Anda di halaman 1dari 68

44

BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian

1. Temuan Umum

a. Kondisi Geografis

Nagari Alam Pauh Duo pada mulanya merupakan bagian dari

Kecamatan Sungai Pagu, pada tahun 2002 terjadi pemekaran wilayah

nagari, yang bernama Nagari Alam Pauh Duo dalam wilayah Kecamatan

Sungai Pagu. Nagari Alam Pauh Duo terdiri dari 10 jorong, antara lain :

Tabel 3. Jorong Nagari Alam Pauh Duo


No Nama Jorong
1 Jorong Pakan Salasa (Jorong Induk)
2 Jorong Durian Tigo Capang – Pakan Salasa
3 Jorong Ampalu
4 Jorong Pekonina (Jorong Induk)
5 Jorong Sapan Sari – Pekonina
6 Jorong Kampung Baru- Pekonina
7 Jorong Taratak Tinggi- Pekonina
8 Jorong Lubuk Peraku-Pekonina
9 Jorong Simancuang
10 Jorong Karang Hitam-Simancuang
Sumber: Kantor Wali Nagari Alam Pauh Tahun 2015

44
45

Batas-batas Nagari Alam Pauh Duo :

Sebelah Utara berbatas dengan : Nagari Pulakek Koto Baru.

Sebelah Selatan berbatas dengan : Nagari Lubuk Gadang Selatan.

Sebelah Barat berbatas dengan : Nagari Pauh Duo Nan Batigo.

Sebelah Timur berbatas dengan : Kabupaten Sijunjung.

b. Kependudukan

Kepadatan penduduk menjadi hal terpenting dalam melihat kondisi

dari penduduk suatu daerah. Adanya data-data demografi dari suatu daerah

atau nagari akan membantu suatu kebijaksanaan yang akan diputuskan dan

dijalankan oleh pemerintah termasuk pemerintahan nagari. Berdasarkan

catatan dari kantor wali Nagari Alam Pauh Duo jumlah penduduk Nagari

Alam Pauh Duo secara keseluruhan sesuai dengan pendataan 2015

sebanyak 8.126 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 2.216, untuk lebih

jelasnya dapat dilihat dari tabel dibawah ini dengan rincian sebagai

berikut:
46

Tabel 4. Jumlah Penduduk Nagari Alam Pauh Duo

No Jorong Jumlah KK Jumlah Jiwa


1 Pakan Salasa 297 1.160
2 Durian Tigo Capang 269 1.089
3 Ampalu 201 837
4 Pekonina 398 939
5 Sapan Sari-Pekonina 195 708
6 Kampung Baru-Pekonina 287 1.045
7 Taratak Tinggi-Pekonina 203 784
8 Lubuk Peraku-Pekonina 142 617
9 Simancuang 115 568
10 Karang Hitam 109 379
Jumlah 2.216 8.126
Sumber: Kantor Wali Nagari Alam Pauh Duo 2015
47

Tabel 5. Jumlah Penduduk Nagari Alam Pauh Duo Berdasarkan


Jenis Kelamin

No Jorong Penduduk
L P Total
1 Pakan Salasa 576 584 1.160
2 Durian Tigo Capang 557 532 1.089
3 Ampalu 333 504 837
4 Pekonina 343 596 939
5 Sapan Sari-Pekonina 376 332 708
6 Kampung Baru-Pekonina 539 506 1.045
7 Taratak Tinggi-Pekonina 377 407 784
8 Lubuk Peraku-Pekonina 302 315 617
9 Simancuang 284 284 568
10 Karang Hitam 209 170 379
Jumlah 3.896 4.230 8.126
Sumber: Kantor Wali Nagari Alam Pauh Duo tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas jumlah penduduk Nagari Alam Pauh

Duo berdasarkan jenis kelaminnya disetiap jorong adalah Jorong Pakan

Selasa 576 jiwa laki-laki 584 jiwa perempuan, Jorong Durian Tigo

Capang 557 jiwa laki-laki 532 jiwa perempuan, Jorong Ampalu 333 jiwa

laki-laki 504 jiwa perempuan, Jorong Pekonina 343 jiwa laki-laki 596 jiwa

perempuan, Jorong Sapan Sari-Pekonina 376 jiwa laki-laki dan 332 jiwa

perempuan, Jorong Kampung Baru-Pekonina 539 jiwa laki-laki 506 jiwa

perempuan, Jorong Taratak Tinggi 377 jiwa laki-laki 407 jiwa perempuan,

Jorong Lubuk Peraku-Pekonina 302 jiwa laki-laki 315 jiwa perempuan,


48

Jorong Simancuang 284 jiwa laki-laki dan 284 jiwa perempuan, dan

Jorong Karang Hitam 209 jiwa laki-laki dan 170 jiwa perempuan. Nagari

Alam Pauh Duo pada laporan penduduk Bulan Desember tahun 2015

berpenduduk sebanyak 8.126 jiwa. Dari data diatas dapat dilihat bahwa di

Kenagarian Alam Pauh Duo perempuan lebih banyak dari laki-laki dengan

perincian 4.230 jiwa dan 3.896 jiwa.

c. Mata Pencaharian

Dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari baik sandang,

pangan dan papan maupun kebutuhan lainnya yang bersifat materi maupun

non materi perlu suatu mata pencaharian yang bervariasi. Demikian juga

dengan masyarakat di Nagari Alam Pauh Duo yang merupakan penduduk

asli memiliki mata pencaharian yang heterogen. Mata pencaharian utama

penduduk Nagari Alam Pauh Duo adalah petani, mereka mengolah tanah

pertanian sebagian besar adalah tanah warisan yang diturunkan melalui

warisan adat Minangkabau. Namun ada juga yang diperoleh dari membeli

dan jerih payah sendiri. Penduduk Nagari Alam Pauh Duo bermata

pencaharian sebagai petani adalah 36.5% dari penduduk Nagari Alam

Pauh Duo atau sebanyak 2.972 orang , penduduk Nagari Alam Pauh Duo

berprofesi sebagai buruh adalah 16% atau 1.325 orang, terutama buruh

tani. Penduduk yang bermata pencaharian pedagang sebanyak 7% atau 607

orang, PNS dan TNI/Polri sebanyak 1% atau 69 orang. Sedangkan yang


49

bermata pencaharian wiraswasta jumlahnya tercatat sebanyak 14% atau

1.142 orang. Sementara yang bekerja dan lain-lain (kontraktor, sopir,

tukang ojek dan sebagainya tercatat sebanyak 5% atau 341 orang dari

jumlah penduduk dan yang belum bekerja sebanyak 20.5% atau 1.670

orang. Untuk lebih jelas jenis pekerjaan masyarakat Nagari Alam Pauh

Duo dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

Tabel 6. Mata Pencaharian Penduduk Nagari Alam Pauh Duo

No Mata Pencarian Jumlah (%) Jumlah

1 Buruh 16% 1.325

2 Petani 36.5% 2.972

3 Pedagang 7% 607

4 PNS dan TNI/Polri 1% 69

9 Swasta 14% 1.142

10 Belum bekerja 20.5% 1.670

11 Dan lain-lain 5% 341

Jumlah 100% 8.126

Sumber : Kantor Wali Nagari Alam Pauh Duo Tahun 2015


Dari data diatas jelaslah bahwa masyarakat di Nagari Alam Pauh

Duo paling banyak bermata pencaharian petani, karena memang didukung

dengan keadaan alam yang bagus untuk pertanian.


50

d. Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar

untuk menambah ilmu pengetahuan, sekaligus dapat mengangkat harkat

dan martabat seseorang pada derajat yang lebih tinggi. Oleh sebab itu

pendidikan telah menjadi suatu kebutuhan pokok manusia terutama

mereka yang berada pada usia sekolah, begitu pula halnya dengan

masyarakat di Nagari Alam Pauh Duo yang menganggap bahwa

pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting untuk menunjang masa

depan.

Minat pendidikan penduduk Nagari Alam Pauh Duo cukup tinggi ,

hal ini ditunjukan dengan jumlah penduduk pada tingkat Sekolah Dasar

(SD) sebanyak 212 orang, tingkat SLTP sebanyak 125 orang, tingkat

pendidikan SLTA sebanyak 473 orang, dan tingkat perguruan tinggi mulai

dari D1 hingga S3 berjumlah 397. Sedangkan yang belum sekolah dan

tidak sekolah berjumlah 935 orang dan 855 orang, sementara tamatan SD,

SLTP dan SLTA berjumlah 1.943 orang, 1.214 orang dan 1.129 orang

serta tamatan Perguruan Tinggi berjumlah 843 orang. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat dalam tabel berikut:


51

Table 7. Pendidikan di Nagari Alam Pauh Duo

No Pendidikan Jumlah (%)

1. Sekolah Dasar/ SD 212

2. SLTP 125

3. SLTA 473

4. Perguruan tinggi 397

5. Belum Sekolah 935

6. Tidak Pernah Sekolah 855

7. Tamatan SD 1.943

8. Tamatan SLTP 1.214

9. Tamatan SLTA 1.129

10. Tamatan PT 843

Jumlah 8.126

Sumber : Kantor Wali Nagari Alam Pauh Duo Tahun 2015

e. Keagamaan

Penduduk Nagari Alam Pauh Duo 100 % beragama Islam. Hal ini

tercermin dari banyaknya Mesjid dan Musalla di setiap jorong. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


52

Tabel 8. Mesjid dan Musholla Nagari Alam Pauh Duo

Banyak
No Nama Jorong Banyak Mesjid
Musholla

1 Pakan Selasa 1 Buah 3 Buah

2 Durian Tigo Capang 1 Buah 1 Buah

3 Ampalu 1 Buah 2 Buah

4 Pekonina 2 Buah 1 Buah

5 Sapan Sari 2 Buah 1 Buah

6 Kampung Baru 1 Buah 2 Buah

7 Taratak Tinggi 1 Buah 2 Buah

8 Lubuk Peraku 1 Buah -

9 Simancuang 1 Buah 1 Buah

10 Karang Hitam - 1 Buah

Jumlah 11 Buah 14 Buah

Sumber : Kantor Wali Nagari Alam Pauh Duo 2015

Dalam kehidupan beragama ada keunikan di masyarakat Nagari

Alam Pauh Duo dan juga di nagari- nagari lain di Kecamatan Pauh Duo

yaitu untuk memeriahkan Hari raya Islam, hari besar Islam dinagari

Alam Pauh Duo ada 3 hari Raya yaitu :

1. Hari raya Lepas Puasa, yang disebut Hari Rayo Malapeh yang sering

disebut juga Hari Lebaran.


53

2. Hari Raya haji yang disebut hari Raya Aidil Adha atau hari Raya

Korban yang disebut hari Raya Haji , tepatnya pada tanggal 10

Zulhijjah.

3. Hari raya Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Yang tepatnya pada

tanggal 12 Rabiul Awal. Biasanya pada hari raya ini masyarakat

merayakan dengan tradisi yang disebut maarak bungo lamang.

f. Bidang Adat dan Budaya

Kebudayaan yang berkembang di Nagari Alam Pauh Duo adalah

tidak jauh bedanya dengan kebudayaan di Solok Selatan dan Nagari-

nagari lain di Kecamatan Pauh Duo dan Minangkabau, seperti bentuk

rumah adat yang disebut Rumah Gadang di Minangkabau, tari-tarian,

randai, saluang dan Gandang Sarunai serta bemacam-macam tradisi

meliputi daam acara kematian, perkawinan, kelahiran dan lain-lain. Dalam

bidang seni beladiri, di Nagari Alam Pauh Duo untuk memperkaya

kasanah silat Minangkabau pada khususnya, Indonesia pada umumnya.

