Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU BEDAH KHUSUS

OVARIOHYSTERECTOMY PADA KUCING

DISUSUN OLEH:
DINA ANISA ISNU HIDAYATI
115130100111046
KELAS B
KELOMPOK 5

ASISTEN PRAKTIKUM:
MONIKA

LABORATORIUM ILMU BEDAH KHUSUS


PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beberapa tahun terakhir pemeliharaan hewan kesayangan terutama anjing dan
kucing meningkat dengan pesat. Hal ini menunjukkan bahwa anjing dan kucing telah
memiliki posisi yang unik dalam kehidupan manusia. Anjing dan kucing tidak hanya
dijadikan sebagai hewan penjaga rumah, tetapi juga sudah dianggap sebagai bagian dari
anggota keluarga. Mereka bisa dilatih, diajak bermain dan merupakan teman yang sangat
tepat untuk menghilangkan stres. Memiliki satu atau dua ekor anjing atau kucing tentu
sangat menyenangkan, tapi yang terjadi apabila populasi mereka meningkat secara tidak
terkontrol akibat perkawinan yang tidak diinginkan tentu akan sangat merepotkan.
Selain itu peningkatan populasi hewan dalam jumlah besar menjadi masalah
tersendiri bagi kesehatan manusia, terutama hewan kecil seperti anjing dan kucing karena
hewan-hewan tersebut dapat menularkan dan membawa berbagai agen penyakit. Salah satu
solusi untuk memecahkan permasalahan di atas adalah melakukan tindakan sterilisasi pada
anjing maupun kucing baik pada jantan maupun betina. Sterilisasi merupakan tindakan
pembedahan untuk mengangkat atau menghilangkan testis (jantan) atau ovarium (betina).
Pada hewan jantan dinamakan kastrasi/orchiectomy, sedangkan pada hewan betina
dinamakan ovariohysterectomy (OH).Sterilisasi pada hewan betina dapat dilakukan dengan
hanya mengangkat ovariumnya saja (ovariectomy) atau mengangkat ovarium beserta
dengan uterusnya (ovariohysterectomy).
Ovariohisterctomy dapat juga dilakukan untuk terapi pengobatan pada kasus-kasus
reproduksi seperti pyometra, endometritis, tumor uterus, cyste, hiperplasia dan neoplasia
kelenjar mammae. Tindakan bedah ini akan memberikan efek pada hewan seperti
perubahan tingkah laku seperti hewan tidak berahi, tidak bunting, dan tidak dapat menyusui.
Perubahan tingkah laku ini dapat terjadi akibat ketidakseimbangan hormonal.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
1.2.1 Untuk mengetahui pengertian Ovariohysterectomy (OH)
1.2.2 Untuk mengetahui system organ reproduksi betina
1.2.3 Untuk mengetahui persiapan sebelum dan sesudah operasi
1.2.4 Untuk mengetahui penggunaan obat-obatan yang tepat mulai dari sedative,
premedikasi, anastesi, dan obat pasca operasi
1.2.5 Untuk mengetahui teknik bedah Ovariohysterectomy (OH)
1.2.6 Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dilakukan Ovariohysterectomy (OH)

1.3 Manfaat
Ovariohysterectomy bermanfaat untuk :
1.3.1 Mencegah meningkatnya populasi hewan
1.3.2 Terapi, karena adanya tumor pada ovarium, kista ovari atau tumor pada uterus, atau
terjadi pyometra.
1.3.3 Perubahan tingkah laku sehingga mudah dikendalikan dan lebih jinak
1.3.4 Melatih dan meningkatkan keterampilan mahasiswa PPDH dalam persiapan
preoperasi, operasi dan perawatan post operasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ovariohysterectomy (OH)


Ovariohysterectomy merupakan istilah kedokteran yang terdiri dari ovariectomy dan
histerectomy. Ovariectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan
menghilangkan ovarium dari rongga abdomen. Sedangkan histerectomy adalah tindakan
mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan uterus dari rongga abdomen. Pengertian
ovariohysterectomy merupakan gabungan dari pengetian diatas yaitu tindakan pengambilan
ovarium, corpus uteri dan cornua uteri. Ovariohysterectomy dilakukan pada kasus-kasus
pyometra, metritis, dan salphingitis ataupun keduanya (Meyer K., 1959).
Beberapa indikasi dilakukannya ovariohysterectomy adalah:
1) Sterilisasi, agar tidak estrus, bunting
2) Terapi, yaitu tumor, cysta ovarium dan tumor uterus, pyometra
3) Modifikasi tingkah laku yaitu, lebih mudah dikendalikan, lebih jinak, membatasi
jumlah populasi
4) Penggemukan
Dalam istilah medis, desexing (kastrasi) kucing betina disebut spaying dan pada
jantan disebut neutering. Keuntungan dari kastrasi anak kucing sejak usia 10-12 minggu
adalah mencegah penyebaran kucing secara berlebihan dan mengurangi kemungkinan
terkena penyakit kanker. Usia yang masih sangat muda membutuhkan waktu bedah yang
lebih singkat dan pendarahan lebih sedikit sehingga akan sembuh lebih cepat, pada akhirnya
kucing dan pemiliknya akan mengalami stress yang lebih sedikit (Chandler, 1985).
Ovariohysterectomy memiliki banyak nama lain, diantaranya yaitu: spay, femal
neutering, sterilization, fixing, desexing, ovary and uterine ablation, dan pengangkatan
uterus. Ovariohysterectomy merupakan tindakan bedah yang sering dilakukan pada hewan
kecil di praktek-praktek hewan. Ovariohysterectomy merupakan tindakan pembedahan
untuk pengangkatan atau pembuangan ovarium dan uterus sekaligus. Operasi ini dilakukan
untuk mensterilkan hewan betina dengan maksud menghilangkan fase estrus atau untuk
terapi penyakit yang terdapat pada uterus, seperti resiko tumor ovarium, serivks, dan
uterus. Selain itu, operasi juga dilakukan untuk memperkecil terjadinya pyometra pada
betina yang tidak steril. Sterilisasi biasanya dilakukan saat hewan berumur masih muda.
Pada kasus pyometra sterilisasi dilakukan sebagai terapi karena ketidakseimbangan cairan
sehingga melalui tindakan bedah ini dapat menyembuhkan penyakit tersebut.
Ovariohysterectomy dapat dilakukan pada hampir semua fase siklus reproduksi, tetapi
paling baik dilakukan sebelum pubertas dan selama fase anestrus (Rice, 1996).

