NPM : 1806147496 Jurusan : Statistika Kelompok : FG 1 Daftar Pustaka: https://www.uinjkt.ac.id/id/psikologi-korupsi/ https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/download/6946/5407
Pandangan Sisi Psikologi Terhadap Pelaku Korupsi (Koruptor)
Ilmu psikologi merupakan suatu ilmu yang berfokus untuk mempelajari prilaku manusia. Pada pembahasan kali ini, akan dipaparkan mengenai perilaku korupsi yang di lihat berdasarkan pandangan psikologi dengan menggunakan sudut pandang psikoanalisa dan behavioris. Secara psikologis, untuk menjelakan mengapa seseorang melakuakan korupsi dapat dijelaskan dengan pandangan psikoanalisa yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.Aliran ini berpendapat bahwa perilaku korupsi yang dilakukan oleh seseorang berkaitan erat dengan masa lalunya atau masa kecilnya di mana hal inilah yang membentuk kepribadian seseorang sehingga memberikan pengaruh dalam ia berperilaku pada saat dewasa. Menurut pandangan psikoanalisa ada 5 tahapan perkembangan pada masa kecil yang akan dilewati oleh semua orang dan apabila saat melewati tahapan-tahapan perkembangan ini mengalami permasalahan, maka hal inilah yang memberikan pengaruh negatif terhadap pembentukan kepribadian seseorang sehingga memungkinkan seseorang untuk berprilaku negatif pada masa dewasanya. Kelima tahapan perkembangan itu ialah: 1. Tahap Oral, usia 0 - 3 tahun. Tahapan perkembangan ini pusat kenikmatan seorang anak terletak pada bagian mulutnya, sehingga tak jarang kita menyaksikan anak- anak pada masa ini sering memasukan apapun kedalam. Apabila tahapan ini tidak terlewatkan dengan baik maka akan berpotensi menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan oral atau kejahatan berbicara ketika dewasa kelak. 2. Tahapan Anal, adalah tahap dimana anak-anak akan membentuk atau melatih rasa percaya kepada lingkungan sekitarnya. Jika pada tahapan perkembangan ini anak gagal melaluinya dengan baik, maka anak akan cenderung mengalami permasalahan dengan kepercayaan. 3. Tahapan Phallis, usia 8 – 10 tahun. Pada tahapan perkembangan ini pusat kenikmatan anak terletak pada alat kelaminya dan hubungan kedekatan dengan orang tua. Salah satu dampak dari gagalnya tahapan ini adalah timbulnya permasalahan prilaku seksual. 4. Tahapan Laten, pada tahapan ini pusat kenikmatan anak terletak pada teman sebaya. Pada masa ini, interaksi anak dengan lingkungan mulai terbentuk lebih luas. Permasalahan perkembangan pada masa ini memungkinkan anak memiliki penyimpanag sosial dalam berinteraksi dan berprilaku negatif terhadap respon lingkungan. 5. Tahapan Genital, ini merupakan tahapan akhir dari perkembangan seorang anak, pada masa ini anak memasuki usia dewasa dan pusat kenikmatan seorang anak terletak di luar dirinya dan di luar lingkungan keluarga. Permasalahan pada masa ini akan mempengaruhi interaksi sosial anak baik dalam hal pribadi maupun sosialnya. Secara psikoanalisa, dapat dijelaskan bahwa seorang koruptor memiliki permasalahan perkembangan pada tahapan-tahapan perkembangan psikososial yang telah dikemukan di atas. Untuk melihat tahapan mana yang lebih dominan membentuk perilaku korupsi atau negatif pada dirinya perlu dilakukan telaah yang lebih mendalam lagi pada mereka yang melakukan tindakan korupsi. Pendapat yang berbeda mengenai perilaku korupsi disampaikan oleh pandangan aliran behavioris yang memaparkan penyebab utama seseorang melakukan prilaku korupsi ialah disebabkan oleh lingkungan yang memberikan dorongan pada mereka sehingga seseorang bisa melakukan tindakan korupsi. Dalam hal ini lingkungan lah yang berperan sangat aktif untuk memunculkan perilaku korupsi tersebut, baik yang sifatnya pemakluman atas tindakan korupsi, hukuman yang tidak memberikan efek jera bagi pelaku korupsi, dan juga adanya kesempatan yang tersedia untuk melakukan tindakan korupsi tersebut. Para pelaku korupsi secara psikologis adalah orang-orang yang belum berhasil menyelesaikan permasalahan tahapan perkembangannya dengan baik, jadi tak salah jika kita mengibaratkan koruptor sebagai “Anak kecil yang ada dalam tubuh orang dewasa, dimana ia memiliki badan yang besar namun jiwanya kerdil”.