Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia saat ini umumnya senang berbagi informasi. Dibarengi dengan
perkembangan teknologi digital yang penetrasinya hingga berbagai kalangan, peredaran informasi
menjadi kian sulit terbendung. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyebutkan,
sedikitnya 170 juta masyarakat Indonesia memiliki minimal satu ponsel atau setidaknya satu SIM
card. Dengan demikian, mereka bisa berbagi informasi dengan cepat. Media sosial dan aplikasi
pengirim pesat cepat (chat apps) menjadi media favorit. Namun, rupanya hal ini menimbulkan suatu
polemik baru. Informasi benar dan salah menjadi campur aduk.
"Bangsa Indonesia pada umumnya senang menjadi nomor satu. Jadi, kalau melemparkan isu ingin
dianggap yang pertama. Buktinya, kirim lewat WA, Facebook, Twitter, dan sebagainya," ujar
Rudiantara dalam sebuah acara diskusi.

Jauh sebelum kata “hoax” itu sendiri berkembang dan “viral”,kita sering menemukan penggunaan
kata isu untuk berita – berita yang sebenarnya masih diragukan kebenarannya. Kata isu juga dikaitkan
dengan kata gosip yang sebenarnya makna artinya tidak sama atau berbeda. Namun, hanya saja pada
waktu ini penggunaan kata hoax itu sendiri lebih populer dan dimengerti dikalangan masyarakat kita.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa definisi dari Hoax?


2. Apa saja macam-macam jenis Hoax?
3. Apa saja ciri-ciri Hoax?
4. Apa dampak negatif Hoax pada masyarakat?
5. Bagaimana cara mengatasi Hoax?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Hoax.
2. Untuk mengetahui macam-macam jenis Hoax.
3. Untuk mengetehui ciri-ciri Hoax.
4. Untuk mengetahui dampak negatif Hoax pada masyarakat.
5. Untuk memahami cara mengatasi hoax.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hoax

Hoax sendiri memiliki definisi yaitu suatu berita atau pernyataan yang memiliki informasi
yang tidak valid atau berita palsu yang tidak memiliki kepastian yang sengaja disebar luaskan untuk
membuat keadaan menjadi heboh dan menimbulkan ketakutan. Akan tetapi, ada juga hoax yang
sengaja dibuat untuk membuat cara berpikir tentang suatu hal menjadi sesat karena tertipu berita atau
opini hoax. Jika sebelumnya hoax – hoax ini disebar luaskan lewat sms ataupun email dengan banyak,
maka hoax sekarang ini lebih banyak beredar di dalam sosial media seperti Instagram, facebook,
Twitter, Path, Whatsapp, serta blog – blog tertentu. Maka dari itu dibutuhkan kehati – hatian dalam
menerima suatu berita atauopini.

Penyebaran berita hoax pada periode akhir – akhir ini membuat para pengguna internet atau
biasa disebut sebagai netizen sangatlah khawatir. Dengan keadaan seperti ini, maka Menurut Ketua
Dewan Pers, Stanley Adi Prasetyo, Dewan Pers akan memberlakukan sistem verifikasi media massa,
mulai 9 Februari 2017, bersamaan dengan Hari Pers Nasional, seperti dikutip oleh
Kaskus.co.id.Dengan demikian, dapat kita ketahui jumlahnya berapa banyak media massa yang abal –
abal dan media yang bersertifikasi.

2.2 Macam-macam jenis Hoax

 Hoax lowongan pekerjaan. Karena lowongan kerja dibidang energi masih menjadi
primadona. Nah potensi muncul hoax ketika akan terjadi kontrak antara perusahaan dengen
pemerintah, perpanjangan kontrak. Potensi hoax juga ada ketika ada kebijakan pemerintah
yang bertentangan dengan kebijakan perusahaan.

