Saudara mahasiswa yang budiman. Materi tutorial kelima ini akan membahas topik Penilaian
Kinerja dan pengembangan karir. Pada BMP Manajemen SDM, topik tersebut dibahas dalam
Modul 6. Ada 2 sub topik bahasan dari topik besar tersebut, yaiu: 1) Penilaian Kinerja
Karyawan; dan 2) Pengembangan Karir Karyawan. Setelah mengikuti kegiatan tutorial ini
Anda diharapkan dapat menjelaskan penilaian kinerja karyawan dan menjelaskan
pengembangan karir karyawan.
Dalam konteks penilaian kinerja, yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa suatu fungsi
harus dievaluasi dengan kerja yang dilaksanakan, bukan karakteristik orang yang
melaksanakan. Banyak terjadi kerancuan sistem penilaian kinerja, yaitu tidak mengukur
kinerja tetapi mengukur orangnya. Ingat bahwa definisi kinerja di atas mengacu pada
seperangkat outcome yang dihasilkan selama periode waktu tertentu, bukan mengacu pada
sifat, karakteristik personal, atau kompetensi orang yang berkinerja.
Kalau begitu lantas apa itu penilaian kinerja? Berdasarkan pengertian kinerja di atas,
maka penilaian kinerja merupakan suatu proses membandingkan kinerja karyawan dengan
standar yang ditetapkan oleh organisasi. Proses penilaian kinerja ini menurut Dessler (2000),
mencakup 3 hal, (1) merancang standar kerja, (2) menilai kinerja aktual karyawan dikaitkan
dengan standarnya, dan (3) memberikan umpan balik kepada karyawan dengan tujuan
memberikan motivasi kepada karyawan, yaitu untuk memperkecil kekurangan kinerja atau
sebaliknya mempertahankan kinerja yang sudah berada di atas standar. Dengan adanya
umpan balik tersebut menurut Noe, et al. (2000), karyawan dapat melakukan penyesuaian
kinerja mereka dengan sasaran organisasi karena mereka telah mengetahui seberapa baik
mereka telah berkinerja dibanding dengan standar/sasaran organisasi. Penilaian dan umpan
balik kinerja dapat menjadi proses yang sarat dengan emosi, yang secara dramatis
memengaruhi sikap karyawan terhadap organisasi dan diri karyawan sendiri. Penilaian dan
umpan balik kinerja dapat terjadi baik secara formal maupun informal. Penilaian dan umpan
balik kinerja secara informal adalah ketika supervisor memberitahu dan berkomentar secara
langsung terhadap kinerja di saat terjadi kinerja baik ataupun buruk. Sedangkan penilaian dan
umpan balik kinerja yang lebih formal merupakan sebuah kajian kinerja tahunan yang
terstruktur, dimana supervisor menilai setiap kinerja karyawan dengan menggunakan
prosedur penilaian resmi, yaitu suatu sistem/prosedur yang dirancang oleh organisasi untuk
menilai/mengevaluasi kinerja karyawan secara reguler dan sistematis. Penggunaan metode
formal atau informal tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh ukuran organisasi. Organisasi
yang lebih besar cenderung menggunakan kedua-duanya, baik formal maupun informal.
Sebaliknya, organisasi yang lebih kecil, cenderung hanya menggunakan metode informal.
Dimensi kinerja atas karyawan yang dinilai disebut kriteria evaluasi (Ivancevich,1992).
Menurut Ivancevich (1992),suatu kriteria yang efektif harus memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Relevan. Suatu pengukuran kinerja harus sesuai dengan output aktual.
b. Sensitivitas. Suatu kriteria harus dapat mencerminkan perbedaan antara orang
yang berkinerja tinggi dan yang berkinerja rendah. Artinya, kinerja yang tinggi
dan rendah harus menerima nilai kriteria yang secara akurat menggambarkan
perbedaan kinerj mareka.
c. Praktis. Kriteria harus mudah diukur , dan pengumpulan data dilakukan secara
efisien.
3. Penilai
Biasanya, penilaian kinerja karyawan dilakukan oleh supervisor, tetapi demikian banyak juga
perusahaan yang menggunakan penilai lain untuk melengkapi hasil penilaian kinerja yang
dilakukan oleh supervisor. Beberapa pihak yang dapat dijadikan sebagai penilai dalam
menilai kinerja karyawan antara lain :
a. Dinilai oleh suatu Komite dari Beberapa Atasan
Atasan yang dipilih untuk menilai adalah mereka yang memiliki hubungan kerja
langsung dengan karyawan. Pendekatan ini memiliki keuntungan karena bias yang ada
pada atasan, dan dapat memberikan tambahan informasi untuk penilai, jika pendakatan
ini menggunakan format pertemuan kelompok.
b. Dinilai oleh teman kerja (Peer)
Dalam sistem penilaian seperti ini, teman kerja yang melakukan penilaian harus
mengetahui tingkat kinerja karyawan yang sedang dinilai. Agar sistem ini dapat
bekerja, perlu dipastikan bahwa diantara karyawan tidak ada kompetisi. Pendekatan ini
bermanfaat jika tugas dari unit kerja memerlukan kontak kerja yang sering diantara
teman kerja.
c. Dinilai oleh Bawahan
Pendekatan ini lebih bermanfaat untuk aspek-aspek penilaian kinerja yang bersifat
pengembangan. Para manajer biasanya mau untuk dinilai oleh bawahan jika hasil
penilaian tersebut digunakan untuk pengembangan, dan sebaliknya mereka enggan
dinilai oleh bawahan jika hasil penilaian tersebut digunakan untuk tujuan andinistratif.
d. Dinilai oleh Orang dari Luar (Teknik Reviu Lapangan)
Pendekatan semacam ini memerlukan biaya yang banyak, sehingga biasanya digunakan
untuk menilai pekerjaan yang penting-penting saja. Satu hal yang perlu diperhatikan
ketika Anda ingin menggunakan metode ini adalah penilai dari luar tidak cukup banyak
memiliki data seperti yang dimiliki oleh penilai dari dalam. Disamping itu juga,
menggunakan penilai dari luar menunjukkan suatu penekatan yang sedikit tidak normal
untuk penilaiankinerja.
e. Dinilai oleh Diri Sendiri (Self-Evaluation)
Pada pendekatan ini, karyawan menilai dirinya sendiri dengan menggunakan teknik
yang digunakan oleh penilai lain. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk aspek
penilaian kinerja yang bersifat pengembangan. Biasanya teknik ini juga digunakan
untuk menilai karyawan yang bekerja dalam tempat yang terisolasi. Hasil riset
menunjukkan bahwa penilaian terhadap diri sendiri dapat berkorelasi cukup bagus
dengan penilai dan supervisor.
f. Dinilai dengan Kombinasi Pendekatan
Kombinasi berbagai pendekatan juga dapat digunakan untuk penilaian kinerja.
Biasanya dalam melakukan penilaian dengan menggunakan pendekatan ini, dipakai dua
macam metode atau lebih, gunanya adalah untuk memberikan hasil penilaian kinerja
yang lebih akurat.
g. Penilaian Kinerja 360°
Upaya terakhir untuk meningkatkan penilaian kinerja adalah dengan menggunakan
penilaian dengan banyak sumber, atau penilaian kinerja 360°. Penilaian kinerja 360°
menggunakan umpan balik dari ”sekeliling” orang yang dinilai.
b. Pendekatan Atribut
Pendekatan ini memusatkan perhatiannya pada sejauh mana individu memiliki atribut
tertentu (ciri atau sifat) yang diyakini diperlukan untuk keberhasilan perusahaan.
Teknik yang digunakan dalam pendekatan ini cenderung untuk menetapkan seperangkat
sifat (seperti inisiatif, kepemimpinan, kemampuan bersaing, dsb.) dan menilai individu
pada sifat-sifat tersebut.
