BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Pengukuran dan Pemetaan Tanah merupakan hal yang penting dalam
bidang Teknik Sipil, khususnya dalam pembuatan peta situasi. Dalam setiap
perencanaan bangunan hampir semua perencana menggunakan ilmu ini dan diterapkan
sebagai studi awal untuk pembuatan peta situasi dalam memulai tahap perencanaan.
Peta situasi sangat berguna untuk mempelajari tempat yang akan dibangun. Dari peta
situasi dapat diketahui elevasi luas area dan juga relief permukaan tanah, apakah
landai, curam atau datar. Dengan mengetahui relief permukaan tanah, perencana akan
lebih mudah dalam memperhitungkan biaya dan juga jenis pekerjaan yang perlu
dilakukan dalam mencapai tujuan perencana, khususnya pada proyek-proyek yang
menyangkut areal yang luas seperti pembuatan jalan dan jaringan irigasi.
C. Ruang Lingkup
Hal-hal yang dilakukan dalam Praktikum Pengukuran dan Pemetaan Tanah kali ini
antara lain sebagai berikut:
1. Pembuatan titik-titik poligon pada areal yang telah ditentukan.
2. Pengukuran titik poligon utama dengan menggunakan theodolit.
3. Pengukuran titik detail pada masing-masing titik poligon.
4. Pengukuran pergi pulang.
a. Pengukuran profil memanjang dan profil melintang dengan menggunakan
waterpass
b. Pembuatan peta situasi, profil memanjang dan profil melintang berdasarkan
data-data yang diperoleh di lapangan.
BAB II
PERALATAN
A. Peralatan Utama
Peralatan utama yang digunakan dalam praktikum Pengukuran dan Pemetaan Tanah
adalah Theodolith dan Waterpas (sering disebut wp).
theodolith digital. Yang membedakan antara kedua theodoliht tersebut adalah pada
pembacaan sudutnya baik sudut horisontal maupun sudut vertikal, sedangkan bagian-
Pesawat theodolith ini mempunyai beberapa bagian penting yang mana fungsi dari
bagian – bagian tersebut sangat menentukan keakuratan data yang akan diperoleh.
Adapun fungsi dari bagian – bagian tersebut adalah sebagai berikut:
1) Teropong, berfungsi untuk membidik obyek pengukuran pada pengukuran
poligon maupun situasi (mebidik rambu / jalon).
2) Visier, berfungsi untuk alat bantu bidikan kasar untuk mempercepat bidikan
obyek.
3) Klem teropong, berfungsi untuk mengunci teropong terhadap sumbu II (terkunci
pada arah vertical).
4) Alat pelindung lingkaran vertikal, berfungsi untuk melindungi skala vertikal.
5) Sekrup pengatur fokus teropong, berfungsi untuk memperjelas obyek yang
dibidik.
6) Sekrup pengatur ketajaman benang, berfungsi untuk memperjelas benang pada
lensa (benang atas, benang tengah, benang bawah).
7) Lensa okuler (Pengamat), berfungsi untuk mengamati obyek bidik dan
mengamati bacaan benang (pada rambu ukur).
8) Dudukan lampu, berfungsi untuk menempatkan lampu apabila sinar matahari
kurang terang ( cuaca gelap ).
9) Sekrup penggerak halus vertikal, berfungsi menempatkan bacaan benang pada
obyek (rambu) secara halus.
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 4
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015
10) Reflektor, berfungsi untuk memantulkan cahaya menuju mikroskop bacaan sudut
vertikal dan horisontal (pada theodolith digital bagian ini tidak ada).
11) Klem aldehide horisontal, berfungsi untuk mengunci perputaran teropong arah
horisontal.
12) Ring piringan horisontal, merupakan skala sudut datar sehingga dapat dibaca
bacaan sudut datar, dapat juga digunakan untuk menempatkan posisi sudut 00˚00’00”.
13) Klem sumbu repetisi, berfungsi untuk mengunci ring piringan horisontal sehingga
ring piringan horisontal tidak mengikuti perputaran teropong arah horisontal (jika
ingin langsung didapat sudut azimuth, maka ring ini dikunci setelah pesawat diarahkan
ke utara kompas, kemudian klem aldehide horisontal dibuka).
14) Nivo kotak, berfungsi untuk mengetahui posisi pesawat benar-benar datar (sumbu
I vertical).
15) Sekrup A, B, C, berfungsi untuk mengatur nivo kotak maupun nivo tabung agar
sumbu I vertikal.
16) Plat dasar theodolith, berfungsi untuk tempat landasan pesawat theodolith
sehingga posisinya stabil.
17) Teropong obyektif, berfungsi untuk menangkap obyek yang dibidik sehingga bisa
dibaca pada lensa okuler.
18) Mikrometer, berfungsi sebagai skup penunjuk skala pembacaan sudut horisontal
dan vertikal pada bacaan menit dan detik (00°00’00”), setelah teropong diklem atau
dikunci dan arah pesawat sudah tepat pada obyek.
19) Sekrup pengatur ketajaman sudut, berfungsi untuk memperjelas pembagian skala
lingkaran tegak dan datar. Pada theodolith digital bagian ini tidak ada, karena bacaan
sudut terdapat pada layar yang letaknya pada sisi luar pesawat.
20) Mikroskop bacaan lingkaran vertikal dan horisontal, berfungsi untuk membaca
skala sudut tegak dan datar (pada theodolith digital bagian ini tidak ada)
21) Centering optik, berfungsi untuk mengecek kedudukan pesawat agar berada tepat
di atas patok.
22) Dudukan kompas, berfungsi untuk menempatkan kompas.
23) Sekrup pengatur fokus centering optik, berfungsi untuk mengatur centering optik
sehingga sumbu I ( pesawat ) tepat di atas patok.
24) Nivo tabung, berfungsi untuk mengetahui apakah pesawat sudah benar-benar
datar .
25) Sekrup penggerak halus aldehide horisontal, berfungsi untuk menggerakkan
pesawat arah horisontal secara halus setelah klem aldehide horisontal dikunci agar
kedudukan benang pada pesawat tepat pada obyek yang dibidik.
9) Putar teropong searah jarum jam sehingga kedudukannya tegak lurus terhadap dua
sekrup A, B, dan letakkan berlawanan dengan posisi II atau putar 90˚ ( kedudukan IV
), kemudian putar sekrup C tanpa merubah sekrup A, B masuk atau keluar agar
gelembung nivo tabung tepat di tengah-tengah skala nivo.
Cek gelembung nivo tabung, apakah sudutnya tepat di tengah-tengah skala
lingkaran nivo. Jika sudah, pesawat siap dioperasikan dan jika belum maka ulangi
kegiatan 6 - 9.
Catatan :
Untuk memperoleh data di lapangan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Setelah pesawat disiapkan tentukan titik yang akan dibidik.
b. Meletakkan baak ukur pada titik yang akan dibidik, arahkan teropong ke baak
ukur dengan menggunakan visier untuk mempercepat mengarahkan ke obyek, jika
sudah didapat titik yang dibidik, kuncilah klem aldehide horisontal.
c. Tepatkan benang tengah pesawat pada garis tengah baak ukur dengan bantuan
sekrup penggerak aldehide horisontal sehingga kedudukan benang tegak pada pesawat
segaris dengan garis tengah rambu ( bak ukur ). Jika obyek bidik ( rambu ) kurang
jelas , maka gunakan sekrup pengatur fokus teropong agar rambu kelihatan jelas.
Sedangkan untuk memperjelas benangnya dengan menggunakan sekrup pengatur
ketajaman benang.
d. Membaca bacaan benang bawah, benang tengah, benang atasnya , kemudian baca
bacaan sudutnya dan juga ukur tinggi alatnya.
2. Waterpas
Di dalam bidang konstruksi memerlukan elevasi tanah.untuk mendapatkan
elevasi tanah yang akurat maka diperlukan alat yang disebut Waterpass yang
mempunyai fungsi untuk mendapatkan beda tinggi.
Bagian –bagian waterpass secara umum dibedakan menjadi 4 bagian, meliputi:
1) Teropong
2) Nivo
3) Sekrup pendatar
4) Statip /tripod
Fungsi dari bagian-bagian yang terdapat pada pesawat waterpass sebagai berikut :
1) Lensa pembacaan sudut horisontal, berfungsi untuk memperbesar dan
memperjelas bacaan sudut horisontal.
2) Sekrup A, B, C, berfungsi untuk mengatur kedataran pesawat (sumbu Ivertical).
3) Sekrup pengatur fokus teropong, berfungsi untuk memperjelas obyek yang
dibidik.
4) Teropong, berfungsi untuk menempatkan lensa serta peralatan yang berfungsi
untuk meneropong atau membidik obyek pengukuran.
5) Pelindung lensa obyektif, berfungsi untuk melindungi lensa obyektif dari sinar
matahari secara langsung.
6) Putar teropong searah jarum jam hingga kedudukannya tegak lurus terhadap dua
sekrup A, B ( kedudukan II ), kemudian putar sekrup C ( tanpa memutar sekrup A, B
) masuk atau keluar sambil dilihat kedudukan gelembung nivo kotak agar tepat di
tengah-tengah skala nivo.
Langkah untuk memperoleh data di lapangan dilakukan dengan cara yang sama
seperti pada alat theodolit. Agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan dalam pengukuran
di lapangan, maka langkah-langkah tersebut di atas harus dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya sehingga ketiga syarat berikut dapat terpenuhi, yaitu :
1) Sumbu I vertikal.
2) Benang silang horisontal tegak lurus sumbu I.
3) Garis bidik sejajar garis arah nivo.
