Umar Bin Khatab
Umar Bin Khatab
MENJADI pemimpin bukanlah perkara mudah, selain dibutuhkan leadership, dalam Islam, pemimpin
juga harus kuat iman dan takwanya, sehingga bisa menjadi teladan dan benar-benar bisa bekerja
sebagai pelayan rakyat, bukan penikmat kekayaan rakyat.Ketika seorang pemimpin tidak
menguatkan iman dan takwanya, maka ia akan berada dalam situasi tertekan oleh berbagai
kepentingan, pada saat yang sama rasa cinta terhadap kursi jabatan kian menguat.Bukan rakyat
yang mau dilayani, tetapi kekuatan lain yang sangat ditakuti. Di sinilah kemudian istilah pencitraan
menjadi keniscayaan bagi mereka yang sangat berkeinginan dengan kursi jabatan.
Dalam bukunya, Khulafaur Rasul Shallallahu Alayhi Wasallam, Syeikh Khalid Muhammad Khalid
menjabarkan dengan sangat gamblang bagaimana gaya kepemimpinan Umar Bin Khattab
Radhiyallahu Anhu.
Pertama, Musyawarah
Dalam bermusyawarah, Umar Radhiyallahu Anhu tidak pernah memposisikan dirinya sebagai
penguasa. Umar selalu menanamkan perasan bahwa mereka adalah guru yang akan
menunjukkannya ke jalan kebaikan, menyelamatkannya dari kesengsaraan hisab di akhirat,
karena mereka membantunya dengan pendapat-pendapat mereka untuk memperjelas kebenaran.
Ketiga, Menjunjung tinggi kebebasan. Menurut Umar, semua orang memiliki kemerdekaan sejak lahir
ke dunia. Umar sama sekali tidak takut akan kebebasan bangsanya, tidak pula khawatir akan
mengancamnya, bahkan ia mencintai kebebasan manusia itu sendiri, seperti cinta seorang yang
mabuk kepayang serta menyanjungnya dengan penuh ketulusan. Kebebasan menurutnya adalah
kebebasan kebenaran. Artinya, kebenearan berada di atas semua aturan. Kebenaran apa itu? Tentu
kebenaran Islam, bukan kebenaran kebebasan yang disandarkan pada logika liberalisme.
Jika lima hal di atas mewujud dalam diri pemimpin hari ini dan semoga di masa mendatang, tentu
bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju, adil, makmur, cerdas dan mandiri serta
bebas dari intervensi pihak manapun juga. Semoga. Wallahu a’lam.*