Anda di halaman 1dari 1

Lima Gaya Umar Bin Khattab dalam Memimpin

Kamis, 27 November 2014 - 08:08 WIB

MENJADI pemimpin bukanlah perkara mudah, selain dibutuhkan leadership, dalam Islam, pemimpin
juga harus kuat iman dan takwanya, sehingga bisa menjadi teladan dan benar-benar bisa bekerja
sebagai pelayan rakyat, bukan penikmat kekayaan rakyat.Ketika seorang pemimpin tidak
menguatkan iman dan takwanya, maka ia akan berada dalam situasi tertekan oleh berbagai
kepentingan, pada saat yang sama rasa cinta terhadap kursi jabatan kian menguat.Bukan rakyat
yang mau dilayani, tetapi kekuatan lain yang sangat ditakuti. Di sinilah kemudian istilah pencitraan
menjadi keniscayaan bagi mereka yang sangat berkeinginan dengan kursi jabatan.

Dalam bukunya, Khulafaur Rasul Shallallahu Alayhi Wasallam, Syeikh Khalid Muhammad Khalid
menjabarkan dengan sangat gamblang bagaimana gaya kepemimpinan Umar Bin Khattab
Radhiyallahu Anhu.

Pertama, Musyawarah
Dalam bermusyawarah, Umar Radhiyallahu Anhu tidak pernah memposisikan dirinya sebagai
penguasa. Umar selalu menanamkan perasan bahwa mereka adalah guru yang akan
menunjukkannya ke jalan kebaikan, menyelamatkannya dari kesengsaraan hisab di akhirat,
karena mereka membantunya dengan pendapat-pendapat mereka untuk memperjelas kebenaran.

Kedua, ‘APBN’ untuk Rakyat


Semua kekayaan negara dipergunakan untuk melayani rakyat. Kala itu, Umar mendirikan
tembok-tembok dan benteng untuk melindungi kaum Muslimin. Umar juga membangun kota-kota
untuk mensejahterakan seluruh rakyatnya. Umar tidak pernah berpikir mengambil kesempatan
atau keuntungan dari ‘APBN’ untuk kesenangan diri dan keluarganya, sehingga tidak tertarik
dengan kemewahan, kenikmatan dan segala bentuk pujian manusia.

Ketiga, Menjunjung tinggi kebebasan. Menurut Umar, semua orang memiliki kemerdekaan sejak lahir
ke dunia. Umar sama sekali tidak takut akan kebebasan bangsanya, tidak pula khawatir akan
mengancamnya, bahkan ia mencintai kebebasan manusia itu sendiri, seperti cinta seorang yang
mabuk kepayang serta menyanjungnya dengan penuh ketulusan. Kebebasan menurutnya adalah
kebebasan kebenaran. Artinya, kebenearan berada di atas semua aturan. Kebenaran apa itu? Tentu
kebenaran Islam, bukan kebenaran kebebasan yang disandarkan pada logika liberalisme.

Keempat, Siap mendengar kritik


Suatu hari Umar terlibat percakapan dengan salah seorang rakatnya, orang itu bersikeras dengan
pendapatnya dan berkata kepada Amirul Mukminin, “Takutlah engkau kepada Allah.” Dan, orang itu
mengatakan hal itu berulang kali.Lalu, salah seorang sahabat Umar membentak laki-laki itu dengan
berkata, “Celakalah engkau, engkau terlalu banyak bicara dengan Amirul Mukminin!”. Menyaksikan
hal itu, Umar justru berkata, “Biarlah dia, tidak ada kebaikan dalam diri kalian jika kalian tidak
mengatakannya, dan kita tidak ada kebaikan dalam diri kita jika tidak mendengarnya.”

Kelima, Terjun langsung mengatasi masalah rakyatnya


Sangat masyhur (populer) di kalangan umat Islam bahwa Umar adalah sosok pemimpin yang benar-
benar merakyat. Tengah malam, saat orang terlelap, ia justru patroli, mengecek kondisi rakyatnya.
“Jangan-jangan ada yang tidak bisa tidur karena lapar,” begitu mungkin pikirnya. Begitu ia
menemukan seorang ibu yang anak-anaknya menangis karena lapar, sedangkan tidak ada bahan
makanan yang bisa dimasak dan disuguhkan, dengan segenap daya Umar pergi ke Baitul Maal dan
memikul sendiri sekarung gandum untuk kebutuhan makan keluarga tersebut.

Jika lima hal di atas mewujud dalam diri pemimpin hari ini dan semoga di masa mendatang, tentu
bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju, adil, makmur, cerdas dan mandiri serta
bebas dari intervensi pihak manapun juga. Semoga. Wallahu a’lam.*

Anda mungkin juga menyukai