Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit fungsional otak berupa kelumpuhan saraf,
yang diakibatkan oleh gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak.
Gangguan saraf maupun kelumpuhan yang terjadi tergantung pada bagian
otak mana yang terkena. Stroke paling banyak terjadi pada usia diatas 45
tahun. Penyakit ini dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat atau
kematian. (Anies, 2012). Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ke tiga
sebagai penyakit utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya
dipegang penyakit jantung dan kanker. Sebanyak 75 persen penderita stroke
menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan. Pada tahun 2002, sebanyak
275.000 orang telah meninggal karena stroke. Sementara itu, di Eropa,
dijumpai 650.000 kasus stroke setiap tahunnya (Sutrisno, 2010).
Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,
diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit
kronik lainnya merupakan 63 persen penyebab kematian di seluruh dunia
dengan membunuh 36 juta jiwa per tahun. Di Indonesia sendiri, penyakit
menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu
bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat. Hal tersebut
menjadi beban ganda dalam pelayanan kesehatan, sekaligus tantangan yang
harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Berdasar
hasil rekapitulasi data kasus baru PTM, jumlah kasus baru PTM yang
dilaporkan secara keseluruhan pada tahun 2016 adalah 943.927 kasus.
Dengan proporsi kasus stroke sebesar 3,91% atau sebanyak 2.415 kasus
(Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2017). Angka kejadian stroke di Kabupaten
Blora Tahun 2017 sebanyak 409 kasus, yaitu sebanyak 127 kasus stroke
hemoragik dan sebanyak 282 kasus stroke non hemoragik (Dinkes Kabupaten
Blora, 2018).
Berdasarkan data, terdapat sekitar 500 ribu kasus stroke di Indonesia.
Sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiganya lagi mengalami gangguan
fungsional ringan sampai sedang, sedangkan sisanya mengalami gangguan
fungsional berat. Stroke merupakan pembunuh no 1 di Indonesia, menggeser
fungsional ringan sampai sedang, sedangkan sisanya mengalami gangguan

1
2

fungsional berat. Stroke merupakan pembunuh no 1 di Indonesia, menggeser


penyakit jantung yang sebelumnya merupakan pembunuh utama. (Adiati dan
Wahjoepramono, 2010).
Salah satu indikator rawat inap untuk menilai efisiensi pelayanan
kesehatan rawat inap yaitu Average Length of Stay (AvLOS) yang merupakan
rata – rata jumlah hari pasien rawat inap tinggal di rumah sakit. Tarif INACBGs
didasarkan atas AvLOS sesuai standar INACBGs. Jika AvLOS di Rumah Sakit
melebihi standar INACBGs, maka dapat diasumsikan tagihan rumah sakit
yang meningkat dan berdampak pada segi finansial rumah sakit. Salah satu
cara agar rumah sakit tidak mengalami defisit pembiayaan dapat dilakukan
dengan mengurangi length of stay (Rusydi 2013;Victorian Auditor General
2016). Pada umumnya seseorang penderita stroke iskemik (sumbatan) akan
dirawat kurang lebih 7-10 hari. Pasien dengan stroke hemoragik biasanya
dirawat lebih lama, yaitu antara 14-21 hari. Hal ini tentu saja sangat
bergantung pada perubahan kondisi pasien. Faktor resiko yang berhubungan
dengan perburukan kondisi pasien stroke adalah usia tua, menderita diabetes
militus, menderita penyakit jantung koroner, penurunan kesadaran saat masuk
rumah sakit, tekanan darah yang sangat tinggi atau sangat rendah saat
masuk rumah sakit, dan kenaikan suhu tubuh. Pasien stroke akan
diperbolehkan pulang setelah kondisi medisnya stabil dan faktor resikonya
terkendali. Progam rehabilitasi dapat dilakukan sambil berobat jalan untuk
meningkatkan kemandirian pasien. masa peralihan stroke adalah 6 bulan
setelah serangan stroke (Herminawati, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Arya (2009), menunjukan hasil
penelitian didapatkan nilai rata-rata dari bahwa penderita stroke baik itu stroke
hemoragik dan stroke iskemik yang memenuhi kriteria inklusi penelitian ini
terdapat 92 pasien stroke iskemik dan 62 stroke hemoragik. Dengan rata-rata
penderita stroke iskemik 8.10 dan stroke hemoragik 9.37. Dari rata-rata
tersebut ternyata lama rawat inap pasien penderita stroke hemoragik lebih
lama dibandingkan jika dengan lama rawat inap pasien penderita stroke
iskemik. Sedangkan antara lama rawat inap pasien dirumah sakit dengan
jenis stroke didapatkan hasil siknifikan 0.182 yang berarti bahwa tidak begitu
signifikan antara hubungan lama rawat inap pasien stroke masing-masing baik
itu hemoragik dan stroke iskemik dan tidak begitu signifikan jenis stroke
dengan lama rawat inapnya di rumah sakit.
3

