Anda di halaman 1dari 54

HUBUNGAN MOTIVASI KESEMBUHAN DENGAN KEPATUHAN MINUM

OBAT PADA PASIEN TB PARU

DISUSUN OLEH :

NAMA :

1. IRDA : 400217007

STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang mana atas karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas

makalah ini.

Dalam kesempatan ini, kami juga ingin mengucapkan terima kasih dengan hati

yang tulus kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini

semoga tuhan senantisa membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua

pihak guna perbaiki dan kelengkapan penyusunan makalah ini. Harapan kami semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, Juli

2018

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pengembangan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

nasional, yaitu untuk tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar

dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Tujuan pembangunan kesehatan

telah ditetapkan dalam UU RI No. 23 1992 pasal 3 yaitu pembangunan kesehatan

bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup

sehat bagi setiap orang agar mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. (Depkes

RI, 2016)

Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat diwujudkan dengan

diselenggarakan uapaya-upaya kesehatan yaitu upaya pendekatan peningkatan

kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit

(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara

menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Salah satu masalah kesehatan

sehubungan dengan penyakit menular yang masih sering ditemukan dalam

masyarakat dan perlu diwaspadai serta mendapatkan perhatian khusus adalah

penyakit Tuberkulosis (TB). (Depkes RI, 2016)

Berdasarkan data World Health Organitataion (WHO) tahun 2016 menunjukan

bahwa masih terdapat 8,8 juta kasus tubsserkulosis paru baru di seluruh dunia dengan

angka kematian 1,1 juta orang. Penderita tuberkulosis paru 59% berada di asia, di

ikuti sebanyak 26%, selebihnya dikawasan timur dan Amerika. (www.bps.co.id,

diakses pada tanggal 11 2017).


Sedangkan berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia

(Depkes RI) tahun 2016, Indonesia berhasil menaikan posisi menjadi menjadi negara

ke 2 dengan jumlah pasien tuberkulosis paru terbanyak di dunia setelah India.

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2016

menunjukan kasus tuberkulosis paru BTA positif sebanyak 156.723 kasus. Dari 33

provinsi di Indonesia, Jawa Barat menempati urutan pertama dengan kasus terbanyak

52.328 dan yang terendah Gorontalo dengan 1.151 kasus . (Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia, 2016).

Sedangkan berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah tahun

2016 menunjukkan bahwa cakupan penemuan dan pengobatan penderita

tuberkulosis paru yaitu sebesar 87,56%. (Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah tahun

2016).

Kabupaten merupakan daerah tingkat satu yang berada di provinsi Sulawesi,

dilihat dari posisi geografis dari kabupaten sangat potensial menjadi tempat

berkembangnya penyakit menular termasuk juga penyakit TB paru. Hal ini

dikarenakan kabupaten ini berada dijalur lintas Sulawesi yang tinggi jumlah

penduduknya. Sehingga masuk dan keluarnya penyakit tidak terdeteksi dengan baik.

Jumlah penduduk kabupaten tahun 2015 sekitar 225.875 orang (www.BPS, 2016)

Tuberkulosis paru merupakan masalah kesehatan yang akan menjadi masalah

yang lebih besar jika tidak di tanggulangi sejak dini. Penyakit ini dapat ditanggulangi

dengan mendapatkan pengobatan dan pencegahan penularan. Penyakit tuberkulosis


paru apabila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi dini yang

membahayakan seperti pleuritis, efusi pleura, emfisiema, laringitis sampai menjalar

ke organ lain seperti usus, tulang dan otak. Komplikasi lanjut seperti obstruksi jalan

napas, kerusakan parenkim berat, amiloidosis, kanker paru dan sindrom gagal napas

dewasa.

Angka cese detection rate (CDR) atau penemuan kasus BTA + di kabupaten

tahun 2015 adalah sebanyak 89.19%. (Dinkes Tolitoli, 2016)

Dalam dua tahun terakhir angka kejadian TB paru selalau ada, hal ini

membuktikan bahwa kasus TB paru di kabupaten harus diwasapadi.sebagai wilayah

kerja merupakan salah satu kecamatan dikabupaten tolitoli. Menurut keterangan dari

petugas pengelola TB paru pada tahun 2015 jumlah pasien penyakit TB Paru

sebanyak 33 pasien. 33 pasien dinyatakan tahap pengobatan dan tidak ada

konfirmasi atau evaluasi sehingga tingkat kesembuhannya tidak dapat

diketahui karena para pasien ini tidak dapat melakukan pemeriksaan sputum pada

tahap akhir sedangkan suspek TB Paru yang ada pada tahun tersebut mencapai 41

orang.

Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk memilih judul penelitian

“Hubungan Motifasi Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB Paru Di

Wilayah UPT Puskesmas Baolan Kabupaten Tolitoli”.

B. Rumusan Masalah

1. Pernyataan Masalah
Insiden Tuberkulosis paru yang terus meningkat, menjadi masalah

kesehatan. Penyakit tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit infeksi yang

menjadi masalah kesehatan masyarakat utamanya di negara negara sedang

berkembang. Tuberkulosis paru adalah penyakit akibat infeksi kuman

mycobacterium tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua

organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi

infeksi primer dan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan individu

dan masyarakat akibat sanitasi lingkungan yang buruk pada saat ini adalah

tuberkulosis paru.

2. Pertanyaan Masalah

Bagaimana Hubungan Motifasi Kesembuhan Dengan Kepatuhan Minum

Obat Pada Pasien TB Paru Di Wilayah UPT Puskesmas Baolan Kabupaten

Tolitoli ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :

Tujuan umum dari penelitian ini adalah agar peneliti dapat mengetahui hubungan

motivasi kesembuhan dengan kepatuhan minum obat pada pasien TB paru di

wilayah UPT Puskesmas Baolan kabupaten Tolitoli

2. Tujuan Khusus :

a. Mendeskripsikan motivasi kesembuhan

b. Mendeskripsikan kepatuhan minum obat


c. Menganalisis hubungan motivasi kesembuhan dengan kepatuhan minum

obat pada pasien TB paru di wilayah UPT Puskesmas Baolan kabupaten

Tolitoli

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas Baolan

Sebagai pasien TB paru diwilayah kerja puskesmas Baoalan

2. Bagi institusi STIkes Dharma Husada Bandung

sebagai bahan bacaan penyakit TB paru untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

tentang penyakit TB paru

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahauan dan wawasan bagi peneliti.