2.2 Anatomi Ovariohysterectomy


Berikut adalah anatomi dari ovariohysterectomy (Hosgood, 1998):
1. Kedua ovarium berada di caudal ginjal, dengan ovarium kanan berada lebih cranial
dan lebih sulit dijangkau.
2. Ligamentum suspensorium yang arahnya craniodorsal dari ovarium menautkan ovarium
dengan dinding tubuh.
3. Ligamentum utama dari ovarium menautkan ovarium dengan uterus. Ligamentum yang
cukup kuat ini, nantinya akan di jepit dengan tang arteri.
4. Arteri dan vena pada ovarium sangat rapuh dan mudah pecah. Tertetak pada bagian
dorsal dari ovarium. Pada hewan tua, arteri dan vena tersebut kadang ditutupi oleh
lemak.
5. Ligamentum sekitar menautkan ovarium dengan dorsolateral tubuh.
Pada ovariohysterectomy, dilakukan teknik bedah laparotomi medianus posterior.
Penyayatan kulit dilakukan pada bagian caudal umbilical. Pada anjing, penyayatan
dilakukan lebih ke cranial, karena badan uterus terletak lebih cranial apabila dibandingkan
dengan kucing (Hosgood, 1998).

2.3 Manfaat dari Ovariohysterectomy


Sterilisasi pada hewan jantan ataupun betina berguna untuk mengendalikan
(mengontrol) populasi hewan dengan mencegah kesuburan. Manfaat dari
ovariohysterectomy diantaranya adalah:
1. Menghindari sifat abnormal yang diturunkan dari induk ke anak
2. Dapat mengurangi gangguan endokrin
3. Penurunan kadar hormon estrogen dan progesterone pada hewan betina yang sudah
di OH
4. Mencegah terjadinya estrus (loop / haid), sehingga anjing menjadi lebih tenang dan
tidak menarik perhatian pejantan
5. Mencegah tumor mamae (payudara). Anjing dan kucing betina memiliki peluang
99.5 % terhindar dari tumor mamae apabila di OH sebelum menstruasi pertama.
Apabila OH dilakukan setelah menstruasi pertama peluang terhindar 92 %, tapi
apabila dilakukan setelah hewan betina berumur diatas 2 tahun kemungkinan
terhindar dari tumor mamae adalah 45 %.
6. Mencegah metritis (radang uterus) dan pyometra (infeksi rahim)
7. Mencegah terjadinya cyst (kista) dan neoplasia (tumor / kanker) di ovarium, uterus
dan vagina, walaupun kanker ovarium tidak biasa terjadi pada anjing dan kucing,
tapi mereka masih memiliki 1% kemungkinan terkena.
8. Mencegah gangguan keseimbangan endokrin dengan manifestasi klinis seperti
sterilitas, penyakit kulit, tumor mamae, dan nymphomania (estrus terus menerus).
9. Mencegah komplikasi kebuntingan dan kemungkinan pseudopregnant (bunting
palsu)
Sterilisasi dapat dilakukan pada saat anjing/kucing berumur 8 minggu, tetapi lebih baik
dilakukan setelah anjing dan kucing divaksinasi lengkap, setelah sistem immunitas tubuh
(kekebalan) mereka bekerja dengan baik, tetapi sebelum masuk masa pubertas (umur 4-6
bulan). OH dapat dilakukan pada hampir semua fase siklus reproduksi dari hewan betina,
tetapi yang paling baik dilakukan sebelum pubertas (umur 4-6 bulan) dan selama fase
anestrus.

2.4 Keuntungan dan Kerugian Ovariohysterectomy


Sebagian besar kucing di sterilisasi ketika berumur 5 ± 8 bulan. Para ahli perilaku
hewan menyarankan menstrerilisasi kucing sebelum memasuki masa puber, karena dapat
mencegah munculnya sifat/perilaku kucing yang tidak diinginkan. Keuntungan
ovariohysterectomy antara lain:
 Mencegah kelahiran anak kucing yang tidak diinginkan. Selain menjaga populasi
kucing tetap terkendalikan, tindakan ini juga memungkinkan pemilik kucing bisa
merawat kucing-kucingnya dengan maksimal.
 Tidak Suka Berkeliaran. Kucing betina yang sedang birahi mengeluarkan feromon
yang dapat menyebar melalui udara. Feromon ini dapat mencapai daerah yang cukup
jauh. Kucing jantan dapat mengetahui dimana letak kucing betina yang sedang
birahi melalui feromon ini, lalu kemudian mencari dan mendatangi sang betina
meskipun jaraknya cukup jauh.
 Peningkatan Genetik. Beberapa kucing disterilisasi karena mempunyai/membawa
cacat genetik. Diharapkan kucing-kucing cacat tersebut tidak dapat lagi berkembang
biak, sehingga jumlah kucing-kucing cacat dapat dikurangi.
 Mengurangi Resiko Tumor ovary dan mammae
Terdapat beberapa kerugian apabila tidak dilakukan OH pada kucing betina, yaitu
antara lain :
 Spontaneous ovulators : artinya kucing betina akan ovulasi hanya pada saat kawin,
jika betina mengalami estrus (selama 3-16 hari) dan tidak dikawinkan maka betina
akan estrus kembali setiap 14-21 hari sampai akhirnya dikawinkan. Pola fisiologi
dan tingkah laku akan tertekan selama kawin. Apabila betina terkunci atau terjebak
di dalam rumah maka kemungkinan akan menyebabkan kegelisahan dan frustasi.
 Masalah tingkah laku dan higienis : selama siklus estrus akan muncul beberapa
permasalahan tingkah laku. Betina yang sedang estrus akan aktif mencari pejantan
dan mungkin berusaha untuk pergi jauh dari rumah, kecelakaan mobil, berkelahi
dengan hewan yang lainnya. Kadang kucing jantan datang secara tiba-tiba di sekitar
rumah dan halaman. Pada beberapa keadaan, betina yang belum di OH akan spray
urinnya ketika estrus. Hal ini akan sulit untuk dihentikan dan sangat dianjurkan
untuk dilakukan OH sebagai salah satu pengobatan.
 Kanker mamae : kanker mamae adalah no 3 kanker yang umum terjadi pada kucing
betina. Hormon reproduksi adalah salah satu penyebab utama kanker mamae pada
kucing betina. Kucing yang telah di OH memiliki risiko 40-60% lebih rendah pada
perkembangan kanker mamae daripada yang tidak di OH.
 Tumor pada traktus reproduksi : tumor akan muncul pada uterus dan ovarium. OH
tentu saja akan mengeliminasi berbagai kemungkinan munculnya tumor.
 Infeksi traktus reproduksi : kucing yang tidak di OH kemungkinan akan berkembang
penyakit pada uterus yang disebut pyometra. Dengan demikian, bakteri akan masuk
dan uterus akan dipenuhi oleh nanah. Apabila tidak terdeteksi, umumnya akan fatal.
Pada kasus yang jarang adalah ketika kondisi ini diketahui lebih dini maka terapi
hormonal dan antibiotik mungkin akan berhasil. Secara umum, pengobatan
pyometra membutuhkan OH yang cukup sulit dan mahal (Nash 2008).

Setiap operasi memiliki kelemahan. Beberapa anjing/kucing bereaksi buruk


terhadap anasthesi (obat bius), kadang terjadi komplikasi pembedahan yang meliputi
bleeding (perdarahan) dan infeksi, sehingga luka sukar sembuh dengan baik. Resiko ini bisa
meningkat pada beberapa hewan yang memiliki masalah kesehatan. Oleh karena itu
anjing/kucing yang akan di steril harus di pastikan berada dalam kondisi sehat. Kerugian
yang didapatkan ketika dilakukannya ovariohysterectomy antara lain adalah:
 Kegemukan atau obesitas. Rata-rata proses metabolisme makanan yang rendah
maka asupan nutrisi tersebut akan disimpan menjadi lemak, sehingga menimbulkan
kegemukan.
 Kehilangan untuk memperoleh keturunan yang potensial/berharga terutama untuk
para breeder.
 Alopecia
Terdapat beberapa komplikasi yang mungkin akan terjadi, diantaranya yaitu (Saunders,
2003):
 Pendarahan (hemoragi). Hemoragi dilaporkan sebagai kausa kematian paling umum
setelah ovariohysterectomy (Pearson, 1973). Pendarahan dapat disebabkan karena
pembuluh ovarium yang rupture ketika ligamentum suspensorium ditarik
(diregangkan).
 Ovariant Remnant Syndrome. Sindroma ini menyebabkan hewan tetap estrus
pasca ovariohysterectomy (Osborne, 1979). Hal ni disebabkan karena pengambilan
ovarium yang tidak sempurna (tuntas).
 Uterine Stump Pyometra, inflamasi dan granuloma.
 Fistula pada traktus reproduksi. Fistula tersebut berkembang dari adanya
respon inflamasi terhadap material operasi (benang).
 Urinary incontinence. Merupakan kejadian tidak dapat mengatur spincter
vesica urinary. Hal ini dapat terjadi karena adanya perlekatan (adhesi) atau
granuloma pangkal uterus (sisa) yang mengganggu fungsi spincter vesica
urinary.
2.5 Teknik Operasi Ovariohysterectomy
A. Pra Operasi
a. Persiapan ruang operasi
Ruang operasi dibersihkan dari kotoran dengan disapu (dibersihkan dari debu),
kemudian disterilisasi dengan radiasi atau dengan desinfektan (alcohol 70%).
b. Preparasi alat
a) Sterilisasi alat-alat bedah
Sterilisasi pada alat-alat bedah bertujuan untuk menghilangkan seluruh
mikroba yang terdapat pada alat-alat bedah, agar jaringan yang steril atau
pembuluh darah pada pasien yang akan dibedah tidak terkontaminasi oleh
mikroba pathogen. Peralatan bedah minor yang dipakai dalam operasi antara
lain towel clamp, pinset anatomis dan syrurgis, scalpel dan blade untuk
menyayat kulit, gunting untuk memotong jaringan atau bagian organ lainnya,
arteri clamp untuk menghentikan perdarahan dan needle holder.
b) Pembungkusan Alat-alat Bedah
1. Kain pembungkus dibuka di atas meja, kemudian wadah peralatan
diposisikan di bagian tengah
2. Sisi kain yang dekat dengan tubuh dilipat hingga menutupi peralatan dan
ujung lainnya dilipat mendekati tubuh
3. Sisi bagian kanan dilipat, kemudian bagian kiri
4. Disiapkan kain wadah yang telah dibungkus dengan kain pembungkus
pertama diposisikan kembali di bagian tengah pada sisi diagonal
5. Sisi bagian kanan dilipatm kemudian bagian kiri
6. Ujung lainnya dilipat mendekati tubuh dan diselipkan untuk memudahkan
pada saat membuka
7. Sterilisasi dengan oven dengan suhu 100oC selama 60 menit.
c) Pembukaan Alat Bedah yang Sudah Steril
1. Kain dibuka dari bagian yang diselipkan
2. Peralatan diletakkan di atas meja
B. Premedikasi dan anastesi
Premedikasi merupakan suatu tindakan pemberian obat sebelum pemberian
anastesi yang dapat menginduksi jalannya anastesi. Premedikasi dilakukan beberapa
saat sebelum anastesi dilakukan. Tujuan premedikasi adalah untuk mengurangi rasa
takut, amnesia, induksi anastesi lancar dan mudah mengurangi keadaan gawat anastesi
saat operasi seperti hipersalivasi, bradikardia dan muntah.
Premidikasi yang digunakan adalah Atropin. Atropin sulfat dengan dosis 0,04
mg/kg BB secara subkutan selama 15 menit kemudian dilanjutkan dengan pemberian
ketamin dengan dosis 2 mg/kgBB, xylazine dengan dosis 2 mg/kgBB secara
intramuskular.
Anastesi berasal dari bahasa Yunani yaitu An berarti tidak dan Aesthesis yang
berarti rasa atau sensasi nyeri. Agar anestasi umum dapat berjalan dengan sebaik
mungkin, pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini
didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anestetika, jenis
operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang tersedia. Sifat anestetika yang
ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak menimbulkan efek samping terhadap
organ vital seperti saluran pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat
dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali,
tanpa efek yang tidak diingini (Gan, 1987).
Obat anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993) mempunyai sifat-
sifat, yaitu:
1. Pada dosis yang aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot yang cukup,
2. Cara pemberian mudah,
3. Mulai kerja obat yang cepat dan
4. Tidak mempunyai efek samping yang merugikan.
Selain itu obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai
batas keamanan yang luas, tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi hewan.
Obat anastesi yang sering digunakan pada hewan antara lain Ketamin dan Xylasin.
Ketamin merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relative
aman dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistim somatik tetapi
lemah lemah untuk sistim visceral, tidak menyebabkan relaksasi otot lurik bahkan
kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Secara kimiawi, ketamin analog dengan
phencyclidine. Ketamin HCl berwarna putih dan berbentuk bubuk kristal yang
mempunyai titik cair 258-261ºC. Satu gram ketamin dilarutkan dalam 5 ml aquades
dan 14 ml alkohol. Ketamin yang digunakan sebagai agen anestesi untuk injeksi
dipasaran biasanya mempunyai pH antara 3,5-5,5
Ketamin HCl bekerja dengan memutus syaraf asosiasi serta korteks otak dan
thalamus optikus dihentikan sementara, sedangkan sistem limbik sedikit dipengaruhi.
Ketamin HCl merupakan analgesia yang tidak menyebabkan depresi dan hipnotika
pada syaraf pusat tetapi berperan sebagai kataleptika. Setelah pemberian ketamin,
refleks mulut dan menelan tetap ada dan mata masih terbuka.
Ketamin dapat dipakai oleh hampir semua spesies hewan. Ketamin bersama
xylazine dapat dipakai untuk anastesi pada kucing. Ketamin dengan pemberian tunggal
bukan anastetik yang bagus. Dosis pada kucing 10-30 mg/kg secara intra muskuler,
mula kerja obat 1-5 menit, lama kerja obat 30-40 jam dan recoverinya 100-150 menit.
Menurut Kumar (1997) dosis ketamin pada anjing dan kucing ialah 10-20 mg/kg
diberikan secara intra muskuler.
C. Perawatan Post Operasi
Perawatan post operasi meliputi pemberian nutrisi yang cukup, obat-obatan
untuk membantu proses persembuhan luka, dan obat-obat untuk mencegah munculnya
infeksi sekunder seperti antibiotic. Selain itu kebersihan terhadap hewan harus tetap
dijaga, menginngat luka operasi sangat mudah untuk dimasuki oleh agen infeksi.
Perawatan post operasi dilakukan selama 14 hari untuk dapat maximal sampai proses
penutupan luka secara sempurna.
BAB 3
METODOLOGI DAN HASIL

