Anda di halaman 1dari 36

BAB II

PENYAKIT JANTUNG ENDOKARDITIS REMATIK

A. DEFINISI
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut
atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau
lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan
dan Eritema marginatum.
B. ETIOLOGI
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu,
penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi
saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan
glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran
nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit
jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.
C. Faktor-faktor pada individu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-
laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit
putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan
yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab
yang sebenarnya.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik
/ penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15
tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur
3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun.
Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia
sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah
mereka yang berumur 2-6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever
D. PATOGENESIS
Demam reumatik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksi streptococcus
golongan beta hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi patologik jantung, pembuluh
darah, sendi dan jaringan sub kutan. Gejala demam reumatik bermanifestasi kira-kira 1 – 5
minggu setelah terkena infeksi. Gejala awal, seperti juga beratnya penyakit sangat
bervariasi. Gejala awal yang paling sering dijumpai (75 %) adalah arthritis. Bentuk
poliarthritis yang bermigrasi. Gejala dapat digolongkan sebagai kardiak dan non kardiak dan
dapat berkembang secara bertahap.
Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun pengetahuan
tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup
A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum
diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam
penyakit autoimun.
E. MANIFESTASI KLINIK
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4
stadium.
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.
Keluhan :
a. Demam
b. Batuk
c. Rasa sakit waktu menelan
d. Muntah
e. Diare
f. Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali
korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis
tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam
reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum :
a. Demam yang tinggi
b. Lesu
c. Anoreksia
d. Lekas tersinggung
e. Berat badan menurun
f. Kelihatan pucat
g. Rasa sakit disekitar sendi
h. Sakit perut
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan
gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup
jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik
penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat
mengalami reaktivasi penyakitnya.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS

Pemeriksaan laboratorium darah

Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung

Elektrokardiogram menunjukkan aritmia E

Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi

G. ENDOKRDITIS INFEKSI
Endokarditis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada endokard
atau katub jantung. Infeksi endokarditis biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami
kerusakan. Infeksi jantung bisa juga terjadi karena penggunaan narkotika perintra vena
Endokarditis dibagi menjadi dua, yaitu
a. Endokarditis infektif (EI) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroba
pada endokardium jantung atau pada endotel pembuluh darah besar, yang ditandai oleh
adanya vegetasi.
b. Endokarditis non infektif disebabkan oleh faktor thrombosis yang disertai dengan
vegetasi. Endokarditis non infektif biasanya sering didapatkan pada pasien stadium akhir
penyakit keganasan. (Hersunarti,2003; Alwi, 2007).
H. ETIOLOGI
Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang lebih patogen yaitu stapilokokus aureus,
streptokokus fekalis, bakteri gram negatif aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida.
I. FTOFISIOLOGI
Kuman paling sering masuk melalui saluran napas bagian atas selain itu juga melalui alat
genital dan saluran pencernaan, serta pembuluh darah dan kulit. Endokard yang rusak
dengan permukaannya tidak rata mudah sekali terinfeksi dan menimbulkan vegetasi yang
terdiri atas trombosis dan fibrin. Vaskularisasi jaringan tersebut biasanya tidak baik,
sehingga memudahkan mikroorganisme berkembang biak dan akibatnya akan menambah
kerusakan katub dan endokard, kuman yang sangat patogen dapat menyebabkan robeknya
katub hingga terjadi kebocoran
J. GEJALA
Tanda-tanda kelainan jantung penting sekali untuk menentukan adanya kelainan katub
atau kelainan bawaan Sebagian besar endocarditis didahului oleh penyakit jantung,
tanda-tanda yang ditemukan ialah sesak napas, takikardi, sianosis, atau jari tabuh
(clubbing of the finger) . Gagal jantung terjadi pada stadium akhir endokarditis infeksi
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Leukosit dengan jenis netrofil, anemia normokrom normositer, LED meningkat,
immunoglobulin serum meningkat, uji fiksasi anti gama globulin positf, total hemolitik
komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, kadar bilirubin sedikit meningkat.
Pemeriksaan umum urine ditemukan maka proteinuria dan hematuria secara mikroskopik
Yang penting adalah biakan mikro organisme dari darah
L. PENGOBATAN
Pemberian obat yang sesuai dengan uji resistensi dipakai obat yang diperkirakan sensitif
terhadap mikroorganisme yang diduga Antibiotika Gol penicillin G, streptomicin,
gentamicin dll.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

PENYAKIT JANTUNG

A. PENGKAJIAN

Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data tentang :

Fungsi jantung

Toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan aktivitas

Status nutrisi

Tingkat ketidaknyamanan

Gangguan tidur

Kemampuan klien mengatasi masalah

Hal-hal yang dapat membantu klien

Pengetahuan orang tua dan pasien (sesuai usia pasien) tentang pemahaman pasien

Pengkajian

Riwayat penyakit

Monitor komplikasi jantung

Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama derap diastole

Tanda-tanda vital

Kaji adanya nyeri

Kaji adanya peradangan sendi

Kaji adanya lesi pada kulit


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan stenosis katub

Tujuan : COP meningkat

Kriteria :

- Klien menunjukan penurunan dyspnea

- Ikut berpartisipasi dalam aktivitas serta mendemonstrasikan peningkatan toleransi

Intervensi :

a. Pantau tekanan darah, nadi apikal dan nadi perifer

b. Pantau irama dan frekuensi jantung

c. Tirah baring posisi semifowler 450

d. dorong klien melakukan tehnik managemen stress ( lingkungan tenang, meditasi )

e. bantu aktivitas klien sesuai indikasi bila klien mampu

f. kolaborasi O2 serta terapi

2. Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan suplai O2 dan


kebutuhan

Tujuan : Klien dapat bertoleransi secara optimal terhadap aktivitas

Kriteria :

- Respon verbal kelelahan berkurang

- Melakukan aktivitas sesuai batas kemampuannya ( denyut nadi aktivitas tidak boleh lebih
dari 90X/menit, tidak nyeri dada )

Intervensi :

a. Hemat energi klien selama masa akut


b. Pertahankan tirah baring sampai hasil laborat dan status klinis membaik

c. Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau peningkatan bertahap pada tingkat
aktivitas

d. Buat jadwal aktivitas dan istirahat

e. Ajarkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehai-hari

f. Ajarkan pada anak /orang tua bahwa pergerakkan yang tidak disadari adalah
dihubungkan dengan korea dan temporer.

g. Bila terjadi chorea, lindungi dari kecelakaan, bedrest dan berikan sedasi sesuai program

3. Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).

Tujuan : tidak terjadi rasa nyeri pada klien

Kriteria :

- Nyeri klien berkurang

- Klien tampak rileks

- Ekspresi wajah tidak tegang

- Klien dapat merasakan nyaman, tidur dengan tenang dan tidak merasa sakit

Intervensi :

a. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala

b. Berikan tindakan kenyamanan ( perubahan posisi sering lingkungan tenang, pijatan


pungung dan tehnik manajemen stress)

c. Minimalkan pergerakkan untuk mengurangi rasa sakit

d. Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang sakit

e. Lakukan distraksi misalnya : tehnik relaksasi dan hayalan


f. Pemberian analgetik, anti peradangan dan antipiretik sesuai program.

g. Rujuk ke terapi fisik sesuai persetujun medik

4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, rasa sakit
waktu menelan dan peradangan pada tonsil disertai eksudat.

Tujuan : tidak terjadi penurunan nutrisi pada klien

Kriteria :

- Nafsu makan klien bertambah

- Klien tidak merasa mual, muntah

- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi :

a. Beri makan sedikit tapi sering (termasuk cairan)

b. Masukkan makanan kesukaan anak dalam diet

c. Anjurkan untuk makan sendiri, bila mungkin (kelemahan otot dapat membuat
keterbatasan)

d. Memilih makanan dari daftar menu

e. Atur makanan secara menarik diatas nampan

f. Atur jadwal pemberian makanan

g. Berikan makanan yang bergizi tinggi dan berkualitas.

5. kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya filtrasi glomerulus, retensi


natrium dan air, meningkatnya tekanan hidrostatik
Tujuan : volume cairan seimbang

Kriteria :

- Volume cairan stabil, dengan keseimbangan masukan dan pengeluarn

- Tidak terdapat odema

Intervensi :

- Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna

- Pantau keseimbanagn masukan dan pengeluaran selama 24 jam

- Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil, sering

- Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi

- Kolaborasi pemberian diuretik

6. Pola pernafasan tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

Tujuan : pola nafas efektif

Kriteria Hasil :

- Frekuensi nafas dan kedalaman dalam rentang normal

Intervensi :

- Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada, catat pernafasan/upaya


pernafasan

- Auskultasi bunyi nafas dan catat bunyi nafas

- Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi

- Kolaborasi terapi O2
-

7. Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan, pembatasan aktivitas, resiko
komplikasi jantung.

Tujuan : pengetahuan orang tua /anak bertambah

Kriteria :

- Orang tua mengetahui tentang proses penyakit dan efek dari penyakit

- Orang tua mau berpartisipasi dalam program pengobatan

- Orang tua mengetahui pentingnya pembatasan aktifitas pada anak

Intervensi :

a. Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui adanya perubahan irama

b. Pemberian antibiotik sesuai program

c. Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis demam reumatik tidak ada dan berikan
periode istirahat

d. Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat lelah.

8. Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak.

Tujuan :

- Mempersiapkan keluarga untuk dapat merawat anak dengan penyakit demam reumatik /
jantung reumatik

- Keluarga dapat beradaptasi dengan penyakitnya

Kriteria :
Keluarga dapat mengatasi masalah yang timbul dari adanya tanda dan gejala yang muncul dan
memberikan atau menyediakan lingkungan yang sesuai dengan anak.

Intervensi :

a. Berikan dukungan emosional pada keluarga dan anak

b. Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya

c. Anjurkan anak untuk berbagi rasa tidak berdaya, malu, ketakutan yang berkaitan dengan
manifestasi penyakit (misal: korea, karditis dan kelemahan otot)

d. Bertindak sebagai pembela dan penghubung anak dan keluarga dengan anggota tim
perawatan kesehatan lainnya

e. Anjurkan anak untuk berhubungan dengan teman sebaya

f. Dorong keterlibatan anak dalam aktivitas rekreasi dan aktivitas pengalih yang sesuai
dengan usia.
VSD (Ventricular Septal Defect)

1. Definisi VSD (Ventricular Septal Defect)

Istilah defek septum ventrikel menggambarkan suatu lubang pada sekat ventrikel. Defek
tersebut dapat terletak di manapun pada sekat ventrikel, dapat tunggal atau banyak, dan
ukuran serta bentuknya dapat bervariasi (Fyler, 1996).

Defek septum ventrikel (VSD/Ventricular Septal Defect) adalah suatu lubang pada septum
ventrikel. Septum ventrikel adalah dinding yang memisahkan jantung bagian bawah
(memisahkan ventrikel kiri dan ventrikel kanan).

Defek septum ventrikel atau Ventricular Septum Defect (VSD) adalah gangguan atau lubang
pada septum atau sekat di antara rongga ventrikel akibat kegagalan fusi atau
penyambungan sekat intraventrikel.

VSD merupakan kelainan jantung bawaan yang tersering dijumpai, yaitu 33% dari seluruh
kelainan jantung bawaan (Rilantoro, 2003). Penelitian lain mengemukakan bahwa VSD
adalah kelainan pada 30-60% PJB dan pada 2-6 per 10000 kelahiran. VSD dapat muncul
sendiri atau muncul sebagai bagian dari Tetralogy of Fallot dan Transposisi Arteri Besar.
VSD, bersama dengan penyakit vascular pulmonal dan sianosis sering disebut sebagai
sindroma Eisenmenger.

Defek septum ventrikel disebabkan oleh keterlambatan penutupan sekat intraventrikuler


sesudah kehidupan interauterin 7 minggu pertama, alasan penutupan terlambat atau tidak
sempurna belum diketahui. Kemungkinan faktor keturunan berperan dalam hal ini. Defek
septum ventrikel adalah jelas lebih sering pada bayi premature dan pada mereka yang berat
badan lahir rendah, dengan laporan insiden setinggi 7,06 per 1000 kelahiran premature
hidup (Fyler, 1996).

Klasifikasi VSD Berdasarkan lokasi lubang, dibagi 3, (Chandrasoma, 2006; Purwaningtyas,


2007) :

a. Tipe perimembran (60%)

b. Tipe subarterial (37%)

c. Tipe muskuler (3%)


Mayoritas defek berada di pars membranosa septum ventrikel. Defek pada region
midportion atau apikal septum ventrikular merupakan defek muscular. Defek di antara krista
supraventrikular dan otot papilaris conus arteriosus dapat diasosiasikan dengan stenosis
pulmonal dan tetralogi follat. Defek suprakrista (superior terhadap krista supraventrikular)
jarang terjadi, namun berada di bawah katup pulmonal dan mengenalsinus aorta sehingga
menyebabkan insufiensi aorta.

Defek septum ventrikel di tandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan
darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri kekanan.

• Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya oksigen
melalui defek tersebut ke ventrikel kanan.

• Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya di penuhi
darah dan dapat menyebabkan naiknya vascular pulmonal.

• Jika tahanan pulmonal ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat, menyebabkan
pirau terbalik darah miskin oksigen kemudian mengalir dari ventrikel kanan ke kiri,
menyebabkan sianosis.

2. Anatomi Fisiologi

Sistem kardiovaskuler terdiri dari 3 bagian yang saling mempengaruhi yaitu jantung,
pembuluh darah, dan darah (Depkes,1993:3)

a. Jantung

Adalah organ yang mensirkulasi darah teroksigenasi ke paru-paru untuk pertukaran gas
(Depkes, 1993:3).Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu diantaa kedua
paru-paru. Jantung terdiri dari 3 lapisan.lapisan terluas disebut epikardium, lapisan tengah
merupakan lapisan otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam yaitu lapisan
endotel disebut endokardium. Ruangan jantung bagian atas yaitu atrium dan ventrikel.
Secara fungsional darah dibagi menjadi alat menjadi alat pompa kanan dan pompa kiri yang
memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru dan peredaran darah bersih ke sistemik.
Terpisahnya ruangan dalam jantung mencegah percampuran antara daerah yang menerima
darah yang tidak teroksigenali dari vena kava superior, inferior, dan sistem koroner. Darah
ini melalui katup mitrat ke ventrikel kiri dan dipompakan ke aorta untuk sirkulasi koroner dan
sistemik (Sjafoellah, 1996:1069).
Jantung tersusun atas lapisan-lapisan: perikardium, miokardium, endokardium. Dibungkus
oleh lapisan pericardium parietalis dan viseralis. Perikardium viseralis menempel pada
miokardium. Di antara perikardium viseralis dan parietalis terdapat cairan perikardium.

Jantung merupakan suatu ruang tertutup yang berisi cairan darah. Di dalamnya terbagi-
bagi/tersekat-sekat menjadi empat ruang jantung, yaitu serambi (atrium) kanan, serambi kiri,
bilik (ventrikel) kanan dan ventrikel kiri. Serambi kanan dan kiri dipisahkan oleh sekat atrium,
ventrikel kanan dan kiri dipisahkan oleh sekat ventrikel. Antara serambi dan ventrikel
dihubungkan sekaligus dipisahkan oleh katup atrioventrikular yang berfungsi seperti pintu.
Katup atrioventrikular yang memisahkan sekaligus menghubungkan serambi dan bilik kanan
namanya katup trikuspid, yang memisahkan sekaligus menghubungkan serambi dan bilik kiri
adalah katup mitral.

Miokardium menerima darah ketika diashole dari arteri kosong. Arteri koronaria kiri
bercabang menjadi arteri descendino anterior dan arteri circumflex. Arteri koronaria kanan
memberi darah antara lain ke SA node ventrikel kanan, permukaan diafragma ventrikel
kanan. Vena-vena koronaria mengembalikan darah ke sinus kemudia bersikulasi langsung
ke dalam paru-paru (Depkes, 1993:3).

b. Pembuluh darah

Pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah ke seluruh bagian dan alat
tubuh disebut arteri pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari ventrikel kiri
disebut aorta. Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastis dan
terdiri 3 lapisan yaitu : lapisan terluar dinding arteri disebut tunika externa. Keadaan tidak
elastis disebut arteri osklerosis, sedangkan bagian dalam dari arteri adalah tunika interna
atau intima. Pembersihan plaqul yang terjadi pada dinding arteri bagian dalam disebut
athero sclerosis. Hal ini mengakibatkan aliran darah arteri terganggu dan dapat
mengakibatkan proses iskemia (Depkes, 1993:6).

c. Darah

Darah merupakan media transportasi oksigen, karbondioksida dan metabolit. Jadi


darah merupakan pengatur keseimbangan asam basa, pengatur hormon dan pengontrol
suhu. Dalam darah terdapat eritrosit, leukosit dan trombosit, meskipun 55 % elemen dalam
darah adalah plasma.

Hemoglobin yang ada dalam eritrosit membawa oksigenasi sel-sel. Peran eritrosit
dalam mengangkut hemoglobin adalah penting. Oleh karena itu perlu keseimbangan antara
pembentukan dan pemecahan eritrosit untuk menjamin pengantaran oksigen secara
adekuat (Depkes, 1993:7).

3. Etiologi

Penyebabnya tidak diketahui. VSD lebih sering ditemukan pada anak-anak dan seringkali
merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Pada anak-anak, lubangnya sangat kecil, tidak
menimbulkan gejala dan sering kali menutup dengan sendirinya sebelum anak berumur 18
tahun. Pada kasus yang lebih berat, bisa terjadi kelainan fungsi ventrikel dan gagal jantung.
VSD bisa ditemukan bersamaan dengan kelainan jantung lainnya.

Ø Faktor prenatal yang berhubungan dengan VSD :

o Rubella atau infeksi virus lainnya pada ibu hamil

o Gizi ibu hamil yang buruk

o Ibu yang alkoholik

o Usia ibu di atas 40 tahun

o Ibu menderita diabetes

Ø Faktor genetic

o anak yang lahir sebelumnya menderita PJB

o ayah/ibu menderita PJB

o kelainan kromosom seperti syindrom down

o lahir dengan kelainan bawaan lain

4. Manifestasi Klinis

Pasien dengan VSD ringan umumnya tidak menimbulkan keluhan. Pada kelainan ini, darah
dari paru-paru yang masuk ke jantung, kembali dialirkan ke pari-paru. Akibatnya jumlah
darah dalam pembuluh darah paru-paru meningkat dan menyebabkan :

a. Sesak nafas, takipneu (napas cepat)

b. Bayi mengalami kesuliatan ketika menyusu

c. Keringat yang berlebihan

d. Berat badan tidak bertambah. Gagal tumbuh


e. Gagal jantung kongestif

f. Infeksi saluaran pernapasan berulang

Tampilan klinis pasien VSD bervariasi, bergantung kepada besarnya defek/pirau dan aliran
dan tekanan arteri pulmonal. Jenis yang paling sering terjadi ialah defek kecil dengan pirau
kiri-ke-kanan yang ringan dan tekanan arteri pulmonal yang normal. Pasien dengan defek
tersebut umumnya asimtomatis dan lesi kelainan jantung di temukan pada pemeriksaan fisik
rutin. Dapat di temukan murmur holosistolik parasternal yang keras, kasar dan tertiup serta
ada thrill. Pada beberapa kasus murmur tersebut berakhir sebelum jantung 2,kemungkinan
disebabkan oleh penutupan defek pada akhir sistolik. Pada neonatus murmur mungkin tidak
terdengar pada beberapa hari pertama setelah kelahiran ( sebab tekanan ventrikel kanan
yang turun perlahan), hal ini berbeda dengan kelahiran premature dimana resistensi paru
turun lebih cepat sehingga murmur dapat terdengar lebih awal. Pada pasien dengan VSD
kecil, roentgenogram dada umumnya normal walaupun dapat terlihat sedikit kardimegali dan
peningkatan vaskulatulpulmonal. EKG umumnya normal walau dapat juga terlihat hipertrofi
ventrikel kiri. Adanya hipertrofiventrikel kanan menunjukkan bahwa defek tidak kecil serta
ada hipertensi pulmonal atau stebosis polmunal.

Defek besar dengan aliran darah pulmonal yang besar dan hipertensi pulmonal dapat
menyebabkan dyspnoe, kesulitan makan, pertumbuhan terhambat, berkeringat, infeksi paru
rekuren atau gagal jantung pada saat bayi. Sianosis biasanya tidak terlihat, tetapi ruam
hitam (duskiness) dapat terlihat jika ada infeksi atau pada saat menangis. Penonjolan
prekordial kiri dan sternum sering terjadi (pada kardiomegali), penonjolan parasternal yang
dapat diraba, thrust apical atau thrill sistolik. Murmur holosistolik dapat menyerupai murmur
pada VSD kecil namun terdengar lebih halus. Komponen pulmonal pada suara jantung 2
dapat meningkat, menunjukkan adanya hipertensi pulmonal. Adanya bunyi middiastolik di
apeks disebabkan oleh peningkatan aliran darah melalui katup mitral dan adanya pirau kiri-
ke-kanan dengan rasio 2:1 atau lebih. Pada VSD besar, roentgenogram dada menunjukkan
adanya kardoimegali dengan penonjolan pada kedua venrikel, atrium kiri, dan arteri
pulmonal. Edema dan efusi pleura dapat timbul. EKG menunjukkan adanya hipertrofi kedua
ventrikel.

5. Patofisiologis
Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan terjadinya aliran dari ventrikel
kiri dan ventrikel kanan, sehingga aliran darah yang ke paru bertambah. Presentasi klinis
tergantung besarnya aliran pirau melewati lubang VSD serta besarnya tahanan pembuluh
darah paru. Bila aliran pirau kecil umumnya tidak menimbulkan keluhan. Dalam
perjalanannya, beberapa tipe VSD dapat menutup spontan (tipe perimembran dan
muskuler), terjadi hipertensi pulmonal, hipertrofi infundibulum, atau prolaps katup aorta yang
dapat disertai regurgitasi (tipe subarterial dan perimembran) (Rilantono,2003; Masud,1992).

Ukuran defek secara otomatis menjadi penentu utama besarnya pirau kiri-ke-kanan (right-to-
left shunt). Pirau ini juga ditentukan oleh perbandingan derajat resistensi vascular dan
sistemik. Ketika defek kecil terjadi (<0.5 cm2), defek tersebut dikatakan restriktif. Pada defek
nonrestriktif (>1.0 cm2), tekanan ventrikel kiri dan kanan adalah sama, pada defek jenis ini,
arah pirau dan besarnya ditentukan oleh rasio resistensi pulmonal dan sistemik.

Setelah kelahiran (dengan VSD), resistensi pulmonal tetap lebih tinggi melebuhi normal dan
ukuran pirau kiri-ke-kanan terbatas. Setelah resistensi pulmonal turun pada minggu-minggu
pertama kelahiran, maka terjadi peningkatan pirau kiri-ke-kanan. Ketika terjadi pirau yang
besar maka gejala dapat terlihat dengan jelas.pada kebanyakan kasus, resistensi pulmonal
sedikit meningkat dan penyebab utama hipertensi pulmonal adalah aliran darah pulmonal
yang besar. Pada sebagian pasien dengan VSD besar, arteriol pulmonal menebal. Hal ini
dapat menyebabkan penyakit vascular paru obstuktif. Ketika rasio resistensi pulmonal dan
sistemik adalah 1:1, maka pirau menjadi bidireksional (dua arah), tanda-tanda gagal jantung
menghilang dan pasien menjadi sianotik. Namun hal ini sudah jarang terlihat karena adanya
perkembangan intervensi secara bedah.

Besarnya pirau intrakardia juga ditentukan oleh berdasarkan rasio aliran darah pulmonal dan
sistemik. Jika pirau kiri-ke-kanan relative kecil (rasio aliran darah pulmonal dan sistemik
adalah 1.75:1), maka ruang-ruang jantung tidak membesar dan aliran darah paru normal.
Namun jika pirau besar (rasio 2.5:1) maka terjadi overload volume atrium dan ventrikel kiri,
peningkatan EDV dan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat aliran darah dan kiri
masuk ke kanan dank e paru dan kembali lagi ke kiri (membentuk suatu aliran siklus).
Peningkatan tekanan di bagian kanan (normal ventrikel kanan 20mmHg, ventrikel kiri 120
mmHg) juga menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan, peningkatan aliran pulmonal dan
hipertensi arteri pulmonal. Trunkus pulmonal, atrium kiri dan ventrikel kiri membesar karena
aliran pulmonal yang juga besar. Selain itu, karena darah yang keluar dari ventrikel kiri harus
terbagi ke ventrikel kanan, maka jumlah darah yang mengalir ke sistemik pun berkurang
(akan mengatifasi system rennin-angiotensin dan retensi garam).
6. Komplikasi

Perjalanan penyakit VSD bergantung pada derajat besarnya defek yang terjadi. Sebanyak
30-50% defek ringan dapat menutup spontan pada tahun pertama kehidupan, sisanya
menutup sebelum usia 4 tahun. Defek seperti ini biasanya memiliki aneurisma sputum
ventrikel yang memperkecil ukuran defek/pirau. Kebanyakan anak dengan defek ringan
tetap asimtomatis tanpa ada peningkatan ukuran jantung, tekanan atau resistensi arteri
pulmonal. Risiko penyakit yang sering terjadi adalah endokarditis infektif pada 2 % anak
dengan VSD dan jarang terjadi di bawah usia 2 tahun. Risikonya bergantung pada ukuran
defek.

Sedangkan defek yang lebih besar biasanya lebih sulit untuk menutup spontan. Anak akan
sering menderita infeksi paru hingga gaagl jantung kongestif yang menyebabkan gagal
tumbuh. Pada beberapa kasus, gaagl tumbuh merupakn gejala tunggal. Hipertensi pulmonal
terjadi akibat peningkatan aliran darh pulmonal dan pasien berisiko menderita penyakit
vascular pulmonal.

Sebagian kecil pasian VSD juga mengalami stenosis pulmonal, yang bermanfaat menjaga
sirkulasi fulmonal dari peningkatan alifan (oversirkulasi) dan efek jangka panjang penyakit
vascular pulmonal. Pasien akan menunjukkan gejala klinis stenosis pulmonal. Aliran melalui
pirao dapat bervariasi, seimbang, bahkan berbalik menjadi pilau kanan-ke-kiri

§ Gagal Jantung Kongestif.

§ Hipertensi Arteri Pulmonalis.

§ Bakterial Endokarditis.

7. Penatalakasaan

Penatalaksanaan pada pasien ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kelainan vaskular
paru pemanen, mempertahankan fungsi atrium, dan ventrikel kiri serta mencegah kejadian
endokarditis efektif. Defek kecil biasanya disertai dengan thrirl pada garis sternal kiri sela iga
ke empat. Bising bersifat holosistolik, tetapi juga pendek.

Pada usia 2 tahun, minimal sebanyak 50% VSD yang berukuran kecil atau sedang akan
menutup secara spontan baik sebagian atau seluruhnya sehingga tidak diperlukan
tatalaksana bedah. Operasi penutupan sekat pada bayi usia 12-18 bulan direkomendasikan
apabila terdapat VSD dengan gagal jantung kongestif atau penyakit pembuluh darh
pulmonal. Gangguan atau lubang yang berukuran sedang namun tanpa disertai dengan
peningkatan tekanan pembuluh darah pulmonal, penanganannya dapat ditunda. Tetapi
pengobatan untuk profilaksis atau pencegahan endokarditis (peradangan pada endokardium
atau selaput jantung bagian dalam) diberiakan untuk semua pasien dengan VSD.

Pada pasien dengan ukuran VSD kecil, orangtua harus diyakinkan mengenei lesi jantung
yang relatif ‘jinak’ (tidak membahayakan),dan anak tetap diperlakukan sebagai mana normal
( tidak ada batasan aktifitas). Perbaikan secara bedah tidak mutlak disarankan. Anak harus
diberi asupan kalori yang memadai untuk mencapai pertumbuhan berat badan yang
optimum. Pemberian deuretik (furosemid) apabila ada kongesti paru dan ACE inhibitor untuk
menurunkan sistemik dan pulmonal serta mengurangi pirau. Terkadang juga diberikan
digoksin. Untuk mencegah endokarditis infektif, maka kesehatan gigi dan mulut harus dijaga
dan menggunakan antibiotik profilaksis pada saat berobat gigi.

Untuk pengobatan medikamentosa, DSV yang kecil dan tanpa gejala dan tidak perlu
diberikan terapi. Pada kejadian gagal jantung, dapat diberikan diuretic misalnya furosemik 1-
2 mg/kgBB/hari, vasodilator misalnya kaptropil 0,5-1 mg/kgBB/kali tiap 8 jam. Kalau perlu
ditambahkan digoksin 0,01 mg/kg/hari. Pem,berian makanan berkalori tinggi dilakukan
dengan frekuensi sering secara oral/enteral (melalui NGT). Anemia diperbaiki dengan
preparat besi.

Sedangkan pada pasien dengan VSD besar, maka tujuan pengobatan adalah: (1)
mengendalikan gagal jantung kongestif dan (2) masih mencegah penyakit vascular
pulmonal. Pasien dapat menunjukan adanya penyakit pulmonal dan berulang dan sering
gagal tumbuh. Terapitik ditujukan untuk mengendalikan gejala gagal jantung serta
memelihara tumbuh kembang yang normal. Jika terapi awal berhasil, maka pirau akan
menutup selam atahun pertama kehidupan. Oprasi dengan metode trans kateter dapat
dilakukan pada anak dengan resiko rendah (low risk) setelah berusia 15 tahun.

Setelah terjadi penutupan pirau maka keadan hiperdinamik akan menjadi normal, ukuran
jantung mengecil kembali ke normal, thrill dan murmur menghilang serta hipertensi serta
arteri pulmonal menghilang. Kebanyaka anak akan bertumbuh secara normal dan
pengobatan tid ak diperlukan lebih lanjut. Anak akan mengejar ketinggalan tumbuh
kembangkangnya dalam 1-2 tahun. Namun murmur sistolik dengan itensitas rendah dapat
terus terdengar selama beberapa bulan. Prognosis jangka panjang setelah oprasi adalah
baik.
Alat yang digunakan untuk penutupan devek setrumventrikel diantaranya adalah Rashkind
doble umbrella, the bard clamshell, the button device, the amplatzer septal occlude,
amplatzer duct occlude atau Gianturco coils.

Indikasi dan waktu penutupan DSV adalah sebagai berikut.

a. Pada bayi dengan DSV defek besar yang mengalami gagal jantung serta retardasi
pertumbuhan dan kegagalan terapi medikamentosa dilakukan oprasi secepatnya sebelum
terjadi penyakit vaskular paru.

b. Bayi atau anak dengan DSV besar dan hipertensi pulmonalis harus dilakukan
keterisasi untuk menulai tingginya resistensi vascular paru dan responnya terhadap
pemberian oksigen 100 %. Penutuapan DSV secara bedah ataupun non bedah dilakukan
apabila restitensi vaskuler paru dibawah 7 wood unit.

VSD kecil tidak perlu di rawat, pemantauan dilakukan di poliklinik kardiologi anak.Berikan
antibiotk seawal mungkin.Vasopresor atau vasodilator adalah obat2yang dipakai untuk anak
dengan VSD dan gagal jantung missal dopamine (intropin) memiliki efek inotropik positif
pada miokard menyebabkan peningkatan curah jantung dan peningkatan tekanan sistolik
serta tekanan nadi. Sedang isoproterenol (isuprel) memiliki efek inotropik positif pada
miokard menyebabkan peningkatan curah jantung dan kerja jantung.Bayi dengan gagal
jantung kronik mungkin memerlukan pembedahan lengkap atau paliatif dalam bentuk
pengikatan / penyatuan arteri pulmonary.Pembedahan tidak ditunda sampai melewati usia
prasekolah.

Pasien dengan defek kecil tidak memerlukan pengobatan apapun, kecuali pemberian
profilaksis terhadap terjadinya endokarditis infektif terutama bila akan dilakukan tindakan
operaktif di daerah rongga mulut atau tindakan pada traktus gastrointestinal
/urogenital.Tidak diperlukan pembatasan aktivitas pada pasien dengan defek kecil namun
perlu dipertimbangkan pada defek yang sedang dan besar sesuai dengan derajat keluhan
yang timbul.Gagal jantung pada pasien dengan defek septum ventrikel sedang atau besar
biasanya diatasi dengan digoksin ( dosis rumat 0,01 mg/kgBB/hari, dalam 2 dosis ), kaptopril
( ACE inhibitor ), dan diuretic seperti furosemid atau spironolakton.

Tidak semua pasien dengan VSD harus dioperasi.Tindakan operasi terindkasi pada kasus –
kasus dengan gejala klinis yang menonjol terutama pada VSD sedang atau besar yang tidak
mempunyai respons yang baik terhadap pengobatan .Oleh karena itu diperlukan
pemantauan klinis yang seksama dan cermat terhadap pasien VSD sebelum mengirim
pasien tersebut ke ahli bedah jantung.Selain itu yang sangat penting adalah memberikan
penjelasan yang benar da hati – hati kepada orang tua pasien mengenai perjalanan
penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi.

8. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Dengan


mengguankan stetoskop, akan terdengar murmur ( bunyi jantung abnormal) yang nyaring.

Pemeriksaan yang bisa dilakukan :

a. Rontgen dada : dapat ditemukan kardiomegali dengan LVH, vaskularisasi paru


meningkat, bila terjadi penyakit vaskuler tampak pruned tree disertai penonjolan a.
pulmonal.

b. EKG : LVH, LAH

c. Ekokardiogram : dengan M-mode dapat diukur dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri,
dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat dideteksi dengan tepat ukuran dan lokasi defek
septum ventrikel, dengan defek Doppler dan warna dapat dipastikan arah dan besarnya
aliran yang melewati defek tersebut.

d. Katerisasi jantung : dilakukan pada penderita dengan hipertensi pulmonal, dapat


mengukur rasio aliran ke paru dan sistemik serta mengukur tahanan paru; angigrafi
ventrikel kiri dilakukan untuk melihat jumlah dan lokasi VSD.

e. Angiografi jantung.

Dengan menggunakan echocardiography dua dimensi dapat ditentukan posisi dan besarnya
VSD. Pada defek yang sangat kecil terlebih pada pars muskular, defek sangat sulit untuk
dicritakan sehingga membutuhkan visualisasi dengan pemeriksaan Doppler berwarna.
Aneurisma septum ventrikel (yang terdiri dari jaringan katup tricuspid) dapat menutupi defek
dan menurunkan jumlah aliran pirau kiri-ke-kanan. Echo juga bermanfaat untuk
memperkirakan ukuran pirau dengan menilai derajat overload cairan di atrium dan ventrikel
kiri; besarnya peningkatan yang terlihat dapat merefleksikan besarnya pirau kri-ke-kanan.
Pemeriksaan Doppler juga dapat membantu menilai tekanan ventrikel kanan dan
menentukan apakah pasien beresiko menderita vaskuler paru.
Efek dari VSD terhadap verkulasi (secara umum ) dapat dilihat katerisasi jantung,namun
prosedur pmeriksaan ini tidak selalu mutlak diperlukan.katerisasi biasanya dilakukan jika
pemeriksa komperhensif lainnya masih belum dapat menentukan ukuran pirau atau jika data
laboratorim tidak sesuai temuan diklinik. Selain itu, katerisasi juga dapat digunakan untuk
mencari apakah ada kelainan jantung yang terkait.

Ketika katerisasi dilakukan, oxymetri akan menunjukkan adanya peningkatan kadar oksigen
di ventrikel kanan terhadap atrium kanan. Jika defek berukuran kecil maka katerisasi belum
tentu dapat menunjukkan adanya peningkatan saturasi oksigen di ventrikel kanan. Defek
yang kecil dan restriktif biasanya diasosiasiakn dengan tekanan ventrikel kanan dan
resistensi vaskular yang normal. Sedangkan defek yang besar dan nonrestriktif biasanya
diasosiasiakan dengan keseimbangan yang dibentuk oleh tekanan sistolik pulmonal dan
sistemik.

D. Konsep Asuhan Keperawatan VSD (Ventricular Septal Defect)

1. Pengkajian

Ø Keluhan Utama

a. Data subyektif :

dispnea, batuk, ortopnea, berat badan bertambah, edema kaki, pusing, bingung, cepat lelah,
nyeri angina atau abdominal, cemas, pengetahuan tentang penyakitnya, mekanisme koping
yang dipakai.

b. Data obyektif :

gawat napas (dispnea, banyak memakai otot-otot pernapasan), distensi vena jugularis, ada
bunyi napas adventisius, bunyi jantung dengan irama gallop, edema, ekstremitas teraba
dingin, perubahan nadi, berat badan bertambah, tingkat kesadaran

c. Riwayat penyakit saat ini (PQRST)

1) Provoking incident :
kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai dengan
derajat gangguan pada jantung.

2) Quality of pain :

seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang dirasakan atau
digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak napas (dengan
menggunakan alat atau otot bantu pernapasan).

3) Region, radiation, relief :

apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau mempengaruhi keseluruhan sistem otot rangka
dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.

4) Severity (scale of pain) :

kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan
klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.

5) Time :

sifat mula timbulnya nyeri (onset), keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul perlahan.
Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat
istirahat maupun saat beraktivitas.

6) Riwayat penyakit dahulu

Menanyakan apakah klien sebelumnya pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia,
miokardium, infark miokardium, diabetes melitus, dan hiperlipidemia.

Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan
masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi diuretik, nitrat, penghambat
beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat,
dan reaksi alergi yang timbul. Seringkali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek
samping obat.

7) Riwayat keluarga

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota
keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya.

8) Riwayat pekerjaan dan pola hidup


Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial
dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu.
Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama,
berapa batang per hari, dan jenis rokok.

Di samping pertanyaan-pertanyaan tersebut, data biografi juga merupakan data yang perlu
diketahui, yaitu dengan menanyakan identitas diri klien.

9) Pengkajian psikososial

Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah klien menyangkal, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu, kuatir tentang
keluarga, pekerjaan, dan keuangan. Kondisi ini ditandai dengan sikap menolak,
menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, dan fokus
pada diri sendiri.

Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya
ekonomi, dan kesulitan koping dengan stresor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan
terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernapas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah
jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan insomnia atau tampak kebingungan.

Pemeriksaan fisik •

o B1 (Breathing)

kongesti vaskular pulmonal : dispnea, ortopnea, dispnea noktural paroksimal, batuk, dan
edema pulmonal akut.

o B2 (Blood)

inspeksi : adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, edema ekstremitas.

Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.


Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi
jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal
jantung adalah kelainan katup.

Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi jantung
(kardiomegali).

ü Penurunan curah jantung

ü Bunyi jantung dan crackles

ü Disritmia

ü Distensi vena jugularis

ü Kulit dingin

ü Perubahan denyut nadi

o B3 (Brain)

kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila terjadi
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian obyektif klien meliputi wajah meringis,
menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.

o B4 (Bladder)

Pengukuran output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya
edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.

o B5(Bowel)

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh
portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang
dinamakan asiles. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan
tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distres pernapasan.

Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis
vena di dalam rongga abdomen.
o B6 (Bone)

edema dan mudah lelah

v VSD kecil

o Palpasi:

Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba

getaran bising pada SIC III dan IV kiri.

o Auskultasi:

Bunyi jantung biasanya normal dan untuk defek sedang bunyi

jantung II agak keras. Intensitas bising derajat III s/d VI.

v VSD besar

o Inspeksi:

Pertumbuhan badan jelas terhambat,pucat dan banyak kringat

bercucuran. Ujung-ujung jadi hiperemik. Gejala yang menonjol

ialah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intercostal

dan regio epigastrium.

o Palpasi:

Impuls jantung hiperdinamik kuat. Teraba getaran bising pada

dinding dada.

o Auskultasi:

Bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks dan

sering diikuti ‘click’ sebagai akibat terbukanya katup pulmonal

dengan kekuatan pada pangkal arteria pulmonalis yang


melebar. Bunyi jantung kedua mengeras terutama pada sela iga

II kiri.

2. Pemeriksaan diagnostic

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Dengan


mengguankan stetoskop, akan terdengar murmur ( bunyi jantung abnormal) yang nyaring.

Pemeriksaan yang bisa dilakukan :

Ø Rontgen dada : dapat ditemukan kardiomegali dengan LVH, vaskularisasi paru


meningkat, bila terjadi penyakit vaskuler tampak pruned tree disertai penonjolan a.
pulmonal.

Ø EKG : LVH, LAH

Ø Ekokardiogram : dengan M-mode dapat diukur dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri,
dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat dideteksi dengan tepat ukuran dan lokasi defek
septum ventrikel, dengan defek Doppler dan warna dapat dipastikan arah dan besarnya
aliran yang melewati defek tersebut.

Ø Katerisasi jantung : dilakukan pada penderita dengan hipertensi pulmonal, dapat


mengukur rasio aliran ke paru dan sistemik serta mengukur tahanan paru; angigrafi
ventrikel kiri dilakukan untuk melihat jumlah dan lokasi VSD.

Ø Angiografi jantung.

Dengan menggunakan echocardiography dua dimensi dapat ditentukan posisi dan besarnya
VSD. Pada defek yang sangat kecil terlebih pada pars muskular, defek sangat sulit untuk
dicritakan sehingga membutuhkan visualisasi dengan pemeriksaan Doppler berwarna.
Aneurisma septum ventrikel (yang terdiri dari jaringan katup tricuspid) dapat menutupi defek
dan menurunkan jumlah aliran pirau kiri-ke-kanan. Echo juga bermanfaat untuk
memperkirakan ukuran pirau dengan menilai derajat overload cairan di atrium dan ventrikel
kiri; besarnya peningkatan yang terlihat dapat merefleksikan besarnya pirau kri-ke-kanan.
Pemeriksaan Doppler juga dapat membantu menilai tekanan ventrikel kanan dan
menentukan apakah pasien beresiko menderita vaskuler paru.

Efek dari VSD terhadap verkulasi (secara umum ) dapat dilihat katerisasi jantung,namun
prosedur pmeriksaan ini tidak selalu mutlak diperlukan.katerisasi biasanya dilakukan jika
pemeriksa komperhensif lainnya masih belum dapat menentukan ukuran pirau atau jika data
laboratorim tidak sesuai temuan diklinik. Selain itu, katerisasi juga dapat digunakan untuk
mencari apakah ada kelainan jantung yang terkait.

Ketika katerisasi dilakukan, oxymetri akan menunjukkan adanya peningkatan kadar oksigen
di ventrikel kanan terhadap atrium kanan. Jika defek berukuran kecil maka katerisasi belum
tentu dapat menunjukkan adanya peningkatan saturasi oksigen di ventrikel kanan. Defek
yang kecil dan restriktif biasanya diasosiasiakn dengan tekanan ventrikel kanan dan
resistensi vaskular yang normal. Sedangkan defek yang besar dan nonrestriktif biasanya
diasosiasiakan dengan keseimbangan yang dibentuk oleh tekanan sistolik pulmonal dan
sistemik.

3. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri b/d ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dg kebutuhan miokardium


akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium

b. Penurunan curah jantung b/d perubahan, irama, konduksi elektrikal

c. Ketidakefektifan pola napas b/d pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan
akibat sekunder dari udema paru.

d. Gangguan perfusi perifer yg b/d penurunan curah jantung

e. Intoleransi aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernafasan tidak efektif.

4. Evaluasi

Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi asuhan keperawatan, hal-hal yang di
evaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah
klien, serta pencapaian tujuan serta ketepatan pada praktek.

Adapun evaluasi diagnosa keperawatan secara teoritis dapat dilihat pada masing-masing
diagnosa keperawatan, yaitu :

a. Nyeri b/d ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dg kebutuhan miokardium


akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium

b. Penurunan curah jantung b/d perubahan, irama, konduksi elektrikal


c. Ketidakefektifan pola napas b/d pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan
akibat sekunder dari udema paru.

d. Gangguan perfusi perifer yg b/d penurunan curah jantung

e. Intoleransi aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernafasan tidak efektif.

Intervensi Keperawatan

a. Penurunan curah jantung b/d malformasi jantung

Tujuan : Klien menunjukkan tanda vital dalam batas yang normal yang ditandai
dengan: disritmia terkontrol, tidak sesak, bebas dari gagal jantung.

Intervensi :

1) Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan
kulit.

Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukan menurunnya nadi perifer. Pucat
menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung.

2) Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membrane mukosa, clubbing).

Rasional : Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering
berwarnabiru atau belang karena peningkatan kongesti vena.

3) Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, tachikardia, tachipnea, sesak, lelah saat minum
susu, periorbital edema, oliguria)

Rasional : Tanda-tanda CHF merupakan indikator penilaian terhadap adanya gagal


jantung dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.

4) Berkolaborasi dalam pemberian digoxin order, dengan menggunakan teknik


pencegahan bahaya toksisitas.

Rasional : Insiden toksisitas tinggi (20%) karena sempitnya batas antara rentang
terapeutik dan toksik. Digoxin harus dihentikan pada adanya kadar obat toksik, frekuensi
jantung lambat.

5) Berikan pengobatan untuk menurunkan after load.


Rasional : Obat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

6) Berikan diuretika sesuai indikasi.

Rasional : Tipe dan dosis diuretic tergantung pada gagal jantung. Penurunan pre load
paling banyak digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung relative normal
ditambah dengan gejala kongesti.

b. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti pulmonal

Tujuan : Klien dapat menunjukan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat pada jaringan
serta tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru, yang ditandai dengan klien bebas
dari gejala distress pernapasan.

Intervensi :

1) Monitor kualitas dan irama pernapasan.

Rasional : Jalan napas yang kolaps dapat menurunkan jumlah alveoli yang berfungsi,
secara negative mempengaruhi pertujaran gas.

2) Berikan posisi semi fowler pada anak.

Rasional : Menurunkan konsumsi atau kebutuhan oksigendan mempermudah


pernapasan yang meningkatkan kenyamanan fisiologi dan psikologi.

3) Anjurkan kepada klien untuk istirahat yang cukup.

Rasional : Istirahat akan membantu respon klien terhadap aktivitas dan kemampuan
berpartisipasi dalam perawatan.

4) Anjurkan klien untuk batuk efektif, napas dalam.

Rasional : Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.

5) Berikan oksigen jika ada indikasi.

Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki atau


menurunkan hipoksemia jaringan.

6) Berikan obat diuretika seperti lasix.


Rasional : Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.

c. Intoleran aktifitas b/d kelemahan

Tujuan : Klien dapat mempertahankan aktivitas yang adekuat dan anak akan
berpartisipasi dalam aktivitas yang dilakukan oleh anak seusianya, yang ditandai dengan
menurunkan kelemahan dan kelelahan serta tanda vital dalam batas normal selama
beraktivitas.

Intervensi :

1) Periksa tanda vital sebelum dan selama aktivitas, terutama bila pasien menggunakan
vasodilator atau diuretik.

Rasional : Tanda-tanda vital dapat berubah setelah melakukan suatu aktivitas efek akibat
obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik) dapat mempengaruhi fungsi jantung.

2) Ijinkan anak untuk beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur.

Rasional : Dengan memenuhi istirahat tidur dapat menghemat energi dan membantu
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

3) Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan.

Rasional : Dengan permainan dan aktivitas ringan dapat mencegah kerja jantung secara
tiba-tiba.

4) Berikan periode istirahat setelah melakukan aktivitas.

Rasional : Memenuhi kebutuhan aktivitas atau permainan anak tanpa mempengaruhi


stress miokard atau kebutuhan oksigen yang berlebihan.

5) Hindarkan suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin.

Rasional : Suhu lingkungan yang panas atau dingin dapat mengganggu rasa aman
nyaman anak sehingga ia sering malas untuk beraktivitas.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang pada dinding
(septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium kanan). Kelainan
jantung ini mirip seperti VSD, tetapi letak kebocoran di septum antara serambi kiri dan
kanan. Kelainan ini menimbulkan keluhan yang lebih ringan dibanding VSD.

Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut,
karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan
berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat
tergantung pada besar kecilnya aliran darah dan ada tidaknya gagal jantung kongestif,
peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.

VSD merupakan kelainan jantung bawaan yang tersering dijumpai, yaitu 33% dari seluruh
kelainan jantung bawaan (Rilantoro, 2003). Penelitian lain mengemukakan bahwa VSD
adalah kelainan pada 30-60% PJB dan pada 2-6 per 10000 kelahiran. VSD dapat muncul
sendiri atau muncul sebagai bagian dari Tetralogy of Fallot dan Transposisi Arteri Besar.
VSD, bersama dengan penyakit vascular pulmonal dan sianosis sering disebut sebagai
sindroma Eisenmenger.

Jantung tersusun atas lapisan-lapisan: perikardium, miokardium, endokardium. Dibungkus


oleh lapisan pericardium parietalis dan viseralis. Perikardium viseralis menempel pada
miokardium. Di antara perikardium viseralis dan parietalis terdapat cairan perikardium.

Jantung merupakan suatu ruang tertutup yang berisi cairan darah. Di dalamnya terbagi-
bagi/tersekat-sekat menjadi empat ruang jantung, yaitu serambi (atrium) kanan, serambi kiri,
bilik (ventrikel) kanan dan ventrikel kiri. Serambi kanan dan kiri dipisahkan oleh sekat atrium,
ventrikel kanan dan kiri dipisahkan oleh sekat ventrikel. Antara serambi dan ventrikel
dihubungkan sekaligus dipisahkan oleh katup atrioventrikular yang berfungsi seperti pintu.
Katup atrioventrikular yang memisahkan sekaligus menghubungkan serambi dan bilik kanan
namanya katup trikuspid, yang memisahkan sekaligus menghubungkan serambi dan bilik kiri
adalah katup mitral.
Defek septum ventrikel (VSD/Ventricular Septal Defect) adalah suatu lubang pada septum
ventrikel. Septum ventrikel adalah dinding yang memisahkan jantung bagian bawah
(memisahkan ventrikel kiri dan ventrikel kanan).

Defek septum ventrikel disebabkan oleh keterlambatan penutupan sekat intraventrikuler


sesudah kehidupan interauterin 7 minggu pertama, alasan penutupan terlambat atau tidak
sempurna belum diketahui. Kemungkinan faktor keturunan berperan dalam hal ini. Defek
septum ventrikel adalah jelas lebih sering pada bayi premature dan pada mereka yang berat
badan lahir rendah, dengan laporan insiden setinggi 7,06 per 1000 kelahiran premature
hidup (Fyler, 1996).

B. Saran

Bagi pembaca di sarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan jantung ASD/
VSD Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang bermanfaat untuk menanganinya secara
efektif dan efisien .

Mahasiswa kesehatan sebaiknya memahami dan mnegetahui konsep. Atrium septum defek
dan askep nya guna unttuk mengaplikasikan dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Perawat memiliki pengetahuan tentang ASD/ VSD untuk dapat mempengaruhi orang tua
dalam menjalani pengobatan untuk sehingga penyakit lebih berat dapat dihindari .
DAFTAR PUSTAKA

http://yuliasafwati.blogspot.sg/2013/05/makalah-asd.html

Carpenito (2000). Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Herdman, T. Heather. 2012. Buku NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC

Nurafif, Huda Amin. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan diagnosa Medis dan NANDA
NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

_________http://ASKEP / Asuhan Keperawatan Pada vsd / Ventricular Septal Defect / IMA .


Diakses pada tanggal 13 mei 2014 pukul 19.00

Aziz Alimul. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Cecily & Linda. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Hidayat,Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Cetakan Ketiga. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai