangan
tangan, ketuk jari fleksimeter dengan menggunakan ujung jari
tengah tangan kanan. ketukan dilakukan dengan cepat untuk
menghindari pengurangan fibrasi
16 Ambil dan periksa stetoskop, gunakan bagian diafragma, lakukan
auskultasi.
17 Minta pasien inspirasi dan ekspirasi setiap titik pemeriksaan
Pemeriksaan Dada Anterior
18 Pindahlah ke posisi berhadapan dengan pasien

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 54


Buku Panduan CSL 2 2016

19 Lakukan inspeksi dada depan


20 Mintalah pasien berbaring telentang elevasi 30 derajat
21 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
22 Lakukan penilaian ekspansi dada seperti sebelumnya
23 Minta pasien inspirasi dan ekspirasi
24 Raba apeks jantung dengan menggunakan ujung permukaan bawah
ujung jari, tentukan ukuran dan lokasinya.
25 Lakukan perkusi dinding dada depan
26 Lakukan perkusi daerah jantung
Tentukan batas jantung kanan
 Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis
midclavikula kanan, jari-jari tangan kanan diletakkan sejajar
dengan iga.
27  Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari
cranial ke arah caudal. (Suara normal yang didapat adalah
bunyi sonor yang berasal dari paru).
28  Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada
sela iga VI kanan.
29  Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah
cranial.
30  Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan
jari-jarinya diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap
iga.
31  Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan
jari-jarinya diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap
iga.
32  Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari
perubahan suara dari sonor ke redup yang merupakan batas
relatif kanan jantung dan normal adalah pada garis sternal
kanan.
33  Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai
mendapat suara pekak, yang merupakan batas absolut jantung
kanan, biasanya pada garis midsternal.
34 Tentukan batas jantung kiri
 Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Kemudian jari
tengah diletakan pada titik teratas garis aksila anterior dengan
arah jari sejajar dengan iga.
35  Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi
dari sonor ke timpani yang merupakan batas paru dan
lambung, biasanya pada sela iga VIII kiri.
36  Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi jari kiri
tegak lurus terhadap iga, sampai timbul perubahan suara dari

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 55


Buku Panduan CSL 2 2016

sonor ke redup, yang merupakan batas relatif jantung paru.


Biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavicular kiri
37  Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara
dari redup ke pekak yang merupakan batas absolut jantung kiri.
38 Tentukan batas jantung atas
 Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu.
39  Dari titik teratas dilakukan perkusi dan arah sejajar iga ke arah
kaudal, sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup.
Normal adalah sela iga II kiri.
40 Lakukan auskultasi dinding dada depan sesuai 4 lokasi suara
napas dasar:
Suara napas trakeal
41 Suara napas bronkial
42 Suara napas bronkovesikuler
43 Suara napas vesikuler
44 Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi di setiap titik pemeriksaan
45 Dengarkanlah suara nafas di setiap titik pemeriksaan
46 Gunakan sisi bel untuk mendengarkan bunyi Jantung I dan II
(Gunakan sisi diagfragma untuk mendengarkan bunyi jantung
frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III).
Lokasi titik pemeriksaan auskultasi
47 Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup
mitral
48 Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk
mendengarkan bunyi jantung yang bersal dari katup trikuspidal.
49 Sela iga II linea parasternal kiri untuk mendengarkan bunyi jantung
yang berasal dari katup pulmonal.
50 Sela iga II linea parasternal kanan untuk mendengarkan bunyi yang
berasal dari katup aorta.
PROFESIONALISME
51 Melakukan dengan penuh percaya diri
52 Melakukan dengan kesalahan minimal
53 Cuci tangan WHO
TOTAL

Nilai = ------------- x 100% = ……………

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 56


Buku Panduan CSL 2 2016

PEMERIKSAAN FISIK
ABDOMEN DASAR

A. TEMA
Pemeriksaan fisik regio abdomen: inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Instruksional Umum:
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik abdomen secara umum meliputi inspeksi,
auskultasi, perkusi dan palpasi
2. Tujuan Instruksional Khusus:
a. Mahasiswa mampu melakukan pengamatan dan melihat langsung keadaan regio
abdomen yang tampak dari luar
b. Mahasiswa mampu melakukan auskultasi dengan alat stetoskop pada regio abdomen
dengan benar
c. Mahasiswa mampu melakukan perkusi pada regio abomen dengan benar
d. Mahasiswa mampu melakukan palpasi regular pada regio abdomen dengan benar
e. Mahasiswa mampu melakukan palpasi mendalam pada regio abdomen dengan benar

C. ALAT DAN BAHAN


1. Tempat tidur
2. Meja dan kursi periksa
3. Stetoskop

D. SKENARIO
Pasien pria, usia 30 tahun, datang dengan keluhan nyeri ulu hati dan perut kiri atas. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk jarum, sudah berlangsung 1 hari ini dan dirasa terus menerus.
Keluhan bertambah segera setelah masuk makanan. Pasien sudah berusaha minum obat
lambung dari warung namun hanya terasa nyaman sebentar. Keluhan disertai dengan mual
namun tidak sampai muntah. Riwayat sakit lambung sudah 3 tahun. Di keluarganya, ibunya juga
menderita sakit yang sama. Gemar makan makanan yang pedas dan bersantan. Untuk
menegakkan diagnosis anda melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.

E. DASAR TEORI
Pemeriksaan abdomen pertama kali dilakukan dengan membagi abdomen menjadi 9 bagian, yaitu
hipokondrium dekstra, epigastrium, hipokondrium sinistra, lumbal dekstra, umbilikalis, lumbal
sinistra, iliaka dekstra, hipogastium, iliaka sinistra.
Letak organ visera abdomen

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 57


Buku Panduan CSL 2 2016

1. Regio hipokondrium dekstra : Hepar lobus dekstra


2. Regio epigastrium : hepar lobus sinistra, gaster pars pilorus, duodenum pars superior,
vesika felea, colon transversum,
3. Regio hipokondrium sinistra : gaster pars kardia, fundus dan korpus, lien
4. Regio lumbal dekstra : ren dekstra,colon ascendens
5. Regio umbilikalis : duodenum pars inferior, jejunum
6. Regio lumbal sinistra : ren sinistra, colon descendens
7. Regio iliaka dekstra : colon ascendens, caecum, apendiks
8. Regio hipogastrika / suprapubik : ileum, colon sigmoid, vesika urinaria
9. Region iliaka sinistra : ileum, colon descendens

Gambar. 9 bagian regio abdomen

Untuk kepentingan medis dan praktis pemeriksaan abdomen dapat dibagi menjadi 4 regio.
Region tersebut adalah kanan atas, kiri atas, kanan bawah dan kiri bawah.

Gambar. 4 regio abdomen

Pasien dalam keadaan berbaring telentang. Kedua tangan sebaiknya hangat, menggunakan
diafragma stetoskop yang hangat, pencahayaan yang baik dan mengetahui pemaparan dinding
abdomen. Pemeriksaan dilakukan dari sisi kanan pasien. Mulailah melakukan pemeriksaan
abdomen dengan cara inspeksi, diikuti oleh auskultasi, perkusi dan terakhir palpasi.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 58


Buku Panduan CSL 2 2016

Petunjuk permukaan yang vital meliputi tepi cota, processus xiphoideus, dan crista iliaca. Titik
tertinggi crista iliaca terletak pada tingkat vertebra lumbalis ke 4, 2-8 cm sebelah kaudal ujung
costa ke 12. Yang juga merupakan kunci adalah (a) Spina iliaca anterior superior (SIAS), (b)
crista pubica menetapkan inferior tepi tulang abdomen dan tuberculum pubica menetapkan
inferior tepi tulang pelvis. Ligamentum inguinal membagi abdomen dari pangkal paha.

Titik kunci anatomi visceral adalah:


 Tepi atas hepar terletak dibawah costa 7-11 pada kuadran kanan atas, menikung ke garis
tengah, dan berlanjut ke titik dekat puting kiri. Tepi bawah hepar yang tajam mengikuti tepi
costa kiri dan berakhir pada pilorus gastrica.
 Kandung empedu terletak tepi lateral rectus abdominis di bawah tepi costa.
 Pankreas terletak profunda dalam retroperitoneum di belakang gaster dalam kuadran kiri
atas. Bahkan kalau pankreas membesar, pankreas tidak dapat dipalpasi.
 Gaster terletak profunda pada kuadran kiri atas
 Limpa terletak di bawah rongga costa kiri yang paralel terhadap costa ke 9-11. Limpa tidak
dapat dipalpasi pada orang dewasa. Limpa dapat dipalpasi jika membesar sampai ukuran
tiga kali.
 Bifurkasio aorta pada tingkat umbilcus. Bifurkasio aorta terletak hampir anterior terhadap
vertebra dan sedikit kiri vertebra
 Polus bawah setiap ginjal terletak tepat di atas bidang transumbilikus.
 Kandung kemih, kalau sangat penuh, mungkin proyeksi dari belakang simfisis pubis dan
menjadi dapat dipalpasi melalui dinding abdomen.

Inspeksi
Untuk mencari gangguan abdomen yang regional atau menyeluruh dengan memperhatikan
kontur, pergerakan dan kulit. Menilai umbilikus untuk protuberansia. Kulit abdomen diperiksa
untuk mengetahui ada tidaknya jaringan parut karena pembedahan. Pada pasien yang kurus,
dapat dilihat epigastrik atau periumbilikal yang ditransmisikan pulsasi aorta.

Observasi untuk mengetahui ada tidaknya pergerakan peristaltik dan peningkatan peristaltik
yang sedikit redup (karena inspirasi) yang normal, serta tingginya dinding abdomen. Kontur
yang ekstrem adalah distensi yang menonjol dan abdomen yang skafoid atau abdomen yang
cekung. Umbilikus menonjol memberi kesan tekanan intra-abdominal yang meningkat,
misalnya akibat asites.

Auskultasi
Untuk menentukan adanya bunyi yang normal dan abnormal akibat motilitas, intensitas, aliran
vaskular, dan pergerakan respirasi peritoneal. Bising usus biasanya dengan mudah dinilai
sebagai bunyi mendeguk yang intermiten dengan nilai normal 6-12 kali permenit. Terdapat
rentang normalitas yang luas dalam bising usus yang berlebih-lebihan. Kalau tidak ada bising
usus yang terdengar selama 1 menit penuh memberi kesimpulan adanya ileus.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 59


Buku Panduan CSL 2 2016

Perkusi
Dilakukan untuk menentukan posisi dan ukuran visera yang padat dan visera yang berongga
dan menilai massa. Dalam melakukan skrining, perkusi terutama digunakan untuk
memperlihatkan garis bentuk hepar dan resonan, visera berongga yang mengandung gas yang
mengisi abdomen.

Palpasi
Palpasi ringan bertujuan menilai struktur dan nyeri tekan yang dekat pada permukaan.

Sebuah jari tangan ditekan ke dalam depresi umbilikal biasanya akan menemui resistensi
fasial, yang menunjukkan fasia yang mendasari utuh. Palpasi ringan tidak menyenangkan
karena mudah geli. Palpasi yang dalam dengan tekanan yang kuat dan konstan ditoleransi
lebih baik. Massa subkutan yang tidak berbahaya seperti lipoma ditemukan melalui palpasi
ringan. Rasa geli dapat merupakan psikologis asalnya walaupun involunter; nyeri tekan jauh
lebih sering karena organik. Tepi hepar yang dapat dipalpasi lebih dari 2 cm di bawah tepi
costa kanan, tanpa adanya hiperinflasi paru, memberi kesan hepatomegali.

Palpasi regular (lebih dalam) bertujuan menemukan informasi mengenai ukuran organ serta
adanya dan karakter kelainan, yang termasuk massa. Temuan yang tidak berbahaya melalui
palpasi abdomen yang regular banyak dijumpai. Konsistensi abdomen yang normal adalah
lunak. Pasien mungkin mengalami perasaan yang tidak nyaman pada palpasi epigastrium dan
kuadran kiri bawah yang dalam, tetapi biasanya terdapat nyeri yang tidak tajam dan terlokalisir
yang diperoleh melalui manuver ini.

Hepar yang normal sering tidak dapat dipalpasi. Tepi hepar yang normal tidak akan lebih luas
dari 2 cm di bawah tepi kosta kanan. Kalau dapat dipalpasi, tepi hepar teraba licin, lunak
sampai agak keras, dan nyeri tekan yang minimal. Limpa yang normal tidak dapat dipalpasi
pada orang dewasa. Ginjal yang normal jarang dapat diraba. Polus bawah ginjal yang normal
dapat memberikan ujung yang keras dan bundar pada palpasi dalam pada panggul, terutama
kalau ginjal ptotik.

F. PROSEDUR
1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk berbaring dan membebaskan daerah yang akan
diperiksa dari pakaian
d. Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
e. Cuci tangan WHO
2. Inspeksi
a. Perhatikan kesan umum dari penderita bagaimana bentuk dan kontur abdomennya
(distended/rata/cekung)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 60


Buku Panduan CSL 2 2016

b. Perhatikan warna kulit dan adakah kelainan berupa tonjolan, umbilikus menonjol/tidak, luka
atau ciri-ciri lain
c. Catat segala sesuatu yang anda dapatkan dengan cermat
3. Auskultasi
a. Mendengarkan suara selama 10 detik pada suatu tempat di atas letak intestinum & colon
b. Melaporkan hasil pemeriksaan auskultasi: adanya suara peristaltik, kemudian catat frekuensi
bising usus.
4. Perkusi
a. Lakukan prosedur perkusi yang benar (ingat pemeriksaan dasar thorax)
b. Melaporkan hasil pemeriksaan abdomen : timpani, pekak hepar
5. Palpasi
a. Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
b. Beritahu pasien bahwa mungkin palpasi ringan tidak menyenangkan karena mudah geli
c. Mula-mula lakukan palpasi ringan tanpa tekanan dengan jari tangan pada masing-masing
kuadran
d. Selanjutnya memberitahu penderita untuk memeriksa kedalaman abdomen. Kalau pasien
merasa tegang selama palpasi ringan, suruh pasien untuk sedikit memfleksikan panggul dari
lututnya; hal ini mempermudah relaksasi muskulatur abdomen.
e. Mulailah dengan sentuhan yang hampir cukup kuat untuk menanggulangi sensitivitas kulit.
Gunakan permukaan telapak tangan dengan jari-jari tangan yang berdekatan dari salah satu
atau kedua tangan, mulailah dari kuadran ke kuadran. Tekan ke bawah 1-4 cm.
f. Lakukan penilaian terhadap nyeri tekan, massa superficial, dan hipestesia dan atau disestesia.
Perhatikan wajah pasien selama palpasi; banyak orang yang tidak mengatakan nyeri
memperlihatkan rasa tidak nyaman melalui perubahan wajah. Palpasi nyeri sering
menstimulasi buka mata yang lebar yang mengekspresikan penahanan terhadap nyeri.
g. Melaporkan hasil pemeriksaan palpasi terhadap nyeri tekan atau adanya massa

Gambar. Palpasi ringan dan palpasi reguler abdomen

G. DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part 14
2. Guyton and Hall, 1996 , Fisiologi Kedokteran, edisi 9. EGC. Jakarta
3. Setiohadi, B., I. Subekti. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen IPD
FK UI. Jakarta
4. Snell, R. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 6. EGC. Jakarta.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 61


Buku Panduan CSL 2 2016

5. Swartz, E. Textbook of Physical Diagnosis. History and Examination. 5e –


www.studentconsult.com didownload dari
http://www.studentconsult.com/content/default.cfm?ISBN=141600307X&ID=S1
6. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5.
7. Widjaja, H, 2009. Anatomi abdomen. EGC. Jakarta.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 62


Buku Panduan CSL 2 2016

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN DASAR

No Aspek Nilai Feedback


0 1 2
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa Salam, senyum, sapa memperkenalkan diri.
2 Menjelaskan tujuan pemeriksaan.
3 Memberikan instruksi penderita untuk berbaring dan membebaskan
daerah yang akan diperiksa dari pakaian.
4 Cuci tangan WHO
CONTENT
5 Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
Inspeksi
6 Perhatikan kesan umum dari penderita bagaimana bentuk
abdomennya
7 Perhatikan warna kulit dan adakah kelainan berupa tonjolan, luka
atau ciri-ciri lain
8 Catat segala sesuatu yang anda dapatkan dengan cermat
Auskultasi
9 Mempersiapkan stetoskop dengan membuka salah satu corongnya
sesuai tempat auskultasi
10 Mendengarkan suara selama 10 detik pada suatu tempat di atas
letak intestinum & colon
11 Melaporkan hasil pemeriksaan auskultasi: adanya suara peristaltik
Perkusi
12 Menekan interphalanx jari ke 3 tangan kiri ke permukaan badan yg
diperiksa tanpa ada bagian tangan lain menekan permukaan tsb.
13 Mengetuk dengan jari tengah tangan kanan
14 Jari tengah tangan kanan tegak lurus pada jari tengah tangan kiri
15 Sikap tangan kanan rileks, gerakan pada pergelangan tangan
16 Melaporkan hasil pemeriksaan abdomen : timpani
Palpasi
17 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
18 Mula-mula lakukan palpasi ringan tanpa tekanan dengan jari tangan
pada masing-masing kuadran
19 Selanjutnya memberitahu penderita untuk memeriksa kedalaman
abdomen
20 Menggunakan permukaan telapak tangan dengan jari-jari tangan
yang berdekatan dari salah satu atau kedua tangan
21 Mulailah dari kuadran ke kuadran sambil menekan ke bawah 1-4 cm
22 Melaporkan hasil pemeriksaan palpasi terhadap nyeri tekan atau
adanya massa
PROFESIONALISME
23 Melakukan dengan penuh percaya diri, minimal error
24 Cuci tangan WHO
TOTAL
Nilai = ------------- x 100% = ……………

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 63


Buku Panduan CSL 2 2016

PEMERIKSAAN SARAF
KRANIAL

A. TEMA
Pemeriksaan saraf kranial

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mengetahui 12 pasang saraf kranial serta mampu menjelaskan fungsi masing-
masing.
2. Mahasiswa mampu melakukan penilaian fungsi 12 pasang saraf kranil
Level
No Jenis Kompetensi
Kompetensi
1 assessment of sense of smell 1 2 3 4
2 inspection of width of palpebral cleft 1 2 3 4
3 inspection of pupils (size and shape) 1 2 3 4
4 pupillary reaction to light 1 2 3 4
5 pupillary reaction of close objects 1 2 3 4
6 assessment of extra-ocular movements 1 2 3 4
7 assessment of diplopia 1 2 3 4
8 assessment of nystagmus 1 2 3 4
9 corneal reflex 1 2 3 4
10 assessment of visual fields 1 2 3 4
11 test visual acuity 1 2 3 4
12 fundoscopy assessment of pupil 1 2 3 3
13 assessment of facial symmetry 1 2 3 4
14 assessment of strength of temporal and masseter muscles 1 2 3 4
15 assessment of facial sensation 1 2 3 4
16 assessment of facial movements 1 2 3 4
17 assessment of taste 1 2 3 4
18 assessment of hearing (lateralization, air and bone conduction) 1 2 3 4
19 assessment of swallowing 1 2 3 4
20 inspection of palate 1 2 3 4
21 test gag reflex 1 2 3 4
22 assessment of sternokleidomastoid and trapezius muscles 1 2 3 4
23 tongue, inspection at rest 1 2 3 4
24 tongue, inspection and assessment of motor system (e.g. sticking out) 1 2 3 4
(Sumber : Standar Kompetensi Dokter (SKDI), 2006)

C. ALAT DAN BAHAN


1. Meja dan kursi tempat pemeriksaan
2. Kapas
3. Snellen chart

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 64


Buku Panduan CSL 2 2016

4. Garpu tala 512 Hz


5. Pin/jarum
6. Palu reflek
7. Pipet
8. Pen light
9. Cairan gula, garam, cuka, dan kina/kopi
10. Kopi, teh, dan tembakau
11. Ofthalmoskop

D. SKENARIO
Pasien laki-laki, 52 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala. Keluhan ini dirasakan sudah 3 hari.
Keluhan disertai dengan rasa kebas pada sebelah sisi kanan wajahnya. Nyeri dirasakan berdenyut-
denyut pada sisi kanan kepala, keluhan hilang timbul. Keluhan berkurang bila pasien beristirahat di
tempat yang tidak terang. Pasien belum pernah mengobati keluhannya. Untuk memastikan
diagnosis anda melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.

E. DASAR TEORI
Secara anatomi sistem saraf pada manusia terbagi dua, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf
perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis, sedangkan sistem saraf perifer
terdiri dari saraf kranial dan saraf perifer.
Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan fungsi intelektual yang lebih tinggi (termasuk tingkat
kesadaran), saraf-saraf kranial, refleks, fungsi motorik, fungsi sensoris, dan fungsi serebelum.

Dari beberapa pemeriksaan neurologis yang akan dipelajari dalam blok ini adalah penilaian 12
fungsi saraf kranial

Penilaian Fungsi Saraf Kranial (Saraf Otak)


Saraf kranial merupakan saraf khusus yang keluar dari tengkorak (cranium), dan terdiri dari 12
pasang. Beberapa saraf kranial memiliki fungsi sensoris dan motoris umum, sementara yang lain
memiliki fungsi khusus seperti untuk penciuman, penglihatan maupun pendengaran. Lokasi dan
fungsi dari saraf-saraf kranial tersebut dapat dilihat pada gambar 1 dan tabel 1 di bawah ini:

Gambar. Bagian inferior dari otak dan saraf kranial

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 65


Buku Panduan CSL 2 2016

Tabel 1. Saraf-saraf kranial dan fungsinya


NO NAMA FUNGSI
I Olfaktorius Penciuman
II Optikus Penglihatan
III Okulomotorius Konstriksi pupil, membuka mata, pergerakan sebagian besar otot
ekstraokuler
IV Trokhlearis Pergerakan bola mata ke medial bawah
V Trigeminus Motorik: Pergerakan otot temporal dan masseter, dan pergerakan
rahang ke lateral
Sensoris: Sensasi wajah, (1) N. Ophtalmikus, (2) N. Maksilaris, (3) N.
Mandibularis
VI Abdusens Deviasi lateral mata
VII Fasialis Motorik: pergerakan wajah (ekspresi, menutup mata, menutup mulut)
Sensoris: Sensasi rasa asin, manis, asam, pahit)
VIII Akustikus Mendengar (bagian koklea), keseimbangan (bagian vestibularis)
(vestibulokoklearis)
IX Glossofaringeus Motorik: Faring
Sensoris: bagian posterior dari membran timfani dan kanalis auditorius,
faring, dan posterior dari lidah, termasuk sensasi rasa.
X Vagus Motorik: palatum, faring dan laring
Sensoris: faring, laring
XI Assesorius Motorik: Sternocleidomastoid dan bagian atas dari trapezius
XII Hipoglossus Motorik: lidah

Saraf-saraf kranial tidak diperiksa secara rutin kecuali kalau ada dugaan kuat bahwa pasien menderita
gangguan sistem saraf. Untuk mengetahui gangguan pada suatu saraf kranial (sesuai urutan), dapat
dilakukan beberapa pemeriksaan sebagai berikut:

Tabel 2. Saraf-saraf kranial dan pemeriksaannya


SARAF KRANIAL PEMERIKSAAN
I Penciuman
II - Ketajaman penglihatan (kartu Snellen)
- Lapangan pandang
- Fundus okuli
III, IV, VI - Reaksi pupil (langsung dan tidak langsung)
- Pergerakan otot ekstraokuler
V - Sensasi wajah di 3 daerah sensoris
- Menggigit dan menggerakkan rahang ke sisi berlawanan, palpasi otot
masseter dan temporal
- Reflek Sentakan Rahang

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 66


Buku Panduan CSL 2 2016

- Refleks kornea
VII - Pergerakan wajah (mengerutkan dahi, tersenyum, memperlihatkan gigi,
mengangkat alis)
- Sensoris lidah 2/3 anterior
VIII - Tes Weber dan Rinne
IX Sensoris lidah 1/3 posterior
X Pemeriksaan reflek muntah (gag refleks) dan arkus faring
V, VII, X, XII Suara dan ucapan
XI Otot sternocleidomastoid
Otot Trapezius
XII Gerakan lidah

F. PROSEDUR
1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak pandangan lurus kedepan.
d. Cuci Tangan WHO
2. Inspeksi
Perhatikan kesan umum dari penderita.
3. Pemeriksaan Saraf Kranial
A. Nervus I. Olfaktorius
Uji Indra penciuman pada masing-masing sisi.
1. Pasien diminta menutup mata, kemudian bernafas dengan satu lubang hidung ditutup
(alternatif dengan menggunakan tangan pasien).
2. Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak ditutup. Sampel tes
sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau, teh, atau kopi.
3. Setiap lubang hidung dites bergantian.
4. Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup, lalu minta pasien untuk
mengidentifikasi sampel tes.
B. Nervus II. Optikus
I. Kaji Tajam Penglihatan

Gambar. Pemeriksaan Tajam Penglihatan


(sumber: http://www.osceskills.com)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 67


Buku Panduan CSL 2 2016

1. Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart. (Jika pasien memakai
kacamata sebagai alat bantu pengelihatan, maka pasien dapat memakai
kacamatanya)
2. Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup dengan penutup
mata (alternatif: pasien diminta untuk menutup mata dengan tangannya)
3. Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf terkecil yang masih
bisa dibaca.
4. Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk pecahan. (Misalnya 20/60,
dimana pembilang (20 kaki) adalah jarak pemeriksaan yang dipakai dalam
pemeriksaan, dan penyebut (60 kaki) adalah angka besaran huruf yang tertera
pada baris huruf Snellen chart.)
5. Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.

Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart, maka lakukan prosedur
berikut:
1. Pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua atau lebih jari, minta
pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Apabila pasien tidak dapat menghitung jari
pemeriksa, maka pemeriksa mendekatkan diri ke arah pasien dan kembali meminta
pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Catat pada jarak berapa pasien dapat
menghitung jari pemeriksa.
Normalnya menghitung jari (jari dapat dilihat secara terpisah) dapat dilakukan dengan
baik hingga jarak 60 meter.
2. Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter dari pasien,
periksa apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat menentukan arah
gerakan/lambaian.
Normalnya lambaian/gerakan tangan dapat dilihat secara baik hingga jarak 300 meter.
3. Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light untuk memeriksa
apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon pasien terhadap cahaya: persepsi
cahaya, persepsi arah cahaya, persepsi tanpa cahaya. Jika pasien tidak dapat melihat
cahaya maka visus pasien adalah 0 atau No Light Perception (NLP).

II. Lapang Pandang (Konfrontasi)

Gambar. Pemeriksaan Lapang Pandang


(sumber: http://www.osceskills.com)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 68


Buku Panduan CSL 2 2016

1. Mintalah pasien duduk dihadapan petugas pada jarak jangkauan tangan ( 30 – 50 cm )


2. Minta pasien untuk menutup mata kiri dengan tangan kirinya.
3. Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan mata pasien yang ditutup.
4. Minta pasien untuk menatap tepat pada mata pemeriksa (fiksasi).
5. Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek yang digerakkan petugas di
mana mata tetap terfiksasi dengan mata pemeriksa.
6. Gerakkan objek (dapat berupa jari pemeriksa atau pena) dari perifer ke tengah di mulai
dari arah superior, superior temporal, temporal, temporal inferior, inferior, inferior nasal,
superior nasal.
7. Bandingkan dengan lapang pandang pemeriksa.
8. Ulangi langkah tersebut pada pemeriksaan mata kiri.

III. Funduskopi

Gambar. Pemeriksaan Funduskopi


(sumber: http://www.osceskills.com)

Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus okuli
terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang
temaran dan pasien diberikan midriatikum sebelumnya.

1. Pemeriksa memegang oftalmoskop dengan tangan kanan untuk memeriksa mata kiri
pasien (untuk memeriksa mata kanan pasien dengan memegang oftalmoskop pada
tangan kiri), pemeriksa memposisikan jari telunjuk pada pengatur lensa.
2. Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada mata. Lalu perlahan
bergerak maju mendekati pasien dengan oftalmoskop diposisikan pada sisi temporal
pasien hingga gambaran fundus terlihat.
3. Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur besarnya dioptri yang
diperlukan untk menyesuaikan focus sehingga detail fundus dapat terlihat jelas (bila
diperlukan).
4. Amati gambaran fundus yang terlihat.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 69


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar. Fundus Normal

neovaskular

hemoragik

Gambar. Fundus Retinopati Diabetikum

C. Nervus III. Okulomotorius, Nervus IV. Troklearis, Nervus VI. Abdusen


I. Gerakan Okular Duksi (Monocular)

Gambar. Pemeriksaan N.III, N.IV, N.VI


(sumber: http://www.osceskills.com)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 70


Buku Panduan CSL 2 2016

1. Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup mata kiri pasien dengan menggunakan
telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan lurus ke depan. Gunakan
jari atau benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien
pada jarak 30 cm.
2. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi, pemeriksa
menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam lapang cardinal.

3. Ulangi prosedur untuk mata kiri.

II. Gerakan Okular Versi (Binocular)


1. Duduk berhadapan dengan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan lurus ke
depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan
setinggi mata pasien pada jarak 30 cm.
2. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi, pemeriksa
menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam lapang cardinal dan gerakan
ke atas dan ke bawah pada garis tengah.

3. Ulangi prosedur untuk mata kiri

III. Reflek Pupil

Gambar. Pemeriksaan Reflek Pupil


(sumber: http://www.osceskills.com)

1. Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta pasien untuk melihat
benda yang jauh untuk fiksasi
2. Sinari mata kanan secara langsung dengan menggunakan pen-light dari arah samping
atau bawah.
3. Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 71


Buku Panduan CSL 2 2016

4. Ulangi prosedur 1-3 untuk mata kiri.


5. Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada mata kiri yang tidak
disinari (indirect pupil reflex). Kecepatan respon dan ukuran pupil normalnya akan
ekuivalen dengan respon pupil langsung.
6. Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.

D. Nervus V. Trigeminus
I. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah

Gambar. Pemeriksaan Sensoris Wajah


(sumber: http://www.osceskills.com)

1. Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada sentuhan daerah
wajah.
2. Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas untuk memberikan usapan
pada satu sisi dahi, setelahnya lakukan hal yang sama pada posisi yang sama pada
dahi sisi yang lain.
3. Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
4. Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua sisi wajah.
5. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri dan tumpul, pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan pin tajam dan benda tumpul yang dilakukan dengan
tekanan ringan pada daerah wajah secara bergantian tajam dan tumpul dan pada
kedua sisi wajah, minta pasien menyebutkan sensasi yang dirasakan apakah tajam
atau tumpul dan apakah sensasi yang dirasakan simetris pada kedua sisi wajah.

II. Raba Kontraksi Otot Temporalis dan Maseter


1. Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada otot temporalis pasien.
2. Pasien diminta untuk mengatupkan giginya (menggigit), rasakan kontraksi otot
temporalis pada tangan.
3. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan otot maseter.

III. Kontraksi Otot Pterygoideus anterior dan lateral


a. Uji gigit spatel
1. Pasien diminta untuk menggigit spatel kayu/stainless steel.
2. Pasien diminta untuk tetap menahan gigitannya, sementara pemeriksa menarik
spatel.
3. Nilai kekuatan otot pterygoideus medialnya.
b. Pergerakan Rahang Sisi ke Sisi
1. Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada rahang bawah pasien.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 72


Buku Panduan CSL 2 2016

2. Pasien diminta untuk menggerakkan rahang bawahnya ke arah kanan dan ke kiri.
Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.
3. Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang bawah pasien, dan minta pasien
untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan dan ke kiri sesuai dengan arah
tahanan pemeriksa. Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri
equivalen.

IV. Reflek Sentakan Rahang

Gambar. Pemeriksaan Reflek Sentakan Rahang


(Sumber: http://www.scepticemia.com)

1. Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.


2. Pasien diminta untuk membuka sedikit mulutnya.
3. Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada anterior rahang bawah (dagu).
Pukulkan palu reflek pada ibu jari pemeriksa.
4. Reflek normal akan memberikan sedikit gerakan rahang bawah ke arah atas. Respon
abnormal akan memberikan sentakan yang berlebih.

V. Reflek Kornea

Gambar. Pemeriksaan Reflek Kornea


(sumber: http://www.osceskills.com)

Refleks ini dilakukan dengan menggunakan kapas yang diusapkan ringan pada kornea
1. Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk meruncing.
2. Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing kapas ditempatkan dari
sisi lateral mata dan usapkan secara ringan pada kornea.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 73


Buku Panduan CSL 2 2016

3. Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata pada kedua mata.
Bandingkan respon reflek kornea pada kedua bola mata.

E. Nervus VII. Fasialis


I. Tes Fungsi Motorik Otot Fasial Bawah

Gambar. Pemeriksaan Motorik Otot Fasial Bawah


(sumber: http://www.osceskills.com)

1. Pasien diminta untuk tersenyum dan memperlihatkan gigi-geliginya.


2. Pada respon yang normal sudut bibir simetris. Pada keadaan abnormal respon mulut
deviasi ke arah yang sehat.

II. Tes Fungsi Motorik Otot Fasial Atas

Gambar. Pemeriksaan Motorik Otot Fasial Atas


(sumber: http://www.osceskills.com)

1. Pasien diminta untuk menutup kedua matanya kuat-kuat.


2. Pemeriksa mencoba untuk membuka kedua kelopak mata.
3. Pada respon yang normal, kedua mata pasien tidak akan terbuka walaupun pemeriksa
berusaha membuka kedua kelopak mata dengan tenaga.
4. Minta pasien untuk mengangkat kedua alis.
5. Pada respon normal, akan tampak kerut pada kedua sisi dahi simetris. Pada respon
abnormal tak tampak adanya kerut dahi pada sisi yang sakit.

III. Tes Pengecap 2/3 anterior lidah


1. Test dilakukan dengan menggunakan 4 substansi rasa : manis (gula), asin (garam),
pahit (kina/kopi), asam (cuka). Semua subtansi disediakan dalam bentuk cairan.
2. Pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya.
3. Pemeriksa meneteskan sampel pada lidah pasien dengan menggunakan pipet.
4. Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon rasa yang dirasakan pasien.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 74


Buku Panduan CSL 2 2016

F. Nervus VIII. Akustikus

Gambar. Pemeriksaan Rinne dan Webber


(sumber: http://www.osceskills.com)

I. Uji Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
1. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
2. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid kanan pasien (belakang meatus akustikus eksternus).
3. Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan
meatus akustikus eksternus kanan pasien.
4. Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
5. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif
jika pasien tidak dapat mendengarnya

II. Uji Weber


Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien.
1. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
2. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu tangkainya kita letakkan tegak
lurus pada dahi tepat di garis tengah.
3. Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih, ataukah sama keras.
4. Jika telinga pasien mendengar lebih keras pada satu telinga maka terjadi lateralisasi ke
sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama
mendengar berarti tidak ada lateralisasi.

G. Nervus IX. Glossopharingeal

Gambar. Pemeriksaan N.IX


(sumber: http://www.osceskills.com)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 75


Buku Panduan CSL 2 2016

I. Reflek Muntah
1. Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
2. Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan spatel lidah.
3. Periksa respon muntah

II. Test pengecap 1/3 posterior lidah


Pemeriksaan pengecap sama seperti pemeriksaan Nervus Fascialis hanya posisi
pemeriksaan pada 1/3 posterior lidah.

H. Nervus X. Vagus
I. Perubahan Bicara
1. Pasien diminta untuk berbicara kata atau satu kalimat.
2. Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau disartria.
(Disfoni : kesulitan untuk menghasilkan suara karena paralisis pita suara (laring), suara
menjadi kasar dan volume suara berkurang. Disartria adalah kesulitan menghasilkan
artikulasi karena paralisis vagal sehingga menyebabkan kelemahan kontraksi soft
palatum.

II. Kontraksi Soft Palatum


1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan berkata ―Aaaaa‖.
2. Pemeriksa memeriksa kontraksi soft palatum pada kedua sisi sekaligus memeriksa
posisi uvula.
3. Pada respon normal soft palatum (arkus palatum) kedua sisi terangkat simetris dan
uvula tetap pada posisi tengah.
4. Respon abnormal akan didapatkan bila salah satu sisi soft palatum tidak terangkat,
dan uvula akan tertarik ke sisi yang berlawanan (sisi yang sehat).

III. Menelan
1. Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.
2. Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau adakah pasien tersedak.

I. Nervus XI. Accessory


I. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus

Gambar. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus


(sumber: http://www.osceskills.com)
1. Pemeriksa meletakkan tangan pada pipi pasien.
2. Minta pasien untuk menoleh ke kanan dan ke kiri melawan tahanan tangan pemeriksa

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 76


Buku Panduan CSL 2 2016

II. Pemeriksaan Otot Trapezius

Gambar. Pemeriksaan Otot Trapezius


(sumber: http://www.osceskills.com)

1. Pemeriksa berhadapan dengan pasien.


2. Pemeriksa meletakkan kedua tangan pada bahu pasien.
3. Minta pasien untuk mengangkat kedua bahu melawan tahanan tangan pasien.
4. Pemeriksa menilai kesimetrisan kontraksi kedua otot trapezius pasien.

J. Nervus. XII. Hypoglossal


Pemeriksaan Motoris Lidah

Gambar. Pemeriksaan N.XII


(sumber: http://www.osceskills.com)

1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada dasar mulut.
2. Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi dan atau atropi.
3. Pasien diminta untuk menjulurkan lidah.
4. Periksa adakah deviasi lidah. Paralisis lidah akan menyebabkan deviasi pada sisi yang
terkena (sisi yang sakit).

4. Item Profesionalisme
1. Percaya diri, minimal error.
2. Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus.
3. Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada pasien.
4. Cuci tangan WHO

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 77


Buku Panduan CSL 2 2016

G. DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC. Jakarta.
2. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5:
155-208
3. http://www.osceskills.com/e-learning/modules/neurology/

CHECK LIST LATIHAN PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL

No Aspek Nilai Feedback


0 1 2
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
Salam, senyum, sapa memperkenalkan diri
2 Menjelaskan tujuan pemeriksaan
3 Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak
4 Cuci tangan WHO
CONTENT
Inspeksi
5 General assessment (laporkan hasil Inspeksi)
Pemeriksaan Saraf Kranialis
N. I. Olfaktorius
6 Pasien diminta untuk bernafas dengan satu lubang hidung ditutup
(alternatif: dengan menggunakan tangan pasien).
7 Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak
ditutup. Sampel tes sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau,
teh, atau kopi.
8 Setiap lubang hidung dites bergantian.
9 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup,
lalu meminta pasien untuk mengidentifikasi sampel tes.
N. II. Optikus
A. Kaji Tajam Penglihatan
10 Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart
(Jika pasien memakai kacamata sebagai alat bantu pengelihatan,
maka pasien dapat memakai kacamatanya).
11 Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup
dengan penutup mata (alternatif: pasien diminta untuk menutup
mata dengan tangannya).
12 Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf
terkecil yang masih bisa dibaca.
13 Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk pecahan
(misal : 20/20).
14 Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.
Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart, maka lakukan
prosedur berikut:
15 Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart,

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 78


Buku Panduan CSL 2 2016

maka pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua


atau lebih jari, minta pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Catat
pada jarak berapa pasien dapat menghitung jari pemeriksa.
16 Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa, periksa apakah
pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat menentukan arah
gerakan/lambaian.
17 Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light
untuk memeriksa apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon
pasien terhadap cahaya : persepsi cahaya, persepsi arah cahaya,
persepsi tanpa cahaya.
B. Lapang Pandang (Konfrontasi)
18 Mintalah pasien duduk dihadapan petugas pada jarak jangkauan
tangan ( 30 – 50 cm ).
19 Minta pasien untuk menutup mata kiri dengan tangan kirinya.
20 Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan mata pasien
yang ditutup
21 Minta pasien untuk menatap tepat pada mata pemeriksa (fiksasi).
22 Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek yang
digerakkan petugas di mana mata tetap terfiksasi dengan mata
pemeriksa.
23 Gerakkan obyek (dapat berupa jari pemeriksa atau pena) dari perifer
ke tengah di mulai dari arah superior, superior temporal, temporal,
temporal inferior, inferior, inferior nasal, superior nasal.
24 Ulangi langkah tersebut pada pemeriksaan mata kiri.
C. Funduskopi
25 Pemeriksa memegang oftalmoskop dengan tangan kanan untuk
memeriksa mata kiri pasien dan tangan kiri dengan, pemeriksa
memposisikan jari telunjuk pada pengatur lensa.
26 Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada mata
pasien. Lalu perlahan bergerak maju mendekati pasien dengan
oftalmoskop diposisikan pada sisi temporal pasien hingga gambaran
fundus terlihat.
27 Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur besarnya
dioptri yang diperlukan untk menyesuaikan focus sehingga detail
fundus dapat terlihat jelas (bila diperlukan).
28 Amati gambaran fundus yang terlihat
N.III. Okulomotorius, N.IV. Troklearis, N.VI. Abdusen
A. Gerakan Okular Duksi (Monocular)
29 Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup mata kiri pasien dengan
menggunakan telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan
pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena)
sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30
cm.
30 Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi,
pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam
lapang cardinal.
31 Ulangi Prosedur untuk mata kiri.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 79


Buku Panduan CSL 2 2016

B. Gerakan Okular Versi (Binocular)


32 Duduk berhadapan dengan pasien, kepala pasien tegak dan
pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena)
sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30
cm.
33 Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi,
pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam
lapang cardinal dan gerakan ke atas dan ke bawah pada garis
tengah.
34 Ulangi Prosedur untuk mata kiri
D. Reflek Pupil
35 Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta
pasien untuk melihat benda yang jauh untuk fiksasi.
36 Sinari mata kanan secara langsung dengan menggunakan pen-light
dari arah samping atau bawah.
37 Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)
38 Ulangi prosedur 1-3 untuk mata kiri.
39 Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada mata
kiri yang tidak disinari (indirect pupil reflex). Kecepatan respon dan
ukuran pupil normalnya akan ekuivalen dengan respon pupil
langsung.
40 Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.
N. V. Trigeminus
A. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah
41 Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada
sentuhan daerah wajah.
42 Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas untuk
memberikan usapan pada satu sisi dahi, setelahnya lakukan hal
yang sama pada posisi yang sama pada dahi sisi yang lain.
43 Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
44 Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua sisi
wajah.
45 Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri, pemeriksaan uji
nyeri dilakukan dengan menggunakan pin tajam yang dilakukan
dengan tekanan ringan pada daerah wajah.
B. Raba Kontraksi Otot Temporalis dan Maseter
46 Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada otot
temporalis pasien.
47 Pasien diminta untuk mengatupkan giginya (menggigit), rasakan
kontraksi otot temporalis pada tangan.
48 Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan otot maseter.
C. Kekuatan otot Pterygoideus Medial dan Lateral
49 Pasien diminta untuk menggigit spatel dengan kuat, kemudian
pemeriksa menarik spatel. Nilai kekuatan otot pterygoideus medial
50 Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada rahang
bawah pasien Pasien diminta untuk menggerakkan rahang
bawahnya ke kanan dan ke kiri. Nilai apakah kekuatan otot

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 80


Buku Panduan CSL 2 2016

pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.


51 Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang bawah pasien,
dan minta pasien untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan dan
ke kiri sesuai dengan arah tahanan pemeriksa. Nilai apakah
kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.
D. Reflek Sentakan Rahang
52 Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
53 Pasien diminta untuk membuka sedikit mulutnya.
54 Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada anterior rahang
bawah (dagu). Pukulkan palu reflek pada ibu jari pemeriksa.
55 Periksa respon pasien.
E. Reflek Kornea
56 Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk meruncing.
57 Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing kapas
ditempatkan dari sisi lateral mata dan usapkan secara ringan pada
kornea.
58 Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata
pada kedua mata. Bandingkan respon reflek kornea pada kedua
bola mata.
N.VII. Fasialis
A. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Bawah
59 Pasien diminta untuk tersenyum dan memperlihatkan gigi-geliginya.
B. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Atas
60 Pasien diminta untuk menutup kedua matanya kuat-kuat.
61 Pemeriksa mencoba untuk membuka kedua kelopak mata.
62 Minta pasien untuk mengangkat kedua alis.
C. Tes Pengecap 2/3 anterior lidah
63 Test dilakukan dengan menggunakan 4 substansi rasa : manis
(gula), asin (garam), pahit (kina), asam (cuka). Semua subtansi
disediakan dalam bentuk cairan.
64 Pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya.
65 Pemeriksa meneteskan sampel pada lidah pasien dengan
menggunakan pipet.
66 Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon rasa yang
dirasakan pasien.
N.VIII. Akustikus
A. Tes Rinne
67 Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
68 Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu menempatkan
tangkainya tegak lurus pada planum mastoid kanan pasien
(belakang meatus akustikus eksternus).
69 Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita
pindahkan di depan meatus akustikus eksternus kanan pasien.
70 Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
B. Tes Weber

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 81


Buku Panduan CSL 2 2016

71 Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz


72 Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu tangkainya
kita letakkan tegak lurus pada dahi tepat di garis tengah.
73 Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih,
ataukah sama keras.
N. IX. Glossopharingeal
A. Reflek Muntah (Gag Reflex)
74 Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
75 Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan spatel
lidah.
76 Periksa respon muntah
B. Tes Pengecap 1/3 Posterior Lidah
77 Pemeriksaan pengecap sama seperti pemeriksaan Nervus Fascialis
hanya posisi pemeriksaan pada 1/3 posterior lidah.
N. X. Vagus
A. Perubahan Bicara
78 Pasien diminta untuk berbicara satu kata atau satu kalimat.
79 Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau
disartria.
B. Kontraksi Soft Palatum
80 Pasien diminta untuk membuka mulut dan berkata ―Aaaaa‖
81 Pemeriksa memeriksa kontraksi soft palatum pada kedua sisi
sekaligus memeriksa posisi uvula.
C. Menelan
82 Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.
83 Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau
adakah pasien tersedak.
N. XI. Accessory
A. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus
84 Pemeriksa meletakkan tangan pada pipi pasien.
85 Minta pasien untuk menoleh ke kanan dan ke kiri melawan tahanan
tangan pemeriksa.
B. Pemeriksaan Otot Trapezius
86 Pemeriksa berhadapan dengan pasien
87 Pemeriksa meletakkan kedua tangan pada bahu pasien.
88 Minta pasien untuk mengangkat kedua bahu melawan tahanan
tangan pasien.
89 Pemeriksa menilai kesimetrisan kontraksi kedua otot trapezius
pasien.
N. XII. Hypoglossal
90 Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada
dasar mulut.
91 Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi atau atropi.
92 Pasien diminta untuk menjulurkan lidah
93 Periksa adakah deviasi lidah

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 82


Buku Panduan CSL 2 2016

PROFESIONALISME
95 Melakukan dengan penuh percaya diri, serta minimal error
96 Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus
97 Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada
pasien
98 Cuci tangan WHO
TOTAL

Nilai = ------------- x 100% =

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 83


Buku Panduan CSL 2 2016

PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL DAN


RANGE OF MOTION (ROM)

A. TEMA
Keterampilan Klinis Pemeriksaan ROM (Range of Motion)

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melalui CSL ini diharapkan mahasiswa mampu untuk melakukan pemeriksaan ROM

C. ALAT DAN BAHAN


1. Bed periksa pasien
2. Meja dan kursi periksa
3. Goniometer

D. SKENARIO
Pasien pria gemuk, berusia 48 tahun datang dengan keluhan nyeri tajam pada sendi lutut sebelah
kanan. Keluhan sudah dirasakan hilang timbul selama 2 bulan belakangan, namun selama 3 hari
ini keluhan dirasa terus menerus dan memberat. Keluhan disertai dengan gerak sendi terbatas
karena nyeri, sulit untuk ditekuk maupun diluruskan, dan rasa kaku sementara pada sendi tersebut
setelah bangun tidur. Keluhan bertambah nyeri apabila sendi digerakkan, sedangkan bila
beristirahat keluhan berkurang. Untuk menegakkan diagnosis anda akan melakukan pemeriksaan
fisik yang sesuai.