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. TUBERKULOSIS

1. Definisi

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang du

sebabkan oleh kuman microbacterium tubercolosis. Sebagian besar kuman

tubercolosis menyerang paru tetepi juga dapat menyerang organ tubuh

lainnya(depkes, 2008).
Tubercolosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh microbacterium

tubercolosis yang dapat menyerang pada bagian organ tubuh mulai dari paru dan

organ diluar paru seperti kulit,tulang,persendian, selapaut otaka, usus serta ginjal

yang disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra, 2012).

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular kronuk yang disebabkan

oleh kuman microbacterium tubercolosis.sebagaian besar kuman tubercolosis

menyerang paru tetapi juga dapat menyerang tubuh lainnya. Dengan gejla batuk

berdarah,sesak nafas dan nyeri dada (Brunner: 2014).

Tuberkulosis paru adalah penyakit paru menular yang diseabkan olaeh basil

tuberkel dan menyebar saat droplet aerosol yang mengandung bakteri aktif

terhirup oleh individu yang renta ( T.M. Marrelli: 2012).

2. Etiologi

TB Paru Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular yang

disebabkan oleh Etiologi TB Paru Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit

menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini sejenis

kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um.

Sebagian besar dinding kuman terdiri dari asam lemak (lipid), kemudian

peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih

tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA).

Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman

berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali

dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. Di dalam jaringan,

kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.

Makrofag yang semula memfagositasi menjadi disenangi oleh kuman karena

banyak mengandung lipid (Amin & Bahar, 2009).gandung lipid (Amin & Bahar,

2009).

3. Cara Penularan

Lingkungan yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan

kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali

atas peningkatan jumlah kasus TB. Prosesterjadinya infeksi oleh M. tuberculosis

biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang

paling sering dibandingkan dengan organ lain. Penularan penyakit ini sebagian

besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang

didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang

mengandung Basil Tahan Asam (Amin & Bahar, 2009)

4. Patogenesis Penyakit

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau

dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel infeksi

ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada

tidaknya ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam suasana

lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas

atau jaringan paru. Partikel ini dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang

dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi oleh neutrofil, kemudian baru

makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag

keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag. Di sini akan terbawa masuk ke organ 8 lainnya. Kuman yang

bersarang di dalam paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil

dan disebut sarang primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang ini bisa terdapat di

seluruh bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah

efusi pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan

limfe, orofaring, dan kulit, terjadi lomfodenopati regional kemudian bakteri

masuk ke dalam vena dan menajalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal,

tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh

bagian paru menjadi TB milier. Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer

akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi

tuberkulosis dewasa (TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.

Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun, diabetes, AIDS,

malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, gagal ginjal (Amin & Bahar, 2009)

5. Klasifikasi Tuberkulosis Paru

Dalam konsensus Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2006, TB paru

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


a. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) Tuberkulosis Paru

BTA (+) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil

BTA positif.Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA

positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran 9 tuberkulosis

aktif.Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

biakan positif.

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik

dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons

dengan pemberian antibiotik spektrum luas. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali

menunjukkan BTA negatif dan biakan M.tuberculosis positif.Jika belum ada

hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa.

Berdasarkan Tipe Penderita Tipe penderita ditentukan berdasarkan

riwayatpengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus baru Dikatakan kasus baru bila penderita yang belum pernah mendapat

pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu

bulan (30 dosis harian)

b. Kasus kambuh (relaps) Dikatakan kasus kambuh bila penderita tuberkulosis

yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah

dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat

dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. 10 Bila hanya

menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi


aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan infeksi sekunder,

infeksi jamur atau TB paru kambuh.

c. Kasus pindahan (Transfer In) Dikatakan kasus pindahan bila penderita yang

sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah

berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat

rujukan/pindah

d. Kasus lalai obat Dikatakan kasus lalai berobat bila penderita yang sudah

berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian

datang kembali berobat. Umumnya penderita

6. Diagnosis TB paru

Dalam konsensus Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2006, untuk

mendiagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,

pemeriksaan fisik atau jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan

pemeriksaan penunjang lainnya.

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.

Gejala respiratorik: batuk lebih dari 3 minggu, batuk berdarah, sesak nafas,

nyeri dada.Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala

sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita

terdiagnosis pada saat medical check up. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi

bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala

tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari

kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,

sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri

dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. Gejala sistemik: malaise,

keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur

paru.Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak atau sulit

sekali menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus

superior terutama daerah apex dan segmen posterior ,serta daerah apex lobus

inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas

bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,

diafragma & mediastinum. Pemeriksaan penunjang TB paru adalah sebagai

berikut:

a. Pemeriksaan Bakteriologik

Pemeriksaan ini untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang

sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan

bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,

bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar

lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum

halus/BJH).

b. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.

Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada

pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-

macam bentuk (multiform).Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi

TB aktif : Bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus

atas paru dan segmen superior lobus bawah,kaviti, terutama lebih dari satu,

dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular,bayangan bercak milier,

efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang di curigai lesi TB inaktif yaitu sebagai berikut:

 Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas

 Kalsifikasi atau fibrotik

 Kompleks ranke 13

 Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleurac.

c. Pemeriksaan cairan pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta

cairan pleura perlu da penderitdilakukan paa efusi pleura untuk membantu

menegakkan diagnosis.Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis

tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada

analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa darah.

d. Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan

indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam

pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai
indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita,

sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan

penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan

penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya

tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering

meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak

menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

e. Uji tuberkulin Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi

TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah.Di Indonesia dengan

prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin 14 sebagai alat

bantudiagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan

mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan

sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula

(PDPI, 2006)

7. Pengobatan TB paru

Dalam Depkes (2013), pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan

mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap obat anti tuberkulosis (OAT).

a. Obat Antituberkulosis (OAT) OAT harus diberikan dalam bentuk kominasi

beberapa jenis obat, dalam jumlah yang cukup dan dosis yang tetap sesuai

dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).


Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan

dan sangat dianjurkan. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu:

1. Tahap awal (intensif) Pada tahap ini penderita mendapatkan obat setiap hari

dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi

obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

kemungkinan besar pasien dengan BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan

2. Tahap lanjutan Pada tahap ini penderita mendapat jenis obatlebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk

membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

B. KEPATUHAN MINUM OBAT

Menurut WHO dalam konferensi bulan juni tahun 2001 menyebutkan bahwa

patuh atau kepatuhan merupakan kecenderungan penderita melakukan instruksi

medikasi yang dianjurkan (Gough, 2011). Kepatuhan minum obat sendiri kembali

kepada kesesuaian penderita dengan rekomendasi pemberi pelayanan yang

berhubungan dengan waktu, dosis, dan frekuensi pengobatan untuk jangka waktu

pengobatan yang dianjurkan (Petorson, 2012).La Greca dan Stone (1985) dalam Bart

Smet (1997) menyatakan bahwa perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit

kronis, saran untuk gaya hidup umum dan kebiasaan lama, pengobatan yang

kompleks, dan pengobatan dengan efek samping.Menurut Depkes tahun 2000 dalam

Wihartini (2009), penderita TB paru yang patuh berobat adalah yang menyesuaikan

pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama 6 bulan.


