Anda di halaman 1dari 14

PENILAIAN KINERJA DAN PENGEMBANGAN KARIR

Saudara mahasiswa yang budiman. Materi tutorial kelima ini akan membahas topik Penilaian
Kinerja dan pengembangan karir. Pada BMP Manajemen SDM, topik tersebut dibahas dalam
Modul 6. Ada 2 sub topik bahasan dari topik besar tersebut, yaiu: 1) Penilaian Kinerja
Karyawan; dan 2) Pengembangan Karir Karyawan. Setelah mengikuti kegiatan tutorial ini
Anda diharapkan dapat menjelaskan penilaian kinerja karyawan dan menjelaskan
pengembangan karir karyawan.

Penilaian Kinerja Karyawan


Saudara mahasiswa yang budiman. Kita sudah terbiasa mendengar atau bahkan menggunakan
kata atau istilah kinerja dalam kehidupan kita sehari-hari, namun mungkin tidak menyadari
arti yang sesungguhnya dari kata kinerja tersebut. Untuk itu, marilah kita jelaskan sedikit
tentang pengertian istilah kinerja. Menurut Bernardin dan Russell (1998), kinerja diartikan
sebagai catatan outcomes yang dihasilkan pada fungsi atau aktivitas pekerjaan tertentu selama
periode waktu tertentu. Contoh, seorang salesman/girl akan memiliki sejumlah ukuran
penjualan komoditas tertentu sebagai outcome dari fungsi utama pekerjaannya. Seorang
trainer akan dievaluasi dalam hal bagaimana dia mengorganisasi suatu presentasi.
Sejauhmana dia dapat membuat “kerapihan” presentasi adalah merupakan salah satu ukuran
hasil (outcome) berkaitan dengan fungsinya. Artinya, kinerja pada masing-masing area
tersebut didefinisikan dengan ukuran outcome yang berbeda.

Dalam konteks penilaian kinerja, yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa suatu fungsi
harus dievaluasi dengan kerja yang dilaksanakan, bukan karakteristik orang yang
melaksanakan. Banyak terjadi kerancuan sistem penilaian kinerja, yaitu tidak mengukur
kinerja tetapi mengukur orangnya. Ingat bahwa definisi kinerja di atas mengacu pada
seperangkat outcome yang dihasilkan selama periode waktu tertentu, bukan mengacu pada
sifat, karakteristik personal, atau kompetensi orang yang berkinerja.

Kalau begitu lantas apa itu penilaian kinerja? Berdasarkan pengertian kinerja di atas,
maka penilaian kinerja merupakan suatu proses membandingkan kinerja karyawan dengan
standar yang ditetapkan oleh organisasi. Proses penilaian kinerja ini menurut Dessler (2000),
mencakup 3 hal, (1) merancang standar kerja, (2) menilai kinerja aktual karyawan dikaitkan
dengan standarnya, dan (3) memberikan umpan balik kepada karyawan dengan tujuan
memberikan motivasi kepada karyawan, yaitu untuk memperkecil kekurangan kinerja atau
sebaliknya mempertahankan kinerja yang sudah berada di atas standar. Dengan adanya
umpan balik tersebut menurut Noe, et al. (2000), karyawan dapat melakukan penyesuaian
kinerja mereka dengan sasaran organisasi karena mereka telah mengetahui seberapa baik
mereka telah berkinerja dibanding dengan standar/sasaran organisasi. Penilaian dan umpan
balik kinerja dapat menjadi proses yang sarat dengan emosi, yang secara dramatis
memengaruhi sikap karyawan terhadap organisasi dan diri karyawan sendiri. Penilaian dan
umpan balik kinerja dapat terjadi baik secara formal maupun informal. Penilaian dan umpan
balik kinerja secara informal adalah ketika supervisor memberitahu dan berkomentar secara
langsung terhadap kinerja di saat terjadi kinerja baik ataupun buruk. Sedangkan penilaian dan
umpan balik kinerja yang lebih formal merupakan sebuah kajian kinerja tahunan yang
terstruktur, dimana supervisor menilai setiap kinerja karyawan dengan menggunakan
prosedur penilaian resmi, yaitu suatu sistem/prosedur yang dirancang oleh organisasi untuk
menilai/mengevaluasi kinerja karyawan secara reguler dan sistematis. Penggunaan metode
formal atau informal tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh ukuran organisasi. Organisasi
yang lebih besar cenderung menggunakan kedua-duanya, baik formal maupun informal.
Sebaliknya, organisasi yang lebih kecil, cenderung hanya menggunakan metode informal.

Selanjutnya, apa tujuan dari diadakan penilaian kinerja?


Dalam BMP Manajemen SDM dijelaskan bahwa secara umum tujuan diadakannya kegiatan
penilaian kinerja diantaranya untuk:
1. Meningkatkan kinerja karyawan, yaitu dengan cara membantu mereka agar menyadari
dan menggunakan seluruh potensi mereka dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
2. Memberikan informasi kepada karyawan dan pimpinan sebagai dasar untuk mengambil
keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan.
Secara khusus, penilaian kinerja untuk:
1. Dasar pengembilan keputusan promosi karyawan yang berprestasi, atau membina
karyawan yang tidak berprestasi, memberikan pelatihan, pendisiplinan, atau memberikan
masukan dalam penerapan sistem penghargaan dan hukuman.
2. Dijadikan kriteria melakukan validasi/menguji keabsahan suatu alat tes dengan cara
mengkorelasikan hasil tes dengan hasil penilaian kinerja.
3. Dijadikan umpan balik kepada karyawan sehingga menjadi wahana pengembangan diri
dan karir karyawan.
4. Dapat membantu menentukan tujuan program pelatihan.
5. Dapat digunakan untuk membantu diagnosis problematika organisasi.

Saudara mahasiswa yang budiman, bagaimana proses penilaian kinerja dilakukan?


Proses untuk menilai kinerja secara umum dapat dibedakan secara formal maupun informal.
Penilaian dan umpan balik kerja secara informal adalah ketika supervisor memberitahu dan
berkomentar terhadap kinerja. Sedangkan penilaian kinerja dan umpan balik yang dilakukan
secara formal yaitu pengkajian kinerja tahunan yang terstruktur, dimana supervisor menilai
setiap kinerja karyawan dengan menggunakan prosedur penilaian resmi.

1. Langkah-langkah Penilaian Kinerja


Untuk menyediakan informasi yang dapat melayani sasaran organisasi dan mengikuti
peraturan, maka sistem penilaian/evaluasi kinerja harus memberikan data yang akurat dan
reliabel. Menurut Ivancevich (1992), kemampuan menghasilkan data yang akurat dan reliabel
akan meningkat jika mengikuti suatu proses sistematis yang terdiri dari 6 (enam) langkah,
yaitu:
1. Mengadakan standar kinerja untuk setiap posisi dan kriteria evaluasinya,
2. Mengadakan kebijaksanaan evaluasi kinerja berkaitan dengan kapan penilaian
dilakukan, seberapa sering dan siapa yang harus menilai,
3. Memiliki penilai yang mengumpulkan data kinerja karyawan,
4. Memiliki penilai yang mengevaluasi kinerja karyawan,
5. Mendiskusikan evaluasi tersebut dengan karyawan,
6. Membuat keputusan dan menyimpan hasil evaluasi tersebut.

Dimensi kinerja atas karyawan yang dinilai disebut kriteria evaluasi (Ivancevich,1992).
Menurut Ivancevich (1992),suatu kriteria yang efektif harus memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Relevan. Suatu pengukuran kinerja harus sesuai dengan output aktual.
b. Sensitivitas. Suatu kriteria harus dapat mencerminkan perbedaan antara orang
yang berkinerja tinggi dan yang berkinerja rendah. Artinya, kinerja yang tinggi
dan rendah harus menerima nilai kriteria yang secara akurat menggambarkan
perbedaan kinerj mareka.
c. Praktis. Kriteria harus mudah diukur , dan pengumpulan data dilakukan secara
efisien.

2. Waktu Pelaksanaan Penilaian Kinerja


Menurut Ivancevich (1992), ada dua keputusan dasar yang dapat digunakan untuk
menentukan waktu yang tepat untuk melaksanakan penilaian kinerja dan seberapa sering
melakukan penilaian kinerja.
Dalam menentukan waktu pelaksanaan penilaian kinerja, kita dapat menggunakan tiga cara
alternatif :
 Pertama, dapat dilakukan secara arbitrari, artinya waktu pelaksanaan penilaian kinerja
dapat ditentukan secara sembarang.
 Kedua, setiap karyawan dievaluasi dengan jadwal waktu tunggal.
 Ketiga, jadwal evaluasi adalah pada saat penyelesaian dari suatu siklus tugas.

3. Penilai
Biasanya, penilaian kinerja karyawan dilakukan oleh supervisor, tetapi demikian banyak juga
perusahaan yang menggunakan penilai lain untuk melengkapi hasil penilaian kinerja yang
dilakukan oleh supervisor. Beberapa pihak yang dapat dijadikan sebagai penilai dalam
menilai kinerja karyawan antara lain :
a. Dinilai oleh suatu Komite dari Beberapa Atasan
Atasan yang dipilih untuk menilai adalah mereka yang memiliki hubungan kerja
langsung dengan karyawan. Pendekatan ini memiliki keuntungan karena bias yang ada
pada atasan, dan dapat memberikan tambahan informasi untuk penilai, jika pendakatan
ini menggunakan format pertemuan kelompok.
b. Dinilai oleh teman kerja (Peer)
Dalam sistem penilaian seperti ini, teman kerja yang melakukan penilaian harus
mengetahui tingkat kinerja karyawan yang sedang dinilai. Agar sistem ini dapat
bekerja, perlu dipastikan bahwa diantara karyawan tidak ada kompetisi. Pendekatan ini
bermanfaat jika tugas dari unit kerja memerlukan kontak kerja yang sering diantara
teman kerja.
c. Dinilai oleh Bawahan
Pendekatan ini lebih bermanfaat untuk aspek-aspek penilaian kinerja yang bersifat
pengembangan. Para manajer biasanya mau untuk dinilai oleh bawahan jika hasil
penilaian tersebut digunakan untuk pengembangan, dan sebaliknya mereka enggan
dinilai oleh bawahan jika hasil penilaian tersebut digunakan untuk tujuan andinistratif.
d. Dinilai oleh Orang dari Luar (Teknik Reviu Lapangan)
Pendekatan semacam ini memerlukan biaya yang banyak, sehingga biasanya digunakan
untuk menilai pekerjaan yang penting-penting saja. Satu hal yang perlu diperhatikan
ketika Anda ingin menggunakan metode ini adalah penilai dari luar tidak cukup banyak
memiliki data seperti yang dimiliki oleh penilai dari dalam. Disamping itu juga,
menggunakan penilai dari luar menunjukkan suatu penekatan yang sedikit tidak normal
untuk penilaiankinerja.
e. Dinilai oleh Diri Sendiri (Self-Evaluation)
Pada pendekatan ini, karyawan menilai dirinya sendiri dengan menggunakan teknik
yang digunakan oleh penilai lain. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk aspek
penilaian kinerja yang bersifat pengembangan. Biasanya teknik ini juga digunakan
untuk menilai karyawan yang bekerja dalam tempat yang terisolasi. Hasil riset
menunjukkan bahwa penilaian terhadap diri sendiri dapat berkorelasi cukup bagus
dengan penilai dan supervisor.
f. Dinilai dengan Kombinasi Pendekatan
Kombinasi berbagai pendekatan juga dapat digunakan untuk penilaian kinerja.
Biasanya dalam melakukan penilaian dengan menggunakan pendekatan ini, dipakai dua
macam metode atau lebih, gunanya adalah untuk memberikan hasil penilaian kinerja
yang lebih akurat.
g. Penilaian Kinerja 360°
Upaya terakhir untuk meningkatkan penilaian kinerja adalah dengan menggunakan
penilaian dengan banyak sumber, atau penilaian kinerja 360°. Penilaian kinerja 360°
menggunakan umpan balik dari ”sekeliling” orang yang dinilai.