E. DASAR TEORI
1. Pemeriksaan Anggota Gerak
Pada pemeriksaan anggota gerak dilakukan penilaian terhadap keadaan tulang, otot serta
sendi. Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi kemudian diikuti dengan palpasi serta perkusi
seperti yang telah dipelajari pada blok sebelumnya.
Kelainan pada anggota gerak dapat terjadi:
a. Berbagai kelainan kongenital dapat terjadi pada ekstremitas superior maupun inferior,
diantaranya amelia (tidak terdapatnya semua anggota gerak), ekstromelia (tidak adanya
salah satu anggota gerak), fokomelia (anggota gerak bagian proksimal yang pendek),
sindaktili (bergabungnya jari-jari), atau polidaktili (jumlah jari lebih dari normal).
b. Fraktur, dislokasi, hemangioma yang besar, limfangioma, fistula arteriovena,
neurofibromatosis dapat menyebabkan panjang dan bentuk ekstremitas kanan dan kiri
tidak sama.
c. Pada keadaan yang menyebabkan hipoksia kronik (penyakit jantung bawaan sianotik,
penyakit paru kronik) dan dapat pula disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit hati
kronik, endokarditis dan beberapa keganasan menyebabkan adanya jari-jari tabuh pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 84


Buku Panduan CSL 2 2016

tangan dan kaki. Tanda dini dari jari tabuh adalah menaiknya dasar kuku, pada stadium
selanjutnya seluruh bagian distal jari dan kuku mengembang dan membundar.
d. Nyeri tekan pada angggota gerak paling sering disebabkan oleh trauma dan infeksi. Nyeri
tekan pada m. Sartorius dapat merupakan tanda dari meningitis tuberculosa. Tiap
rasanyeri pada bagian distal tulang harus dicurigai kemungkinan terdapatnya
osteomyelitis.
e. Gangren atau nekrosis jaringan akibat sumbatan pembuluh darah. Proses ini mula-mula
ditandai dengan anggota gerak yang dingin, pucat, kekuatan ototnya menghilang, serta
rasa nyeri. Dengan berlanjutnya proses nekrosis, maka daerah itu menjadi hipoestesi dan
bewarna hitam.
f. Disamping deformitas, tanda fraktur lainnya adalah nyeri, krepitasi serta gangguan fungsi
anggota gerak.
g. Kelainan bentuk tulang. Seringkali sampai lebih kurang satu tahun setelah anak dapat
berjalan, bentuk tibia melengkung keluar (genu varum). Genu valgum, tungkai berbentuk
huruf X seringkali didapatkan pada anak berumur 2-5 tahun yang masih dikategorikan
normal, akan tetapi dapat ditemukan pada anak dengan poliomyelitis, rakitis, sifilis, atau
pada anak yang posisi kedua kakinya pronasi.
h. Kelainan posisi kaki, misalnya club foot, pes kavus, pes ekuinus.
i. Gaya berjalan berupa kaki menyeret (foot drop), gaya berjalan seperti menggunting
(scissors gait), ataksia (cara berjalan yang canggung dan meluas).

Hal penting yang perlu dilakukan dalam pemeriksaan sendi mayor:


a. Inspeksi sendi untuk melihat simetris atau tidak, alignment dan deformitas tulang
b. Inspeksi dan palpasi jaringan sekitar, lihat perubahan kulit, nodul, atrofi otot dan krepitasi
c. ROM dan manuver tiap sendi
d. Penilaian tanda inflamasi seperti bengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan dan kemerahan

Tanda-tanda radang sendi seperti RA, Demam Rematik, Serum Sickness gerakan menjadi
terbatas akibat rasa nyeri spasme otot dan tendon daerah sekitarnya. Adanya deformitas
sendi pergelangan tangan, siku, bahu, sendi sternoclavicularis, temporomandibularis dan
sendi panggul bisa menjadi tanda adanya subluksasi atau dislokasi.

2. Range Of Motion (ROM)


Pemeriksaan range of motion (ROM) adalah pemeriksaan dengan melakukan pengukuran luas
gerakan sendi (derajat) yang terjadi dari kontraksi dan pergerakan otot. Pemeriksaan dilakukan
dengan meminta klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal
baik secara aktif ataupun pasif.
Tujuan pemeriksaan range of motion adalah:
a. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
b. Mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi
Jenis ROM :
a. ROM pasif, pemeriksa melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak
yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 85


Buku Panduan CSL 2 2016

b. ROM aktif, pemeriksa memberikan motivasi dan membimbing klien dalam melaksanakan
pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif).
Kekuatan otot 75 %

Jenis gerakan :
f. Supinasi
a. Fleksi
g. Pronasi
b. Ekstensi h. Abduksi
c. Hiper ekstensi i. Aduksi
d. Rotasi j. Oposisi
e. Sirkumduksi

Sendi yang digerakan :


a. ROM Aktif
Seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif.
b. ROM Pasif
Seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak
mampu melaksanakannya secara mandiri.
 Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral)
 Bahu tangan kanan dan kiri (fkesi/ekstensi, abduksi/adduksi, Rotasi bahu)
 Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi)
 Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi)
 Jari-jari tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/ adduksi, oposisi)
 Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi internal/eksternal)
 Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, rotasi)
 Jari kaki (fleksi/ekstensi)
Indikasi :
a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
b. Kelemahan otot
c. Fase rehabilitasi fisik
d. Klien dengan tirah baring lama
Kontra Indikasi :
a. Trombus/emboli pada pembuluh darah
b. Kelainan sendi atau tulang
c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (misalnya: jantung)

Pemeriksaan Goniometri
Geniometri
Istilah goniometri berasal dari dua kata dalam bahasa yunani yaitu gonia yang berarti sudut
dan metron yang berarti ukur. Oleh karena itu goniometri berkaitan dengan pengukuran sudut,
khususnya sudut yang dihasilkan dari sendi melalui tulang-tulang ditubuh manusia. Goniometri
merupakan bagian yang penting dari keseluruhan evaluasi sendi juga meliputi jaringan lunak.
Goniometer digunakan untuk mengukur dan mendata kemampuan gerakan sendi aktif dan
pasif. Goniometer juga digunakan untuk menggambarkan secara akurat posisi abnormal sendi. Pada
CSL 2 ini pemeriksaan goniometri beluum dilakukan.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 86


Buku Panduan CSL 2 2016

Prosedur
Menentukan aksis gerakan sendi yang akan diukur.
1. Meletakkan goniometer :
a. Aksis goniometer pada aksis gerak sendi.
b. Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang
statik.
c. Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal
2. Membaca besaran lingkup gerak sendi (LGS) pada posisi awal pengukuran dan
mendokumentasikannya
3. Menggerakkan sendi yang diukur secara pasif, sampai LGS maksimal yang ada
4. Mebaca besaran LGS

Gambar. Goniometer & Pemeriksaan ROM dengan menggunakan goniometer

F. PROSEDUR
1. PEMERIKSAAN SENDI BAHU
a. Inspeksi
 Inspeksi apakah terdapat deformitas, pembengkakan, atrofi otot atau fasikulasi.
 Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk menunjuk lokasi nyeri karena lokasi nyeri
bisa menjadi petunjuk letak lesi, misalnya :
o Tepat diatas bahu, menyebar sampai ke leher : sendi acromioclavicular
o Lateral bahu, menyebar ke insersi dari musculus deltoideus – lesi dari cuff
rotator
o Bahu bagian depan : lesi dari tendon bicipitalis
b. ROM
 Selama melakukan pemeriksaan ROM bahu, pemeriksa menempatkan tangannya pada
bahu pasien untuk mendeteksi ada tidaknya kresipitasi.
 Minta pasien untuk mengangkat lengannya (abduksi) setinggi bahu (90°) dengan telapak
tangan menghadap ke atas (untuk menilai pergerakan glenohumeralis)
 Kemudian angkat lengan pada posisi vertical di atas kepala dengan telapak tangan saling
berhadapan (untuk menilai pergerakan scapulothoracalis sebesar 60°dan kombinasi
pergerakan glenohumerale dan scapulothoracalis pada aduksi 30°)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 87


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar Prosedur pemeriksaan ROM sendi bahu

 Selanjutnya minta pasien menempatkan kedua tangan di belakang lehernya dengan siku
menghadap keluar (untuk menilai rotasi eksternal dan abduksi
 Terakhir minta pasien menempatkan kedua tangan dibelakang tubuh (untuk menilai rotasi
internal dan adduksi)

2. PEMERIKSAAN SIKU
a. Inspeksi
 Topang lengan pasien dengan tangan pemeriksa sehingga siku menjadi fleksi 70°.
 Inspeksi medial dan lateral epicondylus dan olecranon.
 Inspeksi kontur dari siku, termasuk permukaan ekstensor dari ulna. Catat adanya nodul
atau pembengkakan.
b. Palpasi
 Palpasi daerah olekranon dan tekan epicondylus untuk nyeri tekan, catat jika ada dislokasi
dari olekranon.
 Palpasi grooves antara epicondylus dan olekranon, perhatikan adakah nyeri,
pembengkakan atau penebalan
c. Pemeriksaan ROM Siku
 Pemeriksaan rom siku mencakup gerakan fleksi dan ekstensi siku serta gerakan pronasi
dan supinasi lengan bawah.
 Pada saat pemeriksaan dengan pronasi dan supinasi, sebelumnya mintalah pasien untuk
memposisikan lengannya fleksi pada siku untuk meminimalisasi gerakan sendi bahu.

Gambar Pemeriksaan ROM siku

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 88


Buku Panduan CSL 2 2016

3. PEMERIKSAAN PERGELANGAN TANGAN DAN JARI TANGAN


a. Inspeksi
 Inspeksi daerah palmar dan dorsal dari tangan, juga tulang dari setiap jari tangan apakah
terdapat deformitas, pembengkakan atau angulasi.
b. Palpasi
 Palpasi daerah pergelangan tangan pada bagian distal radius dan ulna dengan
menggunakan kedua ibu jari pada bagian dorsum pergelangan tangan.
 Perhatikan adakah pembengkakan, bogginess atau nyeri. Nyeri daerah distal radius dapat
menjadi pertanda adanya fraktur colless.
 Palpasi daerah jari tangan PIP dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk,
 Perhatikan apakah terdapat nyeri, pembengkakan, dan pembesaran tulang. Bila
ditemukan nodul (pembesaran tulang ) biasanya merupakan tanda dari Osteoarthritis.

Gambar Palpasi
pergelangan tangan
dan jari tangan
c. Pemeriksaan ROM pergelangan tangan
Flexion
 Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang siku pasien.
 Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi ekstensi dan jari pemeriksa pada
telapak tangan pasien.
 Minta pasien untuk memfleksikan pergelangan tangannya melawan gravitasi

Extension
 Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang siku pasien.
 Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi fleksi dan tempatkan tangan pemeriksa
pada punggung tangan pasien.
 Minta pasien untuk mengekstensikan pergelangan tangannya melawan gravitasi.

Ulnar and radial deviation


 Posisikan telapak tangan pasien menghadap ke bawah.
 Salah satu tangan pemeriksa memegang pergelangan tangan pasien dan tangan lainnya
menopang telapak tangan pasien
 Minta pasien untuk menggerakan pergelangan tangannya ke arah lateral dan medial.

Gambar Pemeriksaan ROM pergelangan tangan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 89


Buku Panduan CSL 2 2016

d. Pemeriksaan ROM jari tangan


Flexion dan extension
 Minta pasien untuk mengepalkan tangannya kemudian memekarkan jari-jarinya secara
bergantian. Normalnya pergerakan tersebut dapat dilakukan dengan lancar.

Abduction dan adduction


 Minta pasien untuk memekarkan jari-jarinya (abduksi) dan merapatkan jarinya (adduksi)
secara bergantian.
 Pada ibu jari, nilailah pergerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi dan oposisi:
 Tes Fleksi dengan meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang telapak tangan
dan menyentuh dasar jari kelingking.
 Tes ekstensi dengan meminta pasien kembali menggerakkan ibu jarinya
 Tes Abduksi dengan meminta pasien untuk memposisikan jarinya dalam keadaan netral,
telapak tangan menghadap ke atas. Kemudian gerakkan ibu jari ke arah anterior menjauh
dari telapak tangan
 Tes adduksi dengan gerakan kembali ibu jari ke arah belakang.
 Tes oposisi dengan meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang telapak
tangan,ibu jari menyentuh setiap ujung jari yang lain.

Gambar Pemeriksaan ROM jari tangan


4. Pemeriksaan lutut dan ekstremitas bawah
a. Inspeksi
 inspeksi cara dan irama berjalan pasien saat memasuki ruang pemeriksaan. Perhatikan
bentuk dan kontur lutut, apakah terdapat atrofi m. quadriceps apakah terdapat
pembengkakan.

b. Palpasi
 Mintalah pasien untuk duduk di tepi bed pemeriksaan dengan lutut dalam posisi fleksi.
Pada posisi ini landmark tulang dapat lebih mudah terlihat sementara otot, tendon dan
ligament lebih rileks, sehingga palpasi lebih mudah dilakukan.
 Palpasi dan identifikasi condylus femoralis media dan lateral, epicondylus femoralis media
dan lateral
 Palpasilah ligamen, batas meniscus dan bursa dari lutut, perhatikan jika terdapat
kekakuan.

c. Pemeriksaan ROM lutut


 Prinsip pemeriksaan rom lutut adalah fleksi, ekstensi, rotasi internal dan eksternal.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 90


Buku Panduan CSL 2 2016

 Minta pasien untuk menggerakan fleksi dan ekstensi lututnya dalam keadaan duduk.
 Jika diperlukan, pemeriksaan dapat dilakukan dengan meminta pasien berjongkok-berdiri
yang juga dapat menilai keseimbangan pasien.
 Minta pasien untuk memutar kakinya kearah medial dan lateral untuk menilai rotasi.
Terkadang juga diperlukan pemeriksaan stabilitas ligament dan integritas meniscus
terutama jika terdapat riwayat trauma atau teraba kekakuan. Pemeriksaan tersebut
mencakup Abduction Stress Test, Adduction Stress Test, Anterior Drawer Sign, Lachman
Test, Posterior Drawer Sign, dan McMurray Test yang dapat Anda pelajari sendiri pada
literatur pemeriksaan fisik.

5. Pemeriksaan pergelangan kaki dan kaki


a. Inspeksi
 Inspeksi daerah pergelangan kaki dan kaki, perhatikan apakah terdapat deformitas,
pembengkakan, nodule dan atau calus
b. Palpasi
 Palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian anterior dari pergelangan kaki
dan perhatikan adakah pembengkakan dan nyeri. Nyeri lokal dapat ditemukan pada kasus
arthritis, cedera ligament, atau infeksi daerah pergelangan kaki.
 Palpasi juga dilakukan di sendi-sendi Metatarsofalang dengan cara menekan kaki dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Nyeri yang didapatkan oleh karena penekanan
bisa menjadi pertanda stadium awal dari RA atau inflamasi akut yang disebakan oleh
GOUT.

Gambar Pemeriksaan pergelangan kaki dan kaki

c. Pemeriksaan ROM pergelangan kaki dan kaki


 ROM dari pergelangan kaki adalah dorsofleksi dan plantarfleksi.
 ROM kaki terdiri dari eversi dan inversi dengan cara memegang pergelangan kaki dan
tumit kaki pasien kemudian minta pasien menggerakan kakinya inversi dan eversi.

Gambar Pemeriksaan ROM pergelangan kaki dan kaki

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 91


Buku Panduan CSL 2 2016

G. DAFTAR PUSTAKA
 Bate’s barbara. Guide to Physical Examination. Lippincot. 2007. Chapter 15
 Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: 2006

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN RANGE OF MOTION (ROM)

Nilai Feedback
No Aspek
0 1 2
I INTERPERSONAL
1 Sambung Rasa dan Informed consent
II Pemeriksaan Muskuloskeletal dan ROM
II.1 Sendi Bahu
2 Lakukan inspeksi: apakah terdapat deformitas, pembengkakan,
atrofi otot atau fasikulasi
3 Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk menunjuk lokasi
nyeri, lakukan palpasi pada area tersebut.
Lakukan pemeriksaan ROM sendi bahu dengan memegang
sendi bahu pasien dan meminta pasien untuk:
4 Mengangkat lengannya (abduksi) setinggi bahu (90°) dengan
telapak tangan menghadap ke atas
5 Mengangkat lengannya vertical di atas kepala dengan telapak
tangan saling berhadapan
6 Menempatkan kedua tangan di belakang lehernya dengan siku
menghadap keluar
7 Menempatkan kedua tangan dibelakang tubuh
II.2 Sendi Siku
8 Lakukan inspeksi dengan menopang lengan pasien dengan
tangan pemeriksa sehingga siku menjadi fleksi 70°. Perhatikan
epicondylus medial dan lateral serta olecranon. Perhatikan kontur
siku, apakah terdapat nodul atau pembengkakan.
9 Lakukan palpasi daerah olekranon dan tekan epicondylus untuk
nyeri tekan. Perhatikan apakah terdapat dislokasi olekranon,
adakah nyeri, pembengkakan atau penebalan antara epicondylus
dan olekranon.
Lakukan pemeriksaan ROM Siku dengan meminta pasien untuk :
10 Melakukan gerakan fleksi pada sikunya
11 Melakukan gerakan ekstensi pada sikunya
12 Memposisikan sikunya fleksi kemudian melakukan gerakan
pronasi (telapak tangan menghadap ke bawah)
13 Lengan tetap fleksi pada siku kemudian melakukan gerakan
supinasi (telapak tangan menghadap ke atas)
II.3 Sendi Pergelangan Tangan dan Jari

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 92


Buku Panduan CSL 2 2016

14 Lakukan inspeksi daerah palmar dan dorsal tangan serta jari


tangan, perhatikan apakah terdapat deformitas, pembengkakan
atau angulasi.
15 Lakukan palpasi daerah pergelangan tangan pada bagian distal
radius dan ulna dengan menggunakan kedua ibu jari. Perhatikan
adakah pembengkakan, bogginess atau nyeri. Palpasi daerah jari
tangan dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Perhatikan
adakah nyeri, pembengkakan atau pembesaran tulang.
Lakukan pemeriksaan ROM pergelangan tangan:
16 Flexion:
a) Menempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa,
pemeriksa memegang siku pasien.
b) Memposisikan pergelangan tangan pasien pada posisi ekstensi
dan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien.
c) Meminta pasien untuk memfleksikan pergelangan tangannya
melawan gravitasi
17 Extension:
a) Menempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa,
pemeriksa memegang siku pasien.
b) Memposisikan pergelangan tangan pasien pada posisi fleksi
dan tangan pemeriksa pada punggung tangan pasien.
c) Meminta pasien untuk mengekstensikan pergelangan
tangannya melawan gravitasi.
18 Ulnar and radial deviation:
a) Memposisikan telapak tangan pasien menghadap ke bawah.
b) Memegang pergelangan tangan pasien dan menopang telapak
tangan pasien
c) Meminta pasien untuk menggerakan pergelangan tangannya
ke arah lateral dan media
Lakukan pemeriksaan ROM jari tangan :
19 Flexion dan extension:
Meminta pasien untuk mengepalkan tangannya kemudian
memekarkan jari-jarinya secara bergantian
20 Abduction dan adduction:
Meminta pasien untuk memekarkan jari-jarinya (abduksi) dan
merapatkan jarinya (adduksi) secara bergantian
Lakukan pemeriksaan ROM ibu jari:
21 Tes Fleksi:
Meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang telapak
tangan dan menyentuh dasar jari kelingking
22 Tes ekstensi :
Meminta pasien kembali menggerakkan ibu jarinya

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 93


Buku Panduan CSL 2 2016

23 Tes Abduksi:
Meminta pasien untuk memposisikan jarinya dalam keadaan
netral, telapak tangan menghadap ke atas. Kemudian gerakkan
ibu jari ke arah anterior menjauh dari telapak tangan.
24 Tes adduksi:
Meminta pasien menggerakan kembali ibu jari ke arah belakang.
25 Tes oposisi:
Meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang telapak
tangan,ibu jari menyentuh setiap ujung jari yang lain
II.4 Lutut dan ekstremitas bawah
26 Lakukan inspeksi cara dan irama berjalan pasien. Perhatikan
pula bentuk dan kontur lutut, apakah terdapat atrofi M.
quadriceps, apakah terdapat pembengkakan.
27 Lakukan palpasi dengan meminta pasien untuk duduk di tepi
bed pemeriksaan dengan lutut fleksi. Palpasi dan identifikasi
condylus femoralis media dan lateral, epicondylus femoralis
media dan lateral serta ligamen, batas meniscus, perhatikan jika
terdapat kekakuan.
Lakukan pemeriksaan ROM lutut:
28 Fleksi dan Ekstensi:
Meminta pasien untuk menggerakan fleksi dan ekstensi lututnya
dalam keadaan duduk.
291) Rotasi internal dan eksternal:
2) Meminta pasien untuk memutar kakinya kearah medial dan
lateral
II.5 Pergelangan kaki dan kaki
30 Lakukan inspeksi daerah pergelangan kaki dan kaki, perhatikan
apakah terdapat deformitas, pembengkakan, nodule dan atau
calus
31 Lakukan palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada
bagian anterior dari pergelangan kaki. Perhatikan adakah
pembengkakan dan nyeri. Palpasi sendi metatarsofalang dengan
menekan kaki dengan menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk.Perhatikan adakah pembengkakan dan nyeri
Lakukan pemeriksaan ROM pergelangan kaki & kaki dengan:
32 Meminta pasien melakukan gerakan dorsofleksi dan plantarfleksi
33 Eversi dan inversi:
1) Peganglah pergelangan kaki dan tumit kaki pasien
Pinta pasien menggerakan kakinya inversi (memutar ke medial)
dan eversi (memutar ke lateral)
IV PROFESIONALISME
34 Melakukan dengan percaya diri
35 Melakukan dengan kesalahan minimal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 94


Buku Panduan CSL 2 2016

TOTAL

Nilai = ------------- x 100% = ……………

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 95


Buku Panduan CSL 2 2016

PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS


DAN PATOLOGIS

A. TEMA
Pemeriksaan refleks fisiologis dan reflek patologis

B. TUJUAN PEMBELAJARAN:
1. Mampu melakukan pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis
2. Mampu menjelaskan tujuan dan interpretasi hasil pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis
3. Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemeriksaan

C. ALAT DAN BAHAN


1. Reflek hammer
2. Meja pemeriksaan

D. SKENARIO
Tn.X, 48 tahun, diantar oleh keluarganya ke RS karena pagi ini tiba-tiba beliau jatuh pingsan setelah
bertengkar hebat dengan tetangganya, dan ketika sadar Tn.X menjadi sulit untuk menggerakkan
tangan dan kaki kanannya. Anda kebetulan yang saat itu sedang bertugas di UGD memeriksa Tn.X
dengan seksama, dan memang benar tangan dan kaki kanan beliau menjadi lemah.

E. DASAR TEORI
1. Refleks Fisiologis dan Patologis
Reflek adalah jawaban atas rangsang. Reflek neurologik tergantung pada suatu lengkung reflek
yang terdiri dari jalur aferen yang dicetus oleh reseptor dan sistem eferen yang mengaktivasi
organ efektor, serta hubungan antara kedua komponen. Misalnya reflek tendon yang timbul
karena adanya rangsang, yang akan diteruskan ke reseptor--serabut aferen--ganglion spinal--
serabut eferen—efektor (otot). Gerak otot reflektoris dapat ditimbulkan pada setiap orang sehat
(reflek fisiologis). Reflek regang otot adalah reflek yang timbul oleh regangan otot yang
disebabkan rangsangan dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Nama lain dari reflek
ini adalah reflek tendon atau reflek fisiologis. Pada kerusakan UMN dapat terjadi refleks yang
tidak dapat dibangkitkan pada orang –orang sehat, yang dinamakan refleks patologis.

Reflek patologis yang dikemukakan oleh Babinski (1896) menyatakan bahwa reflek superfisial
yang dibangkitkan pada keempat ekstremitas menjadi berubah jawabannya jika terdapat lesi
pada traktus piramidalis. Reflek, baik berupa lesi Upper Motor Neuron (UMN) atau Lower Motor
Neuron (LMN) yang pada ekstrimitas bawah tidak lagi terjadi plantar fleksi seperti pada orang
normal tetapi dorso fleksi ibu jari kaki disertai gerakan mekar jari-jari lainnya sedangkan pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 96


Buku Panduan CSL 2 2016

ekstrimitas atas (pada reflek hoffman trommer) akan timbul fleksi keempat jari, yang pada orang
normal tidak terjadi apa-apa.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan refleks fisiologis adalah:
 Penderita harus dalam keadaan santai. Bagian yang diperiksa harus dalam posisi
sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang terjadi dapat muncul secara optimal
 Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung. Pukulan tidak perlu terlalu keras

Gambar Cara melakukan pukulan dengan menggunakan palu refleks

Penilaian hasil refleks


Refleks fisiologis dapat dinilai sebagai negatif, menurun, normal, meninggi dan hiperaktif
Ada pula yang menggunakan kriteria sebagai berikut :
0 : negatif
+1 : lemah (dari normal)
+2 : normal
+3 : meninggi
+4 : hiperaktif

Jenis refleks fisiologis


 Reflek bisep: Dengan memberi rangsangan berupa ketoka pada tendon otot biseps maka
akan menimbulkan gerakan fleksi lengan bawah. Pusat reflek ini terletak di C5-C6
 Reflek tricep: dengan memberikan rangsangan berupa ketokan pada tendon otot triceps dan
sebagai jawabannya akan terjadi ektensi lengan bawah. Pusat refleks ini terletak di C6-C8
 Reflek patella: dengan memberi rangsangan pada tendon m quadriceps femoris dan sebagai
jawabannya akan terjadi gerakan ekstensi tungkai bawah. Pusat refleks terletak L2, L3, L4.
 Reflek achilles: dengan memberi rangsangan pada tendon achilles dan sebagai jawabannya
akan terjadi gerakan plantar fleksi pada kaki. Pusat refleks melalui S1 dan S2

Jenis refleks patologis


 Hoffmann tromer
Jepit jari tengah pasien diantara telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Gores dengan kuat jari
tengan dengan menggunakan ibu jari. Abnormal terjadi fleksi jari telunjuk serta fleksi dan
aduksi ibu jari.
 Reflek babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral. Orang
normal akan memberikan respon fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 97


Buku Panduan CSL 2 2016

akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau
membuka. Normal pada bayi masih ada.

