Anda di halaman 1dari 10

1.

DEFINISI
Leukemia adalah kanker darah ataupun bone marrow yang ditandai dengan
peningkatan abnormal sel darah putih imatur yang disebut “blast” (Mosby, 1994).
Leukemia dibagi menjadi empat tipe yaitu leukimia akut dan leukimia kronik. Leukimia
akut dibagi menjadi 2 yaituAcute Lymphoblastic Leukimia dan Acute Myelogenous
Leukimiasedangkan leukimia kronik juga dibagi menjadi 2 yaitu Chronic Lmyphocytic
Leukimia dan Chronic Myelogenous Leukimia.

Acute Lymphoblastic Leukimia (ALL) merupaka tipe leukimia paling sering terjadi
pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa terutama telah berumur 65 tahun atau
lebih. Leukemia limfoblastik akut dapat berakibat fatal karena sel-sel yang dalam keadaan
normal akan berkembang menjadi limfosit, pada ALL berubah menjadi ganas dan dengan
segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang. Intinya, leukemia
limfositik akut merupakan proliferasi maligna/ganas limphoblast dalam sumsum tulang yang
disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik.

Acute Myelogenous Leukimia (ALL) adalah suatu keganasan sel limfosit, berupa
proliferasi patologis sel – sel hematopoietik mudah ditandai dengan kegagalan sumsum
tulang memproduksi sel darah (I Hartantyo, 1997).ALL merupakan jenis leukemia dengan
karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang
mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.ALL lebih
sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%). Insiden ALL akan
mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup
2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
FAB (French-American-British) membuat klasifikasi ALL berdasarkan morfologik untuk
lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
a. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen, nucleus
umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit.
b. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih
besar dengan satu atau lebih anak inti.
c. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak, banyak
ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi.
2. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1 Fundamental Pathophysiology Acute Lymphoblastic Leukemia| PSIK 2015
a. Genetik
Keturunan karena adanya penyimpangan kromosomInsidensi leukemia meningkat
pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma
Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya
perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.Resiko leukemia akut yang tinggi
juga terjadi bayi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada
tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia
yang sangat tinggi.
b. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan
adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada
sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang
menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti
dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis
leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.
c. Bahan Kimia dan Obat-obatan
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan
insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. Selain
benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara
lainproduk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang
elektromagnetik. Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere
II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan
kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-
pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom.
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal :
pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
2 Fundamental Pathophysiology Acute Lymphoblastic Leukemia| PSIK 2015
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan
karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan
dapat menyebabkan kerusakan DNA .
3. FAKTOR RESIKO
a. Genetik
b. Penggunaan bahan kimia dan obat-obatan
c. Radiasi

4. EPIDEMOLOGI
Insidensi ALL adalah 1/60.000 orang per tahun dengan 75 % berusia 15 tahun,
insidensi puncaknya usia 3 – 5 tahun. ALL lebih banyak di temukan pada pria dari pada
perempuan. Saudara kandung dari pasien ALL mempunyai resiko 4 kali lebih besar
untuk berkembang menjadi, ALL, sedangkan kembar monozigot dari pasien ALL
mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi ALL.

5. PATOFISIOLOGI
Pada LLA, progenitor limfoid mengalami disregulasi proliferasi dan ekspansi klonal.
Pada sebagian besar kasus, patofisiologi dari transformasi sel limfoid menunjukkan
gangguan ekspresi gen yang memproduksi perkembangan normal sel B dan sel T.
Virus penyebab LLA akan mudah masuk ke tubuh manusia jika struktur antigennya
sesuai dengan struktur antigen manusia. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur
antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di
permukaan tubuh. Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HL-A
(Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum
genetika sehingga adanya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukimia tidak
dapat diabaikan (Ngastiyah, 2005).

Pada pasien LLA terjadi proliferasi patologis sel-sel limfoid muda di sumsum tulang.
Ia akan mendesak sistem hemopoietik normal lainnya, seperti eritropoietik,
trombopoietik dan granulopoietik, sehingga sumsum tulang didominasi sel blast dan sel-

3 Fundamental Pathophysiology Acute Lymphoblastic Leukemia| PSIK 2015


sel leukemia hingga mereka menyebar (berinfiltrasi) sampai ke darah tepi dan organ
tubuh lainnya.
Kelainan sitogenetik yang sering ditemukan, terutama pada pasien dewasa
adalah: t(9;22)/ translokasi kromosom 9 dan 22/ fusi gen BCR-ABL/ kromosom
philadelphia (CML); atau t(4;11)/ translokasi kromosom 4 dan 11/ ALL1-AF4. Jika
terjadi translokasi semacam ini maka ia akan mengaktifkan jalur proliferasi dan
pertumbuhan sel secara abnormal sehingga terjadi leukemia. Kelainan yang lain bisa
pada karyotipe hipdiploid dan t(10;14), atau karena hilangnya atau inaktivnya gen
supresor tumor seperti p16 dan p15, Rb dan p53.

6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah, panas tanpa infeksi, purpura,
nyeri tulang dan sendi, macam-macam infeksi, penurunan berat badan, dan sering
ditemukan suatu massa abnormal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan splenomegali
(86%), hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan perdarahan
retina.

4 Fundamental Pathophysiology Acute Lymphoblastic Leukemia| PSIK 2015


Gejala klinik leukemia akut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya timbul cepat,
dalam beberapa hari sampai minggu. Gejala leukemia akut dapat digolongkan menjadi
tiga yaitu;
1. Gejala kegagalan sumsum tulang:
a. Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah. Ditandai dengan berkurangnya
konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang.
Anak yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang
sesak nafas.
b. Neutropenia menimbulkan infeksi yang ditandai demam, malaise, infeksi rongga
mulut, tenggorokan, kulit, saluran napas, dan sepsis sampai syok septic.
c. Trombositopenia menimbulkan easy bruising, memar, purpura perdarahan kulit,
perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan epistaksis. Tanda-tanda
perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi,
hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia.
Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar
trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
2. Keadaan hiperkatabolik yang ditandai oleh:
a. Kaheksia
b. Keringat malam
c. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain seperti:
a. Nyeri tulang dan nyeri sternum
b. Limfadenopati superficial
c. Splenomegali atau hepatomegali biasanya ringan
d. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
e. Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk.
f. Ulserasi rectum, kelainan kulit.
g. Manifestasi ilfiltrasi organ lain yang kadang-kadang terjadi termasuk
pembengkakan testis pada ALL atau tanda penekanan mediastinum (khusus
pada Thy-ALL atau pada penyakit limfoma T-limfoblastik yang mempunyai
hubungan dekat)
4. Gejala lain yang dijumpai adalah:
a. Leukositosis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/µL. penderita dengan
leukositosis serebral ditandai oleh sakit kepala, confusion, dan gangguan visual.
5 Fundamental Pathophysiology Acute Lymphoblastic Leukemia| PSIK 2015
Leukostasis pulmoner ditandai oleh sesak napas, takhipnea, ronchi, dan adanya
infiltrasi pada foto rontgen.
b. Koagulapati dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer. DIC lebih sering
dijumpai pada leukemia promielositik akut (M3). DIC timbul pada saat
pemberian kemoterapi yaitu pada fase regimen induksi remisi.
c. Hiperuricemia yang dapat bermanifestasi sebagai arthritis gout dan batu
ginjal.
d. Sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum terapi, terutama pada ALL.
Tetapi sindrom lisis tumor lebih sering dijumpai akibat kemoterapi.
(Bakta,I Made, 2007 :126-127).

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk menegakkan diagnosis LLA, tetap dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan lab yang meliputi: Hitung darah lengkap, sediaan apus darah tepi, kadar
fibrinogen, kimia darah, golongan darah dan HLA (human leukocyte antigen). Bisa juga
dilakukan pemeriksaan foto toraks, punksi lumbal dan aspirasi serta biopsi sumsum
tulang untuk diagnosis pastinya.
 Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan Apus Darah Tepi
o Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Jumlah
leukosit biasanya berbanding langsung dengan jumlah blas. Jumlah leukosit neutrofil
seringkali rendah
o Hiperleukositosis (> 100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat
melebih 200.000/mm3.
o Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia
o Proporsi sel blast pada hitung leukosit bervariasi dari 0-100%
o Hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3
o Kadar hemoglobin rendah
b. Aspirasi dan Biopsi sumsum tulang
Apus sumsum tulang tampak hiperselular dengan limpoblast yang sangat banyak lebih
dari 90% sel berinti pada ALL dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh
sel-sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch
imprintdari jaringan biopsy penting untuk evaluasi gambaran sitologi.
c. Sitokimia

6 Fundamental Pathophysiology Acute Lymphoblastic Leukemia| PSIK 2015


Pada LLA, pewarnaan Sudan Black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil
yang negative. Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula
primer dari precursor granulositik yang dapat dideteksi pada sel blast AML.
Sitokimia berguna untuk membedakan precursor B dan B-LLA dari T-LLA. Pewarnaan
fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang gans, sedangkan sel B dapat
memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic acid Schiff (PAS). TdT yang
diekspresikan oleh limpoblast dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau
flow cytometry
d. Imunofenotif (dengan sitometri arus/ Flow cytometry)

8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis yang digunakan pada Leukemia Limfoblastik Akut adalah
dengan kemoterapi. Kemoterapi merupakan proses pengobatan yang menggunakan preparat
antineoplastik dengan tujuan membunuh sel kanker serta memperlambat pertumbuhan sel
kanker dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular (Bowden, et al.,2008).

Menurut Bowden, et al.,2008 , Kemoterapi pada Leukemia Limfoblastik Akut umunya


terjadi bertahap, meskipun tidak semua fase itu digunakan oleh semua orang

1. Tahap 1 atau Terapi Induksi Remisi


Tujuan dari tahap pertama ini adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel
leukemia didalam darah dan sumsum tulang. Terapi ini biasanya memerlukan
perawatan dirumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah
normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan
kemoterapi kombinasi yaitu dengan daunorubisin, vincristin, prednison dan
asparaginase.
2. Tahap 2 atau Terapi Konsolidasi
Setelah remisi komplit, kemudian dilakukan intensifikasi yang bertujuan
mengeliminasi sel yang resisten terhadap obat dimana terapi ini dilakukan setelah 6
bulan kemudian.
3. Tahap 3 atau Profilaksis SSP
Profilaksis SSP sangat penting diberikan untuk pasien Leukemia Limfoblastik
Akut karena untuk mencegah kekambuhan SSP. Pada tahap ini menggunakan obat
kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi denga
tujuan untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.
7 Fundamental Pathophysiology Acute Lymphoblastic Leukemia| PSIK 2015
4. Tahap 4 atau Pemeliharaan Jangka Panjang
Tahap ini bertujuan untuk mempertahankan masa remisi yang biasanya
memerlukan waktu 2 sampai 3 tahun.
Menurut Hoffbrand dan Pettit,1987, Selain kemoterapi penatalaksanaan yang
dilakukan untuk pasien leukemia limfoblastik akut adalah dengan
1. Terapi untuk mengatasi anemia yaitu transfusi PRC, dengan tujuan untuk
meningkatkan atau mempertahankan hemoglobin pada pasien.
2. Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik yang terdiri atas :
antibiotika adekuat, transfusi konsentrat granulosit, isolasi atau perawatan khusus dan
hemopoitic growth factor atau G-CSF
3. Terapi untuk mengatasi pendarahan terdiri atas transduse konsentrat trombosit untuk
mempertahankan trombosit minimal 10x106/ml yang idealnya diatas 20x106/ml. dan
pada M3 diberikan Heparin untuk mengatasi DIC
4. Terapi untuk mengatasi hal lain-lain yaitu pengelolaan leukositas dan pengelolaan
sindrom lisis tumor.

9. PENCEGAHAN
1. Melakukan deteksi dini pada leukemia limfoblastik akut yaitu dengan mewaspadai
terjadinya pendarahan, infeksi, demam berkepanjangan yang tanpa diketahui apa
penyebabnya, adanya benjolan tanpa nyeri pada kelenjar getah bening dan perut.
2. Menghindari kontak langsung dengan radiasi, bahan beracun seperti benzena dan
beberapa obat kemoterapi yang diduga berperan dalam terjadinya leukemia.

10. KOMPLIKASI
1. Infeksi
Komplikasi yang sering ditemukan dalam terapi kanker pada masa anak-anak
adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder karena neutropenia. Penggunaan faktor
yang menstimulasi koloni granulosit tmengurangi insidensi dan durasi infeksi pada
anak-anak yang mendapat terapi kanker. (Wong,2009:1142)
2. Pendarahan
Karena infeksi meningkat, kecenderungan pendarahan lebih mudah terinfeksi.
Maka anak - anakvdianjurkan untuk menghidari aktivitas yang menyebabkan
pendarahan seperti memanjat pohon, bermain dengan menggunakan pisau, skate
board dan lain sebagainya. (Wong,2009:1142)
8 Fundamental Pathophysiology Acute Lymphoblastic Leukemia| PSIK 2015
3. Anemia
Pada awalnya, anemia dapat menjadi berat akibat pergantian total sumsum
tulang oleh sel-sel leukemia. Selama terapi induksi remisi, transfusi darah mungkin
diperlukan. Tindakan kewaspadaan yang biasa dilakukan dalam anak yang menderita
anemia harus dilaksanakan. (Wong,2009:1142)

9 Fundamental Pathophysiology Acute Lymphoblastic Leukemia| PSIK 2015


DAFTAR PUSTAKA

Hartantyo, Rudy Susanto, Mudrik Tamam, Sholeh Kosim, Irawan, Dwi Wastorodan Sudigbia.
Pedoman pelayanan medik anak. Semarang : FK UNDIP; 1997

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.2.
Tucke.

Berhman, Kliegman Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi 15. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo . Principles
and Practice of Pediatric Oncology. 15th ed. 2006:538-90.3.

Hoffbrand, A.V dan Pettit,J.E.1987. Kapita Selekta Hematologi Ed;II. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

http://www.informasikedokteran.com/2015/08/leukemia-limfoblastik-akut.html (diakses pada 8


September 2016, pukul 04.00)

10 Fundamental Pathophysiology Acute Lymphoblastic Leukemia| PSIK 2015

Anda mungkin juga menyukai