4. Metode Penilaian Kinerja


Noe, et al. (2000), mengemukakan sejumlah pendekatan untuk mengukur kinerja
yang didasarkan pada atribut, perilaku dan hasil kerja karyawan serta perbandingan secara
menyeluruh diantara kinerja karyawan sebagai berikut.
a. Pendekatan Komparatif
Pendekatan komparatif untuk mengukur kinerja berisikan teknik-teknik yang menuntut
penilai untuk membandingkan kinerja individu dengan individu lain. Pendekatan ini
biasanya menggunakan suatu penilaian secara menyeluruh terhadap kinerja atau nilai
dari individu, dan berusaha membuat ranking dari individu-individu dalam suatu
kelompok tertentu. Setidaknya terdapat tiga teknik yang masuk kedalam pendekatan
ini, yaitu ranking, forced distribution, dan paired comparison.
1) Ranking
Ranking adalah teknik sederhana yang dapat digunakan oleh para manajer untuk
mengurutkan peringkat karyawan dalam departemen mereka dari yang memiliki kinerja
tertinggi hingga yang memiliki kinerja terendah. Cara melakukan teknik ini adalah
menuliskan daftar nama-nama karyawan untuk dinilai pada sisi kiri lembar kertas
penilaian. Pilih karyawan yang memiliki kinerja paling tinggi dari daftar tersebut, dan
beri tanda silang. Kemudian pindahkan nama karyawan tersebut pada daftar paling atas
di sisi sebelah kanan kertas penilaian. Selanjutnya pilih dan beri tanda silang pada nama
karyawan yang memiliki kinerja paling buruk dari daftar pada kolom sebelah kiri, dan
pindahkan pada daftar terbawah pada kolom sebelah kanan. Ulangi proses ini untuk
seluruh nama karyawan pada daftar sebelah kiri lembar kertas penilaian. Daftar nama-
nama yang telah dihasilkan pada kolom sebelah kanan akan menunjukkan suatu
ranking karyawan dari yang memiliki kinerja paling tinggi hingga yang memiliki
kinerja paling rendah.
2) Forced Distribution
Teknik ini juga menggunakan format ranking, tetapi karyawan yang diranking
dimasukkan ke dalam sebuah kelompok. Teknik ini menuntut penilai untuk
membandingkan kinerja karyawan dan menempatkan suatu presentase karyawan
tertentu pada berbagai level kinerja. Teknik ini beranggapan level kinerja dalam suatu
kelompok karyawan akan didistribusikan sesuai dengan bentuk kurva normal. Sebagai
contoh, 60% karyawan memenuhi harapan, 20% melampaui harapan dan 20% tidak
memenuhi harapan.
3) Paired Comparison (Pembandingan Berpasangan)
Metode ini menuntut penilai untuk membandingkan seluruh pasangan yang mungkin
dari karyawan yang dinilai pada ”keseluruhan atau beberapa kinerja”. Rumus untuk
menghitung jumlah pasangan yang mungkin dari karyawan yang dinilai adalah n(n-
1)/2, dimana n = jumlah karyawan. Sebagai contoh, seorang penilai akan menilai enam
orang karyawan. Nama-nama karyawan yang dinilai didaftarkan pada sisi sebelah kiri
dari lembar penilaian. Penilai kemudian membandingkan karyawan pertama dengan
karyawan kedua pada kriteria kinerja yang telah dipilih, seperti kuantitas kinerja. Jika
penilai beranggapan bahwa karyawan pertama telah menghasilkan kerja lebih banyak
daripada karyawan kedua, maka tanda centang ( √ ) ditempatkan pada nama karyawan
pertama. Penilai selanjutnya membandingkan karyawan pertama dengan karyawan
ketiga, keempat, kelima dan keenam pada kriteria kinerja yang sama, dan menempatkan
tanda centang pada nama karyawan yang menghasilkan kerja yang paling banyak dalam
setiap pasangan pembandingan. Proses diulang hingga setiap karyawan telah
dibandingkan dengan karyawan lain pada semua kriteria kinerja yang dipilih. Karyawan
dengan tanda centang paling banyak dapat disimpulkan memiliki kinerja yang paling
tinggi, sebaliknya karyawan yang tanda centangnya paling sedikit dinyatakan memiliki
kinerja paling rendah. Akan tetapi, teknik ini akan menghadapi masalah jika karyawan
yang dibandingkan berjumlah banyak.

