Anda di halaman 1dari 49

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil


UGM 2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu Pengukuran dan Pemetaan Tanah merupakan hal yang penting dalam
bidang Teknik Sipil, khususnya dalam pembuatan peta situasi. Dalam setiap
perencanaan bangunan hampir semua perencana menggunakan ilmu ini dan diterapkan
sebagai studi awal untuk pembuatan peta situasi dalam memulai tahap perencanaan.
Peta situasi sangat berguna untuk mempelajari tempat yang akan dibangun. Dari peta
situasi dapat diketahui elevasi luas area dan juga relief permukaan tanah, apakah
landai, curam atau datar. Dengan mengetahui relief permukaan tanah, perencana akan
lebih mudah dalam memperhitungkan biaya dan juga jenis pekerjaan yang perlu
dilakukan dalam mencapai tujuan perencana, khususnya pada proyek-proyek yang
menyangkut areal yang luas seperti pembuatan jalan dan jaringan irigasi.

B. Maksud dan Tujuan


Praktikum Pengukuran dan Pemetaan dimaksudkan agar mahasiswa lebih
memahami permasalahan-permasalahan apa saja yang muncul dalam pelaksanaan
pengukuran tanah di lapangan dan mampu mengatasi permasalahan tersebut dengan
cepat, tepat, dan benar. Selain itu, Praktikum Pengukuran dan Pemetaan Tanah juga
bertujuan supaya mahasiswa mampu menuangkan data-data hasil pengukuran di
lapangan ke dalam suatu media datar (peta situasi) dengan skala dan interval tertentu.
Sehingga dengan hanya membaca peta situasi tersebut, kita sudah dapat mengetahui
bagaimana keadaan yang sebenarnya tanpa harus mensurvey lebih dahulu ke lapangan.
Praktikum Pengukuran dan Pemetaan ini berlokasikan di perumahaan sekip UGM
yang dilaksanakan pada tanggal 11, 18, 25 Maret 2015 jam 08.00 WIB.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 1
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

C. Ruang Lingkup
Hal-hal yang dilakukan dalam Praktikum Pengukuran dan Pemetaan Tanah kali ini
antara lain sebagai berikut:
1. Pembuatan titik-titik poligon pada areal yang telah ditentukan.
2. Pengukuran titik poligon utama dengan menggunakan theodolit.
3. Pengukuran titik detail pada masing-masing titik poligon.
4. Pengukuran pergi pulang.
a. Pengukuran profil memanjang dan profil melintang dengan menggunakan
waterpass
b. Pembuatan peta situasi, profil memanjang dan profil melintang berdasarkan
data-data yang diperoleh di lapangan.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 2
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

BAB II
PERALATAN

A. Peralatan Utama
Peralatan utama yang digunakan dalam praktikum Pengukuran dan Pemetaan Tanah
adalah Theodolith dan Waterpas (sering disebut wp).

1. Theodolith Manual dan Digital


Theodolith adalah sebuah alat yang digunakan untuk mendapatkan data – data yang
nantinya digunakan untuk membuat peta situasi, kontur, dan elevasi tempat. Data –
data yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan theodolith diantaranya
adalah bacaan benang, bacaan sudut vertical, dan bacaan sudut horizontal.
Pada saat ini pesawat theodolith memiliki dua varian yaitu theodolith manual dan

theodolith digital. Yang membedakan antara kedua theodoliht tersebut adalah pada

pembacaan sudutnya baik sudut horisontal maupun sudut vertikal, sedangkan bagian-

bagian yang lain dan cara pengoperasiannya tetap sama.

Penggunaan alat theodolith adalah untuk mendapatkan data-data yang nantinya


diperlukan dalam pembuatan peta situasi yang diantaranya adalah tinggi alat, bacaan
benang (benang atas, benang tengah, benang bawah), sudut horisontal dan sudut
vertikal.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 3
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

Gambar 2.1 Theodholith

Pesawat theodolith ini mempunyai beberapa bagian penting yang mana fungsi dari
bagian – bagian tersebut sangat menentukan keakuratan data yang akan diperoleh.
Adapun fungsi dari bagian – bagian tersebut adalah sebagai berikut:
1) Teropong, berfungsi untuk membidik obyek pengukuran pada pengukuran
poligon maupun situasi (mebidik rambu / jalon).
2) Visier, berfungsi untuk alat bantu bidikan kasar untuk mempercepat bidikan
obyek.
3) Klem teropong, berfungsi untuk mengunci teropong terhadap sumbu II (terkunci
pada arah vertical).
4) Alat pelindung lingkaran vertikal, berfungsi untuk melindungi skala vertikal.
5) Sekrup pengatur fokus teropong, berfungsi untuk memperjelas obyek yang
dibidik.
6) Sekrup pengatur ketajaman benang, berfungsi untuk memperjelas benang pada
lensa (benang atas, benang tengah, benang bawah).
7) Lensa okuler (Pengamat), berfungsi untuk mengamati obyek bidik dan
mengamati bacaan benang (pada rambu ukur).
8) Dudukan lampu, berfungsi untuk menempatkan lampu apabila sinar matahari
kurang terang ( cuaca gelap ).
9) Sekrup penggerak halus vertikal, berfungsi menempatkan bacaan benang pada
obyek (rambu) secara halus.
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 4
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

10) Reflektor, berfungsi untuk memantulkan cahaya menuju mikroskop bacaan sudut
vertikal dan horisontal (pada theodolith digital bagian ini tidak ada).
11) Klem aldehide horisontal, berfungsi untuk mengunci perputaran teropong arah
horisontal.
12) Ring piringan horisontal, merupakan skala sudut datar sehingga dapat dibaca
bacaan sudut datar, dapat juga digunakan untuk menempatkan posisi sudut 00˚00’00”.
13) Klem sumbu repetisi, berfungsi untuk mengunci ring piringan horisontal sehingga
ring piringan horisontal tidak mengikuti perputaran teropong arah horisontal (jika
ingin langsung didapat sudut azimuth, maka ring ini dikunci setelah pesawat diarahkan
ke utara kompas, kemudian klem aldehide horisontal dibuka).
14) Nivo kotak, berfungsi untuk mengetahui posisi pesawat benar-benar datar (sumbu
I vertical).
15) Sekrup A, B, C, berfungsi untuk mengatur nivo kotak maupun nivo tabung agar
sumbu I vertikal.
16) Plat dasar theodolith, berfungsi untuk tempat landasan pesawat theodolith
sehingga posisinya stabil.
17) Teropong obyektif, berfungsi untuk menangkap obyek yang dibidik sehingga bisa
dibaca pada lensa okuler.
18) Mikrometer, berfungsi sebagai skup penunjuk skala pembacaan sudut horisontal
dan vertikal pada bacaan menit dan detik (00°00’00”), setelah teropong diklem atau
dikunci dan arah pesawat sudah tepat pada obyek.
19) Sekrup pengatur ketajaman sudut, berfungsi untuk memperjelas pembagian skala
lingkaran tegak dan datar. Pada theodolith digital bagian ini tidak ada, karena bacaan
sudut terdapat pada layar yang letaknya pada sisi luar pesawat.
20) Mikroskop bacaan lingkaran vertikal dan horisontal, berfungsi untuk membaca
skala sudut tegak dan datar (pada theodolith digital bagian ini tidak ada)
21) Centering optik, berfungsi untuk mengecek kedudukan pesawat agar berada tepat
di atas patok.
22) Dudukan kompas, berfungsi untuk menempatkan kompas.
23) Sekrup pengatur fokus centering optik, berfungsi untuk mengatur centering optik
sehingga sumbu I ( pesawat ) tepat di atas patok.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 5
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

24) Nivo tabung, berfungsi untuk mengetahui apakah pesawat sudah benar-benar
datar .
25) Sekrup penggerak halus aldehide horisontal, berfungsi untuk menggerakkan
pesawat arah horisontal secara halus setelah klem aldehide horisontal dikunci agar
kedudukan benang pada pesawat tepat pada obyek yang dibidik.

