Anda di halaman 1dari 5

PROSES PEMBUATAN

MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT

ABSTRAK
Minuman emulsi minyak sawit dengan sistem emulsi minyak dalam air (o/w) merupakan
alternatif produk hilir minyak sawit dengan nilai tambah tinggi sebagai sumber komponen
bioaktif β-karoten yang efektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat produk minuman
emulsi minyak sawit yang memiliki kandungan β-karoten tinggi

LATAR BELAKANG

Kelapa sawit (Elais Guineesis Jacq.) saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara,
khususnya di Indonesia dan Malaysia. Kelapa sawit memegang peranan cukup strategis dalam
perekonomian Indonesia, terutama dari sektor nonmigas.

Keunggulan minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lainnya adalah kandungan
mikronutriennya cukup tinggi serta biaya produksi yang rendah. Menurut Sumarna (2006)
keunikan minyak kelapa sawit dibandingkan dengan minyak lain adalah kandungan pigmen
karotenoid yang tinggi yaitu sebesar 500-600 ppm dengan kandungan β-karotennya setara
dengan 60.000 IU aktifitas vitamin A. Menurut Ball (2000) β-karoten merupakan karotenoid
utama yang memiliki aktivitas provitamin A yang berfungsi untuk penglihatan, diferensiasi
jaringan, reproduksi, serta imunitas. Kandungan β-karoten yang tinggi pada minyak sawit
menyebabkan minyak sawit potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu pangan fungsional
sumber provitamin A.

Minuman emulsi minyak sawit diklasifikasikan sebagai emulsi minyak dalam air (O/W).
Minuman emulsi minyak sawit dibuat dengan bahan baku utama yaitu minyak sawit yang
melalui pemurnian tanpa proses bleaching untuk mempertahankan komponen pigmen β-karoten.

Minuman emulsi minyak sawit memiliki keunggulan utama yaitu sebagai alternatif produk hilir
minyak sawit dengan kandungan β-karoten tinggi. Minyak sawit sebagai bahan dasar pembuatan
minuman emulsi merupakan sumber alami β-karoten.)

Pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku pembuatan minuman emulsi minyak sawit
selaras dengan misi-misi hilirisasi industri minyak sawit. Penggunaan minyak sawit mentah
untuk industri hilir di Indonesia saat ini masih relatif rendah yaitu baru sekitar 55% dari total
produksi. Mengingat potensi minyak sawit Indonesia saat ini, maka sudah selayaknya
diversifikasi produk hilir kelapa sawit ditingkatkan.Selain itu, untuk memperoleh nilai tambah
(added value) minyak sawit yang lebih besar, pemerintah Indonesia telah mencanangkan misi
hilirisasi industri minyak sawit (Kemendag 2013).

PROSEDUR PENELITIAN
Tahap pertama yaitu proses pemurnian CPO bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang
terdapat dalam CPO serta untuk memperoleh fraksi cair (olein) sebagai bahan baku pembuatan
minuman emulsi minyak sawit. Proses pemurnian CPO terdiri dari proses degumming,
netralisasi, deodorisasi dan fraksinasi. Beberapa parameter yang diamati meliputi kadar asam
lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, kadar air dan total karotenoid.

Proses degumming bertujuan untuk memisahkan getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida,
protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi asam lemak bebas dalam minyak.
Dari proses degumming akan diperoleh minyak sawit yang berwarna merah, lebih homogen dan
tidak ada lagi endapan (Ketaren 2005).

Proses degumming pada penelitian ini dilakukan dengan menambahkan asam fosfat 85%
sebanyak 0.15% dari bobot CPO beserta pengadukan secara perlahan dan pemanasan pada suhu
80℃ selama 15 menit.

Tahap selanjutnya adalah proses netralisasi atau deasidifikasi. Netralisasi bertujuan memisahkan
senyawa-senyawa terlarut seperti asam lemak bebas, fosfatida dan hidrokarbon. Pada dasarnya
netralisasi merupakan proses memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan
cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk
sabun (Winarno 2008). Pada penelitian ini, proses netralisasi dilakukan dengan mereaksikan
asam lemak bebas dengan NaOH pada suhu 59±2℃ selama 25 menit sehingga membentuk sabun
(Widarta 2008). Sabun yang terbentuk akan membantu pemisahan kotoran dengan cara
membentuk emulsi. Sabun dan emulsi dipisahkan dengan sentrifugasi menggunakan spinner.

Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan tinggi untuk pemisahan fase berat dan ringan
berdasarkan densitas (Ketaren 2005)

Proses berikutnya adalah deodorisasi. Tujuan dari tahap ini adalah menghilangkan bau dan rasa
(flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip dari proses deodorisasi ini yaitu penyulingan
minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum (Winarno 2008). Proses
deodorisasi dalam penelitian ini dilakukan dengan homogenisasi minyak dalam tangki
deodorizer selama 10 menit pada suhu 46±2℃.

Selanjutnya, dilakukan pemanasan pada suhu 140℃ selama 1 jam dalam kondisi vakum dengan
laju alir N2 20 L per jam. Selanjutnya, minyak sawit didinginkan pada kondisi vakum pada suhu
70℃

Selanjutnya dilakukan proses fraksinasi yang bertujuan untuk memisahkan fraksi cair (olein) dan
fraksi padat (stearin). Proses fraksinasi dilakukan dengan pemanasan sampel sampai dengan suhu
70℃. Kemudian, dilakukan penurunan suhu secara bertahap 5℃ per 60 menit sampai dengan
suhu 20℃.
Terakhir, tahap separasi dilakukan menggunakan membran filter press. Fraksi padat (stearin)
akan tertahan pada membran filter press. Sedangkan, fraksi cair (olein) akan mengalir melalui
pipa. Selanjutnya, fraksi cair (olein) akan digunakan sebagai bahan pembuatan minuman emulsi.

Tahap kedua adalah proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit. Tahap ini bertujuan untuk
memperoleh produk dan karakterisasi minuman emulsi minyak sawit.

Tahapan pokok pada proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit terdiri dari proses
homogenisasi selama 1, 3 dan 4 menit dengan kecepatan 8000 rpm dan proses pasteurisasi pada
suhu 70℃ selama 10 menit. Beberapa parameter yang diamati meliputi stabilitas emulsi, kadar
air, kadar β-karoten, viskositas dan warna notasi Hunter L*,a,b

Pembuatan minuman emulsi dilakukan dengan rasio olein minyak sawit dan air 7:3, emulsifier
tween 80 (polisorbat 80) 1%, dan bahan tambahan high fructose syrup 15%, flavor melon 1.5%,
pengawet natrium benzoat 0.2%, ButilHidroksiToluena 200 ppm dan EDTA 200 ppm dengan
proses homogenisasi menggunakan homogenizer ultra-turrax kecepatan 8000 rpm selama 1, 3
dan 4 menit. Pertimbangan pemilihan rasio olein minyak sawit:air ,emulsifier, BTP,waktu dan
kecepatan homogenisasi dilakukan berdasarkan formulasi dengan kestabilan emulsi terbaik dan
kandungan β-karoten tertinggi pada penelitian Surfiana (2002) dan Saputra (1996).

Proses termal yang diterapkan pada proses pembuatan minuman emulsi adalah proses
pasteurisasi pada suhu 70ºC selama 10 menit. Pemilihan proses termal pasteurisasi didasari
karakteristik minuman emulsi yang memiliki pH < 4.6 dan sensitif terhadap perlakuan panas
tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan mutu seperti komponen bioaktif β-karoten yang dapat
rusak karena pemanasan tinggi (Nollet 1992)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Terdapat penurunan kadar air pada CPO sebelum dan setelah pemurnian dari 0.25% menjadi
0.13%. Nilai kadar air CPO masih berada dalam rentang SNI 01-2901-2006 (BSN 2006)
mengenai CPO (0.5 max) dan nilai kadar air olein masih berada dalam rentang SNI 01-0018-
2006 (BSN 2006) mengenai RBD Palm Olein (0.1 max). Penurunan kadar air disebabkan karena
perlakuan panas selama proses pemurnian yang menyebabkan sebagian air mengalami evaporasi.

Keberhasilan suatu proses pemurnian CPO dinilai berdasarkan penurunan kadar asam lemak
bebas (ALB). Keberadaan asam lemak bebas dapat menjadi indikator awal penyebab kerusakan
CPO akibat proses hidrolisis. Kenaikan asam lemak bebas dapat mempermudah oksidasi berantai
yang membentuk senyawa peroksida, aldehida, dan keton yang menyebabkan bau tengik dan
pencoklatan minyak sehingga komponen ini harus dihilangkan (Pramesti 2014). Proses
pemurnian yang dilakukan berhasil menurunkan kadar asam lemak bebas dari 3.38% menjadi
0.20% atau sebesar 94%. Dengan demikian dapat dikatakan proses pemurnian yang dilakukan
telah berhasil menurunkan sebagian besar asam lemak bebas yang ada pada CPO.
Bilangan peroksida adalah salah satu indikator yang banyak digunakan untuk menentukan
kualitas minyak. Keberadaan senyawa peroksida digunakan sebagai indikator terjadinya oksidasi
pada minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
membentuk peroksida. Produk oksidasi primer minyak dan lemak adalah hidroperoksida dimana
ketika senyawa tersebut mulai pecah akan menghasilkan senyawa off-flavour sehingga
menurunkan kualitas dan stabilitas minyak (Scrimgeour 2005). Bilangan peroksida minyak sawit
mentah (sebelum pemurnian) dan fraksi olein (setelah pemurnian) mengalami penurunan dari
1.1605 mg/g ekivalen O2 menjadi 1.1145 mg/g ekivalen O2. Hal tersebut merupakan indikator
peningkatan kualitas dan stabilitas minyak sekaligus keberhasilan proses pemurnian.

Bilangan iod menunjukkan derajat ketidakjenuhan asam lemak yang menyusun minyak,
dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang digunakan untuk mengadisi ikatan rangkap yang
terdapat dalam 100 gram minyak (Faridah et al. 2014). Hasil analisis bilangan iod menunjukkan
bahwa nilai bilangan iod minyak sawit sebelum pemurnian adalah 47.07 (gI2/100 g minyak).
Sedangkan, nilai bilangan iod sesudah proses pemurnian adalah 57.07 (gI2/100 g minyak).
Menurut SNI olein minyak sawit/SNI 01-0018-2006 (BSN 2006) persyaratan bilangan iod pada
olein minyak sawit adalah minimal 56 gI2/100 g minyak. Hal ini berarti nilai bilangan iod dari
olein minyak sawit hasil pemurnian sudah sesuai SNI. Semakin tinggi bilangan iod menunjukkan
semakin banyak ikatan rangkap yang terdapat dalam minyak. Menurut Kusnandar (2010)
semakin banyak jumlah ikatan rangkap menunjukkan minyak semakin mudah terdegradasi
sehingga menurunkan stabilitasnya.

Pengukuran total karotenoid dilakukan terhadap CPO sebelum pemurnian. Didapatkan hasil
bahwa kandungan total karotenoid pada CPO adalah sebesar 543.69 ppm. Kandungan karotenoid
CPO sudah sesuai dengan penelitian Sumarna (2006) bahwa kadar karotenoid pada CPO berkisar
antara 500-600 ppm. Bahan baku utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah fraksi cair
(olein) dari CPO karena karotenoid lebih banyak terkandung pada fraksi cair (olein) (680-760
ppm) dibandingkan fraksi padat (stearin) (380-540 ppm) (Lai et al. 2012). Selanjutnya, fraksi
olein yang diperoleh dari pemurnian CPO digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman
emulsi.

KARAKTERISTIK

Stabilitas emulsi mengacu pada kemampuan suatu emulsi untuk menahan perubahan yang terjadi
dari waktu ke waktu, dimana semakin stabil suatu emulsi akan semakin lambat perubahan yang
terjadi (McClements 2005). Analisis kestabilan minuman emulsi dilakukan dengan metode
pemanasan dan sentrifugasi. Dilakukan pengukuran terhadap persen emulsi yang masih
terbentuk setelah pemanasan suhu 80℃ selama 30 menit dan sentrifugasi pada kecepatan 1300
rpm selama 10 menit. Hasil uji kestabilan emulsi terhadap sampel menghasilkan ratarata sebesar
99.56%. Suatu emulsi dengan nilai stabilitas diatas 95% dapat dikatakan stabil dan dapat tahan
hingga kurun waktu satu tahun (Nilloud dan Mestres 2000).

Viskositas merupakan pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah baik dengan tekanan
maupun tegangan. Semakin besar nilai viskositas suatu fluida, maka pergerakan fluida akan
semakin kecil. Pengukuran viskositas sampel minuman emulsi dilakukan dengan menggunakan
instrumen Brookfield Viscometer. Berdasarkan hasil pengukuran, didapatkan bahwa viskositas
minuman emulsi adalah 660 cp. Nilai ini mendekati rentang nilai viskositas emulsifier yang
digunakan (tween 80) sebesar 400-620 (Neugebauer 1990). Kenaikan nilai viskositas dari
viskositas emulsifier disebabkan oleh penambahan bahan-bahan lain yang digunakan untuk
minuman emulsi minyak sawit.

Pengukuran warna terhadap sampel minuman emulsi dilakukan dengan menggunakan instrumen
Chromameter yang dinyatakan dalam notasi Hunter L*,a,b. Berdasarkan hasil pengukuran
terhadap parameter warna, didapatkan nilai notasi Hunter L*,a,b untuk sampel minuman emulsi
minyak sawit ialah sebesar (69.76; +13.08; +79.66) dengan nilai ºHue sebesar 42.76 yang
diinterpretasikan sebagai warna orange. Warna orange dari minuman emulsi disebabkan oleh
pigmen karotenoid yang terkandung di dalam olein minyak sawit (Best 2009).

Air merupakan komponen penting dalam pangan, yang dapat berwujud dalam berbagai bentuk
dan jumlah yang berbeda. Air dapat berfungsi sebagai medium pendispersi atau pelarut dalam
berbagai produk pangan, sebagai fase terdispersi dalam produk emulsi, atau sebagai komponen
minor dalam bahan/produk pangan kering. Air dalam pangan berperan dalam mempengaruhi
tingkat kesegaran, stabilitas, keawetan, dan kemudahan terjadinya reaksi-reaksi kimia, aktivitas
enzim dan pertumbuhan mikroba (Kusnandar 2010). Kadar air adalah persentase kandungan air
suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah maupun berat kering. Pengukuran
kadar air pada sampel minuman emulsi dilakukan dengan metode oven kering (AOAC 2012).
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa rata-rata kadar air minuman emulsi minyak sawit
adalah 31.15%. Hal ini mendekati komposisi air yang ada pada minuman emulsi yaitu 30%.
Komponen dalam minuman emulsi yang dapat meningkatkan kadar air bahan adalah komponen
yang mengandung air seperti HFS dan flavor memiliki fungsi sebagai provitamin A.

Aktivitas provitamin A pada β-karoten berfungsi untuk penglihatan yaitu menanggulangi


kebutaan karena xerophtalmia, mencegah timbulnya penyakit kanker dan proses penuaan dini
serta imunitas. Namun, β-karoten mudah terdegradasi oleh proses pengolahan dan penyimpanan
seperti mudah rusak pada suhu tinggi, mudah terdegradasi oleh efek kimia (oksigen dan bahan
pengoksida dan cahaya (Mao et al. 2009 ; Yuan et al. 2008). Β -karoten sebagai provitamin A
mempunyai aktivitas yang paling tinggi dibandingkan komponen karotenoid lain yaitu 𝛼-
karoten, 𝛾-karoten maupun β- zeakaroten (Linder 1989). Berdasarkan hasil analisis, didapatkan
bahwa rata-rata kadar β-karoten minuman emulsi minyak sawit adalah 399.07 ppm. Kandungan
β -karoten tersebut lebih tinggi dari penelitian Surfiana (2002) yaitu sebesar 310.87 ppm dan
Ruhiyatman (2009) sebesar 325.79 ppm. Angka kecukupan gizi vitamin A untuk anak usia 1-3
tahun adalah 350 RE, pria dewasa 600 RE dan wanita dewasa 500 RE (Depkes RI 1992).
Berdasarkan cara perhitungan menurut Ruhiyatman (2013), minuman emulsi minyak sawit pada
penelitian ini per takaran saji (5g) dapat mencukupi kebutuhan vitamin A per AKG untuk anak
usia 1-3 tahun sebesar 95.01%, pria dewasa sebesar 55.42% dan wanita dewasa sebesar 66.51%.

Anda mungkin juga menyukai