DIABETES MELITUS
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik,
sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein
(Askandar, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Suddarth, 2002 ).
Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma
gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi
sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
2. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari
duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata
lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun
manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh
duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ
ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel
yang membentuk usus.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh
pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m,
sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau
langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
· Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah
mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh
darah kapiler. Pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal
dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak
berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin
terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan
oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan
rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3.
Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam
membrana sel.
Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel beta
pankreas.Karena insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan peroral.Karena itu
perparat insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan.Gejala hipoglikemia merupakan reaksi
samping insulin yang paling serius dan umum dari kelebihan dosis insulin, reaksi samping lainnya
berupa lipodistropi dan reaksi alergi. Manfaat insulin :
· Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian
glikogen
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang
berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa
darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin
meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina
merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk
meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot,
fibroblas dan sel lemak. ( Brunner and Suddarth, 2002 )
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, yangdisebabkan oleh: autoimun
dan idiopatik
Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di bawah ini, antara lain:
- Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel-β pankreas untuk memetabolisme tidak
mencukupi (Kumar et al, 2005).
· DNA mitokondria
· pankreatitis
4) Endokrinopati :
· akromegali
· sindrom Cushing
· feokromositoma
· hipertiroidisme
7) Infeksi :
4. Etiologi
Diabetes adalah suatu penyakit yang disebabkan karena peningkatan kadar gula dalam darah
(hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin absolut ataupun relatif. Namun dari beberapa kasus
juga ditemukan beberapa penyebab terjadinya diabetes antara lain :
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme
infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus
ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta.
Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga
bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron
(rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal
dari singkong.
a. Diabetes Tipe I :
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau
kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
b. Diabetes Tipe II :
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
5. Manifestasi Klinis
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing terutama malam hari, banyak
makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah,
kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks
menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg.Kadang-kadang ada
pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes karena
pada saat periksa kesehatan diemukan kadar glukosa darahnya tinggi.
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal
terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan
elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga
untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk
memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan
tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus
merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh
termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan
akan tetap kurus
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena
insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan
pembentukan katarak.
6. Patofisiologi
Pada diabetes melitus tipe1, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda, yaitu :
a. Tipe 1A, diduga pengruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya
kerusakan pancreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat.
b. Tipe 1B berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang juga
sering menunjukan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hasbimoto disease, pernisious anemia, dan
myasthenia gravis. keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar
30-50 tahun. Pada diabetes tipe 1 cenderung terjadi ketoasidosis diabetic.
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistesni
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkain
reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan (Smeltzer & Bare, 2002 ). Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe 2 (Smeltzer & Bare, 2002
).
WOC ( terlampir )
a. Pemeriksaan Fisik
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan pernafasan pada
pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan
mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
2) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
3) Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous
Pressure) normal 5-2 cmH2.
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat dan dalam.
6) Pemeriksaan Abdomen
8) Pemeriksaan Muskuloskeletal
9) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal
GCS :15
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post
prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok. Osmolaritas serum :
meningkat tapi < 330 m osm/lt • Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik) • Alkalosis respiratorik • Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. • Ureum/kreatinin : mungkin
meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase darah : mungkin meningkat >
pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
3) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (
reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah (
+++ ), dan merah bata ( ++++ ).
4) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
8. Penatalaksanaan
a. Terapi farmakologi
1) InsulinInsulin tergolong hormon polipeptida yang awalnya diekstraksi dari pankreas babi
maupun sapi, tetapi kini telah dapat disintesis dengan teknologi rekombinan DNA menggunakan E.
Coli. Hormon ini dimetabolisme terutama di hati, ginjal, dan otot (DEPKES RI, 2000).
2) Obat hipoglikemia oral (OHO) Secara umum DM dapat diatasi dengan obat-obat antidiabetes
yang secara medis disebut obat hipoglikemia oral (OHO). Obat ini tidak boleh sembarangan
dikonsumsi karena dikhawatirkan penderita menjadi hipoglikemia. Pasien yang mungkin berespon
terhadap obat hipoglikemik oral adalah mereka yang diabetesnya berkembang kurang dari 5 tahun.
Pasien yang sudah lama menderita diabetes mungkin memerlukan suatu kombinasi obat hipoglikemik
dan insulin untuk mengontrol hiperglikemiknya. Obat-obat hipoglikemik oral dibagi atas 5 golongan:
- Golongan sulfonilurea
Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau Langerhans, sehingga sekresi insulin ditingkatkan.
Di samping itu kepekaan selsel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya
atas protein transpor glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes mellitus tipe II yang tidak
begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja cukup baik. Ada indikasi bahwa obat-obat ini juga
memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi insulin oleh hati
- Golongan Biguanide
Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/ hari yang
menghambat alfa-glukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti
sukrosedan karbohidrat kompleks. Obat ini efektif pada pasien dengan diet tinggi karbohidrat dan
kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Akarbose bekerja menghambat alfa-glukosidase
sehingga memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat (DEPKES RI, 2000).
- Thiazolidindion
Thiazolidindion merupakan obat baru yang efek farmakologinya dan berupa penurunan kadar glukosa
darah dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan insulin dari otot, jaringan lemak, dan hati. Zat
ini tidak mendorong pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin seperti pada sulfonilurea
- Meglitinida
Kelompok obat terbaru ini bekerja menurunkan suatu mekanisme khusus, yaitu mencetuskan
pelepasan insulin dari pankreas segera sesudah makan. Meglitinida harus diminum cepat sebelum
makan, dan karena reabsorpsinya cepat maka mencapai kadar puncak dalam satu jam. Insulin yang
dilepaskan menurunkan glukosa darah secukupnya. Ekskresinya juga cepat, dalam 1 jamsudah
dikeluarkan tubuh
b. Terapi Non-Farmakologi
1) Pencegahan komplikasi
2) Berhenti merokok
1) Diet
- Jadwal makan (6 kali) makan pagi- selingan pagi- makan siang- selingan sore- makan malam-
menjelang tidur. Jenis makanan, karbohidrat 60- 70% kebutuhan kalori, protein 10- 15%, lemak 20-
25%, dan unsure kelumit atau vitamin sesuai kebutuhan.
2) Latihan
3) Pemantauan
5) Pendidikan
Tujuannya untuk mendidik pengidap/ keluarganya mengenai pengetahuan dan ketrampilan praktis
diabetes mellitus sehingga ketaatan dan peran sertanya meningkat, dan memiliki gaya hidup yang baik
9. Komplikasi
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan yang terkontrol. Tanpa
didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat menyebabkan beberapa komplikasi (IDF,
2007). Komplikasi yang disebabkandapat berupa:
a. Komplikasi Akut
1) Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai <60 mg/dL. Gejala
hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala
neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI, 2006).
2) Ketoasidosis diabetik
Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin yangterbatas dalam tubuh
menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagaisumber energi, sehingga tubuh melakukan
penyeimbangan dengan;. memetabolisme lemak. Hasil dari metabolisme ini adalah asam lemak
bebasdan senyawa keton. Akumulasi keton dalam tubuh inilah yang menyebabkanterjadinya asidosis
atau ketoasidosis (Gale, 2004).Gejala klinisnya dapat berupa kesadaran menurun, nafas cepat dan
dalam(kussmaul) serta tanda-tanda dehidrasi. Selain itu, sesorang dikatakanmengalami ketoasidosis
diabetik jika hasil pemeriksaan laboratoriumnya:
Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis diabetik, biasanya berusia > 40 tahun. Terdapat
hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi >320.
1) Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak
2) Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik) dan Pembuluh darah
kapiler ginjal (nefropati diabetik)
3) Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana serat-serat saraf menjadi
rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit
4) Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru, infeksi
saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki. dan disfungsi ereksi.
1. Identitas
Jenis Kelamin : dapat terjadi pada semua jenis kelamin
Umur : banyak terjdi pada umur > 45 tahun, diabetes tipe satu dapat terjadi pada umur
muda atau anak-anak.
2. Riwayat Kesehatan
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang
sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infark miokard
a. Pemeriksaan Fisik
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan pernafasan pada
pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan
mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
b) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
c) Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous
Pressure) normal 5-2 cmH2.
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat dan dalam.
f) Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
Sering BAK
h) Pemeriksaan Muskuloskeletal
i) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal
j) Pemeriksaan Neurologi
GCS :15
b. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post
prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok. Osmolaritas serum :
meningkat tapi < 330 m osm/lt • Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik) • Alkalosis respiratorik • Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. • Ureum/kreatinin : mungkin
meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase darah : mungkin meningkat >
pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
c) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (
reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah (
+++ ), dan merah bata ( ++++ ).
d) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
4. Fungsional Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena
kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki
diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak
dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat
badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering
kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak
ada gangguan.
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea
pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan
kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien mengalami kesulitan
tidur.
f. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka
terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self
esteem ).
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari
pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan
gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng
on journal, Maret 2011)
j. Koping toleransiLamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
k. Nilai Kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak
menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar pankreas.
Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa
protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan
energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi
dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati. Insulin endogen adalah insulin yang
dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu
produk farmasi.
Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain:
1. Kerja cepat (rapid acting) Contoh: Actrapid, Humulin R, Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin)
Bentuknya larutan jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja sampai 6 jam.
Merupakan satu-satunya insulin yang dapat dipergunakan secara intra vena. Bisa dicampur dengan
insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.
2. Kerja menengah (intermediate acting) Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N, NPH, Insulin
Lente Dengan menambah protamin (NPH / Neutral Protamin Hagedom) atau zinc (pada insulin
lente), maka bentuknya menjadi suspensi yang akan memperlambat absorpsi sehingga efek menjadi
lebih panjang. Bentuk NPH tidak imunogenik karena protamin bukanlah protein.
3. Kerja panjang (long acting) Contoh: Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI Insulin bentuk ini
diperlukan untuk tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan. Semua jenis insulin yang
beredar saat ini sudah sangat murni, sebab apabila tidak murni akan memicu imunogenitas, resistensi,
lipoatrofi atau lipohipertrofi
1. intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah,
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena
didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali.
Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
ULKUS DIABETIKUM
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian
jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut
menyebabkan ulkusberbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan
penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas,
mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting
untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan
plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes
Melitus. Ulkus kakiDiabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
Klasifikasi :
· Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan
bentuk kaki seperti “claw,callus “.
· Derajat I : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
b. Faktor ekstrogen
1) Trauma.
2) Infeksi.
3) Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati, neuropati dan
infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki,
sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki
gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik
tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh
darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada
jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi,
oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993)
infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran
darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus
Diabetikum (Askandar 2001).
Pengobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap ulkus itu
sendiri.
1. Pengendalian Diabetes
Langkah awal penanganan pasien ulkus diabetikum adalah dengan melakukan manajemen medis
terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan pasien dengan ulkus diabetikum juga
menerita mal nutrisi, penyakit ginjal kronis dan infeksi kronis.
DM jika tidak dikelola dengan baik akan dapa menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi
kronik diabetes salah satunya adalah terjadinya ulkus diabetikum. Jika keadaan gula darah selalu
dapat dikendalikan dengan baik diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah paling
tidak dihambat.
Mengelola DM langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis diantaranya
perencanaan makanan dan kegiatan jasmani, baru bila langkah tersebut belum tercapai dilanjutkan
dengan langkah berikutnya yaitu dengan pemberian obat atau disebut pengelolaan farmakologis.
1. Strategi pencegahan
Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan terjadinya luka. Strategi yang
dapat dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, perawtan kulit, kuku dan kaki serta pengunaan alas
kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh menggunakan sepatu hanya
saja sepatu yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak. Perawatan kuku yang dianjurkan pada
penderita Resiko tinggi adalah kuku harus dipotong secara tranversal untuk mencegah kuku yang
tumbuh kedalam dan merusak jaringan sekitar.
1. Tingkat 0 :
Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien tentang bahaya dari ulkus dan cara
pencegahan.
2. Tingkat I
Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan lokal luka dan
pengurangan beban.
3. Tingkat II
Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan luka dan
pengurangan beban yang lebih berarti.
4. Tingkat III
Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih
ketat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur.
5. Tingkat IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh kaki.
Rencana Asuhan Keperawatan
· Memberikan
karbohidrat sederhana
yang sesuai
· Memberikan glukosa
yang sesuai
· Melaporkan segera
pada dokter
· Memberikan glukosa
melalui IV
· Memperhatikan jalan
nafas
· Mempertahankan akses
IV
· Meninjau peristiwa
terjadinya hipoglikemia
dan faktor penyebabnya
· Memberikan umpan
balik mengenai
manajemen hipoglikemia
· Mengajarkan pasien
dan keluarga mengenai
gejala, faktor resiko,
pencegahan hipoglikemia
· Menganjurkan pasien
memakan karbohidrat
yang simple setiap waktu
Ketidakseimbangan 1) Status nutrisi 1) Manajemen Nutrisi
Nutrisi : Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh Defenisi : sejauh mana Aktivitas :
berhubungan dengan tingkat nutrisi yang tersedia
untuk dapat memenuhi · Mengkaji adanya
Ketidakmampuan Untuk pasien alergi terhadap
Mengabsorbsi Nutrisi kebutuhan proses
metabolik. makanan
Definisi : intake nutrisi · Berkolaborasi dengan
tidak mencukupi untuk Indikator :
ahli gizi untuk
memenuhi kebutuhan · Intake nutrisi adekuat menentukan jumlah kalori
proses metabolik. dan jenis gizi yang
· Intake makanan adekuat dibutuhkan untuk
Batasan Karakteristik :
· Intake cairan dalam batas memenuhi kebutuhan gizi
§ Nafsu makan menurun normal pasien
· Memberikan makanan
sesuai dengan diet yang
dianjurkan
· Mengajari kepada
keluarga dan pasien secara
tertulis contoh diet yang
dianjurkan
3) Monitor Gizi
Aktivitas :
· Memantau albumin,
total protein, Hb,
hematokrit, dan elektrolit
· Memantau tingkat
energi, lemah, letih, rasa
tidak enak
· Memantau apakah
konjungtiva pucat,
kemerahan, atau kering
· Memantau intake
nutrisi dan kalori
· Mempertahankan
keakuratan catatan intake
dan output
· Memonitor warna,
jumlah dan berat jenis
urin.
3) Terapi Intravena
Aktivitas :
· Hubungkan botol
dengan selang yang tepat
· Pantau terjadinya
kelebihan cairan dan
reaksi yang timbul
· Pantau kepatenan IV
sebelum pemberian
medikasi intravena
· Ganti kanula
IV, apparatus, dan
infusate setiap 48 jam,
tergantung pada protocol
· Perhatikan adanya
kemacetan aliran
· Mengganti balutan
plester dan debris
· Mencukur rambut
sekeliling daerah yang
terluka, jika perlu
· Mencatat karakteristik
luka termasuk warna, bau
dan ukuran
· Membersihkan dengan
larutan saline atau
nontoksik yang sesuai
· Memberikan
pemeliharaan kulit luka
bernanah sesuai
kebutuhan
· Menggunakan unit
TENS(Transcutaneous
Elektrikal Nerve
Stimulation) untuk
peningkatan penyembuhan
luka yang sesuai
· Menggunakan salep
yang cocok pada kulit/
lesi, yang sesuai
· Membalut dengan
perban yang cocok
· Mempertahankan
teknik pensterilan perban
ketika merawat luka
· Membandingkan dan
mencatat secara teratur
perubahan-perubahan
pada luka
· Menjauhkan tekanan
pada luka
· Mengajarkan pasien
dan anggota keluarga
prosedur
· perawatan luka
c) Posisi
Aktivitas :
· Menyediakan tempat
tidur yang terapeutik
· Memelihara kenyamanan
tempat tidur
· Menempatkan dalam
posisi yang terapeutik
· Posisi dalam
mempersiapkan
kesajajaran tubuh
· Kelumpuhan/menyokong
bagian tubuh
· Memperbaiki bagian
tubuh
· Menghindari terjadinya
amputasi dalam posisi
fleksi
· Memposisikan untuk
mengurangi dyspnea (mis.
posisi semi melayang),
jika diperlukan
· Memfasilitasi pertukaran
udara yang bagus untuk
bernafas
· Menyarankan untuk
peningkatan rentang
latihan
· Menyediakan pelayanan
penyokong untuk leher
· Memasang footboard
untuk tidur
· Meningkatkan eliminasi
urin, jika diperlukan
· Menghindari tempat
yang akan melukai
· Menopang dengan
backrest, jika diperlukan
· Memperbaiki kaki 20
derajat diatas jantung, jika
diperlukan
· Menginstruksikan
kepada pasien bagaimana
menggunakan posisi yang
bagus dan gerak tubuh
yang bagus dalam
beraktifitas
· Mengontrol sistem
pelayanan untuk mengatur
persiapan
· Memperbaiki kepala
waktu tidur, jika
diperlukan
· Mengatur indikasi
kondisi kulit
· Membantu imobilisasi
setiap 2 jam, sesuai jadwal
· Menggunakan alat-alat
yang digunakan berulang
ditempat yang mudah
dijangkau
· Menempatkan posisi
tempat tidur yang nyaman
agar mudah dalam
perpindahan posisi
· Menempatkan lampu
ditempat yang mudah
dijangkau
Daftar Pustaka:
Jhonson, Marion. (2012). Outcome project Nursing Clasification (NOC). St Louis Missouri : Mosby
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002 .Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC:Jakarta.
Sudoyo, Aru W.( 2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 4. Jakarta. Interna Publishing.
Wiley, NANDA International. (2012). Nursing Diagnostig : Defenition and Clasification 2012-2014.
Jakarta :ECG