b. Pendekatan Atribut
Pendekatan ini memusatkan perhatiannya pada sejauh mana individu memiliki atribut
tertentu (ciri atau sifat) yang diyakini diperlukan untuk keberhasilan perusahaan.
Teknik yang digunakan dalam pendekatan ini cenderung untuk menetapkan seperangkat
sifat (seperti inisiatif, kepemimpinan, kemampuan bersaing, dsb.) dan menilai individu
pada sifat-sifat tersebut.
Bentuk paling umum dari pendekatan atribut adalah skala penilaian grafik. Dalam
teknik ini penilai dihadapkan pada seperangkat sifat yang telah ditentukan dan menilai
setiap karyawan pada setiap karakteristik yang telah didaftarkan. Penilai
mempertimbangkan seorang karyawan pada satu waktu dan melingkari atau memberi
tanda silang ( X ) pada nomor atau atribut yang menyatakan berapa banyak sifat yang
dimiliki oleh seorang individu.

c. Pendekatan Keperilakuan
Pendekatan ini berusaha untuk mendefinisikan perilaku karyawan yang harus efektif
dalam pekerjaan (Noe, et. al., 2000). Berbagai macam teknik mendefinisikan perilaku
tersebut, selanjutnya meminta manajer untuk menilai sejauh mana karyawan bekerja.
Berikut ini akan dibahas tiga teknik yang termasuk ke dalam pendekatan keperilakuan
(Noe, et. al., 2000).
1) Insiden Kritis (Critical Incidents)
Teknik ini menuntut penilai untuk membuat catatan-catatan tertulis dari suatu
peristiwa/insiden sebagaimana peristiwa itu terjadi (Byars & Rue, 1997). Insiden yang
dicatat harus mencakup perilaku kerja yang menggambarkan baik kinerja yang
memuaskan maupun kinerja yang tidak memuaskan dari karyawan yang dinilai.
Sebagaimana yang berhasil dicatat sepanjang waktu, insiden tersebut memberikan suatu
basis bagi penilaian kinerja dan memberikan umpan balik kepada karyawan.
Kelemahan utama dari pendekatan ini adalah penilai dituntut untuk mencatat peristiwa
secara teratur dan terus-menerus hingga membuat perasaan menjadi bosan dan
memakan banyak waktu. Selain itu, definisi peristiwa kritis merupakan hal yang tidak
jelas yang dapat diinterpretasikan secara berbeda oleh orang yang berbeda. Teknik ini
juga dapat menimbulkan friksi antara manajer dengan karyawan apabila karyawan
menganggap manajer menyembunyikan catatan untuk mereka.
2) Skala Penilaian Berdasarkan Perilaku (Behaviorally Anchored Rating Scales/BARS)
Teknik ini dirancang untuk menilai perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan
pekerjaan secara berhasil (Byars & Rue, 1997). Fokus teknik ini bukan pada hasil
kinerja, tetapi pada perilaku fungsional yang ditunjukkan pada pekerjaan. Asumsinya
adalah bahwa perilaku tersebut akan dihasilkan dalam kinerja pekerjaan yang efektif.
Kebanyakan BARS menggunakan istilah dimensi pekerjaan, yang dimaksudkan
sebagai kategori tugas dan tanggung jawab yang luas yang memperbaiki pekerjaan.
Tiap-tiap pekerjaan dimungkinkan untuk memiliki beberapa dimensi pekerjaan, dan
sebaiknya digunakan skala secara terpisah untuk masing-masing pekerjaan tersebut.
Penilaian kinerja dengan menggunakan BARS menuntut penilai membaca daftar
anchor pada setiap skala, untuk menemukan kelompok anchor yang paling baik dalam
mendeskripsikan perilaku pekerjaan karyawan selama periode reviu. Nilai skala lawan
kelompok anchor kemudian dicek. Proses ini diikuti oleh semua dimensi yang
teridentifikasi.
Pada umumnya, BARS dikembangkan melalui serangkaian pertemuan yang dihadiri
oleh manajer dan pemegang jabatan yang mencakup tiga tahap sebagai berikut :
1. Manajer dan pemegang jabatan mengidentifikasi dimensi pekerjaa yang relevan.
2. Manajer dan pemegang jabatan menulis dasar perilaku untuk masing-masing
dimensi pekerjaan. Sebanyak mungkin anchor harus ditulis untuk masing-masing
dimensi.
3. Manajer dan pemegang jabatan meraih suatu konsensus berkaitan dengan nilai skala
untuk digunakan dan pengelompokan pernyataan dasar (anchor) bagi setiap nilai
skala.
3) Skala Observasi Berhubungan dengan Perilaku (Behavioral Observation Scales/BOS)
Teknik ini merupakan variasi dari BARS dan sebagaimana BARS, BOS juga
dikembangkan dari kejadian kritis untuk mengidentifikasi serangkaian perilaku yang
menutupi ranah pekerjaan. Untuk mengembangkan BOS, pertama adalah dengan
mengidentifikasi kelompok kejadian yang berkaitan dengan perilaku yang memiliki
kemiripan antara yang satu dengan yang lain, dan membentuknya dalam suatu dimensi
kerja. Masing-masing perusahaan yang menggunakan BOS harus menentukan arti dan
pentingnya skor total bagi karyawan yang dinilai.
Sebagaimana teknik BARS, teknik BOS juga tidak jelas keunggulannya atas format
skala penilaian alternatif. Salah satu keterbatasan yang sangat signifikan dari
pendekatan BOS adalah dari segi waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk
pengembangannya, khususnya penggunaannya secara aktual dalam penilaian.

d. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives/MBO)


Pendekatan goal setting untuk penilaian kinerja atau manajemen berdasarkan sasaran
(MBO) lebih umum digunakan untuk profesional dan karyawan manajerial.
Proses MBO secara khusus berisi langkah-langkah sebagai berikut :
1) Tinjauan pekerjaan dan kesepakatan.
Karyawan dan atasan meninjau deskripsi pekerjaan dan kegiatan kunci dari
pekerjaan yang akan dilakukan oleh karyawan. Dasar pemikirannya adalah untuk
mencapai kesepakatan dalam bentuk pekerjaan yang pasti.
2) Pengembangan standar kinerja.
Standar kinerja yang spesifik harus dibangun secara bersama-sama. Dalam tahap
ini, tingkatan kinerja yang yang memuaskan haruslah ditetapkan secara spesifik
dan terukur.
3) Penetapan tujuan yang terarah.
Tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh karyawan haruslah sejalan dan diarahkan oleh
pihak atasan. Yang perlu saudara mahasiswa catat adalah bahwa penetapan tujuan
itu mungkin berbeda dengan standar kinerja. Tujuan-tujuan tersebut haruslah dapat
dicapai secara realistis.
4) Diskusi kinerja yang berkelanjutan.
Karyawan dan atasannya menggunakan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
sebagai dasar dari suatu diskusi yang berkelanjutan mengenai kinerja karyawan.
Meskipun tinjauan formal telah ditetapkan, tetapi hendaknya karyawan dan
manajernya tidak harus menunggu waktu yang telah ditetapkan untuk
mendiskusikan kinerja karyawan. Hasil dari diskusi ini adalah dimodifikasinya
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan proses perkembangannya didiskusikan
agar tujuan tersebut dapat tercapai.