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
b. Alice forceps
c. Duk kleem
d. Arteri clamp (klem bengkok besar kecil dan klem lurus besar kecil)
e. Needle holder
f. Spuit 5 ml & 1 cc
g. Kapas dan tampon
h. Scalpel dan Blade
i. Pinset (Anatomis dan Chirurgis)
j. Gunting lurus tajam-tumpul, tumpul-tumpul
k. Catgut chromic 3.0, catgut plain, dan silk
l. Needle
m. Spy Hook
n. IV cateter
3.1.2 Bahan
a. Seekor kucing betina dengan berat badan 2,5 kg
b. Betamox sediaan dosis 15 mg/kg BB dan konsentrasi 150 mg/ml, maka (15 mg/kg
x 2,5 kg)/150 mg/ml = 0,25 ml
c. Castran sediaan dosis 0,02 mg/kg, maka 0,02 mg/kg x 2,5 kg = 0,05 ml
d. Atropin sediaan dosis 0,04 mg/kg dan konsentrasi 1 mg/ml, maka (0,04 mg/kg x
2,5 kg) / 1 mg/ml = 0,1 ml
e. Xylaxin dosis (2 mg/kg x 2,5 kg) / 20 mg/ml = 0,25 ml
f. Ketamin dosis (2 mg/kg x 2,5 kg) / 20 mg/ml = 0,25 ml
g. Tolfenamic acid dosis 4 mg/kg, sediaan 80 mg/ml, BB 2,5 kg. (4 mg/kg x 1,5 kg)
/ 80 mg/ml = 2 ml
h. Interflox dosis 4 mg/kg, sediaan 100 mg/ml, BB 1,5kg. (4 mg/kg x 1,5 kg) / 100
mg/ml = 0,06 ml
i. Vicilin dosis 1 ml
j. Alkohol 70%
k. Betadine
l. Lactac Ringer
3.2 Metode Operasi
a. Setelah kucing tersebut teranastesi atau pingsan dengan baik, kucing tersebut
diletakkan diatas meja operasi dengan posisi dorsal recumbency.
b. Kemudian bersihkan bulu dan semprotkan terlebih dahulu sabun pada area yang
akan dicukur, kemudian cukur di daerah abdomen, posterior umbilical.
c. Bersihkan dan disinfeksi daerah sekitar dengan menggunakan betadine.
d. Setelah itu, buatlah sayatan pada midline di posterior umbilikal dengan panjang
kurang lebih 3 - 4 cm. Lapisan pertama yang disayat adalah kulit kemudian
subkutan.
e. Daerah di bawah subkutan kemudian dipreparir sedikit hingga bagian peritoneum
dapat terlihat. Setelah itu, bagian peritoneum tersebut dijepit menggunakan pinset
kemudian disayat sedikit tepat pada bagian linea alba sekitar 2-3 cm dari umbilicus
dengan menggunakan scalpel hingga ruang abdomen terlihat.
f. Kemudian, sayatan tersebut diperpanjang ke arah anterior dan posterior
menggunakan gunting tajam- tumpul (bertujuan agar tidak melukai organ bagian
dalam), dengan panjang sesuai dengan sayatan yang telah dilakukan pada kulit.
Setelah rongga abdomen terbuka, kemudian dilakukan pencarian organ uterus dan
ovarium.
g. Pencarian uterus dan ovarium dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk yang
dimasukkan ke rongga abdomen. Setelah itu, uterus ditarik keluar dari rongga
abdomen hingga posisinya adalah ekstra abdominal.
h. Pada bagian ujung tanduk uteri ditemukan ovarium dan dipreparir hingga
posisinya ekstra abdominal. Saat mempreparir, beberapa bagian yang dipotong
diantaranya adalah penggantung uterus (mesometrium), penggantung tuba falopi
(mesosalphinx), dan penggantung ovarium (mesoovarium). Pada saat
mempreparir uterus dan jaringan sekitarnya, dinding uterus tetap dijaga jangan
sampai robek atau rupture.
i. Dengan menggunakan klem arteri, dilakukan penjepitan pada bagian penggantung
ovarium dan termasuk pembuluh darahnya. Penjepitan dilakukan menggunakan
dua klem arteri yang dijepitkan pada penggantung tersebut secara bersebelahan.
j. Pada bagian anterior dari klem arteri yang paling depan, dilakukan pengikatan
menggunakan benang silk.
k. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada penggantung tersebut menggunakan
gunting pada posisi diantara dua klem arteri tadi.
l. Klem arteri yang menjepit penggantung dan berhubungan dengan uterus tidak
dilepas sedangkan klem arteri yang satunya lagi dilepas secara perlahan-lahan,
sebelumnya pastikan tidak ada perdarahan lagi.
m. Berikan cairan infuse agar organ tidak terlalu kering. Dan lakukan hal yang sama
pada bagian uterus yang disebelahnya. Dilakukan penjepitan, pengikatan,dan
pemotongan dengan cara yang sama.
n. Setelah kedua tanduk uteri beserta ovariumnya dipreparir, maka selanjutnya
adalah bagian corpus uteri yang dipreparir. Pada bagian corpus uteri, dilakukan
penjepitan menggunakan klem yang agak besar. Kemudian diligasi dengan
penjahitan corpus uteri menggunakan catgut chromic 3,0. Dilakukan pengikatan
dengan kuat melingkar pada corpus uteri menggunakan benang catgut chromic,
dan pada ikatan terakhir dikaitkan pada corpus uteri agar ikatan lebih kuat.
o. Setelah itu, dilakukan pemotongan menggunakan scalpel pada bagian corpus uteri
yaitu pada posisi diantara dua klem tadi.
p. Kemudian, uterus dan ovarium dilepas dan diangkat keluar tubuh, dan jika sudah
tidak ada perdarahan, klem yang satunya lagi dapat dilepas secara perlahan dan
sebelum ditutup jangan lupa berikan antibiotik
q. Selanjutnya dilakukan teknik penjahitan dengan menuggunakan catgut chromic
3,0 dilakukan penjahitan aponeurose M. obliqous abdominis externus dengan
menggunakan teknik terputus sederhana (simple interrupted). Pastikan jahitan
tidak melukai atau mengenai organ didalamnya, gunakan alice forcep untuk
membantu penjahitan.
r. Penjahitan terakhir dilakukan pada kulit dengan teknik jahitan simple interupted
menggunakan benang chromic, dan dilanjutkan dengan jahitan tunggal sederhana
menggunakan benang silik.
s. Dalam proses menjahit jangan lupa diberi vicilin sebagai antibiotik pada bagian
dalam organ sedikit demi sedikit secara merata pada semua bagian.
t. Setelah operasi selesai, desinfeksi jahitan dengan mengusap bagian jahitan dengan
betadine, pada jahitan secara merata dan kemudian tutup dengan hypavix dan
dipasang gurita untuk melindungi jahitan supaya kering, tidak ada kontaminasi
dan tidak digigit sehingga jahitan tidak lepas.
3.3 Signalement
 Nama : Raisha
 Jenis Hewan : Kucing
 Kelamin : Betina
 Ras/Breed : Domestic Cat
 Warna bulu/kulit : Coklat, Hitam, Putih
 Umur : 1,5 tahun
 Berat Badan : 2,5 kg
 Tanda Khusus : bekas luka dikepala, badan loreng-loreng hitam coklat garis