Beberapa aliran silat yang terdapat di Nagari Alam Pauh Duo pada

khususnya Minangkabau pada umumnya seperti : Silat Kumango, Silat

Luncua atau disebut Silat Angku Abun , Silat Staralak , Silat Calau dan

banyak lagi aliran Silat yang ada di Nagari Alam Pauh Duo, Silat-silat

tersebut adalah seni beladiri bagi masyarakat Nagari Alam Pauh Duo.
54

g. Sejarah Tradisi Mandarahi Kapalo Banda

Jorong Simancuang terbentuk pada tahun 1974 dengan adanya

keinginan dari masyarakat untuk mencari daerah baru untuk daerah

petanian. Pada awalnya jorong ini terbentuk dari bergeraknya sebuah

kelompok tani yang bernama Ranah Harapan yang merupakan kelompok

tani yang berasal dari Jorong Durian Tigo Capang. Kelompok tani ini

bergerak kearah Simancuang dan membuka lahan pertanian baru disana.

Kelompok tani ini diketuai oleh Bapak Bakhtiar (Katik Tiar) yang

didirikan atas dasar swadaya (usaha) yang tidak berbau ide dari suatu

kegiatan organisasi politik atau partai. Jika ada para pengurus atau anggota

yang berusaha memasukkan ide dari suatu kegiatan politik atau partai

politik kedalam kesatuan organisasi maka pengurus atau anggota tersebut

dikeluarkan dari keanggotaan kelompok dengan atau melalui musyawarah.

Kelompok tani ini bertujuan untuk menambah kecakapan para anggota

dibidang pertanian. Selain itu kelompok tani ini juga bertujuan untuk

menambah atau meningkatkan hasil produksi anggota dengan jalan

persatuan.

Pada mulanya yang membuka lahan pertanian hanyalah keanggotan

dari kelompok tani, namun lama kelamaan daerah ini dijadikan sebuah

pemukiman yang pada awalnya dinamai Lembah Simancuang dan

kemudian pada akhirnya disebut Simancuang. Wilayah Simancuang


55

merupakan wilayah hutan dan pertanian yang masih kosong kemudian

mulai diolah dan dijadikan lahan pemukiman dan lahan pertanian. Karena

merupakan daerah hutan tentunya banyak babi dan hama padi lainnya

yang akan mengancam. Untuk meminimalisir musuh atau hama padi maka

timbullah inisiatif untuk melakukan kegiatan bercocok tanam secara

bersama-sama dan serentak. Dalam kegiatan itulah kemudian dibentuk

kesepakatan untuk memulai kegiatan bercocok tanam (turun ke sawah)

yang kemudian kegiatan tersebut dilakukan secara terus menerus sehingga

menjadi tradisi di dalam masyarakat yang disebut tradisi mandarahi

kapalo banda.

2. Temuan Khusus

Sebagai upaya dalam penelitian yang dilakukan dalam mengetahui

pergeseran tradisi mandarahi kapalo banda di Jorong Simancuang Kenagarian

Alam Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan, maka peneliti melakukan observasi

dan wawancara dengan informan penelitian. Wawancara tersebut dilakukan

dengan wawancara terbuka dan tidak terstruktur. Dengan demikian peneliti

bisa menggali informasi secara mendalam dari informan mengenai hal-hal

yang berkaitan dengan penelitian tentang pelaksanaan dan bentuk pergeseran

serta dampak pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda di Jorong

Simancuang Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan. Adapun

beberapa aspek yang dikaji dalam penelitian ini meliputi:


56

a. Pelaksanaan Tradisi Mandarahi Kapalo Banda di Jorong Simancuang

Kenagarian Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok

Selatan

Tradisi mandarahi kapalo banda merupakan tradisi yang dilakukan

sejak dahulu dan masih dilakukan sampai sekarang ini secara turun

temurun. Menurut bapak Pendra Efendi 51 tahun pada wawancara tanggal

10 November 2016 menyatakan:

“Tradisi mandarahai kapalo banda ko alah samanjak dahulu


dilakuan, samanjak jorong simancuang ko ado. Karano
dahulunyo jorong simancuang ko adolah hutan jadi banyak
musuah padi ko. Untuk mangurangi musuah padi tu lah
makonyo disepakati untuk mulai turun ka sawah sacaro
basamo-samo dan serentak supayo musuah padi ko bakurang.
Kalau seandainyo dak basamo-samo atau serentak turun ka
sawah mako padi yang ditanamko abih dimakan musuah padi
se nyo seperti ciliang dan mancik dan berakibat pado hasil
panen”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“Tradisi mandarahi kapalo banda ini sudah dilakukan sejak
lama, karena dahulunya Jorong Simancuang ini adalah hutan
jadi banyak musuh atau hama padi. Untuk mengurangi musuh
atau hama padi tersebut makanya disepakati untuk memulai
bercocok tanam secara bersama-sama secara serentak supaya
hama padi tersebut berkurang. Jika tidak secara bersama-sama
atau serentak turun ke sawah maka padi yang telah ditanam
akan habis dimakan babi atau tikus dan akan berdampak pada
hasil panen”.
Senada dengan itu juga dikatakan oleh ibu Marni 53 tahun pada

wawancara tanggal 10 November yang merupakan masyarakat yang


57

pernah ikut dalam pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda sebagai

berikut :

“Tradisi mandarahi kapalo ko alah dilakukan samanjak dulu,


samanjak amak tingga disiko alah ado juo urang malakukan
tradisi turun ka sawah ko. Tujuannyo tardisi iko adolah
supayo hasil panen maningkek dan dak gagal panen,
masalahnyo nagari iko adolah kawasan hutan tantu banyak
musuah padi ko.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“Tradisi mandarahi kapalo banda ini sudah dilaksanakan sejak
lama, semenjak ibu tinggal disini tradisi turun ke sawah ini
sudah dan sudah dilaksanakan. Tujuannya adalah supaya hasil
panen meningkat dan tidak terjadi gagal panen, karena nagari
ini merupakan kawasan hutan tentu banyak musuh atau hama
padi”.
Disisi lain menurut Bapak Jalaludin Dt. Rajo Lelo mengatakan

bahwa :

“Tradisi mandarahi kapalo banda sudah dilaksanakan sejak


tahun 1984 yang kemudian dilakukan secara terus menerus
hingga saat ini. Karena sudah dilakukan sejak lama tradisi
mandarahi kapalo banda ini sudah menjadi suatu kewajiban
untuk dilakukan di jorong Simancuang ini”.
Dari hasil wawancara tersebut dapatlah dipahami bahwa tradisi

mandarahi kapalo banda ini sudah lama dilakukan sejak lama yaitu sejak

tahun 1984. Tradisi ini diwariskan secara turun temurun dan sampai saat

ini tradisi ini masih rutin dilakukan. Tujuan pelaksanaan tradisi ini adalah

untuk membuat kesepakatan turun ke sawah secara bersama-sama.


58

Ada beberapa tahapan pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo

banda diuraikan sebagai berikut :

1) Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan yang dilakukan masyarakat setempat

adalah rapat atau musyawarah jorong. Dalam musyawarah ini diundang

semua anggota masyarakat melalui mulut ke mulut dan musyawarah

tersebut dilaksanakan di mesjid. Sebagaimana yang dikatakan oleh Uni

Ires 45 tahun pada wawancara 27 Juli 2016 sebagai berikut :

“Sabalum tradisi ko diadoan, kami biasonyo maadokan rapek


terlebih dahulu. Tujuan rapek ko untuk membincangkan bara
iuran wajib yang akan dibayia oleh setiap kapalo keluarga.
Dalam rapek ko biasonyo diundang anggota masyarakat
kasadonyo termasuak tokoh-tokoh masyarakat yang ado di
jorong simancuang ko. Biasonyo kami ma adokan rapek ko di
mesjid karano disiko mesjid ko sebgai pusat sagalo kegiatan di
jorong ko”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
“Sebelum tradisi ini dilakukan, kami biasanya mengadakan
rapat terlebih dahulu. Tujuan rapat ini adalah untuk
membicarakan berapa iuran wajib yang akan dibayar oleh
setiap kepala keluarga. Dalam rapat ini biasanya diundang
semua anggota masyarakat yang ada di Jorong Simancuang ini.
Biasanya kami mengadakan rapat ini di mesjid karena disini
(Jorong Simancuang) mesjid sebagai pusat segala kegiatan”
Ibu Yusma juga menambahkan pada wawancara tanggal 27 Juli

2016 mengatakan:
59

“...satiok kami ka mangadokan tradisi mandarahi kapalo


banda, kami selalu musyawarah terlebih dahulu. Karano
banyak hal yang paralu untuk dibahas. Tidak mungkin
pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda dilakukan tanpa
adonyo perencanaan nan matang”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

“...setiap kami ingin mengadakan tradisi mandarahi kapalo


banda, kami selalu musyawarah terlebih dahulu. Karena
banyak hal yang perlu untuk dibahas, tidak mungkin
pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda dilakukan tanpa
adanya perencanaan yang matang”.
Hal ini dipertegas lagi dengan pernyataan Bapak Syahrial yang

pernah menjadi panitia pelaksana tradisi mandarahi kapalo banda

sebagai berikut:

“...musyawarah sabalun malakukan tradisi mandarahi


kapalo banda ko sangaik paralu diadokan, sabab dalam
musyawarah ko lah perencanaan tradisi mandarahi kapalo
banda dibahas supayo pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo
banda berjalan lancar”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“...musyawarah sebelum melakukan tradisi mandarahi
kapalo banda ini sangat perlu dilakukan, sebab dalam
musyawarah inilah perencanaan tradisi mandarahi kapalo
banda dibahas supaya pelaksanaan tradisi mandarahi berjalan
lancar.
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dipahami bahwa dalam

musyawarah tersebut dibicarakan mengenai perencanan pelaksanaan

tradisi mandarahi kapalo banda, kapan pelaksanaan tradisi turun ke

sawah dilakukan dan berapa banyak iuran yang diwajibkan bagi setiap
60

kepala keluarga di Jorong Simancuang tersebut. Iuran tersebut digunakan

untuk membeli kerbau yang akan disembelih pada saat pelaksanaan

tradisi mandarahi kapalo banda. Berdasarkan hasil observasi tanggal 3

Juli 2016 musyawarah tradisi mandarahi kapalo banda dilakukan di

mesjid karena di Jorong Simancuang mesjid berfungsi sebagai pusat

semua kegiatan.

Selain itu dalam musyawarah tersebut juga dipilih panitia yang

akan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo

banda. Sebagaimana yang dikemukakan oleh bapak Pendra Efendi

sebagai orang yang pernah menjadi anggota panitia pada wawancara

tanggal 10 November 2016 sebagai berikut:

“Dalam musyawarah tu dibentuk panitia, panitia ko


bertanggungjawab pado kelancaran pelaksanaan tradisi mandarahi
kapalo banda. Diantaro tugasnyo adolah mengumpulkan iuran yang
diwajibkan kapado kapalo keluarga, sesudah itu mambali kabau,
mambali bahan-bahan untuk masak-mamasak, menyebarkan
undangan. Biasonyo kami mengundang bupati, camat, dinas
pertanian, sampai ka wali beserta jajarannyo”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“Dalam musyawarah tersebut dibentuk panitia, panitia ini
bertanggung jawab terhadap kelancaran pelaksanaan tradisi
mandarahi kapalo banda. Diantaranya tugas panitia tersebut adalah
mengumpulkan iuran yang diwajibkan kepada kepala keluarga,
membeli kerbau, membeli bahan-bahan untuk masakan,
menyebarkan undangan. Biasanya kami mengundang bupati, camat,
dinas pertanian, sampai wali dan jajarannya”.
61

Senada dengan itu juga dikatakan oleh bapak kepala jorong pada

wawancara tanggal 10 November 2016 Bapak Pesvi Novendri sebagai

berikut:

“Musyawarah ko dilakukan untuak mambantuak panitia yang akan


bertanggungjawab untuk kelancaran pelaksanaan tradisi ko.
Musyawarah gunonyo untuak manentukan bilo tradisi mandarahi
kapalo banda ko akan diadokan, dan juga untuk menetapkan
brapao iuran nan diwajibkan bagi satiok kapalo keluarga (KK)”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“Musyawarah ini dilakukan untuk membentuk panitia yang akan
bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan tradisi
mandarahi kapalo banda. Musyawarah ini dilakukan juga untuk
menentukan kapan tradisi mandarahi kapalo banda dilakukan, dan
juga menetapkan berapa iuran yang diwajibkan bagi setiap Kepala
Keluarga (KK).
Dari hasil wawancara diatas dapat dipahami bahwa langkah

pertama yang dilakukan sebelum tradisi mandarahi kapalo banda

dilaksanakan adalah musyawarah. Musyawarah ini dilakukan dengan

mengikutsertakan semua anggota masyarakat. Dalam musyawarah

dibentuk panitia yang akan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

tradisi mandarahi kapalo banda. Tugas panitia diantaranya adalah

mengumpulkan iuran yang diwajibkan kepada kepala keluarga, membeli

kerbau, mambeli bahan-bahan untuk masakan, dan menyebarkan

undangan. Biasanya yang diundang adalah bupati, camat, dinas pertanian

dan wali beserta jajarannya. Selain membentuk panitia pelaksana dalam

musyawarah juga ditetapkan berapa iuran yang diwajibkan kepada setiap


62

Kepala Keluarga (KK). Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 3 Juli

pada saat masyarakat melakukan musyawarah jorong bahwa iuran wajib

yang disepakati adalah Rp100.000. Biasanya iuran yang diwajibkan juga

ditambah denagan beras 1 sukat (2 liter) namun untuk pelaksanaan tradisi

mandarahi kapalo banda yang dilakukan pada tanggal 27 Juli 2016 iuran

beras ditiadakan.

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 3 juli pada saat

musyawarah sebelum pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda

panitia pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda hanya terdiri dari

ketua pelaksana saja, yaitu bapak Jalaludin Dt. Lelo Derajo. Kemudian

dalam menjalankan tugas dibantu langsung oleh kepala jorong yakni

Pesri Novendri dan beberapa tokoh masyarakat yaitu Marza Arisman,

Edison dan Nofiardi. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam table berikut

ini:

Table 9. Susunan Panitia Pelaksanaan Tradisi Mandarahi Kapalo


Banda

No Nama Jabatan
1. Jalaludin Dt. Lelo Derajo Ketua Panitia
2. Pesvi Novendri Kepala Jorong (anggota)
3. Marza Arisman Anggota
4. Edison Anggota
5. Nofiardi Anggota
Sumber: Ketua pelaksana tradisi mandarahi kapalo banda Juli 2016
63

Dalam menjalankan tugas tidak semata-mata hanya dilakukan oleh

ketua dan anggota panitia pelaksana saja, tetapi juga dibantu dengan

masyarakat. Iuran yang disepakati dipungut langsung oleh bapak kepala

jorong dan seperti yang telah disepakati dalam musyawarah jorong yang

dilakukan tanggal 3 Juli 2016 setiap kepala keluarga wajib membayar

iuran Rp100.000. Sementara bagi masyarakat yang kurang mampu

membayar iuran tersebut maka iuran yang dibebankan adalah

semampunya.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 27 Juli dengan ketua

panitia Bapak Jalaludin Dt. Lelo Derajo menjelaskan jumlah uang masuk

Rp23.596.000 dan uang keluar Rp14.816.000 sehingga uang bersisa yang

kemudian dimasukkan ke dalam kas jorong Rp8.780.000. untuk lebih

jelasnya dapat dilihat dalam table berikut:


64

Table 10. Keuangan Tradisi Mandarahi Kapalo Banda

No Keterangan Pemasukan Pengeluaran Saldo


1. Iuran wajib Rp Rp17.600.000 Rp17.600.000
100.000 per KK
2. Penjualan Kepala Rp400.000 Rp18.000.000
Kerbau
3. Penjualan Tulang Rp100.000 Rp18.100.000
Kerbau
4. Penjualan Kulit Rp316.000 Rp18.316.000
Kerbau
5. Beli Kerbau Rp11.750.000 Rp6.666.000
6. Beli Bahan-Bahan Rp2.041.000 Rp4.625.000
Untuk Masak
7. Beli beras Rp825.000 Rp3.800.000
8. Biaya Transportasi Rp150.000 Rp3.650.000
Panitia
9. Beli Makanan Rp50.000 Rp3.600.000
untuk Panitia
10. Penjualan sisa Rp180.000 Rp3.780.000
beras
12. Kas Lama Rp5.000.000 Rp8.780.000
Jumlah Rp23.596.000 Rp14.816.000 Rp8.780.000
Sumber: Ketua Panitia Pelaksana Tradisi Mandarahi Kapalo Banda 2016

Dari table diatas terlihat iuran yang terkumpul oleh Rp17.600.000

ditambah dengan hasil penjualan kepala kerbau Rp400.000, hasil tulang

kerbau Rp100.000 dan hasil penjualan kulit kerbau Rp316.000 serta hasil
65

penjualan sisa beras Rp180.000 sehingga total pemasukan untuk

pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda pada tanggal 27 Juli 2016

ditambah sisa kas pada pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda

sebelumnya Rp5.000.000 adalah Rp23.596.000. Sedangkan biaya

pengeluaran pada pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda pada

tanggal 27 Juli 2016 adalah untuk beli kerbau Rp11.750.000, untuk beli

bahan-bahan masakan Rp2.041.000, untuk beli beras karena iuran beras

ditiadakan Rp825.000, biaya transportasi panitia Rp150.000 dan beli

makanan panitia Rp50.000 sehingga total Rp14.816.000. Sehingga uang

bersisa Rp8.780.000 yang dimasukkan kedalam kas jorong. Apabila iuran

untuk pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda selanjutnya kurang

maka ditambah dengan uang kas jorong, namun apabila berlebih mka

dimasukkan ke dalam kas jorong.

2) Tahapan Pelaksanaan

Ada beberapa langkah yang dilakukan pada pelaksanaan tradisi

mandarahi kapalo banda, sebagai berikut:

a) Penyembelihan hewan

Pada hari yang telah disepakati dalam musyawarah dan setelah

dilakukan pemungutan iuran maka dilaksanakanlah tradisi mandarahi

kapalo banda. Pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda ini diawali


66

dengan penyembelihan hewan ternak yaitu kerbau yang dilakukan pada

pagi hari jam 07.00 wib. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 27 Juli

panitia pelaksana tradisi mandarahi kapalo banda telah berkumpul di

mesjid pada jam 06.45 wib kemudian memberikan pengumuman kepada

seluruh masyarakat di Jorong Simancuang untuk berkumpul, dimana

pengumuman tersebut diumumkan oleh bapak kepala jorong dengan

menggunakan mic mesjid. Dimana isi pengumuman tersebut adalah

sebagai berikut:

“Assalammualaikum wr wb, kami beritahukan kepada


seluruh masyarakat seperti yang telah kita sepakati bahwa
pada hari ini akan dilaksanakan tradisi mandarahi kapalo
banda. dan seperti kesepakatan juga akan dilaksanakan pada
jam 07.00 wib, jadi diharapkan bapak dan ibu segera
berkumpul di mesjid. Atas perhatian bapak atau ibu kami
ucapkan terima kasih. Assalamualaikum wr wb”.
Setelah adanya pengumuman tersebut kemudian masyarakat mulai

berdatangan. Setelah masyarakat berkumpul maka dimulailah

pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda dengan penyembelihan

kerbau.

Sesuai kesepakatan dalam musyawarah jorong pada tanggal 3 Juli

2016 tradisi dilaksanakan jam 07.00 wib. Sesuai dengan hasil observasi

yang dilakukan peneliti dan dipertegas dengan yang diungkapkan oleh

bapak kepala jorong dalam wawancara pada tanggal 27 Juli 2016 yang

menyatakan bahwa tradisi mandarahi kapalo banda ini dilakukan setelah


67

masyarakat di Jorong Simancuang mulai berdatangan yang di awali

dengan penyembelihan kerbau dan pada pelaksanaan tradisi mandrahi

kapalo banda pada tanggal 27 Juli 2016 penyembelihan kerbau dilakukan

tepat pada jam 07.00 wib. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh

Bapak Katik Jalal yang merupakan seorang tokoh masyarakat dan selaku

ketua panitia pelaksana tradisi mandarahi kapalo banda pada tahun 2016

dalam wawancara 11 November 2016:

“Tradisi mandarahi kapalo banda ko biasonyo diawali dengan


penyembelihan kerbau yang dibeli dari iuran wajib setiap kepala
keluarga yang ada di jorong simancuang ko. Biasonyo kami mulai
menyembelih kabau ko mulai dari pagi kiro-kiro jam 07.00 wib.
Penyembelihan kabau ko kami lakukan sacaro basamo-samo,
penyembelihan kabau ko diadokan di kapalo banda yang kebetulan
badakek an lataknyo jo mesjid kami. Sasudah kami salasai
menyembelih kabau ko barulah kamudian kaum amak-amak
mamasak sacaro basamo-samo pulo di mesjid. Ah sasudah itu
sekitar siap sholat zuhur baru lah dimulai acara dengan agenda
makan basamo kamudian dilanjutkan dengan doa basamo. Sasudah
itu barulah kami buek kesepakatan bilo rancaknyo mulai turun ka
sawah.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“Tradisi mandarahi kapalo banda ini biasanya diawali dengan
penyembelihan kerbau yang dibeli dari iuran wajib setiap kepala
keluarga yang ada di Jorong Simancuang. Biasanya kami mulai
proses penyembelihan kerbau pada pagi hari sekitar jam 07.00 WIB.
Penyembelihan kerbau diadakan di kalapo banda yang kebetulan
berdekatan dengan mesjid. Setelah selesai proses penyemblihan
kerbau, kemudian tugas kaum ibu-ibu untuk memasak secara
bersama-sama di mesjid. Setelah itu sekitar selesai sholat Zuhur
maka mulailah acara dengan agenda makan bersama yang kemudian
dilanjutkan dengn doa bersama. Setelah itu barulah kami membuat
kesepakatan kapan baknya mulai turun ke sawah atau bercocok
tanam”.
68

Senada dengan itu juga dikatan oleh salah satu anggota masyarakat

Ibuk Sijus dalam wawancara pada tanggal 10 November 2016 :

“… tradisi mandarahi kapalo banda ko biasonyo dimulai pado


pagi hari yaitu tepatnyo jam 07.00. jam 07.00 tu alah mulai
penyembelihan kerbau, siap tu dilanjuik an jo mamasak, makan
basamo, doa dan mambuek kesepakatan turun ka sawah”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“… tradisi mandarahi kapalo banda ini biasanya dimulai pada
pagi hari yaitu tepatnya jam 07.00. Jam 07.00 sudah mulai
penyembelihan kerbau. Setelah itu dilanjutkan dengan memasak,
makan bersama, doa dan membuat kesepakatan turun ke sawah”.
Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dan didukung

dengan hasil wawancara diatas terlihat bahwa pelaksanaan tradisi

mandarahi kapalo banda ini diawali dengan penyembelihan kerbau

terlebih dahulu. Dalam pelaksaanaan tradisi mandarahi kapalo banda

yang dilakukan pada tanggal 27 Juli 2016 penyembelihan kerbau

dilakukan pada jam 07.00 wib. Setelah masyarakat berkumpul maka

dimulailah penyembelihan kerbau yang disembelih oleh imam mesjid

dengan alasan imam mesjid adalah orang yang dihormati di Nagari

Simancuang ini. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 27 Juli 2016

tradisi mandarahi kapalo banda tersebut dilaksanakan di mesjid,

sedangkan proses penyembelihan hewannya dilaksanakan di kapalo

banda yang berdekatan dengan mesjid. Alasan mesjid dijadikan sebagai

tempat pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda adalah karena

mesjid di Jorong Simancuang dijadikan sebagai pusat semua kegiatan


69

dan juga dikarenakan lokasi kapalo banda tempat penyembelihan kerbau

berdekatan dengan mesjid. Hal ini didukung dengan data hasil

wawancara tanggal 10 November 2016 dengan bapak Syahrial

mengatakan bahwa :

“…tradisi mandarahi kapalo bando ko dilakukan di mesjid dan


penyembelihan kerbau di kapalo banda yang dakek dengan mesjid.
Karano masjid bagi kami adalah tampek kami bakumpua dan
sagalo kegiatan kami bapusat di mesjid”.
Terjemahan dalam bahsa Indonesia:
“…tradisi mandarahi kapalo banda ini dilakukan di msjid dan
penyembelihan kerbau dilakukan di kapalo banda yang berdekatan
dengan dengan mesjid. Karena mesjid bagi kami adalah tempat
berkumpul dan semua kegiatan kami berpusat di mesjid”.
Dari data hasil wawancara diatas dipahami bahwa pelaksanaan

tradisi dilaksanakan di mesjid dan penyembelihan kerbau dilakukan di

kapalo banda didekat mesjid. Alasan mesjid sebagai tempat pelaksanaan

tradisi mandrahi kapalo banda adalah di Jorong Simancuang, mesjid

merupakan tempak berkumpul dan semua kegiatan dalam lingkup jorong

berpusat di mesjid.

b) Menguliti dan membersihkan daging kerbau

Setelah penyembelihan kerbau selesai dilakukan maka langkah

selanjutnya adalah menguliti dan membersihkan serta membagi-bagi

daging dilakukan oleh panitia pelaksana yang dibantu oleh bapak-bapak

yang ada di Jorong Simancuang. Daging kerbau tersebut dibagi menjadi


70

dua bagian. Sebahagian untuk dimasak dan sebagian lagi untuk dibagikan

kepada masyarakat. Berdasarkan hasil observasi ada tanggal 27 Juli 2016

daging yang tidak dimasak dibagikan kepada setiap kepala keluarga oleh

panitia pelaksananaan tradisi mandarahi kapalo banda dan setiap kepala

keluarga mendapatkan sekitar 1 Kg daging.

Gambar 1.1 Penyembelihan Kerbau pada Tradisi Mandarahi Kapalo


Banda

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Gambar 1.2 Pembagian Daging


71

Sumber: Dokumentasi Peneliti


Dari data dokumentasi diatas terlihat proses tradisi mandarahi

kapalo banda yakni diawali dengan penyembelihan yang dilakukan di

dekat kapalo banda yang disembelih oleh imam masjid dan dibantu oleh

panitia pelaksana serta bapak-bapak yang ada di Jorong Simancuang.

Setelah penyembelihan maka kerbau tersebut dikuliti dan dagingnya

dibagi dua, sebagian untuk dibagikan kepada setiap KK dan sebagian lagi

dimasak oleh ibu-ibu.

c) Proses memasak daging kerbau

Setelah proses penyembelihan selesai maka daging kerbau tersebut

dimasak oleh kaum ibu-ibu secara bersama-sama. Berdasarkan hasil

observasi peneliti ibu-ibu yang datang tidak semuanya membantu dalam

memasak daging. Ada beberapa dari ibu-ibu yang hanya datang

menghadiri dan ada yang benar-benar membantu dalam memasak. Ibu-


72

ibu yang benar-benar membantu memasak berkisar 20 orang dan

sebagian pekerjaan juga dibantu oleh bapak-bapak seperti memarut

kelapa, seperti terlihat dalam gambar berikut:

Gambar 1.3 Memasak Daging Secara Bersama-Sama

Sumber : Dokumentasi Peneliti


73

Adapun masakan yang dibuat adalah rendang dan gulai yang

semuanya berbahan daging. Sebagaimana yang diungkap oleh ibu Anis

pada wawancara tanggal 27 Juli 2016 mengatakan bahwa masakan yang

dibuat adalah rendang dan gulai yang semuanya berbahan daging

alasannya adalah karena rendang dan gulai merupakan makanan khas

Minangkabau.

Gambar 1.4 Masakan yang telah selesai dimasak

Sumber : Dokumentasi Peneliti


d) Penutup

Pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda ditutup dengan makan

bersama, doa dan kesepakatan kapan turun ke sawah. Berdasarkan hasil

observasi tanggal 27 Juli 2016 setelah proses memasak daging selesai,

maka dilanjutkan dengan acara makan bersama. Pada makan bersama ini
74

semua masyarakat juga hadir dan ikut makan bersama. Hal ini dipertegas

dengan hasil wawancara pada tanggal 27 Juli tersebut dengan Nofiardi

mengatakan bahwa :

“Pada makan bersama ini semua masyarakat ikut mulai dari


anak- anak sampai dewasa tanpa terkecuali. Karena tradisi ini
memang sejatinya masyarakat di Jorong Simancuang ini yang
melakukannya.
Sama halnya dengan yang dikatakan oleh bapak kepala jorong

simancuang dalam wawancara tanggal 11 November 2016 sebagai

berikut:

“Dari dahulu hingga sekarang setiap pelaksanaan tradisi


mandarahi kapalo banda terutama ketika acara makan
bersama masyarakat selalu diikutsertakan. Dengan ikutnya
semua anggota masyarakat ini, maka silaturrahmi anggota
masyarakat akan terjalin, masyarakat akan saling kenal, anak
kemenakan dan mamak juga akan saling mengenal sehingga
akan mengurangi bentrok antar anggota masyarakat.
Hal ini dipertegas dengan hasil wawancara dengan salah satu

anggota masyarakat bernama Bapak Kiman pada tanggal 11 November

2016 yang menyatakan bahwa:

“… dalam acara makan dan doa basamo ko seluruh


masyarakat ikuik dari yang ketek sampai yang gaek. Karano
salain makan basamo acara ko dijadian juo sabagai acara
untuk bersilaturrahmi”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“… dalam acara makan dan doa bersama ini seluruh
masyarakat ikut mulai dari yang kecil sampai yang tua.
75

Karena selain makan bersama juga dijadikan sebagai acara


untuk bersilaturrahmi.
Dari hasil wawancara diatas jelaslah bahwa tradisi mandarahi

kapalo banda ini dikuti semua anggota masyarakat. Karena tradisi

mandarahi kapalo banda tidak hanya sebagai makan, doa dan membentuk

kesepakatan turun ke sawah saja tetapi juga sebagai kegiatan untuk

bersilaturrahmi antar semua anggota masyarakat. Hal tersebut dapat

dilihat dalam data dokumentasi peneliti berikut:

Gambar 1.5 Makan Bersama


76

Sumber : Dokumentasi Peneliti


Setelah makan bersama selesai selanjutanya adalah pembacaan doa.

Doa ini dibaca oleh imam mesjid di Jorong Simancuang. Adapun Doa

yang dibaca adalah doa tolak bala serta doa minta ampun serta doa untuk

memudahkan rezki. Doa tersebut merupakan wujud syukur kepada Allah

yang telah memberikan rezki berupa hasil panen, selain itu dalam doa

juga diminta agar dijauhkan dari bala dan musibah serta agar hasil panen

lebih meningkat. Doa bersama ini dipimpin oleh imam masjid bernama

Malin pada tanggal 11 November 2016 dan doa yang dibaca adalah

sebagai berikut:

Lafaz doa tolak bala:

َ‫ف ْال ُم ْخت َ ِلفَ َة‬ ُّ ‫االغ َََل ََء َو ْال َب ََل ََء َو ْال َو َبآ ََء َو ْالفَ ْحشَا ََء َو ْال ُم ْن َك ََر َوال‬
ََ ‫سي ُْو‬ ْ َّ‫عن‬
َ ‫ا ْدفَ َْع‬

َ‫اَلل ُه َّم‬
77

ِ ‫ن بَ ْل َد‬
َ‫ان‬ َّ ‫ن بَلَ ِدنَا َه َذا خَا‬
َْ ‫صةَ َو ِم‬ َْ ‫طنََ ِم‬ َ ‫ش َدآئِ ََد َو ْال ِم َحنََ َما‬
َ ‫ظ َه ََر ِم ْن َها َو َما َب‬ َّ ‫َوال‬

َ ‫علَى ُك ِلِّى‬
َ‫شيْئَ قَ ِديْر‬ َ ََ‫ْال ُم ْس ِل ِميْن‬
ََ َّ‫عا َّمةَ ِان‬
َ ‫ك‬

Artinya: Ya Allah, hindarkanlah dari kami kekurangan pangan dan

cobaan hidup, penyakit-penyakit dan wabah, perbuatan-

perbuatan keji dan munkar, ancaman-ancaman yang beraneka

ragam paceklik-paceklik dan segala ujian, yang lahir maupun

batin dari negeri kami ini pada khususnya dan dari seluruh

negeri kaum muslimin pada umumnya, karena sesungguhnya

Engkau atas segala sesuatu adalah kuasa.

Lafaz Doa memudahkan rezki:

ِ ‫ن لَنَا ِعيْدا ِِل َ َّو ِلنَا َو َء‬


‫اخ ِرنَا‬ َُ ‫اء َت َ ُك ْو‬ َّ ‫علَ ْينَا َمائِ َدةَ ِمنََ ال‬
َِ ‫س َم‬ َْ ‫اَللَّ ُه ََّم َربَّنَا أ َ ْن ِز‬
َ ‫ل‬

ََ‫الر ِازقِين‬
َّ ‫ْر‬ ََ ‫ار ُز ْقنَا َوأ َ ْن‬
َُ ‫ت َخي‬ ََ ‫َو َءايَةَ ِم ْن‬
ْ ‫ك َو‬

Artinya: Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit

(yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu

bagi orang-orang yang bersama kami dan yang sesudah kami,

dan menjadi tanda bagi kekuasaan engkau, beri rezkilah kami

dan Engkaulah pemberi rezki yang paling utama.


78

Hal ini dipertegas dengan hasil wawancara dengan imam mesjid

pada tanggal 11 November 2016 mengatakan alasan doa ini dibaca

adalah karena tujuan pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda adalah

agar dijauhkan dari bala dan musibah seperti gagal panen, kekurangan air

dan berkurangnya hama padi sehingga hasil panen dapat meningkat.

karena tidak ada satupun daya dan upaya selain kita memohon kepada

Allah swt.

Kemudian setelah itu barulah dibuat kesepakatan kapan baiknya

mulai turun ke sawah. Berdasarkan keputusan pada musyawarah yang

telah disepakati oleh seluruh masyarakat yang hadir turun ke sawah di

Jorong Simancuang dimulai pada minggu kedua bulan Agustus 2016.

Gambar 1.6 Musyawarah Untuk Kesepakatan Turun Ke Sawah

Sumber: Dokumentasi Peneliti


79

b. Bentuk Pergeseran Tradisi Mandarahi Kapalo Banda di Jorong

Simancuang Kenagarian Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo

Kabupaten Solok Selatan

1) Lamanya Waktu Pelaksanaan Tradisi Mandarahi Kapalo Banda

Pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda seiring berjalannya

waktu sudah mulai mengalami perubahan. Perubahan tersebut terlihat pada

lamanya pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda dan hewan yang

digunakan. Data ini didukung dengan hasil wawancara dengan Ibu Yusma

52 tahun pada tanggal 11 November 2016 sebagai berikut:

“Pado mulonyo tradisi mandarahi kapalo banda ko dilakukan dalam


duo hari, tapi lamo kalamoan dijadikan satu hari. Karano
mangingek biaya supayo dak terlalu banyak makonyo dijadikan
sahari. Kok dulu hari partamo tu acara penyembelihan kabau dan
masak-masak dan pado hari kaduo baru acara makan basamo, doa
basamo dan baru menyepakati bilo waktu turun ka sawah.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“Pada mulanya tradisi mandarahi kapalo banda ini dilakukan dalam
dua hari tapi lama kelamaan dijadikan satu hari. Karena jika
dilaksanakan dalam dua hari akan menghabiskan biaya lebih banyak
makanya dijadikan satu hari. Dulu pada hari pertama biasanya
dilaksanakan penyembelihan kerbau dan kegiatan masak memasak
dan pada hari kedua dilaksanakan makan bersama dan doa bersama
dan kemudian menyepakati waktu turun ke sawah atau mulai
bercocok tanam”.
80

Senada dengan itu dalam wawancara tanggal 10 November 2016

bapak Saril salah satu anggota masyarakat di Jorong Simancuang juga

mengatakan hal yang sama yakni:

“… dahulunyo tradisi ko dilakukan salamo duo hari, hari


partamo menyembelih kabau ko dan mamasak dan hari
kaduo makan basamo dilanjuik an jo doa basamo dan
mambuek kaputusan bilo turun ka sawah .Namun untuk kini
pelaksanaan tradisi ko dilakukan dalam sahari sajo
mangingek lamonyo waktu dan biaya ”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“…dahulunya tradisi ini dilakukan selama dua hari, hari
pertama menyembelih kerbau dan memasak dan hari kedua
makan bersama yang dilanjutkan dengan doa bersama dan
membuat keputusan kapan turun ke sawah. Namun untuk
sekarang pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda
dilakukan dalam sehari saja mengingat lamanya waktu dan
biaya.
Disisi lain dari hasil wawancara dengan Bapak Paredi juga

mengatakan hal yang serupa pada tanggal 10 November 2016 sebagai

berikut :

“Dahulunyo tradisi mandarahi kapalo banda ko dilakukan


dalam duo hari, tapi mangingek biaya banyak habis kalau
dilakukan duo hari makonyo kini dibuek manjadi sahari
sajo. Kini proses penyembelihan kabau dilakukan pagi,
sasudah itu dimasak oleh kaum amak-amak. Sasudah sholat
Zuhur barulah mulai makan basamo jo doa basamo dan
diikuti jo mambuek kesepakatan bilo rancaknyo mulai turun
ka sawah”.
Dalam bahasa Indonesia:
“Dahulunya tradisi mandarahi kapalo banda ini dilakukan
dalam dua hari, tapi mengingat mengeluaran banyak biaya
81

jika dilakukan dua hari maka disepakati menjadikan


pelaksanaannya dalam satu hari saja. Sekarang proses
penyembelihan kerbau dilakukan pada pagi hari, setelah itu
dimasak oleh kaum ibu-ibu. Setelah sholat Zuhur mulai
makan bersama yang disambung dengan doa dan membuat
kesepakatan turun ke sawah.
Dari wawancara diatas dapat dipahami bahwa pada masa dahulu

pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda pada saat sekarang ini

sudah mulai berubah. Pada masa dahulu dilakukan dalam dua hari. Pada

hari pertama dilakukan penyembelihan kerbau dan memasak daging

kerbau secara bersama-sama. Sedangkan pada hari kedua baru

dilaksanakan makan bersama dan doa bersama serta membuat

kesepakatan kapan kegiatan bercocok tanam atau turun ke sawah akan

dilaksanakan.

Sementara pada saat sekarang ini pelaksanaan tradisi mandarahi

kapalo banda dilakukan hanya dalam satu hari. Penyembelihan dilakukan

pada pagi hari dilanjutkan memasak daging dan dilanjutkan dengan

makan bersama, doa bersama dan membuat kesepakatan turun ke sawah.

2) Hewan Yang Disembelih pada Tradisi Mandarahi Kapalo Banda


Selain dari perubahan lamanya waktu pelaksanaan juga terjadi

perubahan pada hewan yang disembelih pada saat pelaksanaan tradisi.

Pada masa dahulu hewan yang dijadikan alat atau hewan yang

disembelih adalah kambing karena pada masa itu masyarakat di Jorong


82

Simancuang masih sedikit. sebagai mana yang dikatakan oleh Bapak

Paredi pada wawancara tanggal 10 November 2016 sebagai berikut:

“Dulu pado tradisi mandarahi kapalo banda ko kambiang yang


disembelih. Pado mulonya masyarakat di Jorong Simancuang ko
masih sedikit. Karano penduduk samakin lamo samakin batambah
dikhawatirkan kambiang ko dak sampai untuk urang sa jorong
simancuang ko, mako diganti manjadi sapi, siap tu diganti pulo jo
kabau lai”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“Dahulu pada pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda ini
kambing yang disembelih.pada mulanya masyarakat di Jorong
Simancuang ini masih sedikit. Karena penduduk semakin lama
semakin bertambah, dikhawatirkan tidak cukup, maka diganti dengan
sapi, setelah itu diganti lagi dengan kerbau sampai sekarang ini’.
Senada dengan itu juga dikatakan oleh Bapak Edison dalam

wawancara tanggal 11 November 2016:

“Dulu katiko apak ketek-ketek urang pado tradisi mandarahi


kapalo banda ko menyembelih kambiang, tapi maso itu urang
masih saketek disiko. Samakin hari tu samakin banyak juo
masyarakat disiko sampai kini kabau yang disembelih”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“Dahulu ketika bapak kecil-kecil orang pada tradisi mandarahi
kapalo banda ini menyembelih kambing, tapi ketika itu orang
masih sedikit disini. Semakin hari tentunya semakin banyak
masyarakat disini sampai sekarang kerbau yang disembelih”.
Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti seperti

yang digambarkan diatas jelaslah bahwa pelaksanaan tradisi mandarahi

kapalo banda mengalami pergeseran. Seperti halnya hewan yang

disembelih pada zaman dahulu adalah kambing, karena pada saat itu
83

masyarakat di Jorong Simancuang ini masih sedikit. Seiring berjalannya

waktu masyarakat di Jorong Simancuang bertambah, dengan

bertambahnya penduduk dikhawatirkan tidak cukup untuk makan bersama

maka hewan yang disembelih diganti dengan sapi dan kemudian diganti

dengan kerbau sampai saat ini.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 9 Desember dengan

bapak Jalaludin Dt. Lelo Derajo dapat disimpulkan penyembelihan

kambing dalam tradisi mandarahi kapalo banda dilakukan pada tahun

1984-1985 yang dilakukan dua kali tradisi mandarahi kapalo banda.

kemudian pada tahun 1986 diganti dengan sapi sampai tahun 2005 dan

telah menyembelih 26 ekor sapi pada saat setiap pelaksanaan tradisi

mandarahi kapalo banda. Sedangkan penyembelihan kerbau dilakukan

pada tahun 2006 sampai saat sekarang sebanyak 48 ekor pada saat setiap

pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda.

Karena Simancuang pada awalnya adalah daerah baru jadi semakin

lama semakin banyak penduduk-penduduk di daerah lain yang masuk ke

Simancuang. Seiring dengan masuknya penduduk maka secara tidak

langsung penduduk yang masuk juga membawa budaya mereka.

3) Jumlah Beras Yang Digunakan


84

Selain dari lamanya waktu pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo

banda dan hewan yang disembelih pergeseran tradisi mandarahi kapalo

banda juga terlihat pada jumlah beras yang digunakan. Hal ini dipertegas

dengan data wawancara berikut dengan salah satu tokoh masyarakat bapak

Edison pada tanggal 11 November 2016 menyatakan sebagai berikut:

“…kalau dahulu masyarakat di Jorong Simancuang ko


masih saketek jadi bareh yang didapek dari iuran wajib
tantu saketek pulo dan bareh yang dibutuhkan untuk acara
makan basamo saketek pulo. Kalau kini jumlah masyarakat
alah samakin banyak tantunyo bareh yang didapek dan
bareh nan dibutuhkan untuk makan basamo pastinyo
banyak pulo sasuai jumlah masyarakat”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“… dahulu masyarakat di Jorong Simancuang ini masih
sedikit jadi beras yang didapatkan dari iuran wajib tentunya
sedikit juga dan beras yang dibutuhkan untuk acara makan
bersama sedikit juga. Sekarang jumlah masyarakat sudah
semakin banyak tentunya beras yang didapatkan dan beras
yang dibutuhkan untuk makan bersama pastinya banyak
juga sesuai dengan jumlah masyarakat”.
Hal yang senada juga dikatakan oleh oleh Bapak Syahrial dalam

wawancara pada tanggal 10 November 2016 yang pernah menjadi

anggota panitia pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda:

“… dalu katiko bapak jadi panitia, bareh yang takumpua


saketek karano dulu pado awalnyo masih 20 KK, tapi kalau
kini alah banyak bareh nan takumpua karano penduduk
alah samakin banyak pulo yaitu 224 KK”.
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:
85

“… dahulu ketika bapak menjadi anggota panitia, beras


yang terkumpul sedikit karena dahulu pada awalnya masih
20 KK, tapi sekarang sudah banyak beras yang terkumpul
karena penduduk sudah semakin banyak juga yaitu 224
KK”.
Dari hasil wawancara diatas dapatlah dipahami bahwa pada masa

dahulu karena penduduk masih sedikit yaitu masih 20 KK maka beras

yang dihasilkan dari iuran dan beras yang dibutuhkan untuk tradisi

mandarahi kapalo banda juga sedikit. Sedangkan pada masa sekarang

jumlah penduduk sudah semakin banyak yaitu 224 KK maka beras yang

dhasilkan tentu juga semakin banyak dan yang dibutuhkan untuk makan

bersam juga semakin banyak. Namun berdasarkan hasil observasi pada

tanggal 3 juli 2016 disepakati iuran wajib tidak dibebankan kepada

masyarakat untuk pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda yang

dilakukan pada tanggal 27 Juli 2016. Pada pelaksanaan tradisi mandarahi

kapalo banda tanggal 27 Juli 2016 beras dibeli dari iuran wajib yang telah

terkumpul. Namun keputusan ini tidaklah tetap karena iuran untuk

pelaksanan tardisi mandarahi kapalo banda bisa saja berubah karena setiap

akan melaksanakan tradisi mandrahi kapalo banda masyarakat harus

bermusyawarah dulu untuk penetapan iuran yang diwajibkan.

4) Jumlah Penduduk Yang Mengikuti

Pergeseran pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda juga dilihat

dari banyaknya penduduk yang ikut. Setiap pelaksanaan tradisi mandarahi


86

kapalo banda tentunya masyarakat yang ikut tidak selalu sama karena

adanya pertambahan penduduk. Hal ini diungkapkan dalam wawancara

dengan bapak Syahrial dalam wawancara pada tanggal 10 November 2016

sebagai berikut:

“Dahulu masyarakat di Jorong Simancuang ko hanyo


saketek, karano Simancuang ko kan daerah baru yang
dijadian tampek batani, makonyo masyarakat saketek. Tapi
lamo kalamoan penduduk disiko alah batambah juo seiring
dengan adonyo kelahiran dan banyaknyo masyarakat dari
daerah lain nan nio mancari iduik ka Jorong Simancuang ko.
Hal itu mambuek penduduk di Simancuang ko batambah
banyak sampai kini tacatat ado 224 kapalo keluarga”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“dahulu masyarakat di Jorong Simancuang ini hanya sedikit,
karena dahulunya Simancuang adalah daerah baru yang
dijadikan tempat bertani, makanya masyarakat sedikit. Tapi
lama kelamaan penduduk disinisudah mulai bertambah
seiring dengan adanya kelahiran dan banyaknya masyarakat
dari daerah lain yang ingin mencari hidup ke Jorong
Simancuang ini. Hal iu membuat penduduk di Simancuang
ini bertambah banyak hingga sekarang tercatat ada 224 KK.
Disisi lain Bapak Paredi juga mengatakan hal yang sama dalam

wawancara pada tanggal 10 November 2016:

“… dulu katiko apak baru disiko masyarakat masih saketek


dan dalam melaksanakan tradisi pun yang hadir cuma
saketek pulo, tapi kalau kini masyarakat alah banyak, nan
ikuik banyak pulo”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“… dahulu ketika bapak baru disini masyarakat masih sedikit
dan dalam melaksanakan tradisipun yang hadir cuma sedikit
87

juga, tapi kalau sekarang masyarakat sudah banyak, nan yang


ikut juga banyak.
Dari hasil wawancara tersebut jelaslah bahwa pergeseran pelaksaan

tradisi mandarahi kapalo banda juga terlihat dari jumlah masyarakat yang

ikut serta dalam pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda. Pada zaman

dahulu yang ikut dalam pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda

hanya beberapa kepala keluarga saja. Karena pada awalnya yang tinggal di

Jorong Simancuang hanya sedikit yaitu 20 KK dan juga Jorong

Simancuang merupakan daerah baru yang dibuka untuk lahan pertanian

pada waktu itu. Sehingga masyarakat masih sangat sedikit yang menghuni

Jorong Simancuang. Dan pada saat itu yang disembelih adalah kambing.

Seiring dengan bertambahnya penduduk yang ada di Jorong

Simancuang, maka yang ikut dalam tentunya juga lebih banyak.

Pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda pada saat sekarang ini diikuti

oleh banyak KK yakni 224 KK. Karena Karena banyaknya penduduk

maka tidak memungkinkan jika hanya menyembelih kambing, maka

digantilah dengan sapi dan kerbau.

c. Dampak Pelaksanaan Tradisi Mandarahi Kapalo Banda Terhadap

Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat

Pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda seperti yang

diuraikan sebelumnya tentu saja menimbulkan suatu dampak bagi


88

kehidupan bermasyarakat. Adapun dampak pelaksanaan tradisi mandarahi

kapalo banda terhadap kehidupan social ekonomi masyarakat adalah

sebagai berikut:

1. Memperkuat Persatuan Dalam Masyarakat

Dari beberapa temuan khusus peneliti ditemukan dampak

pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda bagi kehidupan social

masyarakat adalah memperkuat persatuan dalam masyarakat. Hal ini

dipertegas dengan hasil wawancara pada tanggal 11 November 2016

dengan salah satu anggota masyarakat bernama ibu Mira menyatakan:

“Dampak pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda


yang kami rasoan adolah kuatnya persatuan diantaro
masyarakat. Salah satu bukti kuatnyo persatuan adalah
adonyo turun ka sawah sacaro sarantak. Masyarakat turun
ka sawah sacaro basamo-samo, dak ado yang surang-
surang se do. Dengan baitu tercipta raso samo-samo saling
manjago sacaro basamo-samo”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“Dampak pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda yang
kami rasakan adalah kuatnya persatuan diantara masyarakat.
Salah satu bukti kuatnya persatuan adalah adanya turun ke
sawan secara serentak. Masyarakat turun ke sawah secara
bersama-sama, tidak ada yang individual. Dengan begitu
tercipta rasa saling menjaga padi secara bersama-sama.
Disisi lain juga dikatakan oleh bapak Yunus dalam wawancana

tanggal 11 November 2016 :


89

“tradisi ko memberikan dampak yang baik bagi masyarakat


di Jorong Simancuang, dengan adonyo tradisi ko
masyarakat dalam kehidupan bamasyarakat samakin
kompak dan samakin basatu. Konflik-konflik antar anggota
masyarakat dak ado ditemukan disiko do, karano pado
dasarnyo tradisi ko mangajarkan tentang kebersamaan dan
kebersamaan itu masih diterapkan sampai dalam kehidupan
bamasyarakat. Persatuan dari masyarakat ko bisa kito
caliak dari turun ka sawah yang dilakukan sacaro
serentak”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“tradisi ini memberikan dampak yang baik bagi masyarakat
di Jorong Simancuang, dengan adanya tradisi ini
masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat semakin
kompak dan bersatu. Konflik-konflik antar anggota
masyarakat tidaklagi ditemukan disini, karena pada
dasarnya tradisi ini mengajarkan tentang kebersamaan dan
kebersamaan itu masih diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Persatuan dari masyarakat ini bias dilihat
dari turun ke sawah yang dilakukan secara serentak”.
Begitu juga dengan yang dikatakan oleh ibu Yusma dalam

wawancara pada tanggal 11 November 2016:

“dampak tradisi mandarahi kapalo banda ko yang taraso bagi ibuk


sendiri adolah adonyo raso kebersamaan diantaro sasamo
anggota masyarakat, ah itu mambuek persatuan diantaro kami
samakin arek. Bisa kito caliak dari turun ka sawah yang
dilakukan sacaro serentak, indak ado yang duluan dan dak ado
yang kamudian.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“dampak tradisi mandarahi kapalo banda ini yang ibu rasakan
sendiri adalah adanya rasa kebersamaan diantara sesama anggota
masyarakat, hal itulah yang membuat persatuan diantara kami
semakin erat. Bisa kita lihat dari turun ke sawah yang dilakukan
secara serentak, tidak ada yang dahulu dan tidak ada yang
kemudian”.
90

Dari hasil wawancara disimpulkan bahwa tradisi mandarahi kapalo

banda pada dasarnya bertujuan untuk membuat kesepakatan turun ke

sawah secara serentak dan dalam pelaksanaannya sendiri mengajarkan

tentang kebersamaan dan kerja sama. Hal itu juga diterapkan dalam

kehidupan bermasyarakat oleh masyarakat di Jorong Simancuang

sehingga di Jorong Simancuang tidak ditemukan adanya konflik-konflik

antar anggota masyarakat. Dengan demikian maka persatuan dan

kekompakan di Jorong Simancuang akan meningkat.

Salah satu bentuk wujud dari meningkatnya persatuan antar

anggota masyarakat adalah masyarakat turun ke sawah secara serentak.

Tidak ada lagi masyarakat turun ke sawah secara individual lagi. Dengan

demikian masyarakat akan saling menjaga padi mereka secara bersama-

sama. Contohnya saja masalah perairan sawah tersebut, jika perairan

tidak bagus maka secara keseluruhan akan berdampak terhadap sawah

masyarakat. Agar tidak terjadi hal yang demikian otomatis semua

masyarakat akan sama-sama menjaga perairan sawah tersebut agar tidak

merusak tanaman padi milik mereka.

2. Berkurangnya Hama Padi

Setelah pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda maka

disepakatilah kapan akan turun ke sawah secara bersama. Karena


91

masyarakat melakukan tanam serentak maka hama padi juga akan

berkurang, dan dengan demikian hasil panen juga akan meningkat. hal ini

seperti yang dikatakan oleh Bapak Yunus dalam wawancara pada tanggal

11 November 2016 sebagai berikut:

“Dari adonyo tanam serentak di nagari Simancuang ko


akan Nampak kekompakan dan persatuan dari masyarakat.
Dengan adonyo tanam padi sacaro serentak mako hama
padi ko manjadi berkurang. Karano yang manjago padi ko
tantu dak surang-surang lai, semua masyarakat akan ikut
serta manjago padi ko. Contohnyo sajo bagi yang punyo
taranak apobilo tibo musim ka sawah mako taranak yang
bisa marusak padi harus dikuruang dan itu alah
kesepakatan basamo. Namun apobilo masyarakat tanam
padi sacaro surang-surang tantu akan banyak hama padi”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“Dari adanya tanam serentak di Nagari Simancuang ini akan
terlihat kekompakan dan persatuan dari masyarakat. Dengan
adanya tanam padi secara serentak maka hama padi ini
menjadi berkurang. Karena yang menjaga padi ini tentu
tidak sendiri-sendiri lagi, semua masyarakat akan ikut serta
menjaga padi. Contohnya saja bagi yang punya ternak
apabila tibo musim ke sawah maka hewan ternak yang bisa
merusak padi harus dikurung dan itu sudah menjadi
kesepakatan bersama. Namun apabila masyarakat tanam
padi secara sendiri-sendiri tentu akan banyak hama padi”.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh bapak Saril dalam

wawancara pada tanggal 10 November 2016:

“dengan adonyo tanam padi serentak ko, kami masyarakat


disiko samo-samo manjago padi ko. Contoh hama padi
yang mengancam indak hanyo paadi urang se yang kanai
do, padi awak pasti kanai pulo. Ah mako hal itu tantunyo
membasmi hama padi ko sacaro basamo-samo pulo.
92

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


“dengan adanya tanam padi serentak ini, kami masyarakat
disini sama-sama menjaga padi ini. Contoh hama padi yang
mengancam tidak hanya padi orang lain saja, padi kita juga
terancam. Maka dengan begitu tentunya membasmi hama
padi ini juga dilakukan secara bersama-sama.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan

tradisi mandarahi kapalo banda juga memberikan dampak terhadap

berkurangnya hama padi. Jika masyarakat melakukan turun ke sawah

secara bersama-sama maka masyarakat akan sama-sama menjaga hama

padi tentunya juga akan dilakukan secara bersama-sama. Dan juga pada

masa turun ke sawah masyarakat juga sepakat untuk mengurung ayam

dan bebek milik masyarakat karena dikhawatirkan akan merusak padi

dan memakan padi.

3. Mengurangi Pertikaian Antar Masyarakat

Selain dampak yang telah disebutkan diatas pelaksanaan tradisi

mandarahi kapalo banda juga mengurangi pertikaian antar

masyarakat.hal ini sesuai dengan wawancara dengan bapak kepala Jorong

Simancuang Pesri Novendri dalam wawancara pada tanggal 10

November 2016:

“… pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda ko diikuti


oleh seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali. Dengan
demikian semua masyarakat akan saling mengenal dan
anak kemenakan mereka juga akan saling kenal. Hal ini
akan mengurangi terjadinya perkelahian atau tawuran
93

diantara mereka. Selain itu dalam masyarakat sendiri tidak


ditemukan adanya konflik-konflik antar anggota
masyarakat.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“… pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda ini diikuti
oleh seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali. Dengan
demikian semua masyarakat akan saling mengenal dan anak
kemenakan juga akan saling kenal. Hal ini akan mengurangi
terjadinya perkelahian atau tawuran diantara mereka. Selain
itu dalam masyarakat sendiri tidak ditemukan adanya
konflik-konflik antar anggota masyarakat”.
Hal ini ditegaskan dengan pernyatan Bapak Edison dalam

wawancara pada tanggal 11 November 2016 sebagai berikut :

“…dampaknyo bagi kehidupan kami dengan adonyo tradisi ko


tidak adanya perpecahan di dalam masyarakat. Karena pado
pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda masyarakat akan
saling kenal mengenal, mungkin ado diantaro masyarakat ko
yang jarang basuo karena kesibukan masiang-masiang mako
tradisi iko lah sebagai alat untuk mempertemukan seluruh
masyarakat. Masyarakat yang pado mulonyo hanyo sekedar tahu
manjadi saliang mengenal. Dengan baitu karano alah samo-samo
mengenal mako perpecahan, perkelahian, tawuran dak akan
tajadi”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“… dampaknya bagi kehidupan kami dengan adanya tradisi
mandarahi kapalo banda ini tidak adanya perpecahan di dalam
masyarakat. Karena pada pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo
banda masyarakat akan saling mengenal, mungkin ada diantara
masyarakat yang jarang bertemu karena kesibukan masing-
masing maka tradisi ini lah sebagai alat untuk mempertemukan
seluruh masyarakat. Masyarakat yang pada awalnya hanya
sekedar tahu menjadi saling mengenal. Dengan demikian karena
sudah saling kenal maka perpecahan, perkelahian atau tawuran
tidak akan terjadi”.
94

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan pada pelaksanaan

tradisi mandarahi kapalo banda diikuti oleh semua masyarakat. Mulai

dari anak-anak sampai dewasa, karena semua masyarakat ikut serta maka

semua anak kemenakan akan saling kenal dan hal ini dapat

menghilangkan perkelahian atau tawuran antar mereka. Selain itu

didalam kehidupan bermasyarakat juga tidak ditemukan konflik-konflik

atau perkelahian diantara anngota masyarakat.

4. Meningkatkan Hasil Panen

Selain memperkuat persatuan, tradisi mandarahi kapalo banda juga

memberikan dampak positif bagi masyarakat di Jorong Simancuang yaitu

meningkatnya hasil panen yang berakibat meningkatnya

kesejahteraanmasyarakat. Data ini dipertegas dengan hasil wawancara

dengan salah satu tokoh masyarakat yang bernama Bapak Katik Jalal apda

tanggal 11 November 2016 sebagai berikut:

“…tradisi mandarahi kapalo banda ko memberikan dampak


positif bagi masyarakat disiko, karano tradisi ko kan untuk
kesepakatan turun ka sawah sacaro basamo-samo, jadi
dalam pengawasan padi ko sampai panen dari hama pun
sacaro basamo-samo, hal iko mambuek hasil panen
masyarakat maningkek. Jiko hasil panen maningkek tantu
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pun maningkek”.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

“…tradisi mandarahi kapalo banda ini memberikan dampak


positif bagi masyarakat disini, karena tradisi ini tujuannya
adalah kesepakatan turun ke sawah secara bersama-sama, jadi
dalam pengawasan padi ini sampai panen dari hama pun
95

secara bersama-sama. Hal ini membuat hasil panen


masyarakat meningkat. Jika hasil panen meningkat tentunya
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pun meningkat”.
Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa tradisi mandarahi

kapalo banda memberikan dampak yang positif bagi kehidupan ekonomi

masyarakat, dikarenakan jika tradisi ini dilaksanakan akan meningkatkan

hasil panen bagi masyarakat. Karena pengawasan yang dilakukan secara

bersama-sama maka hama padi akan berkurang dan bahkan bagi

masyarakat yang memiliki ternak seperti ayam dan bebek, maka pada

musim ke sawah hewan ternak mereka dikurung agak tidak merusak padi-

padi masyarakat. Hal ini dipertegas dengan hasil wawancara dengan bapak

Syahrial tanggal 10 November yang menyatakan bahwa :

“… dulu pernah tajadi di Jorong Simancuang masyarakat


turun ke sawah ko tanpa ado nyo kesepakatan turun ka sawah
dan tanpa melakukan tradisi mandarahi kapalo banda,
sahinggo tajadi lah gagal panen. Pado maso itu ado lah kiro-
kiro enam kali ke sawah tapi tetap jo gagal panen. Samanjak
kejadian itu mako diulang lah baliak tradisi mandarahi kapalo
banda ko dan katiko tu Alhamdulillah hasil panen masyarakat
disiko lai lah banyak. Sajak itu tradisi mandarahi kapalo
banda ko dilakukan tarui manaruih. Penghasilan apak dulu
katiko indak dilakukan tradisi mandarahi mandarahi kapalo
banda ko sabana saketek.kini dari 5 belek (10 sukat) baniah
dapek hasil 300 belek, sedangkan kalau dulu sabalun
dilakukan tradisi iko dari banyak baniah yang samo hasilnyo
hanyo 100 belek.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“… dulu pernah terjadi di Jorong Simancuang masyarakat
turun ke sawah atau bercocok tanam tanpa adanya tradisi
mandarahi kapalo banda sehingga terjadi gagal panen. Pada
waktu itu kira-kira enam kali turun ke sawah tetapi tetap saja
96

gagal panen. Semenjak itulah maka dilakauan kembali tradisi


mandarahi kapalo banda dan Alhamdulillah hasil panen
masyarakat sudah banyak. Sejak kejadian tersebut maka tradisi
mandarahi kapalo banda dilaksanakan secara terus menerus.
Penghasilan bapak waktu ketika tradisi mandarahi kapalo
banda tidak dilakukan sangat sedikit, sekarang dengan benih 5
belek (10 sukat) hasil panen didapatkan 300 belek, sedangkan
dulu sebelum dilaksanakan tradisi ini dari banyak benih yang
sama hasil panen yang didapatkan hanya 100 belek”.
Dari hasil wawancara tersebut dapat dilihat peningkatan hasil

panen masyarakat ketika tradisi tidak dilaksanakan dan ketika tradisi ini

dilaksanakan. Dari benih padi yang sama didapatkan hasil yang sangat

berbeda. Ketika tradisi mandarahi kapalo banda ini tidak dilaksanakan

dengan benih 5 belek didapatkan hanya 100 belek sedangkan setelah

dilakukan tradisi mandarahi kapalo banda didapatkan 300 belek.

5. Adanya Masyarakat Yang Keberatan Atas Iuran Yang Dibebankan

Sebagian besar masyarakat di Jorong Simancuang adalah

menengah ke bawah. Dengan banyaknya iuran yang dibebankan kepada

masyarakat maka tidak sedikit dari masyarakat yang merasa keberatan.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu anggota masyarakat yang

bernama ibu Marni dalam wawancara tanggal 10 November 2016

mengatakan:

“Untuk malakukan tradisi mandarahi kapalo banda ko


masyarakat wajib mambayia iuran. Biasonyo kami mambayia
iuran uang Rp100.000 ditambah jo bareh satu sukat (2 liter).
Bagi kami yang punyo lahan sawah yang saketek tentu hasil
panen kami indak sabanyak hasil panen urang yang punyo
97

lahan yang laweh. Sahinggo ado sebagian dari kami yang


maraso keberatan”.
Terjemahan bahasa Indonesia:
“Untuk melakukan tradisi mandarahi kapalo banda ini
masyarakat wajib mambayar iuran. Biasanya kami mambayar
iuran uang Rp100.000 ditambah dengan beras satu sukat (2
liter). Bagi kami yang punya lahan sawah yang sedikit tentu
hasil panen kami tidak sebanyak hasil panen orang yang
punya lahan luas. Sehingga ada sebagian dari kami yang
merasa keberatan.
Bapak kepala jorong juga mengatakan hal sama dalam wawancara

pada tanggal 10 November 2016 sebagai berikut:

“… sebagian masyarakat ado yang keberatan dengan iuran


yang diwajibkan kapado mereka karano tingkat penghasilan
masyarakat di Simancuang ko babeda-beda, tapi mau tidak
mau harus dibayia”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“… sebagian masyarakat ada yang keberatan dengan iuran
yang diwajibkan kepada mereka karena tingkat penghasilan
masyarakat masyarakat di Simancuang ini berbeda-beda, tapi
mau tidak harus dibayia”.
Salah satu anggota masyarakat juga mengatakan hal sama yaitu ibu

Mira dalam wawancara tanggal 11 November 2016 sebagai berikut:

“… ibu maraso keberatan dengan banyaknyo iuran yang


dibebankan kapado masyarakat, tapi mau tidak mau ibu
harus mambayia karano ibu khawatir akan dikucilkan dari
masyarakat ko”.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“… ibu merasa keberatan dengan banyaknya iuran yang
dibebankan kepada masyarakat, tapi mau tidak mau ibu harus
98

membayar karena ibu khawatir akan dikucilkan dari


masyarakat”.
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwa ada sebagian masyarakat yang merasa keberatan dengan iuran

yang dibebankan karena setiap masyarakat tidak mendpatkan hasil panen

yang sama dan tidak memiliki penghasilan yang sama. Bagi yang

memiliki hasil panen yang sedikit akan merasa terbebani dengan iuran

tersebut, namun mau tidak mau mereka harus membayar iuran tersebut

karena jika tidak membayar iuran tersebut dikhawatirkan mereka akan

terkucilkan dalam kehidupan bermasyarakat.

B. Pembahasan

1. Pelaksanaan Tradisi Mandarahi Kapalo Banda di Jorong Simancuang

Kenagarian Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok

Selatan

Tradisi mandarahi kapalo banda merupakan suatu tradisi yang

dilakukan oleh masyarakat di Jorong Simancuang yang telah diwariskan

secara turun temurun dari dahulu sampai sekarang dan masih rutin dilakukan

setiap tahunnya. Sesuai yang diungkapkan oleh Badudu Zain dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia tradisi diartikan sebagai adat kebiasaan yang

dilakukan secara turun temurun dan masih dilakukan dalam masyarakat

disetiap tempat atau suku-suku yang berbeda-beda. Selain itu menurut


99

Soebadio dalam Mursal Esten (1993:11) berpendapat bahwa tradisi adalah

kebiasaan turun temurun dari sekelompok masyarakat berdasarkan nilai-nilai

budaya masyarakat yang ber sangkutan. Jadi disini tradisi mandarahi kapalo

banda di Jorong Simancuang ini sudah dilakukan semenjak dahulu bahkan

tradisi ini sudah dilaksanakan semenjak Jorong Simancuang ini ada dan

sampai saat ini tradisi mandarahi kapalo banda masih dilaksanakan di Jorong

Simancuang ini.

Ada beberapa tahapan dalam pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo

banda, yaitu sebagai berikut :

a. Tahap Perencanaan

Sebelum tradisi mandarahi kapalo banda dilaksanakan,

masyarakat di Jorong Simancuang melakukan pertemuan (musyawarah)

jorong terlebih dahulu. Dalam musyawarah ini diundang semua tokoh

masyarakat dan anggota masyarakat yang ada di Jorong Simancuang.

Undangan ini disampaikan melalui mulut ke mulut saja. Dalam

musyawarah tersebut dibentuk panitia yang akan bertanggungjawab atas

pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda. adapun susunan panitia

pelaksana tradisi mandarahi kapalo banda adalah terdiri dari ketua

pelaksana saja dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu langsung oleh

kepala jorong dan tiga orang tokoh masyarakat. Dimana Bapak Jalaludin
100

Dt. Derajo sebagai ketua panitia pelaksana dan dibantu oleh Pesri

Novendri (kepala jorong), Nofiardi daam pelaksanaan tradisi mandarahi

kapalo banda pada tanggal 27 Juli 2016.

Dalam musyawarah ini juga dibahas iuran yang akan diwajibkan

dan kapan pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda. Iuran yang

diwajibkan adalah sebesar Rp100.000 dan biasanya ditambah dengan

satu sukat beras (dua liter) per KK, namun pada pelaksanaan tradisi

mandarahi kapalo banda pada tanggal 27 Juli 2016 iuran beras ditiadakan

karena dalam musyawarah jorong disepakati beras dibeli dari iuran yang

telah terkumpul . Sedangkan pemungutan iuran dan pembelian kerbau

yang akan disembelih dalam pelaksanaakn tradisi mandarahi kapalo

banda serta baahn-bahan untuk memasak daging adalah merupakan tugas

panitia pelaksana. Biasanya musyawarah ini dilakukan dalam dua

minggu awal bulan Januari dan Juli.

b. Tahapan Pelaksanaan

Setelah semua persiapan selesai maka langkah selanjutnya adalah

pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda sesuai dengan kesepakatan

dalam musyawarah yang telah dilakukan sebelumnya. Tahap awal proses

tradisi mandarahi kapalo banda ini adalah penyembelihan kerbau.

Penyembelihan ini dilakukan oleh imam mesjid dan dibantu oleh panitia
101

pelaksana dan beberapa bapak-bapak secara bersama-sama, setelah

penyembelihan selesai maka daging tersebut dibagi dua, sebagian untuk

dibagikan untuk masyarakat dimana setiap kepala keluarga mendapatkan

1 Kg daging, dan sisanya dimasak secara bersama-sama di masjid.

Setelah proses memasak selesai maka setelah sholat Zuhur diadakan

makan bersama yang dilanjutkan dengan doa bersama. Doa ini dipimpin

oleh imam mesjid dan doa merupakan wujud syukur atas rezki yang telah

dilimpahkan oleh Allah SWT dan meminta agar hasil panen terus

meningkat dan dijauhkan dari bala musibah. Adapun doa yang dibaca

adalah doa tolak bala dan doa mempermudah rejeki agar hasil panen

berikutnya terus meningkat. Setelah dilakukan doa bersama maka

selanjutnya adalah penetapan mulai turun ke sawah.

2. Bentuk Pergeseran Tradisi Mandarahi Kapalo Banda di Jorong

Simancuang Kenagarian Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo

Kabupaten Solok Selatan

Setiap kehidupan masyarakat senantiasa mengalami perubahan.

Perubahan pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial

yang wajar. Perubahan dalam masyarakat pada prinsipnya merupakan suatu

proses yang terus menerus, tetapi perubahan antara masyarakat yangs atu

dengan yang lainnya tidak selalu sama, ada masyarakat yang mengalami

perubahan lebih cepat dibandingkan dengan masyarakat lainnya.Begitupun


102

halnya dengan masyarakat di Jorong Simancuang yang senantiasa mengalami

perubahan. Pergeseran pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda dapat

sebagai berikut:

1. Lamanya Waktu Pelaksanaan

Pada masa dahulu tradisi mandrahi kapalo banda dilaksanakan dalam

dua hari. Pada hari pertama dilaksanakan penyembelihan hewan (kambing)

dan memasak daging tersebut. Kemudian pada hari kedua baru lah diadakan

makan bersama dan doa bersama yang dilanjutkan dengan membuat

kesepakatan turun kesawah secara bersama. Sedangkan pelaksanaan saat

sekarang ini hanya dilakukan daam satu hari saja. Penyembelihan dilakukan

pda pagi hari kemudian dilanjutkan dengan memasak dan setelah zuhur

dilkasnakan makan bersama dan doa bersama kemudian menyepakati kapan

baiknya turun ke sawah.

2. Hewan Yang Disembelih

Selain itu bentuk pergeseran tradisi mandrahi kapalo banda yang

terlihat adalah dari hewan yang yang disembelih pada pelaksnaan tradisi

mandarahi kapalo banda. pada masa dahulu hewan yang disembelih adalah
103

kambing. Kemudian diganti dengan sapi dan diganti lagi dengan kerbau

sampai sekarang ini. Alasan penggantian hewan yang disembelih ini adalah

karena pertambahan penduduk. Karena pada awalnya daerah simancuang ini

adalah baru, maka semakin lama penduduk di sini semakin banyak. Karena

banyak penduduk-penduduk didaerah lain yang masuk dan tinggal di

Simancuang ini. Seiring dengan masuknya penduduk dari berbagai daerah

secara tidak langsung mereka juga membawa tradisi mereka. Sehingga terjadi

adaptasi budaya dengan budaya lain.

3. Jumlah Beras Yang Digunakan

Pada tradisi mandarahi kapalo banda iurang yang diwajibkan bagi

masyarakat di Jorong Simancuang tidak hanya berupa uang tetapi juga

ditambah dengan iurab beras sebantak satu sukat (2 liter) .Berdasarkan

temuan peneliti dan darihasil wawancara yag dilakukan dapat ditarik

kesimpulan bahwa pergeseran tradisi mandarahi kapalo banda juga dapat

dilihat dari jumlah beras yang terkumpul dan yang dibutuhkan untu acara

makan bersama dalam tradisi mandarahi kapalo banda.

Pada masa dahulu beras yang terkumpul hanya sedikit karena pada

mulanya Jorong Simancuang hanya memiliki 20 KK, makanya beras yang

terkumpul hanaya sedikit dan bersa yang dibutuhkan juga sedikit dalam acara

makan bersama. Namun pada masa sekarang penduduk di Jorong


104

Simancuang sudah banyak seiring dengan banyaknya kelahiran dan

banyaknya penduduk dari daerah lain yang menetap di Jorong Simancuang.

Dengan demikian karena bertambahnya penduduk maka jumlah beras yang

didapatkan juga semakin banyak dan beras yang dibutuhkan untuk makan

bersama pada tradisi mandarahi kapalo banda juga banyak.

4. Jumlah Penduduk yang Ikut

Bentuk pergeseran tradisi mandarhi kapalo banda juga dpat dilihat dari

penduduk yang mengikuti tradisi mandrahi kapalo banda. pada masa dahulu

dikarenakan masyarakat hanya sedikit maka yang ikut serta dalam pelaksanaan

tradisi mandarahi kapalo banda juga sangat sedikit, berbeda dengan sekarang

yang mana jumlah penduduk yang ikut dalam tradisi mandarahi kapalo banda

juga telah semakin banyak. Karena seiring berjalannya waktu dengan adanya

kelahiran dan masuknya penduduk baru yang menetap di Jorong Simancuang

penduduk di Jorong Simancuang semakin meningkat.

Perubahan dan pergeseran pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda

di Jorong Simancuang ini terjadi karena adaptasi dengan budaya lain. Suatu

budaya yang telah ada dalam suatu masyarakat akan dapat berubah

berangsur-angsur apabila mendapat pengaruh dari budaya lain. Setiap


105

masyarakat memiliki kebudayaan yang berbeda walaupun berada pada daerah

yang sama.

Dari teori-teori diatas sesuai dengan fakta dilapangan penyebab

pergeseran kebudayaan di Jorong Simancuang ini adalah disebabkan karena

pertambahan penduduk yang secara tidak langsung juga akan membawa

budaya mereka sehingga terjadi adanya kontak dengan budaya baru tersebut.

Karena proses perubahan budaya melalui kontak dengan budaya lain maka

akan terjadi proses pemudaran unsur-unsur kebudayaan dari perorangan ke

orang lain, dan dari suatu masyarakat dikirim pada lingkungan masyarakat

lain, sedangkan perubahan budaya disebabkan karena adanya toleransi suatu

lingkungan masyarakat untuk menerima budaya dari msyarakat lain.

Berdasarkan hasil pembahsan diatas jelaslah bahwasanya hukum adat

Minangkabau khususnya yang berlaku pada masyarakat di Jorong

Simancuang bersifat terbuka. Dengan kata lain hukum adat dikenagarian ini

bersifat terbuka adalah dapat menerima perubahan yang terjadi dalam

masyarakat. Namun dengan demikian sebaiknya hokum adat meskipun tidak

tertulis hendaknya dijunjung tinggi karena falsafah Minangkabau adat

basandi syarak, syarak basandi kitabullah yang memperlihatkan persentuhan

dua adat minangkabau asli dengan nilai budaya agama (Mursal Ensten

1993;135).
106

Pada dasarnya setiap manusia dalam kehidupannya beradaptasi dengan

lingkungan. Lingkungan tersebut akan membawa pengaruh terhadap

kebiasaan masyarakat dalam kehidupannya, sehingga terjadilah suatu

kebiasaan baru yang dijadikan pedoman dalam tata pelaksanaan upacara adat.

Dengan adanya adaptasi sekelompok orang akan menimbulkan kebudayaan

baru sehingga menyebabkan perubahan budaya, yaitu melalui proses

penyebaran unsure-unsur kebudayaan dari perorangan ke orang lain, dan dari

suatu masyarakat lain diaman lingkungan budaya yang ada pada lingkungan

masyarakat dikirim pada lingkungan masyarakat lainnya.

3. Dampak Pelaksaanaan Tradisi Mandrahi Kapalo Banda Di Jorong

Simancuang Kenagarian Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo

Kabupaten Solok Selatan

Dampak dari pelaksanan tradisi mandarahi kapalo banda di Jorong

Simancuang Kenagarian Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten

Solok Selatan antara lain :

a. Memperkuat Persatuan

Tradisi mandarahi kapalo banda di jorong simancuang memberiakan

dampak positif bagi masyarakat di jorong simancuang ini. Salah satunya adalah

memperkuat persatuan antara anggota masyarakat. Karena pelaksnaan tradisi

mandarahi kapalo banda ini tidak terlepas drai sikap kerjasama, gotong royong
107

dan kebersamaan diantara anggota masyarakat. Dilihat dari tahapan

pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda itu sendiri yang diawali dengan

musyawarah jorong, dilanjutkan dengan pelaksanaannya semua masyarakat

ikut serta dalam pelaksanaan. Hal inilah yang dapat memperkuat rasa persatuan

dianatara masyarakat.

b. Berkurangnya Hama Padi

Tradisi mandarahi kapalo banda juga memberikan dampak berkurangnya

hama padi. Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa masyarakat

di Jorong Simancuang melakukan turun ke sawah secara serentak, degan

demikian yang menjaga padi dari ancaman hama padi juga dilakukan secara

bersama-sama.

c. Mengurangi Pertikaian Antar Masyarakat

Tradisi mandarahi kapalo banda diikuti oleh seluruh masyarakat yang

ada di Jorong Simancuang. Dengan demikian semua masyarakat akan

berkumpul dan ikut serta, karena seluruh masyarakat ikut dalam tradisi

mandarahi kapalo banda ini menyebabkan mereka salin kenal mengenal. Hal

inilah yang bisa mengurangi pertikaian diantara masyarakat. Berdasarkan

hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa di Jorong Simancuang ini tidak

ada terjadi konflik-konflik diantara masyarakat. Begitu juga dengan anak


108

kemenakan mereka tidak ada terjadi tawuran atau perkelahian diantara

mereka.

d. Meningkatkan Hasil Panen

Selain memperkuat persatuan dampak pelaksanaan tradisi mandarahi

kapalo banda ini adalah meningkatnya hasil panen masyarakat di Jorong

Simancuang ini. Pelaksanaan tradisi manadarahi kapalo banda merupakan

tradisi yang dilakukan oleh masyarakat untuk memulai bercocok tanam secara

bersama-sama, dengan memulai bercocok tanam secara bersama-sama maka

akan meminimalisir hama padi seperti padi dan tikus. Karena hama padi

berkurang maka akan meningkatkan hasil panen masyarakat yang akan

berdampak pada meningkatnya ekonomi masyarakat dan kesejahteraan

masyarakat.

e. Adanya Masyarakat Yang Merasa Keberatan Dengan Iuran Yang

Dibebankan

Selain memberikan dampak positif tradisi mandarahi kapalo banda juga

memberikan dampak negative. Salah satunya adalah adanya masyarakat yang

merasa keberatan dengan iuran yang dibebankan. Karena semua masyakat di

Jorong Simancuang ini memiliki penghasilan yang berbeda-beda. Bagi

masyarakat yang memiliki ekonomi dibawah menengah maka ada sebagian

dari mereka yang merasa keberatan dengan iuran yang dibebankan. Tapi mau
109

tidak mau masyarakat harus membayar iuran tersebut karena jika mereka tidak

membayar iuran wajib dikhawatirkan mereka akan terkucilkan dalam

kehidupan bermasyarakat.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa pergeseran tradisi mandarahi kapalo banda Di Jorong

Simancuang Kenagarian Alam Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan adalah sebagai

berikut:

1. Pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda merupakan tradisi yang

telah dilakukan sejak dahulu hingga saat ini. Tradisi mandarahi kapalo

banda adalah tradisi turun ke sawah yang biasa dilakukan oleh

masyarakat di Jorong Simancuang. Tujuan pelaksanaan tradisi ini adalah

doa bersama dan kesepakatan turun ke sawah.

2. Pergeseran pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda adalah lamanya

pelaksanaan, hewan yang disembelih dalam pelaksanaan tradisi


110

mandarahi kapalo banda, jumlah beras yang digunakan dan jumlah

penduduk yang mengikuti. Pada zaman dahulu pelaksanaan tradisi

mandarahi kapalo banda dilakukan selama dua hari sedangkan pada

saat sekarang ini dilakuan hanya dalam satu hari. Selain itu pada zaman

dahulu hewan yang disembelih adalah kambing kemudian diganti

dengan sapi dan kemudian diganti lagi dengan kerbau sampai sekarang

ini. Sedangkan beras yang terkumpul dan yang dibutuhkan sedikit

karena masyarakat masih sedikit, sedangkan sekarang karena

masyarakat sudah banyak maka beras yang terkumpul dan yang

dibutuhkan pada saat makan bersama juga banyak. Selain itu bentuk

pergeseran tradisi mandarahi kapalo banda juga dilihat dari banyaknya

masyarakat yang mengukuti, dahulu hanya sedikit sedangkan sekang

sudah banyak yaitu 224 KK. Alasannya adalah karena penduduk

semakin hari semakin bertambah.

3. Dampak pelaksanaan tradisi mandarahi kapalo banda ini bagi

kehidupan masyarakat di Jorong Simancuang ini adalah memperkuat

persatuan antar anggota masyarakat, berkurangnya hama, hilangnya

pertikaian diantara anggota masyarakat dan meningkatkan hasil panen

yang berakibat bertambahanya kesejahteraan masyarakat dan

meminimalisir hama padi sehingga tidak terjadi gagal panen serta

adanya masyarakat yang merasa keberatan dengan iuran yang

dibebankan.
111

B. Saran

1. Diharapkan kepada tokoh-tokoh masyarakat dan anggota masyarakat untuk

selalu melestarikan tradisi yang ada dengan cara memperkenalkan kepada

generasi muda agar mereka dapat mengenal tradisi yang ada di Jorong

Simancuang ini.

2. Diharapkan kepada generasi muda agar senantiasa ikut serta dalam

pelaksanaan tradisi yang ada di Jorong Simancuang agar tradisi yang telah

ada tetap lestari dan dapat ditingkatkan kearah yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai