Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Di Indonesia suatu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan tempat yang


digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dapat dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat. Menurut Permenkes No 75
tahun 2014, Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotive dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya (Permenkes , 2014).

Puskesmas sebagai salah satu instansi pemerintah yang berperan dalam


penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dituntut untuk
meningkatkan kualitas kinerja atau mutu dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat sehingga pelayanan yang diberikan mampu memenuhi kebutuhan,
keinginan, dan harapan masyarakat serta mampu memberikan kepuasan kepada
masyarakat (Aminudin, 2015).

Kepuasan pasien sendiri adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat
kinerja layanan yang diterima setelah pasien membandingkannya dengan apa yang
diharapkan. Memahami kebutuhan dan keinginan pasien merupakan hal penting
yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas dapat menjadi nilai lebih
karena apabila pasien merasa puas maka pasien akan terus melakukan pemakaian
terhadap jasa pilihannya, akan tetapi jika pasien merasa tidak puas pasien akan
memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman
buruknya. (Biyanda, 2017).

Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, diperlukan fasilitas


dan tenaga kerja yang cukup memadai, karena kualitas sebuah pelayanan kesehatan
sangat mempengaruhi terhadap kepuasan pasien dalam mendapatkan pelayanan
medis. Kepuasan pasien sendiri menjadi tolak ukur dari baik buruknya sebuah
fasilitas pelayanan kesehatan. Kesembuhan penyakit pasien secara fisik tidak hanya
menjadikan kualitas fasilitas kesehatan yang baik tetapi juga ada faktor lain yang
mendukung seperti sikap, pengetahuan dan keterampilan petugas dalam
memberikan informasi, komunikasi, ketepatan waktu, serta sarana yang baik juga
mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan (Eni Nur, 2017).

Standar kepuasan pasien di pelayanan kesehatan ditetapkan secara nasional


oleh Departemen Kesehatan. Menurut Peraturan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal untuk kepuasan pasien
yaitu diatas 95% (Kemenkes, 2016). Bila ditemukan pelayanan kesehatan dengan
tingkat kepuasaan pasien berada dibawah 95%, maka dianggap pelayanan
kesehatan yang diberikan tidak memenuhi standar minimal atau tidak berkualitas.

Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kepuasan pasien terhadap


pelayanan kesehatan, meliputi faktor interpersonal (usia, pekerjaan, dan
pendidikan), kenyamanan dan fasilitas. Pada factor interpersonal dapat diperhatikan
bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang biasanya kepuasan akan sulit diperoleh
sedangkan faktor kenyamanan dan fasilitas mencakup petugas kesehatan yang
kurang ramah, pelayanan yang kurang memuaskan, waktu antrian ke poliklinik
yang lama, serta ruang tunggu yang tidak nyaman. Berbagai faktor lain yang
mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan antara lain
karakteristik pasien serta kualitas pelayanan kesehatan.

Beberapa hasil penelitian menunjukan data tentang tingkat kepuasan pasien


di berbagai Negara. Tingkat kepuasan pasien menurut Ndambuki tahun 2013 di
Kenya menyatakan 40,4%, kepuasan pasien di Bakhtapur India menurut Twayana
34,4%., sedangkan di Indonesia menunjukkan angka kepuasaan pasien 42,8% di
Maluku Tengah dan 44,4% di Sumatra Barat (Latupono, 2014 ; Sari, 2014).
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa angka kepuasaan pasien masih
tergolong rendah, sehingga kepuasaan pasien menjadi permasalahan rumah sakit
baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Penelitian yang dilakukan oleh Marmeam, dkk di RSUD Dr Zubir Mahmud


aceh (2017), didapatkan hasil sebanyak 87 responden (96,7%) pada kategori
reliability, merasa puas terhadap pelayanan rawat jalan. Dengan nilai p = <0,05,
pada kategori responsiveness, sebanyak 83 responden (95,4%) merasa puas
terhadap pelayanan, dengan nilai p <0,05, pada kategori assurance, sebanyak 83
responden (95,4%) merasa puas terhadap pelayanan dengan nilai p <0,05, pada
kategori empati sebanyak 84 responden (94,4%) merasa puas terhadap pelayanan,
pada kategori bukti fisik, sebanyak 83 responden (97,6%) merasa puas terhadap
pelayanan dengan nilai p<0,05.

Penelitian yang dilakukan oleh Aminudin, dkk (2015) di puskesmas Siko


Ternate , pada kategori tangible sebanyak 54% responden mengatakan kualitas
pelayanan baik, pada kategori responsiveness sebanyak 60% responden
mengatakan petugas tanggap dengan baik, pada kategori reliability sebanyak 52%
responden mengatakan petugas handal, pada kategori assurance sebanyak 43%
responden mengatakan pelayanan aman, pada kategori emphaty, sebanyak 52%
responden mengatakan petugas berempati kepada pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara pendidikan pasien dengan kepuasan


pelayanan kesehatan di Puskesmas Tegal Angus Tangerang.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan pasien


dengan kepuasan pelayanan kesehatan di Puskesmas Tegal Angus
Tangerang

1.3.1 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat pendidikan pasien di Puskesmas Tegal


Angus Tangerang

2. Untuk mengetahui kepuasan pasien pasien dalam pelayanan di


Puskesmas Tegal Angus Tangerang

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan peranan ilmu
pengetahuan khususnya mengenai kepuasan pasien dalam
pelayanan kesehatan

1.4.2 Dengan penelitian ini, diharapkan pihak instansi pelayanan


kesehatan di Puskesmas dapat mengetahui dan mengevaluasi faktor-
faktor terkait kepuasan pasien dalam pelayanan, sehingga pada
akhirnya dapat dijadikan acuan bagi pihak puskesmas dalam
meningkatkan kualitas pelayanannya.

1.5 Hipotesis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien merupakan evaluasi dimana pelayanan kesehatan yang


dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil sesuai dengan harapan pasien,
sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan
yang diinginkan (Kotler, 2003).

Setiap pasien yang mengunjungi suatu unit pelayanan kesehatan tentu


mempunyai keinginan atau harapan untuk mendapatkan kepuasan terhadap
pelayanan kesehatan sesuai dengan yang diinginkannya. Kepuasan pasien
terhadapa pelayanan kesehatan adalah tingkat perasaan dimana seseorang
menyatakan hasil perbandingan antara persepsinya terhadap pelayanan yang
diterima dengan harapannya sebelum mendapatkan pelayanan tersebut (Endang,
2008).

Kepuasan juga didefinisikan sebagai penilaian pasca konsumsi, bahwa


suatu produk yang dipilih dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen,
sehingga mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk pembelian ulang
produk yangs sama. Pengertian produk mencakup barang, jasa, atau campuran
antara barang dan jasa. Produk puskesmas adalah jasa pelayanan kesehatan
(Sudibyo, 2008).

Menurut Parasuraman, model kepuasan yang komprehensif dengan fokus


utama pada pelayanan barang dan jasa yang difokuskan menjadi 5 dimensi sebagai
berikut : (Sudibyo, 2008).

1. Responsiveness ( ketanggapan)
Yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen
dengan cepat. Dalam pelayanan puskesmas adalah lama waktu
menunggu pasien mulai dari mendaftar sampai mendapat pelayanan
petugas kesehatan.

2. Reliability (kehandalan)
Yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen
dengan tepat. Dalam pelayanan puskesmas adalah penilaian terhadap
kemampuan tenaga kesehatan.
3. Assurance (jaminan)
Yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen
sehingga dapat dipercaya. Dalam pelayanan puskesmas adalah
kejelasan tenaga kesehatan memberikan informasi tentang penyakit dan
obatnya kepada pasien.
4. Emphaty (empati)
Yaitu kemampuan petugas membina hubungan, perhatian, dan
memahami kebutuhan konsumen. Dalam pelayanan puskesmas adalah
keramahan petugas kesehatan dalam menyapa, berbicara, keikutsertaan
pasien dalam mengambil keputusan pengobatan, dan kebebasan pasien
memilih tenaga berobat dan tenaga kesehatan, serta kemudahan pasien
rawat inap mendapat kunungan keluarga atau temannnya.
5. Tangible (bukti langsung)
Yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik yang dapat langsung
dirasakan oleh konsumen. Dalam pelayanan kesehatan dalah kebersihan
ruangan dan tersedianya toilet.

Kepuasan pasien akan membuahkan hal-hal yang sangat diharapkan oleh setiap
penyedia layanan kesehatan, antara lain :

1. Peningkatan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Penelitian


menunjukkan bahwa pasien yang puas akan mengikuti petunjuk petugas
kesehatan lebih baik daripada pasien yang tidak puas.
2. Peningkatan loyalitas kepada pemberi layanan kedokteran. Pasien tidak
berpaling ke pemberi layanan kedokteran lainnya. Loyalitas akan
meningkatkan pendapatan finansial pemberi layanan kedokteran.
Pendapatan finansial yang meningkat dan yang dimanfaatkan secara
proporsional dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan
petugas. Selanjutnya kesejahteraan petugas yang baik akan menjamin
meningkatnya kualitas pelayanan.
3. Menurunkan tuntutan malpraktik
Salah satu tantangan besar dalam memberikan pelayanan kesehatan saat ini
adalah terpenuhinya harapan masyarakat akan mutu dan kapasitas
pelayanan kesehatan. Secara umum, pelayanan kesehatan masyarakat
merupakan subsistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah
pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan)
dengan sasaran masyarakat. Namun tidak berarti pelayanan kesehatan
masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan
rehabiltatif (pemulihan) (Notoadmodjo, 2007).

2.1 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan

Salah satu yang mempengaruhi kepuasan adalah karakteristik pasien.


Karakteristik pasien merupakan ciri atau karakter dari individu yang melekat pada
diri mereka yang dapat membedakan satu individu dengan individu lainnya.
Karakterisik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu
mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang
berbeda , hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri atau karakteristik individu yang
digolongkan dalam ciri demografi seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan,
struktur sosial seperti pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

2.1.2 Ketidakpuasan Pasien

Ketidakpuasan pasien dapat didefinisikan secara sederhana suatu keluhan


dan juga keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan tidak terpenuhi.
Ketidakpuasan pasien adalah perasaan kecewa yang dialami setelah
membandingkan antara kenyataan yang diterima atau dirasakan selama berada di
tempat fasilitas pelayanan kesehatan dengan harapan pasien.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ketidakpuasan pasien adalah


karakteristik pasien yang terdiri dari :
1. Umur
Penelitian Ramadanura menunjukkan bahwa pasien dengan usia muda (23-
39) sudah merasa puas
2. Jenis kelamin
Perempuan tidak mudah puas terhadap kebersihan karena perempuan diberi
tanggung jawab terhadap lingkungan fisik dirumah menyebabkan
perempuan mempunyai harapan yang lebih tinggi terhadap kebersihan.
3. Pendidikan
Pasien dengan pendidikan rendah mudah merasa puas. Seseorang yang tidak
mempunyai ijazah lebih mudah merasa puas dibandingkan yang
berpendidikan SD atau SMU keatas.
4. Kunjungan
Pasien yang pertama datang kurang puas terhadap lingkungan fisik
(kenyamanan dan kecukupan kursi tunggu, kesegaran udara, dan temperatur
ruang) daripada pasien yang sudah pernah datang. Terdapat pengaruh
pengalaman sebelumnya dengan kepuasan dan terdapat korelasi positif
antara tingkat kunjungan dengan kepuasan terhadap pelayanan kesehatan,
dimana pasien lama cenderung lebih puas.

Selain faktor karakteristik pasien diatas, faktor yang tidak kalah penting
yang dapat mempengaruhi ketidakpuasan seorang pasien adalah aspek fisik dari
tempat pelayanan kesehatan tersebut. Aspek interpersonal merupakan salah satu
faktor penting yang dapat mempengaruhi ketidakpuasan pasien. Dokter dan petugas
kesehatan harus memperhatikan hak-hak pasien meliputi informasi penyakit,
pelayanan yang sesuai dengan standar profesi kedokteran, penjelasan tentang
diagnosa dan terapi. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan
akan menyentuh emosi pasien dan mempengaruhi kepuasan pasien.

2.1.4 Cara pengukuran kepuasan dan ketidakpuasan pasien

Pengukuran tingkat kepuasan/ketidakpuasan pasien dapat dilakukan dengan


cara:
a. Directly Reported Statisfaction
Pengukuran dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara langsung
melalui pertanyaan yang dibagi berdasarkan skala.
b. Derived Dissatisfaction
Pertanyaan dilakukan menyangkut dua hal utama yakni besarnya harapan
pasien terhadap hal tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.
c. Problem Analysis
Pasien yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal
pokok yaitu masalah-masalah yang mereka hadapi yang berkaitan dengan
penawaran tempat pelayanan kesehatan dan saran-saran untuk perbaikan.
d. Importance Performance Analysis
Responden diminta untuk merangking berbagai elemen dari penawaran
berdasarkan pentingnya derajat elemen tersebut.
e. Ghost Shopping
Metode ini dilakukan dengan cara memperkerjakan beberapa orang (ghost
shopping) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan produk potensial
provider dan pesaing, kemudian mereka menyampaikan temuan-temuan ini
berdasarkan pengalaman mereka.
f. Lost Costumer Analysis
Tempat pelayanan kesehatan berusaha menghubungi pasien-pasien yang
telah beralih ke tempat pelayanan yang lain, yang diharapkan adalah
informasi penyebab mereka beralih.

2.2 Tingkat Pendidikan

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003


tentang sistem pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dijelaskan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan , pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usah
mendewasakan manusia dalam pengajaran dan pelatihan.

Jalur pendidikan di Indonesia terdiri dari pendidikan formal,


nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan tinggi, sedangkan
pendidikan nonformal merupakan pendidikan diluar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan
informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, menengah


dan pendidikan tinggi . Pendidikan dasar berbentuk SD dan Madrasah
Ibtidaiyah atau bentuk yang sederajat, serta SMP dan MTs atau bentuk lain
yang sederajat. Jenjang pendidikan kedua adalah menengah yang terdiri dari
pendidikan menengah umum dan kejuruan, yang berbentuk SMA,
Madrasah Aliyah, SMK dan Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain
yang sederajat. Jenjang selanjutnya setelah pendidikan menengah adalah
pendidikan tinggi yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doktor, yang diselenggerakan oleh perguruan tinggi.

Jenjang pendidikan juga memengaruhi tingkat kepuasan seseorang.


Pnenelitian Ramadanu menunjukkan bahwa seseorang yang berpendidikan
rendah mudah merasa puas dan menurut penelitian Suharmiati
menunjukkan bahwa seseorang yang tidak mempunyai ijazah lebih mudah
merasa puas dibandingkan yang berpendidikan SD atau SMU keatas.
2.3 Kerangka Teori

STANDAR PELAYANAN
PUSKESMAS

Ketersediaan Pelayanan Keramahan Penampilan Kecepatan


saran dan pendaftaran petugas puskesmas pelayanan di
prasarana pasien kesehatan puskesmas

Faktor yang mempengaruhi


Kepuasan/ketidak 1. Umur
puasan 2. Jenis kelamin
3. Tingkat pendidikan
4. Kunjungan

Responssiven Reliability Assurance Emphaty Tangible


ess
(kehandalan) (jaminan) (empati) (bukti
(ketanggapan) langsung)
2.4 Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi


Kepuasan/ketidak 1. Umur
puasan 2. Jenis kelamin
3. Tingkat pendidikan
4. Kunjungan

Responssiven Reliability Assurance Emphaty Tangible


ess
(kehandalan) (jaminan) (empati) (bukti
(ketanggapan) langsung)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain
cross sectional dimana pengumpulan datanya baik untuk variabel sebab
(variabel independent) maupun variabel akibat (variabel dependent)
dilakukan dalam waktu bersamaan atau sekaligus.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tegal Angus kota Tangerang
mulai April 2019.

3.3 Populasi dan sampel


3.3.1 Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang berkunjung ke
Puskesmas Tegal Angus Kota Tangerang
3.3.2 Sampel penelitian ini adalah pasien yang datang berobat ke poliklinik
Puskesmas Tegal Angus Kota Tangerang yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Teknik pengambilan sample yang digunakan
adalah non probably sampling dengan metode consecutive sampling
yaitu pengambilan sample yang dilakukan dalam periode tertentu.
3.4 Kriteria Inklusi
1. Bersedia menjadi responden
2. Berusia 18 – 50 tahun
3. Mampu berkomunikasi dengan baik
3.5 Kriteria Eksklusi
1. Pasien yang tidak datang berkunjung ke puskesmas tegal angus
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Univariat

4.3 Pembahasan

Tabel 4.1 didapatkan distribusi jenis kelamin terbanyak adalah


perempuan (70%). Pada tabel 4.2 didapatkan distribusi pendidikan
terbanyak adalah pendidikan menengah. Dan pada responden dengan
pendidikan rendah dan menengah sebanyak 45, 8% merasa puas terhadap
pelayanan di Puskesmas Tegal Angus, dibandingkan dengan responden
dengan pendidikan tinggi hanya 8,3% yang merasa puas.
Dari Hasil tersebut secara persentase responden yang berpendidikan
rendah dan menengah lebih banyak yang puas dibandingkan dengan
responden yang berpendidikan tinggi. Hal tersebut diperkuat dengan
penelitian Notoatmodjo (2007) bahwa pendidikan berpengaruh terhadap
kepuasan pasien. Pasien dengan tingkat pendidikan tinggi lebih mengerti
dan memahami tentang penyakit yang didertitanya sehingga mereka lebih
kritis dalam menerima pelayanan yang diberikan dibandingkan dengan
pasien yang berpendidikan rendah mereka cenderung menerima apapun
pelyanan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Menurut Rahmulyono
(2008) terdapat hubungan antara pendidikan dengan kepuasan pasien,
pasien yang berpendidikan rendah cenderung cepat merasa puas
dibandingkan pasien yang berpendidikan tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian Adhytyo (2013) karakteristik responden berdasar tingkat
pendidikan mayoritas dengan pendidikan SLTA sebesar 44% memiliki
tingkat kepuasan sedang terhadap pelayanan.
Pendidikan merupakan proses pengajaran baik formal maupun
nonformal yang dialami seseorang. Hasilnya akan memengaruhi sikap dan
perilaku seseorang dalam mendewasakan diri. Pendidikan berkaitan dengan
harapan seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi akan mengharapkan
pelyanan yang lebih baik dan lebih memuaskan lagi dari instansi pelayanan
kesehatan yang dikunjungi.
Menurut Razak (2000), salah satu faktor yang mempengaruhi
kepuasan pasien adalah karakteristik pasien. Karakteristik pasien
merupakan ciri-ciri dari individu yang melekat pada dirinya yang
membedakan antara satu individu dengan individu lainnya. Karakteristik ini
digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai
kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-
beda, hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri atau karakteristik individu
yang digolongkan dalam ciri demografi seperti umur, jenis kelamin dan
struktur sosial seperti pendidikan, pekerjaan, suku atau ras dan sebagainya.
Perbedaan karakteristik inilah yang memengaruhi kepuasan seseorang.
Walaupun begitu Al-Qur’an masih mengakomodir ayat-ayat yang
mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktek asuransi,
seperrti nilai dasar tolong menolong, kerja sama, atau semangat untuk
melakukan proteksi terhadap peristiwa kerugian dimasa yang akan datang.
Dalil tersebut antara lain dalam surat al-Maidah ayat 2 yang berbunyi: ....

Artinya: “Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum


karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

Anda mungkin juga menyukai