 Cara Penggunaan Pada Alat Theodolit sebagai berikut :

Sebelum alat digunakan di lapangan sebaiknya diperlukan pemahaman tentang


fungsi dan cara pengaturannya. Pengaturan alat – alat tersebut adalah:
1) Tempatkan tripod atau statip di atas titik ukur.
2) Injak sepatu statip agar melesak dalam tanah ( jika di atas tanah ), tinggi statip
disesuaikan dengan orang yang akan membidik dan permukaan kepala ( meja ) statip
diusahakan relatif datar.
3) Ambil pesawat dan letakkan pesawat pada landasan, kemudian dikunci dengan
pengunci pesawat.
4) Mengatur unting-unting agar posisi sumbu I tepat di atas patok (titik ukur).
5) Tiga buah sekrup A, B, C, kita atur tingginya kira-kira setengah panjang as.
6) Sejajarkan teropong dengan dua buah sekrup A dan B ( kedudukan I ), kemudian
sekrup diputar searah ( jika masuk, masuk semua; jika keluar, keluar semua ), sambil
dilihat kedudukan gelembung nivo tabung agar tepat di tengah-tengah skala nivo.
7) Putar teropong searah jarum jam, hingga kedudukan tegak lurus terhadap dua
sekrup A, B, atau diputar 90˚ kedudukan II, kemudian putar sekrup C ( tanpa memutar
sekrup A, B ), masuk atau keluar sambil dilihat kedudukan gelembung pada nivo
kotak agar tepat di tengah-tengah skala nivo.
8) Putar teropong searah jarum jam sehingga kedudukan sejajar sekrup A, B, atau
diputar kira-kira 90˚ dan letakkan berlawanan dengan kedudukan I ( kedudukan III ),
putar sekrup A, B, sehingga gelembung nivo tepat di tengah-tengah skala nivo.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 6
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

9) Putar teropong searah jarum jam sehingga kedudukannya tegak lurus terhadap dua
sekrup A, B, dan letakkan berlawanan dengan posisi II atau putar 90˚ ( kedudukan IV
), kemudian putar sekrup C tanpa merubah sekrup A, B masuk atau keluar agar
gelembung nivo tabung tepat di tengah-tengah skala nivo.
Cek gelembung nivo tabung, apakah sudutnya tepat di tengah-tengah skala
lingkaran nivo. Jika sudah, pesawat siap dioperasikan dan jika belum maka ulangi
kegiatan 6 - 9.
Catatan :
Untuk memperoleh data di lapangan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Setelah pesawat disiapkan tentukan titik yang akan dibidik.
b. Meletakkan baak ukur pada titik yang akan dibidik, arahkan teropong ke baak
ukur dengan menggunakan visier untuk mempercepat mengarahkan ke obyek, jika
sudah didapat titik yang dibidik, kuncilah klem aldehide horisontal.
c. Tepatkan benang tengah pesawat pada garis tengah baak ukur dengan bantuan
sekrup penggerak aldehide horisontal sehingga kedudukan benang tegak pada pesawat
segaris dengan garis tengah rambu ( bak ukur ). Jika obyek bidik ( rambu ) kurang
jelas , maka gunakan sekrup pengatur fokus teropong agar rambu kelihatan jelas.
Sedangkan untuk memperjelas benangnya dengan menggunakan sekrup pengatur
ketajaman benang.
d. Membaca bacaan benang bawah, benang tengah, benang atasnya , kemudian baca
bacaan sudutnya dan juga ukur tinggi alatnya.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 7
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

2. Waterpas
Di dalam bidang konstruksi memerlukan elevasi tanah.untuk mendapatkan
elevasi tanah yang akurat maka diperlukan alat yang disebut Waterpass yang
mempunyai fungsi untuk mendapatkan beda tinggi.
Bagian –bagian waterpass secara umum dibedakan menjadi 4 bagian, meliputi:
1) Teropong
2) Nivo
3) Sekrup pendatar
4) Statip /tripod

Gambar 2.2 Waterpass

Fungsi dari bagian-bagian yang terdapat pada pesawat waterpass sebagai berikut :
1) Lensa pembacaan sudut horisontal, berfungsi untuk memperbesar dan
memperjelas bacaan sudut horisontal.
2) Sekrup A, B, C, berfungsi untuk mengatur kedataran pesawat (sumbu Ivertical).
3) Sekrup pengatur fokus teropong, berfungsi untuk memperjelas obyek yang
dibidik.
4) Teropong, berfungsi untuk menempatkan lensa serta peralatan yang berfungsi
untuk meneropong atau membidik obyek pengukuran.
5) Pelindung lensa obyektif, berfungsi untuk melindungi lensa obyektif dari sinar
matahari secara langsung.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 8
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

6) Lensa obyektif, berfungsi untuk menerima obyek yang dibidik.


7) Klem aldehide horisontal, berfungsi untuk mengunci perputaran pesawat arah
horisontal.
8) Sekrup penggerak halus aldehide horisontal, berfungsi untuk menggerakkan
pesawat arah horisontal secara halus setelah klem aldehide horisontal dikunci agar
kedudukan benang pada pesawat tepat pada obyek yang dibidik.
9) Sekrup pengatur sudut, berfungsi untuk mengatur landasan sudut datar.
10) Visier, berfungsi sebagai alat bantu bidikan kasar untuk mempercepat
pembidikan obyek.
11) Plat dasar Waterpass, berfungsi sebagai landasan pesawat.
12) Lensa okuler ( pengamat ), berfungsi untuk mengamati obyek yang dibidik.
13) Cermin, berfungsi untuk memudahkan pembacaan nivo kotak
14) Nivo Kotak, berfungsi untuk mengetahui kedataran pesawat.
15) Sekrup pengatur ketajaman diafragma,berfungsi mengatur ketajaman benang
diafragma( benang silang ).

Cara Penggunaan Pada Alat Waterpass sebagai berikut :


Pada prinsipnya pengaturan alat pada waterpass sama dengan pengturan alat
pada theodolith. Adapun caranya adalah sebagai berikut :
Tempatkan tripod atau statip di atas titik yang telah ditentukan .
1) Injak sepatu statip agar melesak dalam tanah ( jika di atas tanah ), tinggi statip
disesuaikan dengan orang yang akan membidik dan permukaan kepala statip
diusahakan relatif datar.
2) Ambil pesawat dan letakkan pada landasan pesawat kemudian dikunci.
3) Mengatur unting-unting agar posisi sumbu I tepat di atas patok.
4) Mengatur ketiga buah sekrup A, B, C, kira-kira setengah panjang as.
5) Sejajarkan teropong dengan dua buah sekrup A dan B ( kadudukan I ), kemudian
sekrup diputar searah ( jika masuk, masuk semua; jika keluar, keluar semua ) sambil
dilihat kedudukan gelembung nivo tabung agar tepat di tengah-tengah skala nivo.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 9
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

6) Putar teropong searah jarum jam hingga kedudukannya tegak lurus terhadap dua
sekrup A, B ( kedudukan II ), kemudian putar sekrup C ( tanpa memutar sekrup A, B
) masuk atau keluar sambil dilihat kedudukan gelembung nivo kotak agar tepat di
tengah-tengah skala nivo.
Langkah untuk memperoleh data di lapangan dilakukan dengan cara yang sama
seperti pada alat theodolit. Agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan dalam pengukuran
di lapangan, maka langkah-langkah tersebut di atas harus dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya sehingga ketiga syarat berikut dapat terpenuhi, yaitu :
1) Sumbu I vertikal.
2) Benang silang horisontal tegak lurus sumbu I.
3) Garis bidik sejajar garis arah nivo.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 10
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

B. Peralatan Bantu
1. Rambu ukur (Bak Ukur)
Rambu ukur atau bak ukur terbuat dari kayu atau aluminium, panjangnya 3 m
(ada yang 4 sampai 5 m). Pada bagian bawah rambu ukur diberi sepatu besi,
sedangkan untuk ukuran atau angkanya dicat dengan cat hitam, putih, atau merah agar
terlihat jelas pada saat pembidikan dengan pesawat. Yang terpenting dari rambu ukur
adalah skala harus betul – betul teliti agar mendapatkan hasil pengukuran yang baik,
disamping itu cara memegang rambu pun harus benar – benar tegak (Vertikal). Dalam
pemakaian alat ini sering dibantu dengan penggunaan jalon agar rambu ukur tepat
berdiri pada suatu titik yang diukur. Rambu ukur berguna juga untuk mengukur jarak
dan tinggi tanah yang pemakaiannya selalu bersamaan dengan theodolit dan
waterpass.

