A. PENDAHULUAN
dengan gejala sisa pada pasien yang hidup cukup tinggi (20-40%). Penyebab
menimbulkan ensefalitis dengan gejala yang kurang lebih sama dan khas.[1]
perbedaan definisi kasus standar dan berbagai kriteria diagnostik. Selain itu, hal
ini terjadi karena perbedaan lokasi geografi dan populasi studi. Insiden
masih tinggi, berkisar 35%-50% dengan gejala sisa pada pasien yang hidup
B. DEFISINI
parenkim otak yang biasanya merupakan proses akut, yang ditandai dengan
1
[7]
nyeri kepala, encefalopati, kejang. Ensefalits paling sering disebabkan
infeksi virus.[8]
C. EPIDEMIOLOGI
Peradangan otak merupakan penyakit yang jarang. Angka kejadiannya
yaitu 0,5 per 100.000 individu. Yang paling banyak menyerang anak-anak,
orang tua dan pada orang-orang dengan sistem imun yang lemah, seperti pada
penderita HIV/ AIDS, kanker dan anak gizi buruk. Di Inggris insidensi
Ensefalitis virus lebih sering terjadi pada anak ( 16 dari 100.000 per
orang per tahun di bandingkan 3.5-7.4 dari 100.000 per orang per tahun pada
80%) diikuti virus herpes simpleks (10-20%).(4) Sebagian besar kasus tidak
50%, dengan gejala sisa pada pasien yang hidup cukup tinggi (20%-40%).
Penyebab tersering dan terpenting adalah virus. Berbagai macam virus dapat
menimbulkan ensefalitis dengan gejala yang kurang lebih sama dan khas, akan
tetapi hanya ensefalitis herpes simpleks dan varisela yang dapat diobati.[6]
ensefalitis akut. virus herpes simpleks (HSV), virus varicella zoster (VZV),
jawab atas sebagian besar kasus ensefalitis virus akut pada individu yang
2
(JE) ditemukan di hampir seluruh provinsi di Indonesia, dimana umumnya
(Bali, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Selatan dan Papua).Survei di Rumah Sakit (RS) Sanglah Bali pada tahun 1990
pada tahun 2001 hingga tahun 2002 pada 262 kasus ensefalitis, ditemukan 112
kasus (42,8%) positif dengan angka kematian (mortality rate) sebanyak 16%
dan angka kecacatan (sequelae rate) sebanyak 53,1%. Virus japanese termasuk
dalam famili flavivirus. Penyakit ini pertama kali dikenal pada tahun 1871 di
Jepang dan diketahui menginfeksi sekitar 6.000 orang pada tahun 1924. Negara
Ensefalitis HSV paling banyak disebabkan oleh HSV tipe 1, dan sekitar 10%
3
disebabkan oleh HSV tipe 2. Virus varisela-zoster relatif sering menjadi
enterovirus dapat timbul secara sporadik sepanjang tahun. Herpes virus dan
geografis tertentu, hal ini merefleksikan reservoir dan vektor nyamuk. Virus
dibawa oleh hewan pengerat serta disebarkan oleh nyamuk. Virus ensefalitis
dan barat tengah. Infeksi virus West Nile tersebar di seluruh dunia dan
virus West Nile adalah nyamuk Culex pipiens, tetapi virus tersebut dapat
diisolasi pada berbagai varian nyamuk Culex dan Aedes. Berbagai jenis burung
D. ETIOLOGI
4
Ensefalitis disebabkan antara lain karena virus, bakteri, jamur, ricketsia
sebagai berikut[11] :
1. Ensefalitis Virus
a. Virus RNA
dengue)
echovirus)
b. Virus DNA
3) Retrovirus : AIDS
2. Ensefalitis Supurativa
5
trias ensefalitis : demam, kejang, dan penurunan kesadaran. Bila
3. Ensefalitis Sifilis
progresif.
a. Malaria Serebral
6
b. Toxoplasmosis
Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista
c. Amebiasis
d. Sistiserkosis
mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat
6. Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
7
-mula sukar tidur, kemudian kesadaran menurun. Gejala-gejala neurologik
secara langsung ke parenkim otak atau (2) merupakan respons yang dimediasi
sistem imun di sistem saraf pusat yang biasanya terjadi beberapa hari setelah
melalui kontak dengan mukus, saliva atau feses yang mengandung virus.