Berdasarkan hasil survey awal pada bulan Agustus 2018 terhadap 10


pasien stroke non hemoragik di IGD RS PKU Muhammadiyah Cepu, dimana
pada 6 pasien yang memperoleh penanganan < 6 jam pasca serangan stroke
dengan masa penyembuhan (lama hari rawat) rata-rata 8-14 hari, sedangkan
pada 4 pasien yang memperoleh penanganan > 24 jam pasca serangan
stroke dengan masa penyembuhan (lama hari rawat) rata-rata 21-28 hari.
Berdasarkan hasil penelitian prospektif tahun 2006/2007 mendapatkan
2.065 pasien stroke dari 28 rumah sakit di Indonesia, dimana pada 37%
pasien stroke memperoleh penanganan dini atau Golden time (waktu emas)
yaitu 3 jam sejak terjadi serangan dengan masa penyembuhan pasien rata-
rata 7-14 hari. Sedangkan 63% pasien stroke yang memperoleh penanganan
lebih dari 24 jam sejak terjadi serangan dengan masa penyembuhan pasien
rata-rata 21-28 hari (Setyopranoto, 2010).
Berdasarkan hasil survei pendahuluan di RS PKU Muhammadiyah
Cepu, penderita stroke pada tahun 2015-2017 sebanyak 212 orang dan stroke
menjadi penyebab kematian nomor satu pasien rawat inap di RS PKU
Muhammadiyah Cepu dengan Case Fatality Rate sebesar 26,4%. Dari 212
orang pasien stroke, dimana pada 65% pasien stroke memperoleh
penanganan dini yaitu kurang dari 6 jam sejak terjadi serangan dengan masa
penyembuhan pasien rata-rata 5-7 hari. Sedangkan 35% pasien stroke yang
memperoleh penanganan lebih dari 24 jam sejak terjadi serangan dengan
masa penyembuhan pasien rata-rata 18-21 hari. Berdasarkan data di RS PKU
Muhammadiyah Cepu didapatkan ALOS kasus stroke di rumah sakit lebih
lama dari ALOS sistem INA-CBGs atau Clinical Pathway berdasarkan
penyakit stroke iskemik yaitu 7 hari.
Dari uraian permasalahan di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian
tentang “Hubungan periode penanganan dengan masa penyembuhan pada
pasien stroke non hemoragik di RS PKU Muhammadiyah Cepu”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan
masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah Hubungan periode penanganan
dengan masa penyembuhan pada pasien stroke non hemoragik di RS PKU
Muhammadiyah Cepu?.”
4

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum :
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
periode penanganan dengan masa penyembuhan pada pasien stroke non
hemoragik di RS PKU Muhammadiyah Cepu.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui periode penanganan pada pasien stroke non hemoragik
di RS PKU Muhammadiyah Cepu.
b. Mengetahui masa penyembuhan pasien stroke non hemoragik di RS
PKU Muhammadiyah Cepu.
c. Menganalisis hubungan periode penanganan dengan masa
penyembuhan pada pasien stroke non hemoragik di RS PKU
Muhammadiyah Cepu.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
bagi pembaca mengenai hubungan periode penanganan dengan masa
penyembuhan pada pasien stroke non hemoragik.
b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk penelitian selanjutnya, sehingga dapat membantu mempercepat
masa pulih pada pasien stroke non hemoragik.
2. Secara Praktis
a. Bagi Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi
perawat, sehingga terbentuk pemahaman dan kesadaran perawat dalam
memberikan penatalaksanaan pada pasien stroke non hemoragik
dengan segera sehingga dapat membantu mempercepat masa pulih
selama perawatan di rumah sakit.
b. Bagi Institusi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam mengevaluasi tindakan, menentukan kebijakan-kebijakan serta
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit terkait dengan penanganan
pada pasien stroke non hemoragik.
5

c. Bagi Institusi Pendidikan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
informasi dalam proses belajar mengajar mengenai hubungan periode
penanganan dengan masa penyembuhan pada pasien stroke non
hemoragik.
d. Bagi Peneliti
Memberikan tambahan Ilmu pengetahuan dan pengalaman
langsung dalam melakukan penelitian.

E. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Ilmu
Ruang lingkup materi dalam penelitian ini adalah Ilmu Keperawatan
Medikal Bedah (KMB). Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah
masa penyembuhan pada pasien stroke non hemoragik. Prinsip ini perlu
dilakukan karena ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan di Rumah Sakit.
2. Ruang Lingkup Metodologi
Metodologi yang dipakai dalam penelitian ini adalah uji analisis
komparasi dalam menentukan hubungan periode penanganan dengan
masa penyembuhan pada pasien stroke non hemoragik di RS PKU
Muhammadiyah Cepu.
3. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Agustus-September 2018.

F. Keaslian Penelitian
No Peneliti Tahun Judul Metode Hasil
1. Reunita C. 2016 Gambaran Deskriptif Persentase jumlah
Amiman length of stay retrospektif pasien stroke iskemik
pada pasien dengan 58,02% dengan LOS
stroke rawat menggunakan 6,84 hari dan
inap di RSUP data sekunder persentase jumlah
Prof. Dr. R. D. pasien stroke pasien stroke
Kandou periode Juli hemoragik 41,98%
Manado 2015-Juni 2016 dengan LOS 10,64 hari.
periode Juli dari bagian Pasien stroke dengan
2015-Juni 2016 rekam medik. LOS tertinggi terdapat
Sampel pada jenis kelamin
penelitian perempuan dengan
berjumlah 293 stroke hemoragik, 11,04
pasien hari; usia 45-54 tahun,
9,47 hari; stroke
hemoragik dengan
6

No Peneliti Tahun Judul Metode Hasil


hipertensi, 11,26 hari;
stroke hemoragik tanpa
dislipidemia, 10,67 hari;
stroke hemoragik
dengan DM tipe 2,
12,67 hari; stroke
dengan komplikasi, 9,33
hari; stroke hemoragik
dengan pneumonia,
10,65 hari; dan stroke
hemoragik dengan
tuberculosis, 23,50 hari.
2. Magdalena 2014 Faktor-faktor Desain Rerata lama rawat inap
F. yang penelitian yang pasien stroke
mempengaruhi digunakan pendarahan
lama rawat inap adalah potong di RSUP Dr. Sardjito
pasien lintang. adalah 11,6±3 hari.
stroke Sebanyak 56 Analisis
pendarahan pasien stroke univariat menunjukkan
di RSUP dr. pendarahan NIHSS saat admisi
Sardjito yang merupakan
dirawat di Unit faktor yang
Stroke RSUP mempengaruhi lama
Dr. Sardjito dari rawat inap pasien
bulan stroke
Oktober 2012 pendarahan secara
hingga signifikan (p=0,012,
Desember 2014. r= 0,335).
Data pasien Analisis regresi linier
diambil dari multipel menunjukkan
rekam medis, nilai
NIHSS saat admisi
mempengaruhi lama
rawat inap secara
signifikan dan memiliki
hubungan positif
(p=0,023,
β=0,323).

3. Imelda 2012 Faktor-faktor Penelitian ini Rata–rata lama hari


Purba yang bersifat rawat inap
berhubungan kuantitatif pasien stroke iskemik di
dengan lama dengan desain rumah sakit PMI Bogor
hari rawat inap cross sectional, tahun 2012 adalah 5,88
pasien jumlah sampel hari, dan hasil
stroke iskemik 112 pasien uji bivariat yang
di Rumah Sakit dengan data berhubungan adalah
PMI Bogor sekunder dari yang memiliki nilai
tahun 2012 sistem informasi (p<0,005). Faktor yang
rekam medis mempengaruhi lama
rumah sakit. hari rawat yang panjang
Data dianalisis adalah pasien
secara diruangan intesive
univariat dan (p=0,006), memiliki
bivariat. komplikasi (p=0,001)
dan penyakit jumlah
penyerta (p=0,035).
7

No Peneliti Tahun Judul Metode Hasil


Sedangkan faktor yang
mempengaruhi lama
hari rawat lebih singkat
adalah cara keluar
pasien yang keluar atas
permintaan sendiri
(p=0,003).

Anda mungkin juga menyukai