Anda di halaman 1dari 3

Syafrita Ridha Ginting S

437109

LAPORAN KRITIK ARTIKEL:


The role of manufacturing practices in mediating the impactof activity-based costing
on plant performance
Rajiv D. Banker, Indranil R. Bardhan, Tai-Yuan Chen
Accounting, Organizations and Society; 2008

Penelitian ini ditulis oleh Rajiv D. Banker dari Temple University Philadelphia,
Indranil R. Bardhan dari The University of Texas Dallas, dan Tai-Yuan Chen dari Hong
Kong University. Artikel dengan judul “The role of manufacturing practices in mediating the
impact of activity-based costing on plant performance” yang diterbitkan pada tahun 2008 ini
menggunakan teori ekspektasi meneliti hubungan antara penerapan ABC (activity-based
costing) dan praktik WCM (world-class manufacturing) dan dampaknya terhadap kinerja
pabrik (plant performance).
ABC (activity-based costing) dirancang dengan tujuan untuk memberikan manajer
informasi biaya yang berbasis aktivitas secara lebih akurat dengan menggunakan cost drivers
untuk menetapkan biaya aktivitas pada produk dan layanan. Dimana dalam implementasinya,
tidak setiap implementasi ABC akan menghasilkan manfaat langsung. Dapat dilihat pada
penelitian sebelumnya yang sebagian besar telah mengeksplorasi dampak langsung dari ABC
(activity-based costing) terhadap kinerja pabrik. Artikel ini berfokus kepada dampak
keseluruhan penerapan ABC (activity-based costing) terhadap kinerja pabrik dengan
mempelajari dampak tidak langsungnya.
Peneliti kemudian memunculkan kerangka konseptual baru dengan menambahkan
mediator dari dampak penerapan ABC (activity-based costing) terhadap kinerja pabrik.
Kemudian ditentukanlah praktik WCM (world-class manufacturing) sebagai mediator,
dimana kemampuan manufaktur yang baik dapat mewakili hubungan yang sangat penting
dalam memahami dampak keseluruhan dari penerapan ABC (activity-based costing), yang
nantinya memungkinkan pabrik untuk memanfaatkan kemampuan proses yang ditawarkan
oleh ABC (activity-based costing) ini menjadi peningkatan yang cukup signifikan pada
kinerja pabrik. Ukuran kinerja yang relevan dengan implementasi WCM (world-class
manufacturing) pada penelitian ini adalah kualitas produk, waktu siklus produk, dan
peningkatan biaya produksi unit. Sehingga artikel ini ingin melihat bagaimana praktik WCM
(world-class manufacturing) dalam memediasi dampak penerapan ABC (activity-based
costing) terhadap kinerja pabrik.
Syafrita Ridha Ginting S
437109

Menurut literatur, praktik WCM (world-class manufacturing) mensyaratkan berbagai


kemampuan manufaktur yang memungkinkan manajer pabrik untuk beradaptasi dengan
volatilitas dan ketidakpastian yang terkait dengan perubahan permintaan pelanggan dan siklus
bisnis di lingkungan manufaktur yang cukup gesit (Flynn, Schroeder, & Flynn, 1999;
Sakakibara, Flynn, Schroeder, & Morris, 1997; Banker, Potter, & Schroeder, 1995). Praktik-
praktik ini meliputi metode JIT (Just in Time), peningkatan proses berkelanjutan, TQM (total
quality management), tolok ukur kompetitif, dan worker autonomy through the use of self-
directed work teams.
Adanya keyakinan dengan penerapan ABC (activity-based costing) dapat
mengidentifikasi dan mengukur biaya dengan lebih akurat terkait dengan aktivitas
manufaktur yang mana yang dapat memberikan nilai tambah dan yang tidak. Hal ini
memudahkan manajemen untuk mengembangkan pengendalian biaya dan kemampuan
alokasi sumber daya yang lebih baik, dengan demikian diharapkan dapat mendukung praktik
WCM (world-class manufacturing). Sehingga peneliti berasumsi bahwa pabrik yang
menerapkan ABC (activity-based costing) lebih cenderung menerapkan praktik WCM
(world-class manufacturing) (H1). Pabrik yang telah menerapkan praktik WCM (world-class
manufacturing) lebih cenderung dikaitkan dengan peningkatan signifikan dalam kinerja
pabrik (H2). Hal ini dapat dilihat dari implementasi JIT (Just in Time) membuat praktik
manufaktur untuk mengurangi waktu setup yang memungkinkan waktu produksi yang lebih
pendek sehingga realisasi biaya produk lebih rendah, kualitas yang lebih baik, dan proses
pengiriman tepat waktu yang lebih baik (H2a, H2b, H2c).
Penelitian ini dilakukan dengan model penelitian dua tahap. Dimana tahap pertama
menjelaskan bagaimana ABC (activity-based costing) dapat memfasilitasi penerapan praktik
WCM (world-class manufacturing), dimana kinerja pabrik menggunakan tiga variabel
dependen terpisah yaitu: Quality, Time, dan Cost. Tahap kedua menjelaskan dampak
kemampuan manufaktur maju, WCM (world-class manufacturing), terhadap kinerja pabrik.
Adapun perbedaan utama antara model penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
berfokus kepada hubungan antara ABC (activity-based costing) dan WCM (world-class
manufacturing), dan peran kemampuan manufaktur sebagai mediator dampak ABC (activity-
based costing) pada kinerja pabrik, Selanjutnya juga menyertakan 6 variabel tambahan untuk
mengontrol dampak karakteristik pabrik pada kemampuan manufaktur dan kinerja pabrik.
Variabel kontrol yang digunakan adalah size, plantage, discrete, downsize, volume dan mix.
Dan untuk peran mediasi WCM (world-class manufacturing) di analisis menggunakan
analisis regresi.
Syafrita Ridha Ginting S
437109

Data dari penelitian ini diambil dengan menggunakan survey pabrik di AS pada tahun
1999 oleh IndustryWeek dan Pricewaterhouse Coopers Consulting yang dibagikan ke 27.000
manajer dan controller pabrik. Akan tetapi hanya direspon sebanyak 6,5% yaitu sebanyak
1250 survey saja. Data dikumpulkan pada berbagai praktik manufaktur, manajemen, dan
akuntansi yang digunakan dalam setiap pabrik, yang minimal meiliki 100 karyawan,yang
mengakibatkan keterbatasan dalam menggeneralisasi hasil untuk industri yang relatif besar
atau sangat besar.
Penelitian ini memberikan kontribusi mendasar yang melibatkan pengembangan
kerangka kerja yang divalidasi secara empiris dan menunjukkan bahwa dampak ABC
(activity-based costing) pada kinerja pabrik sepenuhnya dimediasi melalui penerapan praktik
WCM (world-class manufacturing). Selain itu ABC (activity-based costing) diterapkan dan
digunakan pada tingkat proses bisnis, dengan memperlakukan pabrik sebagai unit analisis.
Hal ini memungkinkan untuk menghindari kelemahan dari penelitian sebelumnya yang
sebagian besar berfokus pada langkah-langkah keuangan agregat tingkat perusahaan.
Kerangka konseptual penelitian sebelumnya perlu ditinjau kembali dan divalidasi
menggunakan berbagai jenis pendekatan dan pengukuran yang lebih tepat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keselurah hipotesis yang diajukan
terbukti diterima. Perlunya perusahaan untuk memperkuat kemampuan manufaktur ketika
melakukan investasi untuk menerapkan sistem ABC (activity-based costing). Pabrik dapat
mendapatkan manfaat yang signifikan dari penggabungan ABC (activity-based costing) dan
praktik WCM (world-class manufacturing). Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa praktik WCM (world-class manufacturing) dapat meningkatkan kinerja pabrik secara
signifikan.
Kelemahan dari penelitian ini yaitu penggunaan variabel mediasi yang digunakan
hanya berfokus pada proses produksi di pabrik saja. Sedangkan konsep metode ABC
(activity-based costing) juga efektif digunakan untuk menentukan biaya aktivitas produk dan
pelayanan kepada pelanggan. Maka sebaiknya jika penggunaan variabel mediasi juga
melibatkan aktivitas pelayanan kepada pelanggan guna untuk menilai dan menentukan sikap
yang tepat untuk menghadapi pelanggan yang tidak menguntungkan.

Referensi:
Banker, R.D., Bardhan, I.R., Chen, R.Y. 2000. The role of manufacturing practices in
mediating the impactof activity-based costing on plant performance. Accounting,
Organizations and Society. Vol. 33, pp. 1-19.

Anda mungkin juga menyukai