Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM THYPOID

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


“Manajemen Keperawatan”

Disusun Oleh:
Kelompok 3B

Pembimbing Akademik

( )

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
2019
PENYUSUN

Nely Ismayanti 4006180054


Rina Dayanti 4006180012
Setiawan Ramdhani 4006180036
Syamsul Arifin 4006180051
Sri Noviyanti 4006180016
Wilda Marta Savitri 4006180033
Yuliska Sari Dewi 4006180024
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM THYPOID

A. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut (Inawati, 2009).
Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya
menginfeksi manusia yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan
Salmonella typhi, yaitu penderita demam tifoid dan karier. Seseorang yang
karier adalah orang yang pernah menderita demam tifoid dan terus membawa
penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya (Nadyah, 2014).
Demam Tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Nurarif & Kusuma, 2015). Tifoid
termasuk infeksi sistemik dengan gejala yang khas yaitu demam. Adapun
demam yang dialami oleh pasien yang menderita penyakit ini umumnya
memiliki pola khusus dengan suhu yang meningkat (sangat tinggi) naik-turun.
Hal ini terjadi pada sore dan malam hari sedangkan di pagi hari hampir tidak
terjadi demam. Hal inilah yang biasanya tidak disadari oleh penderita maupun
keluarga penderita (Dinkes, 2013).

B. Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus
halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-
organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati, dan
kandung empedu.