3.4 Pemeriksaan Hewan (2 hari sebelum dilakukan operasi)


 Temperatur : 38,9oC
 Pulse : 144 kali/menit
 Membrane color : Pink
 Hydration : Normal
 Color and consistency of feses : -
 Respiration : 48 kali/menit
 CRT : < 2 detik
 Body weight : 2,5 kg
 Body condition : □ Underweight □ Overweight ■ Normal

3.5 System Review


a. Integumentary b. Otic c. Optalmic d. Musculoskeletal
■ Normal □ Normal □ Normal ■ Normal
□ Abnormal ■ Abnormal ■ Abnormal □ Abnormal
e. Nervus f. Cardiovaskuler g. Respiration h. Digesty
■ Normal ■ Normal = 144 ■ Normal = 48 ■ Normal
□ Abnormal □ Abnormal □ Abnormal □ Abnormal
i. Lympatic j. Reproduction k. Urinaria
■ Normal ■ Normal ■ Normal
□ Abnormal □ Abnormal □ Abnormal
Diskripsi Abnormal :
a) Optalmic → terdapat bekas luka sebelah mata kiri bawah
b) Otic → terdapat luka ditelinga luar
c) Urinaria → belum ada urinasi
d) Digesti → anus berwarna merah, sakit saat dilakukan pengukuran suhu menggunakan
thermometer
3.6 Form Operasi Ovariohysterectomy
A. Signalement
Nama Pemilik : B5 Temp : 39oC
Alamat : Jalan Papa Putih no.10, Malang Membran mukosa : Pink
Nama : Raisha CRT : < 2 detik
Jenis Kelamin : Betina Pulsus : 160 kali/menit
Jenis Hewan : Kucing Respirasi : 132 kali/menit
Ras/Breed : Domestik Hydration : < 2 detik

D. Kontrol Anastesi
Dosis Volume
Konsentrasi
Obat Golongan Obat (mg/kg Obat Rute Waktu
(mg/ml)
BB) (ml)
Betamox Antibiotik 15 150 IM 13:05
Castran 0.02 0,0 0,05 IM 13:10
Atropin Premedikasi 0.04 1 0,1 SC 13:25
Ketamin Anestesi umum 10 100 0,25 IM 13:40
Xylazine Anestesi umum 2 20 0,25 IM 13:40
Xylazine Anestesi umum 2 20 0,0625 IM 14:45
Xylazine Anestesi umum 2 20 0,0625 IM 15:16
Xylazine Anestesi umum 2 20 0,0625 IM 15:52
Xylazine Anestesi umum 2 20 0,0625 IM 16:20

E. Kontrol Pemeriksaan
Menit 0 15 30 45 60 75 90 105 120
Pulsus(/menit) 148 144 132 132 128 128 124 128 120
Temp (oC) 38,9 38,9 38,1 38,0 38,2 38,0 37,8 37,9 37,5

Menit 135 150 165 180 195 210 225 240 255
Pulsus(/menit) 116 112 96 100 96 92 96 88 92
Temp (oC) 37,1 37,2 37,5 37,8 37,5 37,9 37,7 37,6 37,5

Menit 270 285 300 315 330 345 360 375 390
Pulsus(/menit) 80 84 80 88 88 84 88 96 92
Temp (oC) 37,1 37,3 37,0 36,8 36,5 36,1 36,2 36,0 35,9

Menit 405 420 435 450 465 480 495 510 525
Pulsus(/menit) 96 96 112 100 112 96 100 112 112
Temp (oC) 35,8 35,5 35,1 35,2 35,1 35,4 35,6 35,5 35,6

Mulai operasi : 13:55 WIB


Selesai operasi : 16:46 WIB
Mulai Anestesi : 13:40 WIB
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Hasil Post/Pasca Operasi


Nama Hewan : Raisha Nama Pemilik : B5
Jenis Hewan : Kucing Alamat : Jalan Papa Putih No. 10
Ras/Breed : Domestik No. Telp : 085608835500
Umur : 1,5 tahun
Jenis Kelamin : Betina

Tanggal Pemeriksaan Terapi


Appetice : - + + + + T/
Suhu : 37,8oC
14 Oktober Defekasi : - + + + + Amoxilin syrup 2 ml
Pulsus : 116 x/menit
2014 Urinasi :-++++ secara P.O 2 d.d p.c
CRT : < 2 detik
SL :-++++ (pagi dan sore)
T/
Appetice : - + + + +  Amoxilin syrup 2 ml
Suhu : 37,8oC
15 Oktober Defekasi : - + + + + secara P.O 2 d.d p.c
Pulsus : 116 x/menit
2014 Urinasi :-++++ (pagi dan sore)
CRT : < 2 detik
SL :-++++  Tolfenamic 0,25 ml
secara I.M
Appetice : - + + + + T/
Suhu : 37,8oC
16 Oktober Defekasi : - + + + + Amoxilin syrup 2 ml
Pulsus : 116 x/menit
2014 Urinasi :-++++ secara P.O 2 d.d p.c
CRT : < 2 detik
SL :-++++ (pagi dan sore)
T/
Appetice : - + + + +  Amoxilin syrup 2 ml
Suhu : 37,8oC
17 Oktober Defekasi : - + + + + secara P.O 2 d.d p.c
Pulsus : 116 x/menit
2014 Urinasi :-++++ (pagi dan sore)
CRT : < 2 detik
SL :-++++  Tolfenamic 0,25 ml
secara I.M
Appetice : - + + + + T/
Suhu : 37,8oC
18 Oktober Defekasi : - + + + + Amoxilin syrup 2 ml
Pulsus : 116 x/menit
2014 Urinasi :-++++ secara P.O 2 d.d p.c
CRT : < 2 detik
SL :-++++ (pagi dan sore)
Appetice : - + + + + T/
Suhu : 37,8oC
19 Oktober Defekasi : - + + + + Amoxilin syrup 2 ml
Pulsus : 116 x/menit
2014 Urinasi :-++++ secara P.O 2 d.d p.c
CRT : < 2 detik
SL :-++++ (pagi dan sore)
Appetice : - + + + + T/
Suhu : 37,8oC
20 Oktober Defekasi : - + + + + Amoxilin syrup 2 ml
Pulsus : 116 x/menit
2014 Urinasi :-++++ secara P.O 2 d.d p.c
CRT : < 2 detik
SL :-++++ (pagi dan sore)
Appetice : - + + + + T/
Suhu : 37,8oC
21 Oktober Defekasi : - + + + + Amoxilin syrup 2 ml
Pulsus : 116 x/menit
2014 Urinasi :-++++ secara P.O 2 d.d p.c
CRT : < 2 detik
SL :-++++ (pagi dan sore)

4.2 Pembahasan
Ovariohisterectomy (OH) merupakan tindakan bedah/operasi pengangkatan organ
reproduksi betina dari ovarium sampai dengan uterus. Banyak hal yang harus diperhatikan
sebelum operasi dilakukan yaitu preparasi hewan, pembiusan, pencukuran/pembersihan
daerah sayatan. Preparasi hewan dilakukan untuk memastikan hewan benar-benar dalam
kondisi sehat dan layak untuk dilakukan operasi. Pemeriksaan meliputi umur hewan, suhu,
frekuensi nafas, frekuensi jantung, dan berat badan untuk menentukan dosis obat bius.
Pembiusan dilakukan dengan menggunakan anestesi umum yaitu kombinasi
ketamin dan xylazine. Pemilihan anestesi umum ini harus sesuai dengan syarat anestesi
umum yaitu antara lain:
a. Tidak bergantung pada mekanisme metabolisme di dalam tubuh untuk
menghancurkan dan mengeliminasinya,
b. Proses pengindukan yang cepat , kedalaman anestesi yang dapat cepat dirubah dan
masa pemulihan yang cepat,
c. Tidak menekan pusat respirasi dan jantung,
d. Tidak mengiritasi jaringan tubuh,
e. Murah, stabil, tidak mudah meledak dan terbakar,
f. Tidak membutuhkan peralatan tertentu untuk mengaplikasikannya,
g. Durasi lama dan onset cepat.
Anestesi umum dilakukan untuk menghilangkan kesadaran hewan, menghilangkan
rasa sakit, memudahkan pelaksanaan operasi dan menjaga keselamatan operator maupun
hewan itu sendiri. Pembiusan anestetikum harus memperhatikan ukuran relatif hewan, umur
hewan, dan kondisi fisik. Xylazine mempunyai daya kerja sebagai hipnotikum, anoksia,
analgesia, muscle relaxan berpengaruh terhadap sistem kardiovascular. Sedangkan ketamin
merupakan golongan anestetikum disosiatif, mempunyai margin of safety yang cukup luas,
mendepres fungsi respirasi, menyebabkan adanya reflek menelan. Pemberian obat anestesi
diberikan secara intra muscular (IM).
Penggunaan kombinasi ketamin dan xylazine ini harus hati-hati karena memberikan
efek samping seperti meningkatkan cardiac output, tachycardia, hipotensi, hipersalivasi,
meningkatkan kontraksi dan konvulsi otot pada kucing serta mengakibatkan defisiensi hati
dan ginjal. Oleh karena itu, pemeriksaan hewan sebelum dilakukan operasi sangat penting
untuk memastikan hewan benar-benar dalam keadaan sehat. Namun pemberian kombinasi
dari kedua anastesi ini juga bertujuan untuk mencegah vomitus.
Mengurangi efek dari anestetikum ini sebaiknya diberikan medikasi preanestetic
yaitu dengan menggunakan atrophin sulfat. Atrophin sulfat merupakan anti kolinergik yang
kerjanya memblokir kerja acetilcholin pada terminal-terminal ganglion dan syaraf otonom,
mengurangi kerja kelenjar saliva dan bronchial, serta meningkatkan kerja jantung. Tujuan
medikasi preanestetik adalah untuk mengurangi jumlah anestetikum umum yang diperlukan
dan meningkatkan batas keamanan, mengurangi rasa takut, menenangkan pasien,
mengurangi sekresi kelenjar saliva dan kelenjar selaput lendir saluran pernafasan,
mengurangi pergerakan lambung dan usus serta mencegah muntah ketika pasien dalam
keadaan tidak sadar, menghambat refleks vaso-vagal sehingga mencegah perlambatan dan
henti denyut jantung, mengurangi rasa sakit, rontaan dan rintihan selama masa pemulihan.
Sedangkan menurut Ganiswara (1995), medikasi preanestetik bertujuan untuk mengurangi
efek negatif dari anestesi seperti mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradycardia, muntah
sebelum dan sesudah operasi, kecemasan, memperlancar induksi, dan mengurangi keadaan
gawat anestesi.
Sebelum obat anestesi diberikan pasien diberikan obat antibiotik berupa Betamox
dengan sediaan dosis 15 mg/kg BB dan konsentrasi 150 mg/ml, sehingga dosis yang
diinjeksikan adalah (15 mg/kg x 2,5 kg)/150 mg/ml = 0,25 ml dengan rute pemberian secara
IM. Setelah ditunggu selama 5 menit, injeksi selanjutnya berupa obat sedativa berupa
Castran dengan sediaan dosis 0,02 mg/kg, sehingga dosis yang di injeksikan adalah 0,02
mg/kg x 2,5 kg = 0,05 ml dengan rute pemberian secara IM. Setelah diberikan castran,
kemudian ditunggu selama 15 menit dan diinjeksikan obat premedikasi berupa Atropin
dengan sediaan dosis 0,04 mg/kg dan konsentrasi 1 mg/ml, sehingga dosis yang di
injeksikan secara subcutan (SC) pada kucing tersebut adalah (0,04 mg/kg x 2,5 kg) / 1
mg/ml = 0,1 ml. Setelah premedikasi diberikan kemudian tunggu 10 menit , dilanjutkan
dengan pemberian obat anastesi berupa campuran antara Ketamin dan Xylazine dengan
dosis masing-masing Ketamin dengan dosis (2 mg/kg x 2,5 kg) / 20 mg/ml = 0,25 ml dan
xylazine dengan dosis (2 mg/kg x 2,5 kg) / 20 mg/ml = 0,25 ml. Pemberian obat anastesi
tersebut di berikan secara intramuscular (IM) pada kaki sebelah yang belum diinjeksikan
obat (bukan pada kaki yang telah diinjeksikan betamox dan castran).
Pemeriksaan fisik harus selalu dilakukan dan dipantau setiap 15 menit sekali baik
sebelum proses operasi berlangsung, selama proses operasi berlangsung, dan setelah proses
operasi berlangsung. Segera stelah diberikan obat anestesi, seharusnya kita langsug
memasang infus dengan IV cateter pada kucing tetapi percobaan pertama gagal dikarenakan
penusukan jarum tidak pas sehingga terjadi hematoma. Infus baru dapat dipasang ketika
setengah perjalanan dari operasi sedang berlangsung yang dipindahkan pada kaki depan
sebelah sinister.
Ovariohisterectomy ini menggunakan teknik laparotomi posterior dimana dengan
sayatan medianus sesuai dengan posisi ovarium uterus. Uterus tersebut berada pada daerah
abdominal (flank) bagian posterior, tepatnya di anterior dari vesica urinaria. Setelah kucing
tersebut teranastesi atau pingsan, kucing tersebut diletakkan diatas meja operasi dengan
posisi dorsal recumbency. Kemudian bersihkan bulu pada daerah yang akan dilakukan
incise atau pembedahan dengan disemprotkan terlebih dahulu sabun pada area yang akan
dicukur, kemudian cukur di daerah abdomen, posterior umbilical. Setelah semua bulu
tercukur dengan bersih, kemudian daerah yang akan diincisi dibersihkan dan disinfeksi
dengan menggunakan iodine dan alcohol, caranya dengan arah memutar dari dalam keluar,
hal ini berfungsi untuk menjaga kesterilan area yang akan diincisi. Setelah itu, buatlah
sayatan sekitar 2-3 cm dari umbilicus arah caudal, pada linea alba dengan panjang kurang
lebih 3 - 4 cm. Lapisan pertama yang disayat adalah kulit kemudian subkutan. Daerah di
bawah subkutan kemudian dipreparir sedikit hingga bagian peritoneum dapat terlihat.
Setelah itu, bagian peritoneum tersebut dijepit menggunakan pinset, disayat sedikit tepat
pada bagian linea alba menggunakan scalpel hingga ruang abdomen terlihat. Kemudian,
sayatan tersebut diperpanjang ke arah anterior dan posterior menggunakan gunting dengan
panjang sesuai dengan sayatan yang telah dilakukan pada kulit. Diusahakan sayatan
seminimal mungkin dengan tujuan agar proses penjahitan dan penyembuhan tidak terlalu
lama, karena semakin sedikit luka yang dibuat makan proses kesembuhan akan semakin
cepat. Setelah rongga abdomen terbuka, kemudian dilakukan pencarian organ uterus dan
ovarium dengan cara memasukkan jari kelingking dan melakukan perabaan pada daerah
uterus, tepat didaerah dorsal disebalah kanan dan kiri. Setelah di dapat organ uterus, uterus
ditarik keluar hingga daerah percabangan uterus (bivurcatio uteri) dan terlihat ovarium.
Penarikan uterus dilakukan secara perlahan agar tidak terputus. Selanjutnya, klem tepat
diatas ovarium dan tepat diatas cervix. Ligasi diatas klem pertama (diatas ovarium) dan
klem kedua (diatas cervix). Ligasi dilakukan dengan kuat dan terikat erat agar tidak terjadi
kebocoran pembuluh darah. Lakukan ligase pada 2 ovarium sebelah kanan dan kiri secara
bergantian. Setelah diligasi dengan kuat potong uterus, lepas klem. Pastikan ligasi kuat dan
tidak lepas, serta tidak ada rembesan darah dari saluran yang telah di potong. Setelah proses
pemotongan selesai, masukkan kembali peritoneum. Bagian linea alba ditutup kembali tapi
sebelum itu diberi antibiotic kemudian ditutup dengan penjahitan aponeurose di m.obliqous
abdominis externus m. abdominis externus dengan menggunakan teknik terputus sederhana.
Dan pastikan jahitan tidak melukai atau mengenai organ didalamnya. Penjahitan pada kulit
dengan menggunakan benang silik dengan teknik jahitan simple terputus, dan dilanjutkan
dengan jahitan terputus sederhana. Selama penjahitan diberi vicilin sebagai antibiotik pada
bagian dalam organ sedikit demi sedikit hingga merata, kemudian diusap dengan betadin
diatas jahitan, diberi bioplacenton pas pada jahitan secara merata kemudian ditutup dengan
hypavix dan gurita untuk melindungi jahitan agar cepat kering, tidak ada kontaminasi dan
tidak lepas.
Perawatan Post Operasi
Tepat setelah operasi dilaksanakan, kucing telah sadar. Namun setelah dilakukan
pengaturan suhu tubuh, pasien mengalami penurunan suhu hingga 35,1oC dan ketika pulang
masih dalam suhu rendah sebesar 35,6oC karena batas waktu dilaboratorium hanya sampai
jam 7 malam. Terapi yang diberikan saat suhu turun dengan pemberian lampu di atas
kandang sebagai penghangat, pemberian kain handuk sebagai alas kandang, pemberian
sangobion yang bertujuan agar nafsu makan pasien segera kembali, serta pemberian makan
dan minum dalam kandang. Pasien selama proses operasi hingga operasi selesai sering
mengalami muntah, kemungkinan dikarenakan masih adanya efek ketamin. Penghangatan
menggunakan lampu dilanjutkan saat pasien telah berada dirumah salah satu kelompok dan
terus diukur suhunya dan dijaga, hingga keesokan harinya suhu sudah mulai naik menjadi
37,8°C. Tetapi kucing masih tidak mau makan dan mengalami vomit sebanyak 2 kali. Selain
itu kucing juga tidak melakukan defekasi dan urinasi hampir selama 2 hari pasca operasi.
Keesokan harinya perawatan post operasi dilakukan dengan pemberian amoxilin
syrup 2 kali sehari pada pagi jam 07.00 dan sore jam 16.00 selama 5 hari dengan dosis 2ml
setiap minum dengan rute pemberian berupa per oral (PO), serta pemberian betadine dan
nebacetin powder 1 kali sehari setiap dilakukan penggantian hypafix hingga jahitan
mengering. Injeksi Tolfenamic acid dengan dosis 0,025 ml secara intramuscular (IM)
diberikan setiap 2 hari sekali sebanyak pada hari saat operasi (senin), hari rabu, dan hari
jumat. Selain pemberian obat, perawatan pasca operasi dilakukan juga pembersihan
kandang, pemberian makan dan minum, serta pemeriksaan fisik sederhana (suhu, pulsus,
nafas, dan CRT) serta pengoreksian terhadap sikap kucing berupa appetice (nafsu makan),
defekasi, urinasi, dan adanya sekresi lender. Pemberian pakan kami berikan pakan basah
selama 7 hari agar perut atau lambung mudah untuk mencerna makanan. Pada hari pertama
dan kedua setelah operasi, kucing tidak melakukan defekasi dan urinasi, bahkan nafsu
makan tidak ada dan harus kami lakukan sonde (ndulang makanan) agar kucing tetap
makan. Tetapi pada hari ketiga dan selanjutnya, nafsu makan kucing sudah mulai muncul
kembali dan sudah mulai dapat defekasi dan urinasi. Pada hari-hari ke-4 dan ke-5 kucing
sempat mengalami diare.
Jahitan pada pasien dilepas setelah kurang lebih 10 hari post operasi, namun pasien
masih tetap dalam pengawasan karena ditakutkan terjadi pembukaan luka kembali atau
infeksi yang diakibatkan bakteri. Sehingga pengawasan akan tetap dilakukan hingga
seminggu kedepan sampai dipastikan bahwa pasien benar - benar sembuh dan sehat kembali
serta siap untuk dilepaskan.

4.3 Foto Praktikum


BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Ovariohysterectomy merupakan tindakan bedah/operasi pengangkatan organ
reproduksi betina dari ovarium sampai dengan uterus. Ovariohysterectomy ini
menggunakan teknik laparotomi posterior dimana dengan sayatan medianus sesuai dengan
posisi ovarium uterus. Uterus tersebut berada pada daerah abdominal (flank) bagian
posterior, tepatnya di anterior dari vesica urinaria.
Setelah dilakukan operasi, kucing tersebut dirawat kurang lebih selama 2 minggu.
Setiap harinya dilakukan Pemeriksaan Fisik (PE) meliputi suhu, pulsus, nafas, dan CRT
serta dilakukan pemeriksaan terhadap appetience (nafsu makan), defekasi, urinasi, dan ada
tidaknya sekresi lendir. Treatment yang dilakukan memberikan amoxilin syrup 2 kali sehari
secara per oral selama 5 hari, serta pemberian betadine dan nebacetin powder 1 kali sehari
setiap penggantian hypafix hingga jahitan mengering. Selain itu juga diberikan injeksi
Tolfenamic acid dengan dosis 0,025 ml secara intramuscular (IM) 2 hari sekali sebanyak
3x. Selain pemberian obat, pembersihan kandang, pemberian makan dan minum,
Pembukaan jahitan dilakukan setelah daerah tersebut susah benar – benar kering.
DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2011. Ovariohisterctomy. Hill’s Pet Nutrition, Inc.


Anonimus. 2008. Mengapa Kami Desexing Anak-anak Kucing Peliharaan Kami. www.
blusoxcattery.com. [29 Oktober 2014].
Anonimus. 2005. Feline Spay. www.longbeachanimalhospital.com. [29 Oktober 2014]
Chandler EA. 1985. Feline Medicine and Therapeutics. London. Hickman, Jhon, dkk. 1995. An
Atlas of Veterinary Surgery. University Press, Cambridge: Great Britain.
Ganiswara. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Gaya Baru: Jakarta.
Hosgood, G dan Johnny D.H. 1998. Small Animal Paediatric Medicine and Surgery.
London: Reed Educational and Professional Publishing Ltd.
Lowecamp. 1999. Feline Seizure and Ephilepsy.
http://www.cs.cmu.edu/People/lowekamp/feline_epilepsy.html. [28 Oktober
2014].
Meyer K. 1957. Canine Surgery. American Veterinary Publication, Inc. Santa Barbara
California.
Nash H DVM. 2008. Spaying - Why it's a Good Idea. www.peteducation.com.[25 Juli 2008].
Nelson RW, Couto CG. 2003. Small Animal Internal Medicine. Ed-3. Missouri: Mosby.
Osborne dan Polzin D.J. 1979. Canine Estrogen-ResponsiVe Incontinance.
Pearson. 1973. The Complication of Ovariohysterectomy in the Bitch. Jurnal Small aminal
Prctices 14:257.
Rice, Dan. 1996. He Complete Book of Dog Breeding. China: Barron’s Educational Series,
Saunders. 2003. Text Book Of Small Animal Surgey. Philadelpia: The Curtis Center
Independence square west
Tilley LP dan Smith FWJ. 2000. The 5 Minute Veterinary Consult Canine and Feline.
Williams & Wilkins. USA.
Wulansari R. 2006. Penyakit pada Sistem Syaraf. Diktat kuliah Ilmu Penyakit Dalam II. IPB
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai