“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka dengan diam-diam dan
terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, Agar Allah
menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-
Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Faathir: 29-30)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan bahwa membaca kitab Allah ada dua macam:
Pertama, membaca hukmiyyah, yakni membenarkan berita-berita yang ada dan melaksanakan
hukumnya dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Kedua, membaca lafzhiyyah, yakni membaca lafaznya. Telah datang nash-nash yang cukup
banyak menerangkan tentang keutamaannya, baik membaca secara umum isi Alquran, surat
tertentu maupun ayat tertentu (lih. Majaalis Syahri Ramadhan, tentang Fadhlu tilaawatil Qur’aan).
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Hal itu dikarenakan Alquran adalah firman Allah Rabbul ‘aalamin. Alquran merupakan ilmu yang
paling utama dan paling mulia, oleh karena itu orang yang mempelajari dan mengajarkannya
adalah orang yang terbaik di sisi Allah Ta’ala.
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran.” (QS. Az Zumar: 23)
“Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad, seburuk-buruk urusan adalah perbuatan yang diada-adakan (dalam agama)
dan semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim)
Imam Syafi’i dan ulama lainnya berpendapat bahwa membaca Alquran merupakan dzikr yang
paling utama.
Orang yang tersendat-sendat dalam membaca Alquran mendapatkan dua pahala adalah hasil dari
membaca Alquran dan karena telah bersusah payah untuknya.
4. Orang yang membaca Alquran diibaratkan seperti buah utrujjah yang luarnya wangi
dan dalamnya manis.
“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti buah utrujjah; aromanya
wangi dan rasanya enak. Orang mukmin yang tidak membaca Alquran adalah seperti buah kurma;
tidak ada wanginya, tetapi rasanya manis. Orang munafik yang membaca Alquran adalah seperti
tumbuhan raihaanah (kemangi); aromanya wangi tetapi rasanya pahit, sedangkan orang munafik
yang tidak membaca Alquran adalah seperti tumbuhan hanzhalah; tidak ada wanginya dan
rasanya pahit.” (HR. Bukhari-Muslim)
“Bacalah Alquran, karena ia akan datang pada hari kiamat memberikan syafaat kepada
pembacanya.” (HR. Muslim)
6. Membaca satu atau dua ayat Alquran lebih baik daripada memperoleh satu atau dua
ekor onta yang besar
“Siapakah di antara kalian yang suka berangkat pagi setiap hari ke Bathhan atau ‘Aqiq dan
pulangnya membawa dua onta yang besar punuknya tanpa melakukan dosa dan memutuskan tali
silaturrahim?” Para sahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, kami suka hal itu.” Beliau bersabda:
“Tidak adakah salah seorang di antara kamu yang pergi ke masjid, lalu ia belajar atau membaca
dua ayat Alquran? Yang sesungguhnya hal itu lebih baik daripada memperoleh dua ekor onta, tiga
ayat lebih baik daripada tiga ekor onta, empat ayat lebih baik daripada empat ekor onta dan (jika
lebih) sesuai jumlah itu dari beberapa ekor onta.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Tidaklah berkumpul sebuah kaum di salah satu
rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya, kecuali akan turun ketentraman
kepada mereka, diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat dan Allah akan menyebut
mereka ke hadapan makhluk di sisi-Nya.” (HR. Muslim)
8. Karena kemuliaan Alquran, tidak pantas bagi yang telah menghapalnya mengatakan
“Saya lupa ayat ini dan itu”, tetapi hendaknya mengatakan “Ayat ini telah terlupakan.”
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata, “Hal itu karena ucapan “saya lupa” terkesan adanya sikap tidak
peduli dengan ayat Alquran yang dihapalnya sehingga ia pun melupakannya.”
Ali bin Abi Thalib berkata, “Alquran adalah Kitabullah, di dalamnya terdapat berita generasi
sebelum kalian, berita yang akan terjadi setelah kalian dan sebagai hukum di antara kalian.
Alquran adalah keputusan yang serius bukan main-main, barangsiapa meninggalkannya dengan
sombong pasti dibinasakan Allah, barangsiapa mencari petunjuk kepada selainnya pasti disesatkan
Allah. Dialah tali Allah yang kokoh, peringatan yang bijaksana dan jalan yang lurus. Dengan
Alquran hawa nafsu tidak akan menyeleweng dan lisan tidak akan rancu. Paraulama tidak akan
merasa cukup (dalam membacanya dan mempelajarinya), Alquran tidak akan usang karena
banyak pengulangan, dan tidak akan habis keajaibannya. Dialah Alquran, di mana jin tidak
berhenti mendengarnya sehingga mereka mengatakan; “Sungguh kami mendengar Alquran yang
penuh keajaiban, menunjukkan ke jalan lurus, maka kami beriman kepadanya”. Barangsiapa yang
berkata dengannya pasti benar, barangsiapa beramal dengannya pasti diberi pahala, barangsiapa
berhukum dengannya pastilah adil, dan barangsiapa mengajak kepadanya pastilah ditunjuki ke
jalan yang lurus.”
Akan dikatakan kepada pembaca Alquran “Bacalah dan naiklah (ke derajat yang tinggi), serta “
tartilkanlah sebagaimana kamu mentartilkannya ketika di dunia, karena kedudukanmu pada akhir
ayat yang kamu baca.” (Hasan shahih, HR. Tirmidzi)
12. Dengan Alquran, Allah meninggikan suatu kaum dan dengannya pula Allah
merendahkan suatu kaum
Yakni bagi orang yang mempelajari Alquran dan mengamalkan isinya, maka Allah akan
meninggikannya. Sebaliknya, bagi orang yang mengetahuinya, namun malah mengingkarinya,
maka Allah akan merendahkannya.
13. Orang yang membaca Alquran secara terang-terangan seperti bersedekah secara
terang-terangan
“Orang yang membaca Alquran terang-terangan seperti orang yang bersedekah terang-terangan,
dan orang yang membaca Alquran secara tersembunyi seperti orang yang bersedekah secara
sembunyi.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i, lihat Shahihul Jaami’: 3105)
Oleh karena itu, bagi orang yang khawatir riya’ lebih utama membacanya secara sembunyi.
Namun jika tidak khawatir, maka lebih utama secara terang-terangan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaknya yang mengimami suatu kaum itu
orang yang paling banyak (hapalan) terhadap Kitab Allah Ta’ala (Alquran). Jika mereka sama
dalam hapalan, maka yang lebih mengetahui tentang sunah. Jika mereka sama dalam
pengetahuannya tentang sunah, maka yang paling terdepan hijrahnya. Jika mereka sama dalam
hijrahnya, maka yang paling terdepan masuk Islamnya –dalam riwayat lain disebutkan “Paling tua
umurnya”-, janganlah seorang mengimami orang lain dalam wilayah kekuasaannya, dan janganlah
ia duduk di tempat istimewa yang ada di rumah orang lain kecuali dengan izinnya.” (HR. Muslim)
Mereka lebih didahulukan dimasukkan ke dalam liang lahad, jika banyak orang yang
meninggal
Pada saat perang Uhud banyak para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang gugur, maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar yang lebih didahulukan dimasukkan
ke liang lahad adalah para penghapal Alquran.
Oleh karena itu, di zaman Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu, para penghapal Alquran duduk di
majlis musyawarahnya.
Imam Tirmidzi meriwayatkan –dan dia menghasankannya- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mengirim utusan beberapa orang, lalu beliau meminta masing-masing untuk
membacakan Alquran, maka mereka pun membacakan Alquran. Ketika itu ada anak muda yang
ternyata lebih banyak hapalannya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata
kepadanya: “Surat apa saja yang kamu hapal, wahai fulan?” Ia menjawab: “Saya hapal surat ini,
itu dan surat Al Baqarah.” Beliau berkata: “Apakah kamu hapal surat Al Baqarah?” Ia menjawab:
“Ya.” Maka Beliau bersabda: “Berangkatlah, kamulah ketuanya.”
Ketika itu ada seorang yang terkemuka di antara mereka berkata: “Demi Allah, tidak ada yang
menghalangiku untuk mempelajari suratAl Baqarah selain karena khawatir tidak sanggup
mengamalkannya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pelajarilah Alquran dan bacalah, karena perumpamaan Alquran bagi orang yang mempelajarinya
kemudian membacanya seperti kantong yang penuh dengan minyak wangi, dimana wanginya
semerbak ke setiap tempat, dan perumpamaan orang yang mempelajarinya kemudian tidur (tidak
mengamalkannya) padahal Alquran ada di hatinya seperti kantong yang berisi minyak wangi
namun terikat.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Barangsiapa yang ingin dicintai Allah dan Rasul-Nya, maka perhatikanlah:
“Jika ia mencintai Alquran, berarti ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Thabraniy dengan
isnad, di mana para perawinya tsiqah)
Utsman bin ‘Affan berkata, “Kalau sekiranya hati kita bersih, tentu tidak akan kenyang (membaca)
kitabullah.”
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
https://konsultasisyariah.com/12884-keutamaan-dan-motivasi-membaca-alquran-di-bulan-
ramadhan.html