Anda di halaman 1dari 12

CARA MEMBUAT HUJAN BUATAN

MENGGUNAKAN GARAM

Sebenarnya istilah hujan buatan bukan berarti pekerjaan membuat atau menciptakan
hujan. Namun hujan buatan merupakan sebuah teknologi yang bertujuan untuk
meningkatkan dan mempercepat jatuhnya hujan. Agar bisa terbentuk hujan buatan
maka diperlukan ketersediaan awan yang mempunyai kandungan air yang cukup,
memiliki kecepatan angin yang rendah, serta syarat-syarat lainnya.

Gambar 1.1 Pesawat sedang melakukan penyemaian awan untuk merangsang


terjadinya hujan

Hujan buatan dibuat dengan cara menyemai awan dengan menggunakan bahan yang
bersifat higroskopik (menyerap air) sehingga proses pertumbuhan butir-butir hujan di
dalam awan akan meningkat dan selanjutnya akan mempercepat terjadinya hujan.
Awan yang digunakan untuk membuat hujan buatan adalah jenis awan Cumulus (Cu)
yang bentuknya seperti bunga kol. Setelah lokasi awan diketahui, pesawat terbang yang
membawa bubuk khusus untuk menurunkan hujan diterbangkan menuju awan.

Bubuk khusus tersebut terdiri dari glasiogenik berupa Perak Iodida. Zat itu berfungsi
untuk membentuk es. Pesawat juga membawa bubuk untuk “menggabungkan” butir-
butir air di awan yang bersifat higroskopis seperti garam dapur atau Natrium Chlorida
(NaCl), atau CaCl2 dan Urea.

Untuk bisa membentuk hujan deras, biasanya dibutuhkan bubuk khusus sebanyak 3 ton
yang disemai ke awan Cumulus selama 30 hari. Proses membuat hujan buatan ini
belum tentu berhasil. Bisa saja gagal atau malah hujan buatannya jatuh di tempat yang

1
salah padahal sudah memakan biaya yang besar dalam pembuatannya. Oleh karena itu,
penyebaran bibit hujan harus memperhatikan arah angin, kelembaban dan tekanan
udara.

Hujan buatan biasanya dibuat untuk membantu daerah yang sedang mengalami
kekeringan, atau bisa juga dibuat untuk untuk pengisian waduk, danau, untuk keperluan
air bersih, irigasi, pembangkit listrik (PLTA), juga antisipasi kebakaran hutan atau
lahan dan kabut asap. Karena hujan buatan ini adalah modifikasi cuaca, maka hujan
buatan bisa terjadi kapan saja tanpa harus menunggu langit mendung. Dan juga tak
perlu khawatir, karena air hujan buatan tidak jauh berbeda dengan hujan asli.

1. Proses Hujan Buatan :


Sifat awan yang menyebabkan hujan oleh manusia digunakan untuk membuat hujan
buatan. Dalam mempercepat hujan, orang memberi zat higroskopis sebagai inti
kondensasi (perak dioksida, kristal es, es kering atau CO2 padat). Zat-zat tersebut
ditaburkan ke udara dengan menggunakan pesawat terbang. Pembuatan hujan buatan
disebut sebagai suatu proses pemodifikasian awan dengan menggunakan bahan-bahan
kimia, terutama NaCl (garam dapur).

Kemarau panjang seperti yang kita alami sekarang memerlukan usaha untuk
menghadapi tantangan iklim. Kemarau panjang menyebabkan tanah kering, air sulit
diperoleh, sungai mengering sedangkan angin menerbangkan debu-debuan. Tantangan
iklim berupa kelangkaan hujan akibat kemarau panjang dapat dilakukan dengan
teknologi tinggi berupa hujan buatan. Cara ini tak bisa terus dilakukan sembarangan
karena biayanya terlalu mahal. Hujan buatan hanya ditempuh bila keadaan memang
keadaan demikian kritis. Apalagi usaha untuk melakukan hujan buatan ini terkadang
hasilnya tepat dan terkadang meleset atau tak sesuai dengan yang diharapkan.
Para ahli yang mengetahui terbentuknya awan, terjadinya kondensasi, presipitasi dan
lainnya sangat membantu untuk melakukan usaha dan percobaan dalam memodifikasi
cuaca untuk mempercepat turunnya hujan. Dalam pembuatan hujan buatan mereka
hanya melakukan usaha untuk mendorong dan mempercepat turunnya hujan atau
berusaha agar uap air yang telah ada di udara berkondensasi dengan cepat sehingga
pembentukan butir-butir air dapat segera berlangsung di awan. Pembentukan butir-
butir air tersebut merupakan titik awalnya terjadi hujan.

