Anda di halaman 1dari 11

Maksud pergaulan dalam islam

Istilah pergaulan atau dalam bahasa Arabnya 'ikhtilat' yang membawa maksud pergaulan atau
percampuran antara wanita dan lelaki adalah terminologi yang baru diperkenalkan dalam Islam. Istilah
pergaulan atau percampuran atau Ikhtilat adalah membawa konotasi dan makna yang tidak sesuai dengan
Islam. Istilah yang tepat ialah Liqa' (pertemuan) atau musyarakah (penyertaan) di antara lelaki dan
wanita. pergaulan sepatutnya ditakrif sebagai batas pertemuan atau penyertaan antara lelaki dan
wanita

Yang harus kita lakukan ialah bekerja sama dalam kebaikan serta tolong-menolong dalam kebajikan
dan takwa, dalam batas-batas hukum yang telah ditetapkan oleh Islam. Batas-batas hukum tersebut
antara lain:?

1. Menahan pandangan dari kedua belah pihak.

Ertinya, tidak boleh melihat aurat, tidak boleh memandang dengan syahwat, tidak berlama-lama
memandang tanpa ada keperluan. Allah berfirman:

`Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat.` Katakanlah kepada wanita yang beriman, Hendaklah mereka
menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. ..`(an-Nur: 30-31)

2. Pihak wanita harus mengenakan pakaian yang sopan yang dituntunkan syara`

Iaitu pakaian yang menutup seluruh tubuh selain muka dan telapak tangan. Jangan yang nipis dan jangan
dengan potongan yang menampakkan bentuk tubuh. Allah berfirman:

`… dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak daripadanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya …` (an-Nur: 31 )

Diriwayatkan dari beberapa sahabat bahawa perhiasan yang biasa tampak ialah muka dan tangan.

Allah berfirman mengenai sebab diperintahkan- Nya berlaku sopan:

`… Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, kerana itu mereka tidak diganggu …` (al-
Ahzab: 59)

Dengan pakaian tersebut, dapat dibezakan antara wanita yang baik-baik dengan wanita nakal. Terhadap
wanita yang baik-baik, tidak ada laki-laki yang suka mengganggunya, sebab pakaian dan kesopanannya
mengharuskan setiap orang yang melihatnya untuk menghormatinya.

3. Mematuhi adab-adab wanita muslimah dalam segala hal, terutama dalam pergaulannya dengan laki-
laki:
a. Dalam perkataan, harus menghindari perkataan yang merayu dan membangkitkan rangsangan. Allah
berfirman:

`… Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit
dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.` (al-Ahzab: 32)?

b.Dalam berjalan, jangan memancing pandangan orang. Firman Allah

`… Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. ..`
(an-Nur: 31)

Hendaklah mencontoh wanita yang disebutkan oleh Allah dengan firman-Nya:

`Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan …` (al-
Qashash: 25)?

c. Dalam gerak, jangan berlenggak-lenggok, seperti yang disebut dalam hadits:

`(Yaitu) wanita-wanita yang menyimpang dari ketaatan dan menjadikan hati laki-laki cenderung kepada
kerusakan (kemaksiatan) .(HR Ahmad dan Muslim)

Jangan sampai ber-tabarruj (menampakkan aurat) sebagaimana yang dilakukan wanita-wanita jahiliah
dulu atau pun jahiliah modern.

4. Menjauhkan diri dari bau-bauan yang harum dan warna-warna perhiasan yang seharusnya dipakai di
rumah, bukan di jalan dan di dalam pertemuan-pertemuan dengan kaum laki-laki.

5. Jangan berduaan (laki-laki dengan perempuan) tanpa disertai mahram.

Banyak hadits sahih yang melarang hal ini seraya mengatakan, `Kerana yang ketiga adalah syaitan.`

Jangan berduaan sekalipun dengan kerabat suami atau istri. Sehubungan dengan ini, terdapat hadits yang
berbunyi:

`Jangan kamu masuk ke tempat wanita.` Mereka (sahabat) bertanya, `Bagaimana dengan ipar wanita.`
Beliau menjawab, `Ipar wanita itu membahayakan. ` (HR Bukhari)

Maksudnya, berduaan dengan kerabat suami atau istri dapat menyebabkan kebinasaan, kerana boleh jadi
mereka duduk berlama-lama hingga menimbulkan fitnah.

Pertemuan itu pada batas keperluan yang dikehendaki untuk bekerja sama, tidak berlebih-lebihan yang
dapat mengeluarkan wanita dari naluri kewanitaannya, menimbulkan fitnah, atau melalaikannya dari
kewajpan sucinya mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak.

Menutup Aurat

Kita tahu bahawa semua bahagian tubuh yang tidak boleh dinampakkan, adalah aurat. Oleh kerana itu dia
harus menutupinya dan haram dibuka. Aurat perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki lain atau
perempuan yang tidak seagama, iaitu seluruh badannya, kecuali muka dan dua tapak tangan. Demikian
menurut pendapat yang lebih kuat.
Kerana dibolehkannya membuka kedua anggota tersebut –seperti kata ar-Razi– adalah kerana ada suatu
kepentingan untuk bekerja, mengambil dan memberi. Oleh kerana itu orang perempuan diperintah untuk
menutupi anggota yang tidak harus dibuka dan diberi rukhsah untuk membuka anggota yang biasa
terbuka dan mengharuskan dibuka, justru syariat Islam adalah suatu syariat yang toleran. Ar-Razi
selanjutnya berkata: `Oleh kerana membuka muka dan kedua tapak tangan itu hampir suatu keharusan,
maka tidak salah kalau para ulama juga bersepakat, bahawa kedua anggota tersebut bukan aurat.`

Kholwah

Kholwah adalah bersendirian dengan seorang perempuan lain (ajnabiyah). Yang dimaksud perempuan
lain, yaitu: bukan isteri, bukan salah satu kerabat yang haram dikawin untuk selama-lamanya, seperti ibu,
saudara, bibi dan sebagainya.

Ini bukan bererti menghilangkan kepercayaan kedua belah pihak atau salah satunya, tetapi demi menjaga
kedua insan tersebut dari perasaan-perasaan yang tidak baik yang biasa bergelora dalam hati ketika
bertemunya dua jenis itu, tanpa ada orang ketiganya. Dalam hal ini Rasulullah bersabda sebagai berikut :

`Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan
seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, kerana yang ketiganya ialah syaitan.` (Riwayat
Ahmad)

`Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu menyendiri dengan seorang perempuan, kecuali bersama
mahramnya.`

Melihat Jenis Lain dengan Bersyahwat

Di antara sesuatu yang diharamkan Islam dalam hubungannya dengan masalah gharizah, yaitu pandangan
seorang laki-laki kepada perempuan dan seorang, perempuan memandang laki-laki. Mata adalah
kuncinya hati, dan pandangan adalah jalan yang membawa fitnah dan sampai kepada perbuatan zina.

`Katakanlah kepada orang-orang mu`min laki-laki: hendaklah mereka itu menundukkan sebagian
pandangannya dan menjaga kemaluannya (an-Nur: 30-31)

Menundukkan Pandangan

Yang dimaksud menundukkan pandangan itu bukan bererti memejamkan mata dan menundukkan kepala
ke tanah. Bukan ini yang dimaksud dan ini satu hal yang tidak mungkin. Hal ini sama dengan menundukkan
suara seperti yang disebutkan dalam al-Quran dan tundukkanlah sebagian suaramu (Luqman 19). Di sini
tidak bererti kita harus membungkam mulut sehingga tidak berbicara.

Tetapi apa yang dimaksud menundukkan pandangan, yaitu: menjaga pandangan, tidak dilepaskan begitu
saja tanpa kendali sehingga dapat menelan perempuan-perempuan atau laki-laki yang beraksi.

Pandangan yang terpelihara, apabila memandang kepada jenis lain tidak mengamat-amati kecantikannya
dan tidak lama menoleh kepadanya serta tidak melekatkan pandangannya kepada yang dilihatnya itu.

Oleh kerana itu pesan Rasulullah kepada Sayyidina Ali :

`Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada
pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh.` (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
Rasulullah s.a.w. menganggap pandangan liar dan menjurus kepada lain jenis, sebagai suatu perbuatan
zina mata. Sabda beliau : `Dua mata itu bisa berzina, dan zinanya ialah melihat.` (Riwayat Bukhari)

Tabarruj

Tabarruj ini mempunyai bentuk dan corak yang bermacam-macam yang sudah dikenal oleh orang-orang
banyak sejak zaman dahulu sampai sekarang. Ahli-ahli tafsir dalam menafsirkan ayat yang mengatakan :

`Dan tinggallah kamu (hai isteri-isteri Nabi) di rumah-rumah kamu dan jangan kamu menampak-
nampakkan perhiasanmu seperti orang jahiliah dahulu.` (Ahzab: 33)

sebagai berikut: -

Mujahid berkata: Perempuan ke luar dan berjalan di hadapan laki-laki.?

Qatadah berkata: Perempuan yang cara berjalannya dibikin-bikin dan menunjuk-nunjukkan.

Muqatil berkata: Yang dimaksud tabarruj, yaitu melepas kudung dari kepala dan tidak diikatnya, sehingga
kalung, kriul dan lehernya tampak semua.

Cara-cara di atas adalah macam-macam daripada tabarruj di zaman jahiliah dahulu, yaitu: bercampur
bebas dengan laki-laki, berjalan dengan melenggang, kudung dan sebagainya tetapi dengan suatu mode
yang dapat tampak keelokan tubuh dan perhiasannya.

Jahiliah pada zaman kita sekarang ini ada beberapa bentuk dan macam tabarruj yang kalau diukur dengan
tabarruj jahiliah, maka tabarruj jahiliah itu masih dianggap sebagai suatu macam pemeliharaan.

Batas pergaulan lelaki dan perempuan

by admin on July 11, 2011

ALAM remaja adalah alam yang sangat mencabar sehingga disebut nabi dalam satu senarai orang
kenamaan akhirat adalah remaja yang terselamat dan menyelamatkan diri daripada zina.

Maksud hadis: “Lelaki yang apabila diajak perempuan cantik berzina lalu berkata, ‘sesungguhnya aku takut
kepada Allah.’”

Sebagai satu agama yang amat hebat, Islam menampilkan cara pengawalan yang sangat berkesan dalam
mengatasi penyakit seksual iaitu sebagaimana dalam firman Allah yang kita baca di atas, perkataan
‘jangan kamu hampiri zina.’
Kalau hampiri sudah dilarang dan ditegah, apatah lagi melakukannya. Menghampiri bermakna apa saja
perbuatan yang menjadi penyebab, pendorong, keinginan dan sebagainya, adalah haram.

Kalau ada pendorong mudah datang keinginan diulit bisikan syaitan sama merelakan pula, terjadilah
perbuatan terkutuk yang saban hari kita lihat dan dengar iaitu remaja melahirkan anak luar nikah.

Semuanya bermula dengan pergaulan bebas tanpa batas, berkawan tak salah yang salahnya bila
melampaui batas. Kali ini penulis tampilkan batas-batas dalam pergaulan supaya menjadi bimbingan
kepada khalayak remaja sekalian, iaitu:

Pandangan

Pertemuan

Percakapan

Berjabat tangan

Bersentuhan badan

Pandangan yang dimaksudkan di sini adalah pandangan yang biasa bukan bertujuan untuk menimbulkan
hawa nafsu sama ada dari pihak lelaki atau perempuan.

Bagi kaum lelaki, Allah s.w.t memberi peringatan di dalam firman-Nya dalam Surah An-Nur ayat 30 yang
bermaksud: “Katakanlah olehmu (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman, hendaklah
mereka memejamkan setengah dari pandangan mereka…”

Bagi kaum perempuan juga Allah s.w.t memberi peringatan-Nya sebagaimana maksud Surah An-Nur ayat
31 “Katakanlah olehmu (wahai Muhammad) kepada orang-orang perempuan yang beriman hendaklah
mereka memejamkan (tidak tengok) setengah dari pandangan mereka…” dari kedua-dua ayat itu kita
dapat menafsirkan bahawa kita boleh memandang seseorang yang berlainan jantina sekadar yang perlu
sahaja.

Pandangannya pula tidak keterlaluan atau memandang melampaui batas sehingga menerbitkan hawa
nafsu sesama sendiri. Hanya dengan pandangan saja kita percaya hawa nafsu akan menguasai dan syaitan
mudah menggoda akhirnya mendorong mereka ke arah kancah maksiat.

Maksud pertemuan di antara lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya di tempat sunyi.

Dalam konteks hari ini lebih di kenali dengan istilah ‘khalwat’ mengikut kebiasaannya apabila dua orang
yang bukan mahramnya bertemu di tempat sunyi, mereka akan mudah terdorong untuk melakukan
maksiat.

Dalam hal ini Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat maka janganlah ia melakukan pertemuan dengan seorang perempuan tanpa disertai
mahramnya kerana sesungguhnya yang ketiga itu tentulah syaitan.” (Riwayat Bukhari, Muslim dan lain-
lain)

Dari hadis di atas dapat kita membuat kesimpulan bahawa Allah melarang pertemuan di antara lelaki dan
perempuan yang bukan mahramnya di tempat-tempat sunyi dan jauh dari pandangan orang ramai.
Percakapan atau perbualan yang dimaksudkan di sini ialah apabila dua orang individu yang bukan
mahramnya bertemu dan bercakap-cakap dengan tujuan tertentu yang boleh mendatangkan syak
wasangka.