Bentuk paling umum dari pendekatan atribut adalah skala penilaian grafik. Dalam
teknik ini penilai dihadapkan pada seperangkat sifat yang telah ditentukan dan menilai
setiap karyawan pada setiap karakteristik yang telah didaftarkan. Penilai
mempertimbangkan seorang karyawan pada satu waktu dan melingkari atau memberi
tanda silang ( X ) pada nomor atau atribut yang menyatakan berapa banyak sifat yang
dimiliki oleh seorang individu.
c. Pendekatan Keperilakuan
Pendekatan ini berusaha untuk mendefinisikan perilaku karyawan yang harus efektif
dalam pekerjaan (Noe, et. al., 2000). Berbagai macam teknik mendefinisikan perilaku
tersebut, selanjutnya meminta manajer untuk menilai sejauh mana karyawan bekerja.
Berikut ini akan dibahas tiga teknik yang termasuk ke dalam pendekatan keperilakuan
(Noe, et. al., 2000).
1) Insiden Kritis (Critical Incidents)
Teknik ini menuntut penilai untuk membuat catatan-catatan tertulis dari suatu
peristiwa/insiden sebagaimana peristiwa itu terjadi (Byars & Rue, 1997). Insiden yang
dicatat harus mencakup perilaku kerja yang menggambarkan baik kinerja yang
memuaskan maupun kinerja yang tidak memuaskan dari karyawan yang dinilai.
Sebagaimana yang berhasil dicatat sepanjang waktu, insiden tersebut memberikan suatu
basis bagi penilaian kinerja dan memberikan umpan balik kepada karyawan.
Kelemahan utama dari pendekatan ini adalah penilai dituntut untuk mencatat peristiwa
secara teratur dan terus-menerus hingga membuat perasaan menjadi bosan dan
memakan banyak waktu. Selain itu, definisi peristiwa kritis merupakan hal yang tidak
jelas yang dapat diinterpretasikan secara berbeda oleh orang yang berbeda. Teknik ini
juga dapat menimbulkan friksi antara manajer dengan karyawan apabila karyawan
menganggap manajer menyembunyikan catatan untuk mereka.
2) Skala Penilaian Berdasarkan Perilaku (Behaviorally Anchored Rating Scales/BARS)
Teknik ini dirancang untuk menilai perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan
pekerjaan secara berhasil (Byars & Rue, 1997). Fokus teknik ini bukan pada hasil
kinerja, tetapi pada perilaku fungsional yang ditunjukkan pada pekerjaan. Asumsinya
adalah bahwa perilaku tersebut akan dihasilkan dalam kinerja pekerjaan yang efektif.
Kebanyakan BARS menggunakan istilah dimensi pekerjaan, yang dimaksudkan
sebagai kategori tugas dan tanggung jawab yang luas yang memperbaiki pekerjaan.
Tiap-tiap pekerjaan dimungkinkan untuk memiliki beberapa dimensi pekerjaan, dan
sebaiknya digunakan skala secara terpisah untuk masing-masing pekerjaan tersebut.
Penilaian kinerja dengan menggunakan BARS menuntut penilai membaca daftar
anchor pada setiap skala, untuk menemukan kelompok anchor yang paling baik dalam
mendeskripsikan perilaku pekerjaan karyawan selama periode reviu. Nilai skala lawan
kelompok anchor kemudian dicek. Proses ini diikuti oleh semua dimensi yang
teridentifikasi.
Pada umumnya, BARS dikembangkan melalui serangkaian pertemuan yang dihadiri
oleh manajer dan pemegang jabatan yang mencakup tiga tahap sebagai berikut :
1. Manajer dan pemegang jabatan mengidentifikasi dimensi pekerjaa yang relevan.
2. Manajer dan pemegang jabatan menulis dasar perilaku untuk masing-masing
dimensi pekerjaan. Sebanyak mungkin anchor harus ditulis untuk masing-masing
dimensi.
3. Manajer dan pemegang jabatan meraih suatu konsensus berkaitan dengan nilai skala
untuk digunakan dan pengelompokan pernyataan dasar (anchor) bagi setiap nilai
skala.
3) Skala Observasi Berhubungan dengan Perilaku (Behavioral Observation Scales/BOS)
Teknik ini merupakan variasi dari BARS dan sebagaimana BARS, BOS juga
dikembangkan dari kejadian kritis untuk mengidentifikasi serangkaian perilaku yang
menutupi ranah pekerjaan. Untuk mengembangkan BOS, pertama adalah dengan
mengidentifikasi kelompok kejadian yang berkaitan dengan perilaku yang memiliki
kemiripan antara yang satu dengan yang lain, dan membentuknya dalam suatu dimensi
kerja. Masing-masing perusahaan yang menggunakan BOS harus menentukan arti dan
pentingnya skor total bagi karyawan yang dinilai.
Sebagaimana teknik BARS, teknik BOS juga tidak jelas keunggulannya atas format
skala penilaian alternatif. Salah satu keterbatasan yang sangat signifikan dari
pendekatan BOS adalah dari segi waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk
pengembangannya, khususnya penggunaannya secara aktual dalam penilaian.
Diskusi kinerja
yang
berkelanjuta
n
Penetapan
tujuan yang
terarah
Pengembangan
standar
Bagan 1.3
kinerja
Proses MBO
Tinjauan
pekerjaan
Agar sistem MBO dapatdan
berhasil, beberapa persyaratan harus terpenuhi.
kesepakatan
Pertama, sasaran harus dapat dikuantifikasikan dan diukur. Sasaran juga harus menentang
untuk dicapai dan harus dinyatakan secara tertulis, jelas, ringkas dan tidak ambigius.
Kedua, MBO juga mensyaratkan karyawan berpartisipasi dalam proses penyusunan sasaran.
Partisipasi aktif karyawan juga penting dalam pengembangan rencana tindakan.
Ketiga, agar MBO sukses maka sasaran dan rencana tindakan harus bertindak sebagai basis
diskusi reguler antara manajer dan karyawan berkaitan dengan kinerja karyawan.
Saudara mahasiswa yang budiman. Adakah permasalahan dalam penyelenggaraan
penilaian kinerja?
Pada proses penilaian kinerja pada umumnya ada berberapa permasalahan yaitu adanya
kecenderungan terjadi berbagai macam ketidakakurasian dan bias. Kesalahan tersebuat
umumnya terjadi pada tahap keputusan dan pemrosesan informasi yang akan berdampak pada
hasil penilaian kinerja. Beberapa kesalahantersebut antara lain:
a. Kemurahan Hati/Kelonggaran (Leniency)
Kesalahan ini terjadi karena penilai pada umumnya menilai karyawan pada sisi
yang tinggi dari suatu skala penilaian tanpa memperhatikan kinerja nyata dari
karyawan tersebut. Kesalahan ini memiliki dampak yang serius ketika dikaitkan
dengan keputusan seperti promosi atau kompensasi.
b. Kecenderungan Tengah
Kesalahan ini dilakukan ketika seorang penilai yang menilai kinerja karyawan
cenderung untuk menilai kearah tengah dari suatu skala pengukuran tanpa
memperhatikan kinerja nyata karyawan tersebut. Hal ini terjadi apabila statistik
penilaian menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan dinilai mendekati
titiktengah dari skala kinerja.
c. Kondisi Terakhir (Recency)
Recency terjadi apabila evaluasi didasarkan pada kinerja pekerjaan pada waktu
yang paling akhir (umumnya 2-3 bulan sebelum waktu evaluasi/penilaian).
Adanya kelonggaran, kecenderungan tengah dan recency akan sulit membedakan
antara karyawan yang berkinerja bagus dengan yang berkinerja buruk. Disamping
itu, kesalahan ini membuat sulit untuk membandingkan penilaian dari penilai
yang berbeda.
d. Efek Halo (Halo Effect)
Kesalahan umum lain yang sering terjadi dalam proses penilaian kinerja adalah
efek halo. Hal ini terjadi apabila seorang penilai membiarkan karakteristik
tunggal dari seorang karyawan mempengaruhi pertimbangan penilai dalam
menilai karyawan yang bersangkutan.
Disamping beberapa kesalahan diatas, preferensi personal, prejudis dan bias juga dapat
menyebabkan kesalahan pada penilaian kinerja. Selain itu penampilan, status sosial, pakaian,
suku dan jenis kelamin juga memiliki pengaruh pada proses penilaian kinerja.
Lantas, bagaimana mengatasi kesalahan dalam penilaian tersebut?
Menurut Bernardin & Russell (1998), kesalahan-kesalahan penilaian diatas dapat muncul
dalam dua cara berbeda, yaitu sebagai hasil dari kesalahan yang tidak disengaja, atau sebagai
hasil dari usaha yang disengaja dalam menetapkan nilai sehingga tidak akurat.
Usaha untuk mengendalikan kesalahan secara tidak sadar atau kesalahan penilai yang tidak
disengaja, pada umumnya difokuskan pada pelatihan bagi para penilai. Menurut Bernardin &
Russell (1998), suatu pelatihan untuk meningkatkan keahlian observasional dan kategorisasi
penilai (frame-reference training) telah terbukti dapat meningkatkan akurasi dan konsistensi
penilai. Pelatihan ini biasanya dikombinasikan dengan penjelasan, diskusi, dan ilustrasi
tentang kesalahan umum pada penilaian kinerja. Sedangkan usaha untuk mengendalikan
kesalahan penilaian yang disengaja, maka usahanya meliputi pelaksanaan penilaian yang
lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dapat juga dengan menyembunyikan
kunci penyekoran melalui penggunaan alat penilaian tertentu atau dapat pula meminta
bantuan pihak lain untuk mengecek atau mereviu proses penilaian kinerja.
Secara tradisional, karir dipandang sebagai lintasan yang bergerak menuju ke atas,
berkembang linier, stabil di dalam satu organisasi atau satu pekerjaan dalam suatu profesi.
Dalam pandangan yang lebih moderen, karir tidak lagi dipandang sebagai pergerakan menuju
atas, tetapi bisa juga menyampin dan tidak harus linier. Dalam pandangan moderen ini, karir
tidak lagi didrive oleh organisasi, tetapi lebih mungkin didrive oleh individu yang
bersangkutan. Setiap individu dalam organisasi dapat menemukan karir kapan saja sepanjang
waktu dari hasil pelatihan dan pengembangan yang pernah mereka peroleh, pembelajaran
yang mereka lakukan, atau pengalaman kerja yang mereka miliki. Dengan semua apa yang
telah mereka miliki tersebut (pelatihan, pengembangan, pembelajaran, pengalaman kerja)
akan memberikan peluang bagi setiap individu untuk tetap marketable (memiliki kemampuan
memasarkan diri mereka sendiri).
Berkaitan dengan konsep baru tentang karir tersebut Noe, et al. (2000) mengistilahkan
dengan protean career, yaitu karir yang senantiasa berubah-ubah seiring dengan perubahan
dalam interes, kemampuan, dan value seseorang serta perubahan dalam lingkungan kerja. Ini
merupakan tantangan bagi organisasi (dalam hal ini manajemen) untuk melayani kebutuhan
pengembangan protean career karyawan tersebut melalui pendesainan ulang aktivitas SDM
yang memungkinkan terlayaninya interes karyawan dalam jangka panjang.
Daftar Pustaka
Bernardin, H. J. & Russell, J.E.A. (1998), Human Resource Management . Singapore:
Mc,Graw Hill
Byars J, & Rue, L. W. 1997. Human Resources Management. 5th Ed. McGraw-Hill, USA.
Ivancevich, John M., Robert Konopaske, dan Michael T.Mattesson. 2008. Organizational
Behavior and Management. New York: McGraw-Hill.
Noe, R.A., Hollenbeck, J.R., Gerhart, B. dan Wright, P.M. (2000). Human Resource
Management: Gaining a Competitive Advantage. 3rd Edition. Boston: McGraw-Hill
Companies, Inc.