Laporan Kasus: Chronic Kidney Disease
Laporan Kasus: Chronic Kidney Disease
Penulis :
dr. Daniyar Yuanita
Dokter Pembimbing:
dr. Pungky Mandayanto Sp. PD
1
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL
Dilaksanakan tanggal :
Tuban,
Pembimbing
2
DAFTAR ISI
Cover ………………………………………………………………………… 1
3
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronis merupakan sindrom klinis karena penurunan fungsi ginjal
secara menetap akibat kerusakan nefron. Proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam
ini, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal.
Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal
yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu syndrome klinis dan
laboratorik yang terjadi pada suatu organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal
kronik.
Penyakit ginjal kronis merupakan public health issue disebabkan insidennya yang
terus meningkat dan intervensinya yang membutuhkan biaya besar. Meskipun metode
diagnosis dan penatalaksanaan penyakit ginjal kronis telah berkembang, diagnosis yang
terlambat sehingga menyebabkan kerusakan yang permanen tetap saja terjadi.
Penyakit ginjal kronis merupakan suatu permasalahan dalam bidang nefrologi dengan
angka kejadian cukup tinggi , dengan etiologi yang luas dan kompleks. Penyakit ginjal kronis
sering ditemukan pada stadium terminal karena pada awalnya penyakit ginjal timbul tanpa
keluhan maupun gejala klinis.
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal kronis
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8%
setiap tahunnya. Di 4egara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60
kasus perjuta penduduk per tahun.
Etiologi penyakit ginjal kronis sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara
lain. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal
yang menjalani hemodialisis di Indonesia, antara lain glomerulonefritis (46,39%), diabetes
mellitus (18,65%), obstruksi dan infeksi (12,85%), hipertensi (8,46%) dan sebab lain
(13,65%).
Dengan deteksi dini pada penyakit ginjal kronis diharapkan dapat melakukan
penatalaksanaan secara dini untuk menghambat terjadinya gagal ginjal dan komplikasi lain.
Penyakit ginjal kronis mempunyai berbagai komplikasi yang bervariasi pada setiap pasien,
4
diantaranya adalah anemia, hiperurekemia, gangguan elektrolit (hiponatremi, hiperkalemia,
hipokalsemia), protenuria, uremia dan asidosis metabolic. Komplikasi yang muncul tersebut
dapat memperberat kondisi klinis pasien, sehingga secara komprehensif penanganan kasus
penyakit ginjal kronis juga disertai dengan penanganan terhadap komplikasi yang muncul
sehingga tidak terjadi morbiditas bahkan mortalitas pada pasien.
Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas sebuah kasus di RSUD Dr. R.Koesma
Tuban serta menganalisa dan membahas tentang penatalaksanaan kelainan ginjal yang
bersifat kronis yang mencakup definisi, klasifikasi, etiologi, kriteria diagnosa, pathogenesis,
manifestasi perjalanan klinis dan laboratorium, penatalaksanaan dan prognosis.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa pada tgl 18-05-2018, Jam 08.00 WIB
Identitas Pasien
Nama : Ny. I
Suku : Jawa
Umur : 38 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Plumpang - Tuban
Pekerjaan : IRT
Tanggal MRS : 18 Mei 2018
Status : Menikah
Keluhan Utama :
Sesak
Keluhan tambahan :
Batuk, mual, muntah 1x, nafsu makan menurun, lemas.
6
merasakan sesak bertambah. Keluhan keringat digin pada malam hari disangkal. Tidak ada
rasa nyeri dada yang menjalar ke lengan ataupun ke daerah punggung.
Pasien juga merasakan mual sejak 1 bulan lebih yang lalu. Pada awalnya mual
dirasakan hilang timbul namun kemudian dirasakan semakin sering dan semakin memberat
dari hari ke hari. Mual tersebut dirasakan mengganggu. Mual juga disertai dengan muntah 3
kali sehari sebanyak ¼ gelas aqua. Isi dan warna muntahan sesuai dengan makanan dan
minuman yang dikonsumsi oleh pasien, dan muntah tidak disertai dengan darah. Mual dan
muntah tersebut juga disertai dengan nafsu makan berkurang. Pasien juga merasakan perut
terasa begah.
Pasien juga merasakan pusing, kepala terasa gliyer, terkadang timbul pada saat pasien
bangun dan terasa berkunang- kunang. Pasien menyangkal pernah mengalami nyeri kepala
hebat kejang dan tidak sadarkan diri.
Penderita juga mengeluh kencingnya berjumlah sedikit dari biasanya, setengah gelas
sampai satu gelas aqua dalam satu kali kencing,dan BAK pasien dalam sehari seitar 2-3
kali,warna kuning, nyeri tidak ada, tidak ada darah dan pasien tidak pernah merasakan buang
air kecil seperti berpasir.
Buang Air Besar tidak ada keluhan,sehari 1 kali,konsistensi padat, berwarna kuning
kecoklatan, tidak ada darah dan tidak ada lendir. Mencret disangkal, BAB berwarna hitam
disangkal.
Penderita menceritakan bahwa sebelum ini dirinya memang memiliki riwayat tekanan
darah tinggi. Namun penderita tidak pernah kontrol dan tidak pernah minum obat. Hanya
berobat pada bidan dan mantri sekitar rumahnya saja saat ada keluhan.
Keluhan sering buang air kecil, mudah lapar dan haus disangkal. Pasien menyangkal
penglihatannya semakin kabur, rasa kesemutan diujung kaki dan tangan, serta rasa gatal
disekitar kemaluan.
7
Riwayat penyakit saluran kencing disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Anamnesa Makanan
Penderita makan 2-3 kali sehari, tidak teratur.
Sumber karbohidrat : Nasi, jagung, dan mie
Sumber protein hewani : Ikan, ayam, daging (kadang-kadang)
Sumber protein nabati : Tahu, tempe
Sumber lemak : Minyak goreng
Sumber vitamin dan mineral : Sayur dan buah
8
PEMERIKSAAN FISIK ( 18 Mei 2018 )
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, tampak pucat, tidak tampak kuning,
tidak tampak biru/ sianosis, tampak dyspneu.
GCS : 4-5-6
50
IMT =
1,552
= 20,8 (Normal)
Vital Sign
Nadi : frekuensi 140 x/menit Sifat: isi cukup, tekanan cukup, irama
regular, simetris, pulsus celler(-), pulsus alternans (-), pulsus defisit (-).
Suhu : 36,8 ºC
RR : 48x/menit
9
Telinga : Bentuk normal/normal, liang telinga lapang, sekret (-)/(-), perdarahan
(-)/(-), pendengaran dbn
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), deviasi septum nasi (-),
sekret (-), perdarahan (-), hiperemis (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab (+), hiperemis (-), sianosis (-), lidah kotor (-),
Gigi tanggal (+), Foetor Uremi (-).
Tenggorokan : Dinding faring hiperemis (-), Tonsil Hiperemis (-), Ukuran Tonsil T1-
T1
Leher : Pembesaran KGB : Tidak ditemukan
Cor :
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba pada ICS V,1 jari lateral MCL
sinistra
Pulmo :
10
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru atas, Redup pada kedua
lapangan paru tengah dan bawah
Abdomen :
Inspeksi : Datar, simetris, Collateral (-)
Auskultasi : Bising usus dalam batas normal
Palpasi : Soepel,Turgor kulit baik, Nyeri tekan (-), hepar tidak
teraba, lien tidak teraba, renal tidak teraba.
Perkusi :Timpani diseluruh lapang abdomen, pekak disebelah lateral
kiri dan kanan abdomen dan dihepar,Shifting dulness (+), Nyeri
ketok ginjal (-)
Ekstremitas atas :
Eritema palmaris (-) Kekuatan
Kuku : Icterus (-) motorik:5555/5555
Akral hangat : + / + Reflek fisiologis (+)
Sianosis (-) Edema : -/-
CRT >2 detik Kulit kering : -/-
Hiperpigmentasi : -/-
Ekstremitas bawah :
Edema : +/ + Pulsasi A. dorsalis pedis
Akral hangat : + / + teraba sama kuat.
