Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tentunya dalam menjalankan roda
negaranya masih sangat bergantung dengan pengaruh negara asing. Hal tersebut menjadi
permasalahan tersendiri dimana ketika terjadi krisis maka Indonesia akan terkena
imbasnya. Contohnya saja saat ini sedang terjadi perang dagang antara dua negara
adikuasa Amerika Serikat (AS) dengan China. Adanya perang dagang tersebut
menimbulkan persoalan tersendiri yaitu pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Hal
tersebut dapat terjadi karena perekenomian Amerika Serikat (AS) mampu memengaruhi
kondisi mata uang rupiah. Bisa dikatakan, menguat dan melemahnya nilai tukar rupiah
sangat bergantung dari situasi perekonomian negara adidaya tersebut. Hal itu
dikarenakan ketergantungan Indonesia bertransaksi menggunakan dolar AS. Namun
selain itu, penyebab lain yang membuat dolar AS mampu memengaruhi mata uang rupiah
adalah karena utang luar negeri Indonesia mayoritas menggunakan instrumen mata uang
dolar AS, misalnya obligasi global ( global bond ). Maka untuk melunasi hutang
tersebut, Indonesia membutuhkan dolar AS juga sehingga kebutuhan akan dolar AS
semakin meningkat. Jadi ketika dolar AS menguat Indonesia membutuhkan lebih banyak
dolar AS. Hal itu berpengaruh terhadap melemahnya rupiah karena menggerus cadangan
devisa negara.
Pelemahan nilai tukar rupiah dan sebagian mata uang dunia terjadi setelah
Gubernur Bank Sentral AS, the Fed, Jerome Powell berpidato pertama kalinya di depan
publik, dan menyatakan bahwa perekonomian AS terus membaik. Perbaikan ekonomi
juga akan diikuti oleh kenaikan suku bunga acuan The Fed secara gradual supaya
ekonomi tidak mengalami panas berlebihan (overheating ). Jika Fed Fund Rate benar-
benar naik maka BI harus memantau kondisi ekonomi dan dunia serta menjaga inflasi
agar tetap stabil. Pelemahan nilai tukar rupiah terjadi setiap tahun dengan penyebab yang
tidak selalu sama. Kejadian tersebut telah berlangsung sejak awal tahun dan terus
mengalami pelemahan. Melihat fenomena tersebut maka perlu dianalisis dampak
pelemahan rupiah terhadap perrtumbuhan ekonomi Indonesia. Lebih lanjut makalah ini
juga akan membahas penyebab terjadinya tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap
dollar tersebut, faktor apa saja yang memengaruhinya, strategi dan kebijakan apa saja

1
yang dapat digunakan untuk mengatasinya sehingga stabilitas keuangan dalam negeri
dapat terjaga.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja teori Pertumbuhan Ekonomi ?
1.2.2 Bagaimana Tren Pelemahan Nilai Mata Uang di ASEAN ?
1.2.3 Faktor Penyebab terjadinya Pelemahan Rupiah ?
1.2.4 Dampak pelemahan rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia ?
1.2.5 Strategi dan Kebijakan Untuk Mengatasi Pelemahan Rupiah ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Untuk mengetahui apa saja teori Pertumbuhan Ekonomi.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana Tren Pelemahan Nilai Mata Uang di ASEAN.
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja faktor Penyebab terjadinya Pelemahan Rupiah.
1.3.4 Untuk mngukur seberapa besar dampak pelemahan rupiah terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
1.3.5 untuk mengetahui apa trategi dan Kebijakan Untuk Mengatasi Pelemahan Rupiah.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil Penulisan ini diharapkan akan membawa manfaat antara lain sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penulisan ini di harapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan
tentang dampak pelemahan rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat dari penulisan ini adalah:
1. Manfaat Akademik a. Bagi dunia pendidikan, penelitian ini diharapkan menjadi
sumbangan data empiris bagi pembangunan ilmu pengetahuan. b. Sebagai
informasi bagi rekan-rekan mahasiswa dalam mengadakan penelitian lebih lanjut
mengenai dampak pelemahan rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

Pada bab pembahasan ini akan dibahas secara detail mengenai dampak dari adanya
pelemahan nilai rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Adanya pelemahan nilai
rupiah tentunya memberikan dampak yang dirasakan oleh negara kita. Sebelum masuk
kedalam inti permasalahan disini akan membahas teori Pertumbuhan Ekonomi, trend dari
pelemahan nilai mata uang di negara lain, faktor penyebab terjadinya pelemahan nilai
rupiah, dan terakhir akan membahas strategi dan kebijakan apa saja yang dapat digunakan
untuk mengatasinya sehingga stabilitas keuangan dalam negeri dapat terjaga.

2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi


1. Teori Pertumbuhan Klasik
Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi Klasik ada empat faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu jumlah penduduk, jumlah stock barang-
barang modal, luas tanah, dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan.
Walaupun menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung kepada banyak faktor, ahli-
ahli ekonomi Klasik terutama menitikberatkan perhatiannya kepada pengaruh pertambahan
penduduk kepada pertumbuhan ekonomi.
Dalam teori pertumbuhan mereka, dikemukanan suatu teori yang menjelaskan
perkaitan antara pendapatan per kapita penduduk dan jumlah penduduk. Teori tersebut
dinamakan teori penduduk optimum. Apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi
marjinal adalah lebih tinggi daripada pendapatan per kapita. Maka pertambahan penduduk
akan menaikkan pendapatan per kapita. Akan tetapi jika penduduk semakin banyak maka
akan berlaku hukum hasil lebih yang semakin berkurang,yaitu produksi marjinal akan
mulai mengalami penurunan.
2. Teori Schumpeter
Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam
mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori ini ditunjukkan bahwa para pengusaha
merupakan golongan yang akan terus menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam
kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi : memperkenalkan barang baru, mempertinggi
efisien cara memproduksi dalam menghasilkan sesuatu barang, memperluas pasar suatu
barang ke pasaran yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan

3
mengadakan perubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi efisiensi kegiatan
perusahaan. Berbagai kegiatan inovasi ini akan memerlukan investasi baru
3. Teori Harrod-Domar
Teori Harrod-Donar dalam analisisnya bertujuan menerangkan syarat yang harus
dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady
growth dalam jangka panjang. Teori ini beranggapan bahwa modal harus dipakai secara
efektif, karena pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh peranan pembentukan
modal tersebut.
4. Teori Pertumbuhan Neo Klasik
Abramovits dan Solow dalan teori pertumbuhan Neo Klasik mengemukakan bahwa
faktor terpenting dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi bukanlah pertambahan modal
dan pertambahan tenaga kerja. Faktor yang paling penting adalah kemajuan teknologi dan
pertambahan kemahiran dan kepakaran tenaga kerja.

2.2 Trend Pelemahan Nilai Tukar di Beberapa Negara ASEAN


Trend pelemahan nilai rupiah saat ini sudah cukup menghawatirkan. Saat ini kurs
mata uang rupiah terhadap dollar disekitaran Rp 14.800,00 bahkan kemarin sempat
menyentuh angka Rp. 15.000,00. Berikut trend pergerakan pelemahan kurs rupiah
beberapa hari kemarin :

Trend Pelemahan Rupiah


15000
14939
14950 14893
14900 14865
14839 14824
14850
14800
14750
14700
14650
14600
14550
14500
20-Sep-18 21-Sep-18 22-Sep-18 23-Sep-18 24-Sep-18 25-Sep-18 26-Sep-18

Trend Pelemahan Rupiah

Sumber: https://www.bi.go.id/en/moneter/informasi-kurs/referensi-jisdor/Default.aspx
Gambar 1. Tren Pergerakan Rupiah Terhadap Dolar AS