1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan
air pada makhluk hidup. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya
merupakan bagian awal dari sistem pencernaanlengkap yang berakhir
di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian
dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh
organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif
sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Saliva (air liur), sekresi
yang berkaitan dengan mulut yang diproduksi oleh tiga kelenjar saliva
utama yaitu parotis, submandibula, sublingual yang terletak di rongga
mulut yang dikeluarkan melalui duktus didalam mulut. Saliva terdiri atas
99,5% air serta 0,5% protein dan elektrolit. Protein saliva yang terpenting
adalah amilase, mukus, dan lisozim.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di
kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil
yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus
bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan
mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim
(misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara
langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara
otomatis.
Palatum terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk–tajuk
palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih kebelakang
terdiri dari dua tulang palatum.
b. Palatum mole (palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan
lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa
dan selaput lendir.
2. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan
proses peristaltik. Di sebelah depan kerongkongan terdapat saluran
pernapasan yang disebut trakea. Trakea menghubungkan rongga hidung
dengan paru-paru. Pada saat kita menelan makanan, ada tulang rawan yang
menutup lubang ke tenggorokan. Bagian tersebut dinamakan epiglotis.
Epiglotis mencegah makanan masuk ke paru-paru.
Sekresi esofagus seluruhnya berkarakter mukus dan terutama
memberi fungsi pelumasan untuk menelan. Bagian utama dari esofagus
dikelilingi oleh beberapa kelenjar mukus sederhana. Pada bagian ujung
lambung, dan dalam jumlah kecil pada bagian awal esofagus, terdapat juga
beberapa kelenjar mukus campuran. Mukus yang disekresi oleh kelenjar
campuran pada esofagus bagian atas akan mencegah ekskoriasi mukosa
akibat makanan yang baru saja masuk, sedangkan kelenjar campuran yang
berada didekat sambungan esofagogastric akan melindungi dinding
esofagus dari pencernaan oleh asam getah lambung yang sering
mengalami refluks dari lambung kembali lagi kebagian bawah esofagus.
3. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
a. Kardia
b. Fundus
c. Antrum
Lambung adalah ruang berbentuk kantung yang berbentuk huruf j
yang terletak antara esofagus dan korpus (badan). Motilitas lambung
bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: Pengisian
lambung jika kosong lambung memiliki volume 50 ml tetapi organ ini
dapat mengembang sampai dengan 1000 ml ketika makan. Ada dua faktor
yang menjaga motilitas lambung yaitu plastisitas yang mengacu pada
kemampuan otot polos dalam mempertahankan ketegangannya yang
konstan dalam rentang waktu yang lebar. Selanjutnya adalah relaksasi
reseptif yakni proses relaksasi otot polos untuk meningkatkan kemampuan
lambung dalam mengakomodasi volume makanan.
Lambung mempunyai dua otot lingkar, yaitu otot lingkar pardia
dan otot lingkar pilorus. Otot lingkar kardia terletak di bagian atas dan
berbatasan dengan bagian bawah kerongkongan. Fungsinya adalah untuk
mencegah makanan dari lambung agar tidak kembali ke kerongkongan dan
mulut. Otot lingkar pilorus hanya terbuka apabila makanan telah tercerna
di lambung.
Di dalam lambung, makanan dicerna secara kimiawi. Dinding
lambung berkontraksi, menyebabkan gerak peristaltik. Gerak peristaltik
dinding lambung mengakibatkanmakanan di dalam lambung teraduk-
aduk. Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdepat kelenjar yang
menghasilkan getah lambung. getah lambung mengandung asam lambung,
serta enzim-enzim lain. Asam lambung berfungsi sebagai pembunuh
mikroorganisme dan mengantifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin.
Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi molekul
yang lebih kecil. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan
melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup.
Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi
lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel
yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
a. Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
b. Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung
yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan
cara membunuh berbagai bakteri.
c. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
Selain sel-sel penyekresi mucus yang mengelilingi seluruh permukaan
lambung, mukosa lambung mempunyai dua tipe kelenjar tubula yang
penting: kelenjar oksintik (Kelenjar gastrik) dan kelenjar pilorik.
Kelenjar oksintik menyekresi asam hidroklorida, pepsinogen, dan
mucus. Kelenjar pilorik terutama menyekresi mucus untuk
melindungi mukosa pylorus dari asam lambung. Kelenjar tersebut
juga menyekresi hormon gastrin.
4. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran
pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus
kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati
melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan
yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Di usus halus terdapat susunan yang
sangat rapat dari kelenjar mucus campuran, yang disebit kelenjar
brunner.Kelenjar ini menyekresi mucus yang alkalis dalam jumlah
besar.Fungsi dari mucus yang disekresikan oleh kelenjar brunner adalah
untuk melindungi dinding duodenum dari pencernaan oleh getah lambung
yang sangat asam, yang keluar dari lambung.
Enzim-enzim pencernaan pada sekresi usus halus
Bila sekresi usus halus dikumpulkan tanpa serpihan sel, sekresi ini
hampir tidak mengandung enzim.Enterosit mukosa, terutama yang
menutupi vili, mengandung enzim pencernaan yang mencerna zat-zat
makanan khusus ketika makanan diabsorbsi melalui epitel. Enzim-enzim
ini adalah sebagai berikut:
a. Beberapa peptidase untuk memecah peptide kecil menjadi asam
amino.
b. Empat enzim sukrase, maltase, isomaltase, dam lactase untuk
memecah disakarida menjadi monosakarida.
c. Sejumlah kecil lipase intestinum untuk memecah lemak netral
menjadi gliserol dan asam lemak.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas
jari (duodenum), usus kosong(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus
halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir
di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan
organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh
selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran
yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal
dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.
b. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)
adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas
jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian
usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.
Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni
berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan
dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri.
Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan
secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang
berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari
bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong”.
c. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada sistem pencernaan manusia illeum ini memiliki panjang
sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenumdan jejunum, dan
dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral
atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu.
5. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara
usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari
feses. Usus besar terdiri dari:
a. Kolon asendens (kanan)
b. Kolon transversum
c. Kolon desendens (kiri)
d. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri
di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
6. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki
sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.
7. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus
buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen). Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai
appendektomi.
8. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem
saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana
bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan
tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan
anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama
anus.