Tidak patuh, tidak hanya diartikan sebagai tidak minum obat, namun bisa

memuntahkan obat atau mengkonsumsi obat dengan dosis yang salah sehingga

menimbulkan Multi Drug Resistance (MDR). Perbedaan secara signifikan antara

patuh dan tidak patuh belum ada, sehingga banyak peneliti yang mendefinisikan

patuh sebagai berhasil tidaknya suatu pengobatan dengan melihat hasil, serta melihat

proses dari pengobatan itu sendiri. Hal- 20 hal yang dapat meningkatkan faktor

ketidakpatuhan bisa karena sebab yang disengaja dan yang tidak disengaja.

Ketidakpatuhan yang tidak disengaja terlihat pada penderita yang gagal mengingat

atau dalam beberapa kasus yang membutuhkan pengaturan fisik untuk meminum

obat yang sudah diresepkan. Ketidakpatuhan yang disengaja berhubungan dengan

keyakinan tentang pengobatan antara manfaat dan efek samping yang dihasilkan

(Chambers, 2010).

Menurut Cuneo dan Snider dalam Wihartini (2009), pengobatan yang

memerlukan jangka waktu yang panjang seperti TB paru akan memberikan

pengaruh-pengaruh kepada penderita seperti:

a. Merupakan suatu tekanan psikologis bagi penderita tanpa keluhan atau gejala

penyakit saat dinyatakan sakit dan harus menjalani pengobatan sekian lama.

b. b. Bagi penderita dengan keluhan atau gejala penyakit setelah menjalani

pengobatan 1-2 bulan atau lebih, keluhan akan segera berkurang atau hilang

sama sekali sehingga pasien akan merasa sembuh dan malas untuk meneruskan

pengobatan kembali.
c. Datang ke tempat pengobatan selain waktu yang tersisa juga menurunkan

motivasi yang akan semakin menurun dengan lamanya waktu pengobatan.

d. Pengobatan yang lama merupakan beban yang dilihat dari segi biaya yang harus

dikeluarkan.

e. Efek samping obat walaupun ringan tetap akan memberikan rasa tidak enak

terhadap penderita.

f. Sukar untuk menyadarkan pasien untuk terus menerus minum obat selama

jangka waktu yang ditentukan.

Permatasari dalam Sahat (2010) mengemukakan selain fakmedis, faktor sosial

ekonomi dan budaya, sikap, dan perilaku yang sangat mempengaruhi keberhasilan

pengobatan sebagaimana diuraikan sebagai berikut:

a. Faktor Sarana: Tersedianya obat yang cukup dan kontinu, dedikasi petugas

kesehatan yang baik, dan pemberian regiment OAT yang adekuat.

b. Faktor Penderita: Pengetahuan penderita yang cukup mengenai penyakit TB

paru, cara pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak adekuat, cara menajaga

kondisi tubuh yang baik dengan makanan bergizi, cukup istirahat, hidup teratur

dan tidak minum alkohol atau merorok, cara menjaga kebersihan diri dan

lingkungan dengan tidak membuang dahak sembarangan, bila batuk menutup

mulut dengan sapu tangan, jendela cukup besar untuk mendapat lebih banyak

sinar matahari, sikap tidak perlu merasa rendah diri atau hina karena TB paru

adalah penyakit infeksi biasa dan dapat disembuhkan bila berobat dengan benar,

kesadaran dan keinginan penderita untuk sembuh.


c. Faktor keluarga dan Masyarakat Lingkungan: Dukungan keluarga sangat

menunjang keberhasilan pengobatan seseorang dengan cara selalu

mengingatkan penderita agar makan obat, pengertian yang sangat menunjang

keberhasilan pengobatan seseorang dengan cara selalu mengingatkan penderita

agar minun obat, pengertian yang dalam terhadap penderita yang sedang sakit

dan memberi semangat agar tetap rajin berobat.

Kepatuhan dipengaruhi oleh 5 dimensi sebagaiman yang dijelaskan dalam buku

panduan WHO tahun 2003 mengenai pengobatan jangka lama. Meskipun oleh

sebagian orang mengatakan bahwa kepatuhan tentang bagaimana individu yang

bersangkutan mengatur dirinya agar selalu patuh, namun tidak bisa dihilangkan faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan individu tersebut. Berikut dijelaskan

faktor yang dianggap sebagai 5 dimensi dimaksud ialah sebagai berikut:

a. Faktor Sosial dan Ekonomi (Social and Economic Factors)

Meskipun status ekonomi sosial tidak konsisten menjadi prediktor tunggal

kepatuhan, namun di negara-negara berkembang status ekonomi sosial yang

rendah membuat penderita untuk menentukan hal yang lebih prioritas daripada

untuk pengobatan. Beberapa faktor yang secara signifikan dapat mempengaruhi

kepatuhan ialah status ekonomi sosial, kemiskinan, pendidikan yang rendah,

pengangguran, kurangnya dukungan sosial, kondisi kehidupan yang tidak stabil,

jarak ke tempat pengobatan, transportasi dan pengobatan yang mahal, situasi

lingkungan yang berubah, budaya dan kepercayaan terhadap sakit dan

pengobatan, serta dukungan keluarga.


Dukungan keluarga menurut Friedman dalam Saragih (2010), dibagi dalam 4

bentuk, yaitu;

1) Dukungan Penilaian

Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian

depresi dengan baik dan strategi koping yang dapat digunakan dalam

menghadapi stressor. Individu mempunyai 23 seseorang yang dapat diajak

bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi pengharapan positif

kepada individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau

perasaan seseorang dengan orang lain, misalnya orang yang kurang mampu.

2) Dukungan Instrumental

Dukungan ini melipui dukungan jasmaniah meliputi pelayanan, bantuan

finansial, dan material berupa bantuan nyata (Instrumental Support Material

Support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan

masalah termasuk didalamnya bantuan langsung seperti seseorang memberi

atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari, menyampaikan

pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit.

3) Dukungan Informasi

Jenis dukungan ini meliputi komunikasi dan tanggung jawab bersama

termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat

pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh

seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan


tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi

individu dalam melawan stressor.