Periode inkubasi 4-6 hari. HSV tipe 1 menular lewat kontak langsung,
sementara HSV tipe 2 menular lewat kontak seksual. Pada neonatus biasanya
tertular dari jalan lahir ibu. Infeksi virus ke SSP biasanya berasal dari fokus
kulit. Virus lalu mencapai SSP melalui salah satu atau secara simultan, lewat
1. Infeksi Lokal
2. Penyebaran Hematogen
a. Hematogen Primer
8
Infeksi berasal dari fokus infeksi di tempat yang jauh, masuk ke dalam
b. Hematogen Sekunder
Infeksi berasal dari fokus infeksi di tempat yang jauh dan bereplikasi
Beberapa jenis virus dapat menyebar ke SSP melalui saraf perifer dan saraf
getah bening yang berdekatan. Begitu masusk ke SSP, virus neutropik dapat
9
SSP, seperti virus rabies. Kemungkinan bahwa beberapa virus menyebar dari
satu regio SSP ke regio lain oleh transpor aksonal. Kemampuan virus
menginfeksi populasi sel tertentu dalam SSP bergantung pada adanya reseptor
Ketika virus mengambil alih mesin molekuler dalam sel, fungsi sel
diubah dan akhirnya sel dapat mati. Respon imun pejamu terhadap infeksi
Interaksi awal virus dengan fagosit pejamu dan komponen lain sistem imun
dari sel meradang dapat berinteraksi dengan pembuluh darah serebral dan sel
tambahan.[11]
kulit, saluran pernapasan dan saluluran cerna. Virus menuju sistem getah
bening dan berkembangbiak. Virus akan menyebar melalui aliran darah dan
sistem saraf pusat dan organ eksterneural. Kemudian virus dilepaskan dan
otak. Setelah mencapai susunan saraf pusat virus bekembangbiak dalam sel
10
dengan cepat pada retikulum endoplasma serta badan golgi yang
neuron, ganglia dan endotel meningkat. Sehingga cairan di luar sel masuk ke
dalam dan timbullah edema sistoksik. Adanya edema dan kerusakan pada
dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui
mulut, VHS melalui mulut atau mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke
tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi
dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubella atau
CMV. Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang menyerang
gigitan dan nodus limfe regional. Dua karakteristik seluler yang penting
yang membantu untuk penempelan virus ke dalam sel inang dan protein E
sel yang terinfeksi. Protein E memediasi fusi membran antara envelope virus
dengan membran sel sehingga virus dapat masuk ke dalam sel inang.[8]
Siklus replikasi virus Japanes Ensefalitis (JE) dimulai dari interaksi virus
11
reseptor, fusi dari membran virus dan sel inang, pelepasan genom virus
partikel virus terjadi di dalam kompleks Golgi, diikuti oleh pelepasan virus JE
Pada tingkat sel, setelah virus JE menempel dengan sel inang, terjadi
dan sangat ringan. Bila viremia pertama tetap berlangsung maka akan terjadi
pada jantung, paru, hati, sistem retikuloendotelial dan SSP yang dapat
melibatkan SSP. Semakin tinggi level sitokin tertentu seperti interferon (IFN)
alfa, interleukin (IL) 6 dan IL 8, maka semakin tinggi tingkat mortalitasnya. [8]
virus dapat menembus sawar darah otak tidak diketahui dengan pasti, namun
diduga setelah terjadinya viremia, maka virus akan menembus sawar darah
otak dan berkembang biak pada sel endotel dengan cara endositosis Setelah
12
mencapai jaringan SSP, virus berkembang biak di dalam sel dengan cepat
pada retikulum endoplasma yang kasar serta badan Golgi dan setelah itu
menghancurkannya. [8]
Akibat infeksi virus tersebut maka permeabilitas sel neuron, glia dan
sel dan timbullah edema sitotoksik. Adanya edema dan kerusakan SSP ini
dapat pada talamus, ganglia basal, batang otak, serebelum, hipokampus dan
F. MANIFESTASI KLINIS
tidak spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan
keluhan abdominal, yang diikuti oleh gejala yang lebih khas yaitu letargia
kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala,
fokal, dapat berupa status konvulsivus. Dapat ditemukan sejak awal ataupun
13
G. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
penunjang lain seperti EEG, pencitraan, biopsi otak, dan PCR. Walaupun
dipertimbangkan.
1. Anamnesis
rabies, tripanosoma)
i. Pasien imunokompromise ?
14
Penting untuk menanyakan beberapa pertanyaan spesifik dalam
Faktor Risiko
Status imunisasi (tidak vaksin) Virus polio, measles, mumps, rubella
Kontak dengan hewan Virus rabies, cat scratch disease,
Hendravirus, Q Fever
Kontak dengan burung WNV, Japanese encephalitis, Cryptococcus
neoformans
Kontak dengan serangga Malaria, WNV, tifus, penyakit Lyme,
tripanosomiasis
Makan daging/ susu tidak matang Toxoplasmosis, listeria, Q Fever
Kontak seksual HIV, sifilis
Berenang Enterovirus, Naegleria fowleri
Berkemah Malaria, tick-borne encephalitis virus, tifus.
Gambaran Klinis
Abnormalitas saraf kranial HSV, EBV, listeria, meningitis tuberkulosa,
15
sifilis, penyakit Lyme, Cryptococcus
neoformans
Ataxia sereberal VZV, EBV, virus mumps, tripanosomiasis
Demensia HIV, virus measles
Poliomyelitis (paralisis flasid) JEV, virus polio, enterovirus, WNV
Lanjutan
Parkinsonism JEV, WNV, virus nipah
Retinitis CMV, WNV, cat-strach disease, sifilis
Ruam VZV, HHV-6, virus rubella, tifus, sifilis,
penyakit Lyme, WNV, HIV, enterovirus, M.
Pneumoniae
Gejala saluran respiratorius Virus flu, adenovirus, M. pneumoniae,
Mycobacterium tuberculosis, Q Fever
Parotitis Virus mumps
Limfadenopati HIV, EBV, CMV, virus measles, rubella,
WNV, sifilis, cat-strach disease
Hepatitis Q Fever
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan penting saat menilai pasien dengan suspek ensefalitis
f. Papiloedema
g. Paralisis flasid
h. Ruam
j. Gigitan hewan
3. Pemeriksaan Penunjang
16
Diagnosis ensefalitis virus ditunjang oleh pemeriksaan cairan
peningkatan kadar protein CSS, dan kadar glukosa CSS yang normal.
karsinomatosis meningeal.[1]
a. Pemeriksaan Laboratorium
hipoglikemik.[4]
b. Pungsi Lumbal
agen infeksi pada jaringan otak (sudah jarang dilakukan) atau analisis
17
2) Laboratorium virologi untuk tes PCR HSV tipe 1 dan 2 dan VZV.
tekanan intrakranium yang parah atau lesi massa fokal, harus terlebih
keadaan[2,12].
18
– Papiloedema
– Kejang
– Bradikardi relatif dengan hipertensi
– Fenomena doll’s eyes
– Imunokompromise
Kontraindikasi lainnya
Syok sistemik
Gangguan koagulasi
Infeksi lokal pada daerah pungsi
Gangguan pernapasan
Suspek septikemia meningokokal.
*Pendapat lain: GCS < 12 dan GCS <9.
yang normal[4]. Namun, temuan CSS yang sama sekali normal tidak
19
ribuan seiring waktu. 15
(ventrikel)
Glukosa(mg/dL) Sangat Sangat menurun, Normal atau sedikit 50-80 (2/3
menurun Rasion CSS darah bekurang dari glukosa
CSS/darah ≤ 0.4 darah)
≤0.6 pada
neonatus; ≤
0.4 pada
anak besar
c. Neuroimaging
Prosedur pencitraan saraf dapat menyingkirkan penyakit lain (tumor,
sebelum pungsi lumbal jika terdapat gejala shift otak atau space-occupaying
ensefalitis HSV, terdapat edema dan perdarahan yang jelas pada pada lobus
20
ensefalitis, MRI menunjukkan hipeintense T2 dan lesi FLAIR yang
d. EEG
dengan ensefalopati, dan >80% pasien dengan ensefalitis virus akut. Ketika
e. Pemeriksaan serologis
f. Biopsi otak
Jarang dilakukan, namun berguna untuk mengetahui kelainan pada pasien
21
diagnosis pasti tidak dapat ditegakkan. Ensefalitis akibat rabies dan
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Meningitis
pada pasien yang tidak mendapatkan vaksinasi virus polio. Eksresi dan
adalah salah satu penyebab meningitis yang umum terjadi pada anak yang
22
merupakan kondisi yang sering ditemukan. Awitan yang cepat merupakan
Gejala lain berupa artralgia, mialgia, petekie, ataupun lesi purpura, sepsis,
2. Tumor Otak
Tumor otak adalah pertumbuhan sel-sel otak yang abnormal di dalam
otak. Tumor otak primer apabila pertumbuhan sel abnormal terjadi pertama
kali di dalam otak bukan merupakan metasase dari tumor di organ lainnya.
lain. Walaupun secara histologis jinak, mungkin akan bersifat ganas karena
letaknya berdekatan atau di sekitar struktur vital dan dalam rongga tertutup
ditemui pada masa anak-anak sekitar 20% dari kasus keganasan. Angka
23
Eropa 3,14 per 100.000, di Asia pada populasi orang 1,31 per 100.000
penduduk. Kurang lebih 10% tumor terjadi pada anak usia kurang dari 2
tahun, 20% pada anak usia 2-5 tahun, 25% pada anak usia 5 sampai 10
tahun dan 45% pada anak di atas 10 tahun. Tumor otak merupakan suatu
proses desak ruang yang dapat mengganggu fungsi otak akibat desakan
tumor terhadap pelbagai bagian otak. Manifestasi klinis tumor otak meliputi
kuduk dan gejala lain tergantung pada bagian mana tumor ditemukan.
dan anggota gerak, gangguan pola pernafasan dan gejala tekanan intra
3. Sindrom Reye
24
Sindroma Reye adalah suatu penyakit yang berhubungan dengan
terjadi setelah infeksi virus, umumnya infeksi saluran nafas atas, influenza,
selama sakit.[12]
Gejala dari sindroma Reye kadang tidak khas, tetapi dapat dilihat juga
dari kondisi lain dan juga tidak ada tes yang secara spesifik untuk sindroma
dalam diagnosis sindroma Reye. Diagnosis ini harus dipikirkan pada anak
Sindrom reye adalah sindrom kerusakan otak yang akut yang ditandai
dengan ensefalopati dan masalah fungsi hati dengan penyebab yang tidak
dalam otak dengan akumulasi masif lemak pada hati dan organ lain.
Sindrom reye berhubungan dengan penyakit virus seperti cacar air dan
25
Penyakit ini ditemukan oleh R. Douglas Reye. Penyebab sindrom reye
aspirin atau asam salisilat pada penyakit infeksi virus. Diduga juga ada
kali lipat dari ALT, AST dan/atau level ammonis, tidak ada penjelasan
penyebab lain untuk adanya edema serebral atau kelainan hati, cairan
I. TATALAKSANA
1. Terapi supportif
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
26
- Bila nadi tidak teraba atau lemah, dilakukan pemberian cairan
darah.
2. Terapi simptomatis
diulang lagi dengan cara dan dosia yang sama dengan interval waktu 5
menit.
27
Bila kejang berhenti dapat dipertimbangkan rumatan Fenitoin 5-
dosis
10mg/kgBB/kali
0,5-1 Gram/kg/kali
3. Terapi Kausatif
dalam infus 100 ml - NaCl 0,9% minimum dalam 1 jam. Dosis untuk
5 hari. 4].
4. Terapi Rehabilitatif
28
kognitif, apabila terdapat parese bisa diberikan fisioterapi. Yang terpenting
Konsekuensi ensefalitis virus baik tipe primer maupun tipe sekunder sering
serius, dan dapat menyebabkan kematian dan cacat neurologis permanen. Pada
yang luar biasa untuk pulih dari cedera imunoinfeksiosa. Namun, waktu yang
diperlukan untuk pemulihan dapat sangat lama. Apabila seorang anak dapat
selamat dari fase terparah penyakit akut (7-14 hari), pemulihan mungkin
pada anak yang pernah terjangkit virus menimbulkan masalah serius pada 10-
30% kasus anak yang selamat. Cedera pada bagian otak yang penting dalam
fungsi kompleks seperti perhatian, inisiatif, daya ingat, atau aspek lain fungsi
kognitif yang lebih tinggi mungkin tidak mudah diketahui sampai beberapa
tahun kemudian pada anak yang awalnya tampak pulih sempurna dari
ensefalitis.[11]
J. PENCEGAHAN
Pencegahan terbaik untuk ensefalitis akibat arbovirus adalah dengan
hati-hati. Belum ada vaksin yang dapat mencegah infeksi arbovirus atau
29
untuk pencegahan ensefalitis HSV kecuali tindakan operasi bedah kaisar pada
ibu dengan lesi genital aktif. Rabies dapat dicegah dengan vaksinasi pra dan
penggunaan aspirin atau obat yang mengandung aspirin pada anak dengan
30