Gambar 2.3 Rambu Ukur

Cara Penggunaan Rambu Ukur sebagai berikut :


Pada saat rambu ukur di bidik dengan pesawat theodolith dan waterpass maka
akan tampak pada bayangan / lensa ada benang silang horisontal ( benang atas, tengah
dan bawah ) yang jatuh pada skala rambu ukur tersebut.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 11
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

2. Statip atau Tripod


Statip atau tripod berfungsi sebagai tempat atau dudukan pesawat theodolit
maupun waterpass.

Gambar 2.4 Statip / Tripod

Cara Penggunaan Statip atau Tripod sebagai berikut :


Buka tali pengikat statip atau tripod dan pasangkan sedemikian rupa sehingga
ketiga kakinya terbuka ( untuk berdiri dengan baik ). Pemasangan atau penyetelan
statip atau tripod harus sesuai dengan tinggi orang yang membidik / mengukur, jangan
terlalu tinggi atupun terlalu rendah.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 12
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

3. Rol Meter
Berfungsi untuk mengukur jarak langsung pada pengukuran penyipat datar.

Gambar 2.5 Rol Meter

4. Meteran
Berfungsi untuk mengukur tinggi pesawat.

Gambar 2.6 Meteran

5. Unting-unting
Berfungsi untuk menempatkan sumbu I pada patok

Gambar 2.7 Unting – unting

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 13
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

6. Kompas
Berfungsi untuk menunjukan arah utara kompas.

Gambar 2.8 Kompas


7. Payung
Berfungsi untuk melindungi pesawat dari sinar matahari langsung maupun terpaan
hujan.

Gambar 2.9 Payung

8. Alat tulis
Berfungsi untuk mencatat hasil pembacaan di lapangan.

Gambar 2.10 Alat Tulis

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 14
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

BAB III
PENGUKURAN POLIGON

A. Peta Situasi
Peta situasi merupakan peta gambaran dari daerah yang diamati. Peta ini
tergambar atas dasar data-data yang telah didapat dari praktikum. Alat ukur yang
digunakan berupa theodolit dan waterpass. Dalam pembuatannya diperlukan data hasil
pengukuran kerangka peta (pengukuran poligon) dan pengukuran detail.

Pada pengukuran kerangka peta akan terbentuk dasar daerah utama. Data yang
diperoleh dari pengamatan ini adalah berupa pembacaan benang dan sudut horisontal
maupun vertikal yang akan dijadikan dasar perhitungan selanjutnya dalam
menentukan tempat titik-titik berada dan elevasi setiap titik sehingga akan terbentuk
suatu denah area dari peta situasi.

Selain pengukuran poligon utama, adapun pengukuran detail sebagai


pelengkap pembuatan peta situasi. Untuk pembuatan peta situasi detail yang diambil
meliputi detail planimetris dan detail-detail ketinggian.

Detail planimetris menyangkut posisi horisontal dari suatu bangunan berupa


bangunan, jalan, jembatan, pohon, dan sebagainya. Sementara detail ketinggian
diperlukan untuk penggambaran keadaan topografi lapangan, yang nantinya akan
digambarkan dalam bentuk garis kontur.

Pengambilan detail disesuaikan dengan kondisi medan dan jumlahnya tidak


terlalu banyak atau tidak terlalu sedikit yang dapat mewakili kondisi lapangan yang
sebenarnya.

Pada pembuatan peta situasi Waterpass dibuat dengan data pengukuran pulang
pergi, melintang dan membujur.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 15
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

Pembuatan peta poligon utama diambil dari pengukuran pulang pergi atau sifat
mendatar area. Sedangkan untuk melengkapi peta tersebut diperlukan data lain berupa
pengukuran sifat datar profil.

Pengukuran sifat datar profil dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran


profil (potongan, tampang) dari suatu permukaan tanah. Bisa dibedakan menjadi profil
memenjang yang mengganmbarkan keadaan topografi ke arah memanjang dan profil
melintang yang menggambarkan naik turunnya muka kearah melintang.

Untuk pembuatan peta situasi, pengukuran yang dilakukan terdiri dari


pengukuran kerangka peta ( pengukuran polygon ) dan pengukuran detail.

Alat yang digunakan:

a. Theodolit
b. Rambu 2 buah
c. Meteran kecil ( roll meter ) 1 buah
d. Meteran besar ( meetband, 30 atau 50 meter ) 1 buah
e. Unting-unting 1 buah
f. Payung 2 buah
g. Formulir pengukuran Poligon / situasi secukupnya
h. Alat-alat tulis

B. Pengukuran Titik Poligon Utama


1. Tujuan
Tujuan pengukuran poligon adalah untuk mendapatkan data yang diperlukan
dalam menghitung koordinat titik poligon. Data-data tersebut adalah:
a. Data sudut luar ( β1 ) pada setiap titik poligon yang akan dicari koodinatnya ( X1,
Y1 ).
b. Data jarak atau sisi Dn jumlahnya = n – 1 ( jarak horizontal ) pada semua sisi
poligon.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 16
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

c. Data satu sisi azimuth pada satu sisi poligon atau beberapa azimuth pada beberapa
sisi poligon jika merupakan pengukuran poligon terbuka. Azimuth akan diukur pada
sisi awal dan sisi akhir jika merupakan poligon terbuka terikat sempurna.
2. Alat – alat yang digunakan
Ada beberapa macam alat-alat utama yang digunakan dalam praktikum pengukuran
poligon antara lain :
a. Theodoliht + kompas
b. Statip
c. Rambu ( bak ukur )
d. Meteran ( 3 m )
e. Payung
f. Alat tulis
g. Kalkulator

3. Dasar Teori
Poligon adalah serangkaian titik-titik yang dihubungkan dengan garis lurus
sehingga titik-titik tersebut membentuk sebuah rangkaian ( jaringan ) titik atau
poligon.
Pada pekerjaan pembuatan peta, rangkaian titik poligon digunakan sebagai
kerangka peta, yaitu merupakan jaringan titik-titik yang telah tertentu letaknya di
tanah yang sudah ditandai dengan patok, dimana semua benda buatan manusia seperti
jembatan, jalan raya, gedung maupun benda-benda alam seperti danau, bukit, dan
sungai akan diorientasikan. Kedudukan benda pada pekerjaan pemetaan biasanya
dinyatakan dengan sistem koodinat kartesius tegak lurus ( X, Y ) di bidang data ( peta
), dengan sumbu X menyatakan arah timur – barat dan sumbu Y menyatakan arah
utara – selatan. Koordinat titik-titik poligon harus cukup teliti mengingat ketelitian
letak dan ukuran benda-benda yang akan dipetakan sangat tergantung pada ketelitian
dari kerangka peta.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 17
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

Menurut bentuknya, poligon dibedakan menjadi dua yaitu :


a. Poligon Terbuka
Adalah suatu poligon dimana titik awal dan titik akhirnya berbeda.

Macamnya adalah :

 Poligon terbuka terikat sempurna


 Poligon terbuka terikat sepihak
 Poligon terbuka tidak terikat

b. Poligon Tertutup
Ialah suatu poligon dimana titik awal dan titik akhirnya mempunyai posisi
yang sama atau berhimpit, sehingga poligon ini adalah suatu rangkaian tertutup. Pada
kegiatan praktikum kali ini, bentuk poligon ini yang dipakai.

Berdasarkan fungsinya, poligon dibedakan menjadi :

a. Poligon untuk keperluan kerangka peta, syaratnya harus memiliki titik–titik


yang cukup baik, dalam arti menjangkau semua wilayah.
b. Poligon yang berfungsi sebagai titik-titik pertolongan untuk mengambil detail
lapangan.

Untuk memudahkan dalam memahami sudut-sudut yang ada dalam pengukuran


poligon, maka perlu dijelaskan hal-hal sebagai berikut :
a. Sudut dalam adalah selisih antara dua arah ( jurusan ) yang berlainan.
b. Azimuth ( sudut arah ) adalah sudut yang dihitung terhadap arah utara
magnetis, dan arah ini berhimpit dengan sumbu Y pada peta.
Unsur-unsur yang dicari dalam pengukuran poligon adalah semua jarak dan
sudut ( Di, βi ). Kedua unsur ini telah cukup untuk melukis poligon di atas peta, jika
kita tidak terikat pada sistem koodinat yang ada dan tidak menghiraukan orientasi
pada poligon tersebut. Agar poligon tersebut terarah (tertentu orientasinya), maka
perlu salah satu sisi diketahui sudut arahnya (azimuth).

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 18
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

Untuk memperoleh azimuth tiap sisi poligon, syaratnya harus diketahui azimuth
awalnya ( α1 ). Penentuan azimuth awal dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Sumbu I theodolith diatur dalam keadaan vertikal ( gelembung nivo seimbang ),
bumi dan bacaan sudut horisontal menunjukkan angka 00˚00’00” pada arah utara
bumi.
b. Putar theodolith dan arahkan ke titik P2 pada bacaan biasa, kemudian balikkan
teropong pada keadaan luar biasa ( LB ) dan bacalah sudut yang dibentuk dengan arah
titik.
Untuk azimuth dihitung dengan rumus :

a. Untuk pengukuran searah jarum jam sudut luar :


α2 = α1 + (β2 + koreksi β2) - 180 º

α3 = α2 + (β3 + koreksi β3) - 180º

b. Untuk pengukuran berlawanan jarum jam sudut luar :


α2 = α1 - (β2 + koreksi β2) + 180º

α3 = α2 - (β3 + koreksi β3) + 180

Agar titik koordinat dapat diketahui dalam sistem koordinat yang ada, maka
poligon perlu diikat (dihubungkan) dengan titik yang diketahui koordinatnya atau titik
tetap (X1, Y1). Koordinat di sini dihitung dari unsur-unsur jarak dan sudut arah
sebagai berikut :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 19
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

Gambar 3.1 Unsur jarak dan sudut arah

x2 = x1 + D sin α1 + ∆fx

y2 = y1 + D cos α1 + ∆fy

Keterangan :

α = azimuth

D = jarak

β = sudut dalam

∆fx = koreksi sumbu x

∆fy = koreksi sunbu y

Kemudian untuk titik-titik berikutnya (titik P2) dihitung dari titik P1, titik P3
dihitung dari titik P2, dan seterusnya.

4. Langkah kerja
Untuk mendapatkan data-data dalam pengukuran titik poligon pada masing-masing
titik, maka dilakukan langkah-langkah kerja sebagai berikut :
a. Memasang statip di atas patok yang telah ditentukan sebelumnya dan meletakkan
instrument di atasnya.
b. Membuat sumbu I menjadi vertikal dengan mengatur sekrup penyetel A, B, C dan
mengecek posisi gelembung udara pada nivo kotak serta pada nivo tabung. Apabila
kedudukan gelembung telah seimbang berarti sumbu I telah vertikal.
c. Mengatur piringan bacaan sudut horisontal pada kedudukan 00˚00’00”, kedudukan
ini hanya dilakukan pada awal pengukuran.
d. Membidik rambu (baak ukur) dengan bantuan visier pada posisi biasa, kemudian
membaca bacaan benang (benang atas, benang tengah, benang bawah), sudut
horisontal dan sudut vertikal. Memutar teropong pada kedudukan luar biasa kemudian
membaca bacaan benang, sudut horisontal dan sudut vertikal kembali.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 20
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

e. Perkerjaan tersebut di atas dilakukan berulang-ulang dari patok P1 sampai selesai


di patok yang terakhir (P8).
Untuk pengukuran sudut dalam titik P1,maka rambu yang akan dibidik
diletakkan di titik P2 dan titik P8. Demikian juga untuk pengukuran sudut dalam titik-
titik yang lain yaitu rambu yang akan dibidik diletakkan di titik sebelum (muka) dan
sesudah (belakang) titik yang bersangkutan. Dari langkah tersebut di atas akan
diperoleh data-data yang nantinya digunakan untuk menghitung bacaan sudut
horisontal. Besarnya sudut horisontal dihitung dengan rumus :
Untuk pengukurann searah jarum jam
HSB = HBb - HBm

HSLB = HLBb – HLBm

I.Untuk pengukuran berlawanan jarum jam


HSB = HBm - HBb

HSLB = HLBm – HLBb


Jika < 0,maka ditambah 360º

Jika > 360º, maka dikurangi 360º

HSB  HSLB
β=
2
Keterangan :

Β = sudut dalam

HSB = selisih sudut horisontal biasa

HSLB = selisih sudut horisontal luar biasa

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 21
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

HBm = sudut horisontal bacaan biasa muka

HBb = sudut horisontal bacaan biasa belakang

HLBm = sudut horisontal bacaan luar biasa muka

HLBb = sudut horisontal bacaan luar biasa belakang

Catatan :

a. Rambu diletakkan di atas patok.


b. Tinggi patok diukur dan ditambahkan pada bacaan benang.
c. Apabila bayangan yang ditangkap oleh lensa pengamat kurang jelas, maka dapat
mengaturnya dengan memutar-mutar sekrup fokus teropong.
d. Apabila bacaan benang kurang jelas, maka bisa diatur dengan memutar sekrup
okuler.

e. Dasar ketinggian awal (titik P1) pada pengukuran ini menggunakan dasar non lokal,
dimana elevasinya ditetapkan sebesar 30X, 00Y, dimana tanda XY mengacu pada
nomor kelompok masing-masing (misal ; kelompok 02, maka nilai X = 0 dan nilai Y
= 2, menjadi 300,200). Untuk tinggi titik-titik yang lain menyesuaikan dengan melalui
perhitungan. elevasi, ini juga berlaku pada pengukuran detail, profil memanjang, dan
profil melintang.
5. Hitungan
Jarak yang digunakan untuk hitungan titik-titik poligon adalah jarak datar (
jarak horizontal ). Jarak ini dapat diperoleh dengan menggunakan pita ukur ataupun
dengan jarak optis.
Rumus jarak optis :

Dd = 100 ( Ba – Bb) cos²h …………………………(3.6)

Dengan :

h = heling, besarnya dihitung dengan rumus :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 22
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

h = 90˚ – SV, SV < 180

h = SV - 270˚, SV > 180 …………………………..(3.7)


Untuk mengetahui tinggi titik-titik P1, P2,…P8 dihitung dengan rumus:
ΔH = Ta + Dd tg h – Bt, atau
ΔH = 100 ( Ba – Bb). Sin h. cos h + (Ta – Bt) …. (3.8)

Dm = 100 (Ba – Bb) cos h ………………………(3.9)

Gambar 3.2 Pengukuran

Keterangan:

Dd = jarak datar

Dm = jarak miring

ΔH = beda tinggi

Ta = tinggi alat

Ba = bacaan benang atas

Bt = bacaan benang tengah, hasil bacaan selalu dicek :

( Ba  Bb )
Bt =
2
Bb = bacaan benang bawah

SV = sudut vetikal

V = (∆H + Bt) - Ta

Dalam pengukuran kita tidak mungkin terhindar dari kesalahan-kesalahan baik


itu yang ditimbulkan oleh si pembidik (orangnya), alat, suhu, atau karena pengaturan

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 23
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

alat yang kurang baik. Untuk itu dalam setiap pengukuran perlu diadakan suatu
koreksi antara lain :
Koreksi sudut dalam
(n  2).180  
∆fβ =
n
a. Koreksi beda tinggi
D
Δfh = .r.(1)
D

b. Koreksi jarak

Koreksi sumbu x :
D
∆fx = .d sin  .(1)
D
Koreksi sumbu y :
D
∆fy = .d cos  .(1)
D

C. Pengukuran Detail Poligon


1. Tujuan
Pengukuran detail poligon ini diperlukan untuk pembuatan peta situasi yang
menyangkut posisi horisontal dari bangunan-bangunan rumah, jalan, jembatan,
saluran air, lapangan, batas-batas areal serta untuk penggambaran keadaan topografi
yang nantinya akan digambarakan dalam bentuk garis-garis kontur.
2. Alat
Dalam pembuatan atau pengukuran titik detail ini ada beberapa macam alat
yang harus persiapkan, antara lain sebagai berikut:
a. Theodolit + kompas
b. Statip
c. Rambu (baak ukur)
d. Jalon
e. Rol meter

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 24
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

f. Payung
g. Alat tulis dan kalkulator
3. Dasar Teori
Untuk pembuatan peta situasi, detail yang diambil meliputi detail planimetris
dan detail-detail ketinggian. Detail planimetris menyangkut posisi horisontal dari
bangunan-bangunan rumah, jalan, jembatan, saluran air, lapangan serta batas-batas
areal dan sebagainya.
Sementara detail-detail ketinggian diperlukan untuk penggambaran keadaan topografi
lapangan yang nantinya akan digambarkan dalam bentuk garis-garis kontur.
Yang dimaksud titik detail adalah adalah semua benda-benda atau titik-titik
benda yang merupakan kelengkapan dari sebagian permukaan bumi. Benda tersebut
meliputi benda-benda buatan manusia seperti gedung-gedung, jalan raya, saluran
drainasi, dengan segala perlengkapannya dan benda-benda alam seperti gunung, bukit,
sungai, jurang, danau, dll.

Pada pengukuran detail dikenal dua metode pengukuran yaitu :

a. Metode Ekstrapolasi.
Pada cara ini penentuan titik-titik detail dimulai satu titik dasar. Di kenal dua
cara dalam menentukan letak titik detail terhadap garis ukur :
a) Sistim koordinat ortogonal
b) Sistim koordinat kutub
Dengan azimuth dan dengan arah
b. Metode interpolasi.
Pada garis ukur dibentangkan garis ukur, pangkal garis dari perpanjangan-
perpanjangan diukur dengan rol meter. Metode ini sering disebut juga dengan cara
hubungan garis ukur.
Dalam praktek, metode ekstrapolasi dengan sistem koordinat ortogonal dan
metode interpolasi dapat dipakai bersama-sama tergantung pada keadaan lapangan
dan situasi yaitu pengukuran jarak yang dilakukan dengan pegas ukur, sedangkan alat-
alat lain seperti prisma, jalon digunakan untuk membuat sudut siku-siku atau
memancang garis lurus.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 25
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

Pada metode ekstrapolasi dengan sistem koordinat kutub dipakai pada pesawat
theodolit. Cara ini kemudian terkenal dengan cara Tachimetry, yaitu cara pengukuran
detail yang dapat mencakup daerah yang lurus dan dengan pekerjaan yang tepat.
Prinsipnya adalah dengan mengukur arah azimuth atau sudut dari titik detail terhadap
sisi poligon, jarak serta beda tingginya. Dalam praktikum ini, pengambilan cukup
dilakukan dari titik-titik poligon utama.
Pengambilan detail harus mewakili keadaan medan dengan mengingat prinsip
interpolasi linier. Dengan prinsip tersebut, maka antara dua titik detail yang
berdekatan dianggap perubahan tinggi liniernya.
Jumlah titik detail disesuaikan dengan kondisi serta skala peta yang dibuat.
Detail yang terlalu banyak akan menyulitkan plotting dan penggambarannya.
Sedangkan jika terlalu sedikit, detail-detail tersebut tidak dapat mewakili kondisi
lapangan yang sebenarnya.

4. Langkah Kerja
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pengambilan titik detail adalah sebagai
berikut :
a) Theodolit didirikan di atas titik poligon, kemudian mengatur sumbu I serta
mencatat tinggi alatnya.
b) Membidik titik poligon di depan atau di belakangnya, kemudian mencatat
bacaan sudut horisontalnya.
c) Mendirikan rambu di tempat yang dianggap perlu untuk pengambilan titik
detail, kemudian membidikan teropong ke rambu lalu membaca bacaan benang
(benang atas, benang tengah, benang bawah) dan bacaan sudut horisontalnya.
d) Membuat sket yang menggambarkan letak alat dan letak titik detail yang
diambil serta keterangan-keterangan lain yang sekiranya diperlukan.
e) Memindah rambu ke tempat lain yang memiliki perbedaan tinggi, kemudian
membidiknya dengan teropong lalu membaca bacaan benang dan sudut horisontalnya,
serta membuat sket titik detail yang diambil, begitu seterusnya.
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 26
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

5. Hitungan
Unsur-unsur yang akan dicari dalam pengukuran detail ini harus lengkap
sehingga memudahkan pengeplotan dalam penggambaran. Unsur-unsur tesebut antara
lain adalah dengan menentukan dahulu koordinat titik detailnya.

Koordinat titik detail dihitung dengan rumus :

X1A = X1 + D sin α1A

Y1A= Y1 + D cos α1A …………………………….(3.10)

Agar detail poligon tersebut terarah, maka perlu diketahui sudut arahnya
(azimuth). Penentuan azimuth detail poligon dapat ditentukan dengan mengetahui
azimuth poligon utama yang telah dihitung sebelumnya pada pengukuran poligon.
Penentuan azimuth detail poligon dihitung dengan rumus :
α1A = HP1A + Δf ……..……………..dst, di titik P1

α2A = α2 - BP3 + BP2A ……….….dst, di titik P2

Keterangan :

1,2A = azimuth detail poligon Δf = koreksi sudut

2 = sudut poligon BP3 = azimuth biasa P3

BP2A = azimuth biasa P2A HP1A = sudut P1A

Jarak yang digunakan untuk hitungan titik-titik detail poligon adalah jarak optis.
Jarak optis ini dapat ditentukan sesuai dengan rumus(3.5)dan sudut helling ditentukan
sesuai dengan rumus(3.6) serta tinggi titik detail ditentukan sesuai dengan rumus(3.7)

D. Pengukuran Menyipat Datar Memanjang


1. Tujuan
Pengukuran menyipat datar memanjang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
elevasi titik-tititk (beda tinggi antar titik) di lapangan sepanjang garis tertentu pada
arah memanjang.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 27
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam melaksakan pengukuran menyipat datar memanjang
adalah :
Waterpass
a. Statip
b. Rambu ukur (baak ukur)
c. Rol meter
d. Payung
e. Alat tulis + formulir hitungan
f. Kalkulator
3. Dasar Teori
Pada pengukuran menyipat datar memanjang, dua titik tetap yang akan diukur
tingginya (titik awal dan titik akhir) umumnya memiliki jarak yang cukup jauh (± 50
m). Oleh karena itu tidaklah mungkin dilakukan pekerjaan sekali waterpassing
melainkan harus dilaksanakan serangkaian pekerjaan waterpassing antara dua titik
tetap tersebut.
Mengingat hal tersebut, maka perlu diketahui pengertian sebagai berikut :
a. Satu trayek adalah jarak antara dua titik tetap yang diukur beda tingginya. Satu
trayek dibagi dalam seksi-seksi.
b. Satu seksi adalah jarak pengukuran pergi pulang dalam waktu satu hari sesuai
kemampuan si pengukur. Satu seksi dibagi lagi ke dalam beberapa slag.
c. Satu slag adalah jarak antara rambu muka dan belakang dalam sekali mendirikan
alat. Panjang tiap slag dipengaruhi oleh kondisi medan. Semakin terjal atau berbukit-
bukit suatu medan, maka panjang slag semakin pendek. Selain itu pembesaran
teropong atau kemampuan alat juga berpengaruh. Untuk pekerjaan-pekerjaan teknis,
pembesaran teropong yang baik adalah antara 20 – 30 kali. Untuk itu pada cuaca
cerah, panjang slag dapat mencapai 40m – 90 m.
Jumlah slag diusahakan genap. Hal ini dilakukan untuk menghindari tejadinya
kesalahan pengukuran akibat perbedaan titik nol pada masing-masing rambu (misal ;
rambu aus).
Adapun pengukuran tinggi antara dua titik itu sendiri dapat dilakukan dengan tiga
cara, yaitu :
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 28
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

a. Waterpass ditempatkan di salah satu titik, kemudian membidik rambu yang


diletakkan di titik lainnya (lihat gambar 3.3).