4) Dukungan Emosional

Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional,

sedih dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan

seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai. 24 Dukungan emosional

memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami

stress, bantu dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya perhatian sehingga

individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini

keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.

a. Faktor Penderita

Persepsi terhadap kebutuhan pengobatan seseorang dipengaruhi oleh

gejala penyakit, harapan dan pengalaman. Mereka meyakini bahwa dari

pengobatan akan memberikan sejumlah efek samping yang dirasa

mengganggu, selain itu kekhawatiran tentang efek jangka panjang dan

ketergantungan juga mereka pikirkan.

Pengetahuan dan kepercayaan penderita tentang penyakit mereka,

motivasi untuk mengatur pengobatan, dan harapan terhadap kesembuhan

penderita dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan penderita. Sedangkan

faktor penderita yang mempengaruhi kepatuhan itu sendiri ialah:lupa,

stres psikososial, kecemasan akan keadaan yang lebih parah, motivasi

yang rendah, kurangnya pengetahuan dan ketidakmampuan untuk me-


manage gejala penyakit dan pengobatan, kesalahpahaman dan

ketidakterimaan terhadap penyakit, ketidakpercayaan terhadap diagnosis,

kesalahpahaman terhadap instruksi pengobatan, tidak ada harapan dan

perasaan negatif, frustasi dengan petugas kesehatan, cemas terhadap

kompliktisitas regimen pengobatan, dan merasa terstigma oleh penyakit.

Motivasi pasien untuk patuh dalam pengobatan dipengaruhi oleh nilai dan

tempat dimana mereka berobat (baik biaya maupun kepercayaan terhadap

pelayanan). Sehingga, untuk meningkatkan tingkat kepatuhan penderita,

maka petugas kesehatan perlu meningkatkan kemampuan manajerial,

kepercayaan diri, serta sikap yang meyakinkan kepada penderita.

b. Faktor Terapi (Therapy-Related Factors)

Ada banyak faktor terapi yang mempengaruhi kepatuhan, diantaranya

komplektisitas regimen obat, durasi pengobatan, kegagalan pengobatan

sebelumnya, perubahan dalam pengobatan, kesiapan terhadap adanya efek

samping, serta ketersediannya dukungan tenaga kesehatan terhadap

penderita.

c. Faktor Kondisi (Conditions-Related Factors)

Faktor kondisi merepresentasikan keadaan sakit yang dihadapi oleh

penderita. Beberapa yang dapat mempengaruhi kepatuhan ialah keparahan

gejala, tingkat kecacatan, progres penyakit, adanya pengobatan yang

efektif. Pengaruh dari faktor-faktor tersebut tergantung bagaimana


persepsi penderita, namun hal yang paling penting ialah penderita tetap

mengikuti pengobatan dan menjadikan yang prioritas.

d. Faktor Tim/Sistem Kesehatan (Team Factors/Health Care System)

Penelitian yang menghubungkan antara sistem kesehatan dan kepatuhan

penderita sendiri masih sedikit. Meski demikian hubungan yang baik

antara tenaga kesehatan dan penderita dapat meningkatkankepatuhan

penderita dalam pengobatan. Beberapa faktor yang dapat memberi

pengaruh negatif antara lain kurangnya pengembangan sistem kesehatan

yang dibiayai oleh asuransi, kurangnya sistem distribusi obat, kurangnya

pengetahuan dan pelatihan kepada tenaga kesehatan tentang me-manage

penyakit kronik, jam kerja yang berlebihan, imbalan biaya yang tidak

sepadan terhadap tenaga kesehatan, konsultasi yang sebentar,

ketidakmampuan membangun dukungan komunitas dan manajemen diri

penderita, kurangnya pengetahuan tentang kepatuhan dan intervensi yang

efektif untuk meningkatkannya.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan

kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani

(pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani). Pendididkan juga berarti lembaga yang

bertanggungjawab menetapkan cita–cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan

organisasipendidikan.Lembaga–lembaga ini meliputi keluarga, sekolah dan

masyarakat (Ikhsan, 2005).Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia,


mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Sebagai proses

transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya

dari generasi satu ke genari yang lain. Sebagai proses pembentukan pribadi,

pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah

kepada terbentuknya kepribadian peserta didik (Tirtarahardja et al., 2005).

Menurut sifatnya pendidikan dibedakan menjadi :

a. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari

pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat.

Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga dalam pergaulan seharihari

maupun dalam pekerjaan, masyarakat, keluarga, organisasi.

b. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur,

bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat.pendidikan ini

berlangsung di sekolah.

c. Pendidikan non formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu

dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang kekat.

Tingkat pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan, yang ditetapkan

berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan

pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran. Tingkat pendidikan sekolah

terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Ikhsan,

2005).

a. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan

keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat,

serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan

menengah.Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang

memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi

maupun untuk masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan

kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar.Pendidikan ini dapat berupa

pendidikan sekolah ataupun pendidikan 28 luar sekolah, yang dapat merupakan

pendidikan biasa ataupun pendidikan luar biasa.Tingkat pendidikan dasar adalah

Sekolah Dasar.

b. Pendidikan Menengah

Pend mn mjidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta

didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan

hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial budaya, dan alam sekitar, serta

dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau

pendidikan tinggi. Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah umum

dan pendidikan menengah kejuruan.Pendidikan menengah umum

diselenggarakan selain untuk mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan

tinggi, juga untuk memasuki lapangan kerja.Pendidikan menengah kejuruan

diselenggarakan untuk memasuki lapangan kerja atau mengikuti pendidikan

keprofesian pada tingkat yang lebih tinggi.Pendidikan menengah dapat


merupakan pendidikan biasa atau pendidikan luar biasa.Tingkat pendidikan

menengah adalah SMP, SMA dan SMK.

c. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk

menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang

bersifat akademik dan atau profesional sehingga dapat menerapkan,

mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

dalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia.

29 Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh dari tiga

lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah dan masyarakat.

Pendidikan Tinggi terdiri dari Strata 1, Strata 1, Strata 3.

C. MOTIVASI KESEMBUHAN

Motivasi adalah suatu dorongan terhadap diri kita agar kita melakukan sesuatu

hal. Dorongan yang kita dapat itu bisa bersumber dari mana saja, entah itu dari diri

kita sendiri atu pun dari hal atau orang lain. Dorongan yang kita sebut motivasi itu

juga yang menjadi suatu sumber tenaga dalam kita mengerjakan suatu hal agar kita

mencapai suatu tujuan yang kita inginkan. Dalam hal ini kegiatan yang kita lakukan

dapat berbentuk negatif ataupun positif meskipun motivasi kita semua awalnya

“baik”.
Motivasi ada banyak jenisnya antara lain motivasi belajar, motivasi berprestasi,

motivasi agresi, motivasi berafiliasi, dll.Hal itu dikarenakan motivasi inilah yang

sangat umum di masyarakat.

Motivasi diperlukan untuk mendorong semangat dan meningkatkan kedisiplinan

agar patuh terhadap program pengobatan Tuberkulosis sebab ketidakpatuhan akan

menyebabkan kesembuhan rendah, kematian tinggi, kekambuhan meningkat,

penularan kuman pada orang lain meningkat, dan terjadinya resistensi kuman

terhadap obat anti tuberkusosis sehingga tuberkulosis paru sulit disembuhkan.

Pada dasarnya, dalam mendefinisikan konsep motivasi ini terdapat kesulitan,

karena motivasi masih merupakan suatu konsep yang masih kontroversial. Kadang-

kadang motif dan motivasi itu digunakan secara bersamaan dan dalam makna yang

sama, hal ini disebabkan karena pengertian motif dan motivasi keduanya sukar

dibedakan. Beberapa pakar psikologi ada yang membedakan istilah motif dan

motivasi, antara lain bahwa motif adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang

mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak guna mencapai tujuan

tertentu. Motivasi dapat berupa kebutuhan dan cita-cita. Motif merupakan tahap awal

dari proses motivasi, sehingga motif baru merupakan suatu kondisi interen. Sebab

motif tidak selamanya aktif. Motif aktif pada saat tertentu saja, yaitu apabila

kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat mendesak (Shaleh & Wahab, 2004: 131).

Apabila suatu kebutuhan dirasakan mendesak untuk dipenuhi, maka motif dan daya

penggerak menjadi aktif. Motif yang telah aktif inilah yang disebut motivasi. Hal

senada diungkapkan Azhari (2004: 65) bahwa motif adalah dorongan atau daya
kekuatan dari dalam diri seseorang yang mendorong sesuatu untuk berbuat atau

bertingkah laku dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, dapat

disimpulkan motif merupakan kekuatan yang 16 mendorong individu dari dalam diri

seseorang untuk berbuat sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Adapun motivasi adalah sesuatu daya yang menjadi pendorong seseorang untuk

bertindak (Azhari, 2004: 65). Pengertian lain dari motivasi diungkapkan Najati

Utsman bahwa motivasi merupakan kekuatan penggerak yang membangkitkan

aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya

menuju tujuan tertentu (Rahman & Wahab, 2004: 132). Hal senada diungkapkan

Purwanto (1990: 73) bahwa motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk

menggerakkan, mengarahkan, dan menjaga tingkah laku seseorang agar individu

terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan

tertentu. Dari beberapa pengertian motivasi di atas, dapat disimpulkan bahwa

motivasi adalah suatu dorongan seseorang untuk bertindak atau bertingkah laku

sesuai dengan tujuan masing-masing.

Kesembuhan berasal dari kata sembuh. Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata

sembuh berarti pulih menjadi sehat kembali (Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1990: 808). Menurut Soekidjo Notoatmojo perilaku sehat adalah

perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya untuk mempertahankan

dan meningkatkan kesehatan (Hidayanti, 2010: 41). Berdasarkan pengertian di atas

tentang motivasi dan kesembuhan dapat disimpulkan bahwa motivasi kesembuhan


adalah suatu dorongan untuk bertindak sesuai dengan yang diinginkan yaitu untuk

pulih dari keadaan sakit dan menjadi sehat kembali.

Suatu perbuatan atau kegiatan yang tidak bermotif atau motifnya sangat rendah,

akan dilakukan dengan tidak bersunggung-sungguh, tidak terarah dan kemungkinan

besar tidak akan membawa hasil. Sebaliknya apabila motivasinya besar atau kuat,

maka akan dilakukan dengan sungguh-sungguh, terarah, dan penuh semangat,

sehingga kemungkinan akan berhasil lebih besar. Oleh karena itu motivasi dibagi

menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu:

a. Motivasi takut atau fear motivation, individu melakukan sesuatu perbuatan

karena takut. Pada tingkatan ini, mereka melakukan sesuatu bukan karena

kesadaran dan ingin mencapai tujuan tertentu tapi lebih disebabkan karena

keterpaksaan.

b. Motivasi insentif atau incentive motivation, individu melakukan sesuatu

perbuatan untuk mendapatkan suatu insentif. Bentuk insentif seperti:

mendapatkan hadiah, bonus, piagam, tanda jasa, kenaikan gaji, dan kenaikan

pangkat

c. Self motivation yaitu motivasi muncul dari dalam diri individu yaitu karena

didasarkan oleh misi atau tujuan hidupnya. Seseorang yang mempunyai sikap

positif terhadap sesuatu akan menunjukkan motivasi yang besar terhadap hal

tersebut. Motivasi ini datang dari dirinya sendiri karena adanya rasa senang atau

suka (Sukmadinata, 2009: 63-64).


Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan oleh Sukmadinata (2009: 63-64) yaitu

tentang tingkatan motivasi bahwa peneliti menyimpulkan dari penjelasan tersebut

bahwa motivasi mempunyai 3 (tiga) tingkatan yaitu:

(1) Motivasi tingkat tinggi, yaitu motivasi muncul dari diri individu karena adanya

rasa senang atau suka,

(2) Motivasi tingkat sedang, yakni motivasi muncul karena ingin mendapatkan

sesuatu

(3) Motivasi tingkat rendah yaitu individu melakukan sesuatu bukan karena

kesadarannya akan tetapi individu melakukan karena keterpaksaan.

Menurut Shaleh (2004: 132) bahwa motivasi mempunyai tiga aspek, yaitu:

a. Menggerakkan, yaitu motivasi menimbulkan kekuatan pada individu untuk

bertindak dengan cara tertentu.

b. Mengarahkan, yaitu motivasi menimbulkan suatu orientasi tingkah laku yang

diarahkan terhadap sesuatu.

c. Menopang, yaitu menjaga tingkah laku lingkungan sekitar yang harus

menguatkan intensitas dan arah kekuatan individu.

Conger (dalam Ardhani, 2009: 20) aspek-aspek motivasi adalah sebagai berikut:

a. Memiliki sikap yang positif, yaitu memiliki kepercayaan diri dan perencanaan

yang tinggi serta selalu optimis. Bersikap positif maksudnya itu melakukan sikap

yang sifatnya positif. Sikap positif tidak hanya kepada pelayanan bimbingan
rohani Islam, akan tetapi bersikap positif kepada Allah itu sangat penting, karena

Allah yang memberikan kesembuhan kepada individu sedang diberi cobaan sakit

(pasien).

b. Berorientasi pada suatu tujuan, yaitu orientasi tingkah laku diarahkan pada

tujuan yang hendak dicapai. Pasien mengarahkan tujuan tertentu yaitu tujuan

untuk sembuh dan bisa beraktivitas kembali seperti semula.

c. Kekuatan yang mendorong individu, yaitu timbulnya kekuatan dalam diri

individu, dari lingkungan dan keyakinan adanya kekuatan yang akan mendorong

tingkah laku seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Pasien mendapat dorongan

dari luar kemudian dari dorongan dalam individu dapat mendorong individu

mengubah tingkah lakunya. Seperti pasien awal mulanya acuh tak acuh kepada

pelaksanaan pelayanan bimbingan rohani Islam, kemudian dengan adanya

kekuatan yang mendorong individu untuk keinginan ingin sembuh maka pasien

akan mengikuti pelaksanan bimbingan dengan baik.

Berdasarkan aspek-aspek yang telah diuraikan di atas, peneliti menyimpulkan

bahwa aspek-aspek motivasi yang diungkapkan Conger (dalam Ardhani, 2009: 20)

adalah yang paling lengkap atau komprehensip dan dapat digunakan untuk

menjelaskan aspek-aspek motivasi kesembuhan karena ketiga aspek tersebut sudah

mencakup semua dari teori yang lainnya dan sudah dianggap sesuai dengan motivasi

kesembuhan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari motivasi

kesembuhan meliputi: Memiliki sikap yang positif, berorientasi pada suatu tujuan

yaitu kesembuhan, dan kekuatan yang mendorong individu.


Motivasi seseorang sangat mempengaruhi kehidupan seseorang. Adapun

faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi adalah sebagai berikut:

a. Pengalaman masa lalu

b. Adanya dorongan dari luar diri individu

c. Persepsi individu terhadap sesuatu yaitu kualitas pelayanan bimbingan rohani

Islam di RSI Sultan Agung Semarang

d. Timbulnya persepsi dan bangkitnya kebutuhan baru, cita-cita, dan tujuan .

Selain yang diterangkan di atas ada juga faktor yang mempengaruhi motivasi.

Menurut Mc. Gie (Ardhani, 2009: 19) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

motivasi untuk sembuh, antara lain:

a. Ingin lepas dari rasa sakit yang dideritanya

b. Merasa belum bisa mengembangkan kemampuan yang dimilikinya

c. Masih ingin menikmati prestasinya

d. Masih memiliki anak yang masih memerlukan bimbingan dan perhatian

e. Masih ingin melihat anak-anaknya berhasil dalam pendidikannya maupun dalam

kehidupannya

f. Merasa belum dapat berbuat baik kepada orang lain

g. Banyak mendapatkan dukungan (support) dari keluarga dan teman-teman

sehingga seorang tersebut merasa masih diperlukan dalam kehidupan

selanjutnya.

D. HASIL PENELITIAN
NO JUDUL NAMA TAHUN METODE HASIL

PENELITIAN PENELITI PENELITIAN

1 Prevelensi Faika 2011- Penelitian ini bersifat Hasil menunjukkan

penyakit rachmawati 2013 deskriftif dengan bahwa pada tahun

tuberculosis paru metode pendekatan 2011-2013 ditemukan

di kota metro potong lintang kasus tersangka TB

provinsi lampung paru sebanayk 3.618

dengan 598 penderita

TB DAN 247 kasus

BTA positif. Penderita

TB paru dikota metro

hanya 2% dari

penderita TB provinsi

lampung. TB paru

banyak diderita pada

umur 25 -54 tahun d

penderita berjenis

kelamin laki-laki

2 Determinasi Suharyo 2013 Penelitian kualitatif penelitia

penyakit melalui wawancara menunjukkan sebagian

mendalam dan besar penderita TB


tuberculosis di dilakukan analisis paru berpendidikan

daerah pedesaan deskrifsi isi. menengah, dalam

masa usia produktif,

dan dalam kategori

kurang mampu dari

sisi ekonomi.

3 Hubumngan Dea nurma 2013 Penelitian ini Data diperoleh pada 38

antara ruditya merupakan penelitian responden TB paru

karateristik observasional analitik BTA positif (kategori

penderita TB dengan desain cross 1) berusia 15–65 tahun

dengan sectiona,lPengambilan yang telah

kepatuhan sampel menggunakan menyelesaikan

memeriksakan teknik simple random pengobatan selama 6

dahak selama sampling. bulan dari bulan

pengobatan Januari 2012 sampai

Juni 2013.

4 Hubungan Made 2013 Penelitian ini Penderita TB dengan

prestasi dan suadayani merupakan penelitian persepsi positif

tingkat pasek kuantitatif memiliki

pengetahuan observasional analitik kemungkinan patuh

penderta cross sectional, dalam pengobatan


tuberculosis sebesar 21,41 kali

dengan lebih besar daripada

kepatuhan yang memiliki

pengobatan persepsi negatif.

diwilaya kerja Hubungan tersebut

puskesmas signifikan(p= 0.018;

buleleng OR= 21,41; CI95%

1,69 hingga 270,86).

Tingkat pengetahuan

baik memiliki

kemungkinan 16,81

kali lebih besar patuh

terhadap pengobatan

TB daripada yang

tidak baik.Hubungan

tersebut signifikan(p=

0,040; OR= 16,81;

CI95% 1,13 hingga

248, 574).
5 Gambaran Fajar 2014 Penelitian ini bersifat Hasil penelitian

karasteruistik hidayatul deskriftif dengan menunjukkan

tuberkulosis paru azizi metode pendekatan karateristik pasien TB

di BBKPM potong lintang paling banyak menurut

bandung jenis kelamin adalah

perempuan (51,6%)

usia 20-50 tahun

(61%), TB

paru(88,8%) dan TB

luar paru paling sering

adalah kelenjar getah

bening (68,7%),

diperlukan penelitian

lanjutan dengan

melihat karateristik

lain,populasi lebih

besar, dan metode lain

dan lebih mengetahui

karakteristik pasien

TB

E. KERANGKA TEORI
Menurut faktor-faktor kepatuhan dari teori yang dikemukakan oleh WHO

menyebutkan patuh atau kepatuahan merupakan kecenderungan penderita melakukan

instruksi medikasi yang dianjurkan(Gough, 2011).kepatuhan minum obat sendiri kembali

kepada kesesuaian penderita dengan rekomendasi pemberi pelayanan yanag

berhubungan,dengan waktu,dosis, dan frekuensi pengobatan untuk janagaka waktu

pengobatan yang dianjurkan.

Motivasi suatu dorongan terhadap diri kita agar kita melakukan suatru hal, dorongan yang

kita dapat itu bisa bersumber dari mana saja ,entah itu dari diri kita atau pun dari hal atau

orang lain.(shaleh & wahap, 2004)

Faktor Kepatuhan

1. sarana
Kepatuhan minum obat TB
2. penderita

3. kelurga

4. lingkungan masyarakat

5. sosial ekonomi
Meningkatnya kepatuhan minum
obat pada pasien TB

Faktor Motivasi

1. Pengalaman masa lalu


BAB III
2. dorongan dari luar Motivasi
3. persepsi individi METODE PENELITIAN

4. timbulnya lcita – cita dan


3.1tujuan
KERANGKA
baru KONSEP
FAKTOR PREDISPOSISI

- pengetahuan
- sikap
- Persepsi

FAKTOR PENDUKUNG
Hubungan motivasi
- ekonomi kesembuhan dan
- Pelayanan kesehatan
kepatuhan minum obat

Commented [U1]:
FAKTOR PENDORONG

- Keluaraga
- Keinginan
3. 2 VARIABEL PENELITIAN

Variabel pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya ( Sugiyono, 2010 ). Soekidjo

Notoadmodjo (2010) mendefinisikan variabel adalah sesuatu yang sebagai ciri,

sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang
sesuatu konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan,

status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan sebagainnya.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.

a. variabal bebas (indevenden variable)

Variabel bebas (independen) merupakan variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen

(terikat) Pelayanan Keperawatan Aspek Perhatian Aspek Penerimaan Aspek

komunikasi Aspek kerjasama Aspek tanggung jawab Tingkat Kepuasan

Pasien Gambar 3.1 Kerangka konsep 40 (Sugiyono, 2010). Variabel bebas

dalam penelitian ini adalah kesembuhan dan kepatuhan minum obat pada

pasien TB paru yang dapat dilihat dari beberapa karasteristik yaitu :

1. Pendidikan

2. Pengetahuan

3. Sikap

b. variabel terikat (Dependen variable)

Variabel terikat (dependen) yaitu variabel yang memepengaruhi atau

yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi kepatuhan dan

kesembuhan dalam minum obat pada pasien TB paru.

3.3 HIPOTESIS PENELITIAN


Hipotesis merupakan proposisi yang akan diuji keberlakuannya, atau

merupakan suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian (Bambang dan Lina

2013). Soekidjo Notoatmojo (2010) mendefinisikan bahwa hipotesis dalah sebuah

pernyataan tentang sesuatu yang diduga atau hubungan yang diharapkan antara dua

variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris, biasanya hipotesis terdiri dari

pertanyaan terhadap adanya atau tidak adanya hubungan antara dua variabel yaitu

variabel bebas (independent variables) dan variabel terikat (dependent variables).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Hipotesis NOL (Ho)

Tidak adanya hubungan motivasi kepatuhan dan kesembuhan minum obat pada

pasien TB paru

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

Adanaya hubungan motivasi kepatuhan dan kesembuhan minum obat pada pasuen

TB paru

3.4 DEFINISI OPRASIONAL

No Variabel Definis Parameter Alat Skala Skort

Operasional Ukur

1 Variabel Berdasarkan Pengetahuan Kusioner Ordinal

independen pengetahauan pasien TB

pasien TB paru paru tentang :


1. terahadap 1.pengertian

pengetahuan motivasi kepatuahan

kepatuhan dan dan

kesembuhan kesembuhan

minum obat
2.manfaat

kepatuahn

minum obat

3. akibat yg di

timbulkan

2. sikap Sikap pasien sikap pasien Kusioner Ordinal

TB paru Tb paru:

terahadap
1.pandangan
motivasi
pasien TB
kepatuhan dan
paru terhadap
kesembuhan
kepatuhan
minum obat
dan

kesembuhan

2.kesadaran

dalam
kepatuhan

minum obat

3. sikap

dalam

menerapakan

kepatuahan

minum obat

3. presepsi presepsi 1.Presepsi Kusioner Ordinal

pasien TB paru pasien TB

terahadap paru terhadap

motivasi kepatuahn

kepatuhan dan dan

kesembuhan kesembuhan

minum obat 2.

pandanagan
pasien TB

paru terhadap

terhadap

kepatuahan

dan

kesembuahan

2 Variabael -Menurut 1. informasi

Terikat Rivai (2005) tentang

motivasi Motivasi kepatuahan

kepatuhan dan adalah minum obat

kesembuhan serangkaian pada pasien

pasien TB sikap dan TB paru

paru nilai-
2. pengaruh

nilai yang motivasi

mempengaruhi dalam

individu untuk kepatuahan

mencapai hal dan

yang spesifik kesembuhan

dalam minum

obat pada
sesuai dengan pasien TB

tujuan paru

individu.

3.5 RANCANGAN PENELITIAN

3.5.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan dalam penulisan ini adalah jenis

penelitian deskritif yang menggunkan pedekatan kuantitatif adalah suatau

proses menemukan pengetahauan yang menggunakan data beberapa angka

sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yg ingin kita ketehui

margono (2000).penelitian Ekspalantori adalah unuk menguji hipotesis antara

pariabel yang dihipotesiskan (2010)

Penelitiann deskritif adalah Menurut Nazir (1988: 63) dalam Buku Contoh

Metode Penelitian metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti

status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem

pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari

penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau


lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat

serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

3.5.2 Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari

sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini

subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap

suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Metode

yang digunakan untuk mendapatkan data primer yaitu : (1) metode survei

dan (2) metode observasi.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh

peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan

dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau

laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang

dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

3.5.3 Metode pengumpulan data

Dalam pengumpulan data penelitian menggunakan langkah-langkah sebagai

berikut:

. 1Wawancara
Tehnik pengumpulan data denagan cara melakukan wawancara langsung

denagn masyarakat tentang objek opservasi yang sedang diteliti wawancatra

yang dilakaukan adalah wawancara terstruktur, menurut sugiyono

(2008).wawancara tidak terstruktu adalah wawancara yang bebas dimana

peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersususn secara

sistematais dan lengkap untuk pengumpulan data

2. Studi Kepustakaan

Yaitu untuk memperoleh landasan teori mengenai hubungan motivasi

kesembuhan dan kepatuahan minum obat pada pasien TB paru melalaui

literataur-literataur ,laporan-laporan,makala-makala, jurnal-jurnal dan suarat

kabar yang berhubungan dengan permasalahan yang ada serta berguan bagai

peyusunan penelitian ini.

3. Kuesioner Angket

Adalah sejumalah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memerolaeh

informasi dari responden tentangdirinya atau hal-hal yang dirasakan

.kuesioner atau angket dapat berupa pertanyaan tertutup atau pertanyaan

terbuka , dapat diberikan pada responden secara langsung atau dikirim

melalaui pos atau internet (sugiyono, 2008).

3.5.4 Populasi dan sampel penelitian

a. Populasi
Populasi adalah wilaya generaliasis yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (sugiyono, 2007).

Populasi dalam penelitian ini adaalah seluruh pasien TB paru

b. Sampel

Sampel adalah bagian darai populasi yanag dipuilih dengan metode

sampluing tertetu untuk bisa memenuhi atau mewakili populasi

(Nursalam,2008).sampel penelitian ini adalah oasien TB paru

3.5.5 Instrumen penelitian

Instrument penelitiana adalah alat suatu fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasalnya

lebih baik, dalam arti arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah

diolah (suharsimi Arikunto,2006). Dalam penelitian ini, instrumen yang

digunakan adalah kusioner. Pertanyaan dalam kusioner yang di guanakan untuk

penelitian ini bersifat tertutup dengan jawaban yang susdah disediakan.

3.5.5.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur (Soekidjo Notoajmojo, 2010).

Instrumen yang valit mempunyai validitas tinggi begitupun sebalaiknya

instrumen yang kurang valitd memiliki validitas rendah, sebuah

insrumen dikatakan valid apa bila mampu mengukur apa yang hendak
diukur. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukan sejauh mana

data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validasi

yang dumaksud.

Cara yang di pakai dalam menguji tingkat validitas adalah internet

apakah terdapat kesesuaian antara bagian instrumen secar keseluruha

untuk mengukurnya menggunakn analisis butir pengukuran pada

analisis butir yaitu cara-cara skor yang ada kemudian dikorelsikan

dengan menggunakan rumus product moment (Suharsimi Aikunto,

2006)

Rumus validitas :
N ∑ XY – ( ∑ X) ( ∑Y)
Гxy=

√ [ N ∑ X² - ( ∑X) 2 ] [ N ∑ Y²- ( ∑ Y)² ]

Keterangan :

Гxy = Validitas butir

∑X = Jumlah skor butir

∑X² = Jumlah kuadrat skor butir

N ∑ XY – ( ∑ X) ( ∑Y) √ [ N ∑ X² - ( ∑X) 2 ] [ N ∑ Y²- ( ∑ Y)² ] 50

∑Y = Jumlah skor total


∑Y² = Jumlah kuadrat skor total

N = Jumlah responden

Kesesuain harga Гxy diperolah dari perhitungn dengn menggunakan

rumus di atas diseswuaikan daengan tabel harga regresi product moment

dengan korelasi Гxy lebih besar atau sama dengan regresi tabel, maka butir

instrumen tersebut valid

3.5.5.1 Uji Rehabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat

pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Soekidjo Notoatmodjo,

2010 : 168). Instrumen yang baik tidak akan bersifat terdensius mengarahkan

responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah

dapat dipercaya yang realibel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya

juga. Reliabilitas menunjukan pada tingkat keterandalan sesuatu. Uji reliabilitas

dilakukan dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen

dengan teknik tertentu. Uji reliabilitas instrumen untuk pertanyaan yang valid

diuji dengan rumus alpha dengan bantuan komputer program SPSS windows

12,00, karena skornya bukan 0 atau 1, tetapi menggunakan rintangan 1-5 apabila

r alpha > r tabel maka soal tersebut adalah valid (Suharsimi Arikunto, 2006).

Rumus :
r 11 = k ∑ σ²ь
1-

k-1 σ²t

Keterangan :

r 11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑ σ²ь = Jumlah varians skor soal

σ²t = Varians soal

3.5.7 Pengelolaan Data

Pengelolaan data dilakukan beberpa tahapan :

1. Editing

Sebelum meninggalkan tempat penelitian, kelengkapan jawaban kusioner

diperiksa terlebih dahulu oleh penelitian

2. coding

Memberikan kode angka tertentu pada kusioner untuk mempermudah waktu

mwngdakan tabulasi dan analisis.

3.Entri
Memasukkan data dari kusioner kedalam program komputer dengan

enggunakan SPSS

4. Cleaning

Mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau

tidak (Notoajmojo, 2012).

3.5.8 Etika penelitian

Masalah etikan penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat

penting,karena akan berhubungnn dengan manusia secara langsung. Etika yang

harus di perhatikan adalah;

1. informasi consent (lembaran persetujuan)

Peneliti menjelaskan tujuan penelitian yang dilaksanakan kepada responden.

Responden ,kemudaian menayakan kesediaan kesediaan respondan yang

bersedia selanjutnya diminta menandatangani lembar persetujuan.

2. codenfidentiality (kerahasiaan)

Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas baik

nama,alamat maupun asal subyek dari kusioner dan alat ukur apapun untuk

menjaga anonimitas dan kerahsasiaan identitas subyek. Peneliti dapat

menggunakan coding (inisial atau identificasion number) sebagai pengganti

identitas inforamasi.
3. justice (Adil)

Dalam penelitian peneliti harus adil terhadap rsponden. Semua responden

diberikan kusioneryang sama tanpa membeda-bedakan. Responden akan

diberikan penjelasan kemudian mengisi lembar kusioner yang sama.

4. Blancing harams (Bermanfaat)

Peneliti melakasanakan penelitian sesui dengan prosedur penelitian guna

mendapatkan hasuil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek

penelitian dan dapat digeneralisasikan ditingkat populasi (beneficence)

KUSIONER

HUBUNGaN MOTIVASI KESEMBUHAN DENGAN KEPATUHAN MINUM

OBAT PADA PASIEN TB PARU

Terdapat dua pilihan jawaban yg disertakan untuk setiap pernyataan yaitu :


1. sesui dengan sy : ya

2. tidak sesui dengan saya : tidak

Contreng salah sataunya (√)

NO Pertanyaan ya tidak

1 Apakah keluarga anda tau tentang penyakit anda ?

2 Apakah penyakit TBC merupakan penyakit menular ?

3 Apaakah menurut saudara motivasi termasuk kedalam proses

penyembuhan ?

4 Apakah motivasi ada hubungannya dengan kepatuhan minum obat

5 Apakah anda tau tentang penyakit TB Paru sebelumnya ?

6 Apakah keluarga anda menjadi pendukung terhadap proses

penyembuhan penyakit yang anda alami ?

7 Apakah anda orang yang mengikuti aturan dalam minum obat yang

di berikan oleh tenaga kesehatan ?

8 Apakah keluarga anda memotivasi dalam minum obat dan proses

peyembuhan ?
9 Apakah anda bertanya kepada pelayanan kesehatan setempat

ketika tidak mengerti tentang cara minum obat ?

10 Apakah dalam minum obat dan proses penyemuhan memerlukan

motivasi dari diri sendiri ?

Anda mungkin juga menyukai