Anda di halaman 1dari 9

1.

Perkembangan Pelabuhan

2. Macam-Macam Pelabuhan
Menurut Triatmodjo (1992), Pelabuhan dapat dibedakan menjadi beberapa macam segi
tinjauan, yaitu segi penyelenggaraannya, segi pengusahaannya, fungsi dalam perdangangan
nasional dan internasional, segi kegunaan dan letak geografisnya.
2.1 Segi penyelenggaraan
1. Pelabuhan Umum
Pelabuhan ini diselenggarakan untuk kepentingan palayanan masyarakat
umum, yang dilakukan oleh pemerintah dan pelaksanaannya diberikan kepada badan usaha milik
negara yang didirikan untuk maksud tersebut. Di indonesia, dibentuk empat badan usaha milik
negara yang berwenang mengelola pelabuhan umum duisahakan, yaitu PT. Pelindo I
berkedudukan di Medan, PT. Pelindo II di Jakarta, PT. Pelindo III di Surabaya dan PT. Pelindo IV
di Ujung Pandang. Pelabuhan pada perencaaan ini masuk pada kawasan operasi PT. Pelindo IV,
Ujung Pandang, sebagai pelabuhan umum.

Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya


2. Pelabuhan Khusus
Pelabuhan ini merupakan pelabuhan yang digunakan untuk kepentingan sendiri guna
menunjang suatu kegiatan tertentu dan hanya digunakan untuk kepentingan umum dengan keadaan
tertentu dan dengan ijin khusus dari Pemerintah. Pelabuhan ini dibangun oleh suatu perusahaan
baik pemerintah ataupun swasta yang digunakan untuk mengirim hasil produksi perusahaan
tersebut, salah satu contoh adalah Pelabuhan LNG Arun di Aceh, yang digunakan
untuk mengirim gas alam cair ke daerah/negara lain, Pelabuhan Pabrik
Aluminium di Sumatra Utara (Kuala Tanjung), yang melayani import bahan baku
bouksit dan eksport aluminium ke daerah/negara lain.

Pelabuhan Pengangkutan Batu Bara

2.2 Segi kegunaan


1. Pelabuhan Barang
Pelabuhan ini mempunyai dermaga yang dilengkapi dengan fasilitas untuk
bongkar muat barang, seperti:
a. Dermaga harus panjang dan mampu menampung seluruh panjang kapal sekurang-
kurangnya 80% dari panjang kapal. Hal ini disebabkan oleh proses bongkar muat barang
melalui bagian depan maupun belakang kapal dan juga di bagian tengah kapal.
b. Pelabuhan barang harus memiliki halaman dermaga yang cukup lebar, untuk keperluan
bongkar muat barang, yang berfungsi untuk mempersiapkan barang yang akan dimuat
di kapal, maupun barang yang akan di bongkar dari kapal dengan menggunakan kran.
Bentuk halaman dermaga ini beranekaragam tergantung pada jenis muatan yang ada,
seperti :
1. Barang-barang potongan (general cargo), yaitu barang yang dikirim dalam bentuk
satuan seperti mobil, truk, mesin, serta barang yang dibungkus dalam peti, karung,
drum dan lain sebagainya.
2. Muatan lepas (bulk cargo), yaitu barang yang dimuat tanpa pembungkus, seperti batu
bara, biji besi, minyak dan lain sebagainya.
3. Peti kemas (Container), yaitu peti yang ulkurannya telah distandarisasi dan teratur
yang berfungsi sebagai pembungkus barang-barang yang dikirim.
c. Mempunyai transito dibelakang halaman dermaga
d. Memiliki akses jalan maupun halaman untuk pengambilan/pemasukan barang dari
gudang maupun menuju gudang, serta adanya fasilitasreparasi.

Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara

2. Pelabuhan Penumpang
Seperti halnya pelabuhan barang, pelabuhan penumpang juga melayani bongkar muat
barang, namun pada pelabuhan penumpang, barang yang dibongkarcenderung lebih sedikit.
Pelabuhan penumpang, lebih melayani segala kegiatanyang berhubungan dengan kebutuhan orang
bepergian, oleh karena itu daerah belakang dermaga lebih difungsikan sebagai stasiun/terminal
penumpang yang dilengkapi dengan kantor imigrasi, keamanan, direksi pelabuhan, maskapai
pelayaran dan lain sebagainya.

Pelabuhan Gilimanuk, Pulau Bali


3. Pelabuhan Campuran
Pelabuhan campuran ini lebih diutamakan untuk keperluan penumpang dan barang,
sedangkan untuk minyak masih menggunakan pipa pengalir. Pelabuhan ini biasanya merupakan
pelabuhan kecil atau pelabuhan yang masih berada dalam taraf perkembangan.

4. Pelabuhan Minyak
Pelabuhan minyak merupakan pelabuhan yang menangani aktivitas pasokanminyak. Letak
pelabuhan ini biasanya jauh dari keperluan umum sebagai salah satu faktor keamanan. Pelabuhan
ini juga biasanya tidak memerlukan dermaga/pangkalan yang harus dapat menampung muatan
vertikal yang besar,karena cukup dengan membuat jembatan perancah atau tambatan yang lebih
menjorok ke laut serta dilengkapi dengan pipa-pipa penyalur yang diletakkan persis dibawah
jembatan, terkecuali pada pipa yang berada di dekat kapal harus diletakkan diatas jembatan guna
memudahkan penyambungan pipa menuju kapal. Pelabuhan ini juga dilengkapi dengan penambat
tambahan untuk mencegah kapal bergerak pada saat penyaluran minyak.
Pelabuhan Dumai, Riau

5. Pelabuhan Ikan
Pelabuhan ini lebih difungsikan untuk mengakomodasi para nelayan. Biasanya pelabuhan
ini dilengkapi dengan pasa lelang, alat pengawet, persediaan bahan bakar, hingga tempat yang
cukup luas untuk perawatan alat penangkap ikan. Pelabuhan ini tidak membutuhkan perairan yang
dalam, karena kapal penambat yang digunakan oleh para nelayan tidaklah besar.

Pelabuhan Ratu, Sukabumi


6. Pelabuhan Militer
Pelabuhan ini lebih cenderung digunakan untuk aktivitas militer. Pelabuhan ini memiliki
daerah perairan yang cukup luas serta letak tempat bongkar muat yang terpisah dan memiliki letak
yang agak berjauhan. Pelabuhan ini berfungsi untuk mengakomodasi aktifitas kapal perang.

Pelabuhan Militer, Pulau Natuna

3. Definisi Pelabuhan
Menurut Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 2001 Pasal 1 ayat 1, tentang Kepelabuhanan,
pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas - batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai
tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai
tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.

Menurut Triatmodjo (1992) pelabuhan (port) merupakan suatu daerah perairan yang
terlindung dari gelombang dan digunakan sebagai tempat berlabuhnya kapal maupun kendaraan
air lainnya yang berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, barang maupun hewan,
reparasi, pengisian bahan bakar dan lain sebagainya yang dilengkapi dengan dermaga tempat
menambatkan kapal, kran-kran untuk bongkar muat barang, gudang transito, serta tempat
penyimpanan barang dalam waktu yang lebih lama, sementara menunggu penyaluran ke daerah
tujuan atau pengapalan selanjutnya. Selain itu, pelabuhan merupakan pintu gerbang serta
pemelancar hubungan antar daerah, pulau bahkan benua maupun antar bangsa yang dapat
memajukan daerah belakangnya atau juga dikenal dengan daerah pengaruh. Daerah belakang ini
merupakan daerah yang mempunyai hubungan kepentingan ekonomi, sosial, 9 maupun untuk
kepentingan pertahanan yang dikenal dengan pangkalan militer angkatan laut.

4. Arti Penting Pelabuhan

Sebagai negara kepulauan/maritim,permanen pelayaran adalah sangat penting bagi


kehidupan sosial, ekonomi, pemeritahan, pertahanan/keamanan, dan sebagainya. Bidang kegiatan
pelayaran sangat luas yang meliputi angkutan penumpang dan barang, penjagaan pantai,
hidrografi, dan masih banyak lagi jenis pelayaran lainnya.

Bidang Kegiatan pelayaran dapat dibedakan menjadi dua yaitu pelayaran niaga dan bukan
niaga. Pelayaran niaga adalah usaha pengangkutan barang, terutama barang dagangan, melalu laut
antar pulau atau pelabuhan. Pelayaran bukan niaga meliputi pelayaran kapal patroli, survey
kelauan, dan sebagainya. (Perencanaan Pelabuhan, Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, 2009)

Kapal dengan sarana pelayaran mempunyai peran yang sangat penting dalam sistem
angkutan laut. Hampir semua barang impor, ekspor dan muatan dalam jumlah yang sangat besar
diangkut dengan menggunakan kapal laut, walaupun diantara tempat-tempat dimana
pengangkutan dilakukan terdapat fasilitas angkutan lain yang berupa angkutan laut dan udara. Hal
ini mengingat bahwa kapal mempunyai kapasitas yang jauh lebih besar daripada sarana angkutan
lainnya. Sebagai contoh pengangkutan minyak yang mencapai puluha atau bahkan ratusan ribu
ton, apabila harus diangkut dengan truk tangki memerlukan ribuan kendaraan dan tenaga kerja.
Misalkan kapal tanker 10.000DWT bisa mengangkut minyak 10.000 ton atau sekitar 12.000.000
liter yang setara dengan 1000 truk gandeng dengan kapasitas 12000 liter. Dengan demikian untuk
muatan dalam jumlah besar, angkutan dengan kapal akan memerlukan waktu lebih singkat, tenaga
kerja lebih sedikit dan biaya lebih murah. Selain itu untuk angkutan barang antar pulau atau negara,
kapal merupakan sarana yang paling sesuai. . (Perencanaan Pelabuhan, Prof. Dr. Ir. Bambang
Triatmodjo, 2009)

5. Pengelolaan Pelabuhan di Indonesia

Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah pengelolaan


pelabuhan, di antaranya UU No.21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah,
UU No. 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota, PP No.69 Tahun
2001 tentang Kepelabuhanan, serta UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Di antara peraturan perundang-undangan tersebut di atas, yang mengatur masalah
pengelolaan pelabuhan secara khusus adalah PP No.69 Tahun 2001. sedangkan peraturan
perundang-undangan yang lain tidak mengatur baik secara eksplisit.
Dalam Pasal 11 PP no.69 Tahun 2001 disebutkan bahwa pengelolaan pelabuhan nasional,
internasional dan hub port (pengumpul) diserahkan kepada BUMN, dalam hal ini PT. Pelabuhan
Indonesia (Pelindo). Namun demikian, di sisi lain, UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.34 Tahun
1999 mengisyaratkan adanya pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada
pemerintahan daerah.
Penerapan dari peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan oleh aparat
pemerintahan terjadi gesekan, terutama dalam hal interpretasi. Di satu pihak, pemda merasa
memiliki kewenangan untuk mengelola pelabuhan yang menjadi yurisdiksi pusat (seperti yang
tercantum Pasal 11 PP No.69 Tahun 2001). Pertimbangan interpretasi ini adalah asas lex superiori
derogat legi inferiori. Bahwa PP tidak boleh bertentangan dengan UU yang hirarkhinya lebih
tinggi, yaitu UU No.32 Tahun 2004.
Sementara, pemerintah pusat, dalam hal ini Depertemen Perhubungan dan PT. Pelindo
berpijak pada asas lex specilais derogat legi generalis. Alasannya, bahwa baik UU No.32 Tahun
2004 maupun UU No.34 Tahun 1999 tidak mengatur baik secara eksplisit maupun implisit
mengenai pengelolaan pelabuhan. Sehingga persoalan ini harus tunduk pada PP No.69 tahun 2001,
selama PP ini belum diubah.
Pasal 21 ayat (4) UU No.21 Tahun 1992 menyebutkan bahwa pengelolaan pelabuhan yang
dilaksanakan secara terkoordinir antara kegiatan pemerintahan dan kegiatan pelayaran jasa di
pelabuhan diatur lebih lanjut dengan PP. Sedangkan PP No.69 Tahun 2001 dalam pasal 1 huruf
(7) dan (10) serta Pasal 33 ayat (3) memberikan hak ”monopoli” kepada BUMN yang bergerak di
bidang pelabuhan, yaitu PT. Pelindo.
Pasal 9 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pemerintahan dapat
menetapkan kewenangan khusus dalam wilayah provinsi dan atau kabupaten/kota. Pada ayat (2)
disebutkan bahwa kewenangan khusus ini meliputi perdagangan bebas dan atau pelabuhan bebas
ditetapkan dengan Undang-undang. Artinya, pasal ini mengamanatkan adanya UU khusus yang
mengatur masalah perdagangan bebas dan atau pelabuhan bebas. Selain itu, Pasal 227 secara
implisit juga memberikan wewenang pengelolaan pelabuhan oleh Pemda.
Pasal 1 angka (23) UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyebutkan bahwa
pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan
yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan atau bongkar muat
ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
Kemudian dalam Pasal 7 huruf (j) UU No.31 Tahun 2004 ini disebutkan bahwa dalam
rangka kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri dapat menetapkan sistem pemantauan
kapal perikanan. Artinya bahwa dalam hal pelabuhan perikanan (di mana tempat 19 kapal
perikanan bersandar), ada kewenangan menteri yang bersangkutan untuk memantau kapal
perikanan, dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-undang.
Diskursus masalah pengelolaan pelabuhan oleh pemda mengemuka ketika dikeluarkannya
putusan MA terhadap judicial review PP No.69 Tahun 2001 No. MA/DIT.TUN/90/VI/2004 pada
17 Juni 2004, yang diajukan oleh Forum Deklarasi Balikpapan. Dalam putusan ekstra (extra vonis)
ini dinyatakan bahwa MA mengabulkan sebagian uji materiil terhadap PP tersebut. Kemudian,
diresmikannya pembangunan Pelabuhan Jakarta New Port (JNP) oleh Gubernur Sutiyoso pada
tanggal 26 Juli 2004, semakin mempertajam diskursus ini.

Anda mungkin juga menyukai