B. Peralatan Bantu
1. Rambu ukur (Bak Ukur)
Rambu ukur atau bak ukur terbuat dari kayu atau aluminium, panjangnya 3 m
(ada yang 4 sampai 5 m). Pada bagian bawah rambu ukur diberi sepatu besi,
sedangkan untuk ukuran atau angkanya dicat dengan cat hitam, putih, atau merah agar
terlihat jelas pada saat pembidikan dengan pesawat. Yang terpenting dari rambu ukur
adalah skala harus betul – betul teliti agar mendapatkan hasil pengukuran yang baik,
disamping itu cara memegang rambu pun harus benar – benar tegak (Vertikal). Dalam
pemakaian alat ini sering dibantu dengan penggunaan jalon agar rambu ukur tepat
berdiri pada suatu titik yang diukur. Rambu ukur berguna juga untuk mengukur jarak
dan tinggi tanah yang pemakaiannya selalu bersamaan dengan theodolit dan
waterpass.
3. Rol Meter
Berfungsi untuk mengukur jarak langsung pada pengukuran penyipat datar.
4. Meteran
Berfungsi untuk mengukur tinggi pesawat.
5. Unting-unting
Berfungsi untuk menempatkan sumbu I pada patok
6. Kompas
Berfungsi untuk menunjukan arah utara kompas.
8. Alat tulis
Berfungsi untuk mencatat hasil pembacaan di lapangan.
BAB III
PENGUKURAN POLIGON
A. Peta Situasi
Peta situasi merupakan peta gambaran dari daerah yang diamati. Peta ini
tergambar atas dasar data-data yang telah didapat dari praktikum. Alat ukur yang
digunakan berupa theodolit dan waterpass. Dalam pembuatannya diperlukan data hasil
pengukuran kerangka peta (pengukuran poligon) dan pengukuran detail.
Pada pengukuran kerangka peta akan terbentuk dasar daerah utama. Data yang
diperoleh dari pengamatan ini adalah berupa pembacaan benang dan sudut horisontal
maupun vertikal yang akan dijadikan dasar perhitungan selanjutnya dalam
menentukan tempat titik-titik berada dan elevasi setiap titik sehingga akan terbentuk
suatu denah area dari peta situasi.
Pada pembuatan peta situasi Waterpass dibuat dengan data pengukuran pulang
pergi, melintang dan membujur.
Pembuatan peta poligon utama diambil dari pengukuran pulang pergi atau sifat
mendatar area. Sedangkan untuk melengkapi peta tersebut diperlukan data lain berupa
pengukuran sifat datar profil.
a. Theodolit
b. Rambu 2 buah
c. Meteran kecil ( roll meter ) 1 buah
d. Meteran besar ( meetband, 30 atau 50 meter ) 1 buah
e. Unting-unting 1 buah
f. Payung 2 buah
g. Formulir pengukuran Poligon / situasi secukupnya
h. Alat-alat tulis
c. Data satu sisi azimuth pada satu sisi poligon atau beberapa azimuth pada beberapa
sisi poligon jika merupakan pengukuran poligon terbuka. Azimuth akan diukur pada
sisi awal dan sisi akhir jika merupakan poligon terbuka terikat sempurna.
2. Alat – alat yang digunakan
Ada beberapa macam alat-alat utama yang digunakan dalam praktikum pengukuran
poligon antara lain :
a. Theodoliht + kompas
b. Statip
c. Rambu ( bak ukur )
d. Meteran ( 3 m )
e. Payung
f. Alat tulis
g. Kalkulator
3. Dasar Teori
Poligon adalah serangkaian titik-titik yang dihubungkan dengan garis lurus
sehingga titik-titik tersebut membentuk sebuah rangkaian ( jaringan ) titik atau
poligon.
Pada pekerjaan pembuatan peta, rangkaian titik poligon digunakan sebagai
kerangka peta, yaitu merupakan jaringan titik-titik yang telah tertentu letaknya di
tanah yang sudah ditandai dengan patok, dimana semua benda buatan manusia seperti
jembatan, jalan raya, gedung maupun benda-benda alam seperti danau, bukit, dan
sungai akan diorientasikan. Kedudukan benda pada pekerjaan pemetaan biasanya
dinyatakan dengan sistem koodinat kartesius tegak lurus ( X, Y ) di bidang data ( peta
), dengan sumbu X menyatakan arah timur – barat dan sumbu Y menyatakan arah
utara – selatan. Koordinat titik-titik poligon harus cukup teliti mengingat ketelitian
letak dan ukuran benda-benda yang akan dipetakan sangat tergantung pada ketelitian
dari kerangka peta.
Macamnya adalah :
b. Poligon Tertutup
Ialah suatu poligon dimana titik awal dan titik akhirnya mempunyai posisi
yang sama atau berhimpit, sehingga poligon ini adalah suatu rangkaian tertutup. Pada
kegiatan praktikum kali ini, bentuk poligon ini yang dipakai.
Untuk memperoleh azimuth tiap sisi poligon, syaratnya harus diketahui azimuth
awalnya ( α1 ). Penentuan azimuth awal dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Sumbu I theodolith diatur dalam keadaan vertikal ( gelembung nivo seimbang ),
bumi dan bacaan sudut horisontal menunjukkan angka 00˚00’00” pada arah utara
bumi.
b. Putar theodolith dan arahkan ke titik P2 pada bacaan biasa, kemudian balikkan
teropong pada keadaan luar biasa ( LB ) dan bacalah sudut yang dibentuk dengan arah
titik.
Untuk azimuth dihitung dengan rumus :
Agar titik koordinat dapat diketahui dalam sistem koordinat yang ada, maka
poligon perlu diikat (dihubungkan) dengan titik yang diketahui koordinatnya atau titik
tetap (X1, Y1). Koordinat di sini dihitung dari unsur-unsur jarak dan sudut arah
sebagai berikut :
x2 = x1 + D sin α1 + ∆fx
y2 = y1 + D cos α1 + ∆fy
Keterangan :
α = azimuth
D = jarak
β = sudut dalam
Kemudian untuk titik-titik berikutnya (titik P2) dihitung dari titik P1, titik P3
dihitung dari titik P2, dan seterusnya.
4. Langkah kerja
Untuk mendapatkan data-data dalam pengukuran titik poligon pada masing-masing
titik, maka dilakukan langkah-langkah kerja sebagai berikut :
a. Memasang statip di atas patok yang telah ditentukan sebelumnya dan meletakkan
instrument di atasnya.
b. Membuat sumbu I menjadi vertikal dengan mengatur sekrup penyetel A, B, C dan
mengecek posisi gelembung udara pada nivo kotak serta pada nivo tabung. Apabila
kedudukan gelembung telah seimbang berarti sumbu I telah vertikal.
c. Mengatur piringan bacaan sudut horisontal pada kedudukan 00˚00’00”, kedudukan
ini hanya dilakukan pada awal pengukuran.
d. Membidik rambu (baak ukur) dengan bantuan visier pada posisi biasa, kemudian
membaca bacaan benang (benang atas, benang tengah, benang bawah), sudut
horisontal dan sudut vertikal. Memutar teropong pada kedudukan luar biasa kemudian
membaca bacaan benang, sudut horisontal dan sudut vertikal kembali.
HSB HSLB
β=
2
Keterangan :
Β = sudut dalam
Catatan :
e. Dasar ketinggian awal (titik P1) pada pengukuran ini menggunakan dasar non lokal,
dimana elevasinya ditetapkan sebesar 30X, 00Y, dimana tanda XY mengacu pada
nomor kelompok masing-masing (misal ; kelompok 02, maka nilai X = 0 dan nilai Y
= 2, menjadi 300,200). Untuk tinggi titik-titik yang lain menyesuaikan dengan melalui
perhitungan. elevasi, ini juga berlaku pada pengukuran detail, profil memanjang, dan
profil melintang.
5. Hitungan
Jarak yang digunakan untuk hitungan titik-titik poligon adalah jarak datar (
jarak horizontal ). Jarak ini dapat diperoleh dengan menggunakan pita ukur ataupun
dengan jarak optis.
Rumus jarak optis :
Dengan :
Keterangan:
Dd = jarak datar
Dm = jarak miring
ΔH = beda tinggi
Ta = tinggi alat
( Ba Bb )
Bt =
2
Bb = bacaan benang bawah
SV = sudut vetikal
V = (∆H + Bt) - Ta
alat yang kurang baik. Untuk itu dalam setiap pengukuran perlu diadakan suatu
koreksi antara lain :
Koreksi sudut dalam
(n 2).180
∆fβ =
n
a. Koreksi beda tinggi
D
Δfh = .r.(1)
D
b. Koreksi jarak
Koreksi sumbu x :
D
∆fx = .d sin .(1)
D
Koreksi sumbu y :
D
∆fy = .d cos .(1)
D
f. Payung
g. Alat tulis dan kalkulator
3. Dasar Teori
Untuk pembuatan peta situasi, detail yang diambil meliputi detail planimetris
dan detail-detail ketinggian. Detail planimetris menyangkut posisi horisontal dari
bangunan-bangunan rumah, jalan, jembatan, saluran air, lapangan serta batas-batas
areal dan sebagainya.
Sementara detail-detail ketinggian diperlukan untuk penggambaran keadaan topografi
lapangan yang nantinya akan digambarkan dalam bentuk garis-garis kontur.
Yang dimaksud titik detail adalah adalah semua benda-benda atau titik-titik
benda yang merupakan kelengkapan dari sebagian permukaan bumi. Benda tersebut
meliputi benda-benda buatan manusia seperti gedung-gedung, jalan raya, saluran
drainasi, dengan segala perlengkapannya dan benda-benda alam seperti gunung, bukit,
sungai, jurang, danau, dll.
a. Metode Ekstrapolasi.
Pada cara ini penentuan titik-titik detail dimulai satu titik dasar. Di kenal dua
cara dalam menentukan letak titik detail terhadap garis ukur :
a) Sistim koordinat ortogonal
b) Sistim koordinat kutub
Dengan azimuth dan dengan arah
b. Metode interpolasi.
Pada garis ukur dibentangkan garis ukur, pangkal garis dari perpanjangan-
perpanjangan diukur dengan rol meter. Metode ini sering disebut juga dengan cara
hubungan garis ukur.
Dalam praktek, metode ekstrapolasi dengan sistem koordinat ortogonal dan
metode interpolasi dapat dipakai bersama-sama tergantung pada keadaan lapangan
dan situasi yaitu pengukuran jarak yang dilakukan dengan pegas ukur, sedangkan alat-
alat lain seperti prisma, jalon digunakan untuk membuat sudut siku-siku atau
memancang garis lurus.
Pada metode ekstrapolasi dengan sistem koordinat kutub dipakai pada pesawat
theodolit. Cara ini kemudian terkenal dengan cara Tachimetry, yaitu cara pengukuran
detail yang dapat mencakup daerah yang lurus dan dengan pekerjaan yang tepat.
Prinsipnya adalah dengan mengukur arah azimuth atau sudut dari titik detail terhadap
sisi poligon, jarak serta beda tingginya. Dalam praktikum ini, pengambilan cukup
dilakukan dari titik-titik poligon utama.
Pengambilan detail harus mewakili keadaan medan dengan mengingat prinsip
interpolasi linier. Dengan prinsip tersebut, maka antara dua titik detail yang
berdekatan dianggap perubahan tinggi liniernya.
Jumlah titik detail disesuaikan dengan kondisi serta skala peta yang dibuat.
Detail yang terlalu banyak akan menyulitkan plotting dan penggambarannya.
Sedangkan jika terlalu sedikit, detail-detail tersebut tidak dapat mewakili kondisi
lapangan yang sebenarnya.
4. Langkah Kerja
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pengambilan titik detail adalah sebagai
berikut :
a) Theodolit didirikan di atas titik poligon, kemudian mengatur sumbu I serta
mencatat tinggi alatnya.
b) Membidik titik poligon di depan atau di belakangnya, kemudian mencatat
bacaan sudut horisontalnya.
c) Mendirikan rambu di tempat yang dianggap perlu untuk pengambilan titik
detail, kemudian membidikan teropong ke rambu lalu membaca bacaan benang
(benang atas, benang tengah, benang bawah) dan bacaan sudut horisontalnya.
d) Membuat sket yang menggambarkan letak alat dan letak titik detail yang
diambil serta keterangan-keterangan lain yang sekiranya diperlukan.
e) Memindah rambu ke tempat lain yang memiliki perbedaan tinggi, kemudian
membidiknya dengan teropong lalu membaca bacaan benang dan sudut horisontalnya,
serta membuat sket titik detail yang diambil, begitu seterusnya.
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 26
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015
5. Hitungan
Unsur-unsur yang akan dicari dalam pengukuran detail ini harus lengkap
sehingga memudahkan pengeplotan dalam penggambaran. Unsur-unsur tesebut antara
lain adalah dengan menentukan dahulu koordinat titik detailnya.
Agar detail poligon tersebut terarah, maka perlu diketahui sudut arahnya
(azimuth). Penentuan azimuth detail poligon dapat ditentukan dengan mengetahui
azimuth poligon utama yang telah dihitung sebelumnya pada pengukuran poligon.
Penentuan azimuth detail poligon dihitung dengan rumus :
α1A = HP1A + Δf ……..……………..dst, di titik P1
Keterangan :
Jarak yang digunakan untuk hitungan titik-titik detail poligon adalah jarak optis.
Jarak optis ini dapat ditentukan sesuai dengan rumus(3.5)dan sudut helling ditentukan
sesuai dengan rumus(3.6) serta tinggi titik detail ditentukan sesuai dengan rumus(3.7)
2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam melaksakan pengukuran menyipat datar memanjang
adalah :
Waterpass
a. Statip
b. Rambu ukur (baak ukur)
c. Rol meter
d. Payung
e. Alat tulis + formulir hitungan
f. Kalkulator
3. Dasar Teori
Pada pengukuran menyipat datar memanjang, dua titik tetap yang akan diukur
tingginya (titik awal dan titik akhir) umumnya memiliki jarak yang cukup jauh (± 50
m). Oleh karena itu tidaklah mungkin dilakukan pekerjaan sekali waterpassing
melainkan harus dilaksanakan serangkaian pekerjaan waterpassing antara dua titik
tetap tersebut.
Mengingat hal tersebut, maka perlu diketahui pengertian sebagai berikut :
a. Satu trayek adalah jarak antara dua titik tetap yang diukur beda tingginya. Satu
trayek dibagi dalam seksi-seksi.
b. Satu seksi adalah jarak pengukuran pergi pulang dalam waktu satu hari sesuai
kemampuan si pengukur. Satu seksi dibagi lagi ke dalam beberapa slag.
c. Satu slag adalah jarak antara rambu muka dan belakang dalam sekali mendirikan
alat. Panjang tiap slag dipengaruhi oleh kondisi medan. Semakin terjal atau berbukit-
bukit suatu medan, maka panjang slag semakin pendek. Selain itu pembesaran
teropong atau kemampuan alat juga berpengaruh. Untuk pekerjaan-pekerjaan teknis,
pembesaran teropong yang baik adalah antara 20 – 30 kali. Untuk itu pada cuaca
cerah, panjang slag dapat mencapai 40m – 90 m.
Jumlah slag diusahakan genap. Hal ini dilakukan untuk menghindari tejadinya
kesalahan pengukuran akibat perbedaan titik nol pada masing-masing rambu (misal ;
rambu aus).
Adapun pengukuran tinggi antara dua titik itu sendiri dapat dilakukan dengan tiga
cara, yaitu :
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 28
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015
Bt Ta
∆H
ΔH = beda tinggi
Ta = tinggi alat
Bt = benang tengah
b. Waterpass ditempatkan diantara dua titik (lihat gambar 3.4), sedangkan rambu
ditempatkan pada titik-titik tersebut.
Btb Btm
Bt
∆H
Keterangan :
ΔH = beda tinggi
Bt = bacaan benang tengah
Btm = bacaan benang tengah muka
Btb = bacaan bengan tengah belakang
c. Waterpass ditempatkan diluar garis antara dua titik. Cara ini dilakukan apabila
kondisi medan antara dua titik tersebut berupa sungai, jurang, atau selokan (lihat
gambar 3.5).
Btb Btm
Bt
∆H
A B E
Bila ujung bagian bawah mistar sudah aus, maka ujung mistar yang mengenai
landasan (permukaan tanah) itu bukan lagi garis nol mistar, dengan demikian
pembacaannya menjadi lebih besar.Pengaruh kesalahan ini dapat dihindari dengan
jalan :
a. Hanya memakai satu mistar saja
b. Pengaturan setup sedemikian rupa sehingga untuk pengukuran itu dilakukan setup
yang genap.
3). Kesalahan karena letak mistar turun sementara dilakukan pengukuran.
Hal ini bisa terjadi bila tempat berpijaknya mistar melesak ke dalam tanah ( tanah
lembek).Pengaruh ini dapat diatasi dengan jalan :
a. Memakai landasan mistar yang ditanam kuat-kuat dalam tanah.
b. Tidak menempatkan mistar di atas titik yang lembek.
4). Kesalahan karena garis bidik turun sementara dilakukan pengukuran.
Hal ini terjadi bila statip kurang kuat tertanam di dalam tanah. Pengaruh ini dapat
dihindari dengan jalan :
a. Tancapkan kaki statip kuat-kuat ke dalam tanah.
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 32
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015
Adapun cara mengatasi kesalahan ini adalah dengan jalan sebagai berikut :
Waterpassing pergi dilaksanakan pada pagi hari dan waterpassing pulang
dilakukan pada sore hari.
Menempatkan pesawat di tengah-tengah antara dua titik yang akan diukur.
3). Kesalahan karena getaran udara (ondulasi).
Bila suhu lingkungan tinggi (panas), maka terjadilah pemindahan udara panas
dari permukaan bumi ke atas. Hal ini mengakibatkan bayangan mistar menjadi kabur,
sehingga bacaan mistar kurang teliti. Untuk itu maka hendaklah :
a. Memperpendek jarak antar slag
b. Menghentikan kegiatan pengukuran
4). Kesalahan karena perubahan garis arah nivo.
Hal ini terjadi bila kerangka nivo terkena panas sinar matahari secara langsung
yang mengakibatkan pemuaian, sehingga garis arah nivo tidak lagi sejajar garis bidik.
Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, maka pesawat harus dilindungi dengan
menggunakan payung dalam setiap kali melakukan kegiatan pengukuran.
5.)Kesalahan dari si pengamat
Kesalahan yang mungkin terjadi adalah :
1). Kesalahan pada pembacaan benang karena kelelahan mata.
2). Kurang cermat dalam perkiraan pembacaan rambu yang memiliki ketelitian hingga
milimeter (mm)
3). Kurangnya pemahaman mengenai tata cara pelaksanaan
4). Pengukuran tanah.
Untuk menentukan baik buruknya pengukuran menyipat datar, ditentukan
dengan batas harga terbesar (batas toleransi). Bila pengukuran dilakukan pergi-pulang,
maka selisih hasil pengukuran tidak boleh lebih besar dari :
k = 4 mm √D, pengkuran tingkat I
k = 8 mm √D, pengukuran tingkat II
k = 12 mm √D, pengkuran tingkat III
pengukuran sipat datar tingkat rendah
Untuk pelaksanaan praktikum ini, batas toleransi yang masih diijinkan sebesar 10 mm
√D, dimana adalah jarak dalam kilometer.
4. Langkah kerja
Ada dua tahap dalam pengukuran sipat datar memanjang yaitu pengukuran pulang
dan pengukuran pergi. Pengukuran pergi biasa dilakukan pada waktu pagi hari dan
pengukuran pulang dilakukan pada waktu sore hari.
a. Pengukuran pergi
Urutan kerjanya adalah :
1). Meletakkan alat ukur (waterpass) kira-kira di tengah-tengah antara dua titik
(patok).
2). Mengatur sumbu I vertikal dengan sekrup penyetel A, B, C sehingga
kedudukan gelembung udara pada nivo menjadi seimbang.
3). Melakukan bidikan terhadap dua rambu tadi secara bergantian dengan bantuan
vizier pembantu.
4). Membaca bacaan benang pada baak ukur dan mencatatnya.
5). Langkah kerja di atas dilakukan berulang-ulang pada titik-titik yang akan dicari
beda tingginya.
b.Pengukuran Pulang
Langkah kerja pada pengukuran pulang sama dengan langkah kerja pada
pengukuran pergi, hanya titik awal pengukuran yang berbeda yaitu bila pada
pengukuran pergi titik awalnya adalah titik pertama, sedangkan pada pengukuran
pulang titik awalnya adalah titik terakhir.
Dalam praktikum kali ini, cara yang ditempuh adalah dengan cara pengukuran pergi.
Dan itupun hanya titik-titik tertentu saja yang diukur karena sifatnya hanya mencoba.
5. Hitungan
Untuk mendapatkan beda tinggi antara dua titik yaitu dihitung dengan pers.11.
Sedangkan untuk mengetahui apakah pengukuran perlu diulang atau tidak dapat dicek
dari selisih beda tinggi antara kedua pengukuran tersebut. Bila selisih beda tinggi
antara pengukuran pergi dan pengukuran pulang lebih kecil atau sama dengan angka
toleransi, berarti tidak perlu melakukan pengukuran ulang. Tetapi bila selisih beda
tinggi antara pengukuran pergi dan pengukuran pulang lebih besar dari angka
toleransi, maka perlu dilakukan pengukuran ulang.
E. Kontur
Garis kontur mempunyai arti yang sangat penting bagi perencanaan rekayasa,
karena dari peta kontur dapat direncanakan antara lain:
Gambar peta dari plotting sebenarnya sudah menunjukkan pengukuran tiga dimensi,
dimana dimensi tinggi dinyatakan dengan angka-angka ketinggian. Namun demikian peta ini
masih terlihat acak-acakan dan kurang bias menggambarkan bentuk topografi yang
sebenarnya. Bentuk peyajian unsur ketinggian yang dapat menggambarkan topografi medan
antara lain adalah garis kontur, yaitu garis-garis yang menghubungkan titik-titik yang sama
tinggi. Garis kontur mempunyai beberapa sifat antara lain :
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 35
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015
a. Tidak berpotongan
b. Tidak bercabang
c. Tidak bersilangan
d. Semakin jarang menunjukkan daerah semakin datar
e. Semakin rapat menunjukkan daerah semakin curam
f. Tidak berhenti di dalam peta
Ada istilah interval kontur yaitu selisih tinggi antara dua garis kontur yang berurutan.
Besar interval kontur biasanya tergantung dari kebutuhan atau tujuan peta tersebut dibuat,
namun pada umumnya adalah 1: 2000 x skala peta (dalam meter). Karena angka ketinggian
detil bermacam-macam sedangkan angka ketinggian garis kontur sudah tertentu, maka dicari
tempat-tempat yang mempunyai ketinggian yang sesuai dengan kelipatan interval kontur
dari titik-titik terdekat yang telah diketahuiangka ketinggiannya.Untuk itu dikenal beberapa
metode penarikan garis kontur antara lain:
a. Metode langsung
Pada metode langsung titik-titik yang sama tinggi ditentukan di lapangan secara
langsung. Untuk tu diperlukan alat penyipat datar dan rambu ukur serta patok-patok yang
cukup banyak jumlahnya.
1. Sudut Horisontal
Sudut horisontal dapat dibaca pada theodolit, adapun pembacaan sudut ini
terdiri dari dua bacaan yaitu sudut horisontal biasa dan sudut horisontal luar biasa.
Sudut ini berpengaruh pada sudut yang terpakai yang akan digunakan untuk
perhitungan selanjutnya pada titik- titik yang diukur.
Pada pembacaan sudut ini terdapat 3 komponen yang dapat dilihat dalam
theodolit yaitu pembacaan sudut, menit dan detik. Dalam pembacaannya diperlukan
ketelitian yang tepat dengan mengatu alat penghalus pada theodolit agar didapat sudut
yang tepat.
Perbedaan sudut horisontal biasa dan luar biasa adalah sebesar perputaran alat sebesar
180° yang dapat diatur dengan memutar lensa dan plat theodolit.
2. Sudut Vertikal
Sudut vertikal dapat dibaca pada theodolith, adapun pembacaan sudut ini
terdiri dari dua bacaan yaitu sudut vertikal biasa dan sudut vertikal luar biasa. Sudut
ini berpengaruh pada sudut helling yang akan berpengaruh pada jarak dan elevasi pada
perhitungan titik-titik data yang diukur.
Pada pembacaan sudut ini terdapat 3 komponen yang dapat dilihat dalam
theodolit yaitu pembacaan sudut, menit dan detik. Dalam pembacaannya diperlukan
ketelitian yang tepat dengan mengatur alat penghalus pada theodolit agar didapat sudut
yang tepat. Perbedaan sudut vertikal biasa dan luar biasa adalah sebesar perputaran
alat sebesar 180° yang dapat diatur dengan memutar lensa dan plat theodolit.
BAB IV
HITUNGAN
A. Waterpass
1. Perhitungan Pulang Pergi
a.Tinggi Alat
b.Titik Bidik
c.Bacaan benang muka dan belakang baik pergi maupun pulang
d.Jarak
Selain hal diatas yang telah ditentukan, ada pula komponen-komponen yang harus
dicari berupa:
Keterangan :
∆H = beda tinggi
Ta = tinggi alat
Bt = benang tengah
1 2 3 4
ΔHr =
4
= 0.010 m
28.2
Δfh = x0.225 x(1)
397.4
= -0.16 m
a. Bacaan benang
b. Jarak
Selain hal diatas, adapun komponen lain yang harus di cari berupa:
a. Beda tinggi
b. Elevasi
Perhitungan pada titik Potongan Memanjang antara titik P2-P3 :
Ea = E1 ± ΔHA
= 100.024 + (0.129)
= 100.153 m
a. Tinggi alat
b. Bacaan benang
c. Elevasi awal
Selain hal diatas, komponen lain yang harus dicari berupa:
a. Jarak optis
b. Beda tinggi
c. elevasi titik
Pada praktikum Waterpass potongan melintang ada 2 yakni kanan dan kiri.
= 3.94 m
= 1.33 – 1.30
= 0.033 m
= 99,700 + ( 0,037 )
= 99,737 m
B.Theodolith
1. Perhitungan Poligon Tertutup
1. Tinggi alat
2. Bacaan benang
3. Sudut Vertikal (Biasa dan Luar biasa)
4. Jarak
5. Sudut Horisontal
1. Heling
h = 90 - SV, SV < 180
2. Jarak
D = 100 (Ba – Bb). cos2 h
3. Jarak rerata
D1 D 2 D3 D 4
Dr =
4
4. Beda tinggi
ΔH = 100 (Ba – Bb). Sin h. cos h + (Ta – Bt)
H 1 H 3
ΔHrbiasa =
2
H 2 H 4
ΔHr luarbiasa =
2
7. Sudut terpakai
Untuk pengukuran searah jarum jam
9. Sudut azimut
HB 2 HLB 2 180
α1 =
2
HB2 = sudut horisontal biasa di titik P2
HLB2 = sudut horisontal luar biasa di titik P2
Untuk azimuth selanjutnya :
α2 = α1 + 180˚ - (β2 + Δf β)
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 43
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015
11. Koreksi X
D
Δfx = .d sin .(1)
D
12. ∆Y
∆Y = D. cos α1
13. Koreksi Y
D
Δfy = .d cos .(1)
D
14. Elevasi
E2 = E1 + ΔHr1 + ΔfH1
15. Koordinat X
X2 = X1 + d sin α2 + Δfx
16. Koordinat Y
Y2 = Y1 + d cos α2 + Δfy
1. Helling
h = 90 - SV, SV < 180
= 0°
= 0°
=0
= 0°
2. Jarak
D = 100 (Ba – Bb). cos2 h
= 26 m
= 27.4 m
= 28.4 m
= 28 m
3. Jarak rerata
D1 D 2 D3 D 4
Dr =
4
26 27.4 28.4 28
Dr =
4
= 27. 45 m
4. Beda tinggi
ΔH = 100 (Ba – Bb). Sin h. cos h + (Ta – Bt)
ΔH1 = 100 (1.000– 0.740) Sin -0° cos -0° + (1.390– 0.870)
= 0.520 m
= 0.515 m
ΔH3 = 100 (2.161- 1.877) Sin -0° cos -0° + (1.390 – 2.019)
= - 0.629 m
= - 0.629 m
0.520 (0.629
ΔHr =
2
= - 0.0545 m
2 4
Δhrluar biasa =
2
0.515 (0.629)
ΔHr =
2
= - 0.057m
27.45
= .. (0.056)( 1)
404.425
= 0.040 m
7. Sudut Terpakai
HS = selisih sudut horisontal
Pada titik P1
HSB = 27023’25”
HSLB= 32825’20”
β = sudut luar
HSB HSLB
β =
2
270 23'25"32825'20"
β =
2
= 29924’22,5”
8. Koreksi sudut
(n 2).180
Δfβ =
n
= 1252’58,13”
9. Sudut Azimut
α1 = azimuth awal
HB 2 HLB 2 180
α1 =
2
32825'20"180
α1 =
2
α2 = α1 + 180˚ - (β2 + Δf β)
αN = 360˚25’15.6”
10. ∆X
∆X = D. sin αN
= 0.279 m
11. Koreksi X
Koreksi X = D/∑D . ∑∆ X .-1
= 38.000/424.198 -122.614.-1
=-10.984 m
12. ∆Y
∆Y = D .cos αN
= 37.999 m
13. Koreksi Y
Koreksi Y = Jarak/∑jarak . ∑∆ Y .-1`