 Reflek oppenheim
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah, dengan kedua
jari telunjuk dan tengah. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski
 Reflek gordon
Lakukan goresan/memencet otot gastrocnemius, jika positif maka akan timbul reflek seperti
babinski
 Reflek gonda
Lakukan penekanan/fleksikan jari ke-4 pedis kemudian lepaskan dengan cepat. Jika positif,
maka akan timbul reflek seperti babinski.
 Reflek schaefer
Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski
 Reflek caddock
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki dari maleolus lateral ke arah kaudal.
Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski.

F. PROSEDUR

Pemeriksaan Refleks Fisiologis

1. Pemeriksaan refleks biseps


a. Meminta pasien duduk dengan santai
b. Lengan dalam keadaan lemas, posisikan lengan bawah antara fleksi dan ekstensi serta sedikit
pronasi
c. Letakkan siku pasien pada lengan/tangan pemeriksa
d. Letakkan ibu jari di atas tendo biseps kemudian pukullah ibu jari tadi dengan refleks hammer
e. Reaksi utama adalah kontraksi otot biseps & fleksi lengan bawah

Gambar Refleks Biseps

2. Pemeriksaan refleks triseps


a. Posisikan pasien sama dengan posisi pada pemeriksaan refleks biseps

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 98


Buku Panduan CSL 2 2016

b. instrusikan kepada pasien untuk melemaskan lengan dan relaksasi sempurna


c. Pukullah tendo yang lewat di fossa olekranon
d. Triseps akan kontraksi dengan sedikit menyentak (ekstensi lengan bawah di siku)

Gambar Refleks Triseps


3. Pemeriksaan refleks patella
a. Posisikan pasien dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai
b. Raba daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dulu untuk menentukan daerah yang tepat
c. Pegang paha pasien bagian distal dengan tangan pemeriksa sedangkan tangan yang lain
memukul tendo patella dengan palu refleks hammer secara cepat
d. Respon: ekstensi tungkai bawah

Gambar Refleks Patella

4. Pemeriksaan refleks achilles

a. Meminta pasien duduk dengan tungkai menjuntai atau berbaring dimana sebagian tungkai
bawah & kakinya terjulur di luar meja pemeriksa
b. Regangkan tendo achilles dengan cara menahan ujung kaki ke arah dorsofleksi
c. Pukullah Tendo achilles dengan ringan tetapi cepat
d. Akan muncul gerakan fleksi kaki yang menyentak

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 99


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar Refleks Achiles

Pemeriksaan Reflek Patologis


1. Plantar Response
a) Reflek Babinsky
Gores telapak kaki bagian lateral dari tumit menuju pangkal jari.

Gambar. Arah goresan dan reflek yang muncul pada reflek Babinski

b) Reflek Chaddock
Gores bagian lateral maleolus ke arah kaudal.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 100


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar. Arah goresan pada pemeriksaan reflek Chaddock

c) Reflek Gordon
Remas otot betis.

Gambar. Cara pemeriksaan reflek Gordon dan responnya

d) Reflek Gonda
Tekuk maksimal jari keempat kaki kemudian lepaskan tiba-tiba.

Gambar. Cara pemeriksaan reflek Gonda

e) Reflek Schaefer
Pencet tendon achilles dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 101


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar. Cara pemeriksaan reflek Schaefer

f) Reflek Oppenheim
Urut kuat tibia dan m. tibialis anterior dari proksimal ke distal.

Kesimpulan keseluruhan untuk Refleks Plantar Response :


Normal akan terlihat gerakan plantar fleksi kaki
Abnormal akan terlihat gerakan dorsofleksi ibu jari disertai mekarnya jari-jari yang lain

2. Reflek Hoffman Tromner


 Pegang tangan pada pergelangan, jari-jari difleksikan.
 Jepit jari tengah pasien diantara telunjuk dan jari tengah pemeriksa.
 Gores dengan kuat jari tengan dengan menggunakan ibu jari.
 Abnormal terjadi fleksi jari telunjuk serta fleksi dan aduksi ibu jari.

Gambar. Cara pemeriksaan reflek Hoffman Tromner


(Sumber: Bate’s guide to physical examination)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 102


Buku Panduan CSL 2 2016

G. DAFTAR PUSTAKA
1. Bahan kuliah Neurologi FK UNSRI, 2000
2. Bahan kuliah Neurologi FK UI, 2010
3. Panduan CSL Pemeriksaan Neuropsikiatri Unhas, 2010
4. Swartz, M.H., 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC
5. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: 2006
6. Lynn S. Bickley: Bate's guide to physical examination.
7. SM Lumbantobing: Neurologi Klinik, Pemeriksaan fisik dan mental. BP FKUI. Jakarta:2000
8. T Juwono: Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC. Jakarta: 2000
9. Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta: 1995

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS

Nilai Feedback
Prosedur
No 0 1 2
I INTERAKSI DOKTER – PASIEN
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
II PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
3 Lakukan pemeriksaan reflek biseps
 Meminta pasien duduk dengan santai
 Posisikan lengan bawah pasien antara fleksi dan ekstensi serta
sedikit pronasi
 Letakkan siku pasien pada lengan/tangan pemeriksa
 Letakkan ibu jari di atas tendo biseps kemudian pukullah ibu jari
tadi dengan refleks hammer
 Hasil : Fleksi lengan bawah
4 Lakukan pemeriksaan reflek triseps
 Posisikan pasien sama dengan posisi pada pemeriksaan refleks
biseps
 Instruksikan kepada pasien untuk melemaskan lengan dan
relaksasi sempurna
 Pukullah tendo yang lewat di fossa olekranon
 Hasil : Ekstensi lengan bawah
5 Lakukan pemeriksaan reflek patella
 Posisikan pasien dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai
 Raba daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dulu untuk
menentukan daerah yang tepat
 Pegang paha pasien bagian distal dengan tangan kiri sedangkan
tangan yang lain memukul tendo patella dengan palu refleks
hammer secara cepat
 Hasil : ekstensi tungkai bawah
6 Lakukan pemeriksaan reflek achilles
 Meminta pasien duduk dengan tungkai menjuntai atau berbaring
dimana sebagian tungkai bawah & kakinya terjulur di luar meja

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 103


Buku Panduan CSL 2 2016

pemeriksa
 Regangkan tendo achilles dengan cara menahan ujung kaki ke
arah dorsofleksi
 Pukullah Tendo achilles dengan ringan tetapi cepat
 Hasil : plantarfleksi
III PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS
7 Lakukan pemeriksaan reflek babinski
Gores plantar pedis sisi lateral dari tumit ke kaudal
8 Lakukan pemeriksaan reflek Chaddock
Gores dorsum pedis pada maleolus lateral ke arah kaudal
9 Lakukan pemeriksaan reflek Gordon
Tekan/cubit otot gastrocnemius pasien
10 Lakukan pemeriksaan reflek Gonda
Fleksikan jari ke-4 pedis kemudian lepaskan secara cepat
11 Lakukan pemeriksaan reflek Oppenheim
Gosok sepanjang tulang tibia dengan menggunakan jari telunjuk
dan jari tengah
12 Lakukan pemeriksaan reflek Schaefer
Tekan/cubit tendon achiles dengan ibu jari dan telunjuk
13 Lakukan pemeriksaan reflek Hoffman Tromner
 Pegang tangan pada pergelangan, jari-jari difleksikan.
 Jepit jari tengah pasien diantara telunjuk dan jari tengah
pemeriksa.
 Gores dengan kuat jari tengan dengan menggunakan ibu jari.
IV PROFESIONALISME
18 Melakukan dengan penuh percaya diri
19 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL

Nilai = ------------- x 100% = ……………

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 104


Buku Panduan CSL 2 2016

PEMERIKSAAN MOTORIS
DAN KEKUATAN OTOT

B. TEMA
Pemeriksaan motoris dan kekuatan otot

B. TUJUAN PEMBELAJARAN:
1. Mampu melakukan pemeriksaan sensoris dan kekuatan otot
2. Mampu menjelaskan tujuan dan interpretasi hasil pemeriksaan sensoris dan kekuatan otot
3. Mampu memilih metode untuk pemeriksaan
4. Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemeriksaan

C. ALAT DAN BAHAN


1. Meja dan Bed pemeriksaan

D. SKENARIO
GENERAL WEAKNESS
Seorang laki-laki datang kepada saudara dengan keluhan badan terasa lemah. kedua tangan dan
kaki lemah untuk digerakkan. Anda kemudian melakukan pemeriksaan motoris dan kekuatan otot
pada pasien ini.

E. DASAR TEORI
1. Tonus Otot dan Kekuatan Otot
Pada pemeriksaan otot dinilai tonus otot dan kekuatan otot.
 Tonus otot: pada otot normal dengan inervasi intak sedang berelaksasi, otot tersebut masih
mempunyai tegangan residu yang kita kenal dengan tonus otot. Tonus otot dapat diperiksa
dengan meraba dan merasakan resistansi otot setelah dilakukan peregangan pasif
(gerakan pasif).
Contoh pemeriksaan tonus otot pada tangan:
Minta pasien untuk bersikap relaks, kemudian pemeriksa mengambil salah satu tangan
pasien, fleksi dan ekstensikan siku. Pemeriksa memperhatikan resistensi otot. Evaluasi
apakah tonus otot normal, rigid atau flaccid. Rigidity jika ketika pemeriksa menggerakkan
lengan ke depan dan belakang terdapat tahanan tersentak-sentak. Flaccidity, jika ketika
pemeriksa menggerakan lengan ke depan dan belakang, tidak terdapat tahanan,hampir
seperti terkulai.
 Pemeriksaan kekuatan otot dilakukan dengan menyuruh pasien melakukan gerakan aktif
melawan tahanan pemeriksa. Jika otot yang akan diperiksa terlalu lemah, minta pasien
untuk menggerakkan otot melawan gravitasi. Pengurangan kekuatan otot disebut parese
dan kehilangan seluruh kekuatan otot disebut plegia. Penilaian kekuatan otot digradasikan
dalam skala 0-5

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 105


Buku Panduan CSL 2 2016

0 Tidak ada kontraksi otot


1 Ditemukan kedutan otot minimal
2 Pergerakan aktif dari bagian tubuh melawan gravitasi yang terbatas
3 Pergerakan aktif melawan gravitasi
4 Pergerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit tahanan
5 Pergerakan aktif melawan tahanan

F. PROSEDUR
Pemeriksaan Kekuatan Otot
1. Test flexion (C5, C6—biceps)
 Minta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku
 Pemeriksa menempatkan salah satu tangannya pada otot biseps pasien dan tangan yang
lainnya pada pergelangan tangan pasien, beri tahanan
 Minta pasien untuk melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa dengan berupaya
menekukkan lengannya.

Gambar Tes Fleksi

2. Test ekstensi (C6, C7, C8—triceps)


 Minta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku
 Pemeriksa menempatkan tangannya pada pergelangan tangan pasien, beri tahanan
 Minta pasien untuk melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa dengan berupaya
meluruskan lengannya.

Gambar Tes Ekstensi

3. Test ekstensi pada pergelangan tangan (C6, C7,C8, radial nerve)


 Minta pasien untuk meluruskan lengannya dan menggengam
 Tempatkan tangan pemeriksa pada genggaman pasien dan memberi tahanan berupa
upaya menarik genggaman pasien ke arah bawah
 Minta pasien untuk melawan tahanan tersebut

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 106


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar Ekstensi Pergelangan Tangan

4. Test the grip atau tes genggam (C7, C8, T1).


 Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa pada telapak tangan pasien
 Minta pasien untuk menggenggam jari pemeriksa tersebut dengan kuat
 Pemeriksa mengusahakan menarik jari tersebut dari genggaman pasien

Gambar Test The Grip atau Tes Genggam

5. Test finger abduction (C8, T1, n. ulnaris).


 Posisikan tangan pasien dengan telapak tangan menghadap ke bawah dan jari jari
memekar
 Minta pasien untuk mempertahankan posisi tersebut
 Pemeriksa berusaha merapatkan jari-jari pasien.

Gambar Test Finger Abduction

6. Test opposition of the thumb (C8, T1, n. medianus).


 Tempatkan tangan pemeriksa seperti pada gambar, beri tahanan
 Minta pasien untuk menyentuh ujung jari kelingkingnya dengan ibu jari dengan melawan
tahanan pemeriksa.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 107


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar Test Opposition of the Thumb

7. Test flexion at the hip (L2, L3, L4—iliopsoas)


 Tempatkan tangan pemeriksa di atas lutut pasien, beri tahanan
 Minta pasien untuk mengangkat kakinya melawan tahanan pemeriksa.

Gambar Test Flexion at the Hip

8. Test extension at the knee (L2, L3, L4—quadriceps).


 Pemeriksa menopang lutut pasien pada posisi fleksi, pegang pergelangan kaki pasien, beri
tahanan.
 Minta pasien untuk meluruskan kakinya melawan tahanan pemeriksa.

Gambar Test Extension at the Knee

9. Test flexion at the knee (L4, L5, S1, S2—hamstrings)


 Minta pasien untuk memposisikan kakinya fleksi pada lutut
 Instruksikan pasien untuk menahan usaha pemeriksa untuk meluruskan kakinya.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 108


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar Test Flexion at the Knee

10. Test dorsiflexion (terutama L4, L5) dan plantar flexion (terutama S1)
 Minta pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah
atas

Gambar Test Dorsiflexion

 Minta pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah
bawah

Gambar Test Plantarflexion

G. DAFTAR PUSTAKA
1. Bahan kuliah Neurologi FK UNSRI, 2000
2. Bahan kuliah Neurologi FK UI, 2010
3. Panduan CSL Pemeriksaan Neuropsikiatri Unhas, 2010
4. Swartz, M.H., 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC
5. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: 2006
6. Lynn S. Bickley: Bate's guide to physical examination.
7. Swartz: Textbook of physical diagnosis. Ed 5. Elsevier.2007
8. Afzal Mir: Atlas of clinical diagnosis. Ed 2. Elshevier science limited. 2003
9. Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta: 1995

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 109


Buku Panduan CSL 2 2016

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIS DAN KEKUATAN OTOT

Nilai
No Prosedur Feedback
0 1 2
I INTERAKSI DOKTER – PASIEN
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
II PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT
12 Lakukan pemeriksaan test flexion (C5, C6—biceps) :
 Meminta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku
 Tempatkan salah satu tangan pemeriksa pada otot biseps pasien
dan tangan yang lainnya pada pergelangan tangan pasien, beri
tahanan
 Instruksikan pasien untuk melawan tahanan dengan berupaya
menekukkan lengannya.
13 Lakukan pemeriksaan test ekstensi (C6, C7, C8—triceps):
 Meminta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku
 Tempatkan tangan pemeriksa pada pergelangan tangan pasien,
beri tahanan
 Instruksikan pasien untuk melawan tahanan dengan berupaya
meluruskan lengannya
14 Lakukan pemeriksaan test ekstensi pada pergelangan tangan
(C6, C7,C8, radial nerve):
 Meminta pasien untuk meluruskan lengannya dan menggengam
 Tempatkan tangan pemeriksa pada genggaman pasien dan
memberi tahanan berupa upaya menarik genggaman pasien ke
arah bawah
 Instruksikan pasien untuk melawan tahanan tersebut
15 Lakukan pemeriksaan test the grip atau tes genggam (C7, C8,
T1):
 Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa pada telapak
tangan pasien
 Meminta pasien untuk menggenggam jari pemeriksa tersebut
dengan kuat
 Usahakan menarik jari tersebut dari genggaman pasien
16 Lakukan pemeriksaan test finger abduction (C8, T1, n.
ulnaris):
 Posisikan tangan pasien dengan telapak tangan menghadap ke
bawah dan jari jari memekar
 Instruksikan pasien untuk mempertahankan posisi tersebut
 Pemeriksa berusaha merapatkan jari-jari pasien
17 Lakukan pemeriksaan test opposition of the thumb (C8, T1, n.
medianus):
 Tempatkan tangan pemeriksa seperti pada gambar (baca
prosedur), beri tahanan
 Instruksikan pasien untuk menyentuh ujung jari kelingkingnya
dengan ibu jari dengan melawan tahanan pemeriksa

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 110


Buku Panduan CSL 2 2016

18 Lakukan pemeriksaan test flexion at the hip (L2, L3, L4—


iliopsoas):
 Tempatkan tangan pemeriksa di atas lutut pasien, beri tahanan
 Instruksikan pasien untuk mengangkat kakinya melawan tahanan
19 Lakukan pemeriksaan test extension at the knee (L2, L3, L4—
quadriceps):
 Topanglah siku pasien pada posisi fleksi, pegang pergelangan
kaki pasien, beri tahanan.
 instruksikan pasien untuk meluruskan kakinya melawan tahanan
20 Lakukan pemeriksaan test flexion at the knee (L4, L5, S1, S2—
hamstrings) :
 Meminta pasien untuk memposisikan kakinya fleksi pada lutut
 Instruksikan pasien untuk menahan usaha pemeriksa untuk
meluruskan kakinya.
21 Lakukan pemeriksaan test dorsoflexion (terutama L4, L5)
 Instruksikan pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan
mendorong telapak kaki ke arah atas
22 Lakukan pemeriksaan test plantar flexion (terutama S1):
 Instruksikan pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan
mendorong telapak kaki ke arah bawah
IV PROFESIONALISME
23 Melakukan dengan penuh percaya diri
24 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL

Nilai = ------------- x 100% = ……………

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 111


Buku Panduan CSL 2 2016

PEMERIKSAAN SIRKULASI
PERIFER

A. TEMA
Keterampilan Prosedural Pemeriksaan Sirkulasi Perifer terdiri dari beberapa item pemriksaan sbb:
1. Pemeriksaan Sistem Pembuluh Darah Perifer
2. Capillary Refill Time
3. Rumple Leede

B. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur pemeriksaan sirkulasi perifer pada
ekstremitas superior dan inferior
2. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur pemeriksaan penilaian Capillary
Refill Time
3. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur Rumple Leed serta aplikasinya
pada klinis

C. ALAT DAN BAHAN


1. Tempat tidur
2. Kursi & Meja Periksa
3. Stetoskop
4. Tensimeter
5. Alat Tulis/bullpen
6. Senter
7. Wastafel
8. Handuk

D. SKENARIO
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Anak laki-laki, berusia 12 tahun, datang ke UGD RS Medika dengan keluhan demam 4 hari,
disertai lemas, tangan dan kaki dingin. Anda yang kebetulan bertugas saat itu curiga pasien
menderita Dengue Shock Syndrome, karena di daerah itu sedang banyak kasus DBD. Lakukan
Pemeriksaan sirkulasi perifer pada pasien ini secara cepat, tepat serta interpretasinya!

E. DASAR TEORI
Arteri
Pulsasi arteri dapat dipalpasi jika arteri tersebut terletak dekat dengan permukaan tubuh. Di
daerah lengan, terdapat tiga arteri yang terletak dekat permukaan tubuh, yaitu arteri brachialis,
arteri radialis dan arteri ulnaris. Arteri brachialis dapat dipalpasi tepat di atas siku, medial dari
tendon dan otot biseps. Pulsasi arteri radialis dapat dirasakan dipermukaan flexor, bagian lengan
sebelah lateral. Pulsasi arteri ulnaris dapat diraba di permukaan flexor, bagian lengan sebelah
medial.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 112


Buku Panduan CSL 2 2016

Di daerah kaki, pulsasi arteri dapat diraba di empat tempat, yaitu arteri femoralis, arteri poplitea,
arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior. Pulsasi arteri femoralis dapat diraba tepat dibawah
ligamentum inguinalis, pulsasi arteri poplitea dapat diraba dibawah lutut. Dibawah lutut, arteri
poplitea terbagi menjadi dua cabang, cabang bagian anterior menjadi arteri dorsalis pedis yang
dapat dipalpasi di bagian dorsum pedis, lateral tendon ekstensor dari jempol kaki. Cabang
posterior menjadi arteri tibialis posterior dapat diraba ketiba dia berjalan di melewati maleolus
medialis.

Penilaian pulsasi arteri dinilai berdasarkan gradasi 0-4 :


4+ = Bounding
3+ = Increased
2+ = Brisk, expected
1+ = Diminished, weaker than expected
0 = Absent, unable to palpate

Pulsasi arteri poplitea


Lutut pasien difleksikan dan kaki dalam posisi relaksasi. Letakkan ujung jari-jari tangan hingga
bertemu di garis tengah dibelakang lutut, kemudian tekan dalam-dalam ke arah popliteal fossa.
Denyut Popliteal seringkali sulit dicari dibandingkan denyut lainnya. denyut ini terletak lebih ke
dalam dan berasa lebih diffuse.

Gambar Prosedur pemeriksaan arteri poplitea


(Sumber: Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill)

Jika kamu tidak bisa merasakan denyut popliteal dengan cara ini, cobalah dengan cara meminta
pasien untuk tengkurap. Fleksikan lutut pasien 90°, biarkan kaki bagian bawah relaks berlawanan
arah dengan bahumu/lengan atas dan tekan dalam-dalam fossa popliteal menggunakan dua ibu
jari.

Pulsasi Arteri Dorsalis Pedis


Rasakan denyut dorsum kaki (bukan di ankle) lateral dari tendon ekstensor jempol kaki. Jika
pulsasi tidak dapat teraba, lakukan ekplorasi dorsum kaki lebih lateral.

Gambar Palpasi Arteri Dorsalis Pedis

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 113


Buku Panduan CSL 2 2016

Pulsasi arteri tibialis posterior


Tekuk dan letakkan dua jari dibelakang, di bawah maleolus medialis.

Gambar Palpasi Arteri Tibialis Posterior


Vena
Vena dari lengan, bersama dengan vena lain dari trunkus superior dan vena daerah kepala dan
leher ditampung di vena cava superior dan masuk dalam atrium kanan. Vena dari ekstremitas
inferior ditampung di vena cava inferior. Deep veins dari kaki membawa sekitar 90% darah dari
venous return ekstremitas inferior. Vena superfisialis yang berlokasi subkutan termasuk
diantaranya vena safena magna.Vena anastomosa menghubungkan dua vena safena, sementara
vena perforantes menghubungkan vena safena dengan deep veins.

Sistem Limfatik
Sistem limfatik terdiri dari jaringan vaskular ekstensif yang mengalirkan cairan yang disebut lymph
dari jaringan tubuh dan mengembalikannya lagi ke sirkulasi vena. kelenjar getah bening bisa
berbentuk bulat, oval, atau bentuk kacang yang bervariasi besar-kecilnya tergantung lokasinya.
Beberapa kelenjar getah bening, seperti preauriculars berukuran sangat kecil. Sedangkan
kelenjar getah bening didaerah inguinal berukuran relatif lebih besar—seringkali berdiameter 1 cm
atau 2 cm pada orang dewasa.
Sistem limfatik mempunyai peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Sel-sel yang berada
dalam lymph nodes menelan cellular debris and bakteri dan memproduksi antibodi. Hanya
superficial lymph nodes yang dapat di rasakan dengan pemeriksaan fisik. Yang dapat diperiksa
fisik termasuk cervical nodes, axillary nodes, dan nodes di lengan dan kaki.

Edema
Edema menunjukkan adanya cairan berlebihan didalam tubuh. Edema dibagi dua, yaitu edema
intraseluler dan edema ekstraseluler. Untuk edema ekstraseluler, terdapat dua penyebab umum
yang sering dijumpai (1) Kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang interstitial dengan
melintasi kapiler (2) Kegagalan limfatik untuk mengembalikan cairan dari interstitium ke dalam
darah

Gambar Edema pedis (Sumber: Bate’s, 2002)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 114


Buku Panduan CSL 2 2016

Cara menilai edema :


Bandingkan kaki kanan dan kaki kiri, perhatikan ukuran, vena yang prominens,tendon dan tulang.
Cek apakah terdapat adanya edema pitting, dengan cara tekan secara perlahan bagian kaki
dengan menggunakan ibu jari tangan selama kurang lebih 5 detik. Pada kondisi normal tidak
terdapat edema. Jika terdapat edema, biasanya dinilai dari angka 1 sampai dengan 4.

Gambar Prosedur pemeriksaan edema


(Sumber: Szilagy,Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill)

Capillary Refill Time (CRT)


CRT dalah waktu yang digunakan oleh darah untuk mengisi kapiler yang kosong. Pemeriksaan
CRT merupakan faktor penting untuk penilaian fungsi sirkulasi, mengetahui perfusi jaringan. Jika
CRT memanjang ini dapat menjadi pertanda adanya syok sirkulasi, yang merupakan tganda gawat
darurat. Cara pemeriksaan CRT adalah dengan memegang tangan lebih tinggi dari jantung untuk
menghindari terjadinya refluks vena. Kemudian tekan kuku sampai berubah menjadi putih,
lepaskan, kemudian catat waktu sampai kuku kembali ke warna semula. Catatan waktu CRT
normalnya kurang dari 2 detik

Gambar. Pemeriksaan Capillary Refill Time

Tes Rumple Leede


Uji Rumple Leed atau lazim dikenal dengan uji Torniquet merupakan pemeriksaan yang
menandakan fragilitas kapiler meningkat, untuk mengetahui tanda perdarahan pada kulit. Uji
torniquet biasanya positif pada kasus-kasus penyakit virus seperti demam berdarah, demam
chikungunya atau campak dan penyakit bakteri semisal tifus abdominalis. Uji torniquet dikatakan
positif jika terdapat lebih dari sama dengan 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm (±1 inchi) di
lengan bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti).

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 115


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar. Uji Rumple Leed

F. PROSEDUR
a. Interaksi Dokter-Pasien
Sebelum melakukan pemeriksaan maupun tindakan kepada pasien diharuskan membina
sambung rasa yang baik dengan pasien. Jelaskan dan informasikan prosedur yang akan
dikerjakan kepada pasien. Jelaskan sesuai dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien.
Tidak terkesan menakut-nakuti tetapi juga tidak terkesan menutup-nutupi. Jelaskan prosedur,
indikasi, tujuan, efek samping dan kemungkinana komplikasi dari pemeriksaan atau tindakan
yang akan dilakukan. Setelah itu mintalah persetujuan terhadap pemeriksaan atau tindakan
yang akan dilakukan. Selain untuk etikomedikolegal, hal ini juga berguna agar pasien menjadi
kooperatif dan siap dengan pemeriksaan atau tindakan yang akan kita lakukan.

b. Persiapan
Dalam pemeriksaan Sirkulasi perifer, CRT dan Rumple Leed test, tidak banyak peralatan yang
diperlukan. Cukup pasien, meja&kursi serta bed periksa, stetoskop, tensimeter, alat tulis serta
penerangan/senter secukupnya. Namun dalam hal ini diperlukan keterampilan pemeriksa untuk
melakukan pemeriksaan

Pastikan semua peralatan tersebut sudah tersedia dan siap pakai di ruang periksa. Selain
persiapan alat, persiapan diri penolong juga harus dilakukan dengan mencuci tangan menurut
WHO dengan menggunakan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah pemeriksaan.

c. Pemeriksaan Arteri dan Vena Perifer


Lakukanlah Inspeksi secara menyeluruh terhadap system sirkulasi pada darah tepi. Amati
dengan seksama bentuk, ukuran, simetrisitas, ada tidak bendungan atau pembengkakan pada
pembuluh darah vena di bawah kulit. Prioritaskan pada ke empat ekstrimitas superior dan
posterior. Jangan lupa memperhatikan warna kulit, tekstur kulit serta kuku. Gangguan perfusi
jaringan yang lama akan tampak perbedaan pada ujung-ujung ekstrimitas. Tampak lebih gelap
dan tekstur kasar misal pada kaki penderita Dibetes Mellitus (DM) akibat vaskulopathy . Pada
kuku pemeriksa amati warna, bentuk serta kelainan jika ada pada kuku tersebut. Warnanya
apakah pucat atau bahkan sianosis (kebiruan). Terjadinya clubbing finger (jari tabuh) dimana
jika kedua kuku bersesuaian kedua tangan yang berbeda di tempelkan menghilangnya celah
kuku dan terbentuk sudut di distal ujung kuku akibat jari regio distal phalank dan kuku
menggelembung (rounded and bulbous) seperti ujung stik drum pada penderita hipoksia yang
lama/kronis .

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 116


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar Struktur dan Bagian-bagian kuku


(Sumber: Swartz, Textbook of Physical Diagnosis. 4th ed)

Gambar Clubbing Finger


(Sumber: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 6th ed)

Cara lain menilai clubbing finger adalah dengan menilai sudut Lovibonds (lihat gambar) yang
pada orang normal sekitar 160°. Pada clubbing finger bisa menjadi 180 atau lebih. Cara
pemeriksaan seperti pada gambar berikut.

Gambar Perbandingan jari normal dan Clubbing finger serta cara pemeriksaannya
(Sumber: Swatz’s Textbook of Physical Diagnosis, 4th edition)

d. Palpasi Arteri Radialis


Untuk mempalpasi arteri radialis gunakanlah permukaan jari 2 dan jari 3 diletakkan pada
bagian flexor, lateral lengan (pergelangan tangan sebelah luar). Rabalah kedua tangan kanan
dan kiri secara bersamaan. Bandingkan apakah denyut nadi sam/serentak. Jika sama baru
mulailah menilai nadi tangan sebelah kanan/ kiri bergantian. hitunglah denyut nadi per menit,
teratur tidaknya, kuat lemahnya/ isi dan tegangan cukup. Nilailah apakah kondisi nadi tersebut
dalam keadaan normal untuk masing-masing sisi.

e. Palpasi arteri poplitea


Mintalah pasien menkuk lutut (posisi fleksi). Bisa dilakukan dengan pasien posisi supine atau
pronasi. Letakkan permukaan jari2-4 kedua belah tangan di fossa poplitea, tekan dalam.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 117


Buku Panduan CSL 2 2016

Rasakan pulsasi terutama di jari tengah dan telunjuk. Kemudian hitunglah jumlah denyut,
teratur atau tidak, keras atau pelan. Lakukan secara bergantian pada kedua sisi.

f. Palpasi arteri dorsalis pedis


Gunakan permukaan volar jari 2 dan jari 3, diletakkan pada dorsum kaki, lateral dari tendon
ekstensor ibu jari kaki. Hitunglah jumlah denyut, keteraturan, keras lemahnya denyutan arteri.
Bandingkan untuk kedua sisi.

g. Pemeriksaan Edema & Vena


Inspeksi. Bandingkan kedua kaki kanan dan kiri. Perhatikan jika tampak pembengkakaan pada
kaki serta batasnya. Apakah hanya sebatas dorsum kaki atau sampai pretibia. Perhatikan
vena-vena prominens. perhatikan lokasi, ukuran serta ada tidaknya bendungan.
Lakukan penekanan dengan menggunakan ibu jari tekan secara lembut dorsum pada tiap kaki,
di belakang maleolus medialis serta pretibia. Nilailah jenis edema, apakah Pitting (terjadi
lekukan) atau non pitting. Nilai juga derajat edema. Pitting edema menunjukkan terjadinya
edema ekstraseluler (cairan berada di jaringan interstisial), sebaliknya Non-Pitting edema
menunjukkan terjadinya edema intraseluler.

h. Capillary Refill Time (CRT)


CRT dilakukan untuk menilai perfusi jaringan. Mulailah dengan meletakkan tangan lebih tinggi
dari jantung. Tekan kuku pasien dengan menggunakan telunjuk dan ujung kuku ibu jari tangan
dominan pemeriksa. Tekanlah selama 5 detik (sampai berwarna putih) kemudian lepaskan.
Amati dan hitung waktu sampai kuku berubah seperti semula. Evaluasi hasil.bandingkanlah
untuk tangan sebelahnya. Normalnya, CRT <2 detik. Jika terjadi pemanjangan CRT
menunjukkan gangguan pada perfusi jaringan misalnya pada pasien syok.

i. Tes Rumple Leed (Uji Torniket/Uji Bendung Kapiler)


Sebelumnya pemeriksa sudah harus mempunyai keterampilan pemeriksan Tekanan Darah.
Pasien dilakukan pengukuran tekanan darah dulu untuk mendapatkan nilai sistolik dan
diastolic. Kemudian dilakukan manset di pompa kembali dan dikunci pada nilai tengah antara
sistolik dan diastolic atau dengan rumus :

Pompaan Manset =

Pembendungan kapiler dengan manset ini dilakukan selama 5-10 menit. Kemudian setelah
selesai, lepaslah manset dan perhatikan bagian distal bendungan tepat di daerah volar lengan
atau daerah fossa cubiti apakah timbul ptekiae. Buatlah lingkaran (dengan menggunakan
kertas karton yang dibuat lingkaran) dengan diameter 2 inchi atau sekitar 5,08 cm, kemudian
hitunglah jumlah ptekiae yang terjadi. Interpretasikan apakah tes torniket positif atau negatif.
Jangan lupa untuk menjelaskan prosedur dan meminta ijin pasien sebelum melakukan
tindakan, menjelaskan pada pasien bahwa lengan akan terasa pegal dan menjelaskan hasil
pemeriksaan dengan interpretasinya serta menutup pemeriksaan dengan baik.

j. Penutup
Setelah selesai pemeriksaan tutuplah pemeriksaan dengan baik. Lakukan prosedur cuci
tangan seperti sebelum pemeriksaan. Kemudian menjelaskan dan menyimpulkan keseluruhan
hasil pemeriksaan kepada pasien, interpretasi, saran dan rencana lanjutan terhadap pasien
tersebut. Jika semua sudah jelas, ucapkanlah terimakasih kepada pasien atas kerjasamanya
dan akhirilah kunjungan dengan senyum dan salam.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 118


Buku Panduan CSL 2 2016

G. DAFTAR PUSTAKA
 Freedberg, Irwin M. et al. 2003. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 6th ed. New
York.
 Swartz, Mark. H. Textbook of Physical Diagnosis : History and Examination. 4 th edition.
W.B. Saunders Company. Philadelphia
 Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SIRKULASI PERIFER

Nilai Feedback
No Prosedur/ Aspek Latihan
0 1 2
Interaksi Dokter-Pasien
1 Senyum, Salam dan Sapa pasien & anamnesis yang diperlukan
2 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan; prosedur, indikasi,
tujuan, efek samping dan kemungkinana komplikasi
3 Mintalah persetujuan terhadap pemeriksaan atau tindakan yang
akan dilakukan
CONTENT
PERSIAPAN
4 Persiapkan alat
5 Cucilah tangan dengan prosedur WHO
6 Lap dan keringkan tangan
PEMERIKSAAN
Inspeksi menyeluruh :
7
 Bentuk, ukuran, warna kulit
8  Bentuk, warna serta kelainan pada kuku
 Instruksikan pasien untuk menempelkan kuku yang
9 bersesuaian jari kanan dan kiri secara bergantian. (Amati
ada tidaknya Clubbing Finger)
10 Palpasilah Arteri Radialis secara benar
11 Palpasilah arteri poplitea secara benar
12 Palpasilah arteri dorsalis pedis secara benar
Pemeriksaan Edema
13 Inspeksi kaki kanan dan kiri terhadap ada tidaknya edema,
perhatikan vena-vena prominens
14 Tekanlah secara bergantian kaki kanan dan kiri dengan
menggunakan ibu jari.
15 Lepaskan dan perhatikan ada tidaknya edema
Pemeriksaan Capillary Refill Time
16 Mintalah pasien meluruskan tangan/ usahakan tangan lebih tinggi
dari jantung
17 Tekan kuku pasien dengna menggunakan telunjuk dan ibu jari
selama 5 detik (sampai berwarna putih)
18 Lepaskan sambil diamati dan dihitung sampai warna kuku
berubah seperti semula
Tes Rumple Leed
19 Lakukan pengukuran tekanan darah dengan benar

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 119


Buku Panduan CSL 2 2016

20 Jelaskan kepada pasien hasil Sistole & Diastole pasien


21 Sekali lagi, informasikan bahwa manset akan dipompa kembali
dan dikunci selama 5 menit  mintalah ijin
22 Setelah 5 menit (simulasi) lepaslah manset dengan benar
23 Ambillah penerangan secukupnya
24 Buatlah lingkaran dengan diameter 1 inchi/2,8 cm dengan bullpen
25 Hitunglah jumlah ptekie yang terjadi (jika ada)
26 Ajaklah pasien ke meja & kursi periksa untuk menyampaikan
hasil
27 Lakukanlah cuci tangan sesuai WHO setelah pemeriksaan
Penalaran Klinis
28 Sampaikanlah hasil pemeriksaan secara keseluruhan dan
interpretasinya serta rencana tindak lanjut
29 Sampaikanlah dengan bahasa yang mudah difahami pasien, apa
adanya tidak berkesan menutup-nutupi tetapi tidak juga menakut-
nakuti pasien
30 Menanyakan apakah penjelasan dapat dimengerti pasien dan
meminta feed back dari pasien
Item Profesionalisme
31 Bersikaplah baik, sopan, percaya diri
32 Ucapkanlah terimakasih atas kerjasama pasien
TOTAL

Nilai = ------------- x 100% = ……………

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 120


Buku Panduan CSL 2 2016

PROSEDUR ASEPTIK

A. TEMA
Prosedur aseptik dan antiseptik

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional Umum
Mampu melakukan tindakan aseptik dan antiseptik sebelum melakukan tindakan pada pasien
(tindakan bedah minor).
2. Tujuan instruksional khusus
a. Mampu melakukan tindakan aseptik meliputi cuci tangan WHO, mengeringkan tangan dan
lengan, serta memakai handschoen
b. Mampu melakukan tindakan pemberian antiseptik pada daerah luka

C. ALAT DAN BAHAN


1. Kran air
2. Sikat tangan
3. Sabun cuci tangan
4. Handuk kecil
5. Hand schoen (ukuran 7;7,5;8 
gulungan dan sachet)
6. Minor set
7. Cairan antiseptik dalam botol
(betadine)
8. Mangkok untuk cairan antiseptik
9. Mangkok (bengkok)
10. Tempat kassa steril
11. Tempat doek steril
12. Deeper/ kassa steril untuk
mengoleskan antiseptik di kulit
13. Doek steril
14. Gaun/ Baju Operasi
15. Forcep antiseptik (korentang dan
tempatnya)
16. Baki segi empat besar

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 121


Buku Panduan CSL 2 2016

D. SKENARIO
Pasien Pria, berusia 28 tahun, datang dengan keluhan luka robek pada lutut kanan setelah terjatuh
dari sepeda motor. Pasien tidak pingsan dan masih dapat mengingat kejadian dengan baik,
keluhan tidak disertai dengan nyeri kepala, mual, maupun muntah. Kepala pasien tidak terbentur.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran, tanda-tanda vital, kepala, leher, thorak,
abdomen, dan ekstremitas atas dalam batas normal, hanya ditemukan luka robek pada lutut kanan.
Setelah itu anda segera melakukan pembersihan luka dengan prinsip aseptik antiseptik sebelum
dilakukan penjahitan.

E. DASAR TEORI
1. Aseptik
Asepsis merupakan sikap/perilaku melakukan tindakan dalam keadaan/suasana suci hama (steril).
Perilaku ini dimaksudkan sebagai upaya mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme
pada jaringan atau bahan-bahan dengan cara menghambat atau menghancurkan timbulnya
organisme dalam jaringan sehingga dapat mencegah komplikasi infeksi pasca bedah pada luka
operasi. Pengertian asepsis ini memiliki beberapa aspek, antara lain:
a. Aspek operator
 Mencuci tangan
 Penggunaan baju operasi (piyama/jas), topi, masker dan kacamata operasi (goggle)
 Menggunakan bahan dan alat steril
 Sarung tangan
 Doek/laken steril
b. Aspek pasien
 Penggunaan baju operasi
 Lapangan operasi dalam keadaan steril

Scrubbing/ Menyikat kuku dan jari-jari tangan


Menyikat kuku dan tangan sampai lengan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan
mencuci tangan. scrubbing terutama dilakukan jika akan melakukan tindakan operasi. Prinsip
scrubbing adalah menyikat seluruh bagian tangan dengan menggunakan sikat khsusu dan diberi
antiseptik. Prinsip penyikatan adalah dimulai dari ujung tangan samapai ke siku dengan posisi
tangan selalu menghadap ke atas. (air sabun dan bekas sikatan mengalir ke bawah). Secara
teknis tangan dan lengan dibagi menjadi 4 regio dengan pergelangan tangan sebagai perbatasan.
Penyikatan harus rapat dan teliti serta dilakukan satu arah gerakan (atas ke bawah). penyikatan
dimulai dari area 1 tagan kiri mulai dari ujung kuku, sela jari, permukaan tangan dan punggung
tangan (area1). dilanjutkan ke tangan berikutnya untuk hal serupa (area 2) diteruskan ke bawah
pergelangan tangan kanan bagian ventral dan dorsal sampai siku (area 3) dan kembali lagi ke
bawah pergelangan tangan kiri sebelumnya sampai ke siku (area 4). setelah selesai dilakuka
pembilasan dengan posisi tangan tetap menghadap ke atas. Teknik jelasnya dapat dilihat di
bagian prosedur

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 122


Buku Panduan CSL 2 2016

Gowning/ Cara Memakai Baju Operasi


Memakai baju operasi bisa dilakukan sendiri oleh operator namun dibantu oleh orang lain/ asisten
operator terutama untuk mengikatkan baju dari belakang. Prinsip gowning diantaranya adalah
menjamin sterilitas area ataupun bagian baju yang akan terpapar dengan medan operasi. Dalam
menjamin sterilitas ada beberapa hal yang harus diperhatikan setelah menggunakan baju operasi,
yakni :
 Harus membatasi gerakan tubuh agar bagian yang steril tidak menyentuh bagian atau alat
yang tidak steril
 Harus menjaga jarak yang aman dari alat non steril (minimal 30 cm)
 Perhatikan sterilitas bagian depan dan punggung badan sebatas pinggang ke atas
 Harus selalu menghadap area steril
 Posisi tangan paling rendah sebatas pinggang dengan cara melipatkan kedua tangan di
depan dada
 Jika bersisipan jalan posisi badan harus saling membelakangi
 Petugas lain tidak boleh melintas di depan tim bedah yang sudah memakai baju steril
 Setiap pergantian operasi harus ganti jas operasi dan sarung tangan (handschoen)

Langkah-langkah gowning sebagai berikut :


 Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan jari tengah
kedua tangan
 Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa menyentuh bagian-
bagian lain di kamar operasi.
 Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan ujung tangan
secara bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar
 Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan (poin terakhir
ini dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan menggunakan korentang)
 Dilanjutkan memasang sarung tangan (handschoen) dan menjaga daerah baju operasi
sampai operasi dimulai
Catatan : Jika prosedur hanya bedah minor, pemasangan gaun opperasi ini tdak dilakukan dan
langsung dilakukan pemasangan handschoen saja

Cara memasang handschoen


Sebelum menggunakan handschoen, pastikan handschoen yang tersedia sesuai untuk tangan
saudara karena handschoen yang terlalu besar atau terlalu kecil akan menghambat pergerakan
dan kegiatan saudara. Dalam menggunakan handschoen, menganut prinsip hand to hand dan
glove to glove

2. Antisepsis / antiseptik
Pencegahan infeksi dengan aplikasi zat yang memiliki khasiat antimikroba (antiseptik). Antiseptik
adalah zat yang memiliki sifat :
 Mencegah pertumbuhan dan perkembangan mikroba (bakteriostatik)
 Membunuh mikroba (bakteriosid)

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 123


Buku Panduan CSL 2 2016

Zat yang berkhasiat sebagai antiseptik diantaranya :


 Alkohol
Memiliki potensi antiseptik optimal pada konsentrasi 70%. Pada konsentrasi lebih tinggi
menyebabkan presipitasi protein sehingga tidak efektif. Sediaan yang ada dalam bentuk
larutan 70% dan larutan 96%.
 Formalin
Memiliki potensi antiseptik lemah-sedang, sifatnya iritatif dan korosif. Efek antiseptiknya
diperoleh setelah 24 jam
 Sublimat
Memiliki potensi antiseptik kuat, tidak bersifat iritatif pada mukosa. Sediaan yang ada dalam
bentuk larutan.
 Iodium
Memiliki potensi antiseptik kuat dan memiliki potensi sebagai germisid. Sifatnya iritatif dan
menimbulkan bahaya terjadinya iodin-idiosinkrasi. Sediaan yang ada dalam bentuk tinctura
(tinctura iodii) dan solusio (mengandung povidon iodin 7,5%).
 Biguanid
Memiliki potensi antiseptik kuat, germisid dan bersifat iritatif kuat terhadap mukosa parenkim
otak (meningen) dan mukosa liang telinga. Sediaan yang ada di pasaran klorheksidin glukonat
dalam bentuk scrubb 1,5% untuk pencucian tangan pra bedah dan solusio 4% yang digunakan
untuk preparasi lapangan bedah.

Prinsip aseptik dan antiseptik harus selalu dilaksanakan secara terus menerusoleh tim kamar
operasi dan segera bertindak jika ada indikasi terjadinya kontaminasi. Dalam upaya menerapkan
teknik aseptik dan antiseptik di kamar operasi harus ditaati beberapa ketentuan sebagai berikut :
 Daerah steril harus tegas batasnya
 Daerah operasi harus terjaga sterilitasnya
 Semua kasus pembedahan harus dijaga, dicegah terjadinya kontaminasi
 Lingkungan kamar operasi harus selalu dalam keadaan bersih
 Tim bedah dan pasiennya yang ada di kamar operasi tidak menjadi sumber kontaminasi

Membersikan lapangan operasi


Membersihkan lapangan operasi bermula dari daerah sentral kemudian ke perifer. Setelah
diberikan antiseptik, batasi lapangan operasi dengan pemasangan doek steril pada daerah yang
akan kita lakukan operasi.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 124


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar Membersihkan daerah operasi

F. PROSEDUR
1. Profesionalisme
a. Senyum, salam dan sapa
b. Jelaskan pentingnya tindakan yang akan dilakukan.
2. Mempersiapkan alat
Siapkan peralatan steril untuk antiseptik kulit:
 Tuangkan cairan antiseptik ke dalam mangkok (cairan pertama dari botol harus dibuang
terlebih dahulu pada mangkok yang lain)
 Ambil kassa dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
 Ambil doek steril dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
3. Mencuci tangan
a. Lepaskan semua perhiasan yang ada (cincin, gelang, jam tangan)
b. Basahi tangan dan lengan (bila sumber air tidak otomatis, gunakan siku untuk membuka
keran)
c. Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan antiseptik secara menyeluruh sampai 5 cm di
atas siku
d. Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku sehingga
memungkinkan bagi air untuk jauh menetes dari siku yang difleksikan
4. Scrubbing
e. Ambil sikat steril, beri 2-3 cc antiseptik (tekan tuas pada botol antiseptik dengan
menggunakan siku)
f. Sikatlah jari, sela jari tangan, kuku, telapak tangan, punggung tangan kanan dengan gerakan
atas ke bawah kemudian lakukan hal yang sama pada tangan kiri. Lanjutkan dengan
menggosok dengan gerakan atas ke bawah pada lengan kanan lalu kemudian lengan kiri.
g. Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis mulai area 1-2-3-4
h. Buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah disediakan
i. Bilas tangan dan lengan dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku (matikan keran air dengan
siku).
5. Mengeringkan Tangan dan Lengan
a. Ambil handuk steril, pegang pada ujungnya dan siku tidak boleh bersentuhan.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 125


Buku Panduan CSL 2 2016

b. Buka handuk secara memanjang dan dipegang hanya satu ujung saja
c. Untuk menghindari kontaminasi, bagi handuk menjadi 4 bagian.
 Permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah kiri
 Permukaan kanan atas untuk tangan kanan
 Permukaan kiri bawah untuk lengan kiri
 Permukaan kanan bawah untuk lengan kanan
Tangan kiri Tangan kanan

Lengan kiri Lengan kanan

d. Keringkan tangan kanan dan kiri dahulu dengan menepukkan telapak dan punggung tangan
pada handuk secara bergantian, baru kemudian keringkan lengan dengan cara permukaan
handuk diletakkan di atas lengan kemudian digerakan memutar sampai 5 cm di atas siku,
tidak boleh melebihi karena dapat terkontaminasi oleh kulit yang tidak dicuci
e. Buang handuk kotor pada tempat yang telah disediakan
6. Gowning
a. Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan jari tengah kedua
tangan secara hati-hati
b. Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa menyentuh bagian-bagian
lain di kamar operasi.
c. Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan ujung tangan secara
bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar
d. Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan (poin terakhir ini
dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan menggunakan korentang)
7. Menggunakan Handschoen
a. Pastikan ukuran handschoen sesuai untuk tangan anda
b. Buka kemasan handschoen
c. Ambil handschoen kanan dengan tangan kiri dengan memegang bagian dalam ujung atas
lipatannya
d. Pakaikan pada tangan kanan
e. Ambil handschoen kiri dengan tangan kanan dengan memegang bagian luar lipatan atasnya
f. Pakaikan pada tangan kiri
g. Rapikan (prinsip glove to glove)
h. Hindari memegang atau bersentuhan dengan benda atau area non steril
i. Handschoen steril non kemasan
j. Ambil handschoen dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
k. Buka gulungan handschoen dengan memegang ujung luarnya
l. Gunakan pada lengan kanan
m. Ambil handschoen sebelah kiri
n. Gunakan pada lengan kiri dengan tetap dengan prinsip glove to glove, skin to skin
8. Asepsis/ Antisepsis daerah pembedahan
a. Bersihkan daerah operasi
b. Celupkan kasa pada cairan antiseptic sekali saja

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 126


Buku Panduan CSL 2 2016

c. Bersihkan area pembedahan dengan kasa antiseptik dimulai dari sentral menuju ke perifer
(perhatikan untuk menghindari kontaminasi)
d. Buang kassa bekas pakai pada tempat yang telah disediakan (bengkok)
e. Ulangi pembersihan aera operasi dengan kasa steril sebanyak 3 kali.
f. Tutup area pembedahan dengan menggunakan doek steril
9. Melepas Handschoen
a. Lepaskan handscoen kiri dengan memegang ujung atas pada permukaan luar handscoen
(gloves to gloves) menggunakan tangan kanan yg masih memakai handschoen
b. Lepaskan handschoen kanan dengan memegang ujung atas permukaan dalam handschoen
kanan menggunakan tangan kiri yang sudah tidak menggunakan handscoen (hand to hand)
c. Buang handschoen pada tempat yang telah disediakan

G. DAFTAR PUSTAKA
 Sabiston, D. 1995. Buku ajar Bedah Bagian 1. EGC. Jakarta
 Protap bedah RSHS/ FK UNPAD 2000. Bandung
 Johnson & johnson VCD interaktif. Aceptic Procedurs

CEKLIST KETERAMPILAN PROSEDUR ASEPTIK ANTISEPTIK

Skor
No Aspek
0 1 2
INTERPERSONAL
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya tindakan yang akan dilakukan.
CONTENT
3 Siapkan peralatan steril untuk antiseptik kulit:
 Tuangkan cairan antiseptik ke dalam mangkok (cairan pertama dari botol
harus dibuang terlebih dahulu pada mangkok yang lain)
 Ambil kassa dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
 Ambil doek steril dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat
steril
Mencuci Tangan
4 Lepaskan semua perhiasan yang ada (cincin, gelang, jam tangan)
5 Basahi tangan dan lengan sampai siku
6 Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan antiseptik secara menyeluruh
sampai 5 cm di atas siku
7 Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku
sehingga memungkinkan bagi air untuk jauh menetes dari siku yang difleksikan
Penyikatan / Scrubbing
8 Ambil sikat steril, beri 2-3 cc antiseptik
9 Sikatlah jari, sela jari tangan, kuku, telapak tangan, punggung tangan dan lengan
kanan kemudian kiri
10 Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis mulai area 1-2-3-4

11 Buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah disediakan

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 127


Buku Panduan CSL 2 2016

12 Bilas tangan dan lengan


Mengeringkan Tangan dan Lengan
13 Ambil handuk steril, pegang pada ujungnya dan siku tidak boleh posisinya
mengahdap turun ke bawah
14 Buka handuk secara memanjang dan dipegang hanya satu ujung saja
15 Untuk menghindari kontaminasi, handuk dibagi menjadi 4 bagian.
 Permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah kiri
 Permukaan kiri bawah untuk lengan kiri
 Permukaan kanan atas untuk tangan kanan
 Permukaan kanan bawah untuk lengan kanan
16 Keringkan lengan dengan permukaan handuk diletakkan di atas lengan
kemudian digerakan memutar sampai 5 cm di atas siku, tidak boleh melebihi
karena dapat terkontaminasi oleh kulit yang tidak dicuci
17 Buang handuk kotor pada tempat yang telah disediakan
Gowning
18 Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan jari
tengah kedua tangan secara hati-hati
19 Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa menyentuh
bagian-bagian lain di kamar operasi.
20 Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan ujung
tangan secara bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar
21 Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan
(poin terakhir ini dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan
menggunakan korentang)
Menggunakan Handschoen
22 Pastikan ukuran handschoen sesuai untuk tangan anda
23 Buka kemasan handschoen
24 Ambil handschoen kanan dengan tangan kiri dengan memegang ujung atas
lipatannya sebelah luar
Pakaikan pada tangan kanan
25 Ambil handschoen kiri dengan tangan kanan dengan memegang lipatan atasnya
sebelah dalam
26 Pakaikan pada tangan kiri
27 Rapikan (prinsip glove to glove)
28 Hindari memegang atau bersentuhan dengan benda atau area non steril
Handschoen steril non kemasan
29 Ambil handschoen dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
30 Buka gulungan handschoen dengan memegang ujung luarnya
31 Gunakan pada lengan kanan
32 Ambil handschoen sebelah kiri
33 Gunakan pada lengan kiri dengan tetap dengan prinsip glove to glove, skin to
skin
Antiseptik daerah pembedahan
34 Bersihkan daerah operasi
35 Celupkan pada cairan antiseptik
36 Bersihkan area pembedahan dengan antiseptik dimulai dari sentral menuju ke
perifer (perhatikan untuk menghindari kontaminasi!)

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 128


Buku Panduan CSL 2 2016

37 Buang kassa bekas pakai pada tempat yang telah disediakan


38 Tutup area pembedahan dengan menggunakan doek steril
Melepas Handschoen
39 Lepaskan handscoen kiri dengan memegang ujung atas pada permukaan luar
handscoen menggunakan tangan kanan yg masih memakai handschoen
40 Lepaskan handschoen kanan dengan memegang ujung atas permukaan dalam
handschoen kanan menggunakan tangan kiri yang sudah tidak menggunakan
handscoen (prinsip gloves to gloves, hand to hand)
41 Buang handschoe pada tempat yang telah disediakan
ITEM PROFESIONALISME
42 Melakukan dengan penuh percaya diri
43 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL

Nilai = ------------- x 100% = ……………

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 129


Buku Panduan CSL 2 2016

PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR


DAN HECTING DASAR

A. TEMA
Pengenalan alat bedah minor

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa dapat mengetahui alat-alat yang digunakan dalam tindakan bedah minor dan mampu
melakukan penjahitan luka simple interupted suture.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Needle holder
2. Gunting diseksi, gunting benang, gunting verban
3. Pisau bedah
4. Klem (arteri pean, kocher, musquitos, allis, babcock, towel clamp).
5. Refractor wound
6. Pinset
7. Deschamps Aneurysm Needle
8. Wound curret
9. Korentang
10. Jarum bedah
11. Benang
12. Sarung tangan steril
13. Doek steril
14. Kassa steril
15. Cairan disinfektan (pov. Iodine)
16. Cairan NaCl 0.9%
17. Spuit 1cc , 3 cc, 5 cc
18. Anastesi : Lidocaine 2% Ampule

D. SKENARIO
Seorang laki-laki datang ke Puskesmas dengan keluhan terdapat luka robek di lengan kanan
bawah. Anda selaku dokter di puskesmas ingin melakukan tindakan penjahitan. Sebelum
melakukan penjahitan anda harus mengambil alat bedah minor di tempat steril. Dan lakukanlah
penjahitan dasar.

E. DASAR TEORI
Penjahitan luka diperlukan dalam ilmu bedah karena pembedahan membuat luka sayatan dan
penjahitan bertujuan untuk menyatukan kembali jaringan yang terputus serta meningkatkan proses

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 130


Buku Panduan CSL 2 2016

penyambungan dan penyembuhan jaringan dan juga mencegah luka terbuka yang akan
mengakibatkan masuknya mikroorganisme atau infeksi.

A. PENGENALAN ALAT-ALAT BEDAH MINOR


Material penjahitan yang berkualitas adalah yang meliputi sarat-sarat tertentu. Yang pertama
adalah kenyamanan untuk digunakan atau untuk dipegang. Lalu pengamanan yang cukup pada
setiap alat. Harus selalu steril. Cukup elastik. Bukan terbuat dari bahn yang reaktif. Kekuatan yang
cukup untuk penyembuhan luka. Kemampuan untuk biodegradasi kimia untuk menceah
perusakan dari benda asing. Berikut alat-alat yang diperlukan untuk bedah minor.
1. Nald Voeder
Nama lainnya pemegang jarum atau needle holder. Jenis yang digunakan bervariasi, yaitu tipe
Crille Wood (bentuk seperti klem) dan tipe Mathew Kusten (bentuk segitiga). Guna nald voeder ini
pada penjahitan, sebagai pemegang jarum jahit (nald heacting) dan sebagai penyimpul benang.

A B

Gambar. (A) Nald Voeder Tipe Crille wood dan (B) Nald Voeder Tipe Mathew Kusten

2. Gunting
Gunting diseksi
Gunting diskesi (disecting scissor). Gunting ini ada dua jenis yaitu, lurus dan bengkok. Ujungnya
biasanya runcing. Terdapat dua tipe yang sering digunakan yaitu tipe mayo dan tipe metzenbaum.
Kegunaan gunting ini adalah untuk membuka jaringan, membebaskan tumor kecil dari jaringan
sekitarnya, untuk eksplorasi, maupun merapikan luka.

A B
Gambar. (A) Gambar gunting tipe mayo, (B) gunting tipe metzenbaum

Gunting Benang
Ada dua macam gunting benang yaitu gunting benang yang bengkok dan yang lurus.
Kegunaannya untuk memotong benang operasi, merapikan luka.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 131


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar. Gunting benang


Gunting perban/pembalut
Kegunaannya adalah untuk menggunting pembalut dan plester.

Gambar. Gunting perban/pembalut

3. Pisau Bedah
Terdiri atas dua bagian, yaitu gagang dan mata pisau (mess/bistouri/blade). Pada pisau bedah
model lama, mata pisau dan gagang bersatu, sehingga bila mata pisau tumpul harus diasah
kembali. Pada model baru, mata pisau dapat diganti. Biasanya mata pisau hanya untuk sekali
pakai.

Terdapat dua nomor gagang pisau yang sering dipakai, yaitu gagang nomor 4 (untuk mata pisau
besar) dan gagang nomor 3 (untuk mata pisau kecil). Guna pisau bedah ini adalah untuk
menyanyat berbagai organ/bagian tubuh. Mata pisau, disesuaikan dengan bagian tubuh yang
akan disayat.

Gambar. Pisau bedah

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 132


Buku Panduan CSL 2 2016

4. Klem (clamp)
Klem arteri pean
Ada dua jenis yaitu yang lurus dan bengkok. Penggunaannya adalah untuk hemostasis terutama
untuk jaringan tipis dan lunak. Penyediaan : masing-masing 6 buah.

Gambar. Klem arteri pean

Klem Kocher
Ada dua jenis yaitu, klem yang lurus dan yang bengkok. Tidak ditujukan untuk hemostatis. Sifat
khasnya adalah mempunyai gigi pada ujungnya (mirip gigi pada pinset sirurgis). Gunanya adalah
untuk menjepit jaringannya, terutama agar jaringan tidak meleset dari klem, dan hal ini
dimungkinkan dengan adanya gigi pada ujung klem. Penyediaannya : masing-masing 4 buah.

Gambar. Klem Kocher

Klem Mosquito
Mirip dengan klem arteri pean, tetapi ukurannya lebih kecil. Penggunaannya adalah untuk
hemostatis terutama untuk jaringan tipis dan lunak. Penyediaannya : masing-masing 6 buah.

Gambar. Klem Mosquito

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 133


Buku Panduan CSL 2 2016

Klem Allis
Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan yang halus dan menjepit tumor kecil.

Gambar. Klem Allis

Klem Babcock
Penggunaannya adalah untuk menjepit tumor yang agak besar dan rapuh.

Gambar. Klem Babcock

Towel Clamp (Doek Klem). Penggunaannya adalah untuk menjepit doek/kain operasi.

Gambar. Towel Clamp

5. Retractor (Wound Hook)


Retractor Langenbeck
Penggunaannya adalah untuk menguakkan luka.

Gambar. Retractor Langenbeck

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 134


Buku Panduan CSL 2 2016

Retractor Volkman
Penggunaannya adalah untuk menguakkan luka, pemakaian retractor (ukurannya) disesuaikan
dengan lebar luka. Ada yang mempunyai 2 gigi, 3 gigi dan 4 gigi. Dua gigi untuk luka kecil, 4 gigi
untuk luka besar. Terdapat pula retractor bergigi tumpul.

Gambar. Retractor Volkman

6. Pinset
Pinset Sirurgis
Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan penjahitan luka, memberi
tanda pada kulit sebelum memulai insisi.
Pinset Anatomis
Penggunaannya adalah untuk menjepit kasa sewaktu menekan luka, menjepit jaringan yang tipis
dan lunak.
Pinset Splinter
Penggunaannya adalah untuk mengadaptasi tepi-tepi luka (mencegah overlapping).

Gambar. Pinset

7. Deschamps Aneurysm Needle


Penggunaannya adalah untuk mengikat pembuluh darah besar.

Gambar. Deschamps Aneurysm Needle

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 135


Buku Panduan CSL 2 2016

8. Wound Curett
Penggunaannya adalah untuk mengeruk luka kotor, mengeruk ulkus kronis

Gambar. Wound Curett


9. Korentang
Penggunaannya adalah untuk mengambil instrument steril, dan mengambil kasa, jas operasi, doek
dan laken steril.

Gambar. Korentang

10. Jarum Bedah


Jarum bedah berfungsi untuk mengantarkan benang pada saat melakukan penjahitan luka operasi.
Klasifikasi
 Pemilihan jarum bedah antara lain : jarum yang digunakan agar berperan aktif dalam
penyembuhan luka dan tidak merubah atau merusak jaringan tubuh. Bentuk, ukuran, dan
rancangan jarum dipilih yang sesuai dengan prosedur operasi. Terdapat 2 macam jarum bedah
dilihat dari penggunaan benang yaitu berupa jarum lepas dan jarum atraumatik
o Jarum lepas
 Memerlukan waktu penyambungan benang dengan jarum
 Memerlukan re–sterilisasi
 Memerlukan perawatan ujung jarum
 Resiko jarum berkarat
 Resiko benang terlepas dari jarum
 Pemilihan jarum harus tepat dengan benang
o Jarum bedah atraumatik
 Benang bedah menyatu dengan jarum sekaligus
 Penyambungan benang bedah dengan jarum secara channelateau drilled
 Benang tunggal sehingga menimbulkan trauma yang minimal pada jaringan
 Dijamin steril dan bebas karat
 Sekali pakai buang sehingga tidak perlu re-sterilisasi

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 136


Buku Panduan CSL 2 2016

Struktur Jarum Bedah

Gambar. stuktur jarum bedah

 Bagian – bagian dari jarum bedah, terdiri atas:


o Ujung jarum (point of needle)
o Badan / Batang (body/shaft needle)
o Mata jarum (eye needle)

a. Ujung jarum (point of needle)


 Taper. Ujung jarum taper dengan batang bulat atau empat persegi cocok digunakan untuk
menjahit daerah aponeurosis, otot, saraf, peritoneum, pembuluh darah, katup.

Gambar Jarum dengan Ujung Tapper

 Blunt. blunt point dan batang gepeng cocok digunakan untuk menjahit daerah usus besar,
ginjal, limpa, hati

Gambar Jarum dengan Ujung Blunt

 Triangular. Ujung segitiga dengan batang gepeng atau empat persegi. Bisa dipakai untuk
menjahit daerah kulit, fascia, ligament, dan tendon.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 137


Buku Panduan CSL 2 2016

 Tapercut. Ujung jarum berbentuk segitiga yang lebih kecil dengan batang gepeng, bisa
digunakan untuk menjahit fascia, ligaments, uterus, rongga mulut, dan sebagainya.

b. Badan atau batang


 Straight. Digunakan untuk daerah kulit, nervus, saluran pencernaan, tendon, pembuluh
darah, dan sebagainya.
 Halfcurved. Digunakan untuk kulit (tetapi jarang dipakai)
o Curved dibagi atas:
 1/4 circle – mata, bedah mikro
 3/8 circle – dipakai pada hampir seluruh tubuh
 1/2 circle – dipakai pada hampir seluruh tubuh
 5/8 circle – traktus urinarius dan system reproduksi
 Combine needle – daerah mata bagian anterior

c. Mata jarum
 Rolled end
 Drilled end
 Regular eye
 Spring eye
 Spring double eye

11. Benang bedah


Benang bedah (suture) adalah materi berbentuk benang yang berfungsi untuk ligasi (mengikat)
pembuluh darah atau aproksimasi (mengikat/menyatukan jaringan).
Spesifik material benang bedah
 Steril, dan harus steril sewaktu digunakan.
 Diketahui kekuatan untuk memegang jaringan (tensil strength) yang sesuai jenis material
benang.
 Diketahui massa penyerapan yaitu lamanya benang habis diserap tubuh

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 138


Buku Panduan CSL 2 2016

 Simpul aman, diketahui jumlah minimal tali simpul yang aman untuk setiap jenis benang,
artinya tetap tersimpul selama proses penyembuhan luka.
 Mudah untuk digunakan.
 Dapat digunakan untuk segala jenis operasi.
 Reaksi/trauma jaringan yang minimal, diameter benang bedah yang dianjurkan dipergunakan
adalah ukuran terkecil yang paling aman untuk setiap jenis jaringan yang dijahit, massa
material benang dan reaksi jaringan sekecil mungkin.

Ukuran benang bedah


 Ukuran terbesar adalah 7 dan ukuran terkecil adalah 11-0 atau 12-0.
 Ukuran dimulai dari nomor 1 dan ukuran bertambah besar dengan bertambah 1, sedangkan
apabila ukuran bertambah kecil maka ditambah 0.
 Ukuran benang sistem Eropa (metric gauge) adalah metric 0,1 (0,010 – 0,019 mm) sampai
metric 10 (1,00 – 1,09).
 Ukuran benang sistem Amerika (imperial gauge) ukuran 11-0 (0,010 – 0,019 ) sampai ukuran 7
(1,00 – 1,09).
 Dalam kemasan selain dicantumkan diameter juga panjang benang dalam cm.

Klasifikasi Benang Bedah


A. Berdasarkan keberadaannya didalam tubuh pasien dibagi atas :
o Diserap (absorbable sutures)
Merupakan jenis benang yang materialnya dibuat dari jaringan collagen mamalia sehat atau
dari sintetik polimer. Material di dalam tubuh akan diserap yang lamanya bervariasi, sehingga
tidak ada benda asing yang tertinggal di dalam tubuh.
o Tidak diserap (non ansorbable sutures)
 Merupakan benang yang dibuat dari material yang tahan terhadap enzim penyerapan dan
tetap berada dalam tubuh atau jaringan tanpa reaksi penolakan selama bertahun – tahun.
 Kelebihan dari benang ini adalah dapat memegang jaringan secara permanen.
Kekurangan dari benang ini adalah benang ini menjadi benda asing yang tertinggal
didalam tubuh dan kemungkinan akan menjadi fistel.

B. Berdasarkan materi / bahan, dibagi atas :


a. Bahan alami, dibagi atas :
i. Diserap (absorbable)
Dibuat dari collagen yang berasal dari lapisan sub. Mukosa usus domba dan serabut
collagen tendon flexor sapi.
Contoh :
a. Surgical catgut plain : Berasal dari lapisan sub. Mukosa usus domba dan
serabut collagen tendon flexor sapi tanpa campuran.
b. Surgical catgut chromic : Berasal dari lapisan sub. Mukosa usus domba dan
serabut collagen tendon flexor sapi dicampur dengan chromic aci
ii. Tidak diserap (non absorbable sutures)
Jenis ini terbuat dari linen, ulat sutra (silk) seperti surgical silk, virgin silk dan dari kapas
(cotton) seperti surgical cotton. Ada juga yang terbuat dari logam sehingga mempunyai
tensil strength yang sangat kuat, contoh : metalik sutures (stainless steel).

b. Bahan sintetis (buatan), dibagi atas :


i. Diserap (absorbable)
Terbuat dari sintetik polimer, sehingga mudah diserap oleh tubuh secara hidrolisis dan

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 139


Buku Panduan CSL 2 2016

waktu penyerapan oleh tubuh mudah diprediksi,


contoh :
a. Polyglactin 910
b. Polylactin 910 polylastctin 370 dan calcium state (Coated Vicryl®)
c. Polylactin 910 polylastctin 370 dan calcium state (Vicryl Rapide®)
d. Poliglikolik
e. Polyglecaprone 25 (Monocryl®)
f. Polydioxanone (PDS II®)
ii. Tidak diserap (non absorbable)
Terbuat dari bahan buatan (sintetis) dan dibuat sedemikian rupa sehingga reaksi
jaringan yang timbul sangat kecil,
contoh :
a. Polypropamide (Ethilon®)
b. Polypropylene (Prolene®)
c. Polyester (Mersilene®)

C. Berdasarkan penampang benang, dibagi atas :


a. Monofilamen (satu helai)
i. Terbuat dari satu lembar benang, tidak meneyerap cairan (non capilarity)
ii. Keuntungan : Kelebihan dari jenis ini adalah permukaan benang rata dan halus, tidak
memungkinkan terjadinya nodus infeksi dan tidak menjadi tempat tumbuhnya mikroba.
iii. Kelemahan : Kelemahannya adalah memerlukan penanganan simpul yang khusus
karena relatif cukup kaku dan tidak sekuat multifilament.
iv. Contoh : Catgut, PDS, dan Prolene
b. Multifilamen
i. Terbuat dari bebeapa filament atau lembar bahan benang yang dipilih menjadi satu.
ii. Keuntungan : Kelebihan jenis ini adalah benang lebih kuat dari monofilament, lembut
dan teratur serta mudah digunakan.
iii. Kerugian : Kelemahannya adalah karena ada rongga maka dapat menjadi tempat
menempelnya mokroba dan sedikit tersendat pada saat melalui jaringan.
iv. Contoh : Vicryl, Silk, Ethibond

Pemilihan material benang bedah


 Karakteristik biologi dari material dalam jaringan yaitu diserap atau tidak diserap dan bersifat
capilarity atau non capilarity.
 karakteristik dan penyembuhan jaringan.
 Lokasi dan panjang dari sayatan yang menjadi pertimbangan kosmetik.
 Ada tidaknya infeksi, kontaminasi dan drainese. Pertimbangan ini mengingat kemungkinan
benang akan menjadi pembentukan jaringan granulasi dan proses yang menjadi rongga (sinus)
atau menjadi inti pengerasan yang kemungkinan berbentuk batu apabila dipakai pada operasi
kandung kemih atau kandung empedu.
 Problem pasien seperti kegemukan, debil, umur penyakit lain yang mengganggu proses
penyembuhan yang lebih lama sehingga memerlukan penguatan yang lebih lama.
 Karakteristik fisik dari material benang untuk menembus jaringan, pengikatan simpul dan juga
alasan khusus tiap ahli bedah.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 140


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar. Jenis sediaan benang

Jenis-Jenis Benang
a. Seide (Silk/Sutera)
Terbuat dari serabut-serabut sutera, terdiri dari 70% serabut protein dan 30% bahan tambahan
berupa perekat. Tersedia dalam warna hitam dan putih. Bersifat tidak licin seperti sutera biasa
karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar,
maka benang harus dibuka kembali.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari nomor 0000 (5 nol merupakan ukuran paling kecil)
hingga nomor 3 (yang merupakan ukuran terbesar). Yang paling sering dipakai adalah nomor 00
(2 nol) dan 0 (1 nol) dan nomor 1
Kegunaannya adalah untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (terutama arteri besar)
sebagai teugel (kendali). Benang harus steril, sebab bila tidak akan menjadi sarang kuman (focus
infeksi) sebab kuman terlindung didalam jalinan benang, sedang benangnya sendiri tidak dapat
diserap tubuh.
b. Plain Catgut
Asal katanya adalah cat (kucing), dan gut (usus). Dahulu benang ini dibuat dari usus kucing, tapi
saat ini dibuat dari usus domba atau usus sapi. Bersifat dapat diserap tubuh, penyerapan
berlangsung dalam waktu 7-10 hari, dan warnanya putih dan kekuningan.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari 00000 (5 nol merupakan ukuran yang paling kecil)
hingga nomor 3 (merupakan ukuran yang paling besar). Sering digunakan nomor 000 (3 nol), 00
(2 nol) 0 (1 nol) nomor 1 dan 2. Kegunaanya adalah untuk mengikat sumber perdarahan kecil,
menjahit subkutis dan dapat pula dipergunakan untuk menjahit kulit terutama untuk daerah
longgar (perut, wajah) yang tak banyak bergerak dan luas lukanya kecil.
Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan mengembang, bila
disimpulkan 2 kali akan terbuka kembali. Plain catgut tak boleh terendam dalam lisol karena akan
mengembang dan menjadi lunak, sehingga tak dapat digunakan.
c. Chromic Catgut
Berbeda dari plain catgut, sebelum benang dipintal ditambahkan krom. Dengan adanya krom ini,
maka benang menjadi lebih keras dan kuat, serta penyerapannya lebih lama, haitu 20-40 hari.
Warnanya coklat dan kebiruan. Benang ini tersedia dalam ukuran 000 (3 nol merupakan ukuran
yang paling kecil) hingga nomor 3.
Penggunaannya pada penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari, untuk
menjahit tendo pada penderita yang tak kooperatif dan bila mobilisasi harus segera dilakukan.
d. Etnilon
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung bersatu dengan jarum
jahit) dan terbuat dari nilon, lebih kuat dari seide atau catgut. Tidak diserap tubuh, dan tidak
menimbulkan iritasi pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Tersedia dalam warna biru dan hitam. Tersedia dalam ukuran 10 nol hingga 1 nol. Penggunaannya
pada bedah plastik, ukuran yang lebih besar sering digunakan pada kulit, sedang nomor yang kecil
dipakai pada bedah mata.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 141


Buku Panduan CSL 2 2016

e. Ethibond
Merupakan benang sintesis (terbuat dari polytetra methylene adipate). Tersedia dalam kemasan
atraumatis. Bersifat lembut, kuat, reaksi terhadap tubuh minimum, tidak diserap, dan warnanya
hijau dan putih. Ukurannya dari 7 nol hingga nomor 2. Penggunaannya pada bedah kardiovaskuler
dan urologi.
f. Vitalene
Merupakan benang sintetis (terbuat dari polimer profilen). Sangat kuat dan lembut, tidak diserap,
warna biru. Tersedia dalam kemasan atraumatis. Ukuran dari 10 nol hingga nomor 1. Digunakan
pada bedah mikro, terutama untuk pembuluh darah dan jantung, bedah mata, bedah plastik, cocok
pula untuk menjahit kulit
g. Vicryl
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Diserap oleh tubuh, dan tidak
menimbulkan reaksi pada jaringan tubuh. Dalam subkutis bertahan selama 3 minggu, dalam otot
bertahan selama 3 bulan. Benang ini sangat lembut dan warnanya ungu. Ukuran dari 10 nol hingga
nomor 1. Penggunaan pada bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastik.
h. Supramid
Merupakan benang sintetis, dalam kemasan atraumatis. Bersifat kuat, lembut, fleksibel, reaksi
tubuh minimum, dan tidak diserap. Warnanya hitam dan putih. Digunakan untuk menjahit kutis dan
sub kutis.
i. Linen (Catoon)
Dibuat dari serat kapas alam dengan jalan pemintalan. Bersifat lembut, cukup kuat, mudah
disimpul, tidak diserap, reaksi tubuh minimum. Warnanya putih. Tersedia dalam ukuran 4 nol
hingga 1 nol. Digunakan untuk menjahit usus dan kulit, terutama kulit wajah.
j. Steel Wire
Merupakan benang logam yang terbuat dari polifilamen baja tahan karat. Sangat kuat, tidak korosif
dan reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah disimpul. Warna putih metalik. Terdapat dalam
kemasan atraumatis dan kemasan biasa. Ukurannya dari 6 nol hingga nomor 2. Untuk menjahit
tendo

12. Keperluan rutin bedah


a. Baju Kamar Bedah, Jas Operasi, Topi, Masker, Doek dan Laken
Pada umumnya semua alat diatas terbuat dari kain yang ringan, lembut, yang nyaman bila
dipakai, mudah menyerap keringat dan mudah dicuci. Untuk itu dapat dipakai kain belacu atau
katun. Warna alat-alat diatas harus lembut dan tidak cepat melelahkan mata. Biasanya dipilih
warna putih, biru muda, dan hijau.
Saat ini masker yang sering dipakai mempunyai model sekali pakai (disposable) yang terbuat
dari kertas. Masker ini akan dibuang sesudah digunakan. Untuk alat tenun dari kain, sesudah
dipakai harus direndam lalu dicuci. Setelah kering baru disterilkan. Masker, topi dan baju kamar
bedah tidak perlu disterilkan.
b. Sarung Tangan Operasi
Terbuat dari karet, tipis tetapi cukup kuat dan elastic. Sarung tangan harus dibubuhi talcum
sebelum disterilkan, agar mudah dipergunakan. Sarung tangan tersedia dalam berbagai
nomor, disesuaikan dengan ukuran tangan pemakai
c. Kasa Hidrofil
Adalah kain dengan anyaman jarang (kasa), lembut dan bersifat mudah menyerap. Digunakan
untuk penyerap darah yang keluar dari luka, menyerap sekret dan cairan lain serta digunakan
sebagai penutup luka (dressing). Kasa ini tersedia dalam ukuran kecil-kecil, yaitu kira-kira 5 x
7,5 cm, terlipat rapi, tidak boleh ada bagian benang yang menjulur keluar, sebab dapat
tertinggal pada luka sewaktu membersihkan luka. Kasa harus steril.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 142


Buku Panduan CSL 2 2016

d. Tuffer (spons)
Dibuat dari kasa hidrofil yang dipadatkan dengan cara :
1. Kasa dipotong berbentuk segi empat sesuai dengan ukuran yang diinginkan
2. Dari salah satu sudutnya dilakukan penggulungan secara padat ke arah tengah
3. Ekor tadi digulung rapi hingga habis
Tuffer digunakan untuk membebaskan jaringan (terutama jaringan longgar), menekan
perdarahan, menggosok luka. Tuffer harus steril sebelum dipakai.
e. Drain
Terdapat bermacam-macam drain. Prinsip penggunaannya sama yaitu untuk memungkinkan
pengaliran sekret keluar dari luka. Drain digunakan untuk luka yang terkontaminasi dengan
kemungkinan terbentuknya pus atau sekret lainnya, atau pada luka dengan perdarahan hebat
sewaktu telah ditutup ada kemungkinan perdarahan masih aktif di bawah jaringan yang ditutup.
1. Cigarette drain. Berbentuk seperti pipa dengan panjang 5-10 cm. dipergunakan pada
operasi abses apendiks, trauma dan sebagainya, dimana sekret yang keluar diharapkan
tidak terlalu banyak.
2. Corrugated drain (drain bergelombang). Dibuat dari lembaran karet khusus yang
bergelombang halus (seperti pola lembaran seng atap rumah). Dipakai pada luka sedang,
yang sekretnya tidak terlalu banyak.
3. Drain Sarung Tangan. Dibuat dari sarung tangan yang tak terpakai lagi dengan cara
menggunting sarung tangan tadi menjadi lembaran-lembaran yang kemudian digulung
seperti menggulung (melinting) rokok, kemudian dilem dengan lem karet, lalu disterilkan.
4. Tube drain. Berupa pipa panjang yang dapat dibuat dari selang infuse, sonde lambung,
dan sebagainya, dengan ujung selang yang dimasukkan ke dalam luka diberi lubang-
lubang (mata) pada sisinya. Bila ujung luar selang dihubungkan dengan wadah hampa
udara (vakuum) maka drain tadi disebut vacuum drain. Dengan adanya tekanan negative
dari wadah, maka sekret akan lebih mudah tertarik keluar.

B. HECTING DASAR
1. Definisi
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai
sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
2. Indikasi
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.
3. Luka
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis.
Trauma tajam menyebabkan :
a. luka iris : vulnus scissum/incicivum
b. luka tusuk : vulnus punctum
c. luka gigitan : vulnus morsum
Trauma tumpul menyebabkan :
a. luka terbuka : vulnus apertum
b. luka tertutup : vulnus occlusum ( excoriasi dan hematom )
Luka tembakan menyebabkan : vulnus sclopetorum.

Klasiflkasi luka berdasar ada tidaknya kuman :


a. Clean wounds/Luka steril adalah luka bedah tanpa tanda peradangan dan tidak melibatkan
organ respirasi, gastrointestinal, ataupun traktus genitourinaria. Misalnya bedah
laparoskopik, bedah pada kulit, mata, atau vaskular.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 143


Buku Panduan CSL 2 2016

b. Clean-contaminated wounds/ Luka steril terkontaminasi adalah luka steril dengan risiko
infeksi yang tinggi, misalnya oprasi yang melibatkan organ respirasi, gastrointestinal,
ataupun traktus genitourinaria yang dalam kondisi terkontrol, selama tanpa komplikasi
pembedahan. Misalnya bedah terbuka pada pelepasan Pin/Wire, bedah pada organ
telinga, ataupun tindakan ginekologi.
c. Contaminated wounds/Luka terkontaminasi adalah luka oleh benda luar (misalnya peluru,
pisau, ataupun benda-benda tajam lainnya), ataupun kontaminasi luka yang terjadi oleh
karena sejumlah besar tumpahan isi dari gastrointestinal pada luka. Ataupun jaringan yang
terinfeksi dan meradang di sekitar luka bedah merupakan luka terkontaminasi.
d. Dirty wounds/Luka kotor/Luka terinfeksi adalah luka yang diakibatkan oleh benda asing
yang bersarang (misalnya peluru ataupun debris lainnya), luka traumatik yang diakibatkan
oleh sumber yang kotor, maupun luka yang terpapar oleh pus.
4. Alat dan Bahan
Alat (Instrumen) Bahan
a. Tissue forceps (pinset) a. Benang
b. Scalpel handles dan scalpel blades b. Cairan desifektan : Povidon-iodidine 10 %
c. Suture scissors (Bethadine )
d. Needleholders c. Cairan Na Cl 0,9%.
e. Suture needles (jarum) d. Anestesi lokal: lidocain 2%.
f. Doek Steril e. Sarung tangan.
g. Phantom kulit f. Kasa steril.

5. Cara Memegang Alat


a. Instrument tertentu seperti pemegang jarum, gunting dan pemegang kasa: yaitu ibu jari
dan jari keempat sebagai pemegang utama, sementara jari kedua dan ketiga dipakai untuk
memperkuat pegangan tangan.
b. Pinset lazim dipegang dengan tangan kiri, di antara ibu jari serta jari kedua dan ketiga.
c. Jarum dipegang di daerah separuh bagian belakang.
d. Sarung tangan dipakai menurut teknik tanpa singgung (hand to hand, glove to glove)

Gambar. Cara memagang dan menggunakan peralatan bercincin.


Sumber: Dudley HAF dkk.; 1995

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 144


Buku Panduan CSL 2 2016

6. Prinsip yang harus diperhatikan


a. Cara memegang kulit pada tepi luka dengan surgical forceps (pinset) harus dilakukan
secara halus dengan mencegah trauma lebih lanjut pada jaringan tersebut.
b. Ukuran kulit yang yang diambil dari kedua tepi luka harus sama besarnya.
c. Tempat tusukan jarum sebaiknya sekitar 1 cm dari tepi luka. Khusus daerah wajah 2-3
mm.
d. Jarak antara dua jahitan sebaiknya kurang lebih sama dengan tusukan jarum dari tepi luka,
yakni 1 cm.
e. Tepi luka diusahakan dalam keadaan terbuka keluar (everted) setelah penjahitan.

7. Teknik Anestesi Infiltrasi/Field Block


Dilakukan penyuntikan di sekitar area operasi. Suntikan dilakukan di daerah subkutis. Teknik
yang berkembang saat ini adalah field block, yaitu menginfiltrasi suatu area dengan terget
operasi ditengahnya. Setelah seluruh pinggir area diinfiltrasi, area tepat diatas insisi diinfiltrasi
lagi. Jika daerah yang akan operasi cukup besar, kemungkinan diperlukan infiltrasi pada
beberapa tempat agar area yang diinfiltrasi menjadi luas. Kedalaman infiltrasi tergantung dari
jenis luka.
Teknik:
a. Masukan jarum di salah satu sudut luka.
b. Arahkan jarum ke area kanan luka, lakukan aspirasi (pastikan tidak terkena pembuluh
darah), jarum dicabut (tetapi tidak sampai lepas dari kulit) sambil obat dikeluarkan.

c. Kemudian jarum dibelokan ke arah kiri luka, aspirasi, jarum dicabut sambil obat
dikeluarkan.

d. Lakukan anestesi dengan teknik yang sama pada sudut luka sebelahnya, sehingga
tampak pada gambar di bawah:

e. Cek anestesi dengan menjepitkan pinset

Komplikasi Tindakan Anestesi


a. Hematom
Terjadi karena pecahnya pembuluh darah ketika anestesi, yang kemudian darah
berkumpul di submukosa sehingga menimbulkan benjolan. Jika terjadi hematom, kita
evaluasi beberapa saat apakah hematom itu terus membesar atau tetap. Jika terus
membesar, kita harus berusaha mencari pembuluh darah yang pecah dan mengikatnya
kemudian membuang bekuan darah yang terkumpul. Tetapi jika hematom tidak membesar
hanya diperlukan membuang masa hematomnya saja.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 145


Buku Panduan CSL 2 2016

b. Udem
Disebabkan terlalu banyaknya obat anestesi yang diberikan sehingga obat tersebut
berkumpul dalam jaringan ikat longgar mukosa dan sub mukosa. Hal ini akan mempersulit
ketika melakukan penjahitan. Udem akibat anestesi ini diabsorpsi dalam 24 jam- See
more
c. Shock Anafilaktik.

8. Teknik Simple Interupted Suture


Indikasi: pada semua luka
Kontra indikasi: tidak ada
Teknik penjahitan dilakukan sebagai berikut:
a. Lakukan pembersihan luka dengan NaCl 0.9%.
b. Lakukan antiseptik luka menggunakan cairan antiseptik dengan cara sentrifugal (dari arah
dalam ke luar)
c. Lakukan pemasangan doek bolong steril
d. Lakukan anestesi infiltrasi/field block.
e. Jarum ditusukkan pada kulit sisi pertama dengan sudut sekitar 90 derajat sekitar 1 cm dari
ujung luka, masuk subcutan kemudian dilajutkan dengan menusukkan jarum sekitar 1 cm
dari ujung luka pada kulit sisi lainnya.
f. Perlu diingat lebar dan kedalam jaringan kulit dan subcutan diusahakan agar tepi luka
yang dijahit dapat mendekat dengan posisi membuka ke arah luar (everted).
g. Jarak antar jahitan satu dengan jahitan lainnya ± 1 cm.
Berikut Gambar Teknik jahitan terputus sederhana (Simple Interrupted) :

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 146


Buku Panduan CSL 2 2016

h. Benang dapat dipegang, jarum tidak boleh dipegang dengan tangan. Gunakan pinset
untuk memegang jarum.
i. Kemudian dibuat simpul dan geser simpul ke tepi luka (simpul tidak berada di atas luka),
lakukan 2-3 kali simpul agar jahitan kuat. Simpul pertama menentukan kekuatan ikatan.
Buatlah simpul yang dapat mendekatkan luka, tidak terlalu kencang namun tidak pula
terlalu kendor.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 147


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar. Teknik Simpul

j. Potong sisa benang 1,5-2 cm di atas simpul (bila benang absorable maka benang
dipotong tepat di atas simpul) dengan teknik memiringkan gunting guna menghindari
terpotongnya jaringan.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 148


Buku Panduan CSL 2 2016

k. Rapikan jahitan, perhatikan eversi luka, gunakan pinset untuk mengeversikan luka jahitan
bila dibutuhkan.
l. Bersihkan sisa perdarahan bila ada, beri antiseptik, dan tutup luka dengan menggunakan
kasa.

Gambar. Hasil jahitan teknik simple interrupted

F. DAFTAR PUSTAKA
1. Karakata S, Bachsinar B. 1995. Bedah Minor. Hipokrates : Jakarta
2. Ethicon Inc. Wound Closure Manual. 1994. Johnson and Johnson company.
3. Doherty, GM. 2006. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill.
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
5. Reksoprodjo, S. 2000. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.

PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR DAN HECTING DASAR

Skor Feed
No Aspek
0 1 2 Back
I INTERPERSONAL
1 Membina rapport (menyambut dengan ramah, salam, menyilakan duduk,
perkenalan diri, sikap terbuka, kesejajaran)
2 Informed consent
II CONTENT
3 1. Menyiapkan dan menyebutkan nama alat dan bahan dengan menerapkan
prinsip sterilitas
1. Needle holder
2. Gunting diseksi, gunting benang, gunting verban
3. Pisau bedah
4. Klem (arteri pean, kocher, musquitos, allis, babcock, towel clamp).
5. Refractor wound
6. Pinset
7. Deschamps Aneurysm Needle
8. Wound curret
9. Korentang
10. Jarum bedah
11. Benang
12. Sarung tangan steril
13. Doek steril
14. Kassa steril
15. Cairan disinfektan (pov. Iodine)
16. Cairan NaCl 0.9%
17. Spuit 1cc , 3 cc, 5 cc
18. Anastesi : Lidocaine 2%
Melakukan Hecting Simple Interupted

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 149


Buku Panduan CSL 2 2016

4 Melakukan cuci tangan WHO


5 Melakukan pembersihan luka dengan menggunakan NaCl 0.9%, kemudian
melakukan antiseptik dengan prinsip sentrifugal (dalam ke luar), diterukan
dengan memasang doek bolong steril
6 Melakukan anestesi field block dan menguji kerja anestesi dengan
menggunakan pinset.
7 Menggunakan pinset untuk memegang jaringan yang akan di jahit
8 Lakukan penusukan jarum dengan sudut ±90o hingga tembus subcutan,
kemudian teruskan ke kulit sisi lainnya dengan jarak masing-masing 1 cm dari
ujung luka.
9 Membuat simpul di pinggir luka dengan menggunakan nald voeder.
10 Gunting benang 1,5-2 cm di atas simpul
111. Memposisikan agar tepi luka yang dijahit mendekat dengan posisi membuka
ke arah luar (eversi)
122. Membersihkan dan menutup luka
131. Cuci Tangan WHO setelah melakukan tindakan
III PROFESSIONALISM
12 Melakukan dengan penuh percaya diri
13 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL

Nilai = ------------- x 100% = ……………

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 150


Buku Panduan CSL 2 2016

PEMERIKSAAN URINALISIS

A. TEMA
Keterampilan pemeriksaan laboratorium Urine Rutin (Urinalisis)
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Instruksional Umum
a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan urine rutin (urinalisis) secara makroskopis
b. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan urinalisis secara mikroskopis (sedimen urine)
c. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan urinalisis dengan carik celup (dip strips)
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan persiapan pemeriksaan urinalisis
b. Mahasiswa mampu melakukan edukasi dan pengambilan sampel pemeriksaan urinalisis
c. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan bau, warna, kekeruhan, keasaman (pH) dan
berat jenis urine
d. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan mikroskopik (sedimen) urine berupa unsur
organik ; lekosit, eritrosit dan silinder (hialin, epitel, berbutir, lekosit, eritrosit, lemak, lilin,
campuran, fibrin)
e. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan mikroskopik (sedimen) urine berupa unsur
anorganik (Normal; kristal urat, kalsium oksalat, tripel fosfat, kalsium fosfat, kalsium
karbonat dan Abnormal; Kristal cystin, tyrosin, Amorf)
f. Mahasiswa mampu menilai parameter-parameter pada kertas carik (reagent strips)
g. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi dan menyimpulkan hasil pemeriksaan urinalisis

A. ALAT DAN BAHAN


1. Sarung tangan Non sterile
2. Masker
3. Jas laboratorium
4. Sampel urine midstream & containernya
5. Pipet
6. Tabung reaksi 3 buah
7. Kertas lakmus
8. Alat sentrifugasi
9. Reagent strips/Dipstick
10. Mikroskop
11. Objek Glass dan cover-glassnya Gambar. Disptick
12. Lembar hasil pemeriksaan Lab

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 151


Buku Panduan CSL 2 2016

B. SKENARIO
Pasien anak laki-laki berusia 6 tahun datang dengan keluhan kencing berwarna merah sudah 1 hari,
keluhan ini disertai dengan muka sembab sudah 3 hari. Pasien juga memiliki banyak koreng di
kedua kakinya. Dokter F yang kebetulan bertugas saat itu memutuskan untuk melakukan
pemeriksaan penunjang urinalisis pada pasien.

C. DASAR TEORI
1. Urine
Urine adalah cairan yang dihasilkan melalui ultra filtrasi plasma oleh ginjal dan dikeluarkan dari
tubuh melalui saluran kemih. Di dalam urine terdapat bahan-bahan hasil metabolism tubuh (5%) dan
air (95%), dengan demikian bahan-bahan tersebut dapat menentukan status kesehatan seseorang.
Pemeriksaan urine untuk kepentingan menentukan status kesehatan seseorang disebut juga
dengan urinalisis.

2. Urinalisis
Urinalisis merupakan suatu prosedur laboratoris untuk pemeriksaan urine dalam rangka
menentukan status kesehatan individu terutama ginjal dan saluran kemih serta faal dari berbagai
organ tubuh seperti hati, saluran empedu, dll. Berdasarkan kepentingan klinisnya, pemeriksaan
urine dibagi menjadi :
 Pemeriksaan Urine Rutin
 Pemeriksaan Urine atas Indikasi
Pemeriksaan urine atas indikasi misalnya; pemeriksaan Urobilin, Urobilinogen, Bilirubin, Benda
Keton, Darah Samar (benzidin), serta pemeriksaan Protein Kuantitatif. Dalam kegiatan CSL kali ini,
yang akan dilaksanakan adalah pemeriksaan urin rutin. Pemeriksaan Urine rutin meliputi :
 Pemeriksaan Makroskopik
 Pemeriksaan Kimiawi
 Pemeriksaan Mikroskopik (Sedimen)

3. Jenis-jenis specimen (sampel) urine


a) Urine Sewaktu/Random
Urine yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Digunakan
untuk pemeriksaan rutin, skrining, tanpa saran khusus. Dikenal juga urine segar (Fresh Voided
Urine) = sampel untuk pemeriksaan rutin.
b) Urine Pagi
Urine yang dikeluarkan pertama kali pada pagi hari setelah bangun tidur sebelum makan dan
sebelum gerak badan (urine lebih pekat). Digunakan untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis,
protein, Tes kehamilan)
c) Urine Postpandrial (PP)/2 jam PP
Urine yang dikeluarkan pertama kali 2-3 jam setelah makan. Digunakan untuk pemeriksaan
glukosa.
d) Urine tampung 24 jam

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 152


Buku Panduan CSL 2 2016

Urine yang ditampung satu hari penuh (24 jam) digunakan untuk pemeriksaan zat-zat dalam
urine secara kuantitatif misalnya protein serta penilaian diuresis ginjal
e) Clean Catch ―Midstream‖
Mengambil urin pancaran tengah, meminimalisasi kontaminasi dari meatus
f) Kateterisasi
Diambil dari kateter. Untuk kultur tetapi masih memungkinkan kontaminasi
g) Punksi supra pubik
Diambil dengan melakukan punksi suprapubik. Untuk kultur urin

4. Pengumpulan spesimen
Pengumpulan specimen menjadi bagian yang penting dalam rangka keberhasilan pemeriksaan urin.
Urine segar sebagai sampel pemeriksaan rutin diambil dalam waktu kurang dari 1 jam setelah
pasien buang air kecil. Status hidrasi pasien juga berpengaruh terhadap konsentrasi bahan-bahan
terlarut dalam urine. Pengumpulan specimen sebaiknya dilakukan sebelum pemeriksaan genital
maupun rectal untuk mencegah kontaminasi dari introitus ataupun sekresi prostat. Pengumpulan
urin dari bahan-bahan seperti kondom, kateter tidak dianjurkan untuk pemeriksaan urinalsis.
Cara pengumpulan urine yang baik adalah dengan metode ―urine midstream‖ atau urine pancar
tengah. Adapun cara pengambilan sampelnya sebagai berikut :
1. Pada Laki-laki. Pada laki-laki relative lebih mudah.
o Tarik (retraksikan) preputium (jika belum sunat), kemudian bersihkan meatus (orificium
urethra externa) dengan antiseptic (untuk mencegah kontaminasi)
o Lewatkan pancaran pertama-tama dari urine (15-30 ml)
o Tampung pancaran tengah dari urine (50-100 ml) dengan wadah steril yang telah
disediakan, langsung ditutup kemudian serahkan kepada petugas lab.
2. Pada Wanita. Pada wanita agak rumit dan memerlukan kerjasama dari pasien
o Pasien duduk di atas WC duduk
o Sibakkan kedua labia dan bersihkan dengan antiseptic sekali usap dari depan ke
belakang
o Kencingkan/buang 10-15 ml pertama urine kemudian tampung 50-100ml berikutnya.
o Posisi container/botol penampung menempel dekat di vulva serta langsung ditutup
setelah mendapatkan sampel
3. Pada Anak-anak
 Pada anak agak susah karena kurang kooperatif, untuk pemeriksaan
bakteriologis/kultur bakteri, yang banyak digunakan adalah dengan metode
kateterisasi atau punksi suprapubik. Selanjutnya akan dipelajari pada CSL blok
Genitourinary System

5. Pengiriman, Penyimpanan dan Penampungan


Sebaiknya sampel urin segar langsung ditutup untuk menghindari kontaminasi dan langsung dikirim
untuk dilakukan pemeriksaan lab. Urine segar sebaiknya sudah diperiksa dalam waktu kurang dari 1
jam. Jika belum memungkinkan sebaiknya sampel urin disimpan dalam lemari pendingin pada suhu
5ºC. Adapun botol penampungan yang dianjurkan seperti gambar berikut:
Syarat:

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 153


Buku Panduan CSL 2 2016

o Bersih
o Kering
o Muara/mulut botol lebar
o Mempunyai penutup
o Transparan
o Diberi Label; identitas pasien, Tanggal dan waktu pengambilan.

Gambar Botol Penampungan Urin/Container

6. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimiawi. Adapun bagan
pemeriksaan urin sebagai berikut.

Gambar Alur Pemeriksaan Urinalisis

7. Pemeriksaan Makroskopik Urine


Pemeriksaan makroskopik urine meliputi : pemeriksaan warna, kekeruhan, keasaman, bau dan
berat jenis

Normalnya Urine sebagai berikut :


No Variabel yg Interpretasi
diperiksa Normal Abnormal
1 Warna Kuning muda (Kuning Pengaruh obat-obatan
pucat sampai agak  Orange : phenazopyridine (Pyridium)

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 154


Buku Panduan CSL 2 2016

gelap)  kuning-orange: rifampin


 Coklat: nitrofurantoin
 Coklat kemerahan: L-dopa, α-methyldopa,
dan metronidazole
Merah: hematuria, Hb-uria, Porfiria
Kuning-coklat: Bilirubinuria.
Hijau-coklat: obstructive jaundice
2 Bau Bau ureum/asam Abnormal; bau jengkol, Keton (buah-buahan)
organic
3 Kekeruhan Jernih Kemerahan: darahsedimen eritrosit
Berkabut: Bakteri (gram)
Keruh: pus, fosfat/Kristal karbonat,
Spermatozoa
4 Keasaman 4,7-7,5 (rata-rata 6,0) asam urat pH>6,5 (larut alkaline)
Batu kalsium pH tak pernah <6,0
Infeksi Sal Kencing ≥7,0 (pemecahan urea)
5 Berat jenis Sewaktu: Trauma intracranial/ADH menurun atau
1,003-1,030 diabetes insipidus BJ <1,010
Urine 24 jam: 1,015- Acute renal tubulus = BJ plasma 1.010
1,025

Untuk pemeriksaan pH menggunakan kertas lakmus. Merah jika asam, biru jika alkalis/basa dan
tetap jika netral. Berat jenis diperiksa dengan refraktometer ataupun dengan urinometer. Perbedaan
keduanya sebagai berikut:
Refractometer Urinometer
Keuntungan : Keuntungan :
 Bahan  Akurat
sedikit
 Mudah Kerugian :
 Bahan banyak
Kerugian :
 Kurang
akurat

Adapun cara pemeriksaan dengan refraktometer dapat dilihat pada gambar berikut:

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 155


Buku Panduan CSL 2 2016

8. Pemeriksaan Kimiawi
Dalam CSL ini pemeriksaan kimiawi yang sederhana dan mudah, murah, cepat dan cukup akurat
adalah dengan menggunakan metode carik celup/ reagen strips, atau dikenal dengan dip-strips atau
dipstick.
Reagen strips dicelupkan sesaat kemudian hasil dibandingkan dengan standar pada botol sesuai
dengan waktu yang ditentukan.
Urut-urutan parameter yang diperiksa berbeda-beda sesuai dengan merk dan pabrik buatannya.
Prinsip kerja dapat dilihat pada gambar berikut

Prinsip kerja reagen pada dipstick sebagai berikut:

No Parameter Waktu Prinsip Kerja


1 Glukosa 30‖ D-glukosa--glukosa oksidase  D-glukonolakton+H2O2
H2O2 -- oksidasi + kromogen  Warna Coklat
2 Bilirubin 30‖ Bilirubin+garam diazonium (2-6-diklorobenzendiazoniumfluoro-borat)
-- (asam)  azobilirubin (warna merah violet)
3 Keton 40‖ Na-nitroprussid (oksidator kuat) + asam asetoasetat & aseton (basa)
 senyawa berwarna ungu
4 Berat Jenis 45‖ Bromthymol blue + poly (methyl) vynil ether maleic acid sodium salt
bereaksi pada urine dengan berat jenis ≥ 6,5
5 Darah 60‖ H2O2 -- peroksidase (Hb)  H2O + On
On + Kromogen (benzidin)  senyawa berwarna hijau-biru
6 pH 60‖ Kertas uji mengandung indicator-indikator methyl red dan
bromthymol blue, kombinasi indicator-indikator tersebut
memungkinkan perubahan warna yang jelas, sesuai dengan warna
pada tabung
7 Protein 60‖ 3’,3‖,5’,5‖ tetraklorofenol – 3,4,5,6 tetrabromosulfoftalein (buffer) +
protein  warna hijau muda sampai tua
8 Urobilinogen 60‖ Urobilinogen + p-aminobenzaldehid – (asam)  zat warna azo
(merah)
9 Nitrit 60‖ Nitrat -- Gram negative  Nitrit
Nitrit + p-arsinilic acid + tetrahydrobenzoquinolin  senyawa merah
10 Lekosit 2 Asam karbonat ester -- esterase (granulosit)  indoxyl – oksidasi à

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 156


Buku Panduan CSL 2 2016

menit senyawa indigo berwarna indigo

Interpretasi dari hasil pemeriksaan dipstick sebagai berikut:


Test Normal Indikasi Hasil Positif
Leukosit Negatif Infeksi
Nitrit Negatif Bakteri Gram Negatif
Protein Negatif Inflamasi renal, alergi
Keton: Adanya keton pada urin Negatif Energi dari lemak, bukan karbohidrat
mengindikasikan adanya
penggunaan lemak atau adanya
kelainan metabolisme karbohidrat
Urobilinogen Negatif Kompensasi konjugasi bilirubin
Bilirubin Negatif Destruksi hemoglobin
Darah Negatif Infeksi, hipertensi, mens
Hemoglobin Negatif Kerusakan sel-oksidatif, alergi

9. Pemeriksaan Mikroskopik (Sedimen)


Pemeriksaan sedimen urin. Urin merupakan sediaan basah. Sehingga untuk pemeriksaan sediaan
basah di mikroskop lensa kondensor harus diturunkan dan diafragma harus dikecilkan serta
dikurangin cahayanya agar sediaan lebih jelas terlihat. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan untuk
memeriksa hal-hal sebagai berikut :
 Sel: Eritrosit, Lekosit, Epitel (pembesaran 40x)
 Silinder (pembesaran 10x): hyaline, eritrosit, lekosit, lemak, dll. Silinder terbentuk di Tubulus
convulatus distal dan ductus collectives akibat kondisi asam, konsentrasi garam tinggi, aliran
urin yang menurun serta adanya protein Tamm-Horsfall
 Kristal (pembesaran 10x): Urine Asam (asam urat, amorphous urat, sodium urate, Ca-oksalat),
Urine Alkali (Triple fosfat, fosfat amorf, Ca-fosfat, Amm biurat), Kristal abnormal (Csytine,
Cholesterol, Leucine, Tyrosine, Bilirubin, Sulfonamide)
 Bakteri, jamur, parasit
 Lain-lain: spermatozoa,mucous threads

Kondisi yang berkaitan/berkenaan dengan hasil pemeriksaan sedimen urine sbb :


Type of cast Composition Associated conditions
Hyaline Mucoproteins Pyelonephritis, chronic renal Disease; May be a normal
finding
Erythrocyte Red blood cells Glomerulonephritis; May be a normal finding in patients who
play contact sports
Leukocyte White blood cells Pyelonephritis, glomerulonephritis, interstitial nephritis, renal
inflammatory processes
Epithelial Renal tubule cells Acute tubular necrosis, interstitial nephritis, eclampsia,
cells nephritic syndrome, allograft rejection, heavy metal
ingestion, renal disease
Granular Various cell types Advanced renal disease
Waxy Various cell types Advanced renal disease
Fatty Lipid-laden renal Nephrotic syndrome, renal disease, hypothyroidism
tubule cells
Broad Various cell types End-stage renal disease

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 157


Buku Panduan CSL 2 2016

Berikut ini gambar hasil pemeriksaan mikroskopik urine (sedimen) :

Gambar Hasil pemeriksaan mikroskopik urin

F. PROSEDUR
1. Senyum, salam, sapa dan membina sambung rasa
Untuk item ini sama seperti CSL komunikasi yang sudah dipelajari sebelumnya.
2. Melakukan informed consent dan pengumpulan specimen urine
Dalam informed consent perlu dijelaskan tentang
3. Mempersiapkan alat dan bahan
 Cek kelengkapan alat dan bahan
 Tulislah identitas pasien, tanggal dan waktu pemeriksaan pada lembar hasil pemeriksaan
 Memasang Alat Pelindung Diri (APD) ; Hanschoen, masker, google dll
 Bagilah specimen pada 3 tabung reaksi @ minimal 10-15 ml untuk pemeriksaan
makroskopis, mikroskopis dan dipstick
4. Pemeriksaan makroskopis urine
 Pemeriksaan bau urine

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 158


Buku Panduan CSL 2 2016

 Pemeriksaan warna urine


 Pemeriksaan kekeruhan urine
 Pemeriksaan keasaman (pH) urine
O Pemeriksaan pH dengan kertas lakmus atau reagen strips
 Pemeriksaan berat jenis urine
O Dengan refraktometer atau urinometer
5. Pemeriksaan mikroskopis urin
 Ambillah dan persiapkan urine pada tabung reaksi kedua
 Sentrifus urine dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit
 Pisahkan sedimen hasil sentrifus dari supernatannya
 Sedimen hasil sentrifus diteteskan ke atas objek gelas
 Tutup dengan cover glass/ kaca penutup
 Periksa di bawah mikroskop
 Perbesaran 10X untuk silinder
 Perbesaran 40X untuk eritrosit dan lekosit
 Tuliskan hasil pemeriksaan pada lembar laboratorium
6. Pemeriksaan Kimiawi dengan Dip-strips/ Dipstick(Carik-celup)
 Ambil tabung reaksi ketiga yang berisi urine
 Basahi seluruh permukaan reagen strips dengan urine, tarik dengan segera
 Ketukkan strips pada bibir gelas untuk mengurangi urine yang berlebih
 Pegang carik secara horizontal dan bandingkan dengan kertas standar warna yang terdapat
pada label tabung
 Lakukan satu persatu untuk setiap parameter sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
masing-masing (lihat tabel)
 Lakukan pencatatan hasil untuk setiap parameter pada lembar yang telah disediakan
7. Selesaikan semua pencatatan dan berikan tanda tangan dan nama terang pemeriksa
8. Interpretasikan dan simpulkan hasil pemeriksaan
9. Jelaskan hasil pemeriksaan serta rencana tindak lanjut pada pasien
10. Akhiri dan tutup pemeriksaan dengan baik

G. DAFTAR PUSTAKA
1. Baluyut, Benedict F. Interpretation of Urinalysis Results and Clinical Correlations: A brief
overview. Assistant Section-in-charge, Clinical Microscopy. Angeles University Foundation
Medical Center. Center for Anatomic Pathology and Laboratory Medicine. Angeles City,
Pampanga. Didownload tgl 1-2-2011 pukul 10:01 PM dari :
http://dc182.4shared.com/download/U0ohww1I/Interpretation_of_Urinalysis_R.ppt?tsid=201102
01-095010-d81f1f43
2. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/0f72169df5c0ba8d8e6bbb2c1a8e3f8a24f0c95e.pdf
3. Fischbach, Frances Talaska. 2003. A manual of Laboratory and Diagnostic Test. 7th edition.
Lipincott Williams & Wilkins Publisher.
4. Kumalawati, July. MD. Urinalysis. Clinical Pathology Department. Medical Faculty University of
Indonesia-Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Jakarta. Indonesia. Didownload pada tanggal 1
februari 2011 pukul 09:32 PM dari :
5. Sudoyo, Aru.et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat jilid 1. Bab Ginjal dan
Hipertensi. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam-FKUI. Jakarta. Indonesia
6. Sylvia R. et al. 2003. Buku Praktikum Patologi Klinik 1. Bagian Patologi Klinik FK UNPAD/ RS.
Dr. Hasan Sadikin. Bandung. Indonesia

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 159


Buku Panduan CSL 2 2016

7. Tanagho, Emil A. & Jack W. McAninch. 2008. Smith’s General Urology. 17th edition. Lange
Medical Books/ The McGraw-Hill Companies, USA.

CEK LIST PEMERIKSAAN URINALISIS

Nilai
No Item Penilaian Feedback
0 1 2
Interpersonal
1 Senyum, salam, sapa dan membina sambung rasa
2 Melakukan informed consent dan pengumpulan specimen urine
Item Prosedural
3 Mengecek kelengkapan alat dan bahan
4 Menulis identitas pasien, tanggal dan waktu pemeriksaan pada
lembar hasil pemeriksaan
5 Memasang APD ; Hanschoen, masker dll
6 Membagi specimen pada 3 tabung reaksi dengan baik
Pemeriksaan makroskopis urine
7 Pemeriksaan bau urine dan menuliskan hasilnya
8 Pemeriksaan warna urine dan menuliskan hasilnya
9 Pemeriksaan kekeruhan urine dan menuliskan hasilnya
10 Pemeriksaan keasaman (pH) urine dan menuliskan hasilnya
11 Pemeriksaan berat jenis urine dan menuliskan hasilnya
Pemeriksaan mikroskopis urin
12 Mengambil dan mempersiapkan urine pada tabung reaksi kedua
13 Mensentrifus urine dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit
14 Memisahkan sedimen hasil sentrifus dari supernatannya
15 Meneteskan sedimen hasil sentrifus ke atas objek gelas
16 Menutup dengan cover glass/ kaca penutup
17 Memeriksa di bawah mikroskop, dimulai dengan perbesaran 10 x
untuk silinder
18 Memeriksa dengan perbesaran 40X untuk eritrosit dan lekosit
19 Menuliskan hasil pemeriksaan pada lembar hasil pemeriksaan
laboratorium
Pemeriksaan Dip-strips/Dipsticks (Carik-celup)
20 Ambil tabung reaksi ketiga yang berisi urine
21 Basahi seluruh permukaan reagen strips dengan urine, tarik dengan
segera
22 Ketukkan strips pada bibir gelas untuk mengurangi urine yang
berlebih
23 Pegang carik secara horizontal dan bandingkan dengan kertas
standar warna yang terdapat pada label tabung
24 Lakukan satu persatu untuk setiap parameter sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan masing-masing (lihat tabel)
25 Lakukan pencatatan hasil untuk setiap parameter pada lembar yang
telah disediakan
26 Selesaikan semua pencatatan dan berikan tanda tangan dan nama
terang pemeriksa
Item Penalaran Klinik dan Profesionalisme

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 160


Buku Panduan CSL 2 2016

27 Interpretasikan dan simpulkan hasil pemeriksaan


28 Jelaskan hasil pemeriksaan serta rencana tindak lanjut pada pasien
29 Akhiri dan tutup pemeriksaan dengan baik
30 Percaya diri, minimal error
T O T A L
Nilai = ------------- x 100% = ……………

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 161


Buku Panduan CSL 2 2016

PEMERIKSAAN
PEWARNAAN GRAM

A. STANDAR KOMPETENSI
Kompetensi Level kompetensi
Prosedur diagnostik Pewarnaan Gram 4*
*mampu melakukan secara mandiri

B. SKENARIO
Anda adalah seorang dokter yang bertugas di Puskesmas. Seorang penderita datang ke
Puskesmas dengan keluhan batuk disertai demam dan sesaknafas. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik anda menyimpulkan bahwa pasien tersebut suspek Pneumonia bacterial dan
perlu dilakukan pemeriksaan sputum dengan pewarnaan Gram.

C. DASAR TEORI
Sebagian besar bakteri memiliki dinding sel yang mengandung lapisan peptidoglikan yang tebal
atau lapisan peptidoglikan tipis yang dilengkapi dengan membrane luar yang tersusun dari
lipopolisakarida. Perbedaan struktur kimia pada dinding sel bakteri diidentifikasi dengan pewarnaan
Gram. Pewarnaan Gram adalah pewarnaan yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi
kultur bakteri yang belum diketahui, karena pewarnaan Gram menghasilkan informasi berupa
reaksi gram yang terjadi, ukuran sel, bentuk sel, dan susunan sel bakteri.

Gambar. Perbandingan dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif

Pada prosedur pewarnaan Gram, semua bakteri berwarna ungu oleh kristal violet sebagai zat
warna primer. Sel bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan tebal mempertahankan kristaal violet
pada tahap berikutnya yaitu pelunturan (decolorization) dan counterstain. Bakteri tersebut dengan
mikroskop akan terlihat ungu dan disebut sebagai Gram positif.
Sel bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis dan dilengkapi dengan membrane
luar lipopolisakarida, kristal ungu akan hilang pada tahap pelunturan dan akan menyerap zat warna
safranin sebagai counterstain. Bakteri tersebut dengan mikroskop terlihat berwarna merah dan disebut
sebagai Gram negatif.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 162


Buku Panduan CSL 2 2016

Gram positif Gram negatif


Coccus Batang Coccus Batang
1. Sel transparan sebelum diwarnai

2. Sel berwarna ungu oleh zat warna primer


kristal violet dan Iodin
3. Etil alcohol sebagai bahan peluntur, menghilangkan
warna ungu pada Gram negatif dan Gram positif
tetap mempertahankan warnanya.
4. Gram negative menyerap counterstain safranin dan
berwarna merah, Gram positif tetap ungu

D. ALAT DAN BAHAN


1. Kultur bakteri (berumur 24-48 jam pada media cair)
2. Zat warna :
i. Crystal Violet (primary Stain)
ii. Iodine Solution (mordant)
iii. Ethanol (decolorizer)
iv. Safranin (counterstain)
3. Water (dianjurkan dalam botol semprot)
4. Mikroskop cahaya
5. Lampu Bunsen
6. Gelas objek
7. Ose bulat
8. Minyak emersi
9. Kertas lensa
10. Tissue biasa untuk membersihkan objek gelas

E. PROSEDUR
Sebelum memulai, pastikan bahwa semua reagen sudah tersedia dan mudah dijangkau selama
bekerja, sebab proses pewarnaan perlu dilakukan dengan memperhatikan ketepatan waktu. Selalu
menggunakan jas laboratorium dan sebaiknya melakukan semua prosedur di dekat bak cuci.
1. Prosedur pembuatan apusan :
a. Siapkan objek gelas baru. Bersihkan dan lewatkan di atas api. Tulis identitas pasien dan
nomor spesimen pada pinggir object glass.
b. Buat lingkaran oval pada bagian bawah objek glass dengan spidol/ pensil kaca.
c. Panaskan ose sebelum dipakai sampai pijar berwarna merah, kemudian dinginkan dahulu,
d. Pegang tabung reaksi dengan tangan kiri, pegang ose seperti memegang pensil pada
tangan kanan, buka kapas penutup tabung dengan dijepit menggunakan jari kelingking
tangan kanan
e. Mulut tabung dilewatkan di api
f. Ambil spesimen dari dalam tabung dengan menggunakan ose steril.
g. Kemudian lewatkan kembali mulut tabung reaksi didekat api kemudian tutup kembali
dengan kapas
h. Apuskan ose yang mengandung spesimen pada bagian tengah objek glass secara merata
dan tipis, jangan melebihi lingkaran oval yang dibuat
i. Panaskan kembali ose sampai pijar setelah digunakan
j. Lakukan fiksasi objek glass dengan penjepit preparat, dan lewatkan di atas lampu Bunsen
sebanyak 3 kali secara perlahan

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 163


Buku Panduan CSL 2 2016

3 cm

2 cm

Gambar 2. Bentuk apusan

2. Prosedur pewarnaan
Langkah 1 :
Letakkan slide pada rak pewarnaan. Genangi seluruh permukaan slide dengan crystal violet.
Biarkan selama 60 detik, kemudian cuci slide di bawah air mengalir selama 5 detik. Spesimen
seharusnya terlihat berwarna biru-ungu.
Langkah 2 :
Genangi slide dengan larutan iodine, biarkan selama 1 menit, kemudian cuci dengan air mengalir
selama 5 detik. Spesimen seharusnya terlihat tetap berwarna biru-ungu.
Langkah 3 :
Langkah ini meliputi penambahan decolorizer (peluntur) etanol 15-30 detik dengan cara disiram
atau direndam. Langkah ini seringkali bersifat subjektif karena apabila menggunakan terlalu banyak
decolorizer akan menghasilkan Gram negatif palsu. Sebaliknya apabila tidak menggunakan
decolorizer dalam jumlah cukup dapat menyebabkan Gram positif palsu. Untuk berhati-hati
sebaiknya etanol diteteskan sedikit demi sedikit sampai warna biru ungu luntur pada specimen.
Kemudian cuci dengan air 5 detik.
Langkah 4 :
Langkah ini meliputi penambahan counterstain, safranin. Genangi slide dengan zat warna seperti
langkah sebelumnya, biarkan selama 1 menit supaya bakteri menyatu dengan safranin. Bakteri
Gram positif tidak akan menyerap counterstain dan tetap tampak biru ungu. Bakteri Gram negatif
akan berwarna pink dan mudah dibedakan dari bakteri Gram positif. Kemudian cuci dengan air
mengalir selama 5 detik untuk menghilangkan zat warna.

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 164


Buku Panduan CSL 2 2016

Gambar 3. Prosedur pewarnaan Gram


Catt : Setelah langkah 1 sampai 4, keringkan dengan kertas saring atau biarkan kering sendiri di
udara. Kemudian lihat di bawah mikroskop. Jangan sampai merusak spesimen.

CEKLIST PEWARNAAN GRAM

No Aspek Penilaian Skor


1 2 3 4 5
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa (salam, perkenalan diri, sikap terbuka)
2 Eksplorasi permasalahan pasien
CONTENT
3 Cek kelengkapan peralatan dan bahan
4 Cuci tangan, menggunakan handschoen
5 Membuat preparat hapusan
6 Pewarnaan Gram : langkah 1
7 Pewarnaan Gram : langkah 2
8 Pewarnaan Gram : langkah 3
9 Pewarnaan Gram : langkah 4
10 Mengeringkan preparat
11 Periksa di bawah mikroskop
Membersihkan peralatan, cuci tangan
PROFESSIONALISM
12 melakukan dengan penuh percaya diri
13 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 165


Buku Panduan CSL 2 2016

LAPORAN PRAKTIKUM

Hasil praktikum
1.

Bakteri __________________

Bentuk sel _______________

Susunan sel ______________

Reaksi Gram _____________

2.

Bakteri __________________

Bentuk sel _______________

Susunan sel ______________

Reaksi Gram _____________

Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester 2 166

Anda mungkin juga menyukai