C. Etiologi
Penyebab demam tifoid adalah kuman Salmonella typhi, Salmonella
paratyphii A, dan Salmonella Paratyphii B, Wujudnya berupa basil gram
negative, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Kuman tumbuh pada
suasana fakultatif anaerob pada suhu 15-41oC (Optimum 37oC) dan pH
pertumbuhan 6-8 (Ardiansyah, 2012).
D. Tanda dan Gejala
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) tanda dan gejala tifoid, yaitu:
1. Masa inkubasi rata-rata 10-14 hari;
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama;
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan syok, stupor dan koma;
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 bertahan selama 2-3 hari;
5. Nyeri kepala, nyeri perut;
6. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi;
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot;
8. Batuk;
9. Epistaksis;
10. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepian ujung merah serta tremor)
11. Hepatomegali, splenomegali, meteorismus;
12. Gangguan mental berupa samnolen, delirium, atau psikosis.
Periode infeksi demam tifoid, gejala dan tanda:
Keluhan Dan Gejala Demam Tifoid
Minggu Keluhan Gejala Patologi
Minggu Panas berlangung Gangguan Bakterimia
pertama insidious, tipe panas saluran cerna
stepladder yang mencapai
39-40oC, menggigil, nyeri
kepala
Minggu Rash, nyeri abdomen, Rose Spot, Vaskulitis,
Kedua diare, atau konstipasi, splenomegali, hiperplasi pada
delirium hepatomegali peyer’s patches
nodul tifoid pada
limpa dan hati
Minggu Komplikasi: perdarahan Melena, ilius, Ulserasi pada
Ketiga saluran cerna, perforasi, ketegangan peyer’s patches,
syok abdomen, nodul tifoid pada
koma limpa dan hati
Minggu Keluhan menurun Tampak sakit Kolelitiasi, carrier
Keempat berat, kronik
kakeksia
Sumber: Penyakit infeksi di Indonesia hal:197 dalam Nurarif
dan Kusuma 2015
E. Patofisiologi
Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat
bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa
usus pada ileum terminalis. Di usus, bakteri melekat pada mikrovili, kemudian
melalui barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin
rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian
Salmonella typhi menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam
pembuluh darah melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap
ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih
memberikan hasil yang negatif.
Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari. Bakteri dalam pembuluh
darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ
sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga
dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman
akan disebarkan kembali ke dalam system peredaran darah dan menyebabkan
bakteremia. sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi.
Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala,
dan nyeri abdomen. Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap
dalam organ-organ sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk
berproliferasi kembali. Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia
diistilahkan sebagai pembawa kuman atau carrier (CDK, 2012).
F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Leukosit
Pada demam typoid terdapat leucopenia dan limfositosis relative,
tetapi kenyataan leucopenia tidak sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus
demam typoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada batas- batas
normal, dan kadang terjadi leukositosis. Walaupun tidak ada komplikasi
atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosis demam typoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi kembali ke normal
setelah sembuhnya demam typoid. kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak
memerlukan pembatasan pengobatan.
3. Biakan Darah
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan
darah negatif menyingkirkan demam typoid. Hal ini disebabkan karena
hasil biakan darah bergantung pada beberapa factor antara lain :
a. Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium berbeda dengan yang lain,
malahan hasil satu laboratorium biasa berbeda dari waktu ke waktu.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan, karena jumlah kuman yang berada dalam darah hanya
sedikit, yaitu kurang dari 10 kuman/ml darah, maka untuk keperluan
pembiakan. Pada anak-anak 2 – 5 ml. Bila darah yang dibiak terlalu
sedikit hasil biakan biasa negative,terutama pada orang yang sudah
mendapat pengobatan spesifik .Selain ini darah tersebut harus
langsung dikirim ke laboratorium. Waktu pengambilan darah paling
baik adalah saat demam tinggi pada waktu bakterimia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama berjalan penyakit
Pada demam typoid biakan darah terhadap S.Typhi terutama
positif pada minggu pertama penyakit dan berkurang pada minggu-
minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan bias positif lagi.
c. Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terhadap demam typoid dimasa lampau
menimbulkan antibody dalam darah pasien. Antibodi ini dapat
menekan bakteriemia
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibody, aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam
serum pasien demam typoid pada orang yang pernah ketularan salmonella
dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella
yang sudah dimatikan dan diolah laboratorium.Maksud uji widal adalah
menentukan adanya agglutinin dalam serum pasien yang disangka
menderita demam typoid.Akibat infeksi oleh S.Typhi, pasien membuat
anti bodi (aglutini),yaitu:
a. Aglutinin O,yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela
kuman).
c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal sari simapi
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis. Mungkin tinggi titernya, mungkin
besar kemungkinan pasien menmderita demam typoid. Pada infeksi yang
aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang
dilakukan selang paling sedikit 5 hari.
Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 ,
1/640. Peningkatan titer uji Widal 4x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan
(+). - Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada
kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+). Jika 1x pemeriksaan
langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan
gejala klinis khas.
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Penatalaksanaan Medis Demam Typhoid
a. Perawatan
Penderita Thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan, penderita harus tirah baring sampai
minimal 7 hari, batas panas atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi
dilakukan sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien, penderita yang
kesadarannya menurun posisi tubuh harus diubah pada waktu-waktu
tertentu untuk menghindari komplikasi dekubitus, defekasi, dan miksi
perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi dan
retensi urine.
b. Diet/ Terapi Diet
Yaitu penatalaksanaan diet penyakit Thypus Abdominalis
dengan tujuan:
1) Memberi makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan yang
bertambah guna mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan
tubuh.
2) Pemberian makanan yang cukup dan seimbang tidak merangsang
dan tidak memperberat kerja saluran pernafasan.
3) Jika adanya peradangan pada usus halus, maka harus diberikan
secara hati-hati untuk menghindari rangasangan terutama dari
serat kasar. Penderita diberi bubur saring kemudian bubur kasar,
dan akhirnya diberi nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian makanan
pada dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada
penderita Thypoid.
c. Obat -Obatan
1) Klorampenikol 4.500 mg selama 14 hari
2) Limfenikol 3.300 mg
3) Kotrimoxazol 12.480 mg selama 4 hari.
4) Ampicillin dan Amoxillin 341 gr selama 14 hari.
5) Obat-obatan anti piretik tidak perlu diberikan secara rutin pada
penderita Thypoid. Pada penderita toksik dapat diberikan
kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun
secara bertahap selama 5 hari, hasil biasanya memuaskan.
Kesadaran penderita menjadi baik dan suhu tubuh cepat turun
sampai normal, akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan
tanpa indikasi karena dapat menyebabkan pendarahan intestinal.
Farmakologi
1) Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4
kali pemberian oral atau IV selama 14 hari.
2) Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin
dengan dosis 200 mg/KgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama
21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/KgBB/hari,
terbagi selama 3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama
21 hari kortrimoksasol dengan dosis (tmp) 8
mg/KgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral
selama 14 hari.
3) Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50
mg/KgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80
mg/KgBB/hari , sekali sehari, intravena selama 5-7 hari.
4) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan
fluoroquinolone
2. Pencegahan
Usaha yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah :
a. Dari sisi manusia :
1) Vaksinasi untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit
ini dilakukan vaksinasi, kini sudah ada vaksin tipes atau tifoid
yang disuntikan atau diminum dan dapat melindungi seseorang
dalam waktu 3 tahun.
2) Pendidikan kesehatan pada masyarakat: hygiene, sanitasi,
personal hygiene.
b. Dari sisi lingkungan hidup :
1) Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan
2) Pembuangan kotoran manusia yang higienis
3) Pemberantasan lalat
4) Pengawasan terhadap masakan dirumah dan penyajian pada
penjual makanan (Akhsin Zulkoni, 2011).
Sedangkan menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) diascharge planning
pada demam tifoid adalah:
1. Hindari tempat yang tidak sehat;
2. Cucilah tangan dengan sabun dan air bersih;
3. Makanlah makanan bernutrisi lengkap dan seimbang dan masak/panaskan
sampai 570 beberapa menit dan secara merata;
4. Salmonella thypi didalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 570 untuk
beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi;
5. Gunakan air yang sudah direbus untuk minum dan sikat gigi;
6. Mintalah minuman tanpa es kecuali air es sudah dididihkan atau dari botol;
7. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman;
8. Istirahat cukup dan lakukan olahraga secara teratur;
9. Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, dan efek samping;
10. Ketahui gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan
untuk mengatasi gejala tersebut;
11. Tekankan untuk melakukan control sesuai waktu yang ditentukan;
12. Vaksin demam tifoid;
13. Buang sampah pada tempatnya.
I. Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami
perdarahan minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah.
Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok.
Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat
perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
b. Perforasi Usus
Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi
pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi
mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan
bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi
lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai
syok.
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis;
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik;
c. Komplikasi paru: pneumoni, empiema, dan pleuritis;
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis;
e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis;
f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. DATA FOKUS PENGKAJIAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, no register, agama, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
diagnosa medis dan penanggung jawab.
b. Alasan Masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan demam, perut terasa mual dan
kembung, nafsu makan menurun, diare/konstipasi, nyeri kepala,
perasaan tidak enak badan, pusing, nyeri tekan pada ulu hati, nyeri
kepala, lesu dan kurang bersemangat.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya penyakit pasien typoid adalah demam, anorexia,
mual, muntah, diare, perasaan tidak enak diperut, pucat, nyeri
kepala, nyeri otot, lidah kotor, gangguan kesadaran berupa
somnolen sampai koma.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit demam
typoid atau pernah menderita penyakit lainnya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang pernah menderita penyakit
demam typoid atau penyakit keturunan.
d. Data Psikologis
Biasanya pasien mengalami ansietas, ketakutan , perasaan tak
berdaya, dan depresi.
e. Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana
dari segi ekonomi dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana
interaksi klien baik di kehidupan sosial maupun masyarakat atau
selama di rumah sakit.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Biasanya badan lemah
b. TTV : Peningkatan suhu, perubahan nadi, respirasi, dapat
terjadi penurunan tekanan darah
c. Kesadaran : Dapat mengalami penurunan kesadaran.
d. Pemeriksaan Head To toe
1) Kepala
Keadaan kepala cukup bersih, tidak ada lesi/benjolan, distribusi
rambut, warna rambut, tipis, tidak ada nyeri tekan.
2) Mata
Kebersihan mata, bentuk mata simetris kiri dan kanan, sclera
ikterik, konjungtiva kemerahan/anemis.Reflek pupil terhadap
cahaya dan reflex kornea, fungsi pengelihatan, mata cekung atau
tidak.
3) Telinga
Kebersihan telinga, bentuk telinga, tanda inflamasi.
4) Hidung
Kebersihan hidung cukup, bentuk tidak ada kelainan, tidak
terdapat tanda-tanda peradangan pada mocusa hidung, tidak
terlihat pernafasan cuping hidung, epistaksis.
5) Mulut dan gigi
Kebersihan mulut, lidah tampak kotor, mukosa mulut/bibir
kemerahan dan tampak kering.
6) Leher
Nyeri menelan, pembesaran kelenjar tiroid, pergerakan leher
tidak ada gangguan.
7) Dada
Bentuk dada simetris, ada nyeri tekan, tidak ada sesak, tidak ada
batuk, auskultasi jantung dan paru-paru.
8) Abdomen
Bentuk abdomen simetris, nyeri tekan atau nyeri ulu hati ,bising
usus meningkay atsu menurun, terdapat pembesaran hati dan
limfa.
9) Ekstremitas
Kaji kekuatan otot, reflex patela dan reflex babinski, CRT, Turgor
Kulit, akral.
3. Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum
sakit dan saat sakit. Hai ini digunakan dalam perbandingan antara
pengobatan dan perawatan pasien, biasanya mencakup:
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan
sama sekali.
b. Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam thypoid
terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar
dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan
tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat waham pada
klien.
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d inflamasi penyakit;
2. Nyeri Akut b.d inflamasi;
3. Kekurangan volume cairan b.d asupan yang tidak adekuat;
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d kehilangan nafsu
makan;
5. Intoleran aktivitas b.d kelemahan.

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1 Hipertermi b.d Setelah di lakukan 1. Pantau Tanda-tanda 1. Untuk mengetahui status


inflamasi keperawatan Vital suhu.
penyakit. selama 3x24 jam 2. Ajarkan pasien/ 2. Agar keluarga dapat
pasien keluarga dalam mengerti dan mencegah
menunjukan suhu mengukur suhu dampak komplikasi.
tubuh dalam batas untuk mencegah
normal. dan mengenali
KH: secara dini
hipertermia
1. Tanda-tanda 3. Berikan kompres 3. Kompres hangat
vital dalam batas hangat. menyebabkan
normal. vasodilatasi sehingga
terjadi perpindahan
panas secara evoforasi.
4. Anjurkan asupan 4. menghindari dehidrasi.
oral 2 liter per hari
5. Kolaborasi 5. untuk menurunkan panas
pemberian
antipiretik.
2 Nyeri Akut b.d Setelah di lakukan 1. Kaji ulang tingkat 1. Perubahan pada
inflamasi keperawatan nyeri, lokasi, karakteristik nyeri dapat
selama 3x24 jam lamanya, intensitas menunjukkan
pasien dapat dan karakteristik penyebaran penyakit/
mengontrol nyeri nyeri terjadi komplikasi.
atau nyeri hilang 2. Dapat menunjukkan
KH: 2. Kaji ulang faktor dengan tepat pencetus
yang meningkatkan atau faktor yang
1. Skala nyeri
nyeri dan memperberat (seperti
turun atau 0.
menurunkan nyeri. stress, tidak toleran
terhadap makanan) atau
mengidentifikasi
terjadinya komplikasi,
serta membantu dalam
membuat diagnosis dan
kebutuhan terapi.
3. Untuk menghilang
3. Beri kompres nyeri.
hangat pada daerah
nyeri 4. Analgetik dapat
4. Kolaborasi dengan membantu menurunkan
tim medis lainnya nyeri
dalam pemberian
obat analgetik.
3 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Pantau ttv, suhu 1. Untuk mengetahui status
volume cairan tindakan dan nadi. suhu dan nadi pasien.
b.d asupan keperawatan 2. Pantau input dan 2. Menganalisis data untuk
yang tidak selama 3x24 jam output cairan. mengatur keseimbangan
adekuat. kebutuhan cairan cairan.
terpenuhi 3. Atur input dan 3. Meningkatkan
KH: output. keseimbangan cairan
dan mencegah
1. Nilai TTV
komplikasi.
dalam batas
4. Tawarkan minuman 4. Agar pasien tertarik
normal.
kesukaan pasien. untuk minum.
2. Balance cairan 5. Laporkan catatan 5. Memberikan program
seimbang. haluan kurang dari therapy selanjutnya.
kebutuhan.
4 Ketidak Setelah dilakukan 1. Identifikasi factor 1. Mengetahui penyebab
seimbangan tindakan yang mempe kehilangan nafsu makan.
nutrisi kurang keperawatan ngaruhi kehilangan
dari kebutuhan selama 3x24jam nafsu makan.
b.d kehilangan pasien mencukupi 2. Beri makanan 2. Menarik perhatian agar
nafsu makan status gizi. yang sesuai pasien mau makan.
KH: dengan pilihan
pribadi.
1.muncul nafsu
3. Berikan makanan 3. Memenuhi kebutuhan
makan. 2.pasien
bergizi tinggi dan gizi pasien dan menarik
mau makan.
bervariasi. perhatian pasien
4. Berikan informasi 4. Agar orangtua dan
yang tepat tentang pasien mengetahui
kebutuhan nutrisi. pemenuhan kebutuhan
nutrisi.
5. Kolaborasi ahli 5. Pemberian makanan
gizi. yang tepat.
5 Intoleran Setelah di lakukan 1. Berikan bantuan 1. Pemberian bantuan pada
aktivitas b.d keperawatan untuk pemenuhan klien dapat menghindari
kelemahan selama 3x24 jam kebutuhan sehari- timbulnya komplikasi
pasien hari berupa yang berhubungan
menunjukan makanan, dengan pergerakan yang
toleransi aktivitas. minuman, ganti melanggar program tirah
KH: baju dan perhatikan baring
kebersihan mulut,
1. Klien tidak
rambut, genetalia
mengalami
dan kuku.
perubahan
2. Libatkan keluarga 2. Partisipasi keluarga
keadaan umum sangat penting untuk
dalam pemenuhan
saat beraktivitas mempermudah proses
ADL
keperawatan dan
mencegah komplikasi
lebih lanjut.
3. Jelaskan tujuan 3. Istirahat menurunkan
tirah baring untuk mobilitas usus juga
mencegah menurunkan laju
komplikasi dan metabolisme dan
mempercepat infeksi.
proses
penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA

Akhsin, Zulkoni. 2011. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika.


Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press
Inawati. 2009. Demam Tifoid. Wijaya Kusuma Edisi Khusus Hal 31-36. Jurnal
Ilmiah Kedokteran
Nadyah. 2014. Hubungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Insidens Penyakit
Demam Tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten
Gowa. 2013. Jurnal Kesehatan, Vol VII, No1, 3-05-321
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Nurarif, A. H. dan Kusum, H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.
Wardana, I. M.T. L., et al. 2014. Diagnosis Demam Tifoid dengan Pemeriksaan
Widal. Bali: Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah.

Anda mungkin juga menyukai