 Jenis hoax dari tingkat rekayasanya menurut Shafiq adalah yang mudah diklarifikasi dan
yang sulit diklarifikasi. Hoax yang mudah diklarifikasi adalah yang sebagian besar konten
adalah fiksi atau fitnah yang mudah dicari bantahannya, umum terjadi di situs clickbait.
Sedangkan hoax yang sulit diklarifikasi adalah berita yang menggabungkan fakta dan fiksi,
kadang 80 persen fakta, dan 20 persen fiksi. Serta direkayasa oleh tim dengan kemampuan
yang tinggi. Hoax ini menurutnya akan memberikan dampak negative bagi siapa saja.
Kontennya biasanya berisi hal negative, yang bersifat hasut dan fitnah. Hoax akan menyasar
emosi masyarakat, dan menimbulkan opini negative sehingga terjadi disintergratif bangsa.
Hoax juga memberikan provokasi dan agitasi negative, yaitu menyulut kebencian,
kemarahan, hasutan kepada orang banyak (untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan, dan
sebagainya), biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivitis partai politik, pidato yang berapi-api
untuk mempengaruhi massa. Hoax juga merupakan propaganda negative, dimana sebuah
upaya yang disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran
atau kognisi, dan mempengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang
dikehendaki oleh pelaku propaganda.

2.3 Ciri-ciri Hoax

Ciri – ciri yang terdapat pada berita atau opini hoax. Hal ini tentunya sangat bermanfaat untuk
masyarakat yang notabenenya sering menggunakan sosial media untuk meng-updateinformasi lebih
dalam, akan tetapi tidak terjebak oleh berita – berita palsu yang beredar. Dengan demikian, kita dapat
menjadi pembaca yang cerdas, bijaksana dan tidak termakananginlalu.
Ciri yang pertama adalah Judul dalam suatu berita biasanya berbumbu provokatif dan disertai
denga isu – isu terkini. Hoax juga biasanya menggunakan judul berita sensasional sehingga dapat
memicu emosional para pembacanya. Pada umumnya berita hoax juga bisa diambil sumbernya dari
media massa atau media online yang resmi akan tetapi isi dar beritanya diubah mula dari dikurangi
hingga ditambahi sedikit agar membuat isi berita semakin sensasional. Oleh karena itu jika anda
merasa menemukan berita yang memiliki judul ataupun isinya yang sedikit sensasional, ada baiknya
untuk mencaritahu lebih dalam lagi dan cocokan dengan berita aslinya apakah terlihat perbedaanya
atau tidak agar bisa kita lihat sama atau tidak isi berita tersebut.

2.4 Dampak Negatif Hoax pada masyarakat

Dikutip dari indolinear.com,ada 4 hal dampak negatif yang dapat ditimbulkan yaitu hoax
sebagai pembuang – buang waktu, pengalihan isu, penipuan publik dan pemicu kepanikansosial.

Pertama adalah pembuang – buang waktu, seperti dikutip dari cmsconnect.com, menyatakan
bahwa dengan melihat hoax di sosial media bisa mengakibatkan kerugian bagi individu itu sendiri
maupun kelompok di kantor tempat ia bekerja. Hal ini dikarenakan hoax tersebut yang mengakibatkan
efek mengejutkan sehingga sangat berpengaruh terhadap produktivitas kelompok di kantor tersebut.
Dengan penurunan prodoktivitas tersebut, maka apa yang dihasilkan semakin berkurang sedikit demi
sedikit atau bahkan dengan jumlah besar.
Kedua adalah sebagai pengalihan isu. Di media sosial ataupun internet khususnya para
penjahat internet atau biasa dipanggil cyber crime,hoax biasa dimanfaatkan sebagai pelancar aksi
kejahatan mereka di internet atau di sosial media. Sebagai contohnya, para penjahat cyberakan
mengirimkan sebuah hoax yang berisikan bahwa telah terjadi kerentanan sistem dalam pelayanan
internet seperti gmail dan ymail. Lalu, para penjahat tersebut akan mengirimkan sebuah tautan berupa
link kepada para user atau pengguna yang berisikan saran meng-klik tautan tersebut agar akun
pengguna akan terhindar dari kerentanan sistem gmailataupun ymail. Padahal, pada kenyataanya
tautan tersebut merupakan virus yang bisa membajak gmailmaupun ymail para pengguna yang biasa
kita sebut hacking.