Usaha ini dilakukan dengan menyebarkan zat kimia atau garam halus ke udara dengan
bantuan pesawat terbang. Untuk tahap ini hujan yang diharapkan belum tentu akan
turun, karena dilakukan proses lanjutan dengan menyebarkan butir-butiran besar di

2
awan. Butiran tersebut akan bertumbukan dan bergantung dengan butir-butir air ini
akan menjadi berat dan akan meninggalkan awan jatuh sebagai hujan.

Di daerah yang beriklim tropis, awannya dapat digolongkan dalam awan panas.
Untuk mempercepat timbulnya hujan hanya dapat dilakukan melalui proses
pembentukan awan panas secara alami.

2. Bahan-bahan kimia yang diperlukan

Untuk mempercepat turunnya hujan buatan dengan memberi zat higroskopis sebagai
inti kondensasi. Garam-garaman seperti NaCl dan CaCl2 dalam bentuk bubuk dengan
diameter 10-50 mikron, ternyata cukup higroskopis jika disebarkan di udara. Garam-
garam itu di udara akan berperan sebagai titik pangkal pembentukan uap-uap air pada
awan. Pembentukan butir-butir air juga dapat dilakukan dengan penyebaran garam-
garaman tersebut.
Tindakan selanjutnya dapat digunakan bubuk urea. Penyebaran bubuk urea dilakukan
beberapa jam setelah penyebaran garam-garaman tadi atau setelah tumbuh awan-awan
kecil secara berkelompok pada beberapa beberapa tempat. Bubuk urea selain dapat
membentuk awan lebih lanjut, juga bersifat endotermi (menyerap panas) yang sangat
baik bila bereaksi dengan air atau uap air. Penyebaran bubuk urea di siang hari dapat
mendinginkan lingkungan sekitarnya sehingga kelompok-kelompok kecil awan segera
bergabung menjadi kelompok-kelompok besar.

Kelompok awan besar biasanya segera terlihat agak kehitam-hitaman artinya awan
hujan telah terbentuk. Tindakan berikutnya adalah penyebaran larutan yang
berkomposisi air, urea serta amonium nitrat dengan perbandingan 4 : 3 : 1 ke dalam
kelompok-kelompok besar awan yang tampaknya hitam. Besarnya larutan yang
disebarkan antara 50 u - 100 u dengan menggunakan peralatan mikron air yang
dipasang di pesawat. Larutan ini cukup dingin yaitu sekitar 4° C, yang akan mengikat
awan dan mudah meresap ke dalam awan, sehingga dapat mendorong pembentukan
butir-butir air yang lebih besar karena berat butir-butir air tersebut akan turun dan
menimbulkan hujan.

Garam-garaman yang telah disebarkan di udara punya sifat-sifat fisis tertentu, seperti
NaCl dan CaCl2 bila bereaksi dengan air dapat mengeluarkan panas, sedangkan urea
dapat menyerap panas. Karena itu waktu disebar di udara akan timbul reaksi sebagai
berikut:

NaCl + H2O ----> ion-ion + 910 K Cal (eksoterm)

3
CaCl2 + H2O ---> ion-ion + 915 K Cal (eksoterm)

Urea + H2O ----> ion-ion - 425 K Cal (endoterm)

Sifat garam-garam tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

Sifat NaCl (garam dapur): berbentuk kristal, mudah larut dalam air (36 g/100 ml air
daripada 20°C), dalam bentuk bubuk bersifat higroskopis, banyak terdapat di udara
(dari air laut), campuran NaCl dengan es cair mencapai -20°C. Sedangkan CaCl2
adalah berbentuk kristal.

Garam dapur yang dimaksud bukanlah garam meja, tetapi adalah garam yang
mempunyai sifat higroskopis yang jauh lebih besar daripada garam meja, sehingga
garam meja tak dapat digunakan.

3. Perhitungan waktu yang tepat

Sebelum menyebarkan garam-garaman faktor-faktor klimatologi di daerah itu harus


diperhitungkan. Penyebaran dilakukan pada ketinggian 4000-7000 kaki, dengan
perhitungan faktor arah angin dan kecepatannya yang akan membawa awan ke daerah
sasaran. Penyebaran NaCl dan CaCl2 hendaknya dilakukan pada pagi hari sekitar
07.30, dengan perhitungan karena pembentukan awan berlangsung pada pagi hari
(dengan memperhatikan terjadinya penguapan).

Penyebaran bubuk urea biasanya dilakukan sekitar pukul 12.00, dengan perhitungan
awan dalam kelompok-kelompok kecil telah terbentuk, sehingga memungkinkan
penggabungan awan dalam kelompok besar. Kelompok awan besar yang dimaksud
yang dasarnya tampak kehitam-hitaman.

Saat awan besar dengan dasar yang kehitam-hitaman terbentuk, sekitar pukul 15.00
dilakukan penyebaran larutan campuran yang telah dikemukakan di atas.
Perhitungannya pada jam-jam tersebut awan telah terbentuk.

Perhitungan lainnya yang harus diperhatikan adalah faktor cuaca yang memenuhi
persyaratan, yaitu yang mengandung uap air dengan kelembapan minimal 70%.
Kelembapan harus memadai sehingga waktu inti kondensasi (NaCl dan CaCl2)
disebarkan akan segera terjadi kondensasi. Kecepatan angin juga di daerah itu sekitar
10 knots dan tak terdapat lapisan inversi di udara.

4
ALAT UKUR CURAH HUJAN

Hujan adalah peristiwa turunnya titik-titik air atau kristal-kristal es dari awan sampai
ke permukaan tanah. Curah hujan (dalam satuan mm.) merupakan ketinggian air hujan
yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak
mengalir.

Alat untuk mengukur jumlah curah hujan yang turun kepermukaan tanah per satuan
luas, disebut Penakar Hujan. Satuan curah hujan yang umumnya dipakai oleh BMKG
adalah millimeter (mm.). Jadi jumlah curah hujan yang diukur, sebenarnya adalah
tebalnya atau tingginya permukaan air hujan yang menutupi suatu daerah luasan di
permukaan bumi / tanah. Curah hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu
meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1 (satu) millimeter atau
tertampung air sebanyak 1 (satu ) liter atau 1000 ml. Misalnya disuatu daerah atau
lokasi pengamatan curah hujannya 10 mm., itu berarti daerah luasan sekitar daerah /
lokasi tergenangi oleh air hujan setinggi atau tebalnya 10 millimeter (mm.)

5
Alat penakar hujan terbagi dalam 2 jenis yaitu :

a. Penakar hujan biasa tipe Obervatorium (Obs.) atau non recording.

b. Penakar hujan Otomatis / penakar hujan yang dapat mencatat sendiri (self-
recording).

Penakar hujan Otomatis terbagi dalam 2 type :

1. Penakar Hujan Otomatis type Hellmann yaitu penakar hujan yang menggunakan
sistem pelampung ( Float ).

2. Penakar Hujan Otomatis yang menggunakan sistemTipping Bucket.

A. PENAKAR HUJAN BIASA (OBS)

Penakar hujan ini tidak dapat mencatat sendiri (non recording), bentuknya sederhana
terbuat dari seng plat tingginya sekitar 60 Cm dicat aluminium, ada juga yang terbuat
dari pipa pralon tingginnya 100 Cm. Penakar hujan biasa terdiri dari :

1. Sebuah corong yang dapat dilepas dari bagian badan alat, mulut corong ( bagian
atasnya ) terbuat dari kuningan yang berbentuk cincin ( lingkaran ) dengan luas 100
Cm2.

2. Bak tempat menampung air hujan.

3. Kran, untuk mengeluarkan air dari dalam bak ke gelas ukur.

4. Kaki yang berbentuk silinder, tempat memasang penakar hujan pada pondasi kayu
dengan cara disekrup.

5. Gelas ukur penakar hujan untuk luas corong 100 cm2 , dengan skala ukur 0 s/d 25
mm. Keseragaman pemasangan alat, cara pengamatan, dan waktu observasi sangat
diperlukan untuk memperoleh hasil pengamatan yang teliti, dengan maksud data
yang dihasilkan dapat dibandingkan satu sama lain.

Tetapi banyak penakar hujan yang dipasang pada Stasiun Meteorologi Khusus / Stasiun
kerja sama yang belum atau tidak mempunyai taman alat, dalam hal ini untuk
penentuan tempat pemasangan penakar hujan perlu diperhatikan hal – hal berikut :

1. Penakar hujan harus dipasang pada lapangan terbuka, tanpa ada gangguan
disekitar penakar, seperti pohon dan bangunan, kabel atau antene yang melintang

6
diatasnya. Jarak yang terdekat antara pohon / bangunan dengan penakar hujan
adalah 1 kali tinggi pohon / bangunan tersebut.

2. Penakar hujan tidak boleh dipasang pada tanah miring (lereng bukit), puncak
bukit, diatas dinding atau atap.

3. Penakar dipasang dengan cara disekrup / dipaku pada balok bulat yang dicat putih
dan ditanam pada pondasi beton (lihat gambar), sehingga tinggi penakar hujan dari
permukaan corong sampai permukaan tanah 120 Cm.(lihat gbr), letak penampang
corong harus datar (horizontal) bukaan kran diberi kunci gembok sebagai pengaman.

4. Penakar harus dipagar keliling dengan kawat, ukuran 1.5 m x 1.5 m dengan tinggi
1m, agar tidak dapat diganggu binatang dan orang yang tidak berkepentingan.

Cara pengamatan

1. Pengamatan untuk curah hujan harus dilakukan tiap hari pada jam 07.00 waktu
setempat, atau jam-jam tertentu.

2. Buka kunci gembok dan letakkan gelas penakar hujan dibawah kran, kemudian kran
dibuka agar airnya tertampung dalam gelas penakar.

3. Jika curah hujan diperkirakan melebihi 25 mm. sebelum mencapai skala 25 mm.
kran ditutup dahulu, lakukan pembacaan dan catat. Kemudian lanjutkan pengukuran
sampai air dalam bak penakar habis, seluruh yang dicatat dijumlahkan.

4. Untuk menghindarkan kesalahan parallax, pembacaan curah hujan pada gelas


penakar dilakukan tepat pada dasar meniskusnya.

5. Bila dasar meniskus tidak tepat pada garis skala, diambil garis skala yang terdekat
dengan dasar meniskus tadi.

6. Bila dasar meniskus tepat pada pertengahan antara dua garis skala, diambil atau
dibaca ke angka yang ganjil, misalnya : 17,5 mm. menjadi 17 mm, 24,5 mm. menjadi
25 mm.

7. Untuk pembacaan setinggi x mm dimana 0,5 / x / 1,5 mm, maka dibaca x = 1 mm.

8. Untuk pembacaan lebih kecil dari 0,5 mm, pada kartu hujan ditulis angka 0 (Nol)
dan tetap dinyatakan sebagai hari hujan.

9. Jika tidak ada hujan, beri tanda ( – ) atau ( . ) pada kartu hujan.

7
10. Jika tidak dapat dilakukan pengamatan dalam satu atau beberapa hari, beri tanda
(X) pada kartu hujan.

11. Apabila gelas penakar hujan biasa (Obs.) pecah, dapat digunakan gelas penakar
hujan Hellman dimana hasil yang dibaca dikalikan 2. Atau dapat juga dipakai gelas
ukur yang berskala ml.

Pemeliharaan

1. Alat harus selalu dijaga tetap bersih, dan dicat aluminium.

2. Kayu di cat putih, supaya tahan lama terhadap rayap dan cuaca.

3. Corong harus tetap bersih, tidak boleh tertutup oleh benda-benda atau kotoran yang
dapat menyumbatnya.

4. Kran harus selalu diperiksa, jika bocor (air menetes keluar) sumbu pembuka kran
dikeluarkan kemudian diberi gemuk. Apabila badan penakar hujan bocor, maka harus
segera diperbaiki dengan disolder.

5. Bak penampung air hujan harus sering dikontrol dan dibersihkan dari endapan debu
/ kotoran, dengan jalan menuangkan air kedalamnya dan kran dibuka.

6. Gelas penakar hujan harus dijaga tetap bersih jangan sampai berlumut, dan disimpan
pada tempat yang aman agar tidak terjatuh / pecah.

7. Rumput disekitar tempat penakar hujan dipasang, harus selalu pendek dan rapih tidak
boleh ada semak semak disekitarnya.

B. PENAKAR HUJAN OTOMATIS PENAKAR HUJAN OTOMATIS TYPE


HELLMANN

Penakar hujan Otomatis type Hellman adalah penakar hujan yang dapat mencatat
sendiri, badannya berbentuk silinder, luas permukaan corong penakarnya 200 Cm2,
tingginya antara 100 sampai dengan 120 Cm. Jika pintu penakar hujan dalam keadaan
terbuka, maka bagian dalamnya akan terlihat seperti gambar terlampir :

8
Syarat -syarat pemasangan

Pada umumnya persyaratan tempat pemasangan alat penakar hujan type Hellman, sama
dengan alat penakar hujan biasa (Obs). Alat ini dipasang dengan cara disekrup pada
alas papan yang dipasang pada pondasi beton, sehingga tinggi permukaan corongnya
dari permukaan tanah adalah 140 Cm. Letak permukaan corong penakar, dan dasar
tempat meletakkan tabung berpelampung harus benar-benar datar (waterpas).

Prinsip kerja alat

Jika hujan turun, air hujan akan masuk kedalam tabung yang berpelampung melalui
corongnya, air yang masuk kedalam tabung mengakibatkan pelampung beserta
tangkainya terangkat (naik keatas). Pada tangkai pelampung terdapat tangkai pena yang
bergerak mengikuti tangkai pelampung, gerakan pena akan menggores pias yang
diletakkan/digulung pada silinder jam yang dapat berputar dengan sendirinya.
Penunjukkan pena pada pias sesuai dengan jumlah volume air yang masuk ke dalam
tabung, apabila pena telah menunjuk angka 10 mm. maka air dalam tabung akan keluar
melalui gelas siphon yang bentuknya melengkung. Seiring dengan keluarnya air maka
pelampung akan turun, dan dengan turunnya pelampung tangkai penapun akan
bergerak turun sambil menggores pias berupa garis lurus vertikal. Setelah airnya keluar
semua, pena akan berhenti dan akan menunjuk pada angka 0, yang kemudian akan naik
lagi apabila ada hujan turun.

Cara mengkalibrasi penakar hujan type Hellmann

Mengkalibrasi penakar hujan type Hellmann, dapat juga diartikan penyetelan pertama
atau penyetelan ulang kedudukan posisi pena dan posisi pipa gelas siphon sebelum alat
dioperasikan. Penyetelan yang dilakukan disini adalah penyetelan untuk menentukan
kedudukan / posisi pena dipias pada posisi awal 0 mm dan posisi puncak angka 10 mm.

Cara yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Ambil silinder jam, putar per secukupnya, pasang pias pada silinder tersebut dengan
menggunakan penjepitnya, kemudian letakkan silinder jam pada sumbunya dengan
hati-hati.

2. Tuangkan air ke dalam corong secukupnya, sampai air keluar melalui pipa gelas
siphon. Setelah air berhenti mengalir, berarti permukaan air berada tepat pada ujung
bawah saluran gelas siphon yang berada pada tabung.

9
3. Pada kedudukan demikian, pena harus menunjuk posisi awal yaitu angka 0 pada
pias. Jika pena menunjuk lebih atau kurang dari 0, maka kedudukannya dapat diatur
dengan jalan mengendurkan sekrup yang menyekrup tangkai pena dengan tangkai
pelampung. Setelah sekrup kendur, kedudukan pena dapat disetel (dinaikkan atau
diturunkan) sehingga pena menunjuk pada angka 0, kemudian sekrup tadi
dikencangkan kembali.

4. Setelah memperoleh posisi pena pada angka 0, tindakan selanjutnya ialah


menentukan posisi puncak pena yaitu pada angka 10. Caranya tuangkan air sebanyak
10 mm. sesuai takaran pada gelas hujan Hellmann atau sebanyak 200 cc (200 ml)
kedalam corong penakar hujan secara perlahan-lahan, sambil memperhatikan gerakan
pena dan kedudukan air dalam gelas siphon. Bila air telah tertuang semua dan pena
tepat menunjukkan angka 10 pada pias, namun air belum tertumpah keluar melalui pipa
gelas siphon berarti kedudukan gelas siphon terlalu tinggi. Untuk itu kedudukan pipa
gelas siphon harus diturunkan yaitu dengan cara mengedurkan klem/sekrup yang
terdapat pada gelas siphon. Kemudian secara perlahan-lahan masukkan (turunkan gelas
siphon) dengan arah kedalam tabung, sambil memperhatikan permukaaan air yang
terdapat pada lengkungan gelas siphon.

5. Jika keadaan terjadi sebaliknya, yaitu air sudah tumpah keluar sebelum pena
menunjukkan angka 10, berarti kedudukan pipa gelas siphon terlalu rendah. Untuk
mengatasinya kendurkan sekrup dan tarik keatas pipa gelas siphon secukupnya,
kemudian ulangi lagi perlakuan seperti diatas, sehingga apabila dituangkan air
sebanyak 200ml. Pena akan turun tepat pada posisi angka 10mm pada pias.

6. Setelah penyetelan posisi pena pada angka 0 dan 10, kemudian lakukan beberapa
kali menuangkan air sebanyak 200 cc dan apabila hasilnya baik, maka alat siap
dioperasikan.

Pemeliharaan alat penakar hujan type Hellmann

a. Corong penakar hujan harus selalu diperiksa dan dibersihkan dari debu / kotoran
agar tidak menyumbat.

b. Pena harus tetap bersih bila rusak segera diganti, apabila penanya jenis catridge agar
diganti kalau sudah tidak nyata pencatatannya. Pemasangan kembali pena tidak boleh
terlalu keras menekan pias, karena akan mengganggu kepekaan dan ketelitian alat.

10
c. Apabila gerakan pelampung saat naik dan turun tidak lancar atau tersendat, bersihkan
tangkai pelampung dan periksa / bersihkan pipa gelas siphon serta tabung tempat
pelampung dari kotoran / lumut yang melekat.

C. PENAKAR HUJAN OTOMATIS TYPE TIPPING BUCKET

Penakar hujan Otomatis type Tipping bucket terbagi 2 macam yaitu :

1. Penakar Hujan Tipping Bucket yang sistem kerjanya mekanik

Penakar hujan Tipping Bucket jenis ini yaitu merk Jules Richard, yang terpasang dan
dioperasikan dibeberapa Stasiun Meteorologi BMG pada tahun 1976, kemungkinan
besar saat ini sudah banyak yang tidak dioperasikan lagi. Luas permukaan corong
penakar hujan ini 400 Cm2. Silinder jam untuk meletakkan pias, serta perlengkapan
bucketnya berada pada satu kotak, dan dapat diangkat keluar dari badan penakar hujan
saat penggantian pias. piasnya berskala 50 mm. Pada saat penggantian pias kedudukkan
pena tidak perlu dirubah atau diturunkan, sebagaimana halnya pada penakar hujan type
Hellman. Dalam pemasangan alat ini, tinggi permukaan corongnya 140 Cm dari
permukaan tanah.

Prinsip kerja alat :

Air hujan akan masuk melalui permukaan corong penakar, kemudian mengalir untuk
mengisi salah satu bucket. Setiap jumlah air hujan yang masuk sebanyak 0.5 mm. atau
sejumlah 20 ml maka bucket akan berjungkit, dimana bucket yang satunya akan
terangkat dan siap untuk menerima air hujan yang akan masuk berikutnya. Pada saat
bucket berjungkit maka pena akan menggores pias 0.5 skala (0,5 mm.), pena akan
menggores pias dengan gerakan naik ataupun turun. Demikianlah seterusnya bucket
akan bergantian berjungkit bila ada air hujan yang masuk, dari goresan pena pada skala
pias dapat diketahui jumlah curah hujannya.

2. Penakar hujan Tipping Bucket yang sistem kerjanya elektrik.

Pada umumnya peralatan Automatic Weather Station (AWS) yang kini banyak
dioperasikan di Stasiun Meteorologi, perangkat sensor penakar hujannya menggunakan
Tipping Bucket. Dimana pada saat bucketnya saling berjungkit, secara elektrik terjadi
kontak dan menghasilkan keluaran nilai curah hujan yang displaynya dapat dilihat pada
monitor. Penakar hujan type tipping bucket, nilai curah hujannya tiap bucket berjungkit

11
tidak sama, serta luas permukaan corongnya beragam tegantung dari merk
pembuatnya. Jadi dalam kita mengoperasikan penakar hujan jenis tipping bucket, kita
harus pula mengetahui secara teliti dasar dari perhitungan data yang dihasilkannya.
Untuk itu perlu dilakukan pengetesan atau mengkalibrasinya, dengan cara menuangkan
sejumlah air sesuai dengan luas permukaan corong dan nilai curah hujan tiap jungkit /
tip bucketnya. Jadi nilai curah hujan 1 mm yang masuk pada luasan permukaan corong
yang berbeda, maka volume air yang tertampung pun berbeda.

Pemeliharaan

a. Corong penakar, terutama pada bagian saringannya / debris filter (lihat gambar),
harus selalu diperiksa dan dibersihkan dari debu atau kotoran yang melekat , sehingga
tidak akan menyumbat masuknya air hujan.

b. Perangkat tipping bucket secara periodik diperiksa, serta dibersihkan dari kotoran
yang melekat, supaya keseimbangannya tetap terjaga sehingga hasil pencatatannya
tetap teliti.

c. Disamping pemeriksaan tersebut diatas, diperiksa pula saluran kabel-kabel dan


konektornya.

12

Anda mungkin juga menyukai