Diskusi kinerja
yang
berkelanjuta
n
Penetapan
tujuan yang
terarah
Pengembangan
standar
Bagan 1.3
kinerja
Proses MBO
Tinjauan
pekerjaan
Agar sistem MBO dapatdan
berhasil, beberapa persyaratan harus terpenuhi.
kesepakatan
Pertama, sasaran harus dapat dikuantifikasikan dan diukur. Sasaran juga harus menentang
untuk dicapai dan harus dinyatakan secara tertulis, jelas, ringkas dan tidak ambigius.
Kedua, MBO juga mensyaratkan karyawan berpartisipasi dalam proses penyusunan sasaran.
Partisipasi aktif karyawan juga penting dalam pengembangan rencana tindakan.
Ketiga, agar MBO sukses maka sasaran dan rencana tindakan harus bertindak sebagai basis
diskusi reguler antara manajer dan karyawan berkaitan dengan kinerja karyawan.
Saudara mahasiswa yang budiman. Adakah permasalahan dalam penyelenggaraan
penilaian kinerja?
Pada proses penilaian kinerja pada umumnya ada berberapa permasalahan yaitu adanya
kecenderungan terjadi berbagai macam ketidakakurasian dan bias. Kesalahan tersebuat
umumnya terjadi pada tahap keputusan dan pemrosesan informasi yang akan berdampak pada
hasil penilaian kinerja. Beberapa kesalahantersebut antara lain:
a. Kemurahan Hati/Kelonggaran (Leniency)
Kesalahan ini terjadi karena penilai pada umumnya menilai karyawan pada sisi
yang tinggi dari suatu skala penilaian tanpa memperhatikan kinerja nyata dari
karyawan tersebut. Kesalahan ini memiliki dampak yang serius ketika dikaitkan
dengan keputusan seperti promosi atau kompensasi.
b. Kecenderungan Tengah
Kesalahan ini dilakukan ketika seorang penilai yang menilai kinerja karyawan
cenderung untuk menilai kearah tengah dari suatu skala pengukuran tanpa
memperhatikan kinerja nyata karyawan tersebut. Hal ini terjadi apabila statistik
penilaian menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan dinilai mendekati
titiktengah dari skala kinerja.
c. Kondisi Terakhir (Recency)
Recency terjadi apabila evaluasi didasarkan pada kinerja pekerjaan pada waktu
yang paling akhir (umumnya 2-3 bulan sebelum waktu evaluasi/penilaian).
Adanya kelonggaran, kecenderungan tengah dan recency akan sulit membedakan
antara karyawan yang berkinerja bagus dengan yang berkinerja buruk. Disamping
itu, kesalahan ini membuat sulit untuk membandingkan penilaian dari penilai
yang berbeda.
d. Efek Halo (Halo Effect)
Kesalahan umum lain yang sering terjadi dalam proses penilaian kinerja adalah
efek halo. Hal ini terjadi apabila seorang penilai membiarkan karakteristik
tunggal dari seorang karyawan mempengaruhi pertimbangan penilai dalam
menilai karyawan yang bersangkutan.

Disamping beberapa kesalahan diatas, preferensi personal, prejudis dan bias juga dapat
menyebabkan kesalahan pada penilaian kinerja. Selain itu penampilan, status sosial, pakaian,
suku dan jenis kelamin juga memiliki pengaruh pada proses penilaian kinerja.
Lantas, bagaimana mengatasi kesalahan dalam penilaian tersebut?
Menurut Bernardin & Russell (1998), kesalahan-kesalahan penilaian diatas dapat muncul
dalam dua cara berbeda, yaitu sebagai hasil dari kesalahan yang tidak disengaja, atau sebagai
hasil dari usaha yang disengaja dalam menetapkan nilai sehingga tidak akurat.

Usaha untuk mengendalikan kesalahan secara tidak sadar atau kesalahan penilai yang tidak
disengaja, pada umumnya difokuskan pada pelatihan bagi para penilai. Menurut Bernardin &
Russell (1998), suatu pelatihan untuk meningkatkan keahlian observasional dan kategorisasi
penilai (frame-reference training) telah terbukti dapat meningkatkan akurasi dan konsistensi
penilai. Pelatihan ini biasanya dikombinasikan dengan penjelasan, diskusi, dan ilustrasi
tentang kesalahan umum pada penilaian kinerja. Sedangkan usaha untuk mengendalikan
kesalahan penilaian yang disengaja, maka usahanya meliputi pelaksanaan penilaian yang
lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dapat juga dengan menyembunyikan
kunci penyekoran melalui penggunaan alat penilaian tertentu atau dapat pula meminta
bantuan pihak lain untuk mengecek atau mereviu proses penilaian kinerja.

Pengembangan Karir Karyawan


Saudara mahasiswa yang budiman. Pengembangan karir secara umum dapat didefinisikan
sebagai usaha formal, terorganisasi, dan terencana untuk mencapai keseimbangan antara
kebutuhan karir individu dan tunututan kerja organisasional. Kedua, karir juga dapat
didefinisikan sebagai usaha yangn terus-menerus secara formal dilakukan oleh organisasi
yang berfokus pada pengembangan dan pengayaan SDM organisasi dalam rangka memenuhi
kebutuhan kedua-duanya baik individu maupun organisasi.

