Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL GAGASAN TULIS

BUDIDAYA PEMBUATAN LAHAN TANAMAN (UMBI-UMBIAN DAN


BUAH-BUAHAN) SEBAGAI SOLUSI UNTUK PENINGKATAN
STATUS GIZI PADA SUKU ANAK DALAM (SAD) KOTO BOYO
KECAMATAN BATHIN XXIV KABUPATEN BATANGHARI

Oleh :

Yoga Tri Nugroho (Ketua / NIM G1D116011-2016)


Apri Nur Anisa (Anggota 1 / NIM G1D116015-2016)
Rizki Dwi Cahyani (Anggota 2 / NIM G1D116027-2016)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JAMBI
JAMBI
2019
ii

LEMBAR PENGESAHAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT

1. Judul Kegiatan : Budidaya Pembuatan Lahan


Tanaman (Umbi-Umbian Dan Buah-Buahan) Sebagai Solusi Untuk
Peningkatan Status Gizi Pada Suku Anak Dalam (SAD) Koto Boyo
Kecamatan Bathin XXIV Kabupaten Batanghari
2. Bidang Kegiatan : PKM-GT
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Yoga Tri Nugroho
b. NIM : G1D116011
c. Jurusan : Ilmu Kesehatan Masyarakat
d. Perguruan Tinggi : Universitas Jambi
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Monaco Residence, Jambi
f. Email : yogatrinugroho5@gmail.com
4. Anggota Pelaksana Kegiatan : 2 Orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Umi Kalsum., S.KM.,M.KM
b. NIDN/NIDK : 197503211997032002
c. Alamat Rumah dan No Tel/HP :
6. Biaya Kegiatan Total
a. Kemenristekdikti :
b. Sumber lain :
7. Jangka Waktu Pelaksanaan :

Jambi, 20 April 2019

Ketua Program Studi Ketua Pelaksana Kegiatan

Hubaybah S,KM., M.KM Yoga Tri Nugroho

NIP. 198006032010122003 NIM. G1D116011

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Dosen Pendamping

Prof. Dr. Ir. Abdul Aziz, M.Si Dr. Umi Kalsum., S.KM.,M.KM

NIP. 196000309188031001 NIP. 197503211997032002


iii

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ii

Daftar Isi iii

Daftar Tabel iv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Manfaat Penulisan 3

BAB II GAGASAN PENULISAN 4

2.1 Kondisi Lingkungan Sasaran 4

2.2 Potensi Pendukung Lokal 4

2.3 Gambaran Pelaksanaan program 6

BAB III PENUTUP 10

3.1 Kesimpulan 10

3.2 Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11
iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Planing Of Action Pemeliharaan Personal Hygine 9


1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suku Anak Dalam atau sering disebut Suku Kubu dipandang oleh
pemerintah sebagai “Komunitas Adat Terpencil” (KAT). Dalam kesehariannya,
mereka sering disebut sebagai “Orang Rimbo”. Pemerintah mendefinisikan KAT
sebagai komunitas masyarakat yang hidupnya secara berkelompok dalam
kesatuan-kesatuan (unit) sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar di dalam
hutan dan pinggiran sungai, serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan
pelayanan sosial, ekonomi, dan politik dari pemerintah (SK Mensos RI No.
60/HUK/1988).

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai macam suku yang
tersebar di berbagai provinsi. Dari keberagaman suku- suku tersebut tentunya
akan melahirkan pola kehidupan yang berbeda di setiap sukunya, baik itu dari segi
kepercayaan, sosial budaya daerah hingga kehidupan sehari-harinya. Berbicara
suku, tidak terlepas dari gambaran tempat tinggal masyarakat yang berada di
hutan terpencil, bermata pencaharian sebagai petani ladang berpindah, berburu
dan menanam, serta masih belum terpapar dengan kemajuan ilmu teknologi yang
sudah berkemabang di sekitar mereka.

Dalam perkembangan peradaban manusia yang diikuti dengan


perkembangan pengetahuan dan teknologi saat ini, masih terdapat pola hidup yang
terbelakang dan terasing pada suatu kelompok masyarakat di provinsi Jambi.
Kelompok masyarakat ini disebut suku Anak Dalam atau orang kubu atau orang
rimba. Suku anak dalam sangat bergantung pada hutan untuk memenuhi
kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya seperti meramu buah-buahan, ubi,
binatang kecil, kayu, dan damar yang pada umumnya dilakukan oleh kaum
perempuan. Pada umumnya kaum laki-laki suku Anak Dalam bekerja memburu
binatang, menebang pohon, dan membuka hutan untuk ladang, sedangkan kaum
perempuan memotong tumbuhan kecil (Weintre 2003).

Suku Anak Dalam (SAD) pada umumnya bertempat tinggal di dalam


hutan namun Pemerintah Provinsi Jambi telah membuatkan perkampungan khusus
Suku Anak Dalam dengan tujuan untuk menjaga kelestaraian hutan. Suku Anak
Dalam (SAD) ini masih tergolong primitif yang mengasingkan diri untuk
berinteraksi di dalam hutan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang
terkandung di dalamnya. Pada saat sekarang ini sebagain kecil Suku Anak Dalam
sudah mulai bercocok tanam, meskipun sudah belajar bercocok tanam dan bertani,
namun sebagain besar penghasilan mereka masih peramu hasil hutan, pemburu
2

dan penangkan ikan tetap mereka jalankan. Sebagian dari mereka sudah bekerja
sebagai penabang kayu atau penakik getah di perkebunan penduduk lain.

Suku Anak Dalam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan dalam usaha
meningkatkan taraf hidup masyarakat suku Anak Dalam. Budi daya pembuatan
lahan tanaman seperti umbi-umbian dan buah-buahan memiliki nilai ekonomis
yang tinggi dari produk-produk yang dihasilkan oleh tanaman tersebut. Selain itu
usaha budidaya tanaman umbi-umbian dan buah-buahan juga lebih menekankan
terhadap kearifan lokal dalam melestarikan hutan. Hal ini karena usaha budidaya
pembuatan lahan tanaman umbi-umbian dan buah-buahan sebagai solusi
mempermudah memperoleh makanan oleh masyarakat suku Anak Dalam.

Buah-buahan memiliki peranan yang strategis bagi masyarakat SAD.


Disamping memiliki peranan ekonomi yang penting, buah-buahan juga memiliki
kaitan yang erat kehidupan sosial budaya. Pada dasarnya semua jenis buah-buahan
yang tumbuh di hutan merupakan milik bersama (common property). Namun, ada
beberapa individu pohon penghasil buah yang menjadi milik keluarga tertentu.
Karya tulis ini membahas mengenai budidaya pembuatan lahan tanaman umbi-
umbian dan buah-buahan sebagai solusi mempermudah memperoleh makanan
oleh masyarakat Suku Anak Dalam di Koto Boyo Kecamatan Bathin XXIV
Kabupaten Batanghari.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan


masalah sesuai dengan latar belakang yang telah dijelaskan sebagai berikut:

1. Bagaimana Kondisi Lingkungan Sasaran masyarakat Suku Anak Dalam di


Koto Boyo Bathin XXIV?
2. Bagaimana Potensi Pendukung Lokal terhadap masyarakat Suku Anak
Dalam di Koto Boyo Bathin XXIV?
3. Bagaimana Gambaran Pelaksanaan Gagasan terhadap masyarakat Suku
Anak Dalam di Koto Boyo Bathin XXIV?
1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka karya tulis ini bertujuan
untuk :

1. Untuk mengetahui bagaimana Kondisi Lingkungan Sasaran masyarakat


suku Anak Dalam di Koto Boyo Bathin XXIV.
2. Untuk mengetahui bagaimana Potensi Pendukung Lokal terhadap
masyarakat suku Anak Dalam di Koto Boyo Bathin XXIV.
3. Untuk mengetahui bagaimana Gambaran Pelaksanaan Gagasan terhadap
masyarakat suku Anak Dalam di Koto Boyo Bathin XXIV.
3

4. Untuk mengetahui bagaimana Melestarikan hutan dengan


membudidayakan lahan tanaman di Koto Boyo Bathin XXIV.
1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan Proposal Gagasan Tulis ini


adalah sebagai bahan rekomendasi untuk pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat di Suku Anak Dalam Jambi. Serta meningkatkan
pengetahuan dan memberikan alternatif memperoleh makanan dari budidaya
pembuatan lahan tanaman umbi-umbian dan buah-buahan bagi Suku Anak Dalam
di Koto Boyo Kecamatan Bathin XXIV yang memiliki nilai manfaat yang lebih
besar bagi masyarakat Suku Anak Dalam.
4

BAB 2

GAGASAN PENULISAN

2.1 Kondisi Lingkungan Sasaran

Komunitas Adat Terpencil yang ada di Jambi adalah Suku Anak Dalam
atau yang lebih dikenal dengan “Orang Rimbo”. Suku Anak Dalam (SAD) adalah
suku bangsa minoritas yang hidup di Provinsi Jambi. Diperkirakan populasi SAD
sekitan 200.000 orang yang kebanyakan tinggal di kawasan bukit 12 dan taman
bukit 30 di Kabupaten Bungo, Tebo, Sarolangun, dan Batanghari. Belum
diketahui secara pasti asal muasal SAD, namun ada beberapa versi yang
mengatakan SAD berasal dari Sumatera Barat, pernyataan ini diperkuat dengan
adanya kesamaan bahasa dan adat istiadat SAD dengan suku Minangkabau.

Desa Koto Buayo, kec. Batin XXIV, kab Batanghari daerah ini merupakan
bagian dari pesebaran komunitas adat terpencil yang ada di jambi, mata pencarian
mereka adalah sebagai penadah karet. Waktu yang harus ditempuh untuk sampai
ke Koto Buayo itu sendiri memakan waktu kurang lebih selama empat jam, dan
harus menempuh perjalanan dua jam untuk mencapai komunitas adat terpencil
yang ada disana. Akses jalan yang menuju Koto Buayo itu jalan nya masih tanah
merah yang apa bila hujan kendaraan tidak bisa masuk dan keluar.

Komunitas ini yang memilih berada di dalam hutan dataran rendah. Pola
hidup mereka semi nomadik (berpindah) dengan sumber penghidupan dari
berburu dan meramu hasil hutan. Tinggal dalam pondok-pondok sederhana dari
material yang berada di hutan, kayu-kayu untuk tiang dan lantai, kain terpal untuk
atap. Cara berpakaian komunitas ini menggunakan cawat dan kemben untuk
menutup organ vitalnya dan ada juga yang sudah menggunkan baju. Kelompok
masyarakat ini menganut kepercayaan kepada dewa-dewa dan arwah leluhur
namun ada juga sebagian yang sudah mulai memeluk agama Islam.

2.2 Potensi Pendukung Lokal

a. Kehidupan Suku Anak Dalam


Umumnya suku kubu atau suku anak dalam hidup dari harsil berburu. Tapi
ada juga yang melakukan kegiatan pertanian. Meski semakin lama sumber
daya alam semakin menipis.
b. Kepercayaan Suku Anak Dalam
Sebagian besar dari masyarakat di suku anak dalam masih menganut
animism yaitu bahwa setiap benda-benda di muka bumi ini harus dihargai
dan dihormati. Tapi beberapa waktu yang lalu ada juga sebagian suku anak
dalam yang beralih memeluk agama Islam.
5

c. Budaya dan Kebiasaan


1. Budaya melangun
Apabila ada SAD/ anggota keluarganya meninggal dunia maka
peristiwa ini merupakan kejadian yang sangat menyedihkan bagi
seluruh keruarga SAD terutama keluarganya. Mereka seluruh anggota
keluarga akan berpindah dari tempat tersebut sebagai bentuk duka cita
yang mendalam, dan mereka menganggap budaya melangun sebagai
cara melupakan kesedihan setelah ditinggal anggota keluarga mereka
yang meninggal dunia.

2. Seloko dan Mantera


Merupakan aturan-aturan hukum yang sudah ada dan sangat
mengikat. Seloko memuat aturan bertutur kata, bertingkah laku serta
secara tegas dijadikan sebagai pedoman hukum oleh para pemimpin
suku anak dalam khususnya temenggung dalam mengambil sebuah
keputusan.

3. Basale
Merupakan upacara tradisi yang dilakukan secara turun
temurun, basale berarti duduk bersama-sama memohon kepada yang
kuasa agar diberi kesehatan, ketentraman dan dihindarkan dari
marabahaya. Upacara basale merupakan upacara skral yang
bertujuanuntuk mengobati anggota yang sakit atau untuk menolak bala.

d. Populasi dan peresebaran KAT

Berdasarkan data yang ada populasi Kominitas Adat Terpencil


(KAT) yang sudah dibina dan belum dibina dari tahun 1973 sampai tahun
2010 sebanyak 6.773 KK/ 28.883 jiwa yang tersebar di 8 (delapan)
kabupaten. Yang sedang diberdayakan 2 tahun terakhir 82 KK/328 Jiwa
dan pada pemberdayaan 1 tahun 2010 sebanyak 32 KK/128 Jiwa, dan
untuk tahun ke III 50 KK/205 Jiwa.
e. Kebutuhan hidup
1. Makanan
Saat ini mereka sudah banyak menggunakan beras sebagai
makanan pokok sehari-hari. Beras tersebut dibeli dari dusun/ masyarakat
yang dekat dengan lokasi mereka. Makanan poko sehari-hari mereka
berupa umbi-umbian seperti keladi, ubi kayu, ubi jaar, ubi silung dll, selain
itu mereka juga menyantap makanan hasil buruan seperti babi hutan rusa,
kancil, ular dll
6

2. Pakaian
Pada umumnya mereka tidak berpakaian melainkan menggunakan
cawat kain untuk menutupi kemaluannya. Dahulu mereka menggunakan
cawat yang terbuat dari kulit kayu terap atau serdang. Seirimg berjalan
waktu mereka mulai meninggalkannya dan beralih menggunakan kain
yang dibeli dipasar melalui masyarakat umum.

3. Rumah dan pemukiman


Mereka hidup berkelompok dalam satu wilayah, biasanya
kelompok temenggung yang satu tinggal di kelompok temenggung yang
lainnya. Tempat tinggal mereka di hutan belukar, tidak ditepi jalan
setapak. Setiap pondok atau sesudung satu keluarga memiliki jarak yg
agak jauh dengan keluarga lainnya.

2.3 Gambaran Pelaksanaan Kegiatan

Metode Pelaksanaan yang akan dilaksanakan pada Budidaya Pembuatan


Lahan Tanaman (Umbi-Umbian Dan Buah-Buahan) Sebagai Solusi Untuk
Peningkatan Status Gizi Pada Suku Anak Dalam (SAD) Koto Boyo Kecamatan
Bathin XXIV Kabupaten Batanghari disusun pada rangkaian alur kegiatan sebagai
berikut :

Penetapan Daerah Survei Daerah Observasi


Sasaran Sasaran Lapangan

Penyusunan Rencana
Materi Sosialisasi Sosialisasi dan Izin Pelaksanaan
dan Pelatihan Pelatihan Kader
Kader

Sosialisasi Pelaksanaan
Laporan Akhir
Program Program
7

A. Waktu Pelaksanaan

Waktu Pelaksanaan Budidaya Lahan Tanaman ini disesuaikan dengan


pergantian musim yang ada di Indonesia. Serta penentuan tanaman yang
akan dibudidayakan juga ditentukan berdasarkan musim yang sedang
berjalan.

No Musim Bulan Jenis Tanaman


1. Penghujan September-Maret - Pepaya
- Timun
2. Kemarau April-Agustus - Jagung
- Ubi
3. Pancaroba September-November - Cabai
(Peralihan) dan Maret-Mei - Tomat

B. Tempat Pelaksanaan

Tempat Pelaksanaan Budidaya Lahan Tanaman ini di daerah Koto Boyo


Kecamatan Bathin XXIV Kabupaten Batanghari dengan menyiapkan lahan
yang sudah dipilih dengan Luas Lahan sekitar 300-700 meter. Kualitas
tanah juga penting untuk diperhatikan agar keberlangsungan budidaya
semakin baik.

C. Alat dan Bahan


1. Cangkul
2. Air
3. Pupuk
4. Benih dan Bibit Tanaman

D. Teknis Dasar Pelaksanaan


1. Pengolahan Tanah
Tanah yang akan ditanami digemburkan terlebih dahulu dengan cara
dicangkul, tanah yang telah di gemburkan tadi akan menjadi remah,
sehingga aerasi berjalan dengan baik dan zat-zat beracun pun akan
hilang. Selanjutnya, rumput atau gulma dihilangkan, terutama akar
alang-alang supaya akar tanaman sayuran dapat tumbuh dengan bebas
tanpa persaingan dan perebutan unsur hara dengan gulma.
2. Pemupukan
Pemupukan dasar dalam pengolahan tanah perlu diberikan agar
tanaman tumbuh subur serta memperbaiki struktur tanah dan menahan
air didalam tanah. Perlu diperhatikan pula pupuk kandang atau kompos
yang digunakan harus yang telah jadi (matang). Pupuk tersebut sudah
tidak mebusuk dan mengurai lagi sehingga tidak menghasilkan panas.
8

Adanya panas dari proses membusuknya pupuk mentah dapat


mengakibatkan tanaman menjadi layu dan akhirnya mati.
3. Pengelolaan Air
Tujuan dari pengelolaan air ialah mengatur ketrsediaan air, baik saat
kekeringan maupun kelebihan air. Bila kekurangan air, tanaman akan
layu dan akhirnya mati. Sebaliknya bila kelebihan air tanaman tidak
dapat mengambil makanan dengan baik dari tanah akibat dari areasi
yang jelek, selain itu akarnya akan cepat membusuk akibat serangan
penyakit, terutama cendawan dan bakteri. Maka dari itu pengelolaan
air sangat di butuhkan oleh tanaman, karena merupakan factor penting
dalam kelangsungan hidup tanaman sayuran yang kita tanam tersebut.
4. Persemaian Benih
Benih yang akan digunakan harus murni atau tidak tercampur biji lain,
tidak cacat, dan berasal dari tanaman yang sehat, serta
produktivitasnya tinggi. Bila benih diambil dari buah yang masih
muda, daya kecambahnya akan rendah, pertumbuhannya jelek, dan
daya simpannya rendah dengan ciri-ciri mudah kisut. Oleh karena itu,
benih atau biji yang akan digunakan sebaiknya dari buah yang sudah
tua dari varietas unggul. Benih yang memenuhi syarat dapat
disemaikan terlebih dahulu dipersemaian. Persemaian merupakan
tempat yang dapat mejaga ke stabilan suhu, kelembapan lingkungan,
dan mengatur banyaknya sinar matahari yang masuk. Oleh karena itu,
benih yang disemaikan dapat terjaga kelembapannya sehingga tidak
terlalu basah dan terlalu kering. Persemaian perlu diberi atap yang
dibuat miring ke arah barat, tetapi dihadapkan kearah timur. Dengan
cara ini sinar matahari pagi dapat masuk sebanyak mungkin ke
persemaian, sebaliknya, sinar matahari terik yang terjadi pada siang
hari tidak dapat masuk, sedangkan sinar matahari sore masuknya
sedikit.
5. Penanaman
Penanaman merupakan proses pemindahan bibit (tanaman muda) dari
persemaian kekebun. Penanaman dilakukan dengan hati-hati agar bibit
tidak rusak terutama akarnya. Setelah dipindahkan ke kebun, bibit
perlu dilindungi dari teriknya sinar matahari, perlindungan tersebut
untuk mencegah penguapan berlebihan karena tanaman muda belum
dapat mengambil air dari dalam tanah. Bahan yang dapat melindungi
tanaman muda (bibit) yang baru di pindah antara lain pelepah pisang
ataupun dedaunan, pelindung dapat dibuka setelah tanaman tumbuh,
yakni berkisar antara 5-7 hari.
6. Pemeliharaan Tanaman
Dalam pemeliharaan tanaman, diantara meliputi pemberian pupuk,
baik pupuk mikro ataupun pupuk makro. Pupuk mikro biasanya sudah
9

tersedia pada alam ataupun tanah itu sendiri seperti besi, mangan,
suprum, dll hanya dibutuhkan sedikit oleh tanaman. Sedangkan pupuk
makro yaitu pupuk yang dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh
tanaman seperti, Nitogen (N), Fosfor (P), Kalium (K) itu dapat di
peroleh dari NPK kujang atau NPK Phonska, sementara untuk kalsium
(Ca) itu bisa di dapat dari merk dagang Protecal dan Magnesium (Mg),
Sulpur (S) dapat diperoleh dari Power Magic, bila tanaman yang kita
tanam sudah tercukupi asupan nutrisi atau pupuknya, kemungkinan
tanaman tersebut akan tumbuh secara Baik, sehat, dan berbuah lebat.
7. Pengambilan Hasil
Hasil Tanaman yang kita budidayakan, baik berupa daun, buah,
maupun umbi harus dipanen secara tepat waktu, jangan tergesa-gesa
atau terlambat. Bila pemanenan (pengambilan) hasil terlambat maka
sayuran akan cepat rusak, banyak bagian-bagian yang hilang atau
terbuang dan rasanya tidak seenak yang diharapkan. Panen yang terlalu
cepat dapat menurunkan kualitas maupun kuantitas hasil, sedangkan
pemungutan yang terlambat akan menurunkan kualitas. Harus diingat
bahwa produksi sayuran selalu dalam bentuk segar. Padahal, masa
simpan sayuran pada umumnya tidak lama, kecuali biji-bijian. Sayuran
yang terlalu lama disimpan menjadi tidak segar sehingga rasanya tidak
enak dan kandungan vitaminnya berkurang.
8. Penanganan Hasil
Hasil yang diperoleh dari budidaya tanaman ini akan digunakan dan
dikonsumsi sendiri oleh masyarakat SAD Koto Boyo Kecamatan
Bathin XXIV Kabupaten Batanghari sebagai salah satu cara untuk
menerapkan pola hidup sehat dengan mengonsumsi berbagai jenis
sayuran maupun buah-buahan yang sudah ditanam.
10

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Budidaya Pembuatan Lahan Tanaman (Umbi-Umbian dan Buah-Buahan)


merupakan salah satu solusi untuk peningkatan status gizi pada Suku Anak
Dalam Koto Boyo Kecamatan Bathin XXIV Kabupaten Batanghari. Budidaya
ini dapat meningkatkan kreatifitas masyarakat Suku Anak Dalam untuk
mengembangkan potensinya sehingga mereka dapat mempertahankan
kehidupannya supaya lebih baik dalam hal status gizi. Dalam Pembuatan
Budidaya ini diperlukan suatu proses atau teknik dalam pelaksanaannya mulai
dari waktu, tempat, alat dan bahan serta proses budidayanya mulai dari
pengolahan tanah, pemupukan dasar, pengelolaan air, persemaian benih,
penanaman, pemeliharaan tanaman, pengambilan hasil dan penanganan hasil.
Harapannya Hasil output dari budidaya ini dapat menjadi salah satu sumber
makanan yang bergizi bagi Suku Anak Dalam yang didapatkan dari proses
yang dikembangkan secara mandiri, sehingga status gizi masyarakat Suku
Anak Dalam dapat terjamin dan memungkinkan untuk hidup lebih sehat dan
berumur panjang.

3.2 Saran

Dengan adanya pembuatan Proposal Gagasan Tulis mengenai Budidaya


Pembuatan Lahan Tanaman (Umbi-Umbian Dan Buah-Buahan) Sebagai
Solusi Untuk Peningkatan Status Gizi Pada Suku Anak Dalam (SAD) Koto
Boyo Kecamatan Bathin XXIV Kabupaten Batanghari ini dapat menjadi
solutif untuk permasalahan kesehatan di Indonesia khususnya mengenai gizi di
Suku Anak Dalam, Diharapkan dari berbagai sektor baik Pemerintah, Dinas
Kesehatan, Puskesmas, serta Masyarakat dapat berkolaborasi bersama untuk
membangun kesehatan Suku Anak Dalam lebih baik lagi dan memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
11

DAFTAR PUSTAKA

Fauziah, L, rahman, N, Hermiyanti. 2017. Budidaya Tanaman Sehat di Desa Gesi,


Kab. Sragen. Jurnal ilmiah kedokteran, vol. 4 no. 3, september 2017

Saputra, Dimas. 2016. Desa Koto Boyo, Kec Bathin XXIV. Profil Wilayah.
http://dimasaputra29.blogspot.com/2016/10/desa-kotoboyo-kecamatan-bathin-
kabupaten_43.html?m=1 Di akses 24 April 2019

Marlianasyam, S. (2015). Teknik Pengembangan Budidaya Tanaman .

Murniati, L., Wahyati Y, E., & Santoso, S. P. (2017). Tata Cara Budidaya
Tanaman Toga di Kabupaten Majalengka Jawa Barat. SOEPRA, 2(2), 143.
https://doi.org/10.24167/shk.v2i2.817

Wahyati, Endang Y. (2014). Potensi Masyarakat Suku Anak Dalam.

Anda mungkin juga menyukai