Oleh :
Prof. Dr. Ir. Abdul Aziz, M.Si Dr. Umi Kalsum., S.KM.,M.KM
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ii
Daftar Tabel iv
BAB I PENDAHULUAN 1
3.1 Kesimpulan 10
3.2 Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
iv
DAFTAR TABEL
BAB 1
PENDAHULUAN
Suku Anak Dalam atau sering disebut Suku Kubu dipandang oleh
pemerintah sebagai “Komunitas Adat Terpencil” (KAT). Dalam kesehariannya,
mereka sering disebut sebagai “Orang Rimbo”. Pemerintah mendefinisikan KAT
sebagai komunitas masyarakat yang hidupnya secara berkelompok dalam
kesatuan-kesatuan (unit) sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar di dalam
hutan dan pinggiran sungai, serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan
pelayanan sosial, ekonomi, dan politik dari pemerintah (SK Mensos RI No.
60/HUK/1988).
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai macam suku yang
tersebar di berbagai provinsi. Dari keberagaman suku- suku tersebut tentunya
akan melahirkan pola kehidupan yang berbeda di setiap sukunya, baik itu dari segi
kepercayaan, sosial budaya daerah hingga kehidupan sehari-harinya. Berbicara
suku, tidak terlepas dari gambaran tempat tinggal masyarakat yang berada di
hutan terpencil, bermata pencaharian sebagai petani ladang berpindah, berburu
dan menanam, serta masih belum terpapar dengan kemajuan ilmu teknologi yang
sudah berkemabang di sekitar mereka.
dan penangkan ikan tetap mereka jalankan. Sebagian dari mereka sudah bekerja
sebagai penabang kayu atau penakik getah di perkebunan penduduk lain.
Suku Anak Dalam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan dalam usaha
meningkatkan taraf hidup masyarakat suku Anak Dalam. Budi daya pembuatan
lahan tanaman seperti umbi-umbian dan buah-buahan memiliki nilai ekonomis
yang tinggi dari produk-produk yang dihasilkan oleh tanaman tersebut. Selain itu
usaha budidaya tanaman umbi-umbian dan buah-buahan juga lebih menekankan
terhadap kearifan lokal dalam melestarikan hutan. Hal ini karena usaha budidaya
pembuatan lahan tanaman umbi-umbian dan buah-buahan sebagai solusi
mempermudah memperoleh makanan oleh masyarakat suku Anak Dalam.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka karya tulis ini bertujuan
untuk :
BAB 2
GAGASAN PENULISAN
Komunitas Adat Terpencil yang ada di Jambi adalah Suku Anak Dalam
atau yang lebih dikenal dengan “Orang Rimbo”. Suku Anak Dalam (SAD) adalah
suku bangsa minoritas yang hidup di Provinsi Jambi. Diperkirakan populasi SAD
sekitan 200.000 orang yang kebanyakan tinggal di kawasan bukit 12 dan taman
bukit 30 di Kabupaten Bungo, Tebo, Sarolangun, dan Batanghari. Belum
diketahui secara pasti asal muasal SAD, namun ada beberapa versi yang
mengatakan SAD berasal dari Sumatera Barat, pernyataan ini diperkuat dengan
adanya kesamaan bahasa dan adat istiadat SAD dengan suku Minangkabau.
Desa Koto Buayo, kec. Batin XXIV, kab Batanghari daerah ini merupakan
bagian dari pesebaran komunitas adat terpencil yang ada di jambi, mata pencarian
mereka adalah sebagai penadah karet. Waktu yang harus ditempuh untuk sampai
ke Koto Buayo itu sendiri memakan waktu kurang lebih selama empat jam, dan
harus menempuh perjalanan dua jam untuk mencapai komunitas adat terpencil
yang ada disana. Akses jalan yang menuju Koto Buayo itu jalan nya masih tanah
merah yang apa bila hujan kendaraan tidak bisa masuk dan keluar.
Komunitas ini yang memilih berada di dalam hutan dataran rendah. Pola
hidup mereka semi nomadik (berpindah) dengan sumber penghidupan dari
berburu dan meramu hasil hutan. Tinggal dalam pondok-pondok sederhana dari
material yang berada di hutan, kayu-kayu untuk tiang dan lantai, kain terpal untuk
atap. Cara berpakaian komunitas ini menggunakan cawat dan kemben untuk
menutup organ vitalnya dan ada juga yang sudah menggunkan baju. Kelompok
masyarakat ini menganut kepercayaan kepada dewa-dewa dan arwah leluhur
namun ada juga sebagian yang sudah mulai memeluk agama Islam.
3. Basale
Merupakan upacara tradisi yang dilakukan secara turun
temurun, basale berarti duduk bersama-sama memohon kepada yang
kuasa agar diberi kesehatan, ketentraman dan dihindarkan dari
marabahaya. Upacara basale merupakan upacara skral yang
bertujuanuntuk mengobati anggota yang sakit atau untuk menolak bala.
2. Pakaian
Pada umumnya mereka tidak berpakaian melainkan menggunakan
cawat kain untuk menutupi kemaluannya. Dahulu mereka menggunakan
cawat yang terbuat dari kulit kayu terap atau serdang. Seirimg berjalan
waktu mereka mulai meninggalkannya dan beralih menggunakan kain
yang dibeli dipasar melalui masyarakat umum.
Penyusunan Rencana
Materi Sosialisasi Sosialisasi dan Izin Pelaksanaan
dan Pelatihan Pelatihan Kader
Kader
Sosialisasi Pelaksanaan
Laporan Akhir
Program Program
7
A. Waktu Pelaksanaan
B. Tempat Pelaksanaan
tersedia pada alam ataupun tanah itu sendiri seperti besi, mangan,
suprum, dll hanya dibutuhkan sedikit oleh tanaman. Sedangkan pupuk
makro yaitu pupuk yang dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh
tanaman seperti, Nitogen (N), Fosfor (P), Kalium (K) itu dapat di
peroleh dari NPK kujang atau NPK Phonska, sementara untuk kalsium
(Ca) itu bisa di dapat dari merk dagang Protecal dan Magnesium (Mg),
Sulpur (S) dapat diperoleh dari Power Magic, bila tanaman yang kita
tanam sudah tercukupi asupan nutrisi atau pupuknya, kemungkinan
tanaman tersebut akan tumbuh secara Baik, sehat, dan berbuah lebat.
7. Pengambilan Hasil
Hasil Tanaman yang kita budidayakan, baik berupa daun, buah,
maupun umbi harus dipanen secara tepat waktu, jangan tergesa-gesa
atau terlambat. Bila pemanenan (pengambilan) hasil terlambat maka
sayuran akan cepat rusak, banyak bagian-bagian yang hilang atau
terbuang dan rasanya tidak seenak yang diharapkan. Panen yang terlalu
cepat dapat menurunkan kualitas maupun kuantitas hasil, sedangkan
pemungutan yang terlambat akan menurunkan kualitas. Harus diingat
bahwa produksi sayuran selalu dalam bentuk segar. Padahal, masa
simpan sayuran pada umumnya tidak lama, kecuali biji-bijian. Sayuran
yang terlalu lama disimpan menjadi tidak segar sehingga rasanya tidak
enak dan kandungan vitaminnya berkurang.
8. Penanganan Hasil
Hasil yang diperoleh dari budidaya tanaman ini akan digunakan dan
dikonsumsi sendiri oleh masyarakat SAD Koto Boyo Kecamatan
Bathin XXIV Kabupaten Batanghari sebagai salah satu cara untuk
menerapkan pola hidup sehat dengan mengonsumsi berbagai jenis
sayuran maupun buah-buahan yang sudah ditanam.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Saputra, Dimas. 2016. Desa Koto Boyo, Kec Bathin XXIV. Profil Wilayah.
http://dimasaputra29.blogspot.com/2016/10/desa-kotoboyo-kecamatan-bathin-
kabupaten_43.html?m=1 Di akses 24 April 2019
Murniati, L., Wahyati Y, E., & Santoso, S. P. (2017). Tata Cara Budidaya
Tanaman Toga di Kabupaten Majalengka Jawa Barat. SOEPRA, 2(2), 143.
https://doi.org/10.24167/shk.v2i2.817