Sianosis (-)
CRT >2 detik
Kekuatan
motorik:5555/5555
Reflek fisiologis (+)
Kulit kering : -/-
Hiperpigmentasi : -/-
Gangrene : -/-
11
RESUME
Penderita seorang perempuan datang dengan keluhan: Sesak
Penderita juga mengeluh lemas,batuk,mual,muntah, nafsu makan menurun.
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat pernah pengobatan TB 3 tahun yang lalu dan
tuntas. Diabetes Mellitus disangkal, hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu penderita menderita hipertensi.
Pemeriksaan fisik :
Kepala : Conjungtiva palpebra tampak anemis (+), dyspneu (+)
Pulmo : Fremitus raba menurun pada lapangan tengah dan bawah kedua paru.
Sonor pada kedua lapangan paru atas, redup pada kedua lapangan paru
tengah dan bawah. Vesikuler pada kedua lapangan paru atas, Vesikuler
melemah pada kedua lapangan paru tengah dan bawah. Ditemukan ronkhi
basah kasar +/+
Abdomen : Shifting dulnes (+).
Ekstremitas : tidak didapatkan edema pada ekstremitas atas maupun bawah.
DASAR DIAGNOSA
Adanya sindroma uremia : lemah, mual.
Adanya acites
Adanya Conjungtiva anemis dan pasien terlihat pucat dengan CRT >2’
Tekanan darah 170/100 mmHg, RR= 48x/menit
Dari pemeriksaan fisik didapatkan rhonki basah kasar di seluruh lapang paru
PLANNING DIAGNOSA
No. Planning Diagnosa Tujuan
1. Darah Lengkap Untuk mengetahui secara pasti apakah terjadi
penurunan Hb pada pasien yang dicocokan dengan
klinis pasien yang mengarah pada diagnosa
anemia.
2. Faal Hati Karena didapatkan keluhan mual dan muntah pada
pasien maka untuk menyingkirkan diagnosa
adanya penurunan fungsi hati maka perlu
dilakukan pemeriksaan fingsi hati untuk lebih
memastikan diagnosa.
12
Darah Tepi mengetahui jenis anemia yang diderita oleh pasien
dengan harapan apabila terjadi ganguan pada
ginjal maka ditemukan hapusan darah tepi
normokrom normostik.
13
10. Rontgen thorax Selain utnuk memastikan apakah terjadi Sindrom
obstruksi post tb maupun oedema paru juga dapat
menentukan apakah jantung mengalami
pembesaran atau tidak akibat dari kompensasi
terjadinya penumpukan cairan dalam tubuh.
13. Biopsi ginjal Biopsi: Sebuah contoh dari jaringan ginjal (biopsi)
kadang-kadang diperlukan dalam kasus-kasus di
mana penyebab dari penyakit ginjal tidak jelas.
Biasanya, biopsi dapat dikumpulkan dengan
anestesi lokal dengan memperkenalkan jarum
melalui kulit ke dalam ginjal.
HASIL PEMERIKSAAN
Pemeriksaan darah lengkap, Faal Hati, Analisa Gas Darah, Evaluasi Hapusan Darah
Tepi, Gula Darah, Faal Ginjal.
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
HEMATOLOGI RUTIN
1. Hemoglobin 11.2 (↓)
2. PCV 33.9
3. Eritrosit 3.790.000 (↓)
4. Hitung jenis sel -/-/-/89/8/3
5. Leukosit 26.500 (↑)
14
6. Trombosit 372.000 (↑)
7. MCV 89.4
8. MCH 29.6
9. MCHC 33.0
10. RDW 10.7
11. PCT 0.29
12. MPV 7.7
13. PDW 17.0
HATI
14. SGOT 81 (↑)
15. SGPT 26 (↓)
GINJAL
16. BUN 123.6 (↑)
17. Kreatinin serum 14.10 (↑)
GLUKOSA
18. Glukosa darah sewaktu 64
ELEKTROLIT
19. Kalium 7.5 (↑)
20. Natrium 138
21. Calcium 1.06
ANALISA GAS DARAH
22. PH 7.17
23. PCO2 39
24. PO2 131 (↑)
25. HCO3-
14.2 (↓)
26. TCO2
27. BE (B) 15.4 (↓)
28. SO2c -13.6 (↑)
98
Rontgen thorax
15
EKG
DIAGNOSA
S.CKD
Akut lung oedema
Sindrom Obstruksi Post TB
Anemia
Hipertensi
Diferensial Diagnosa
GGA
Glomerulonefritis
Sirosis Hepatis
Gagal jantung kongestif
Hepatitis
PENANGANAN
O2 Masker NRBM 10lpm
IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
Inj. Furosemid 2 amp → lanjut 3 x 1amp
Inj. Ranitidin 2 x 50mg
Inj. Ceftiaxone 2 x 1gram
Pasang DC
16
Konsul Sp.PD →
drip natrium bicarbonate II fls + D10% 250cc habis dalam 15-20mnt (utk
koreksi asidosis metabolic yang dialami pasien)
Injeksi Ca gluconas 1x1 amp (untuk koreksi hiperkalemi)
Syingepump D40% 2fls + insulin 10 unit habis dalam 4jam (untuk koreksi
hiperkalemi)
Hemodialisa cito (selama 3jam, ambil 1liter)
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
19/05/2018 Post HD TD = 120/80 CKD st V + O2 nasal 3-4lpm
Sesak (+)↓ N = 108x/menit ALO + IVFD NaCl 0,9%
Tax = 36,5oC SOPT 12tpm
RR = 22x/mnt Inj. Furosemid 2x1amp
SpO2 = 98% Inj. Ca gluconas
GCS 456 1x1amp
KU lemah Amlodipin 0-0-10mg
K/L = a/i/c/d = -/-/-/- Clonidin 3x0,15mg
Th= cor : S1S2 tunggal Nebul combivent 3x1
Pulmo : ves+/+, Rh-/-. Rencana konsul Sp.B
Wh -/- untuk AV Shunt
Abd: soefl, BU (+)
normal, NT (-)
Ext : AH +/+ edema -/-
17
21/05/2018 Sesak (-) TD = 120/80 CKD st V + O2 nasal 3-4lpm
Persiapan N = 90x/menit ALO + IVFD NaCl 0,9%
operasi Tax = 36,8oC SOPT 12tpm
untuk AV RR = 22x/mnt Inj. Furosemid 2x1amp
Shunt SpO2 = 98% Inj. Ca gluconas
GCS 456 1x1amp
KU lemah Amlodipin 0-0-10mg
K/L = a/i/c/d = -/-/-/- Clonidin 3x0,15mg
Th= cor : S1S2 tunggal Nebul combivent 3x1
Pulmo : ves+/+, Rh-/-. Advice Sp.B post AV
Wh -/- Shunt :
Abd: soefl, BU (+) Lengan kiri jangan
normal, NT (-) dilipat jangan infuse
Ext : AH +/+ edema -/- Asam mefenamat
3x500mg (bila nyeri)
22/05/2018 Nyeri pada TD = 120/80 CKD st V + Acc KRS
AV shunt, N = 88x/menit ALO +
sesak (-) Tax = 36,8oC SOPT
RR = 22x/mnt
SpO2 = 98%
GCS 456
KU lemah
K/L = a/i/c/d = -/-/-/-
Th= cor : S1S2 tunggal
Pulmo : ves+/+, Rh-/-.
Wh -/-
Abd: soefl, BU (+)
normal, NT (-)
Ext : AH +/+ edema -/-
18
BAB III
PEMBAHASAN
I. DEFINISI(4)
Definisi Penyakit Ginjal Kronis (CKD) menurut NKF-K/DOQI adalah
1. Kerusakan ginjal selama ≥ 3 bulan.
Yang dimaksud terdapat kerusakan ginjal adalah bila dijumpai kelainan struktur
atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan salah satu
manifestasi:
Kelainan patologi
Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah atau urine,
atau kelainan radiologi.
2. GFR < 60 ml/min/1,73 m2 ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
GFR < 60 ml/men/1,73 m2 ≥ 3 bulan diklasifikasikan sebagai CKD tanpa
memperhatikan ada atau tidak adanya kerusakan ginjal oleh karena pada tingkat
GFR tersebut atau lebih rendah, ginjal telah kehilangan fungsinya ≥ 50% dan
terdapat komplikasi. Disisi lain adanya kerusakan ginjal tanpa memperhatikan
tingkat GFR juga diklasifikasikan sebagai CKD. Pada sebagian besar kasus, biopsi
ginjal jarang dilakukan, sehingga kerusakan ginjal didasarkan pada adanya
beberapa petanda seperti proteinuria, kelainan sedimen (hematuria, pyiura dengan
cast), kelainan darah yang patognomik untuk kelainan ginjal seperti sindroma
tubuler (misalnya asidosis tubuler ginjal, diabetes insipidus nefrogenik), serta
adanya gambaran radiologis yang abnormal misalnya hidronefrosis. Ada
kemungkinan GFR tetep normal atau meningkat, tetapi sudah terdapat kerusakan
ginjal sehingga mempunyai risiko tinggi untuk mengalami 2 keadaan utama akibat
CKD, yaitu hilangnya fungsi ginjal dan terjadinya penyakit kardivaskuler.
Berdasarkan derajat penurunan GFR, CKD dibagi menjadi 5 stadium serta clinical
action plan :
19
Stadium Deskripsi GFR Action
mL/min/1.73 m2
20
infeksi sistemik, obat-obatan,
keganasan)
Penyakit-penyakit pembuluh darah
(penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit- penyakit tubulointerstisiel
(ISK, batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit-penyakit kista (penyakit ginjal
polikistik)
Penyakit pada Transplantasi Rejeksi kronik
Toksisitas obat (siklosporin atau
takrolimus)
Penyakit rekuren (penyakit glomerulus)
Glomerulopati transplant
21
IV. PATOFISIOLOGI(2,4)
22
Terdapat dua pendekatan teoritis yang umumnya diajukan untuk menjelaskan
gangguan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik. Sudut pandangan tradisional
mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium
yang berbeda-beda, dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan
fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Pendekatatan
kedua dikenal dengan hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh, yang
berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur,
namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal.
Patofisiologi CKD terkait dengan penyebab yang mendasari, selanjutnya
proses berjalan secara kronis progresif yang dalam jangka panjang akan menyebabkan
penurunan massa ginjal. Sejalan dengan menurunnya massa ginjal, sebagai
mekanisme kompensasi maka nefron yang masih baik akan mengalami hiperfiltrasi
oleh karena peningkatan tekanan dan aliran kapiler glomerulus, dan selanjutnya
terjadi hipertrofi. Hipertrofi struktural dan fungsional dari sisa nefron yang masih baik
tersebut terjadi akibat pengaruh molekul-molekul vasoaktif, sitokin serta growth
factor, hingga pada akhirnya akan terjadi proses sklerosis. Aktifitas aksis Renin-
Angiostensin intrarenal juga ikut berperan dalam hiperflasi-hipertrofi dan sklerosis.
Pada pasien dicurigai terjadinya penimbunan zat toxic didalam ginjal akibat
dari keseringan pasien meminum jamu-jamuan penambah stamina dalam jangka
waktu yang lama sehingga terjadi penimbunan. Dengan terjadinya penimbunan pada
ginjal maka menyebabkan Laju Filtrasi Glomerulus menurun yang menyakibatkan
CKD.
23
Lain – lain
Keluhan gejala klinis yang timbul pada CKD hampir mengenai seluruh sistem, yaitu:
Umum : lemah, malaise, gangguan pertumbuhan dan debilitas, edema.
Kulit : pucat, rapuh, gatal, bruising
Kepala dan leher : foetor uremi
Mata : fundus hipertensi, mata merah
Jantung dan vaskuler : hipertensi, sindroma overload, payah jantung, pericarditis
Uremik, tamponade
Respirasi : efusi pleura, edema paru, nafas Kussmaul, pleuritis uremia
Gastrointestinal : anorexia, mual, muntah, gastritis, ulkus, colitis uremia,
perdarahan saluran cerna
Ginjal : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, hematuria
Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenorhoe, infertilitas
ginekomasti
Syaraf : letargi, malaise, anorexia, drowsiness, tremor, mioklonus,
ateriksis, kejang, koma, penurunan kesadaran
Tulang : ROD, kalsifikasi di jaringan lunak
Sendi : gout, pseudogour, kalsifikasi
Darah : anemia, kecenderungan berdarah akibat penurunan fungsi
trombosit, defisiensi imun akibat penurunan fungsi trombosit,
defisiensi imun akibat penurunan fungsi imunologis dan
fagositosis
24
Kepala dan leher Pada pemeriksaan ditemukan foetor uremi
Foetor uremi
Mata Fundus hipertensi (-), mata merah (-) dan
Fundus hiperemis, mata merah pemeriksaan mata hanya ditemukan
konjungtiva anemis
Kardiovaskular Hipertensi (+), kelebihan cairan (-) tidak
Hipertensi, kelebihan cairan, gagal
ditemukan adanya edema, untuk gagal
jantung, perikarditis, uremik,
tamponade jantung harus dipastikan dengan
25
Kalsifikasi di jaringan lunak,
hiperparatiroidisme, defisiensi
vitamin D
Sendi Tidak ditemukan adanya kelainan
Gout, kalsifikasi ekstra tulang
Hematologi Anemia (+)
Anemia, mudah mengalami
pendarahan
Endokrin Riwayat DM disangkal
Intoleransi glukosa, resistensi insulin,
hiperlipidemia, penurunan kadar
estrogen dan progesterone
Farmakologi Sulit dievaluasi
Penurunan ekskresi lewat ginjal
Perkirakan
progresivitas. Obati
komplikasi.persiapan
terapi
Terapi pengganti
Diagnosis & obati kondisi ginjal dengan dialysis
komorbid. Memperlambat KERUSAKAN CKD
progresif
atau transplantasi
Penapisan faktor
Penurunan risiko CKD.
resiko PGK
Penapisan CKD
26
VII. EVALUASI(4)
Apabila seseorang sudah ditetapkan ada peningkatan risiko mengalami CKD tetapi
belum mengalami CKD maka perlu evaluasi sebagaimana dibawah ini:
Evaluasi klinik untuk semua pasien:
Pengukuran tekanan darah
Pada pasien dilakukan pengukuran tekanan darah dan evaluasi terhadap tekanan
darah.
Kreatinin serum untuk mengukur GFR
Pada pasien sudah dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk fungsi ginjal yaitu
BUN dan Kreatinin serum. Hasil pemeriksaan Kreatinin serum pasien 14.10 mg/dl
dan BUN 123.6 mg/dl
(140 − 𝑢𝑚𝑢𝑟)𝑥 𝐵𝐵(𝑘𝑔)
𝐾𝑙𝑖𝑟𝑒𝑛𝑠 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 = 𝑥 0,85 (𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑤𝑎𝑛𝑖𝑡𝑎)
72 𝑥 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛
5100
= 1015,2 𝑥 0,85
= 4,2 mL/min/1.73 m2 ( CKD st V)
Rasio protein-kreatinin atau rasio albumin-kreatinin pagi hari, atau spesimen urin
sewaktu.(untimed spot urine specimen)
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan laboratorium terkait.
Pemeriksaan sedimen urine atau dipstik untuk deteksi adanya sel darah merah dan
sel darah putih.
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan terkait.
27
Pada pasien Ny.I harus dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dalam tubuh
paien sehingga dapat dicegah terjadinya hiperkalemia yang merupakan suatu
kegawatan pada CKD.
Konsentrasi urin (berat jenis atau osmolalitas)
Keasaman urin (pH)
Untuk semua penderita yang sudah ditetapkan sebagai CKD, maka evaluasi
laboratorium yang harus dilakukan adalah:
Kreatinin serum untuk menentukan GFR.
Ratio protein/kreatinin atau ratio albumin/kreatinin pagi hari atau sewaktu dengan
spot urin.
Pemeriksaan sedimen urin atau dipstik untuk sel darah merah dan sel darah putih.
Pemeriksaan radiologis ginjal, biasanya USG.
Elektrolit serum (Na, K, Cl, bicarbonat).
28
X. INDIKASI DIALISIS
Apabila pada pasien ditemukan beberapa indikasi seperti diatas maka harus dilakukan
hemodialisa.
XI. PENATALAKSANAAN(4)
29
melakukan berbagai pemeriksaan penunjang yang membantu dalam proses
penentuan diagnosa.
Pada Ny. I:
Asupan garam dikurangi,dengan diet rendah garam.
Diet rendah garam :
Garam yang dimaksud adalah garam natrium
Sumber natrium:
1) Bahan makanan alami terutama pada lauk hewani
2) berupa ikatan;
natrium klorida: Garam dapur
Monosodium/natrium glutamat : vetsin, masako, royco
natrium bicarbonat : soda kue
Natrium benzoat : pada pengawet buah seperti buah kaleng,
sirup buah
Natrium nitrit : cornet, sosis, dendeng
30
35kcal/kgBB/hari. Diet rendah protein tinggi kalori akan memperbaiki
keluhan mual, menurunkan BUN dan akan memperbaiki gejala. Selain itu diet
rendah protein akan menghambat progresivitas penurunan faal ginjal.
Pada Ny. I:
Pasien berat badan 50 kg
Kalori minimal sebesar 1.750 kkal/hr (35 kkal/kgBB/hr)
Protein sebesar 30 gr/hr (0.6 gr/kgBB/hr)
Diet rendah protein:
1) Sumber protein hewani : misalnya, telur, ikan, daging, hati, keju, mempunyai
mutu protein yg lebih baik
Pilihlah sumber protein ini sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
4. Pengelolaan hipertensi
Berbeda dengan pengendalian hipertensi pada umumnya, pada CKD masalah
pembatasan cairan mutlak dilakukan. Target tekanan darah 125/75 diperlukan
untuk menghambat laju progresifitas penurunan faal ginjal. Penghambat -ACE
dan ARB diharapkan akan menghambat progresifitas CKD. Pemantauan faal
ginjal secara serial perlu dilakukan pada awal pengobatan hipertensi jika
digunakan penghambat -ACE dan ARB. Apabila dicurigai adanya stenosis
arterial renal, penghambat –ACE merupakan kontraindikasi.
Pada Ny I:
Pemberian obat anti hipertensi golongan ACE Inhibitor yaitu captopril.
Pemberian captopril ini dirasa lebih efektif kare obat ini berkerja
dengan menghambat Sistem Renin Angiotensin Aldosteron {SRAA}
yang selain dapat menurunkan tekanan darah, juga memperlambat
perkembangan penyakit ginjal yang telah ada.
31
Pemberian obat golongan ARB {Angiotensin Reseptor Blocker) yaitu
Lorasartan dan vasartan dengan tujuan untuk mengotrol tekanan darah
pasien yang sebagian besar fluktuatif akibat kondisi ginjal pasien yang
telah menurun.
32
penderita CKD pra-HD. Sebelum pemberian eritropoetin dan suplemen Fe
diperlukan evaluasi kadar SI, TIBC, dan feritin.
33
Hemodialisis
Hemodialisis melibatkan sirkulasi darah melalui filter atau dialyzer pada
mesin dialisis.
Dialyzer memiliki dua kompartemen cairan dan dikonfigurasi dengan
kumpulan berongga tabung kapiler serat.
Darah di kompartemen pertama dipompa sepanjang satu sisi membran
semipermeabel, sedangkan dialisat (cairan yang digunakan untuk
membersihkan darah) dipompa sepanjang sisi lain, dalam
kompartemen yang terpisah, dalam arah yang berlawanan.
Konsentrasi gradien zat antara darah dan dialisat menyebabkan
perubahan yang diinginkan dalam komposisi darah, seperti
pengurangan produk-produk limbah (urea nitrogen dan kreatinin),
sebuah koreksi kadar asam, dan equilibrium tingkat mineral berbagai.
Pengeluaran kelebihan cairan.
Darah kemudian kembali ke tubuh
34
Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal menawarkan hasil terbaik dan kualitas terbaik dari
kehidupan. Transplantasi ginjal Sukses terjadi setiap hari di Amerika Serikat.
Transplantasi ginjal dapat berasal dari donor hidup terkait, donor hidup tidak
berhubungan, atau orang yang telah meninggal karena sebab lain (donor
kadaver). Pada penderita diabetes tipe I, transplantasi ginjal-pankreas
dikombinasikan sering merupakan pilihan yang lebih baik. Namun, tidak
semua orang merupakan kandidat untuk transplantasi ginjal. Orang perlu
menjalani pengujian ekstensif untuk memastikan kesesuaian mereka untuk
transplantasi. Juga, ada kekurangan organ untuk transplantasi, membutuhkan
waktu tunggu dari bulan sampai tahun sebelum mendapatkan transplantasi.
Seseorang yang membutuhkan transplantasi ginjal mengalami
beberapa tes untuk mengidentifikasi karakteristik sistem kekebalan tubuh nya.
Penerima dapat menerima hanya ginjal yang berasal dari donor yang cocok
tertentu karakteristik imunologi nya. Donor lebih mirip berada dalam
karakteristik ini, semakin besar kemungkinan kesuksesan jangka panjang dari
transplantasi. Transplantasi dari donor yang terkait hidup umumnya memiliki
hasil terbaik.
Terapi antibodi Antilymphocyte induksi bervariasi dan termasuk
antiserum poliklonal, monoclonals mouse, dan apa yang disebut monoclonals
manusiawi. Antiserum poliklonal, seperti globulin antilymphocyte (ALG),
antilymphocyte serum (ALS), dan antithymocyte globulin (ATG), adalah
kuda, kambing, atau antiserum kelinci ditujukan terhadap sel-sel limfoid
manusia. Efeknya adalah untuk secara signifikan lebih rendah dan hampir
menghapuskan sel limfoid beredar yang sangat penting untuk respon
penolakan. Imunologi co-stimulasi blokade dengan Belatacept (Nulojix) telah
menjanjikan sebagai agen imunosupresif perawatan baru untuk meningkatkan
fungsi ginjal. Itu mungkin memainkan peran dalam menekan ketergantungan
pada kalsineurin inhibitor (tacrolimus dan siklosporin) untuk imunosupresi.
35
11. Prognosis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa GFR diperkirakan lebih rendah,
lebih tinggi albuminuria, usia muda, dan seks laki-laki menunjuk sebuah
pengembangan yang lebih cepat dari gagal ginjal. Juga, serum albumin
rendah, kalsium, dan bikarbonat, dan fosfat serum yang lebih tinggi dapat
memprediksi peningkatan risiko gagal ginjal.
Di Amerika Serikat, hemodialisis dan peritoneal dialisis memiliki
populasi umum penerimaan rumah sakit 2 per pasien per tahun; pasien yang
memiliki transplantasi ginjal memiliki rata-rata 1 masuk rumah sakit per
tahun. Selain itu, pasien dengan ESRD yang menjalani transplantasi ginjal
bertahan hidup lebih lama daripada mereka pada dialisis kronis.
Angka kematian yang berhubungan dengan hemodialisis yang
mencolok dan menunjukkan bahwa harapan hidup pasien masuk ke
hemodialisis nyata dipersingkat. Pada tahun 2003, lebih dari 69.000 pasien
dialisis terdaftar dalam program ESRD meninggal.
36
DAFTAR PUSTAKA
2. Askandar T, Poernomo B S, Djoko S, Gatot s, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
3. Price SA, Wilson LM, 2003. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, edisi 6.
37