Bt Ta
∆H

Gambar 3.3. Penempatan waterpass disalah satu titik

ΔH = beda tinggi
Ta = tinggi alat
Bt = benang tengah
b. Waterpass ditempatkan diantara dua titik (lihat gambar 3.4), sedangkan rambu
ditempatkan pada titik-titik tersebut.

Btb Btm
Bt
∆H

Gambar 3.4. Penempatan waterpass antara dua titik

Beda tinggi antara dua titik dapat dihitung dengan rumus :


ΔH = Btb – Btm ………………….(pers. 11)
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 29
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

Keterangan :
ΔH = beda tinggi
Bt = bacaan benang tengah
Btm = bacaan benang tengah muka
Btb = bacaan bengan tengah belakang

c. Waterpass ditempatkan diluar garis antara dua titik. Cara ini dilakukan apabila
kondisi medan antara dua titik tersebut berupa sungai, jurang, atau selokan (lihat
gambar 3.5).
Btb Btm

Bt

∆H

Gambar 3.5. Penempatan waterpass diluar garis antara dua titik

Beda tinggi antara dua titik dapat dihitung dengan rumus :


ΔH = Btm – Btb …….………………..…(pers. 12)
Keterangan :
ΔH = beda tinggi
Bt = bacaan benang tengah
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 30
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

Btm = bacaan benang tengah muka


Btb = bacaan benang tengah belakang
Untuk menghitung jarak dengan menggunakan cara optis adalah sebagai berikut :
D = 100 (Ba – Bb) ………………………..(pers. 13)
Dari ketiga cara tersebut, yang dapat memberikan hasil lebih teliti adalah cara
yang kedua ( waterpass ditempatkan diantara dua titik).
Karena dengan cara tersebut kesalahan yang mungkin tejadi sangat kecil,
terlebih lagi bila jarak antara waterpass dengan kedua rambu dibuat sama. Cara
seperti ini dinamakan menyipat datar di tengah-tengah dan digunakan pada
pengukuran menyipat datar memanjang.

Dalam pelaksanaan pengukuran menyipat datar sering kali menghadapi masalah


yang disebabkan oleh kondisi medan yaitu beda tinggi antara dua titik atau patok yang
telah kita tentukan sebelumnya terlalu besar. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka
kita menggunakan titik-titik bantu yang ditempatkan diantara titik tersebut. Jumlah
titik bantu yang digunakan tergantung pada kondisi medan (lihat gambar 3.6).

A B E

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 31
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

Gambar 3.6. Pengunaan titik-titik bantu

Dalam pengukuran menyipat datar (waterpassing) sering terjadi kesalahan-


kesalahan sebagaimana pada pengukuran dengan theodolit. Adapun sumber-sumber
kesalahan pada waterpassing memanjang adalah
a. Kesalahan karena alat
1). Kesalahan karena garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo.

Pengaruh kesalahan ini dapat dihilangkan dengan cara :

a. Menempatkan pesawat di tengah-tengah antara dua titik yang diukur.


b. Dengan penempatan pesawat (pengaturan) statip sedemikian rupa sehingga jarak
pembacaan belakang sama dengan jarak pembacaan muka.

2). Kesalahan karena garis nol mistar

Bila ujung bagian bawah mistar sudah aus, maka ujung mistar yang mengenai
landasan (permukaan tanah) itu bukan lagi garis nol mistar, dengan demikian
pembacaannya menjadi lebih besar.Pengaruh kesalahan ini dapat dihindari dengan
jalan :
a. Hanya memakai satu mistar saja
b. Pengaturan setup sedemikian rupa sehingga untuk pengukuran itu dilakukan setup
yang genap.
3). Kesalahan karena letak mistar turun sementara dilakukan pengukuran.

Hal ini bisa terjadi bila tempat berpijaknya mistar melesak ke dalam tanah ( tanah
lembek).Pengaruh ini dapat diatasi dengan jalan :
a. Memakai landasan mistar yang ditanam kuat-kuat dalam tanah.
b. Tidak menempatkan mistar di atas titik yang lembek.
4). Kesalahan karena garis bidik turun sementara dilakukan pengukuran.

Hal ini terjadi bila statip kurang kuat tertanam di dalam tanah. Pengaruh ini dapat
dihindari dengan jalan :
a. Tancapkan kaki statip kuat-kuat ke dalam tanah.
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 32
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

b. Jangan menempatkan di tempat yang lembek atau beraspal.


c. Kesalahan karena kondisi alam
1). Kesalahan karena kurang teliti dalam membaca mistar
Hal ini mengakibatkan melengkungnya bidang nivo, padahal beda tinggi antara
dua titik adalah jarak dua bidang nivo yang melalui dua titik tersebut.
Kesalahan ini dapat dihindari dengan cara menempatkan pesawat tepat di
tengah-tengah antara dua titik yang diukur.
2). Melengkungnya sinar.
Kesalahan pelengkungan sinar ada dua jenis yaitu penambahan refraksi pada
pagi hari dan pengukuran refraksi pada sore hari serta perbedaan refraksi pada
pembacaan rambu muka dan rambu belakang, sebagai akibat perbedaan suhu yang
mengakibatkan waterpassing dengan rambu tidak vertikal.

Adapun cara mengatasi kesalahan ini adalah dengan jalan sebagai berikut :
 Waterpassing pergi dilaksanakan pada pagi hari dan waterpassing pulang
dilakukan pada sore hari.
 Menempatkan pesawat di tengah-tengah antara dua titik yang akan diukur.
3). Kesalahan karena getaran udara (ondulasi).
Bila suhu lingkungan tinggi (panas), maka terjadilah pemindahan udara panas
dari permukaan bumi ke atas. Hal ini mengakibatkan bayangan mistar menjadi kabur,
sehingga bacaan mistar kurang teliti. Untuk itu maka hendaklah :
a. Memperpendek jarak antar slag
b. Menghentikan kegiatan pengukuran
4). Kesalahan karena perubahan garis arah nivo.
Hal ini terjadi bila kerangka nivo terkena panas sinar matahari secara langsung
yang mengakibatkan pemuaian, sehingga garis arah nivo tidak lagi sejajar garis bidik.
Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, maka pesawat harus dilindungi dengan
menggunakan payung dalam setiap kali melakukan kegiatan pengukuran.
5.)Kesalahan dari si pengamat
Kesalahan yang mungkin terjadi adalah :
1). Kesalahan pada pembacaan benang karena kelelahan mata.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 33
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

2). Kurang cermat dalam perkiraan pembacaan rambu yang memiliki ketelitian hingga
milimeter (mm)
3). Kurangnya pemahaman mengenai tata cara pelaksanaan
4). Pengukuran tanah.
Untuk menentukan baik buruknya pengukuran menyipat datar, ditentukan
dengan batas harga terbesar (batas toleransi). Bila pengukuran dilakukan pergi-pulang,
maka selisih hasil pengukuran tidak boleh lebih besar dari :
k = 4 mm √D, pengkuran tingkat I
k = 8 mm √D, pengukuran tingkat II
k = 12 mm √D, pengkuran tingkat III
pengukuran sipat datar tingkat rendah
Untuk pelaksanaan praktikum ini, batas toleransi yang masih diijinkan sebesar 10 mm
√D, dimana adalah jarak dalam kilometer.
4. Langkah kerja

Ada dua tahap dalam pengukuran sipat datar memanjang yaitu pengukuran pulang
dan pengukuran pergi. Pengukuran pergi biasa dilakukan pada waktu pagi hari dan
pengukuran pulang dilakukan pada waktu sore hari.
a. Pengukuran pergi
Urutan kerjanya adalah :
1). Meletakkan alat ukur (waterpass) kira-kira di tengah-tengah antara dua titik
(patok).
2). Mengatur sumbu I vertikal dengan sekrup penyetel A, B, C sehingga
kedudukan gelembung udara pada nivo menjadi seimbang.
3). Melakukan bidikan terhadap dua rambu tadi secara bergantian dengan bantuan
vizier pembantu.
4). Membaca bacaan benang pada baak ukur dan mencatatnya.
5). Langkah kerja di atas dilakukan berulang-ulang pada titik-titik yang akan dicari
beda tingginya.
b.Pengukuran Pulang
Langkah kerja pada pengukuran pulang sama dengan langkah kerja pada
pengukuran pergi, hanya titik awal pengukuran yang berbeda yaitu bila pada

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 34
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

pengukuran pergi titik awalnya adalah titik pertama, sedangkan pada pengukuran
pulang titik awalnya adalah titik terakhir.
Dalam praktikum kali ini, cara yang ditempuh adalah dengan cara pengukuran pergi.
Dan itupun hanya titik-titik tertentu saja yang diukur karena sifatnya hanya mencoba.
5. Hitungan

Untuk mendapatkan beda tinggi antara dua titik yaitu dihitung dengan pers.11.
Sedangkan untuk mengetahui apakah pengukuran perlu diulang atau tidak dapat dicek
dari selisih beda tinggi antara kedua pengukuran tersebut. Bila selisih beda tinggi
antara pengukuran pergi dan pengukuran pulang lebih kecil atau sama dengan angka
toleransi, berarti tidak perlu melakukan pengukuran ulang. Tetapi bila selisih beda
tinggi antara pengukuran pergi dan pengukuran pulang lebih besar dari angka
toleransi, maka perlu dilakukan pengukuran ulang.

E. Kontur

1. Arti Penting Garis Kontur

Garis kontur mempunyai arti yang sangat penting bagi perencanaan rekayasa,
karena dari peta kontur dapat direncanakan antara lain:

a. Penentuan rute jalan atau saluran irigasi


b. Bentuk irisan atau tampang pada arah yang dikehendaki
c. Gambar isometrik dari galian / timbunan
d. Besar volume galian / timbunan tanah
e. Penentuan batas genangan pada waduk
f. Arah drainase.

2. Penarikan Garis Kontur

Gambar peta dari plotting sebenarnya sudah menunjukkan pengukuran tiga dimensi,
dimana dimensi tinggi dinyatakan dengan angka-angka ketinggian. Namun demikian peta ini
masih terlihat acak-acakan dan kurang bias menggambarkan bentuk topografi yang
sebenarnya. Bentuk peyajian unsur ketinggian yang dapat menggambarkan topografi medan
antara lain adalah garis kontur, yaitu garis-garis yang menghubungkan titik-titik yang sama
tinggi. Garis kontur mempunyai beberapa sifat antara lain :
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 35
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

a. Tidak berpotongan
b. Tidak bercabang
c. Tidak bersilangan
d. Semakin jarang menunjukkan daerah semakin datar
e. Semakin rapat menunjukkan daerah semakin curam
f. Tidak berhenti di dalam peta
Ada istilah interval kontur yaitu selisih tinggi antara dua garis kontur yang berurutan.
Besar interval kontur biasanya tergantung dari kebutuhan atau tujuan peta tersebut dibuat,
namun pada umumnya adalah 1: 2000 x skala peta (dalam meter). Karena angka ketinggian
detil bermacam-macam sedangkan angka ketinggian garis kontur sudah tertentu, maka dicari
tempat-tempat yang mempunyai ketinggian yang sesuai dengan kelipatan interval kontur
dari titik-titik terdekat yang telah diketahuiangka ketinggiannya.Untuk itu dikenal beberapa
metode penarikan garis kontur antara lain:

a. Metode langsung
Pada metode langsung titik-titik yang sama tinggi ditentukan di lapangan secara
langsung. Untuk tu diperlukan alat penyipat datar dan rambu ukur serta patok-patok yang
cukup banyak jumlahnya.

b. Metode tidak langsung


Pada metode tidak langsung garis kontur digambar atas dasar ketinggian detil-detil
hasil plotting yang tidak merupakan kelipatan dari interval kontur yang diperlukan, sehingga
diperlukan penentuan posisi (secara numeris / grafis) titik-titik yang mempunyai ketinggian
kelipatan interval kontur.

F. Sudut Horisontal dan Vertikal

1. Sudut Horisontal
Sudut horisontal dapat dibaca pada theodolit, adapun pembacaan sudut ini
terdiri dari dua bacaan yaitu sudut horisontal biasa dan sudut horisontal luar biasa.
Sudut ini berpengaruh pada sudut yang terpakai yang akan digunakan untuk
perhitungan selanjutnya pada titik- titik yang diukur.
Pada pembacaan sudut ini terdapat 3 komponen yang dapat dilihat dalam
theodolit yaitu pembacaan sudut, menit dan detik. Dalam pembacaannya diperlukan

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 36
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

ketelitian yang tepat dengan mengatu alat penghalus pada theodolit agar didapat sudut
yang tepat.
Perbedaan sudut horisontal biasa dan luar biasa adalah sebesar perputaran alat sebesar
180° yang dapat diatur dengan memutar lensa dan plat theodolit.
2. Sudut Vertikal
Sudut vertikal dapat dibaca pada theodolith, adapun pembacaan sudut ini
terdiri dari dua bacaan yaitu sudut vertikal biasa dan sudut vertikal luar biasa. Sudut
ini berpengaruh pada sudut helling yang akan berpengaruh pada jarak dan elevasi pada
perhitungan titik-titik data yang diukur.

Pada pembacaan sudut ini terdapat 3 komponen yang dapat dilihat dalam
theodolit yaitu pembacaan sudut, menit dan detik. Dalam pembacaannya diperlukan
ketelitian yang tepat dengan mengatur alat penghalus pada theodolit agar didapat sudut
yang tepat. Perbedaan sudut vertikal biasa dan luar biasa adalah sebesar perputaran
alat sebesar 180° yang dapat diatur dengan memutar lensa dan plat theodolit.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 37
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

BAB IV

HITUNGAN

A. Waterpass
1. Perhitungan Pulang Pergi

Pada perhitungan bab Waterpass pulang-pergi komponen yang di tentunkan dari


lapangan berupa:

a.Tinggi Alat
b.Titik Bidik
c.Bacaan benang muka dan belakang baik pergi maupun pulang
d.Jarak
Selain hal diatas yang telah ditentukan, ada pula komponen-komponen yang harus
dicari berupa:

a. Beda tinggi saat pulang dan pergi


b. Beda tinggi rerata
c. Koreksi
d. Elevasi
Contoh Perhitungan pada titik P1:

a. Beda tinggi = tinggi alat – bacaan benang tengah


∆H = Ta- Bt

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 38
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

Keterangan :

∆H = beda tinggi

Ta = tinggi alat

Bt = benang tengah

b. Titik P1 dengan titik bidik P2


∆H pergi = 1.270 –1.420 = - 0.150 m

∆H pulang = 1.320 – 1.470 = -0.150 m

c. Titik P1 dengan titik bidik P7


∆H pergi = 1.270 – 1.320 = - 0.050 m

∆H pulang = 1.320 – 1.370 = - 0.050 m

d. Beda tinggi rerata = ∑ beda tinggi


Jumlah pembacaan benang

1   2  3   4
ΔHr =
4

(0.150)  (0.150  (0.050)  (0.050)


ΔHr =
4

= 0.010 m

e. Koreksi = (jarak/∑jarak) X ∑beda tinggi X -1


Dr
Δfh = .r.(1)
Dr

28.2
Δfh = x0.225 x(1)
397.4

= -0.16 m

f.Elevasi = elevasi sebelumnya + beda tinggi rerata + koreksi


E2 = E1 + ΔHr1 + ΔfH1

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 39
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

E2 = 100.000 + 0.269 + (-0.16 )


= 100.036 m

2. Perhitungan Potongan Memanjang

Pada perhitungan Waterpass potongan Memanjang komponen yang ditentukan dari


lapangan berupa:

a. Bacaan benang
b. Jarak
Selain hal diatas, adapun komponen lain yang harus di cari berupa:

a. Beda tinggi
b. Elevasi
Perhitungan pada titik Potongan Memanjang antara titik P2-P3 :

a. Di ketahui tinggi alat : 1.305 m

b. Ttitik bidik : A,B,C,D,E

c. Elevasi awal : 100.024 m

Contoh perhitungan pada titik C

1.Beda tinggi = tinggi alat – bacaan benang tengah


ΔH = Ta – Bt
ΔHA = 1.305 – 1.176
= 0.129 m
2.Elevasi = elevasi titik sebelumnya+ beda tinggi
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 40
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

Ea = E1 ± ΔHA
= 100.024 + (0.129)

= 100.153 m

3. Perhitungan Potongan Melintang

Pada perhitungan Waterpass Potongan Melintang komponen yang diketahui dari


lapangan berupa :

a. Tinggi alat
b. Bacaan benang
c. Elevasi awal
Selain hal diatas, komponen lain yang harus dicari berupa:

a. Jarak optis
b. Beda tinggi
c. elevasi titik
Pada praktikum Waterpass potongan melintang ada 2 yakni kanan dan kiri.

Contoh perhitungan pada titik A Timur ke titik C1:

1. Jarak optis = (Bacaan atas – bacaan bawah) X 100


D = 100 (Ba – Bb)
= 100 x (1.32-1.38)

= 3.94 m

2.Beda Tinggi = Tinggi alat - Bacaan tengah


ΔH = Ta – Bt

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 41
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

= 1.33 – 1.30

= 0.033 m

3.Elevasi = Elevasi awal + beda tinggi


EP2 = EP1+ ΔH

= 99,700 + ( 0,037 )

= 99,737 m

B.Theodolith
1. Perhitungan Poligon Tertutup

Pada praktikum ini hal yang telah diketahui dari lapangan,berupa:

1. Tinggi alat
2. Bacaan benang
3. Sudut Vertikal (Biasa dan Luar biasa)
4. Jarak
5. Sudut Horisontal

Selain hal diatas adapun komponen yang harus dicari, berupa:

1. Heling
h = 90 - SV, SV < 180

h = SV - 270, SV > 180

2. Jarak
D = 100 (Ba – Bb). cos2 h

3. Jarak rerata
D1  D 2  D3  D 4
Dr =
4

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 42
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

4. Beda tinggi
ΔH = 100 (Ba – Bb). Sin h. cos h + (Ta – Bt)

5. Beda tinggi rerata

H 1  H 3
ΔHrbiasa =
2

H 2  H 4
ΔHr luarbiasa =
2

6. Koreksi beda tinggi


Dr
Δfh = .r.(1)
Dr

7. Sudut terpakai
Untuk pengukuran searah jarum jam

HSB = HBb – HBm

HSLB = HLBb – HLBm

 Jika < 0, maka ditambah 360˚


 Jika > 360, maka dikurangi 360˚
8. Koreksi sudut
(n  2).180  
Δfβ =
n
n = jumlah titik poligon, n = 15 titik

9. Sudut azimut
HB 2  HLB 2  180
α1 =
2
HB2 = sudut horisontal biasa di titik P2
HLB2 = sudut horisontal luar biasa di titik P2
Untuk azimuth selanjutnya :
α2 = α1 + 180˚ - (β2 + Δf β)
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH
KELOMPOK 7 43
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

α3 = α2 + 180˚ - (β3 + Δf β)….dst.


10. ∆X
∆X = D.sin α1

11. Koreksi X
D
Δfx = .d sin  .(1)
D
12. ∆Y
∆Y = D. cos α1

13. Koreksi Y
D
Δfy = .d cos .(1)
D

14. Elevasi
E2 = E1 + ΔHr1 + ΔfH1
15. Koordinat X
X2 = X1 + d sin α2 + Δfx
16. Koordinat Y
Y2 = Y1 + d cos α2 + Δfy

Contoh perhitungan pada titik P1-P2, P2-P1:

1. Helling
h = 90 - SV, SV < 180

h = SV - 270, SV > 180

Sudut Biasa : 90°

Helling1 = 90° - 90°

= 0°

Sudut luar biasa : 270°

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 44
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

HelLing 2 = 270° - 270°

= 0°

Sudut Biasa : 90°

Heling 3 = 90° - 90°

=0

Sudut luar biasa : 270°

Heling 4 = 270°- 270°

= 0°

2. Jarak
D = 100 (Ba – Bb). cos2 h

D1 = 100 (1.000-0.740) cos2 -0°

= 26 m

D2 = 100 (1.012– 0.738) cos2 0°

= 27.4 m

D3 = 100 (2.161 – 1.877) cos2 -0°

= 28.4 m

D4 = 100 (2.159 – 1.879) cos2 0°

= 28 m

3. Jarak rerata
D1  D 2  D3  D 4
Dr =
4

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 45
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

26  27.4  28.4  28
Dr =
4

= 27. 45 m

4. Beda tinggi
ΔH = 100 (Ba – Bb). Sin h. cos h + (Ta – Bt)

ΔH1 = 100 (1.000– 0.740) Sin -0° cos -0° + (1.390– 0.870)

= 0.520 m

ΔH2 = 100 (1.012– 0.738) Sin 0° cos 0°+ (1.390 –0.875)

= 0.515 m

ΔH3 = 100 (2.161- 1.877) Sin -0° cos -0° + (1.390 – 2.019)

= - 0.629 m

ΔH4 = 100 (2.159– 1.879) Sin 0° cos 0° + (1.390– 2.019)

= - 0.629 m

5. Beda tinggi rerata


1  3
ΔHrbiasa =
2

0.520  (0.629
ΔHr =
2

= - 0.0545 m

 2   4
Δhrluar biasa =
2

0.515  (0.629)
ΔHr =
2

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 46
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

= - 0.057m

6. Koreksi beda tinggi


Dr
Δfh = .r.(1)
Dr

27.45
= ..  (0.056)( 1)
404.425

= 0.040 m

7. Sudut Terpakai
HS = selisih sudut horisontal

Untuk pengukuran searah jarum jam

HSB = HBb – HBm

HSLB= HLBb – HLBm

Jika < 0, maka ditambah 360˚

Jika > 360, maka dikurangi 360˚

Pada titik P1

HSB = 27023’25”

HSLB= 32825’20”

β = sudut luar

HSB  HSLB
β =
2

270 23'25"32825'20"
β =
2

= 29924’22,5”

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 47
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

8. Koreksi sudut
(n  2).180  
Δfβ =
n

(12  2).180  299 24'22,5"


Δfβ =
12

= 1252’58,13”

9. Sudut Azimut
α1 = azimuth awal

HB 2  HLB 2  180
α1 =
2

 32825'20"180
α1 =
2

HB2 = sudut horisontal biasa di titik N2

HLB2= sudut horisontal luar biasa di titik N2

Azimut awal : 180

Untuk azimuth selanjutnya :

α2 = α1 + 180˚ - (β2 + Δf β)

α3 = α2 + 180˚ - (β3 + Δf β)….dst.

αN = 360˚25’15.6”

10. ∆X
∆X = D. sin αN

∆X = 38.000 sin 360˚25’15.6”

= 0.279 m

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 48
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
UGM 2015

11. Koreksi X
Koreksi X = D/∑D . ∑∆ X .-1

= 38.000/424.198 -122.614.-1

=-10.984 m

12. ∆Y
∆Y = D .cos αN

∆Y = 38.000 .cos 360˚25’15.6”

= 37.999 m

13. Koreksi Y
Koreksi Y = Jarak/∑jarak . ∑∆ Y .-1`

= 38.000 /424.198 . 22.728 .-1

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN & PEMETAAN TANAH


KELOMPOK 7 49

Anda mungkin juga menyukai