Secara tradisional, karir dipandang sebagai lintasan yang bergerak menuju ke atas,
berkembang linier, stabil di dalam satu organisasi atau satu pekerjaan dalam suatu profesi.
Dalam pandangan yang lebih moderen, karir tidak lagi dipandang sebagai pergerakan menuju
atas, tetapi bisa juga menyampin dan tidak harus linier. Dalam pandangan moderen ini, karir
tidak lagi didrive oleh organisasi, tetapi lebih mungkin didrive oleh individu yang
bersangkutan. Setiap individu dalam organisasi dapat menemukan karir kapan saja sepanjang
waktu dari hasil pelatihan dan pengembangan yang pernah mereka peroleh, pembelajaran
yang mereka lakukan, atau pengalaman kerja yang mereka miliki. Dengan semua apa yang
telah mereka miliki tersebut (pelatihan, pengembangan, pembelajaran, pengalaman kerja)
akan memberikan peluang bagi setiap individu untuk tetap marketable (memiliki kemampuan
memasarkan diri mereka sendiri).

Berkaitan dengan konsep baru tentang karir tersebut Noe, et al. (2000) mengistilahkan
dengan protean career, yaitu karir yang senantiasa berubah-ubah seiring dengan perubahan
dalam interes, kemampuan, dan value seseorang serta perubahan dalam lingkungan kerja. Ini
merupakan tantangan bagi organisasi (dalam hal ini manajemen) untuk melayani kebutuhan
pengembangan protean career karyawan tersebut melalui pendesainan ulang aktivitas SDM
yang memungkinkan terlayaninya interes karyawan dalam jangka panjang.

Saudara mahasiswa yang budiman. Bagaimana merancang sistem pengembangan


karir?

Suatu sistem pengembangan karir yang efektif harus mengintegrasikan serangkaian


perencanaan karir individual dan aktivitas manajemen karir organisasional yang melibatkan
karyawan, manajemen, dan organisasi. Berbagai komponen karir tersedia untuk digunakan
organisasi, diantaranya adalah: 1) alat-alat penilaian diri sendiri; 2) konseling individual; 3)
servis informasi; 4) program pekerjaan awal; 5) program penilaian organisasi; dan 6) program
pengembangan. Ada 4 langkah dasar yang perlu diikuti agar implementasi program
pengembangan karir dapat berhasil. Keempat langkah tersebut adalah: 1) penilaian oleh
individu tentang kemampuan, interes, dan sasaran karir mereka; 2) penilaian oleh organisasi
tentang kemampuan dan potensi individu; 3) komunikasi pilihan dan peluang karir dalam
organisasi; 4) bimbingan karir untuk merancang sasaran yang realistik dan rencana untuk
mencapainya. Selanjutnya, organisasi dapat membantu karyawan dalam mengembangkan
karir mereka melalui berbagai metode. Beberapa metode yang dapat digunakan organisasi
antara lain: 1) diskusi antara atasan dan bawahan mengenai aktivitas pengembangan karir.
Jika keduanya sepakat terhadap suatu aktivitas pengembangan karir, maka organisasi
menyediakan ahli SDM untuk mencapai sasaran tersebut. Dan biasanya ahli SDM tersebut
bertindak sebagai ahli psikologi dan pemandu. 2) Organisasi dapat juga menyediakan materi
yang secara khusus dirancang untuk membantu karyawan dalam mengembangkan karir
mereka. 3) Organisasi juga dapat menggunakan sistem penilaian kinerja sebagai sumber
dalam pengembangan karir. Dimulai dengan diskusi tentang kelemahan karyawan dari hasil
penilaian kinerja untuk menunjang proses pengembangan karir karyawan. 4) Organisasi juga
dapat menyelenggarakan workshop untuk membantu pengembangan karir karyawan. Dalam
workshop tersebut karyawan mendefinisikan dan mencocokkan sasaran karir spesifiknya
dengan kebutuhan organisasi.

Daftar Pustaka
Bernardin, H. J. & Russell, J.E.A. (1998), Human Resource Management . Singapore:
Mc,Graw Hill

Byars J, & Rue, L. W. 1997. Human Resources Management. 5th Ed. McGraw-Hill, USA.

Ivancevich, John M., Robert Konopaske, dan Michael T.Mattesson. 2008. Organizational
Behavior and Management. New York: McGraw-Hill.

Noe, R.A., Hollenbeck, J.R., Gerhart, B. dan Wright, P.M. (2000). Human Resource
Management: Gaining a Competitive Advantage. 3rd Edition. Boston: McGraw-Hill
Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai