Anda di halaman 1dari 28

Skenario

“Sakit Menelan”

dr. Larry, pagi ini kedatangan seorang pasien anak-anak berumur 10 tahun
yang diantar ibunya dengan keluhan sakit menelan sejak 1 minggu yang lalu.
Keluhan ini disertai dengan demam tinggi, batuk pilek dengan sekret berwarna
hijau dan suaranya serak. Menurut keterangan ibunya, pasien memiliki kebiasaan
tidur mengorok, pasien sudah sering mengalami keluhan serupa sejak usia 8 tahun
dan selalu berulang. Berat badannya tidak pernah naik dan juga sering makan
makanan yang dibeli diluar rumah serta sering minum es. Dari pemeriksaan dr.
Larry ditemukan tonsil T3-T4 dan detritus (+) dan warna dinding rino-laringo-
faringitis tampak hiperemis. Serta adanya benjolan berbentuk papil bertangkai di
dinding orofaring.
STEP I

TERMINOLOGI

1. Tonsil : jaringan limfoid

2. Hiperemis : mukosa kemerahan

3. Detritus : kumpulan leukosit, bakteri yang sudah mati, dan epitel tua.
STEP II

RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang terjadi pada pasien ? (diagnosis)

2. Mengapa sekret hijau ?

3. Fisiologi menelan dan Mengapa pasien sakit saat menelan ?

4. Apakah pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa ?

5. Bagaimana penatalaksanaan penyakit tersebut?


STEP III
Jawaban Singkat

1. Yang terjadi pada pasien adalah tonsilitis akut yang bertransformasi menjadi
kronik.

2. Sekret hijau merupakan produk dari bakteri

3. Oral –  faringeal –  esofageal

4. Anamnesis, orofaring, swab tenggorok

5. Antibiotik, uji resistensi bakteri, obat kumur


STEP IV

Penjelasan

1. Tonsilitis Akut
 Etiologi :
Bakteri Streptococcus β hemoliticus group A (tersering)
Bakteri non hemolitikus atau streptococcus viridans

 Patologi :
1. Peradangan biasa di daerah tonsil saja
2. Pembentukan eksudat
3. Selulitis tonsil dan daerah sekitar
4. Pembentukan abses peritonsilar
5. Nekrosis jaringan

 Manifestasi Klinis :
1. Sakit tenggorokan, ada disfagia
2. Suhu tinggi
3. Nafas bau
4. Nyeri alih di telinga
5. Terkadang terdapat otitis media merupakan komplikasi peradangan
tenggorokan
6. Tonsil membesar dan meradang, terdapat bercak-bercak, dan
dibungkus eksudat
7. Terdapat eksudat berwarna kuning atau keabuan
8. Ada nekrosis jaringan lokal

 Penatalaksanaan
1. antibiotik broadspektrum penisilin dan eritromisin
2. antipiretik untuk demam
3. obat kumur disinfektan

Tonsilitis Difteri
 Etiologi : Coryne Bacterium Diphteriae (bakteri gram +) penularan
lewat udara atau makanan yang terkontaminasi

 Manifestasi Klinis :
1. menyerang anak usia 2-5 tahun, masa inkubasi 2-7 hari
2. Gejala umum : kenaikan suhu tubuh
 Nyeri kepala
Tidak nafsu makan
 Nadi lemah
 Nyeri saat menelan
Gejala lokal :  Nyeri tenggorok
Disfagia
Mual dan muntah
Tonsil bengkak berbercak putih semakin
menyebar dan menutupi laring sehingga
serak dan sesak napas
Prognosis akan buruk bila kelenjar limfe
 bengkak dan menyerupai leher sapi
(burgemeester’s hals)
Gejala karena eksotoksin :   Kerusakan jaringan tubuh: jantung
miokarditis
Saraf kranial : lumpuh otot palatum dan
otot pernapasan
Ginjal : alburninuria
 Diagnosis :
1. pemeriksaan preparat langsung bakteri dari tonsilitis
2. pemeriksaan tes Shick   titer antitoksin >0,03/ cc darah dapat
memberikan imunitas
 Penatalaksanaan :
1. Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil
kultur.
20.000 –  100.000 unit (tergantung umur)
2. Antibiotik penisilin atau eritromisin
25-50 mg/kgBB diberikan 3x sehari selama 14 hari
3. Kortikosteroid
1,2 mg / kgBB / hari
4. Antipiretik
5. Penyakit menular sehingga harus diisolasi, istirahat 2-3 minggu

Tonsilitis Kronik

 Faktor predisposisi :
1. rangsang menahun dari rokok
2. higiene mulut yang buruk
3. kelelahan fisik
4. pengobatan tonsilitis akut tidak adekuat

 Etiologi : sama dengan tonsilitis akut

 Patofisiologi :

radang berulang   epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis 

 jaringan limfoid diganti jaringan parut   jaringan parut mengerut


sehingga kriptus melebar dan diisi detritus   berlangsung terus
menerus dan menembus kapsul tonsil   timbul perlekatan dengan
 jaringan sekitar fossa tonsilaris  disertai pembesaran kelenjar limfa
submandibula
 Manifestasi Klinis :
1. mengeluh ada yang mengganjal di tenggorokan
2. terasa kering dan napas berbau
3. tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus melebar,
dan terisi detritus

 Penatalaksanaan :
1. kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil
2. terapi lokal untuk higiene mulut dengan obat kumur atau obat
hisap
3. terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa dan
konservatif tidak berhasil

Indikasi Tonsilektomi :
1. tonsilitis lebih dari 3 kali per tahun meskipun terapi sudah adekuat
2. tonsil hipertrofi menimbulkan maloklusi gigi dan gangguan
 pertumnuhan orofasial
3. sumbatan jalan napas karena hipertrofi tonsil, gangguan menelan,
 berbicara, dan sleep apnea
4. rinitis dan sinusitis kronik, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak hilang
5. napas bau tidak berhasil dengan pengobatan

Faringitis Akut
1. Faringitis Bakterial
 Etiologi :
Infeksi Group A streptococcus β hemoliticus (dewasa 15%),
(anak 30%)
Streptococcus viridans
Streptococcus pyogenes
 Patofisiologi :
Penularan lewat ludah   menginfiltrasi lapisan epitel   epitel
terkikis   jaringan limfoid superficial bereaksi   pembendungan

radang dengan infiltrasi leukosit PMN

 Patologi :
Mikroorganisme yangmenghasilkan eksudat atau menyebabkan
kataral edema/ulserasi   hiperemia dan sekresi meningkat,
eksudat mula-mula serosa tapi menebal menjadi mukus   mukus

mengering dan melekat di dinding faring   karena hiperemia, PD


dinding faring melebar  terdapat sumbatan berwarna putih, kuning
atau abu-abuan di dalam jaringan limfoid atau folikel   terdapat

folikel limfoid atau bercak bercak pada dinding faring posterior atau
lateral

 Manifestasi Klinis :
1. awitan pertama merasa gatal atau rasa kering di tenggorokan
2. suhu tubuh meningkat hingga 40˚ derajat, sakit kepala
3. terdapat eksudat yang sulit dikeluarkan
4. suara parau, batuk, ada usaha mengeluarkan dahak
5. faring hiperemia, tonsil membengkak
6. terdapat detritus (tonsilitis folikularis bersatu menjadi tonsilitis
lakunaris)
7. kelenjar submandibula bengkak dan nyeri tekan
8. terdapat nyeri alih ke telinga
9. kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri tekan

 Terapi dan Penatalaksanaan


1. Antibiotik
Penisilin G Benzatin 50.000 U/kgBB selama 5hari
Amoksisilin 50mg/kgBB selama 10 hari, 3kali sehari
Amoksisilin dewasa 3x500mg (6-10 hari)
Atau eritromisin 4x500mg/hari (bila alergi penisilin)
2. Kortikosteroid
Dexametason 8-16mg diberikan IM, 1 kali sehari
Untuk anak 0,08-0,3 mg diberikan IM, 1 kali sehari
3. Analgetik atau antipiretik
4. obat kumur atau obat isap dengan disinfektan

 Komplikasi :
OMA, abses peritonsil, toksomia, bronkitis, nefritis akut,
miokarditis, artitis

Faringitis Viral
 Etiologi :
Adenovirus : menimbulkan gejala konjungtivitis pada anak
Herpes Simplex
Enterovirus
Virus Influenza (A dan B) : cox sachievirus dan cytomegalovirus
(tidak menghasilkan eksudat)
Virus Epstein Barr : faringitis dengan eksudat
Rinovirus : timbul gejala rinitis

 Manifestasi Klinis :
1. demam disertai rinorea
2. mual dan muntah
3. sulit menelan dan nyeri tenggorok
4. faring dan tonsil hiperemis

 Terapi :
1. Istirahat dan minum cukup
2. kumur dengan air hangat
3. analgetik dan tablet hisap bila perlu
4. pada infeksi herpes simpleks diberikan metosoprinal
Dewasa : 60-100 mg , 4-6 kali sehari
Anak : <5 tahun 50 mg, 4-6 kali sehari

Faringitis Kronik
 Faktor predisposisi : rinitis kronik, sinusitis, rokok, minum alkohol,
sering bernapas melalui mulut karena hidung tersumbat

A. Faringitis Kronik Atrofi


 Manifestasi Klinis :
1.Tenggorokan kering dan gatal
2.Mulut berbau
3.Mukosa faring berlendir, bila lendir siangkat mukosa akan kering

 Penatalaksanaan
1.Obat rinitis atrofi
2.Obat kumur dan simtomatik

B. Faringitis Kronik Hiperplastik

 Manifestasi Klinik :
1.Rasa gatal, kering, berlendir di tenggorok
2.Batu berdahak
3.Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring
4.Kelenjar limfa di bawah mukosa faring hiperplasia

 Penatalaksanaan :
1. dicari penyebab dan diobati penyakit kronik di hidung dan sinus
 paranasal
2. terapi lokal dengan zat kimia ( albotil dan nitras argenti)
3. terapi simtomatik dengan obat hisap atau obat kumur, obat batuk
(antitusif dan ekspektoran)

2. Sekret hijau : infeksi bakteri   eksotoksin   produk bakteri   pertahanan

tubuh  infiltrasi  batuk  mengeluarkan dahak

3. Menelan merupakan aksi fisiologis kompleks ketika makanan atau cairan


 berjalan dari mulut ke lambung. Proses menelan dipersarafi oleh saraf V, IX, X
dan XII. Menelan terjadi dalam tiga fase: oral, faringeal, dan esophageal.
Pada fase oral, makanan yang telah dikunyah (bolus) didorong ke belakang
mengenai dinding posterior faring oleh gerakan voluntar lidah dan menyebabkan
rangsangan gerakan refleks menelan.
Pada fase faringeal, palatum mole dan uvula bergerak secara refleks menutup
rongga hidung, laring terangkat dan menutup glotis mencegah makanan memasuki
trakhea (saluran nafas) untuk menghindari aspirasi (tersedak). Kontraksi otot
konstriktor faringeus mendorong bolus melewati epiglotis menuju faring bagian
 bawah dan memasuki esofagus.
Fase esofageal. Ketika bolus hendak masuk ke esofagus, otot-otot krikofaringeus
relaksasi sejenak sehingga memungkinkan bolus masuk ke esofagus. Setelah
relaksasi yang singkat ini, gelombang relaksasi primer dihantarkan ke otot
krikofaringeus yang menyebabkan otot ini berkontraksi dan mendorong bolus
menuju sfingter esofagus bagian distal. Adanya bous merelaksasikan otot sfingter
ini dan memungkinkan bolus masuk ke dalam lambung.
Pada esofagus terdapat dua gerakan peristaltik, primer dan sekunder. Gerakan
 peristaltik primer bergerak dengan kecepatan 2 sampai 4 cm/detik sehingga
makanan yang tertelan mencapai lambung dalam waktu 5 sampai 15 detik.
Gerakan esofagus sekunder timbul bila gelombang primer gagal mengosongkan
esofagus.
Posisi berdiri tegak dan gaya gravitasi adalah faktor-faktor penting yang
mempermudah transport dalam esofagus bagian bawah, tetapi adanya gerakan
 peristaltik memungkinkan orang untuk minum air sambil berdiri terbalik dengan
kepala di bawah atau ketika berada di luar angkasa dengan gravitasi nol.

4. Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan tonsillitis akut seringkali datang dengan keluhan nyeri tenggorok,
disfagia, demam, limfadenopati sevikal. Tonsil dapat membesar atau tetap dalam
ukuran normal namun tampak eritematus. Dapat pula ditemukan eksudat pada
tonsil. Dengan inspeksi yang teliti akan nampak obstruksi pada kripta tonsil.

Seringkali pasien datang ketika fase akut telah mereda hingga pemeriksaan fisik
tidak menunjukkan banyak tanda yang membantu penegakan diagnosis. Tonsil
dapat nampak normal atau tampak adanya peritonsilar eritem, pembesaran
 peritonsilar, pembesaran kelanjar getah bening servikal, tonsilolith, atau
 pengurangan jumlah kripta tonsilar dengan permukaan yang halus mengkilat pada
tonsillitis kronis.

Untuk melakukan pemeriksaan fisik orofaring yang baik maka pasien diminta
untuk membuka mulutnya lebar-lebar dengan lidah tidak dijulurkan melainkan
diletakkan pada dasar mulut. Gunakan tongue spatle untuk menekan lidah bagian
anterior secara gentle untuk mencegah reflex muntah. Timbulnya refleks muntah
dan pendorongan lidah akan mengakibatkan tonsil bergerak ke arah medial dan
nampak sebagai pembesaran. Pasien diminta untuk mengucapkan ‘aaaa’ hingga
visualisasi daerah inferior tonsil nampak sekaligus memberikan gambaran
integritas palatum.

Grade Proporsi Tonsil dalam Orofaring


0 Tonsil pada Fossa Palatina
1 Tonsil < 25% dari Orofaring
2 Tonsil 25-50% dari Orofaring
3 Tonsil 50-75% dari Orofaring
4 Tonsil > 75% dari Orofaring

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiografi leher posisi lateral dapat digunakan untuk pemeriksaan


 penunjang pada hipertrofi adenoid dan tonsil. Pada pasien dengan gejala obstruksi
yang signifikan dengan tanda hipertrofi tonsil yang nyata dan membutuhkan
intervensi pembedahan maka pemeriksaan radiografi bukan merupakan
 pemeriksaan wajib untuk penegakan diagnosa.

Endoskopi nasofaringoskopi fleksibel dapat pula digunakan sebagai pemeriksaan


 penunjang pada penyakit-penyakit adenotonsilar. Obstruksi oleh jaringan adenoid
 pada posterior koana dan pembesaran hipertrofi tonsil ke hipofaring dapat
divisualisasi dengan jelas.

5. Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan


 pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
 penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-
gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat
irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan
infeksi kronis maupun berulang.

Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan
mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam
 parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan
yang efektif bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil.
Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada
 parenkim tonsil, walaupun sering digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan
 pemeriksaan aspirasi jarum halus ( fine needle aspiration/FNA) merupakan tes
diagnostik yang menjanjikan.
STEP V

Learning Objective

1. Semua yang berkaitan dengan laringitis (etiologi,manifestasi klinis,


 penegakan diagnosis,penatalaksanaan,dll )
2. Semua yang berkaitan dengan neoplasma tenggorokan
(etiologi,manifestasi klinis, penegakan diagnosis,penatalaksanaan,dll )
3. Semua yang berkaitan dengan abses tenggorok (etiologi,manifestasi klinis,
 penegakan diagnosis,penatalaksanaan,dll )
STEP VI

Bahan Belajar

Adapun bahan belajar yang digunakan oleh kelompok kami dalam menyelesaikan
Learning Objective ini adalah :

 Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorok Kepala&Leher Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia
 BOIES Buku Ajar Penyakit THT
 Journal Universitas Sumatra Utara
STEP VII

Pembahasan Learning Objective

1. Laringitis Akut
 Etiologi :
Bakteri  radang lokal
Virus  radang sistemik

 Faktor Predisposisi : perubahan suhu, kurung gizi, imunisasi tidak


lengkap, pemakaian suara berlebihan

 Manifestasi Klinis :

1. demam, malaise, gejala rinofaringitis


2. suara parau sampai afoni
3. nyeri telan atau berbicara
4. batuk kering, kelamaan dahak kental
5. mukosa laring hiperemis dan bengkak
6. radang akut di hidung, paru atau sinus paranasal

- Penatalaksanaan :
1. istirahat bicara dan bersuara 2-3 hari
2. menghirup udara lembap, hindari rokok, makanan pedas dan rokok
3. antibiotik penisilin
4. dapat diberikan kortikosteroid dan mengatasi edema
5. dipasang pipa endotrakea atau trakeostomi bila terdapat sumbatan
laring

Laringitis Kronik
- Etiologi :
Sinusitis kronik
Deviasi septum berat
Polip hidung
Bronkitis kronis
Berteriak teriak, biasa berbicara keras

- Manifestasi Klinis :
Suara parau menetap, hemoptisis
Rasa tersangkut di tenggorok tidak ada sekret
 Nyeri menelan, keadaan buruk

- Klasifikasi :
A. Laringitis Kronik Spesifik :
Tuberkulosis, ada 4 stadium :
o Stadium infiltrasi :
- mukosa laring pucat bagian posterior bengkak dan hiperemis
- di daerah submukosa terbentuk tuberkel berwarna kebiru-
 biruan bila tuberkel membesar akan pecah timbul ulkus
o stadium ulserasi :
- ulkus membesar dasarnya ditutupi oleh perkijuan
- sangat nyeri oleh pasien
o stadium perikondritis :
- ulkus makin dalam mengenai kartilago laring dan epiglotis 

kerusakan tulang rawan  nanah berbau terbentuk squester


- keadaan pasien sangat buruk dan dapat meninggal
o stadium fibrotuberkulosis :
- pada dinding posterior
- pita suara dan subglotik (pembentukan tumor)

- Diagnosis :
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboraturium
Foto rontgen toraks
Laringoskopi langsung atau tidak langsung
Pemeriksaan PA

- Terapi :
1. antituberkulosis primer dan sekunder
2. istirahat suara

2. a. Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher
yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala
dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor
ganas hidung dan sinus paranasal,laring, dan tumor ganas rongga
mulut,tonsil, hipofaring.
 Etiologi :
◦ virus epstein-barr
◦ Faktor Lingkungan : asap, bahan kimia, bumbu masak
◦ Faktor genetik
 Gejala :
◦  Nasofaring : epistaksis ringan, sumbatan hidung
◦ Gangguang telinga : Tinitus, otalgia
◦ Gejala mata : Saraf otak III,IV,VI,V
◦ Gejala Saraf : Saraf otak IX,X,XI,XII
 Diagnosis
◦ Pemeriksaan CT-Scan kepala Leher
◦ Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA
 Terapi
◦ Radioterapi
◦ Diseksi Leher
◦ Kemoterapi
◦ Seroterapi
◦ Operasi Tumor (residu) atau kambuh (residif)
 Pencegahan:
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat ti nggal di daerah
dengan risiko tinggi. Memindahkan penduduk dari daerah dengan
risiko tinggi ke tempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup
salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang
timbul dari bahan-bahan berbahaya.

 b. Tumor Ganas Rongga Mulut


Tumor Ganas Rongga Mulut adalah tumor ganas yang terdapat didaerah
yang terletak mulai dari perbatasan kulit-selaput lendir bibir atas dan
 bawah sampai ke perbatasan palatum durum-palatum mole dibagian atas
dan garis sirkumvallatae di bagian bawah.
• Etiologi
 Merokok dan Alkohol
 Memamah Sirih dan Tembakau
• Diagnosis
 Rasa Nyeri menelan
 Tidak bisa membuka mulut
 Terdapat bercak keputihan dan kemerahan
 Terdapat massa dengan permukaan yang tidak rata
dan memberikan rasa nyeri di organ-organ rongga
mulut yang dipersyarafi N. Trigeminus dan cabang
 N.Fasialis
 Pemeriksaan CT-scan dan MRI
• Terapi
 Biopsi
c. Tumor Laring
 Tumor Jinak Laring
Tumor Jinak Laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang lebih 5%
dari semua jenis tumor laring.
◦ Etiologi : diduga Virus, bila merokok menjadi ganas
◦ Gejala : Suara parau, batuk, sesak nafas bila menutup rima
glotis
◦ Terapi : bedah mikro atau sinar laser, di beri vaksin dari
massa tumor, obat anti virus, kalsium atau ID metionin
 Tumor Ganas Laring
◦ Banyak pada laki-laki 50-70 tahun, terbanyak jenis karsinoma
sel skuomosa
◦ Etiologi : belum diketahui pasti
◦ Predisposisi : Rokok, alkohol, paparan radio aktif
◦ Gejala : suara parau menetap, sesak nafas, batuk
dengan riak darah, BB menurun
◦ Terapi :
- Stadium 1, dikirim untuk radiasi

- Stadium 2 dan 3 , operasi laringektomi totalis / parsial

- Stadium 4 , rekonstruksi dan radiasi

d. Tumor Ganas Esofagus


Jenis Karsinoma sel Squamosa
 Etiologi : Idiopatik, makanan berkarsiogenik
(alkohol,rokok,nitrosamin), kelainan esofagus, pasca radiasi direhat
 Gejala :
◦ gejala sumbatan : sulit menelan, batuk disertai darah, BB
menurun
◦ Gejala penebaran tumor ke mediastinum : suara parau, nyeri
retrosternal, punggung, servikal, gejala bronkopulmonel
◦ Gejala metastasi ke kelenjar limfa
 Terapi :
◦ Periksa Darah rutin : LED meningkat, gangguan hati dan ginjal
◦ Periksa Radiologi : Fluroskopi posisi tegak dan miring untuk
melihatkelenturan esofagus, poto polos torak lateral,
esofagogram, dengan kontras dada,
◦ Radiasi untuk tujuan kuratif pasien pasca bedah
◦ Pembedahan enblocesophagectomy untuk massa tumor < 2cm
◦ Pembedahan by pass end to end esophagogastrotomy
3. a. Abses Peritonsil (QUINSY)

• Etiologi

Komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar


mukus weber di kutub atas tonsil. Kuman penyebab bersifat aerob dan
anaerob dan kuman penyebab tonsilitis.

• Patologi

stadium infiltrat -> bersupurasi -> pembengkakan peritonsil -> uvula


terdesak ke arah kontralateral.

Jika peradangan berlanjut, iritasi muskulus pterigoid interna trismus.

• Manifestasi klinis:

-Odonofagia

-Otalgia

-Regurgitasi

-Foetor ex ore

-Hipersalivasi

-Suara gumam
  -trismus

-Pembengkakan dan nyeri tekan submandibula

• Pemeriksaan

- Palatum mole tampak membengkak dan teraba fluktuasi.

- Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral.

- Tonsil bengkak, hiperemis, dan banyak dedritus,terdorong ke arah


tengah, depan dan bawah.

• Penatalaksanaan

1. Antibiotik dosis tinggi

- Penisilin 600.000 - 1.200.000 unit

- Ampisilin/amoksisilin 3 –  4 x sehari

- Sefalosporin 250 –  500mg/hari 3 –  4 x sehari

2. Analgesik –  antipiretik: Parasetamol 3x250-500 mg

3. Bila abses telah terbentuk lakukan pungsi lalu insisi dengan


anastesi lokal

4. Bila ada trismus berikan analgesi lokal dengan silokain/ novokain 1%


di belakang atas lateral konka media (ganglion sfenopalatinum)

5. Pada anak lakukan anastesi umum lalu tonsilektomi setelah 2-3 minggu
drainase

 b. Abses Retrofaring

Penyakit ini biasanya ditemukan pada anak yang berusia dibawah 5 tahun.

• Etiologi
- Infeksi ISPA – > menyebabkan limfadenitis retrofaring

- Trauma dinding belakang faring oleh benda asing

- Tuberkulasi vertebra cervikalis bagian atas

• Manifestasi Klinis

- Nyeri, sukar menelan

- Tidak mau makan/minum

- Demam, leher kaku dan nyeri

- Sesak nafas karena sumbatan hipofaring

• Penatalaksanaan

- Medikamentosa = Abses Peritonsil

- Pungsi dan insisi abses dengan laringoskop langsung

- Bila ada sumbatan jalan nafas lakukan trakeostomi

c. Angina Ludovici

Angina Ludovici adalah infeksi ruang sibmandibula berupa selulitis


dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruangan
submandibula,tidak membentuk abses, sehingga keras pada per abaan
submandibula.

Etiologi

- infeksi dari gigi/ dasar mulut


- human aerob dan anaerob

Manifestasi klinis
-  Nyeri tenggorokan dan leher
- Pembekakan submandinbula
- Dasar mulut bengkak sehingga menimbulkan sesak

Diagnosis

ada riwayat sakit gigi, mengorek/ mencabut gigi

Penatalaksanaan

- Antibiotik dosis tinggi


- Eksplorasi yang dekompresi dan evaluasi pus/ jaringan nekrosis
- Insisi di garis tengah horizontal setinggi os hiroid
- Rawat inap

d. Abses Parafaring

Etiologi

- Infeksi ruang parafaring akibat tusukan jarum yang terkontaminasi


kuman menembus muskulus konstriktor faring superior.

- Terjadinya abses ruang parafaring akibat proses supurasi kelenjar limfa


leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid
dan vertebra servikal.

- Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.

Gejala dan Tanda

- Trismus

- Indurasi/pembengkakan sekitar angulus mandibula

- Demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga


menonjol ke arah medial.

Terapi
- Antibiotika dosis tinggi secara parenteal terhadap kuman aerob dan
anaerob

- Evakuasi abses dilakukan apabila tidak ada perbaikan dengan antibiotika


dalam 24 –  48 jam dengan cara narkosis. Melalui insisi dari luar dan intra
oral.

- Insisi dari luar dilakukan 2 setengah jari di bawah dan sejajar mandibula.

- Insisi Intraoral dilakukan pada dinding lateral faring

- Pasien dirawat inap sampai gejala dan tanda infeksi reda.

e. Abses submandibula

Etiologi

- Infeksi bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur/kelenjar


limfa submandibula. Kuman penyebab anaerob dan aerob

Gejala dan Tanda

- Demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula


dan atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Trismus sering
ditemukan.

Terapi

- Antibiotika dosis tinggi diberikan secara parenteral terhadap kuman


anaerob dan aerob.

- Evakuasi abses dengan anestesi lokal untuk abses dangkal atau eksplorasi
dalam narkosis bila letak abses dalam.

- Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi/seti nggi


oshioid,tergantung letak dan luas abses.

- Pasien dirawat inap 1-2 hari


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai