Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

Chronic Kidney Disease

DisusunOleh Dokter Internsip:


Sri Wulandari

Penulis :
dr. Daniyar Yuanita

Dokter Pembimbing:
dr. Pungky Mandayanto Sp. PD

Internsip Periode IV Tahun 2017


RSUD Dr. R. Koesma Tuban
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL

Laporan Kasus Chronic Kidney Disease

Penyaji : dr. Daniyar Yuanita

Dilaksanakan tanggal :

Tuban,

Pembimbing

dr. Pungky Mandayanto, Sp. PD

Pendamping IRJA Pendamping IGD

dr. Ghufron Ardi dr. Alfian Yuniarta

2
DAFTAR ISI

Cover ………………………………………………………………………… 1

Lembar Pengesahan …………………………………………………………. 2

Daftar isi ……………………………………………………………………. 3

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 4

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………. 4

1.2 Tujuan Penulisan …………………………………………………….. 5

BAB II LAPORAN KASUS ………………………………………………... 6

BAB III PEMBAHASAN …………………………………………………… 19

Daftar Pustaka ………………………………………………………………... 37

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit ginjal kronis merupakan sindrom klinis karena penurunan fungsi ginjal
secara menetap akibat kerusakan nefron. Proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam
ini, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal.
Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal
yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu syndrome klinis dan
laboratorik yang terjadi pada suatu organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal
kronik.
Penyakit ginjal kronis merupakan public health issue disebabkan insidennya yang
terus meningkat dan intervensinya yang membutuhkan biaya besar. Meskipun metode
diagnosis dan penatalaksanaan penyakit ginjal kronis telah berkembang, diagnosis yang
terlambat sehingga menyebabkan kerusakan yang permanen tetap saja terjadi.
Penyakit ginjal kronis merupakan suatu permasalahan dalam bidang nefrologi dengan
angka kejadian cukup tinggi , dengan etiologi yang luas dan kompleks. Penyakit ginjal kronis
sering ditemukan pada stadium terminal karena pada awalnya penyakit ginjal timbul tanpa
keluhan maupun gejala klinis.
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal kronis
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8%
setiap tahunnya. Di 4egara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60
kasus perjuta penduduk per tahun.
Etiologi penyakit ginjal kronis sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara
lain. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal
yang menjalani hemodialisis di Indonesia, antara lain glomerulonefritis (46,39%), diabetes
mellitus (18,65%), obstruksi dan infeksi (12,85%), hipertensi (8,46%) dan sebab lain
(13,65%).
Dengan deteksi dini pada penyakit ginjal kronis diharapkan dapat melakukan
penatalaksanaan secara dini untuk menghambat terjadinya gagal ginjal dan komplikasi lain.
Penyakit ginjal kronis mempunyai berbagai komplikasi yang bervariasi pada setiap pasien,

4
diantaranya adalah anemia, hiperurekemia, gangguan elektrolit (hiponatremi, hiperkalemia,
hipokalsemia), protenuria, uremia dan asidosis metabolic. Komplikasi yang muncul tersebut
dapat memperberat kondisi klinis pasien, sehingga secara komprehensif penanganan kasus
penyakit ginjal kronis juga disertai dengan penanganan terhadap komplikasi yang muncul
sehingga tidak terjadi morbiditas bahkan mortalitas pada pasien.

1.2 Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas sebuah kasus di RSUD Dr. R.Koesma
Tuban serta menganalisa dan membahas tentang penatalaksanaan kelainan ginjal yang
bersifat kronis yang mencakup definisi, klasifikasi, etiologi, kriteria diagnosa, pathogenesis,
manifestasi perjalanan klinis dan laboratorium, penatalaksanaan dan prognosis.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa pada tgl 18-05-2018, Jam 08.00 WIB

Identitas Pasien

Nama : Ny. I
Suku : Jawa
Umur : 38 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Plumpang - Tuban
Pekerjaan : IRT
Tanggal MRS : 18 Mei 2018
Status : Menikah

Keluhan Utama :
Sesak
Keluhan tambahan :
Batuk, mual, muntah 1x, nafsu makan menurun, lemas.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Penderita datang ke RSUD Koesma pada tanggal 18 Mei 2018 dengan keluhan sesak
yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Keluhan sesak sudah sejak ± 1 minggu yang
lalu. Sesak semakin lama semakin menghebat. Pasien merasa sesak nafas bila pasien dalam
posisi berbaring. Pasien mengatakan bahwa sesak nafasnya berkurang dengan posisi setengah
duduk. Sesak nafas tidak disertai dengan bunyi mengi. Sesak tidak berhubungan dengan
aktifitas.
Lemas dirasakan pada seluruh badan. Lemas yang dirasakan dengan atau tanpa
aktivitas pun pasien merasakan lemas. Lemas yang dirasakan semakin hari semakin
bertambah sehingga pasien tidak bisa melakukan aktifitas. Lemas sedikit berkurang dengan
beristirahat namun kemudian terulang lagi.
Pasien juga terkadang mengalami batuk- batuk, batuk kering tanpa dahak atau riak
dan tanpa darah. Batuk kadang muncul dan kadang tidak. Ketika terjadi batuk, pasien

6
merasakan sesak bertambah. Keluhan keringat digin pada malam hari disangkal. Tidak ada
rasa nyeri dada yang menjalar ke lengan ataupun ke daerah punggung.
Pasien juga merasakan mual sejak 1 bulan lebih yang lalu. Pada awalnya mual
dirasakan hilang timbul namun kemudian dirasakan semakin sering dan semakin memberat
dari hari ke hari. Mual tersebut dirasakan mengganggu. Mual juga disertai dengan muntah 3
kali sehari sebanyak ¼ gelas aqua. Isi dan warna muntahan sesuai dengan makanan dan
minuman yang dikonsumsi oleh pasien, dan muntah tidak disertai dengan darah. Mual dan
muntah tersebut juga disertai dengan nafsu makan berkurang. Pasien juga merasakan perut
terasa begah.
Pasien juga merasakan pusing, kepala terasa gliyer, terkadang timbul pada saat pasien
bangun dan terasa berkunang- kunang. Pasien menyangkal pernah mengalami nyeri kepala
hebat kejang dan tidak sadarkan diri.
Penderita juga mengeluh kencingnya berjumlah sedikit dari biasanya, setengah gelas
sampai satu gelas aqua dalam satu kali kencing,dan BAK pasien dalam sehari seitar 2-3
kali,warna kuning, nyeri tidak ada, tidak ada darah dan pasien tidak pernah merasakan buang
air kecil seperti berpasir.
Buang Air Besar tidak ada keluhan,sehari 1 kali,konsistensi padat, berwarna kuning
kecoklatan, tidak ada darah dan tidak ada lendir. Mencret disangkal, BAB berwarna hitam
disangkal.
Penderita menceritakan bahwa sebelum ini dirinya memang memiliki riwayat tekanan
darah tinggi. Namun penderita tidak pernah kontrol dan tidak pernah minum obat. Hanya
berobat pada bidan dan mantri sekitar rumahnya saja saat ada keluhan.
Keluhan sering buang air kecil, mudah lapar dan haus disangkal. Pasien menyangkal
penglihatannya semakin kabur, rasa kesemutan diujung kaki dan tangan, serta rasa gatal
disekitar kemaluan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat keluhan serupa sebelumnya (-)
 Riwayat pernah pengobatan TB 3tahun yang lalu dan tuntas
 Riwayat Diabetes Mellitus disangkal.
 Riwayat hipertensi disangkal.
 Riwayat penyakit ginjal disangkal.
 Riwayat penyakit asam urat disangkal.

7
 Riwayat penyakit saluran kencing disangkal.
 Riwayat penyakit jantung disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan dan riwayat yang sama dengan pasien.
 Terdapat riwayat hipertensi pada ibu pasien.
 Tidak ada riwayat penyakit ginjal pada keluarga pasien.
 Riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal.
 Riwayat Diabetes Mellitus pada keluarga disangkal.

Anamnesa Psiko Sosial


 Pendidikan : Tamat SMP
 Sumber air di rumah : Air sumur
 Kebiasaan : Merokok (disangkal), Alkohol (disangkal), Penderita
tidak suka minum kopi.

Anamnesa Makanan
 Penderita makan 2-3 kali sehari, tidak teratur.
 Sumber karbohidrat : Nasi, jagung, dan mie
 Sumber protein hewani : Ikan, ayam, daging (kadang-kadang)
 Sumber protein nabati : Tahu, tempe
 Sumber lemak : Minyak goreng
 Sumber vitamin dan mineral : Sayur dan buah

Anamnesa Umum ( review of system)


 Kulit : kulit kering dan gatal-gatal (-) Hiperpigmentasi (-)
 Paru : Batuk berdahak (-), sesak (+), hemoptisis (-)
 Jantung : Orthopneu (+), angina pectoris (-)
 Alat pencernaan : Nyeri epigastrium (-), mual (+), muntah (+), diare (-), nafsu makan
kurang (+)
 Hepatobilier : Riwayat sakit kuning (-), riwayat sakit batu empedu (-)
 Saluran kencing : Disuria (-), hematuria (-), oliguria (-), kencing seperti teh (-)
 Endokrin : Nafsu makan berkurang, pembesaran thyroid (-)

8
PEMERIKSAAN FISIK ( 18 Mei 2018 )
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, tampak pucat, tidak tampak kuning,
tidak tampak biru/ sianosis, tampak dyspneu.

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : 4-5-6

Status Gizi : Normal

Tinggi badan : 155 cm, Berat badan : 50 kg

50
IMT =
1,552

= 20,8 (Normal)

 Vital Sign

Tekanan Darah : 170/100 mmHg

Nadi : frekuensi 140 x/menit Sifat: isi cukup, tekanan cukup, irama
regular, simetris, pulsus celler(-), pulsus alternans (-), pulsus defisit (-).

Suhu : 36,8 ºC

RR : 48x/menit

SpO2 : 92% (tanpa menggunakan masker oksigen)

Kulit : Turgor normal, icterus (-), hiperpigmentasi (-) kulit berwarna


sawo matang, kulit kering (-), sianosis (-).
 Kepala
Rambut : Berwarna hitam,Tipis (+), allopesia (-) rambut distribusi merata
Kulit muka : Icterus (-)
Mata : Scler: Icterus (-), Conjungtiva : tampak anemis (+), Reflek pupil + /
+, bulat, isokor, 3mm / 3mm, arcus senilis (-), lensa: keruh (-)/(-),
edema palpebra (-)/(-)

9
Telinga : Bentuk normal/normal, liang telinga lapang, sekret (-)/(-), perdarahan
(-)/(-), pendengaran dbn
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), deviasi septum nasi (-),
sekret (-), perdarahan (-), hiperemis (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab (+), hiperemis (-), sianosis (-), lidah kotor (-),
Gigi tanggal (+), Foetor Uremi (-).

 Tenggorokan : Dinding faring hiperemis (-), Tonsil Hiperemis (-), Ukuran Tonsil T1-
T1
 Leher : Pembesaran KGB : Tidak ditemukan

Pembesaran Kelenjar Thyroid : Tidak ditemukan

Deviasi trakea : Tidak ditemukan

Bendungan vena jugularis : Tidak ditemukan

 Thorax : Normochest, Spider navy (-), Kolateral (-)

Cor :

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis tidak teraba pada ICS V,1 jari lateral MCL
sinistra

Perkusi : Batas jantung atas : ICS 2 Para sternal line kiri

Batas jantung kanan : Sternal line dextra

Batas jantung kiri : 1 jari lateral MCL sinistra.

Auskultasi : S1S2 tunggal, Gallop -/-, Murmur -/-

Pulmo :

Inspeksi : Pergerakan napas simetris

Palpasi : Pergerakan napas simetris, fremitus raba menurun pada


lapangan tengah dan bawah kedua paru

10
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru atas, Redup pada kedua
lapangan paru tengah dan bawah

Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapangan paru atas, Vesikuler


melemah pada kedua lapangan paru tengah dan bawah.
Wheezing -/-, ronki basah kasar +/+ pada kedua lapang paru.

 Abdomen :
Inspeksi : Datar, simetris, Collateral (-)
Auskultasi : Bising usus dalam batas normal
Palpasi : Soepel,Turgor kulit baik, Nyeri tekan (-), hepar tidak
teraba, lien tidak teraba, renal tidak teraba.
Perkusi :Timpani diseluruh lapang abdomen, pekak disebelah lateral
kiri dan kanan abdomen dan dihepar,Shifting dulness (+), Nyeri
ketok ginjal (-)
 Ekstremitas atas :
 Eritema palmaris (-)  Kekuatan
 Kuku : Icterus (-) motorik:5555/5555
 Akral hangat : + / +  Reflek fisiologis (+)
 Sianosis (-)  Edema : -/-
 CRT >2 detik  Kulit kering : -/-
 Hiperpigmentasi : -/-

 Ekstremitas bawah :
 Edema : +/ +  Pulsasi A. dorsalis pedis
 Akral hangat : + / + teraba sama kuat.
 Sianosis (-)
 CRT >2 detik
 Kekuatan
motorik:5555/5555
 Reflek fisiologis (+)
 Kulit kering : -/-
 Hiperpigmentasi : -/-
 Gangrene : -/-

11
RESUME
 Penderita seorang perempuan datang dengan keluhan: Sesak
 Penderita juga mengeluh lemas,batuk,mual,muntah, nafsu makan menurun.
 Riwayat penyakit dahulu : Riwayat pernah pengobatan TB 3 tahun yang lalu dan
tuntas. Diabetes Mellitus disangkal, hipertensi disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu penderita menderita hipertensi.
 Pemeriksaan fisik :
 Kepala : Conjungtiva palpebra tampak anemis (+), dyspneu (+)
 Pulmo : Fremitus raba menurun pada lapangan tengah dan bawah kedua paru.
Sonor pada kedua lapangan paru atas, redup pada kedua lapangan paru
tengah dan bawah. Vesikuler pada kedua lapangan paru atas, Vesikuler
melemah pada kedua lapangan paru tengah dan bawah. Ditemukan ronkhi
basah kasar +/+
 Abdomen : Shifting dulnes (+).
 Ekstremitas : tidak didapatkan edema pada ekstremitas atas maupun bawah.

DASAR DIAGNOSA
 Adanya sindroma uremia : lemah, mual.
 Adanya acites
 Adanya Conjungtiva anemis dan pasien terlihat pucat dengan CRT >2’
 Tekanan darah 170/100 mmHg, RR= 48x/menit
 Dari pemeriksaan fisik didapatkan rhonki basah kasar di seluruh lapang paru

PLANNING DIAGNOSA
No. Planning Diagnosa Tujuan
1. Darah Lengkap Untuk mengetahui secara pasti apakah terjadi
penurunan Hb pada pasien yang dicocokan dengan
klinis pasien yang mengarah pada diagnosa
anemia.
2. Faal Hati Karena didapatkan keluhan mual dan muntah pada
pasien maka untuk menyingkirkan diagnosa
adanya penurunan fungsi hati maka perlu
dilakukan pemeriksaan fingsi hati untuk lebih
memastikan diagnosa.

3. Evaluasi Hapusan Evaluasi hapusan darah tepi digunakan untuk

12
Darah Tepi mengetahui jenis anemia yang diderita oleh pasien
dengan harapan apabila terjadi ganguan pada
ginjal maka ditemukan hapusan darah tepi
normokrom normostik.

4. Analisa Gas Darah Analisa gas darah dilakukan untuk mengetahui


apakah pasien mengalami keadaan
asidosis/alkalosis metabolic/respiratorik.

5. Urin Lengkap Urin lengkap diajukan agar bisa menunjang


kecurigaan asal ari penyakit ginjal yang terjadi
pada pasien apakah ada infeksi saluran kemih atau
ada penumpukan uric acid pada pasien yang dapat
dijumpai pada pemeriksaan urin pasien. Dengan
harapan apabila penyebabnya dalah infeksi saluran
kemih akan didapatkan jumlah leukosit dan
bakteri yang meningkat pada urin, serta apabila
penyebabnya adalah batu saluran kemih maka
akan ditemukan kristal uric dalam kencingnya.

6. Gula Darah Pemeriksaan gula darah untuk mengetahui apakah


penderita mengalami Diabetes Mellitus
sebelumnya imana diketahui DM merupakan
penyebab paling sering terjadinya CKD. Selain itu
dalam pemeriksaan gula darah juga dapat
disarankan pemeriksaan HbA1C untuk
mengetahui apakah gula darah pasien dalam
keadaan terkontrol atau tidak selama 3 bulan
terakhir.

7. Faal Ginjal Pemeriksaan faal ginjal dilakukan dengan harapan


utnuk mengetahui apakah fungsi ginjal berjalan
dengan baik. Dengan menilai jumlah dari
Kreatinin, Ureum, dan BUN (Blood Uremic
Nitrogen). Dengan diharapkan apabila terjadi
peningkatan dari ketiganya maka pasien
sesunguuhnya mengalami penurunan fungsi ginjal.

8. Pemeriksaan Untuk menghilangkan dugaan adanya Hepatitis B


serologi: Hbs Ag pada pasien.

9. EKG Pada pemeriksaan EKG diharapkan dapat


mengetahui penurunan fungsi jantung.

13
10. Rontgen thorax Selain utnuk memastikan apakah terjadi Sindrom
obstruksi post tb maupun oedema paru juga dapat
menentukan apakah jantung mengalami
pembesaran atau tidak akibat dari kompensasi
terjadinya penumpukan cairan dalam tubuh.

11. BOF Untuk mengetahui apakah terjadi batu atau


hidronefrosis pada pasien.

12. USG USG sering digunakan dalam diagnosis penyakit


ginjal. USG adalah jenis tes noninvasif pencitraan.
Secara umum, ginjal menyusut dalam ukuran pada
penyakit ginjal kronis, meskipun mereka mungkin
normal atau bahkan dalam ukuran besar dalam
kasus-kasus disebabkan oleh penyakit ginjal
polikistik dewasa, nefropati diabetik, dan
amiloidosis. USG juga dapat digunakan untuk
mendiagnosis adanya obstruksi saluran kemih,
batu ginjal dan juga untuk menilai aliran darah ke
ginjal.

13. Biopsi ginjal Biopsi: Sebuah contoh dari jaringan ginjal (biopsi)
kadang-kadang diperlukan dalam kasus-kasus di
mana penyebab dari penyakit ginjal tidak jelas.
Biasanya, biopsi dapat dikumpulkan dengan
anestesi lokal dengan memperkenalkan jarum
melalui kulit ke dalam ginjal.

HASIL PEMERIKSAAN

 Pemeriksaan darah lengkap, Faal Hati, Analisa Gas Darah, Evaluasi Hapusan Darah
Tepi, Gula Darah, Faal Ginjal.
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan

HEMATOLOGI RUTIN
1. Hemoglobin 11.2 (↓)
2. PCV 33.9
3. Eritrosit 3.790.000 (↓)
4. Hitung jenis sel -/-/-/89/8/3
5. Leukosit 26.500 (↑)

14
6. Trombosit 372.000 (↑)
7. MCV 89.4
8. MCH 29.6
9. MCHC 33.0
10. RDW 10.7
11. PCT 0.29
12. MPV 7.7
13. PDW 17.0

HATI
14. SGOT 81 (↑)
15. SGPT 26 (↓)
GINJAL
16. BUN 123.6 (↑)
17. Kreatinin serum 14.10 (↑)
GLUKOSA
18. Glukosa darah sewaktu 64
ELEKTROLIT
19. Kalium 7.5 (↑)
20. Natrium 138
21. Calcium 1.06
ANALISA GAS DARAH
22. PH 7.17
23. PCO2 39
24. PO2 131 (↑)
25. HCO3-
14.2 (↓)
26. TCO2
27. BE (B) 15.4 (↓)
28. SO2c -13.6 (↑)
98

 Rontgen thorax

15
 EKG

DIAGNOSA

 S.CKD
 Akut lung oedema
 Sindrom Obstruksi Post TB
 Anemia
 Hipertensi

Diferensial Diagnosa
 GGA
 Glomerulonefritis
 Sirosis Hepatis
 Gagal jantung kongestif
 Hepatitis

PENANGANAN
 O2 Masker NRBM 10lpm
 IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
 Inj. Furosemid 2 amp → lanjut 3 x 1amp
 Inj. Ranitidin 2 x 50mg
 Inj. Ceftiaxone 2 x 1gram
 Pasang DC
16
 Konsul Sp.PD →
 drip natrium bicarbonate II fls + D10% 250cc habis dalam 15-20mnt (utk
koreksi asidosis metabolic yang dialami pasien)
 Injeksi Ca gluconas 1x1 amp (untuk koreksi hiperkalemi)
 Syingepump D40% 2fls + insulin 10 unit habis dalam 4jam (untuk koreksi
hiperkalemi)
 Hemodialisa cito (selama 3jam, ambil 1liter)

FOLLOW UP
Tanggal S O A P
19/05/2018 Post HD TD = 120/80 CKD st V +  O2 nasal 3-4lpm
Sesak (+)↓ N = 108x/menit ALO +  IVFD NaCl 0,9%
Tax = 36,5oC SOPT 12tpm
RR = 22x/mnt  Inj. Furosemid 2x1amp
SpO2 = 98%  Inj. Ca gluconas
GCS 456 1x1amp
KU lemah  Amlodipin 0-0-10mg
K/L = a/i/c/d = -/-/-/-  Clonidin 3x0,15mg
Th= cor : S1S2 tunggal  Nebul combivent 3x1
Pulmo : ves+/+, Rh-/-.  Rencana konsul Sp.B
Wh -/- untuk AV Shunt
Abd: soefl, BU (+)
normal, NT (-)
Ext : AH +/+ edema -/-

20/05/2018 Sesak (+) TD = 140/90 CKD st V +  O2 nasal 3-4lpm


N = 80x/menit ALO +  IVFD NaCl 0,9%
Tax = 36,8oC SOPT 12tpm
RR = 22x/mnt  Inj. Furosemid 2x1amp
SpO2 = 98%  Inj. Ca gluconas
GCS 456 1x1amp
KU lemah  Amlodipin 0-0-10mg
K/L = a/i/c/d = -/-/-/-  Clonidin 3x0,15mg
Th= cor : S1S2 tunggal  Nebul combivent 3x1
Pulmo : ves+/+, Rh-/-.  Acc untuk AV Shunt
Wh -/- besuk dengan Sp.B
Abd: soefl, BU (+)
normal, NT (-)
Ext : AH +/+ edema -/-

17
21/05/2018 Sesak (-) TD = 120/80 CKD st V +  O2 nasal 3-4lpm
Persiapan N = 90x/menit ALO +  IVFD NaCl 0,9%
operasi Tax = 36,8oC SOPT 12tpm
untuk AV RR = 22x/mnt  Inj. Furosemid 2x1amp
Shunt SpO2 = 98%  Inj. Ca gluconas
GCS 456 1x1amp
KU lemah  Amlodipin 0-0-10mg
K/L = a/i/c/d = -/-/-/-  Clonidin 3x0,15mg
Th= cor : S1S2 tunggal  Nebul combivent 3x1
Pulmo : ves+/+, Rh-/-. Advice Sp.B post AV
Wh -/- Shunt :
Abd: soefl, BU (+)  Lengan kiri jangan
normal, NT (-) dilipat jangan infuse
Ext : AH +/+ edema -/-  Asam mefenamat
3x500mg (bila nyeri)
22/05/2018 Nyeri pada TD = 120/80 CKD st V + Acc KRS
AV shunt, N = 88x/menit ALO +
sesak (-) Tax = 36,8oC SOPT
RR = 22x/mnt
SpO2 = 98%
GCS 456
KU lemah
K/L = a/i/c/d = -/-/-/-
Th= cor : S1S2 tunggal
Pulmo : ves+/+, Rh-/-.
Wh -/-
Abd: soefl, BU (+)
normal, NT (-)
Ext : AH +/+ edema -/-

18
BAB III
PEMBAHASAN

I. DEFINISI(4)
Definisi Penyakit Ginjal Kronis (CKD) menurut NKF-K/DOQI adalah
1. Kerusakan ginjal selama ≥ 3 bulan.
Yang dimaksud terdapat kerusakan ginjal adalah bila dijumpai kelainan struktur
atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan salah satu
manifestasi:
 Kelainan patologi
 Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah atau urine,
atau kelainan radiologi.
2. GFR < 60 ml/min/1,73 m2 ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
GFR < 60 ml/men/1,73 m2 ≥ 3 bulan diklasifikasikan sebagai CKD tanpa
memperhatikan ada atau tidak adanya kerusakan ginjal oleh karena pada tingkat
GFR tersebut atau lebih rendah, ginjal telah kehilangan fungsinya ≥ 50% dan
terdapat komplikasi. Disisi lain adanya kerusakan ginjal tanpa memperhatikan
tingkat GFR juga diklasifikasikan sebagai CKD. Pada sebagian besar kasus, biopsi
ginjal jarang dilakukan, sehingga kerusakan ginjal didasarkan pada adanya
beberapa petanda seperti proteinuria, kelainan sedimen (hematuria, pyiura dengan
cast), kelainan darah yang patognomik untuk kelainan ginjal seperti sindroma
tubuler (misalnya asidosis tubuler ginjal, diabetes insipidus nefrogenik), serta
adanya gambaran radiologis yang abnormal misalnya hidronefrosis. Ada
kemungkinan GFR tetep normal atau meningkat, tetapi sudah terdapat kerusakan
ginjal sehingga mempunyai risiko tinggi untuk mengalami 2 keadaan utama akibat
CKD, yaitu hilangnya fungsi ginjal dan terjadinya penyakit kardivaskuler.

II. STADIUM PENYAKIT GINJAL KRONIS(4)

Berdasarkan derajat penurunan GFR, CKD dibagi menjadi 5 stadium serta clinical

action plan :

19
Stadium Deskripsi GFR Action
mL/min/1.73 m2

1 Kerusakan ginjal ≥ 90 mL/min/1.73 m2 Diagnosis & pengobatan


dengan GFR normal kondisi komorbid,
atau meningkat perlambatan
progresivitas,
penurunan risiko PJK

2 Kerusakan ginjal 60-89 mL/min/1.73 m2 Memperkirakan


dengan penururn GFR progresivitas
ringan

3 Penurunan GFR 30-59 mL/min/1.73 m2 Evaluasi & obati


sedang komplikasi

4 Penurunan GFR berat 15-29 mL/min/1.73 m2 Persiapan terapi


pengganti ginjal

5 Gagal ginjal < 15 mL/min/1.73 m2 atau Terapi pengganti (jika


dialisis ada uremia)

Pedoman K/DOQI merekomendasikan perhitungan GFR dengan rumus Cockroft-

Goult untuk orang dewasa, yaitu:

(140 − 𝑢𝑚𝑢𝑟)𝑥 𝐵𝐵(𝑘𝑔)


𝐾𝑙𝑖𝑟𝑒𝑛𝑠 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 = 𝑥 0,85 (𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑤𝑎𝑛𝑖𝑡𝑎)
72 𝑥 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛

III. PENYEBAB PENYAKIT GINJAL KRONIS(4)

Penyakit Contoh jenis-jenis terbanyak

Penyakit Ginjal Diabetik Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit Ginjal Non-Diabetik  Penyakit glomerulus (penyakit otoimun,

20
infeksi sistemik, obat-obatan,
keganasan)
 Penyakit-penyakit pembuluh darah
(penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati)
 Penyakit- penyakit tubulointerstisiel
(ISK, batu, obstruksi, keracunan obat)
 Penyakit-penyakit kista (penyakit ginjal
polikistik)
Penyakit pada Transplantasi  Rejeksi kronik
 Toksisitas obat (siklosporin atau
takrolimus)
 Penyakit rekuren (penyakit glomerulus)
 Glomerulopati transplant

21
IV. PATOFISIOLOGI(2,4)

Gambar 1. Patofisiologi CKD, 4. Sukahatya M, Soewanto

22
Terdapat dua pendekatan teoritis yang umumnya diajukan untuk menjelaskan
gangguan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik. Sudut pandangan tradisional
mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium
yang berbeda-beda, dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan
fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Pendekatatan
kedua dikenal dengan hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh, yang
berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur,
namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal.
Patofisiologi CKD terkait dengan penyebab yang mendasari, selanjutnya
proses berjalan secara kronis progresif yang dalam jangka panjang akan menyebabkan
penurunan massa ginjal. Sejalan dengan menurunnya massa ginjal, sebagai
mekanisme kompensasi maka nefron yang masih baik akan mengalami hiperfiltrasi
oleh karena peningkatan tekanan dan aliran kapiler glomerulus, dan selanjutnya
terjadi hipertrofi. Hipertrofi struktural dan fungsional dari sisa nefron yang masih baik
tersebut terjadi akibat pengaruh molekul-molekul vasoaktif, sitokin serta growth
factor, hingga pada akhirnya akan terjadi proses sklerosis. Aktifitas aksis Renin-
Angiostensin intrarenal juga ikut berperan dalam hiperflasi-hipertrofi dan sklerosis.
Pada pasien dicurigai terjadinya penimbunan zat toxic didalam ginjal akibat
dari keseringan pasien meminum jamu-jamuan penambah stamina dalam jangka
waktu yang lama sehingga terjadi penimbunan. Dengan terjadinya penimbunan pada
ginjal maka menyebabkan Laju Filtrasi Glomerulus menurun yang menyakibatkan
CKD.

V. GEJALA KLINIS PENYAKIT GINJAL KRONIS(1,3,4)


Pada dasarnya gejala yang timbul pada CKD erat hubunyannya dengan penurunan
fungsi ginjal, yaitu:
1. Kegagalan fungsi ekskresi, penurunan GFR, gangguan resorbsi dan sekresi di
tubulus. Akibatnya akan terjadi penumpukan toksin uremik dan gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit, serta asam-basa tubuh.
2. Kegagalan fungsi hormonal
 Penurunan eritropoetin
 Penurunan vitamin D3 aktif
 Gangguan sekresi urine

23
 Lain – lain
Keluhan gejala klinis yang timbul pada CKD hampir mengenai seluruh sistem, yaitu:
Umum : lemah, malaise, gangguan pertumbuhan dan debilitas, edema.
Kulit : pucat, rapuh, gatal, bruising
Kepala dan leher : foetor uremi
Mata : fundus hipertensi, mata merah
Jantung dan vaskuler : hipertensi, sindroma overload, payah jantung, pericarditis
Uremik, tamponade
Respirasi : efusi pleura, edema paru, nafas Kussmaul, pleuritis uremia
Gastrointestinal : anorexia, mual, muntah, gastritis, ulkus, colitis uremia,
perdarahan saluran cerna
Ginjal : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, hematuria
Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenorhoe, infertilitas
ginekomasti
Syaraf : letargi, malaise, anorexia, drowsiness, tremor, mioklonus,
ateriksis, kejang, koma, penurunan kesadaran
Tulang : ROD, kalsifikasi di jaringan lunak
Sendi : gout, pseudogour, kalsifikasi
Darah : anemia, kecenderungan berdarah akibat penurunan fungsi
trombosit, defisiensi imun akibat penurunan fungsi trombosit,
defisiensi imun akibat penurunan fungsi imunologis dan
fagositosis

Endokrin : intoleransi glukosa, resistensi insulin, hiperlipidemia,


penurunan kadar testoteron, dan estrogen
Farmasi : penurunan ekskresi lewat ginjal

Manifestasi klinis Pasien (Ny. I)

 Umum Keadaan pasien lemah, (+), (-), (-) tidak


Fatique, malaise, edema ditemukan edema pada palpebra maupun
kedua tungkai
 Kulit Kulit tampak pucat dan timbul keluhan gatal
Pucat, gatal, rapuh, bruising = memar serta terasa kering rapuh (-), bruising (-).

24
 Kepala dan leher Pada pemeriksaan ditemukan foetor uremi
Foetor uremi
 Mata Fundus hipertensi (-), mata merah (-) dan
Fundus hiperemis, mata merah pemeriksaan mata hanya ditemukan
konjungtiva anemis
 Kardiovaskular Hipertensi (+), kelebihan cairan (-) tidak
Hipertensi, kelebihan cairan, gagal
ditemukan adanya edema, untuk gagal
jantung, perikarditis, uremik,
tamponade jantung harus dipastikan dengan

pemeriksaan penunjang seperti EKG

 Respirasi Ditemukan pernafasan cepat dan dangkal,


Nafas kusmaul, pleuritis uremik,
pleuritis uremik (-), dicurigai adanya edema
edema paru, efusi pleura
paru ditandai dengan adanya ronkhi pada

seluruh lapang paru

 Gastrointestinal Anoreksia (+), nausea (+), vomitting (+)


Anoreksia, nausea, vomitting,
gastritis, ulkus peptikum, kolitis,
uremik, perdarahan saluran cerna.
 Ginjal (-), (-), (-), (-), (?), (-)
Nokturia, poliuri, anuria, haus,
proteinuria, hematuria
 Reproduksi Tidak terdeteksi
Penurunan libido, impotensi,
amenore, infertilitas, ginekosmatia,
galaktore
 Saraf Anoreksia (+), mengantuk
Letargi, malaise, anoreksia, tremor,
mengantuk, kebingungan, kejang,
koma
 Tulang Tidak ditemukan adanya kelainan

25
Kalsifikasi di jaringan lunak,
hiperparatiroidisme, defisiensi
vitamin D
 Sendi Tidak ditemukan adanya kelainan
Gout, kalsifikasi ekstra tulang
 Hematologi Anemia (+)
Anemia, mudah mengalami
pendarahan
 Endokrin Riwayat DM disangkal
Intoleransi glukosa, resistensi insulin,
hiperlipidemia, penurunan kadar
estrogen dan progesterone
 Farmakologi Sulit dievaluasi
Penurunan ekskresi lewat ginjal

VI. PERJALANAN PENYAKIT GINJAL KRONIK(4)

Perkirakan
progresivitas. Obati
komplikasi.persiapan
terapi

Terapi pengganti
Diagnosis & obati kondisi ginjal dengan dialysis
komorbid. Memperlambat KERUSAKAN CKD
progresif
atau transplantasi

PENINGKATAN GAGAL GINJAL


RESIKO TERMINAL

Penapisan faktor
Penurunan risiko CKD.
resiko PGK
Penapisan CKD

NORMAL KOMPLIKASI KEMATIAN CKD

26
VII. EVALUASI(4)

Apabila seseorang sudah ditetapkan ada peningkatan risiko mengalami CKD tetapi
belum mengalami CKD maka perlu evaluasi sebagaimana dibawah ini:
Evaluasi klinik untuk semua pasien:
 Pengukuran tekanan darah
Pada pasien dilakukan pengukuran tekanan darah dan evaluasi terhadap tekanan
darah.
 Kreatinin serum untuk mengukur GFR
Pada pasien sudah dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk fungsi ginjal yaitu
BUN dan Kreatinin serum. Hasil pemeriksaan Kreatinin serum pasien 14.10 mg/dl
dan BUN 123.6 mg/dl
(140 − 𝑢𝑚𝑢𝑟)𝑥 𝐵𝐵(𝑘𝑔)
𝐾𝑙𝑖𝑟𝑒𝑛𝑠 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 = 𝑥 0,85 (𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑤𝑎𝑛𝑖𝑡𝑎)
72 𝑥 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛

(140 − 38)𝑥 50(𝑘𝑔)


= 𝑥 0,85 (𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑤𝑎𝑛𝑖𝑡𝑎)
72 𝑥 14,10

5100
= 1015,2 𝑥 0,85
= 4,2 mL/min/1.73 m2 ( CKD st V)

 Rasio protein-kreatinin atau rasio albumin-kreatinin pagi hari, atau spesimen urin
sewaktu.(untimed spot urine specimen)
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan laboratorium terkait.
 Pemeriksaan sedimen urine atau dipstik untuk deteksi adanya sel darah merah dan
sel darah putih.
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan terkait.

Evaluasi klinik untuk pasien tertentu (tergantung faktor risiko):


 USG (misalnya untuk pasien dengan gejala obstruksi saluran kemih, infeksi atau
batu, riwayat keluarga penyaki ginjal polikistik)
 Elektrolit serum (Na, K, bicarbonat)

27
Pada pasien Ny.I harus dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dalam tubuh
paien sehingga dapat dicegah terjadinya hiperkalemia yang merupakan suatu
kegawatan pada CKD.
 Konsentrasi urin (berat jenis atau osmolalitas)
 Keasaman urin (pH)

Untuk semua penderita yang sudah ditetapkan sebagai CKD, maka evaluasi
laboratorium yang harus dilakukan adalah:
 Kreatinin serum untuk menentukan GFR.
 Ratio protein/kreatinin atau ratio albumin/kreatinin pagi hari atau sewaktu dengan
spot urin.
 Pemeriksaan sedimen urin atau dipstik untuk sel darah merah dan sel darah putih.
 Pemeriksaan radiologis ginjal, biasanya USG.
 Elektrolit serum (Na, K, Cl, bicarbonat).

IX. KRITERIA DIAGNOSA(1,3)


1. Penyakit berlangsung lama, progresif, dan irreversibel.
2. Gejala tidak khas, bisa didapatkan gejala berikut:
 lemas, mual, muntah, sesak nafas, pucat
 kencing berkurang
3. Tanda (sign)
 Anemis, kulit kering
 Edema tungkai atau muka
 Dapat disertai tanda bendungan paru
4. Laboratorium:
 Hb ≤ 10 g% N: L (13-17) ; P (11,5-16)
 Ureum > 50 mg%
 Kreatinin > 2 mg% N: 0,5-1,5 mg/ dl
Tes klirens kreatinin < 75 ml / menit N: L (9,7-13,7); P (8,8-12,8)
Pada pasien sudah dilakukan pemeriksaan laboratorium terkait.

28
X. INDIKASI DIALISIS

1. Uremia > 200 mg%

2. Asidosis dengan pH darah < 4,72

3. Hiperkalemia > 7 mEq/l

4. Kelebihan / retensi cairan dengan tanda-tanda gagal jantung / edema paru

5. Klinis uremia dengan kesadaran menurun / koma

Apabila pada pasien ditemukan beberapa indikasi seperti diatas maka harus dilakukan

hemodialisa.

XI. PENATALAKSANAAN(4)

DERAJAT PENJELASAN GFR ACTION


(ml/min/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dgn ≥ 90 Diagnosis & pengobatan,
GFR normal atau ↑ pengobatan komorbid,
perlambat progresifitas.
2 Kerusakan ginjal dgn 60-89 Memperkirakan
GFR ↓ ringan progresifitas
3 Kerusakan ginjal dgn 30-59 Evaluasi & obati komplikasi
GFR ↓ sedang
4 Kerusakan ginjal dgn 15-29 Persiapan terapi pengganti
GFR ↓ berat ginjal
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis Terapi pengganti ginjal (jika
ada uremia)

1. Pengobatan penyakit dasar


Meliputi pengendalian tekanan darah, regulasi gula darah pada pasien DM,
koreksi jika ada obstuksi saluran kencing, serta pengobatan infeksi saluran
kemih.
Pada pasien dilakukan pengendalian tekanan darah, serta upaya mencari tau
apa sumber atau penyakit yang mendasari CKD pada pasien dengan

29
melakukan berbagai pemeriksaan penunjang yang membantu dalam proses
penentuan diagnosa.

Pada pasien Ny.I :


 Evaluasi terhadap penyebab lain yaitu infeksi dan batu saluran kemih (konsultasi
dengan Bedah Urologi)

2. Pengendalian keseimbangan air dan garam


Pemberian cairan disesuaikan dengan produksi urin. Yaitu produksi urin 24
jam ditambah 500 ml. Asupan garam tergantung evaluasi elektrolit, umumnya
dibatasi 40-120 mEq (920-2760 mg). Diet normal mengandung rata-rata 150
mEq. Furosemide dosis tinggi masih dapat dipakai pada awal CKD, akan
tetapi pada fase lanjut tidak lagi bermanfaat dan pada obstruksi merupakan
kontraindikasi. Penimbangan berat badan, pemantauan produksi urin serta
pencatatan keseimbangan cairan akan membantu pengelolaan keseimbangan
cairan dan garam.

Pada Ny. I:
 Asupan garam dikurangi,dengan diet rendah garam.
Diet rendah garam :
 Garam yang dimaksud adalah garam natrium
 Sumber natrium:
1) Bahan makanan alami terutama pada lauk hewani
2) berupa ikatan;
 natrium klorida: Garam dapur
 Monosodium/natrium glutamat : vetsin, masako, royco
 natrium bicarbonat : soda kue
 Natrium benzoat : pada pengawet buah seperti buah kaleng,
sirup buah
 Natrium nitrit : cornet, sosis, dendeng

3. Diet rendah protein dan tinggi kalori

Asupan protein dibatasi 0,6-0,8 gram/kg/BB/hari. Rata-rata kebutuhan protein


sehari pada penderita GGK adalah 20-40 gram. Kebutuhan kalori minimal

30
35kcal/kgBB/hari. Diet rendah protein tinggi kalori akan memperbaiki
keluhan mual, menurunkan BUN dan akan memperbaiki gejala. Selain itu diet
rendah protein akan menghambat progresivitas penurunan faal ginjal.
Pada Ny. I:
 Pasien berat badan 50 kg
 Kalori minimal sebesar 1.750 kkal/hr (35 kkal/kgBB/hr)
 Protein sebesar 30 gr/hr (0.6 gr/kgBB/hr)

Diet rendah protein:
1) Sumber protein hewani : misalnya, telur, ikan, daging, hati, keju, mempunyai
mutu protein yg lebih baik
Pilihlah sumber protein ini sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.

2) Sumber protein nabati; misalnya kacang- kacangan dan hasil olahannya


seperti tempe mempunyai nilai protein yang rendah dibanding sumber
hewani.
Sumber protein ini sebaiknya dihindari

4. Pengelolaan hipertensi
Berbeda dengan pengendalian hipertensi pada umumnya, pada CKD masalah
pembatasan cairan mutlak dilakukan. Target tekanan darah 125/75 diperlukan
untuk menghambat laju progresifitas penurunan faal ginjal. Penghambat -ACE
dan ARB diharapkan akan menghambat progresifitas CKD. Pemantauan faal
ginjal secara serial perlu dilakukan pada awal pengobatan hipertensi jika
digunakan penghambat -ACE dan ARB. Apabila dicurigai adanya stenosis
arterial renal, penghambat –ACE merupakan kontraindikasi.
Pada Ny I:
 Pemberian obat anti hipertensi golongan ACE Inhibitor yaitu captopril.
Pemberian captopril ini dirasa lebih efektif kare obat ini berkerja
dengan menghambat Sistem Renin Angiotensin Aldosteron {SRAA}
yang selain dapat menurunkan tekanan darah, juga memperlambat
perkembangan penyakit ginjal yang telah ada.

31
 Pemberian obat golongan ARB {Angiotensin Reseptor Blocker) yaitu
Lorasartan dan vasartan dengan tujuan untuk mengotrol tekanan darah
pasien yang sebagian besar fluktuatif akibat kondisi ginjal pasien yang
telah menurun.

5. Pengendalian gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa


Gangguan keseimbangan elektrolit utama pada CKD adalah hiperkalemia dan
asidosis. Pencegahan meliputi:
a. Diet rendah kalium
Menghindari buah (pisang, jeruk, tomat) serta sayuran berlebih
b. Menghindari pemakaian diuretika K-sparing

Pengobatan hiperkalemia tergantung derajat kegawatannya:


a. Gawat
 Glukonas calcicus intravena (10-20 ml 10% Ca gluconate)
 Glukosa intravena (25-50 ml glukosa 50%)
 Insulin-dextrose i.v. dengan dosis 2-4 unit atracpid tiap 10
gram glukosa
 Natrium bicarbonat intravena (25-10 ml 8.4% Na HCO3)
b. Meningkatkan ekskresi kalium
 Furosemid
Untuk mengatasi kondisi odema pada pasien gagal ginjal,
terutama jika disertai adanya gagal jantung kongestif disamping
sebagai terapi kombinasi penanganan hipertensi.
 Dialisis

6. Pengobatan gejala uremi spesifik


Diet rendah protein juga memperbaiki keluhan anoreksia dan mual-mual.
Anemia yang terjadi pada CKD terutama disebabkan oleh defisiensi hormon
eritropoetin. Selain itu juga bisa disebabkan oleh defisiensi Fe, asam folat atau
vitamin B12. Pemberian eritropoetin rekombinan pada penderita CKD yang
menjalani HD akan memperbaiki kualitas hidup, dapat pula diberikan pada

32
penderita CKD pra-HD. Sebelum pemberian eritropoetin dan suplemen Fe
diperlukan evaluasi kadar SI, TIBC, dan feritin.

7. Deteksi dan pengobatan infeksi


Penderita CKD merupakan penderita dengan respon imun yang rendah,
sehingga kemungkinan infeksi harus selalu dipertimbangkan.