Dalam soal ini bukan bermakna antara lelaki dan perempuan tidak untuk bergaul dan bercakap-cakap,
Islam tidak melarangnya, tetapi percakapan yang dibenarkan ialah mempunyai tujuan yang tertentu atau
urusan yang penting sahaja.

Larangan itu dibuat semata-mata untuk menghindari pandangan serong atau fitnah orang terutama sekali
kaum perempuan.

Berjabat tangan bermaksud menghulurkan dan menyambut tangan orang lain tanda hubungan
silaturahim antara mereka, perlakuan itu meliputi lelaki dengan lelaki dan perempuan dengan perempuan
atau sebaliknya.

Menurut Islam hukum berjabat tangan antara lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya adalah
haram. Siti Aisyah r.a ada berkata: “…demi Allah, tidak pernah Rasulullah s.a.w menyentuh tangan seorang
perempuan lain yang bukan mahramnya, hanya baginda membai’ah mereka dengan percakapan.”
(Riwayat Imam Ahmad)

Bersentuhan badan bermakna apabila berlaku pertemuan mana-mana anggota tubuh badan antara lelaki
dan perempuan yang bukan mahramnya.

Sentuhan di sini lebih bermaksud sentuhan dengan sengaja, lebih-lebih lagi hingga menerbitkan keinginan
nafsu. Rasulullah s.a.w pernah bersabda yang maksudnya: “Sesungguhnya jika kepala seseorang dari
kamu ditikam dengan jarum besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh seorang perempuan yang
tidak halal baginya.”

Dari hadis di atas dapatlah kita mentakrifkan bahawa persentuhan badan antara lelaki dan perempuan
bukan mahram adalah dilarang keras Allah s.w.t.

Ustaz Zawawi Yusoh

BATAS-BATAS PERGAULAN ANTARA LELAKI DAN PEREMPUAN DALAM MASYARAKAT ISLAM KINI: SATU
HURAIAN HUKUM ISLAM SEMASA

Oleh: Prof Madya Dr. Anisah Ab Ghani

PENDAHULUAN

Allah s.w.t mencipta manusia lelaki dan perempuan. Ia juga mencipta Syariat untuk mereka. Dalam Syariat
Islam ada sesetengah hukum atau peraturan berbeza di antara lelaki dan perempuan dan ada yang tidak
berbeza. Dalam melaksanakan tanggungjawab masing-masing kadangkala berlaku pergaulan di antara
lelaki dan perempuan, lebih-lebih lagi dalam masyarakat kini. Penulisan ini cuba melihat sejauhmana
batas-batas pergaulan yang dilarang dan dibolehkan dalam Syariat Islam.
PENGERTIAN PERGAULAN

Pergaulan dalam bahasa Arab disebutkan ikhtilat berasal daripada kalimah “khalata yakhlutu khaltan”
yang bererti bercampur.[1]

Maksud pergaulan (ikhtilat) dalam perbincangan ini ialah bergaul atau bercampur di antara lelaki
dan perempuan ajnabi (yang sah kahwin) di satu tempat yakni berlaku interaksi dalam bentuk pandang-
memandang atau perbuatan di antara seseorang dengan lain. Ertinya, ia berlaku antara tiga orang atau
lebih. Ia berbeza dengan khalwat yang hanya terdiri dari dua orang sahaja.

HUKUM PERGAULAN DI ANTARA LELAKI DAN PEREMPUAN

Hukum asal pergaulan antara lelaki dan perempuan ajnabi (harus nikah) adalah haram. Namun demikian,
pengharaman ini tidak didasarkan kepada nas yang sarih kerana tiada nas sarih mengenai kes ini.
Pengharamannya hanya diasaskan kepada hukum lain ynag pada asalnya dikhususkan bagi kaum wanita
kerana dalam hukum-hukum terbabit terdapat unsur-unsur pergaulan antara lelaki dan perempuan
ajnabi. Hukum-hukum yang dimaksudkan ialah; larangan berkhalwat dan musafir tanpa mahram, solat
berjemaaah di masjid bagi wanita, hukum jihad bagi wanita-wanita dan hukum solat jumaat bagi wanita.

1. Larangan Berkhalwat dan Musafir tanpa mahram

Perempuan dilarang bermusafir bersendirian tanpa mahram dan dilarang berkhalwat dengan lelaki ajnabi
(sah kawin dengannya).

Kedua-dua larangan ini didasarkan kepada hadis-hadis berikut:

i. Maksudnya: “Perempuan tidak harus musafir kecuali ada bersamanya mahram dan lelaki
tidak harus masuk (dalam rumah) perempuan kecuali ada bersamanya mahram.”[2]

ii. Maksudnya: “Lelaki tidak harus berkhalwat dengan perempuan kecuali bersamanya
mahram dan tidak harus musafir kecuali bersamanya mahram.”[3]

Hadis pertama melarang lelaki ajnabi berkhalwat dengan wanita di dalam bilik atau rumah. Hadis kedua
pula melarang wanita keluar mengerjakan haji tanpa mahram. Kedua-dua hadis ini telah dijadikan oleh
para fuqaha’[4] sebagai dalil pengharaman pergaulan lelaki dan perempuan; kerana kedua-duanya
mengandungi unsur pergaulan.

Walau apapun, satu kesimpulan dapat dibuat iaitu pergaulan perempuan dengan lelaki bukan
mahram adalah diharamkan. Namun, pengharaman ini bukanlah didasarkan kepada suatu nas Syarak yang
sarih kerana tiada nas Syarak yang dengan jelas menyatakan demikian. Pengharaman ini hanyalah
didasarkan kepada pengharaman khalwat yang terdapat dalam hadis pertama di samping larangan
bergaul yang boleh difahami dari larangan ke atas wanita mengerjakan haji tanpa mahram. Dengan kata
lain, oleh kerana khalwat antara wanita dan lelaki bukan mahram diharamkan maka pergaulan antara
wanita dan lelaki bukan mahram juga adalah haram. Begitu juga, oleh kerana perempuan dilarang
mengerjakan haji tanpa mahram kerana perbuatan itu mendedahkannya kepada pergaulan dengan lelaki
maka semua bentuk pergaulan wanita dengan lelaki bukan mahram adalah haram.
Begitu juga hukum sebaliknya, iaitu oleh kerana wanita tidak haram berkhalwat dengan lelaki
mahram kerana darurat,[5] maka juga tidak haram bergaul dengan lelaki mahram atas alasan darurat.
Jelas di sini, hukum boleh dengan tidak boleh wanita bergaul dengan lelaki mahram adakah sinonim
dengan hukum boleh dan tidak boleh dia berkhalwat dengan lelaki mahram, begitu juga boleh dan tidak
boleh beliau musafir tanpa mahram.

2. Hukum Perempuan solat Jemaah di Masjid

Rujukan kedua bagi pengharaman pergaulan antara lelaki dan wanita ajnabi ialah keizinan bagi wanita
melakukan solat jemaah di masjid. Solat jemaah di masjid digalakkan bagi kaum lelaki, tidak bagi kaum
wanita. Malah sebaliknya solat wanita di rumahnya adalah lebih afdhal bagi mereka.[6]

Keizinan bagi wanita solat berjemaah di masjid tidak mutlak. Ia diikat dengan berbagai syarat; keizinan
suami atau wali,[7] tidak memakai bau-bauan tidak berhias[8] dan tidak bercampur gaul dengan lelaki
semasa solat jemaah di dalam masjid.[9] Syarak menentukan saf bagi wanita dalam solat jemaah mestilah
di belakang saf lelaki. Penentuan ini sabit melalui nas hadis seperti yang dinyatakan oleh Abdullah bin
`Abbas yang beliau mendirikan solat di sebelah Rasulullah s.a.w dan Aisyah r.a mendirikan solat bersama
di belakang mereka. Beliau berdiri di sebelah kanan Rasulullah s.a.w. Mereka menunaikan solat
bersama.[10]

Pensyaratan-pensyaratan yang dikenakan dalam kes wanita solat berjemaah dengan lelaki ini
menunjukkan bahawa pergaulan antara lelaki dan wanita adalah haram. Lebih-lebih lagi jika dihalusi
persoalan kedudukan saf bagi wanita; di belakang saf lelaki. Ertinya wanita tidak boleh berada dalam satu
saf dengan lelaki. Kalau dalam solat yang suasananya penuh taqwa, jauh dari fitnah pun wanita tidak
dibenarkan bergaul dalam satu saf dengan lelaki apatah lagi dalam situasi lain yang jauh lebih tidak taqwa
dan lebih terdedah kepada fitnah, sudah tentu tegahan bergaul dalam keadaan itu lebih ditegah.
Kesimpulannya, pengharaman pergaulan lelaki dan perempuan adalah dirujukkan kepada nas yang
melarang wanita bergaul dalam satu saf sewaktu melakukan solat jemaah bersama lelaki di samping
pensyaratan-pensyaratan lain. Ini bererti kebolehan berlaku pergaulan dengan wanita dan lelaki ajnabi
adalah bergantung kepada pensyaratan boleh berlakunya solat jemaah wanita bersama lelaki. Dengan
kata lain pergaulan wanita dan lelaki ajnabi bukan boleh secara mutlak, tetapi boleh dengan syarat-syarat
yang ditentukan.

3. Hukum Wanita Turut Serta Dalam Perang Jihad

Rujukan ketiga bagi pergaulan wanita denga lelaki ajnabi ialah hukum wanita turut serta dalam perang
jihad. Menurut hukum asal, wanita tidak wajib turut serta dalam perang jihad. Aisyah r.a pernah meminta
izin daripada Rasulullah s.a.w untuk turut serta berjihad, tetapi Rasulullah s.a.w menyatakan bahawa jihad
bagi wanita adalah mengerjan haji.[11]

Dalam menghuraikan hadis ini, Ibn al-Battal menyatakan bahawa wanita tidak wajib berjihad di
medan perang kerana mereka diwajibkan berhijab dan tidak boleh bergaul dengan lelaki.[12]

Jelas dilihat bahawa Rasulullah s.a.w tidak mengizinkan Aisyah turut serta dalam perang jihad
adalah kerana mereka ditegah bergaul dengan lelaki. Ertinya, kalau dalam keadaan perang jihad
mempertahankan Islam, satu keadaan yang sangat kritikal kepada orang Islam dan agama Islam sendiri
wanita tidak diizinkan bergaul, maka dalam kes-kes lain yang tidak mendesak adalah lebih tidak
dibenarkan.
4. Wanita Tidak Wajib Solat Jumaat

Fuqaha’ sepakat mengatakan bahawa wanita tidak wajib menunaikan solat jumaat.[13] Mazhab Hanafi
berpendapat sebab wanita tidak wajib solat jumaat ialah kerana wanita sibuk dengan urusan rumah
tangga di samping mereka ditegah keluar bersama kaum lelaki dlam keadaan yang boleh membawa
fitnah.[14] Alasan ini membawa erti bahawa hukum pergaulan antara wnaita dan lelaki ajnabi adalah
haram.

Di awal perbincangan telah dinyatakan, tiada nas sarih yang secara langsung mengharamkan pergaulan
perempuan dengan lelaki ajnabi. Namun demikian, dalam konteks ini kaedah al-Asl fi al-Asyia’ al-Ibahah,
tidak dapat digunakan untuk menyatakan bahawa hukum asal pergaulan perempuan dan lelaki ajnabi
adalah harus, kerana nas-nas yang dikemukakan di atas secara tidak langsung telah mengandungi unsur-
unsur larangan dari pergaulan antara perempuan dan lelaki ajnabi. Oleh itu, keharusan yang mutlak dalam
kes ini sudah tidak ada lagi.

BATAS-BATAS PERGAULAN ANTARA LELAKI DAN PEREMPUAN YANG DIBOLEHKAN

Perbincangan di atas telah menjelaskan bahawa hukum asal pergaulan antara lelaki dan perempuan
adalah dilarang. Namun demikian, dalam keadaan atau situasi tertentu hukum tersebut berubah menjadi
harus. Keadaan dan situasi yang dimaksudkan ialah darurah, hajat (keperluan), maslahat Syar’ie dan
kebiasaan adat setempat.

1. Pergaulan Antara Lelaki Dan Perempuan Kerana Darurat

Dalam syarah Sahih Muslim, al-Imam al-Nawawi menyatakan bahawa tidak ada perbezaan hokum
berkhalwat antara perempan dan lelaki ajnabi di dalam dan luar solat, kecuali dalam keadaan darurat.
Sebagai contoh, situasi di mana seorang perempuan bersendirian dalam satu perjalanan yang mungkin
mendedahkannya kepada bahaya. Keadaan ini membolehkan seorang lelaki ajnabi bersama dengannya
sekadar untuk membantu dan melindungi daripada bahaya.[15]

Penjelasan al-Nawawi menyakinkan bahwa pergaulan perempuan dan lelaki ajnabi yang
dikategorikan sebagai darurat, atas tujuan memberikan perlindungan atau menyelamatkan perempuan
terbabit daripada bahaya adalah diharuskan dengan syarat tidak ada tujuan-tujuan lain. Hukum uni adalah
satu pengecualian dari hukumnya yang asal iaitu haram.

2. Pergaulan Antara Lelaki Dan Perempuan Kerana Keperluan

Pergaulan antara perempuan dan lelaki ajnabi kerana hajat (keperluan) Syar’ie adalah dibolehkan. Antara
keperluan-keperluan Syar’ie ialah:

a. Pergaulan antara lelaki dan perempuan untuk mengurus muamalah maliyah (urusan harta)

Pergaulan antara lelaki dan perempuan untuk tujuan-tujuan seperti jualbeli dan aktiviti transaksi lain
dibolehkan kerana tabiat urusan jenis ini memerlukan berlaku interaksi di antara dua pihak sebelum
berlaku akad. Pergaulan semasa muamalah maliyah (urusan harta) dibolehkan dengan syarat menjaga
batas-batas Syarak seperti pakaian menutup aurat, menundukkan pandangan dan percakapan biasa.[16]

b. Pergaulan antara lelaki dan perempuan semasa bekerja


Semasa melaksanakan kerja, pada kebiasaannya berlaku pergaulan di antara lelaki dan perempuan.
Pergaulan ini dibolehkan dengan syarat-syarat kedua-dua pihak menjaga batas-batas Syarak seperti
berpakaian menutup aurat, menundukkan pandangan, percakapan biasa yang tidak mengandungi unsur-
unsur fitnah dan tidak berkhalwat. Khalifah `Umar al-Khattab pernah melantik al-Syafi, seorang
perempuan sebagai pegawai penguatkuasa di pasar untuk memerhati supaya tidak berlaku
penyelewengan.[17] Tabiat penguatkuasa di pasar menuntut pegawai tebabit bergaul dengan peniaga
dan pembeli di pasar, lelaki dan perempuan. Perlantikan perempuan bekerja sebgai penguatkuasa
menunjukkan pergaulan semasa kerja dibolehkan. Kalau pergaulan ini tidak dibolehkan pasti khalifah
`Umar tidak melantik perempuan bekerja sebagai penguatkuasa kerana tabiat kerja tersebut menuntut
berlakunya pergaulan.

c. Pergaulan di antara lelaki dan perempuan semasa menjadi saksi

Perempuan boleh bergaul dengan lelaki semasa menjadi saksi dalam kes-kes yang ditentukan oleh Syarak
bahawa perempuan dibolehkan menjadi saksi seperti perempuan harus menjadi saksi dalam kes-kes harta
dan hak-haknya.[18]

d. Pergaulan di antara lelaki dna perempuan dalam kenderaan awam

Pergaulan di antara dalam kenderaan dibolehkan atas alasan ianya adalah keperluan yang mendesak.
Namun demikian, keharusan ini tertakluk kepada Syarak bahawa perempuan keluar rumah bukan untuk
tujuan yang tidak Syar’ie seperti berfoya-foya. Ia mestilah bertujuan Syar’ie seperti bekerja untuk menyara
diri atau keluarga, menziarahi keluarga, pesakit dan sebagainya.

Di samping syarat-syarat di atas, batas-batas Syarak dalam pergaulan lelaki dan perempuan perlulah
dijaga. Pakaian mestilah menutup aurat, pandangan ditundukkan dan percakapan berlaku secara biasa
dan normal.

3. Pergaulan Mengikut Kebiasaan Adat Dalam Majlis-majlis

Pergaulan di antara lelaki dan perempuan dalam majlis seperti kenduri kendara kerana semperna sesuatu
dibolehkan dengan syarat menjaga batas-batas Syarak seperti pakaian menutup aurat, tidak tabarruj,
menundukkan pandangan, bercakap dengan suara biasa dan normal. Sekiranya batas-batas Syarak
tersebut tidak dipatuhi pergaulan di antara lelaki dan perempuan tidak dibolehkan. Walau bagaimanapun,
pengasingan tempat antara lelaki dan perempuan semasa makan dan lainnya dalam majlis-majlis ini
adalah lebih baik. Ini didasarkan kepada kaedah “Sadd al-Zari’ah” (menutup pintu-pintu fitnah).

4. Pergaulan Di Antara Lelaki Perempuan Semasa Belajar

Dalam persoalan pergaulan di antara lelaki dan perempuan semasa belajar, sebenarnya tidak ada hadis
yang secara langsung menyentuh persoalan ini, apakah ia dilarang atau dibolehkan. Bagaimanapun, ada
sesetengah ulama’[19] berpendapat lelaki dan perempuan tidak boleh bergaul semasa belajar.Mereka
berhujah dengan hadis Sa’id al-Khudri yang meriwayatkan:

Maksudnya: “Perempuan berkata kepada Nabi s.a.w.: Golongan lelaki mengatasi kami ke atas kamu
(orang lelaki sentiasa bersamamu setiap hari mendengar hal-hal agama). Tentukan bagi kami satu hari
bersamamu (untuk mendengar dan belajar) lalu baginda menentukan satu hari untuk bertemu(mengajar)
golongan perempuan, maka baginda menasihati dan mengajar mereka. Di antara nasihat baginda kepada
mereka: “Sesiapa di antara kaum golongan perempuan yang menyerahkan tiga anaknya (untuk perang
jihad dan anak itu mati syahid) pasti anak-anak itu menjadi penghalangnya dari apai neraka. Seorang
perempuan berkata kalau dua orang? Baginda bersabda: “walau dua orang”.

Bagi mereka hadis ini menunjukkan bahawa perempuan hendaklah diasingkan tempat belajar daripada
lelaki. Sekiranya pergaulan di antara lelaki dan perempuan dibolehkan, pasti perempuan pada masa itu
tidak meminta Nabi s.a.w.menentukan hari khusus bagi mereka untuk mempelajari ilmu. Begitu juga kalau
pergaulan di antara lelaki dan perempuan semasa belajar dibolehkan, pasti Nabi s.a.w tidak
mengkhususkan hari bagi perempuan.

Bagaimanapun, setelah hadis ini diteliti, didapati ia tidak jelas menunjukkan lelaki tidak boleh
bercampur dengan perempuan semasa belajar. Buktinya, ungkapan “ghalabana ‘alaika al-rijal” (lelaki
mengatasi kami ke atasmu). Maksudnya, secara tab’ie kaum lelaki setiap hari bersama Rasulullah s.a.w
atas tabiat dan fungsi mereka sebagai lelaki. Oleh itu, mereka dapat mendengar dan mempelajari perkara-
perkara berkaitan agama sedangkan perempuan tidak mampu berbuat demikian atas sifat dan
fungsi mereka sebagai wanita. Oleh itu, perempuan meminta Rasulullah s.a.w menentukan hari khusus
bagi mereka mempelajari agama. Ertinya, permohonan dibuat bukan kerana tegahan bergaul semasa
belajar, tetapi atas dasar tabiat dan fungsi lelaki dan wanita yang berbeza. Ia menatijahkan peluang bagi
wanita untuk bersama dengan Rasulullah s.a.w agak terbatas. Oleh itu, pengkhususan hari belajar bagi
perempuan tidak menunjukkan pergaulan di antara lelaki dan perempuan semasa belajar dilarang. Jadi,
hadis ini bukan hujah bagi pengharaman pergaulan antara lelaki dan wanita semasa belajar. Larangan
tersebut mungkin lebih sesuai didasarkan kepada kaedah “Sadd al-Zari’ah” (menutup pintu-pintu yang
boleh mendatangkan fitnah) kerana lelaki dan perempuan, terutama di peringkat awal remaja dan remaja
banyak dipengaruhi oleh rangsangan seks. Dengan itu, pergaulan di antara lelaki dan perempuan semasa
belajar pada peringkat ini boleh mendorongkan kepada perkara-perkara keburukan lebih banyak daripada
kebajikan. Oleh itu, pengasingan tempat belajar di antara lelaki dan perempuan adalah didasarkan kepada
“Sadd al-Zari’ah” bukan hadis di atas.

Selain dari penjelasan perenggan di atas, mereka yang mengatakan pergaulan lelaki dan wanita
semasa belajar diharamkan berpendapat bahawa pergaulan antara lelaki dan perempuan semasa ziarah-
menziarahi adalah dibolehkan dengan beberapa syarat. Mungkin sukar difahami kenapa pergaulan
semasa ziarah dibolehkan dan pergaulan semasa belajar diharamkan, sedang suasana belajar lebih jauh
daripada fitnah berbanding dengan suasana ziarah. Mungkin yang membezakan hanyalah ziarah dilakukan
sekali sekala tetapi belajar mungkin lebih kerap, malah dalam konteks pendidikan formal, menengah atau
tinggi ia berlaku setiap hari. Adapun, tegahan ke atasnya bukan dirujukkan kepada nas, tetapi kepada
kaedah “Sadd al-Zari’ah”

Anda mungkin juga menyukai