Selanjutnya, adalah sebagai penipuan publik. Jenis penipuan ini biasanya bertujuan untuk
menarik simpati masyarakat yang percaya dengan hoax tersebut, lalu ketika dianjurkan untuk
menyumbangkan sejumlah uang dan anehnya ada saja yang mau menyumbangkan uang tersebut tanpa
mau berpikir lebih dalam ataupun detail apakah berita tersebut terbukti benar ataupun salah. Banyak
orang yang akhirnya tertipu dengan hoax tersebut dan pada akhirnya terlanjur mengirimkan sejumlah
uang yang sangat besar. Salah satu contoh kasusnya seperti dikutip dari indolinear.com beberapa
waktu yang lalu yaitu sebuah pesan yang beredar lewat aplikasi chat yaitu Whatsappberisi pesan
pembukaan pendaftaran CPNS nasional. Setelah berita hoax tersebut viral terserbar, akhirnya
pemerintah langsung memberikan klarifikasi bahwa pemerintah tidak membuka pendaftaran CPNS
pada waktu itu.

Berikutnya yang terakhir adalah sebagai pemicu kepanikan publik. Biasanya hoax yang satu
ini memuat berita yang merangsang kepanikan khalayak publik, dan beritanya berisikan tentang
tindak kekerasan atau suatu musibah tertentu. Salah satu contohnya adalah hoax tentang kecelakaan
hilangnya pesawat Garuda Indonesia dengan tujuan Jakarta – Palu beberapa waktu lalu. Hoax ini
begitu cepat menyebar sampai media massa maupun media online harus mengklarifikasi berita
tersebut agar masyarakat tidak panic ataupun percaya dengan hoax tersebut.

2.5 Cara mengatasi Hoax

1. Edukasi
Isu soal hoax, kata Rudiantara, tak hanya menjadi permasalahan di Tanah Air, tetapi
menjadi isu global. Penyelesaian terhadap maraknya hoax juga tak melulu harus diselesaikan
pemerintah, tetapi bisa mengadopsi cara penyelesaian di luar pemerintah.
Komunikasi pun dilakukan pemerintah, lewat Kominfo, dengan berbagai pihak dari luar,
seperti Facebook dan Google. Kerja sama dilakukan untuk menyaring konten dan
beragaminformasi. Terkait regulasi, peredaran informasi agar tidak "liar" dapat dilakukan
sesuai koridor Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) bagi media
massa. Sanksi bagi penyebar informasi hoax bisa dikenakan hukuman sesuai yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE). Namun, kata Rudiantara, kini pemerintah fokus pada "hulu". Bukan hanya
pembatasan atau pemblokiran, melainkan lebih kepada literasi masyarakat. "Kami meng-
encourage (mendorong), mempromosikan semua lapisan masyarakat, memiliki etika
bagaimana memanfaatkan media sosial," ujar dia. Masyarakat diharapkan lebih bijak dalam
memanfaatkan media sosial. Misalnya, memastikan terlebih dahulu akurasi konten yang akan
dibagikan, mengklarifikasi kebenarannya, memastikan manfaatnya, baru kemudian
menyebarkannya. Interaksi di media sosial, kata dia, adalah hal yang tak bisa dicegah dan
dibendung. Pembatasan dalam penggunaan media sosial sama saja dengan membatasi
masuknya hal-hal positif. Sebab, media sosial di sisi lain juga membawa banyak dampak
positif. "Contohnya ibu-ibu yang suka masak, membagikan foto hasil masakannya di
Facebook, kasih tahu harganya. Masih banyak yang bisa dimanfaatkan untuk hal-hal positif,"
tutur Rudiantara.

2. Perubahan pola

Hal serupa diungkapkan pengamat media sosial, Nukman Luthfie. Menurut dia, pada
era saat masyarakat sulit membedakan informasi yang benar dan salah, hal terpenting adalah
meningkatkan literasi media dan literasi media sosial. Sebab, penyebaran informasi hoax juga
dapat dilakukan oleh mereka yang terpelajar. "Pengguna mobile phone, ketika ada berita
lewat Twitter, Facebook, WhatsApp, hanya lihat judul kemudian disebarkan. Ini fakta,
karakter yang menarik dan tidak pernah terjadi sebelumnya," tutur Nukman pada kesempatan
yang sama. Selain kebiasaan berbagi secara cepat, pola baca masyarakat juga berubah total.
Jika membaca buku halaman berapa, dan koran alinea berapa, pembaca berita online
cenderung membaca secara cepat. Hal itu didukung dengan format berita daring. Portal berita
yang paling banyak dibaca adalah yang hanya terdiri dari beberapa alinea, bahkan
penyajiannya cenderung tak lengkap dalam satu berita. Untuk mendapatkan informasi
lengkap, pembaca dipaksa untuk membaca lebih dari satu berita. "Banyak hoax menyebar
luas adalah utamanya, bahkan orang terpelajar pun tidak bisa bedakan mana berita yang
benar, advertorial dan hoax. Mereka menyebarkan apa pun yang mereka suka. Suka dulu,
enggak perlu betul," tutur Nukman. Permasalahan saat ini, kata dia, informasi hoax telah
memecah belah publik. Misalnya, jika dikaitkan dengan momentum pilkada, publik terbelah
menjadi kubu-kubu yang keras. Hal itu diperparah dengan kondisi bahwa sejumlah media
massa sudah berpihak kepada satu pihak sehingga kepercayaan masyarakat pada media
mainstream sudah luntur. "Ini bahaya. Makanya, selalu muncul, setiap kita terima berita,
nomor satu adalah kembali kepada manusianya," kata Nukman. "Jika jempolmu sudah
kepengin banget share, tunggu dulu. Ada proses untuk verifikasi, mengunyah. Jangan telan
dulu. Cuma, itu susah sekali pada saat mereka enggak bisa bedakan hoax dan bukan, harapan
tinggal kepada media mainstream," ujar alumnus Universitas Gadjah Mada itu.

3. Cek sumber
Sementara itu, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengimbau masyarakat untuk
menyelidiki benar atau tidak informasi yang akan dibagikannya. Jika tidak benar, memuat
fitnah, hingga anjuran kekerasan, informasi itu tak perlu disebarkan. "Kalau sumber tidak
jelas, tidak terverfikasi, tidak masuk akal, tidak bermanfaat, tidak usah disebarkan," kata pria
yang akrab disapa Stanley itu. Ia juga mengimbau agar media massa tetap mengedepankan
kompetensi dan independensi, sekalipun berafiliasi dengan kepentingan tertentu. "Media
boleh diperjualbelikan, pemilik silih berganti, tetapi news room harus dipimpin orang yang
kompeten dan mengabdi kepada publik," tuturnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dengan menyebarnya berita hoax di media sosial manapun jika penggunanya atau yang mendapat
informasinya tidak membaca berita tersebut secara bijak, maka bisa dipastikan dia akan selamanya
terjebak arus berita hoax. Tidak hanya itu, mereka yang tidak bijak dalam membaca beritapun akan
ikut membuat hoax tandingan sehingga antara kubu dengan yang lainnya tidak akan pernah habis
untuk saling serang di media sosial. Sudah bisa dipastikan, orang atau kelompok tersebut sudah
memiliki perspektif pemikiran yang salah dan hanya bisa saling menyalahkan tanpa menyeimbangkan
pemikiran mereka.

3.2 Saran
Berdasarkan permasalahan di atas yang sudah kita ketahui, seharusnya pemerintah bisa mencegah
para penyebar hoax dengan memberikan sanksi lagi dari UU yang sudah ada atau menyempurnakan
kembali UU Pasal 27 ayat (3), Pasal 31 ayat (4), Pasal 5 ayat (1) dan (2), Pasal 43 ayat (5), Pasal 26
dan Pasal 40. Namun menurut penulis, para pembuat hoax – hoax di media sosial tetap tidak kunjung
ada habis – habisnya. Bahkan jumlah user yang menyebarkan hoax semakin banyak bahkan
berkembang.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.kompasiana.com/eikalhalimn/pengaruh-hoax-dalam-kehidupan-bermasyarakat-berbahaya

http://nasional.kompas.com/read/2017/02/14/09055481/media.sosial.penyebaran.hoax.dan.budaya.ber
bagi.

Anda mungkin juga menyukai