8. Penyesuaian pemberian obat


Beberapa obat memerlukan penyesuaian dosis karena ekskresi metaboliknya
melalui ginjal, penggunaan obat nefrotoksik misalnya aminoglikosida, co-
trimoxazole, amphoterisin sebaiknya dihindari dan hanya diberikan pada
keadaan khusus. OAINS juga menurunkan fungsi ginjal. Tertacyclin
meningkatkan katabolisme protein. Nitrofurantoin juga harus dihindari dan
penggunaan diuretik K-sparing harus pula berhati-hati karena menyebabkan
hiperkalemia.

9. Deteksi dan pengobatan komplikasi


Komplikasi yang merupakan indikasi untuk tindakan HD antara lain:
a. Ensephalopat uremik
b. Perikarditis atau pleulitis
c. Neuropati perifer progresif
d. Hiperkalemia yang tak dapat dikendalikan dengan pengobatan
medikamentosa
e. Sindroma overlaod
f. Infeksi yang mengancam jiwa
g. Keadaan sosial

10. Persiapan dialisis dan tranplantasi


Penderita CKD dan keluarganya sudah harus diberitahu sejak awal bahwa
pada suatu saat penderita akan memerlukan HD atau transplantasi ginjal.
Pembuatan akses vaskuler sebaiknya sudah dikerjakan sebelum klirens
kreatinin dibawah 15 ml/menit. Dianjurkan pembuatan akses klirens kreatinin
telah dibawah 20 ml/menit. Perlu membatasi punksi pembuluh darah daerah
ekstremitas yang akan dipakai untuk akses-vaskuler. Disamping persiapan dari
sesi medik perlu pula persiapan non medik.

33
Hemodialisis
Hemodialisis melibatkan sirkulasi darah melalui filter atau dialyzer pada
mesin dialisis.
 Dialyzer memiliki dua kompartemen cairan dan dikonfigurasi dengan
kumpulan berongga tabung kapiler serat.
 Darah di kompartemen pertama dipompa sepanjang satu sisi membran
semipermeabel, sedangkan dialisat (cairan yang digunakan untuk
membersihkan darah) dipompa sepanjang sisi lain, dalam
kompartemen yang terpisah, dalam arah yang berlawanan.
 Konsentrasi gradien zat antara darah dan dialisat menyebabkan
perubahan yang diinginkan dalam komposisi darah, seperti
pengurangan produk-produk limbah (urea nitrogen dan kreatinin),
sebuah koreksi kadar asam, dan equilibrium tingkat mineral berbagai.
 Pengeluaran kelebihan cairan.
 Darah kemudian kembali ke tubuh

34
Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal menawarkan hasil terbaik dan kualitas terbaik dari
kehidupan. Transplantasi ginjal Sukses terjadi setiap hari di Amerika Serikat.
Transplantasi ginjal dapat berasal dari donor hidup terkait, donor hidup tidak
berhubungan, atau orang yang telah meninggal karena sebab lain (donor
kadaver). Pada penderita diabetes tipe I, transplantasi ginjal-pankreas
dikombinasikan sering merupakan pilihan yang lebih baik. Namun, tidak
semua orang merupakan kandidat untuk transplantasi ginjal. Orang perlu
menjalani pengujian ekstensif untuk memastikan kesesuaian mereka untuk
transplantasi. Juga, ada kekurangan organ untuk transplantasi, membutuhkan
waktu tunggu dari bulan sampai tahun sebelum mendapatkan transplantasi.
Seseorang yang membutuhkan transplantasi ginjal mengalami
beberapa tes untuk mengidentifikasi karakteristik sistem kekebalan tubuh nya.
Penerima dapat menerima hanya ginjal yang berasal dari donor yang cocok
tertentu karakteristik imunologi nya. Donor lebih mirip berada dalam
karakteristik ini, semakin besar kemungkinan kesuksesan jangka panjang dari
transplantasi. Transplantasi dari donor yang terkait hidup umumnya memiliki
hasil terbaik.
Terapi antibodi Antilymphocyte induksi bervariasi dan termasuk
antiserum poliklonal, monoclonals mouse, dan apa yang disebut monoclonals
manusiawi. Antiserum poliklonal, seperti globulin antilymphocyte (ALG),
antilymphocyte serum (ALS), dan antithymocyte globulin (ATG), adalah
kuda, kambing, atau antiserum kelinci ditujukan terhadap sel-sel limfoid
manusia. Efeknya adalah untuk secara signifikan lebih rendah dan hampir
menghapuskan sel limfoid beredar yang sangat penting untuk respon
penolakan. Imunologi co-stimulasi blokade dengan Belatacept (Nulojix) telah
menjanjikan sebagai agen imunosupresif perawatan baru untuk meningkatkan
fungsi ginjal. Itu mungkin memainkan peran dalam menekan ketergantungan
pada kalsineurin inhibitor (tacrolimus dan siklosporin) untuk imunosupresi.

35
11. Prognosis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa GFR diperkirakan lebih rendah,
lebih tinggi albuminuria, usia muda, dan seks laki-laki menunjuk sebuah
pengembangan yang lebih cepat dari gagal ginjal. Juga, serum albumin
rendah, kalsium, dan bikarbonat, dan fosfat serum yang lebih tinggi dapat
memprediksi peningkatan risiko gagal ginjal.
Di Amerika Serikat, hemodialisis dan peritoneal dialisis memiliki
populasi umum penerimaan rumah sakit 2 per pasien per tahun; pasien yang
memiliki transplantasi ginjal memiliki rata-rata 1 masuk rumah sakit per
tahun. Selain itu, pasien dengan ESRD yang menjalani transplantasi ginjal
bertahan hidup lebih lama daripada mereka pada dialisis kronis.
Angka kematian yang berhubungan dengan hemodialisis yang
mencolok dan menunjukkan bahwa harapan hidup pasien masuk ke
hemodialisis nyata dipersingkat. Pada tahun 2003, lebih dari 69.000 pasien
dialisis terdaftar dalam program ESRD meninggal.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu I K, Wiwiek S, 2001. Kapita Selekta Kedokteran,

edisi 3. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran UI

2. Askandar T, Poernomo B S, Djoko S, Gatot s, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

edisi 1. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press

3. Price SA, Wilson LM, 2003. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, edisi 6.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

4. Sukahatya M, Soewanto, Yogiantoro M, Pranawa, 1994. Gagal Ginjal Kronik.Pedoman

Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam. RSUD Dr.soetomo

37

Anda mungkin juga menyukai