Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
2. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan).
2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif
hingga kondisi maladaptif
3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008).
3. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
1) Pralansia (prasenilis), Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Lansia, Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia Resiko Tinggi, Seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI, 2003)
4) Lansia Potensial, Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,
2003).
5) Lansia Tidak Potensial, Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,
2003).
4. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan
bermacam-macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
1) Tipe arif bijaksana, Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2) Tipe mandiri, Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang
dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman
pergaulan, serta memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas, Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin,
menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman
yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut,
sulit dilayani dan pengkritik.
4) Tipe pasrah, Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib
baik, mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti
kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
5) Tipe bingung, Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh
(Nugroho, 2008).
2. Etiologi
Penyebab dari DM Tipe II antara lain (FKUI, 2011):
1. Penurunan fungsi cell β pancreas
Penurunan fungsi cell β disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan
menyebabkan peningkatan stress oksidatif, IL-1b DAN NF-kB
dengan akibat peningkatan apoptosis sel β.
b) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan
adiposa dalam proses lipolisis akan mengalami metabolism non
oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga
terjadi apoptosis.
c) Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat
sehingga kadar glukosa darah akan meningkat, karena itu sel beta
akan berusaha mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi
insulin hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin
juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta yang akan ditumpuk
disekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan
mendesak sel beta itu sendiri sehingga akirnya jumlah sel beta dalam
pulau Langerhans menjadi berkurang. Pada DM Tipe II jumlah sel
beta berkurang sampai 50-60%.
d) Efek incretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan
cara meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin
dan mengurangi apoptosis sel beta.
e) Usia
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan
semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus
meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan
toleransi glukosa mencapai 50 – 92%. Proses menua yang
berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan
anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat
sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan ahirnya pada tingkat organ
yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh
yang mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang
mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang
mempengaruhi kadar glukosa.
f) Genetik
2. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas,
tapi faktor-faktor berikut ini banyak berperan:
a) Obesitas
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap
glukosa darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel
diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan keaktifannya
kurang sensitif.
b) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
c) Kurang gerak badan
d) Faktor keturunan (herediter)
e) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi
sistem saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal
medular dan bila stress menetap maka sistem hipotalamus pituitari
akan diaktifkan. Hipotalamus mensekresi corticotropin releasing
faktor yang menstimulasi pituitari anterior memproduksi kortisol,
yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah
5. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes
Association’s Expert Committee on the Diagnosis and Classification of
Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin,
2009)
a. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah
tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin
dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk
mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi
sebelum usia 30 tahun.
b. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah
tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap
insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan
insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika
kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
c. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik),
obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
d. Diabetes Kehamilan: Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.
6. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara
lain (Stockslager L, Jaime & Liz Schaeffer, 2007) :
a. Hipoglikemia
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang
di obati dengan insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini
mungkin di sebabkan oleh pemberian insulin yang berlebihan, asupan
kalori yang tidak adekuat, konsumsi alkohol, atau olahraga yang
berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia dapat berkisar dari ringan
sampai berat dan tidak disadari sampai kondisinya mengancam jiwa.
b. Ketoasidosis diabetic
Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan
kondisi yang mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi
pada lansia dengan diabetes Tipe 1, tetapi kadang kala dapat terjadi pada
individu yang menderita diabetes Tipe 2 yang mengalami stress fisik
dan emosional yang ekstrim.
c. Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosmolar
hyperglycemic syndrome, HHNS) atau koma hyperosmolar
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada
pasien yang menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis,
HHNS di tandai dengan hiperglikemia berat(kadar glukosa darah di atas
800 mg/dl), hiperosmolaritas (di atas 280 mOSm/L), dan dehidrasi berat
akibat deuresis osmotic. Tanda gejala mencakup kejang dan hemiparasis
(yang sering kali keliru diagnosis menjadi cidera serebrovaskular) dan
kerusakan pada tingkat kesadaran (biasanya koma atau hampir koma).
d. Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan
kebas atau nyeri dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga
bermanifestasi dalam berbagai cara, yang mencakup gastroparesis
(keterlambatan pengosongan lambung yang menyebabkan perasaan
mual dan penuh setelah makan), diare noktural, impotensi, dan hipotensi
ortostatik.
e. Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens
hipertensi 10 kali lipat dari yang di temukan pada lansia yang tidak
menderita diabetes. Hasil ini lebih meningkatkan resiko iskemik
sementara dan penyakit serebrovaskular, penyakit arteri koroner dan
infark miokard, aterosklerosis serebral, terjadinya retinopati dan
neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta depresi sistem saraf pusat.
f. Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena
kandungan glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan
bakteri. Hal ini membuat lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran
kemih serta vaginitis.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut (FKUI, 2011) :
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (FKUI, 2011) :
a. Diet
b. Latihan
c. Pemantauan
d. Terapi (jika diperlukan)
e. Pendidikan
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus:
1. Aktivitas / istirahat
Tanda : - Takikardia
5. Makanan / cairan
- Mual / muntah
- Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa /
karbohidrat.
- Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu
- Haus
- Penggunaan diuretic (tiazid)
6. Nyeri / kenyamanan
7. Pernafasan
B. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin
b. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan berlebih, tidak
adekuatnya intake cairan
c. Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan primer
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.
Stockslager L, Jaime dan Liz Schaeffer. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatric.
Jakarta:EGC.