4
Selain itu pelemahan nilai mata uang buka hanya terjadi di Indonesia saja
melainkan juga menimpa beberapa mata uang di negara Kawasan Asia Tenggara juga
mengalami pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS. Namun dalam membandingkan nilai
tukar mata uang dengan negara- negara di kawasan Asia Tenggara, kita tidak bisa
menutupi kenyataan bahwa masing-masing negara memiliki kondisi ekonomi yang
berbeda. Hanya Singapura dan Brunei yang bisa dikategorikan sebagai negara maju di
Asia Tenggara, sisanya termasuk kelompok negara berkembang. Saat ini rupiah
menempati mata uang termurah kelima sedunia dan kedua di Asia Tenggara. Fakta
menunjukkan tidak semua nilai mata uang negara- negara di Asia Tenggara mengalami
pelemahan seperti halnya rupiah.
Analis Monex Investindo Futures, Faisyal berpendapat, pelemahan rupiah
dihadapan mata uang regional merupakan efek dari perbedaan kondisi ekonomi di antara
negara-negara yang bersangkutan. Ia pun menyebut, posisi defisit transaksi berjalan
Indonesia yang melebar menjadi 3% di kuartal II 2018 berpengaruh besar terhadap koreksi
rupiah terhadap sejumlah mata uang negara tetangga. Sebagai negara emerging market,
melebarnya defisit transaksi berjalan akan menambah beban suatu mata uang dalam
menahan tekanan sentimen global seperti kenaikan suku bunga acuan AS dan perang
dagang. Aksi penjualan di pasar saham dan obligasi pun rentan terjadi ketika kondisi
tersebut berlangsung. Lebih lanjut, adanya agenda politik juga mempengaruhi pergerakan
rupiah dihadapan mata uang regional. Hal tersebut turut membuat para investor cenderung
lebih waspada untuk berinvestasi pada aset dari negara emerging market, terutama yang
sedang menghadapi agenda Pemilu.
Menurut Agus, ke depan BI akan mengambil bauran kebijakan untuk menyikapi
perkembangan global dan kondisi normal untuk merespons ekonomi global. "Kondisi
likuiditas rupiah dan valuta asing di pasar terjaga, sehingga membuat Indonesia bisa
mengelola ekonominya dengan baik dan berkesinambungan". Dia menyebutkan, per 9 Mei
2018, selama Mei 2018 (month to date) terhadap dolar Amerika Serikat (AS), rupiah
melemah 1,2%, baht Thailand melemah 1,76%, dan lira Turki melemah 5,27%. Sementara
itu, sepanjang tahun 2018 (year to date) terhadap dolar AS, rupiah melemah 3,67%, peso
Filipina melemah 4,04%, rupee India melemah 5,6%, real Brasil melemah 7,9%, rubel
Rusia melemah 8,84%, dan lira Turki 11,42%. Hingga penutupan hari ini (11/5) dolar AS
ditutup di posisi Rp 13.950.

5
Agus menjelaskan untuk merespon kondisi nilai tukar, BI akan berada di pasar
untuk memastikan comfortability dan likuiditas dalam jumlah yang memadai. Kemudian
BI akan memantau perkembangan ekonomi global dan dampaknya ke domestik. Bank
sentral akan menyiapkan second line of defense bersama bank sentral negara lain. BI juga
akan membuka opsi penyesuaian suku bunga acuan. Kemudian BI akan berkoordinasi
dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan
Kementerian Keuangan untuk menjaga inflasi dan transaksi berjalan.

2.3 Faktor Penyebab Pelemahan Nilai Rupiah


1. Faktor Eksternal
Menurut Gubernur Bank Indonesia, defisit dalam transaksi perdagangan Indonesia
mengakibatkan nilai tukar rupiah mengalami tekanan berupa fluktuasi pada Februari-Maret
2018. Meski begitu, fluktuasi yang saat ini terjadi masih dalam batas yang sehat. Ada dua
faktor utama terkait fluktuasi ini, di mana salah satunya adalah peraturan Presiden
Amerika Donald J. Trump terkait dengan bea masuk baja dan aluminium. Faktor kedua
penyebab fluktuasi rupiah adalah rencana The Fed meningkatkan suku bunga acuan lebih
dari tiga kali.
Langkah The Fed akan menjadikan suku bunga di AS lebih atraktif. Kondisi
tersebut akan mendorong para investor portofolio memindahkan dananya dari emerging
markets, termasuk Indonesia, ke AS. Dengan asumsi The Fed menaikkan suku bunga
acuan tersebut, berarti nilai pada akhir 2018 akan berada pada kisaran 2,25-2,50%. Selisih
itulah yang sedang dikejar para investor agar mereka bisa mengambil keuntungan yang
maksimal. Selain mengejar selisih suku bunga, para investor juga memanfaatkan
momentum pemulihan.
2. Faktor Internal
Imbal hasil yang tak lagi menarik bisa menjadi kerugian bagi pasar uang dalam
negeri. Investor asing dapat menarik dana-dananya dari pasar saham, obligasi, pasar valas,
dan instrumen investasi lainnya. Situasi ini akan membuat rupiah menjadi ‘bulan-bulanan’
dolar AS. Semakin rupiah terpuruk, semakin besar potensi penarikan dana asing dari
Indonesia. Ancaman pelarian modal (capital flight) akan semakin nyata.
Pelemahan nilai tukar dan keluarnya sebagian investor asing dari pasar uang dalam
negeri patut diwaspadai oleh pemerintah. Pemerintah menghadapi dua tantangan sekaligus,
yakni potensi kenaikan imbal hasil dan beban pembayaran utang luar negeri, dimana
kewajiban korporasi membayar utang ada pada awal tahun hingga pertengahan tahun. Per

6
Desember 2017, nilai utang luar negeri pemerintah tercatat sebesar 177,3 miliar dolar AS,
meningkat dari 2016 sebesar 54,88 miliar dolar AS.
Menurut Kementerian Keuangan status utang pemerintah mencapai Rp4.035 triliun
pada akhir Februari 2018. Angka tersebut meningkat 13,46% dibanding periode yang sama
tahun lalu yang sebesar RPp 3.556 triliun, atau sebesar 29,24% dari Produk Domestik
Bruto (PDB). Adapun, utang Indonesia berada di 29,24% dari PDB. Berdasarkan yang
ditetapkan pada ketentuan UU No. 17 Tahun 2003, batas utang pemerintah harus di bawah
60% dari PDB. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution,
rasio ini masih dalam level aman. Kondisi utang Indonesia, 38,7% surat utang pemerintah
dipegang investor asing. Artinya, kondisi global seperti tren kenaikan bunga acuan The
Fed, instabilitas geopolitik dan gelombang proteksionisme negara-negara maju sangat
sensitif terhadap pasar surat utang di Indonesia. Pemerintah Indonesia sendiri masih
memerlukan utang, karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini
selalu defisit. Sementara pemerintah berkomitmen untuk memberikan alokasi anggaran
yang cukup besar untuk pembangunan infrastruktur.

2.4 Dampak Pelemahan Rupiah


1. Pertumbuhan ekonomi terhadap pelemahan rrupiah
Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,27 pada kuartal II 2018 masih belum bisa
mengerek nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Sentimen negatif masih membayangi
rupiah yang hari ini menyentuh level Rp 14.600 per dollar AS. Angka tersebut pun
menjadi yang tertinggi selama pelemahan rupiah sejak awal 2018. Situasi tersebut
kemudian dianggap tak mengejutkan, lantaran pada kuartal II 2018 neraca perdagangan
masih mengalami defisit plus masih adanya defisit transaksi berjalan sebagai kondisi
fundamental perekonomian Indonesia. "Kuncinya adalah di faktor fundamental. Kalau
faktor defisit dan current account (transaksi berjalan) kita defisit maka itu yang nantinya
akan menjawab bahwa depresiasi nilai tukar rupiah kita apakah temporary atau akan terus
berlanjut ke depannya," ujar Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati.
Dominasi sektor konsumtif dibandingkan sektor produktif dalam pertumbuhan
ekonomi kuartal II 2018 pun dianggap bakal terus berlangsung pada semester II 2018.
Enny pun sangsi target pertumbuhan ekonomi akhir 2018 bisa tercapai jika hal tersebut
terus terjadi. Jika tidak tercapai, maka itu akan jadi referensi capital inflow yang masuk.
Capital inflow yang masuk itulah yang jadi indikator terjadi pelemahan rupiah atau tidak..
Di sisi lain, faktor politik seperti penentuan capres dan cawapres pekan lalu juga belum

7
mampu berdampak positif bagi rupiah, kendati Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
sehari setelah penentuan capres/cawapres naik beberapa persen. Penguatan IHSG tersebut
pun tak berjalan lama, sebab hari ini seiring dengan melemahnya rupiah terhadap dollar
AS, IHSG justru anjlok. "Kita ingat betul 5 tahun lalu, ketika pendeklarasian Jokowi ini
juga rupiah bahkan IHSG langsung dari zona merah ke zona biru. Tetapi ternyata
honeymoon-nya tidak lama. Kemudian hal yang sama ini bisa terjadi sekarang, sebaliknya
pasar justru merespons negatif.
2. Dampak Terhadap Inflasi
Bila nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan, maka akan memicu inflasi.
Harga-harga barang di dalam negeri akan meningkat. Terutama untuk barang atau produk
yang diolahnya dari bahan baku impor. Karena produsen harus merogoh kocek lebih besar
lagi untuk membeli bahan bakunya dari luar negeri itu alias impor. Kalau sudah begitu,
maka tidak mungkin produsen menjual barangnya sama seperti sebelumnya ketika rupiah
tidak melemah. Artinya, produsen harus menjual produknya dengan harga yang mahal agar
tidak merugi. Jika produsen tetap menjual produknya dengan harga yang sama, maka yang
akan dikorbankan adalah kualitasnya. Maka jalan satu-satunya adalah dengan menaikkan
harga jual produknya agar tetap untung dan menjaga pangsa pasarnya.
Karena itu lah konsumen akan membeli produk-produk itu dengan harga yang lebih
mahal dari biasanya. Dengan semakin mahalnya barang-barang tersebut terutama untuk
barang konsumsi, maka akan memicu inflasi tinggi. Oleh sebab itu saat ini pemerintah
mulai mewaspadai dampak pelemahan rupiah terhadap inflasi di paruh semester II/2018 ini
. Dengan demikian, pemerintah akan terus memperhatikan inflasi inti (core inflation) agar
tetap terjaga. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Tim
Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) Darmin Nasution mewaspadai kenaikan suku bunga The
Fed yang akan menjadi sentimen negatif terhadap rupiah. "Suku bunga The Fed arahnya
akan dinaikkan pada 2018 dan 2019, [saya] sudah tahu akan naik 1,5% atau lebih sedikit,
sehingga kita juga pasti harus mengambil langkah-langkah mengikuti itu, tidak bisa kita
menolaknya,". Dia melanjutkan, ini berarti Indonesia akan terkena dampak baik di tingkat
bunga dan inflasi yang turut naik. "Mungkin lama-lama inflasi kita terpengaruh karena
imported inflation, tapi sejauh ini belum. Artinya, core inflation naik sedikit tetapi masih
di bawah 3,5%."
Dia pun mengamini bahwa dampak nilai tukar terhadap inflasi datang melalui core
inflation, walaupun banyak pula barang core inflation yang bukan impor. Menurutnya,

8
dampak pelemahan rupiah terhadap inflasi dapat dilihat dari akumulasi kenaikan core
inflation sampai Agustus ini. Namun, lanjutnya, kenaikan tersebut belum signifikan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Inflasi inti sepanjang 2018
yakni, Januari tercatat 2,69%, Februari 2,58%, Maret 2,67%, April 2,69%, Mei 2,75% dan
Juni 2,72%, dan Juli 2,87%. Inflasi inti tersebut menunjukkan adanya tren naik sejak awal
tahun. Darmin pun melanjutkan selama Indonesia masih melakukan impor maka dampak
imported inflation terhadap core inflation pasti akan terjadi. "Kalau inflasi dalam soal
imported inflation susah karena selama kita impor ya kita terpengaruh saja dari barangnya
itu. Walaupun kita ada upaya mengendalikan impor, tetap saja [berpengaruh]," paparnya.
Dia pun menilai saat ini Indonesia tidak ada masalah di internal perekonomian karena
persoalan tekanan eksternal saat ini masih menjadi fokus. Menurutnya, pelemahan rupiah
belum akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi karena sejauh ini dampaknya belum
menyentuh proyek-proyek besar.
3. Dampak Terhadap Eksportir
Dengan pelemahan Rupiah, maka para eksportir yang sebelumnya kebanjiran order
dari luar negeri, bisa-bisa menyusut. Tentu tidak semua eksportir, tapi khusus eksportir
yang produknya masih bergantung pada bahan baku impor. Sebab, jika Rupiah melemah,
maka harga jual produk menjadi mahal. Tidak hanya di dalam negeri, tapi juga harga jual
di luar negeri tak lagi kompetitif. Jika ini terjadi, maka permintaan barang ekspor menurun
sehingga penjualan makin lesu dan produsen banyak kehilangan order.
Persaingan makin ketat karena karena bisa jadi negara lain punya produk yang
lebih murah akibat nilai tukar mereka lebih kuat dibanding Rupiah. Hal ini akan makin
merugikan produsen kita karena produknya tidak lagi kompetitif. Bila konsumen luar
negeri tidak mau beralih dengan produk lain alias sudah jatuh cinta dengan produk kita,
biasanya mereka hanya mengurangi jumlah pesanannya karena tidak mampu dengan harga
yang ditawarkan
4. Dampak Defisit Neraca Perdaganngan
Bila pelemahan Rupiah terus berlanjut volume ekspor memang akan meningkat. Ini
khusus untuk ekspor komoditas mentah yang selama ini menjadi komoditas utama ekspor
Indonesia. Sebab, semakin Rupiah melemah, maka harga barang-barang ekspor Indonesia
dari komoditas mentah itu atau produk lainnya yang tidak bergantung impor akan lebih
murah dibanding negara lain. Ini akan menguntungkan importir di luar negeri sana karena
mendapatkan barang yang sama dengan harga murah, sekaligus menguntungkan juga para

9
eksportir Indonesia karena ada permintaan yang banyak atau volume ekspornya
meningkat.
Namun di sisi lain, juga bisa mengancam neraca perdagangan Indonesia, bahwa
pelemahan rupiah tidak menguntungkan bagi eksportir atau produsen yang mengandalkan
bahan baku/penolong dari impor. Karena biaya produksinya semakin tinggi dan harga jual
produknya mau tidak mau semakin mahal. Kalau sudah demikian, maka eksportir yang
memproduksi barang-barang manufaktur berkebutuhan impor tinggi akan semakin tidak
kompetitif. Di sisi lain, mahalnya barang impor menyebabkan industri manufaktur akan
semakin sulit berkembang. Sehingga ekspor manufaktur Indonesia bisa berpotensi
mengalami kontraksi.
Padahal, ekspor manufaktur ini yang mampu menjaga surplus neraca perdagangan
menjadi berkualitas. Sebab, jika mengandalkan surplus dari neraca nonmigas utamanya
komoditas mentah hasil perkebunan seperti batu bara atau CPO, maka sewaktu-waktu bisa
terpengaruh oleh harga komoditas internasional yang berfluktuatif. Ketika harga
komoditas global tinggi, bisa meraup untung, dan sebaliknya. Artinya, kalau pun neraca
perdagangan masih bisa mencatatkan surplus. Jika pelemahan nilai tukar rupiah juga terus
berlanjut, maka berpotensi besar akan mengalami defisit.
5. Dampak Memicu PHK
Satu hal yang merisaukan akibat turunnya nilai tukar rupiah adalah munculnya
pemutusan hubungan kerja. Seperti ulasan di atas, pelemahan rupiah bisa menyebabkan
produsen harus mengeluarkan biaya tinggi untuk produksinya dan berakibat pada naiknya
harga jual produk, sehingga inflasi meningkat dan daya beli masyarakat tererus. Bila daya
beli masyarakat tergerus, maka mereka akan mengurangi konsumsinya, dan banyak barang
yang tidak habis terjual. Jika produsen masih banyak stok, maka produksi berkurang atau
bahan terhenti. Jika demikian, mau tidak mau industri akan mengurangi jumlah
karyawannya.
PHK menjadi mata rantai yang makin memperberat perekonomian nasional dan
bisa terjadi akibat depresiasi rupiah berdampak pada ekspor dan impor. Saat terjadi
depresiasi, harga barang-barang impor meningkat karena nilai mata uang kita dibanding
Dolar AS dan berbagai mata uang asing lainnya melorot. Pengguna barang impor harus
membayar uang lebih besar untuk barang yang dibelinya, sedangkan sebagian dari barang
yang diimpor Indonesia adalah barang modal, termasuk bahan baku, mesin pertanian, dan
mesin-mesin untuk produksi manufaktur. Di sisi lain, perusahaan juga harus membayar
biaya produksi lainnya, seperti bunga pinjaman dan upah karyawan. Satu-satunya yang

10
bisa dipangkas adalah biaya tenaga kerja. Artinya, perusahaan bisa jadi akan berhenti
menaikkan gaji atau mengurangi bonus, atau malah memecat karyawan jika beban biaya
produksi dinilai sudah terlalu tinggi.
6. Dampak Terhadap Kemampuan Pemerintah Membayar Utang
Perkara utang pemerintah yang belakangan ramai dibahas tidak lepas dari
fenomena pelemahan rupiah terhadap dollar AS. Banyak pihak yang berpendapat,
melemahnya rupiah akan membuat besaran utang yang harus dibayar semakin
membengkak, sehingga jadi beban untuk negara. Kementerian Keuangan melalui
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) menjelaskan, memang
betul ada pengaruh pelemahan rupiah terhadap posisi utang pemerintah. Pelemahan rupiah
akan langsung terasa ketika pemerintah harus membayar utang yang jatuh tempo pada
tahun saat pelemahan mata uang terjadi. "Ada lah pengaruhnya karena dari kurs pasti ada
depresiasi. Tapi, kita beruntung karena sekarang banyak yang (dalam mata uang) rupiah,"
kata Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Scenaider Siahaan saat
berbincang dengan Kompas.com.
Scenaider menjelaskan, dulu utang pemerintah lebih banyak dalam kurs dollar AS
ketimbang rupiah. Sehingga, ketika masa jatuh tempo tiba dan sedang ada gejolak
ekonomi global yang membuat dollar AS menguat, pemerintah lebih sulit memenuhi
pembayaran utang tersebut dengan mengandalkan rupiah. Namun, ketika porsi utang lebih
banyak dalam rupiah, maka pemerintah tidak perlu menanggung beban pembayaran utang
meski dollar AS sedang menguat dan rupiah melemah seperti sekarang ini. Posisi saat ini,
menurut Scenaider, lebih dominan utang dalam rupiah ketimbang dollar AS. "Sekarang
sekitar 60 persen (total utang) dalam rupiah, sudah besar. Perkiraan kita porsi rupiah 60
persen sampai akhir tahun."

2.5 Strategi dan Kebijakan Untuk Mengatasi Pelemahan Rupiah


Jika melihat dari laporan keuangan negara kita saat ini kita percaya fundamental
ekonomi nasional masih memiliki daya lenting (resilience) yang cukup untuk sekadar
menangkal kejatuhan rupiah dan meredam berbagai risiko yang ditimbulkannya. Beberapa
strategi dapat dilakukan oleh Pemerintah di antaranya adalah dengan memperkuat
fundamental industri manufaktur nasional dengan membangun industri barang modal,
bahan baku, dan industri dasar, serta menggenjot hilirisasi produk bernilai tambah tinggi.
Rupiah mudah melemah karena perekonomian kita terus “digerogoti” defisit neraca
transaksi berjalan (current account deficit/ CAD). Salah satu sumber CAD adalah defisit

11
neraca perdagangan di sektor barang modal dan bahan baku. Sementara itu, sektor ekspor
masih mengandalkan ekspor sumber daya alam. Tingginya ketergantungan pasar dalam
negeri terhadap produk impor dari impor bahan baku, barang modal, hingga produk jadi
menjadikan perekonomian kita rentan “digoyang” inflasi barang impor.
Pelemahan rupiah saat ini disebabkan adanya sentimen pasar, yakni pertama,
karena adanya kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed. Untuk meredam fluktuasi nilai
tukar rupiah seharusnya BI dan Pemerintah melakukan intervensi di pasar sekunder SUN,
karena pasar sekunder SUN sangat berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar rupiah.
Namun apabila BI hanya melakukan intervensi di pasar valas kebijakan tersebut dianggap
tidak memberikan pengaruh sama sekali, karena dari sisi teknikal di pasar valas akan
terjadi fluktuasi nilai tukar. Sehingga diperlukan dukungan koordinasi yang kuat antara
Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam menjaga ketahanan perekonomian Indonesia
dalam memantau pasar sekunder SUN.
Sejalan dengan itu penyataan menurut Pengamat ekonomi Asian Development
Bank Eric Sugandi ketika Berbincang dengan Liputan6.com memaparkan beberapa solusi
yang dapat dilakukan pemerintah terkait depresiasi rupiah. Meski beberapa ekonom
menekankan sentimen eksternal, kata Eric, sentimen dalam negeri (internal) turut serta
berkontribusi pada pelemahan nilai tukar, terutama defisit transaksi berjalan (current
account deficit/CAD). Untuk jangka pendek, Eric menekankan agar pemerintah atau Bank
Indonesia untuk terus melakukan intervensi pasar. Ia juga menyarankan agar BI kembali
menaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps lagi. Tak hanya itu, ia juga menyarankan untuk
BI intervensi di pasar obligasi. Sedangkan untuk jangka panjang, pemerintah dinilai telah
melakukan pembenahan struktural seperti kebijakan perluasan penggunaan B20 serta
pembatasan komoditas impor.
Selain strategi dan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Kita sebagai warga
negara Indonesia yang baik tentunya bisa ikut berpartisipasi dalam mengatasi pelemahan
rupiah terhadap dolllar. Kita juga sebagai warga Indonesia tak perlu panik untuk
menyikapinya, karena 5 hal ini bisa kita lakukan dalam kondisi seperti saat ini.
1. Membatasi belanja barang impor
Kalau kamu selama ini termasuk konsumtif terhadap barang-barang impor,
terutama secara online, nampaknya hal ini perlu di-rem sementara waktu. Berhubung nilai
tukar mata uang kita kian turun, otomatis barang yang dibanderol dengan harga dolar akan
makin mahal jika dikonversi ke rupiah.

12
2. Memacu kegiatan ekspor
Kalau flow impor menjadi lebih sulit, kondisi ini bisa digunakan untuk menaikkan
nilai jual ke luar negeri atau ekspor. Naiknya kurs dolar terhadap hampir seluruh mata
uang lainnya di dunia menyebabkan peluang industri Indonesia dilirik pasar asing jadi
lebih besar. "Keadaan ini bisa menguntungkan kalau depresiasi rupiah bisa direspons
secara cepat oleh sektor industri kita, karena ekspor yang meningkat. Mestinya harga
komoditas bisa dianggap lebih murah di mata konsumen luar negeri," ujar Agus Eko,
ekonom dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat dihubungi IDN Times,
Selasa malam.
Untuk bidang usaha kecil dan menengah, bisa juga memanfaatkan momentum ini
untuk mendorong kegiatan ekspor. Nilai tukar dolar terhadap rupiah yang meroket akan
meningkatkan daya jual.
3. Untuk pelaku UMKM: dibanding menaikkan harga, lebih baik menekan biaya
produksi
Salah satu dampak yang mungkin timbul dari kejadian ini adalah naiknya harga
pasaran dan kebutuhan hingga ke tingkat UMKM. Terutama mereka yang memanfaatkan
bahan baku impor, baik pengimpor langsung atau tangan kedua. Untuk menutup tingginya
biaya produksi, mengatrol harga jual seringkali dipilih jadi solusi. Padahal kenaikan harga
yang tak terkendali bisa berbuntut tingginya inflasi, sehingga keadaan ekonomi di
Indonesia makin tak stabil. "Banyak UMKM kita yang mengandalkan bahan baku dari
sejumlah komunitas impor, misalkan bahan tekstil atau metal. Hal ini mempengaruhi biaya
produksi yang juga naik," tutur Agus Eko. "Apalagi kalau mereka hanya bermain di pasar
domestik dan tidak bisa mendapatkan nilai exchange rate dengan ekspor."
Untuk itu, jalan alternatif perlu dicari sebelum memutuskan kenaikan harga.
Misalnya dengan menekan biaya produksi, mengurangi porsi, mencari opsi bahan baku
lain, dan sebagainya.
4. Melakukan transaksi di dalam negeri secara normal
Sebagai konsumen, kita tetap bisa berkontribusi dalam stabilitas ekonomi. Agus
mengatakan, pola transaksi dan konsumsi di masyarakat turut mempengaruhi inflasi.
Meskipun dalam kasus terburuk harga kebutuhan pokok akan naik karena pelemahan kurs,
selama daya beli masyarakat stabil dan baik, harusnya tak sampai menjadi masalah.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar seharusnya tak sampai menimbulkan
ketakutan atau kepanikan sosial di masyarakat. "Di sini pemerintah harus bisa memastikan

13
kepada masyarakat secara keseluruhan bahwa ini sifatnya temporer," ujar Agus. "Tak perlu
adanya penundaan konsumsi akibat hal ini. Transaksi harus berjalan normal dan semuanya
diawali dari pemerintah." Ia menambahkan ketahanan ekonomi di Indonesia yang relatif
baik bisa dilihat dari daya beli masyarakatnya.
5. Berinvestasi ke sejumlah bidang
Meski mata uang sedang merosot, bukan berarti investasi bakal seluruhnya
mampet. Menurut Agus, ada sejumlah bidang yang tetap menguntungkan dan tak begitu
terdampak meski nilai sedang fluktuatif. Kita masih bisa menyisihkan pundi rupiah demi
masa depan dengan berinvestasi ke sana. Yakni bisnis dengan aset tetap seperti properti,
emas, pembelian surat utang negara, sektor pariwisata, dan lain-lain.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Saat ini ditengah terjadi krisis global Indonesia yang semakin terintegrasi dengan
sistem keuangan global dan risiko ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih
cukup tinggi, sebab tak hanya bersumber pada spekulasi kenaikan Fed Fund Rate saja.
Dampak dari kebijakan AS tersebut berpengaruh terhadap perekonomian di seluruh
negara, termasuk Indonesia, yang tercermin pada dinamika mata uang negara-negara di
dunia. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi pelemahan nilai mata uang rupiah
hendaklah dapat diatasi lebih awal karena permasalahan tersebut selalu muncul berulang.
Untuk saat ini memang dampak yang dirasakan belum terlalu terasa. Namun itu bukan
menjadi patokan karena seharusnya pemerintah mencari formula yang tepat untuk
mencegah ataupun mengatasi permasalahan pelemahan rupiah ini.

3.2 Saran
Diharapkan DPR melalui fungsi anggaran dapat mengawasi agar pelaksanaan
APBN yang diajukan Pemerintah setiap tahunnya berkelanjutan dan dapat meredam
fluktuasi nilai tukar rupiah yang terlalu tinggi, sehingga dapat mengatasi potensi kenaikan
imbal hasil dan beban pembayaran utang luar negeri yang semakin bertambah. Selain itu
kita sebagai warga negara Indonesia diharapkan dapat berpartisipasi dalam mengatasi
krisis ini. Mulai dengan hal – hal yang kecil seperti membeli produk asli Indonesia. dengan
begitu, permasalahan ini tidak muncul berulang – ulang.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://investasi.kontan.co.id/news/tak-hanya-terhadap-dollar-as-rupiah-melemah-di-
hadapan-mata-uang-regional

https://id.exchange-rates.org/currentRates/P/USD

https://www.idntimes.com/business/economy/putriana-cahya/5-hal-yang-harus-kamu-
lakukan-saat-rupiah-melemah-1/full

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/13/204708226/pertumbuhan-ekonomi-perkasa-
rupiah-justru-nelangsa.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/13/204708226/pertumbuhan-ekonomi-perkasa-
rupiah-justru-nelangsa

http://finansial.bisnis.com/read/20180902/9/834125/pemerintah-waspadai-dampak-
pelemahan-rupiah-terhadap-inflasi

16

Anda mungkin juga menyukai