SKRIPSI
Oleh:
Irene Christina
NIM: 068114140
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
OPTIMASI SUHU PENCAMPURAN DAN KECEPATAN PUTAR
PADA PROSES FORMULASI KRIM SUNSCREEN
EKSTRAK KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.)
DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Oleh:
Irene Christina
NIM: 068114140
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
Kaki yang berlutut ‘tuk awali
hari dengan doa
akan menjadi kaki yang kuat
dan tidak tersandung
untuk berjalan
sepanjang hari…..
YOU WORK = YOU WORK
YOU PRAY = GOD WORKS
v
vi
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
Putar pada Proses Formulasi Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau (Camellia
sinensis L.) dengan Aplikasi Desain Faktorial” untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).
tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
1. Bapa, Yesus Kristus, Bunda Maria, Roh Kudus, dan Malaikat Penjagaku atas
2. Mama dan Papa, serta sanak keluarga atas dukungan, perhatian, semangat, dan
3. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
4. Ibu Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si, Apt., selaku dosen pembimbing
5. Ibu Rini Dwiastuti, S.Farm, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
6. Ibu Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji atas segala saran
vii
7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji atas segala saran dan
8. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., atas segala saran yang diberikan,
9. Seluruh tim dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas segenap
10. Pak Musrifin, Mas Bimo, Mas Agung, Pak Iswandi, Mas Otok, Pak Kayat,
Mas Sigit, Mas Wagiran, dan Pak Parlan, selaku laboran Laboratorium
11. Pak Yuwono, Pak Timbul, staf dan seluruh Petugas Keamanan Kampus III
Paingan Universitas Sanata Dharma, atas segala perhatian dan kerja samanya,
12. Dwitiya “Spongegirl” Kusuma, Eka “Plankton” Hapsari, Ika “Gajah” Rahayu,
Nisia “Gery” Anggita Lisentia, dan Reni “Nthol” Agustina, atas kebersamaan
dan dukungannya,
14. Teman-teman kelas C 2006 dan FST 2006, atas kebersamaan, dukungan, dan
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
membangun. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan bagi
Penulis
viii
ix
INTISARI
x
ABSTRACT
The aims of this research were to determine the dominant factor among
mixing temperature, mixing rate, and its interaction on the physical properties and
physical stabilities of sunscreen cream of green tea (Camellia sinensis L.) dry
extract, and the optimum area of that factors for producing good cream.
This research design was quasi-experimental with two factors of
factorial design application, which were mixing temperature and mixing rate on
low and high level. The mixing process were optimized on their physical
properties (spreadability and viscosity) and their physical stabilities (shift of
viscosity, shift of droplet size distribution, and index creaming) after one month
storage. The data were analyzed with factorial design method and Yate’s
treatment (95% level of confidence) to know the significant influence statistically
of each factor and its interaction on respons. The optimum area of factors was
showed by superimposed contour plot as the result from merged contour plots.
The result showed that the mixing temperature, mixing rate, or its
interaction did not influence spreadability, viscosity, and the shift of viscosity of
these sunscreen cream. The superimposed contour plot was showed the optimum
area of spreadability, viscosity, and shift of viscosity, which was estimated as
optimum mixing process on the level studied.
xi
DAFTAR ISI
PRAKATA .......................................................................................................vii
INTISARI ........................................................................................................... x
ABSTRACT ........................................................................................................xi
E. Tujuan ................................................................................................... 5
xii
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ................................................................. 6
A. Teh ........................................................................................................ 6
B. Krim .................................................................................................... 10
C. Sunscreen ............................................................................................ 13
F. Formula ............................................................................................... 19
G. Pencampuran ....................................................................................... 20
2. Viskositas ........................................................................................ 22
L. Hipotesis .............................................................................................. 29
xiii
2. Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau ................. 35
3. Penentuan nilai SPF ekstrak kering teh hijau secara in vitro ............. 37
5. Uji sifat fisis dan stabilitas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau .. 41
B. Penentuan Nilai SPF (Sun Protection Factor) Ekstrak Kering Teh Hijau
D. Pengujian Tipe Emulsi Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau ...... 62
E. Uji Sifat Fisis Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau ....... 63
F. Uji Stabilitas Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau ........ 70
xiv
4. Superimposed Contour Plot ........................................................... 87
A. Kesimpulan ........................................................................................ 89
B. Saran .................................................................................................. 89
LAMPIRAN ..................................................................................................... 96
xv
DAFTAR TABEL
Tabel II. Rata-rata % UV yang dihalangi pada nilai SPF tertentu .................. 14
Tabel IV. Rancangan percobaan desain faktorial dua faktor dan dua level ...... 27
....................................................................................................... 40
Tabel VI. Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak kering teh hijau ................. 45
Tabel VII. Data kadar dan absorbansi seri larutan baku kuersetin .................... 50
Tabel VIII. Hasil perhitungan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau .... 51
Tabel X. Data hasil uji sifat fisis krim sunscreen ekstrak kering teh hijau ..... 64
Tabel XI. Data hasil perhitungan efek masing-masing faktor terhadap respon .. 65
Tabel XII. Hasil analisis Yate’s treatment pada respon daya sebar ................. 66
Tabel XIII. Hasil analisis Yate’s treatment pada respon viskositas ................... 70
Tabel XV. Hasil analisis Yate’s treatment pada respon pergeseran viskositas.. 75
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5. Penetrasi radiasi sinar dengan panjang gelombang berbeda pada kulit
...................................................................................................... 17
...................................................................................................... 49
Gambar 10. Kromofor dan gugus auksokrom pada struktur kuersetin dan
epikatekin .................................................................................... 52
Gambar 11. Profil absorbansi ekstrak kering teh hijau terhadap sinar UV pada
Gambar 12. Hasil uji tipe emulsi dengan methylene blue (perbesaran 40x10) ... 57
Gambar 13. Profil pengaruh level faktor suhu pencampuran dan kecepatan putar
xvii
Gambar 14. Profil pengaruh level faktor suhu pencampuran dan kecepatan putar
Gambar 15. Profil pengaruh level faktor suhu pencampuran dan kecepatan putar
Gambar 16. Kurva nilai tengah diameter droplet vs % frekuensi pada tiap desain
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 2. Perhitungan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kering Teh Hijau ... 97
Lampiran 3. Perhitungan Nilai SPF Ekstrak Kering Teh Hijau secara In Vitro 102
Lampiran 6. Perhitungan Hasil Uji Sifat Fisis Krim Sunscreen Ekstrak Kering
xix
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
terhadap sinar UV (Syah, 2006), di mana kandungan katekin dalam teh hijau lebih
tinggi (30-40%) dibandingkan dalam teh hitam (3-10%) (Yang, Ju, Lu, Xiao, Hao,
Sang, dan Lambert, 2008). Dalam penelitian secara in vivo yang dilakukan oleh
Vayalil, Praveen, Elmets, Craig, dan Katiyar (2003) untuk mengetahui mekanisme
aseton secara topikal mampu menghalangi radiasi UV-B. Efek fotoprotektif GTP
atau EGCG diperantarai oleh: (i) stimulasi antioksidan endogen, (ii) pencegahan
rusaknya makromolekul seperti lipid dan protein oleh cahaya, (iii) penghambatan
dibandingkan dengan senyawa oxide, misalnya zinc oxide dan titanium oxide,
yang saat ini sering digunakan dalam formula produk sunscreen dengan
Selain itu, dari sejumlah penelitian yang dilakukan (cit. Anonim, 2009c),
1
2
bebas, dan juga dapat mengiritasi kulit yang sensitif. Dengan demikian, GTP
mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar sesuai (Anonim, 1995). Menurut Food and Drug Administration
merta (UV tidak dapat terpenetrasi ke dalam kulit sama sekali) seperti pada
sunblock. Selain itu, sunblock bersifat messy, opak, dan biasanya hanya dapat
diaplikasikan pada area kecil tertentu karena meninggalkan warna putih pada
oxide atau zat aktif lainnya dalam ukuran mikro (Helmenstine, 2009). Selama ini,
dibandingkan lotion, sehingga krim dapat melekat lebih lama di kulit. Dalam
(Voigt, 1994). Proses pencampuran dapat mempengaruhi stabilitas dan sifat fisis
sediaan (Nielloud, dan Mesters, 2000). Suatu sediaan krim yang baik secara fisis
(Nielloud, dan Mesters, 2000). Namun, faktor yang berpengaruh besar dan relatif
putar, dan lama pencampuran. Kecepatan putar dapat mempengaruhi gaya geser
pada krim yang dapat mengubah sifat fisis krim (Amiji, dan Sandmann, 2003).
mempengaruhi sifat fisis krim (Nielloud, dan Mesters, 2000). Pada penelitian
paling dominan dalam mempengaruhi sifat fisis dan stabilitas sediaan krim
kecepatan putar pada proses formulasi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
(Camellia sinensis L.) dengan aplikasi desain faktorial, di mana formula yang
interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar, sehingga diketahui faktor
dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas sediaan krim. Area komposisi
optimum suhu pencampuran dan kecepatan putar, terbatas pada level yang diteliti,
dari setiap faktor dan interaksinya dalam mempengaruhi respon. Penelitian ini
formulasi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau sehingga diperoleh sediaan
B. Perumusan Masalah
suhu pencampuran dan kecepatan putar terhadap sifat fisis dan stabilitas
2. Apakah ada area optimum proses pencampuran krim sunscreen ekstrak kering
C. Keaslian Penelitian
Formulasi Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
5
dengan Aplikasi Desain Faktorial” sesuai dengan metode penelitian ini belum
pernah dilakukan.
D. Manfaat Penelitian
optimasi proses pencampuran krim. Secara praktis penelitan ini bermanfaat untuk
mengetahui pengaruh suhu pencampuran dan kecepatan putar mixer dalam proses
pencampuran krim terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan krim tersebut.
E. Tujuan
antara suhu pencampuran dan kecepatan putar terhadap sifat fisis dan stabilitas
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Teh
(Anonim, 1989). Dari 2 g teh hijau yang dimasak dalam 200 ml air panas
mengandung 500-700 mg zat yang dapat terekstraksi dengan air, di mana 30-40%
di antaranya merupakan katekin (flavanol). Polifenol pada teh hijau dan teh hitam
berupa epikatekin atau derivat epikatekin. Teh hitam mengandung 3-10% katekin.
Jenis epikatekin dalam teh hijau, yaitu epikatekin (EC), epikatekin-3-galat (ECG),
katekin. EGCG merupakan kandungan terbesar dalam teh hijau, yaitu komponen
aktif sebagai pelindung kulit terhadap sinar UV dan menghambat kerusakan DNA
yang diinduksi radiasi UV. (Svobodova, Psotova, dan Walternova, 2003; Syah,
Menurut Lucida (cit., Lucida, H., 2007) katekin bersifat asam lemah,
sukar larut dalam air, dan sangat tidak stabil di udara terbuka, mudah teroksidasi
pada pH mendekati netral (pH 6,9) dan lebih stabil pada pH lebih rendah (2,8 dan
4,9), serta juga mudah terurai oleh cahaya dengan laju reaksi lebih besar pada pH
higroskopis. Kelarutan EGCG dalam aqueous paling tinggi pada pH 5-7. EGCG
sebagian besar larut dalam 50% etanol. Pada suatu penelitian, kestabilan EGCG
diteliti dengan konsentrasi EGCG 10 mg/ml pada range pH 4-9 dan diketahui
6
7
bahwa stabilitas tertinggi diperoleh jika EGCG berada pada pH 5 (Kellar, Poshni,
HO O
OH
HO O
O C OH
OH
OH O
OH OH
(a) (b)
OH
OH
OH
OH
HO O
OH
HO O OH
OH
O C OH
OH
OH O
OH OH
(-)-Epigallocatechin (-)-E pigallocatechin-3-gallate
(c) (d)
kaempferol, dan myricitin, dan juga senyawa nitrogenous seperti kafein dan
dengan molekul gula) dan sedikit dalam bentuk aglikonnya. Pada teh hijau
terdapat myricetin 0,83-1,59 g/kg; kuersetin 1,79-4,05 g/kg; dan kaempferol 1,56-
3,31 g/kg (Hartoyo, 2003; Yang et al., 2008). Kuersetin menghambat rantai
oksidasi pada tahap inisiasi dan mencegah propagasi, dengan menangkap radikal
R2
OH
HO O
R3
R1
OH O
Myricetin: R1 = R2 = R3 = OH
Kuersetin: R1 = R2 = OH, R3 = H
Kaempferol: R1 = OH, R2 = R3 = H
paling larut dalam cairan penyari yang kurang polar daripada air. Pemilihan
pelarut yang disarankan ialah campuran air dan metanol, etanol atau aseton
menjadi radikal fenoksil (Janeiro dan Brett, 2004). Sifat antioksidan polifenol
meningkat sesuai dengan reaktivitasnya sebagai donor elektron atau hidrogen dan
reaksi).
Dalam penelitian secara in vivo yang dilakukan oleh Vayalil et al. (2003)
untuk mengetahui mekanisme antikarsinogenik dari ekstrak teh hijau (Green Tea
9
pemberian GTP dalam aseton secara topikal mampu menghalangi radiasi UVB
glutathione reductase, infiltrasi dari leukosit pada inflamasi, dan produksi nitrit
oksida serta H2O2 pada kulit tikus dan kulit manusia. Efek fotoprotektif GTP atau
catalase dan glutathione (GSH), (ii) gejala oxidative stress seperti peroksidasi
lipid, dan pembentukan protein karbonil, dan (iii) fosforilasi protein mitogen
activated protein kinases (MAPK) secara in vivo pada tikus. Efek fotoprotektif
GTP atau EGCG diperantarai oleh: (i) stimulasi antioksidan endogen, (ii)
pencegahan rusaknya makromolekul seperti lipid dan protein oleh cahaya, (iii)
kulit seperti krim pelembap, lotion perawatan kulit, dan sunscreen, untuk
mencegah efek radiasi UV. Proteksi yang diberikan oleh teh hijau bekerja pada sel
kandungan dalam teh hijau menyebabkan sel abnormal membunuh dirinya sendiri,
di mana hal ini telah terprogram dalam sel tersebut untuk mencegah pertumbuhan
sel yang abnormal. Teh hijau menghambat UVB dalam menginduksi respon
10
eritema pada kulit. Dalam waktu bersamaan, teh hijau mendukung produksi
melanin, yang merupakan proteksi alami kulit terhadap sunburn. Teh hijau
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tim dari departemen Oral
DNA. Selain itu, juga diketahui bahwa polifenol memicu kematian sel kanker
tanpa membahayakan sel yang masih sehat. Peneliti juga melaporkan bahwa
polifenol teh hijau tidak diabsorbsi oleh lapisan di bawah epidermis sehingga
manfaatnya hanya terbatas pada lapisan kulit terluar. Hal ini penting karena sel-sel
kulit selalu memperbaharui diri secara konstan, dengan cepat membelah hingga
semakin lambat dan mulai mengalami kematian. Ketika terpapar EGCG, sel-sel
tua di bagian lapisan atas epidermis tersebut mulai tampak membelah kembali.
B. Krim
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Anonim, 1995). Tipe
11
krim yaitu tipe air dalam minyak (A/M) dan tipe minyak dalam air (M/A) (Allen,
1999).
Krim terdiri atas fase internal (fase terdispersi), fase eksternal (fase
koalesen. Barrier tersebut dapat berupa physical barrier atau electrostatic barrier,
atau gabungan keduanya. Barrier tersebut dapat atau tidak dapat mempengaruhi
tegangan antarmuka dan merupakan lapisan film pada antarmuka dan dapat dibagi
a) Monomolecular films
ini dapat terhindar dari koalesen antara droplet-droplet yang saling mendekat.
Emulsifying agent ini digunakan pada emulsi tipe minyak dalam air ataupun
b) Multimolecular films
potensial permukaan. Tipe ini biasanya membentuk emulsi tipe minyak dalam
hidroksida) mengandung partikel solid kecil yang terbasahi oleh fase aqueous
membentuk physical barrier. Tipe ini dapat membentuk salah satu dari tipe
emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak (Prokai et al., 2004).
Gambar 3. Emulsifier pada antarmuka air dan minyak (Prokai et al., 2004)
13
tipe minyak dilelehkan terlebih dahulu, dan komponen air yang tahan terhadap
pemanasan dipanaskan secara terpisah pada suhu yang sama. Kemudian fase air
C. Sunscreen
(Stanfield, 2003). Menurut Food and Drug Administration (1999b), bahan aktif
UV menembus kulit. Contohnya, zink oksida dan titanium dioksida. Bahan ini
menyebabkan kulit tampak mengkilap tetapi dapat mengiritasi pada kulit yang
menghamburkan radiasi.
dan lain sebagainya. Chemical sunscreen berikatan dengan protein kulit dan
14
menyerap UVB (Anonim, 2008b; Dureja, Kaushik, Gupta, Kumar, dan Lather,
2009).
perlindungan (efektivitas) suatu produk sunscreen terhadap sinar UV. Nilai dari
minimal energi yang dibutuhkan untuk terjadinya eritema) dari kulit yang
dilindungi sunscreen dengan MED dari kulit yang tidak dilindungi sunscreen.
(Mitsui, 1997).
Food and Drug Administration (FDA) membagi level SPF menjadi tiga
kategori, yaitu:
dengan sinar matahari yang sesungguhnya. Dengan kata lain, semua panjang
sunburn. Jika waktu yang diperlukan untuk menimbulkan kemerahan pada kulit
yang tidak terlindungi dengan menggunakan radiasi dengan intensitas I0 adalah t0,
pada kulit yang terlindungi sunscreen dengan intensitas radiasi I adalah t, maka:
……………………………............. (1)
kurva absorbsi pada seluruh range panjang gelombang spesifik berbanding lurus
……………………………………………. (2)
(Petro, 1981)
berikut:
………………………………………….. ……..(3)
16
maka,
………………………………… (4)
As = absorbansi sebagai sunscreen
Aave = absorbansi rata-rata (Petro, 1981)
1. UVA (320-400 nm) terletak pada akhir spektrum UV. Resiko menyebabkan
sunburn lebih kecil daripada UVB. Radiasi UVA menembus kulit lebih dalam
Beberapa UVA sun blocking agent hanya menutup UVA-1 atau UVA-2
2. UVB (290-320 nm) terletak pada bagian tengah spektrum UV. UVB
wrinkle karena sebagian besar UVB diabsorbsi pada epidermis (lapisan kulit
terluar) dan tidak mencapai dermis di mana kerutan terbentuk. Selain itu, juga
3. UVC (200-280 nm) terletak pada awal spektrum UV. Radiasi UVC paling
berbahaya. Seluruh UVC diabsorbsi oleh gas pada atmosfer sebelum mencapai
bumi. Selama lapisan ozon tidak rusak maka bahaya dari UVC tidak perlu
Gambar 5. Penetrasi radiasi sinar dengan panjang gelombang berbeda pada kulit (Mitsui,
1997)
UV dihamburkan dan diabsorbsi oleh struktur kulit dan struktur penyusun kulit itu
sendiri untuk mengurangi jumlah yang mencapai lapisan kulit yang lebih dalam.
18
Melanin yang diproduksi oleh melanosit pada lapisan basal sangat efektif untuk
yang dikontrol oleh DNA dalam sel kulit, tetapi jika DNA rusak karena paparan
sinar matahari berlebih, maka sel-sel kulit tumbuh tidak terkontrol yang dapat
makromolekul penting, seperti protein, lipid, dan DNA yang dapat menyebabkan
oxidative stress melalui fosforilasi atau mengaktivasi enzim protein kinase melalui
merupakan mediator transduksi sinyal dari permukaan sel menuju nukleus dan
berperan utama dalam pembentukan dan koordinasi respon gen. MAPK dibedakan
(JNK) dan p38. ERK diaktivasi oleh sinyal mitogenik, JNK dan p38 diaktivasi
oleh kondisi lingkungan seperti radiasi UV, sitokin sebagai agen inflamasi, suhu
tinggi, dan agen perusak DNA. Aktivasi sementara waktu pada ERK
terutama pada kondisi teroksidasi. Fosforilasi JNK dan p38 dapat menyebabkan
MAPK merupakan target penting dari reactive oxygen species (ROS) (Vayalil et
al., 2003).
F. Formula
emulsifying agent dan solubilizing agent. Dalam krim, sebagian asam stearat
dalam formulasi krim sebesar 20%. Titik leleh asam stearat ≥540C. Asam stearat
Jika dicampur sebanding dengan asam lemak seperti asam stearat atau
digunakan sebagai emulsifying agent membentuk emulsi minyak dalam air yang
bersifat larut dalam air, dan dapat menjadi coklat jika terpapar udara dan cahaya.
Jika dicampur dengan asam stearat dalam jumlah banyak maka akan membentuk
garam yang larut dalam air dan bersifat sebagai sabun (Anonim, 1983).
krim. Dalam emulsi minyak dalam air, setil alkohol meningkatkan stabilitas
dengan bergabung bersama emulsifying agent yang larut dalam air. Kombinasi ini
ini mencegah koalesen droplet. Titik leleh setil alkohol antara 45-520C, dan tidak
larut dalam air tetapi dapat bercampur dengan lelehan lemak (Anonim, 1983).
20
agent, atau chelating agent. Asam sitrat bersifat sangat larut dalam air (Anonim,
1983).
Span 80 memiliki nilai HLB = 4,3 dan Tween 80 memiliki nilai HLB =
15 (Allen, 1999).
rantai sedang, di mana 40-50% merupakan asam laurat yang memiliki aktivitas
antiviral terbesar dan 6-7% merupakan asam kaprik yang juga memiliki aktivitas
antiviral dan antibakteri. Tubuh akan mengubah asam laurat menjadi turunan
untuk menghancurkan lapisan lipid virus dan bakteri patogen (Anonim, 1996).
menuju epidermis untuk menghambat hidrasi kulit, atau dengan mengabsorpsi air
G. Pencampuran
atau lebih bahan, dengan prinsip penyusupan partikel bahan yang satu di antara
21
pencampuran agar senyawa dengan titik leleh tinggi tidak memadat atau
mengkristal terlalu cepat (Lieberman, Rieger, dan Banker, 1996). Sifat fisis
emulsi dapat dipengaruhi oleh suhu, kecepatan geser (kecepatan putar), tegangan
Mesters, 2000).
1. Campuran positif, di mana campuran terjadi secara spontan, tidak ada energi
yang diperlukan jika waktu pencampuran tidak terbatas, tetapi jika diberi
komponen agar tetap terdispersi. Contohnya adalah emulsi, krim, dan suspensi
1. Daya Sebar
jawab untuk ketepatan transfer dosis atau melepaskan bahan atau obatnya, dan
2. Viskositas
menjadi dua yaitu sistem Newton dan sistem non–Newton. Tipe alir plastik,
(Jambhekar, 2004).
I. Uji Stabilitas
creaming, coalescens, dan breaking (Friberg, Quencer, dan Hilton, 1996). Derajat
23
stabilitas krim dapat ditentukan dengan mengukur perubahan sifat fisis sediaan.
1. Faktor eksternal:
toksisitas.
b) Suhu
Suhu yang tinggi dapat mempercepat reaksi fisika dan kimia sehingga
Permasalahan yang ditimbulkan oleh suhu tinggi atau sangat rendah dapat
distribusi produk.
fisik produk sehingga produk menjadi lebih lunak atau lengket, atau
mikroorganisme.
f) Mikroorganisme
Produk yang mengandung air seperti emulsi, gel, suspensi, dan larutan
2. Faktor internal:
Perubahan yang terjadi pada penampilan fisik dan dapat diamati seperti
reaksi hidrolisis.
2005).
pembuatan, untuk memvalidasi peralatan baru atau proses produksi, saat terjadi
perubahan signifikan pada bahan baku yang digunakan, dan saat terjadi perubahan
signifikan pada bahan pengemas yang kontak langsung dengan produk (Anonim,
2005).
kondisi yang telah ditentukan, di mana produk tersebut masih memenuhi standar.
Uji stabilitas fisik krim meliputi penampilan, bau, viskositas, distribusi ukuran
memiliki konsistensi atau sifat alir yang sesuai dan dapat memperkirakan
viskositas antarfase, dan jenis serta jumlah emulgator yang digunakan (Anonim,
2005).
memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih
efek signifikan dari beberapa faktor dan interaksinya. Dalam desain faktorial
dikenal istilah faktor, level, efek, dan respon. Faktor adalah setiap besaran yang
mempengaruhi respon. Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Level
yang digunakan pada percobaan dengan metode desain faktorial adalah level
rendah dan level tinggi. Efek merupakan perubahan respon yang disebabkan oleh
variasi tingkat dari faktor. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan
efeknya. Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor yang masing-masing
diuji pada level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain
suatu percobaan untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh secara dominan
27
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor dibutuhkan empat percobaan (2n =
Tabel IV. Rancangan percobaan desain faktorial dua faktor dan dua level
Formula Faktor A Faktor B Interaksi
1 - - +
a + - -
b - + -
ab + + +
Keterangan : (-) = level rendah
(+) = level tinggi
Formula 1 = faktor A level rendah, faktor B rendah
Formula a = faktor A level tinggi, faktor B rendah
Formula b = faktor A level rendah, faktor B tinggi
Formula ab = faktor A level tinggi, faktor B tinggi
Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada
level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungannya adalah
sebagai berikut :
1. ................... (6)
2. ................... (7)
K. Landasan Teori
katekin dalam teh hijau, teh hijau merupakan salah satu bahan alam yang patut
seperti protein, lipid, dan DNA yang dapat menyebabkan terjadinya beberapa
diperoleh sediaan krim dengan sifat fisis dan stabilitas sesuai dengan syarat
sediaan krim yang ditentukan. Sifat fisis emulsi dipengaruhi suhu, kecepatan
putar, tegangan geser, tegangan, dan waktu pencampuran (Nielloud, dan Mesters,
kemungkinan pemadatan atau kristalisasi terlalu cepat dari senyawa dengan titik
menurun pada suhu tinggi (Lieberman et al., 1996). Emulsi tergolong dalam tipe
29
putar dilihat terhadap sifat fisis (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas setelah
creaming pada krim) sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau (Camellia
sinensis L.).
L. Hipotesis
fisis dan stabilitas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.).
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Variabel Penelitian
a) Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah suhu pencampuran (450C dan
b) Variabel Tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik (daya sebar
2. Definisi Operasional
a) Krim sunscreen ekstrak kering teh hijau adalah sediaan setengah padat
sebagai penyerap sinar UV dari ekstrak kering teh hijau, fase air, dan fase
30
31
b) Ekstrak kering teh hijau adalah ekstrak kering daun teh hijau (Camellia
sinensis L.) berupa serbuk halus berwarna kuning kecoklatan, berbau khas
teh, berasa pahit diikuti rasa kelat pada lidah, dan mengandung sejumlah
digunakan saat mencampur fase minyak dan fase air dalam formulasi krim,
g) Kecepatan putar adalah kecepatan terukur pada keadaan tanpa beban dan
digunakan pada pencampuran fase minyak dan fase air dalam formulasi
h) Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini ada dua
level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level suhu pencampuran
dinyatakan dalam derajat suhu (level rendah = 450C; level tinggi = 650C).
j) Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi faktor dan level.
k) Sifat fisis krim adalah parameter untuk mengetahui kualitas krim secara
pemberian gaya.
p) Daya sebar adalah diameter penyebaran 1 gram krim setelah 1 menit pada
alat uji daya sebar yang diberi pemberat sehingga berat kaca bulat dan
q) Daya sebar optimal adalah daya sebar yang mendukung kemudahan krim
untuk dioleskan saat diaplikasikan di kulit. Daya sebar optimal adalah 5-7
cm.
s) Ukuran droplet adalah diameter yang terjauh pada tiap droplet yang
v) Contour plot adalah grafik respon sifat fisik dan stabilitas krim untuk
semua arsiran dalam contour plot yang diprediksi sebagai area optimum.
x) Area optimum adalah area kondisi yang menghasilkan krim dengan daya
sebar 5-7 cm, viskositas 22-64 dPa s, persen pergeseran viskositas (setelah
Bahan yang digunakan adalah ekstrak kering teh hijau (PT Sido Muncul
perfume (minyak melati), etanol 90%, aseton 75%, Na2CO3 (pro analysis-Merck
thermometer, gelas pengaduk, cawan porselin, labu ukur, gelas ukur, gelas
timbang, Beaker glass, tabung berskala, glassfirn, pipet tetes, pipet ukur, pipet
penutup, stopwatch, kaca bulat berskala, anak timbangan, viscometer seri VT-04
75% dalam labu ukur 10,0 mL hingga tanda. Sebanyak 0,50 mL larutan
tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL. Kemudian
menit. Kemudian dibuat kurva hubungan absorbansi dan waktu, dan dicari
75% dalam labu ukur 10,0 mL hingga tanda. Sebanyak 0,50 mL larutan
tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL. Kemudian
kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang
36
sampai diperoleh volume 50,0 mL. Seri larutan baku kuersetin dibuat dalam
konsentrasi 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; dan 0,7 mg/mL dalam aseton 75%.
Sebanyak 0,50 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur
Na2CO3 1,9M dan diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan divortex
ukur 25,0 mL, kemudian dilarutkan dengan aseton 75% dan diencerkan hingga
tanda. Sebanyak 1,0 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu
ukur 50,0 mL, kemudian diencerkan dengan akuades hingga tanda. Sebanyak
0,50 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL,
1,9M dan diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan divortex selama
dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur pada
Kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau dihitung dengan menggunakan
polifenol teh hijau, kemudian dilarutkan dengan etanol 90% dalam labu ukur
dan dimasukkan dalam labu ukur 10,0 mL, kemudian diencerkan dengan
Larutan stok polifenol teh hijau 30 mg% diambil sebanyak 2,0; 4,0
dan 6,0 mL, kemudian diencerkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 10,0
mL sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 6,0; 12,0 dan 18,0 mg%.
38
………………………………. (9)
Ap = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang
gelombang yang berurutan
A(p-a) = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang
gelombang yang berurutan
λp = panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang yang
berurutan
λ(p-a) = panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang yang
berurutan
dengan menjumlahkan semua harga AUC. Harga Sun Protection Factor (SPF)
……………………………………….. (10)
λn = panjang gelombang terbesar di antara panjang gelombang 290 nm hingga di atas
290 nm yang mempunyai nilai absorbansi 0,050
λ1 = panjang gelombang terkecil (290 nm)
(Petro, 1981)
39
a. Formula
Formula yang digunakan sebagai krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
Formula standar:
Fase A: Asam stearat dan setil alkohol dilelehkan pada suhu 700C
tersebut diangkat dari atas waterbath dan dimasukkan ke dalam baskom berisi
air. Larutan asam sitrat ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk.
Selanjutnya ditambahkan larutan ekstrak kering teh hijau sedikit demi sedikit
homogen dan dingin. Selanjutnya dituang dalam wadah krim. Untuk tiap
5. Uji sifat fisis dan stabilitas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
a) Metode Warna
Beberapa tetes suatu larutan bahan pewarna dalam air (methylene blue)
maka terdapat tipe krim M/A, oleh karena air adalah fase luar (Voigt,
1994).
b) Metode Pengenceran
Sedikit air diberikan ke dalam sebuah contoh kecil krim dan setelah
maka terdapat tipe M/A, pada jenis A/M hasilnya berkebalikan. Cara lain:
wadahnya dikocok perlahan), maka terdapat tipe M/A, 1 tetes krim tipe
Uji daya sebar dilakukan 48 jam setelah pembuatan. Cara: 1,0 gram
krim diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas krim diletakkan kaca
bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram,
2002).
c. Uji Viskositas
200 gram krim dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portabel
jam setelah krim dibuat, dan setelah krim disimpan selama 1 bulan (Hariyadi,
…... (11)
d. Uji Mikromeritik
benda pada mikroskop. Amati ukuran droplet yang terdispersi pada krim.
kemudian ganti dengan perbesaran kuat. Catat diameter terjauh dari tiap
(Aulton, 2002).
………… (12)
ekstrak kering teh hijau dianalisis dengan menggunakan metode desain faktorial
sehingga diketahui besar efek dan faktor dominan dari faktor suhu pencampuran
dan kecepatan putar pada level rendah dan level tinggi, serta interaksinya terhadap
43
sifat fisis yang diukur. Berdasarkan data tersebut dihitung pula persamaan desain
satu metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara objektif efek
dari besaran yang berpengaruh terhadap kualitas produk (Amstrong, dan James,
1996).
respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep
1. ................... (6)
2. ................... (7)
respon, dapat dibuat contour plot untuk setiap respon pada level faktor suhu
pencampuran dan kecepatan putar yang diteliti. Area komposisi optimum, terbatas
pada level yang diteliti, didapat dari penggabungan contour plot tiap respon
respon, serta ada/tidaknya hubungan tiap faktor dan interaksinya terhadap respon,
pengaruh (pengaruh dominan) suhu pencampuran dan kecepatan putar pada level
tertentu terhadap respon, serta ada hubungan antara faktor dan respon. Hipotesis
null (H0) merupakan negasi Hi. Hi diterima dan H0 ditolak jika harga F hitung >
Muth, 1999).
BAB IV
Ekstrak kering teh hijau yang digunakan berasal dari PT Sido Muncul-
sebagai verifikasi terhadap kadar katekin total yang tertera dalam Certificate of
Analysis (CoA). Dalam CoA tertera kadar katekin total dalam ekstrak teh hijau
karena metode ini sederhana, cepat dan sensitif terhadap senyawa pereduksi
terlebih dahulu dilakukan penetapan Operating Time (OT) dan penetapan panjang
45
46
OH
HO O
OH
OH O
2 - ( 3 ,4 - D i h y d r o x y - p h e n y l ) - 3 , 5 ,7 - t r i h y d r o x y - c h r o m e n - 4 - o n e
( Q u e r c e ti n e )
OH
OH
OH
OH
HO O
OH
HO O
O C OH
OH
OH O
OH OH
(a) (b)
OH
OH
OH
OH
HO O
OH
OH
HO O
OH
O C OH
OH
OH O
OH OH
(c) (d)
Gambar 6. Perbandingan struktur kimia kuersetin dengan struktur kimia katekin: (a)
epikatekin (EC); (b) epikatekin-3-galat (ECG); (c) epigalokatekin (EGC); dan (d)
epigalokatekin-3-galat (EGCG) (Svobodova et al., 2003)
struktur kimia mirip dengan katekin (Gambar 6) karena kuersetin dan katekin
itu, kuersetin juga terdapat dalam teh hijau dan dilihat dari strukturnya terdapat
dan polifenol lainnya dalam teh hijau). Sehingga kuersetin dipilih sebagai
dan panjang gelombang 726 nm, diperoleh OT antara 50-120 menit. Penentuan
time drive 120 menit berdasarkan hasil orientasi penelitian Cahyono (2008).
yang akan diukur absorbansinya berwarna hijau kebiruan, di mana warna hijau
komplemen warna dari warna yang diserap, jadi jika warna merah (610-750 nm)
diabsorbsi dari sinar putih yang melewati sampel maka warna yang teramati
sebagai hasil reaksi antara kuersetin dan reagen Folin-Ciocalteu sudah stabil
sehingga absorbansi yang dihasilkan juga stabil. Pada saat awal terjadinya reaksi,
absorbansinya juga turun. Oleh karena itu, pengukuran senyawa berwarna sebagai
absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer terpenuhi; (iii)
pemasangan ulang panjang gelombang akan sangat kecil (Rohman, 2007). Hukum
yang melalui suatu larutan berwarna berbanding lurus dengan panjang larutan
tidak bergantung pada intensitas sumber cahaya, dan absorbsi cahaya sebanding
Tabel VII. Data kadar dan absorbansi seri larutan baku kuersetin
Kurva Baku Kuersetin
Seri Penetapan 1 Penetapan 2 Penetapan 3
Kadar Absorbansi Kadar Absorbansi Kadar Absorbansi
(mg%) (mg%) (mg%)
1 10,098 0,255 10,176 0,254 10,148 0,230
2 20,196 0,288 20,352 0,315 20,296 0,291
3 30,294 0,470 30,528 0,461 30,444 0,501
4 40,392 0,600 40,704 0,623 40,592 0,599
5 50,490 0,731 50,880 0,812 50,740 0,758
6 60,588 0,835 61,056 0,851 60,888 0,798
A 0,0939 0,0889 0,0956
B 0,0123 0,0130 0,0122
r 0,9915 0,9872 0,9862
kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau karena nilai r = 0,9915 merupakan
koefisien korelasi yang paling mendekati nilai r =1 sehingga kurva yang terbentuk
0,9872; 0,9862) lebih besar dari nilai r tabel dengan taraf kepercayaan 95%, yaitu
0,878.
Hasil perhitungan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau (Tabel
kuersetin. Hasil ini memiliki selisih sebesar 2,9344 ± 1,2337 % dari kadar
polifenol dalam ekstrak kering teh hijau yang tertera pada CoA.
Tabel VIII. Hasil perhitungan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau
Replikasi Kadar (% b/b)
1 15,0333
2 16,8744
3 17,1024
4 16,2802
5 14,8393
6 14,0439
Rata-rata 15,6956
Standar Deviasi 1,2337
untuk menentukan jumlah ekstrak kering teh hijau yang dibutuhkan dalam
formula krim agar memiliki efek sebagai sunscreen dengan nilai SPF tertentu.
1997). Dengan demikian, penentuan nilai SPF dari ekstrak kering teh hijau
ekstrak tersebut terhadap radiasi UV. Sunscreen ialah bahan kimia yang menyerap
sebelum terpenetrasi ke kulit (Stanfield, 2003). Untuk dapat melindungi kulit dari
paparan radiasi UV sebagaimana efek sediaan sunscreen, maka ekstrak kering teh
panjang gelombang sinar UV-B (290-320 nm) dan/atau UV-A (320-400 nm).
Oleh karena itu, penentuan nilai SPF secara in vitro dilakukan dengan mengukur
absorbansi ekstrak kering teh hijau pada panjang gelombang 290 nm hingga
gelombang yang dapat mencapai kulit dengan nilai absorbansi >0,05 dianggap
Keterangan: : kromofor
: gugus auksokrom
Gambar 10. Kromofor dan gugus auksokrom pada struktur kuersetin dan epikatekin: (a)
epikatekin (EC); (b) epikatekin-3-galat (ECG); (c) epigalokatekin (EGC); dan (d)
epigalokatekin-3-galat (EGCG)
53
Untuk melihat apakah ekstrak kering teh hijau yang digunakan mampu
menyerap sinar UV, dilakukan scanning absorbansi ekstrak kering teh hijau pada
ekstrak kering teh hijau memiliki peak absorbansi pada panjang gelombang 275
kromofor dan gugus auksokrom, seperti tampak pada gambar 10, sehingga
mampu menyerap sinar UV. Dengan demikian, ekstrak kering teh hijau yang
sunscreen.
Gambar 11. Profil absorbansi ekstrak kering teh hijau terhadap sinar UV pada panjang
gelombang 250-400 nm
nilai SPF berdasarkan radiasi polikromatis, yang ternyata nilai SPF terukur tidak
jauh berbeda dengan nilai SPF yang diprediksi. Penelitian tersebut menggunakan
khususnya sinar UV, diperhitungkan dalam penentuan nilai SPF yang dilakukan.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai SPF ekstrak kering teh hijau (tabel
VII) diperoleh bahwa kenaikan kadar ekstrak kering teh hijau sebanding dengan
kenaikan nilai SPF yang terukur. Nilai dari SPF merupakan perbandingan antara
Minimal Erythema Dose (MED = jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk
terjadinya eritema) dari kulit yang dilindungi sunscreen dengan MED dari kulit
mg% b/v sebagai kadar polifenol yang akan diformulasikan dalam sediaan krim
sunscreen ekstrak kering teh hijau dengan berat ekstrak teh hijau yang diperlukan
sebanyak 71,3882 mg. Kadar polifenol 12,1882 mg% b/v dipilih sebagai kadar
ekstrak kering teh hijau tersebut, maka diharapkan sediaan krim sunscreen yang
dibuat memiliki nilai SPF sebesar 14,7451, di mana perlindungan yang diberikan
55
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Anonim, 1995).
Ekstrak kering teh hijau bersifat larut dalam air, tetapi katekin (polifenol
flavonoid) yang terkandung di dalamnya sukar larut dalam air (Lucida, 2006 cit.,
akan terdapat dalam fase minyak, di mana droplet-droplet minyak akan terdispersi
dalam fase air. Basis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan basis tercuci
air (water-removable atau water-washable bases) karena dilihat dari bahan yang
digunakan terdapat asam stearat (asam lemak) dan trietanolamin (basa kuat) yang
kering teh hijau yang dibuat terdiri atas asam stearat, Virgin Coconut Oil (VCO),
setil alkohol, Span 80, Tween 80, gliserin, trietanolamin, asam sitrat, nipagin, dan
akuades. Fase minyak yang digunakan adalah asam stearat dan VCO. Ekstrak
kering teh hijau ditambahkan dalam bentuk larutan ekstrak kering dalam akuades
perhitungan SPF, maka ekstrak teh hijau yang ditambahkan ke dalam basis
diharapkan sediaan krim sunscreen yang dibuat memberikan nilai SPF 14,7451.
56
Asam stearat dan setil alkohol berwujud padat sehingga perlu dilelehkan
dilakukan di atas waterbath pada suhu 700C, jauh di atas titik leleh setil alkohol
adalah 45-520C dan titik leleh asam stearat adalah ≥540C (Anonim, 1983) untuk
menjaga agar fase minyak tidak cepat memadat selama penuangan fase minyak ke
dalam fase air. Asam stearat akan bereaksi dengan trietanolamin membentuk
(gliserol)
fase minyak dan fase air dapat bercampur. Trietanolamin stearat merupakan sabun
monovalen yang membentuk krim tipe minyak dalam air (Anief, 2000). Adanya
80 (nilai HLB = 4,3) dan Tween 80 (nilai HLB = 15) (Allen, 1999). Span 80 dan
pada permukaan droplet tidak memiliki repulsive force seperti pada surfaktan
maka digunakan pula asam stearat dan trietanolamin stearat yang bereaksi
sehingga konformasi polimer berubah menjadi lebih renggang akibat adanya gaya
80 dan Tween 80, yaitu sebesar 10,72, maka tipe emulsi yang dihasilkan adalah
emulsi minyak dalam air (M/A) (Allen, 1999). Dengan demikian, secara teoritis,
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang dihasilkan merupakan tipe minyak
dalam air karena untuk membentuk tipe emulsi minyak dalam air diperlukan nilai
HLB = 8-18 (Allen, 1999). Hal ini didukung dengan hasil pengujian tipe krim
yang dilakukan (Gambar 12), di mana pewarna methylene blue terdapat pada
lapisan luar droplet dan dengan pengadukan krim menyebar dalam air. Krim
sunscreen tipe minyak dalam air akan memberikan nilai acceptability yang lebih
di mata konsumen karena tidak memberikan rasa lengket dan berminyak sehingga
Droplet minyak
Fase air
Gambar 12. Hasil uji tipe emulsi dengan methylene blue (perbesaran 40x10)
setil alkohol memiliki nilai rHLB = 15,5 dan coconut oil (VCO) memiliki nilai
rHLB = 5 (Courtney, 1997) untuk membentuk emulsi tipe minyak dalam air.
Sehingga nilai total rHLB yang diberikan campuran tersebut adalah 10,50. Nilai
58
rHLB campuran ini, mendekati nilai HLB campuran Span 80 dan Tween 80, yaitu
occlusive, di mana asam stearat yang merupakan asam lemak akan membentuk
peran polifenol (katekin) dalam ekstrak teh hijau sebagai antioksidan, yaitu
saat krim sunscreen diaplikasikan, polifenol (katekin) dalam ekstrak teh hijau
Selain itu, VCO berfungsi pula sebagai antimikrobia (antibakteri, antivirus, dan
VCO mengandung asam lemak rantai sedang, di mana 40-50% merupakan asam
laurat yang memiliki aktivitas antiviral terbesar dan 6-7% merupakan asam kaprik
yang juga memiliki aktivitas antiviral dan antibakteri. Tubuh akan mengubah
asam laurat menjadi turunan asam lemak (monolaurin) dan asam kaprik menjadi
antiprotozoa yang digunakan untuk menghancurkan lapisan lipid virus dan bakteri
patogen (Anonim, 1996). VCO tidak akan mempengaruhi aktivitas flora baik di
kulit, tetapi berbahaya bagi bakteri patogenik. VCO juga melindungi kulit dari
emulsifying agent dan stiffening agent. Pada formulasi krim, setil alkohol
konsistensinya (stiffening agent) (Anonim, 1983). Pada emulsi tipe M/A, setil
(surfaktan nonionik) dengan emulsifying agent yang larut dalam air, dalam
nonionik (setil alkohol) dengan nonionik polimer (Tween 80) ini akan membentuk
emulsi yang dihasilkan lebih stabil. Setil alkohol berfungsi sebagai co-surfactant
hidrasi kulit, atau dengan mengabsorpsi air dari lingkungan luar kulit. Sebagai
fleksibilitas kulit (Tan, 2009). Pada kulit yang terpapar radiasi UV, terutama UV-
A, pelembab diperlukan untuk mencegah efek kering pada kulit akibat paparan
chelating agent. Sebagai acidifying agent, asam sitrat diperlukan untuk mengatur
pH krim sunscreen menjadi asam (pH < 7) agar ekstrak teh hijau stabil selama
penyimpanan karena katekin merupakan polifenol yang bersifat asam lemah dan
stabil pada pH 4-5. Selain itu, pH krim harus berada pada rentang pH kulit, yaitu
antara 4,5-6,5 (Galzote, Suero, dan Govindarajan, 2007) agar tidak menimbulkan
iritasi dilihat dari pH-nya yang sesuai pH kulit manusia dan masih dalam range
berfungsi sebagai donor hidrogen yang akan menstabilkan senyawa radikal. Pada
pH rendah (asam), dengan adanya asam sitrat, maka densitas ion hidrogen dalam
fenolik kecil (Tensiska, Wijaya, dan Andarwulan, 2003). Ketika krim sunscreen
ekstrak kering teh hijau dengan pH 5,4 diaplikasikan ke kulit (pH 4,5-6,5) maka
dalam krim menurun dan mulai terjadi pelepasan ion hidrogen oleh polifenol teh.
Dengan demikian, selama polifenol teh dalam krim sunscreen tersebut (pH asam)
sitrat dapat berperan sebagai kelat dalam mengurangi pengaruh katalisis reaksi
oksidasi oleh ion-ion logam. Asam sitrat bekerja secara sinergis dengan
sebagai pengawet. Nipagin efektif sebagai antifungi tetapi kurang efektif sebagai
Mg2+ atau Ca2+. Pada bakteri gram negatif, membran lipofilik bagian luar terikat
pada dinding sel peptidoglikan oleh jembatan kation divalen. Chelating agent
yang sangat besar, yang mampu membunuh bakteri (Anger et al., 1996).
Penambahan asam sitrat ke dalam sistem emulsi harus perlahan dan sedikit demi
sedikit karena asam sitrat merupakan asam kuat (pH = 1) sehingga dapat
menyebabkan perubahan pH yang ekstrim pada basis krim yang telah terbentuk
pencampuran level rendah 450C dan level tinggi 650C berdasarkan hasil orientasi
yang dilakukan, di mana pada suhu <450C dan >650C emulsi tidak terbentuk (fase
memisah). Selain itu juga berdasarkan pertimbangan titik leleh asam stearat
(≥540C) dan titik leleh setil alkohol (45-520C). Sedangkan, pemilihan kecepatan
putar level rendah 300 rpm dan level tinggi 500 rpm berdasarkan hasil orientasi,
di mana pada kecepatan putar <300 rpm dan >500 rpm tidak terbentuk emulsi
(fase memisah).
62
Pengujian tipe emulsi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau dilakukan
Methylene blue merupakan zat warna yang bersifat larut dalam air. Dengan
demikian, penambahan methylen blue ke dalam krim tipe minyak dalam air (M/A)
Sedangkan, pada krim tipe air dalam minyak (A/M) akan menyebabkan fase
air/droplet (fase terdispersi) berwarna biru dan fase minyak (fase pendispersi)
seperti tampak pada gambar 12, tampak bahwa droplet-droplet tidak berwarna dan
demikian, krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang dibuat memiliki tipe
emulsi ke dalam sediaan krim dan diaduk. Pada penambahan fase air, jika krim
tersebar merata berarti krim tersebut memiliki tipe emulsi M/A, tetapi jika krim
tersebut tidak menyebar dalam air berarti memiliki tipe emulsi A/M. Sedangkan,
pada penambahan fase minyak, krim tipe M/A tidak akan menyebar dan krim tipe
A/M akan menyebar. Pada uji tipe emulsi terhadap krim sunscreen ekstrak kering
63
teh hijau, sampel krim menyebar pada penambahan fase air dan tidak menyebar
Dengan demikian, tipe emulsi krim sunscreen yang dibuat adalah M/A.
Krim dengan tipe M/A akan memberikan nilai acceptability yang lebih di mata
konsumen karena tidak memberikan rasa lengket dan berminyak sehingga terasa
E. Uji Sifat Fisis Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau
secara fisis krim yang dibuat. Karakteristik fisis ini dapat mempengaruhi
acceptability konsumen dan kualitas krim tersebut secara fisis, misalnya terkait
dengan kemampuan krim tersebut untuk dapat menyebar dengan baik pada
permukaan kulit ketika diaplikasikan oleh konsumen. Pengujian sifat fisis sediaan
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau meliputi uji daya sebar dan uji viskositas,
yang dilakukan setelah 48 jam dari waktu pembuatan, di mana setelah 48 jam
dianggap sudah tidak ada gaya atau energi pencampuran yang mempengaruhi
sistem emulsi (sistem sudah mengalami relaksasi). Hasil uji tersebut dianalisis
masing faktor dan interaksinya terhadap respon, melihat arah respon, dan
secara merata saat diaplikasikan pada permukaan kulit. Pada sediaan krim
sunscreen, respon ini sangat penting karena suatu sediaan sunscreen yang baik
harus mampu melindungi kulit dari paparan sinar UV secara merata pada seluruh
bagian permukaan kulit yang diolesi. Pada sediaan semisolid, daya sebar
berbanding terbalik dengan viskositas, di mana semakin besar daya sebar suatu
sediaan semisolid maka viskositas sediaan tersebut akan semakin kecil, dan
sebaliknya (Garg et al., 2002). Hasil pengujian daya sebar pada Tabel X
Tabel X. Data hasil uji sifat fisis krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
Sifat fisis Percobaan
1 a b ab
Daya sebar (cm) 7,13 ± 0,23 6,97 ± 0,19 7,13 ± 0,28 7,07 ± 0,12
Viskositas (dPa s) 29,00 ± 1,73 29,33 ± 5,77 29,00 ± 0,50 29,17 ± 1,76
kecepatan putar, dan interaksinya terhadap respon daya sebar pada sediaan krim
sunscreen ekstrak kering teh hijau, seperti tampak pada tabel XI, tampak bahwa
faktor kecepatan putar dan interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
memberikan nilai efek positif, yang berarti meningkatkan nilai respon daya sebar.
menurunkan nilai respon daya sebar. Berdasarkan nilai mutlak efek faktor suhu
Tabel XI. Data hasil perhitungan efek masing-masing faktor terhadap respon
adalah:
kecepatan putar yang diperlukan dalam pembuatan krim sunscreen ekstrak kering
teh hijau sesuai formulasi dalam penelitian ini agar diperoleh respon daya sebar
yang diharapkan.
kecepatan putar terhadap respon daya sebar (gambar 13), tampak bahwa semakin
tinggi suhu pencampuran akan menurunkan respon daya sebar, baik pada level
rendah maupun level tinggi kecepatan putar (gambar 13a). Semakin tinggi
kecepatan putar akan meningkatkan respon daya sebar pada level tinggi suhu
(gambar 13b). Selain itu, tampak adanya interaksi antara faktor suhu pencampuran
dan kecepatan putar yang ditunjukkan dengan adanya titik potong pada grafik
(a) (b)
Gambar 13. Profil pengaruh level faktor suhu pencampuran (a) dan
kecepatan putar (b) terhadap respon daya sebar
treatment dengan taraf kepercayaan 95% (Tabel XII) menunjukkan bahwa semua
nilai Fhitung < Ftabel. Oleh karena itu, H0 diterima, di mana H0 menyatakan bahwa
berpengaruh secara dominan terhadap respon daya sebar. Dengan demikian, tidak
ada faktor yang berpengaruh secara dominan terhadap respon daya sebar krim
Tabel XII. Hasil analisis Yate’s treatment pada respon daya sebar
Source of Degrees of Sum of squares Mean Squares Fhitung Ftable (1,8)
variation freedom 95%
Replicate 2 0,07875 0,039375
Treatment 3 0,05583 0,01861
a 1 0,04083 0,04083 1,17530
b 1 0,00750 0,00750 0,21589 5,32
ab 1 0,00750 0,00750 0,21589
Experimental 8 0,27792 0,03474
error
Total 11 0,41250
Keterangan: a = suhu pencampuran
b = kecepatan putar
ab = interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
67
2. Pengujian Viskositas
Viskositas merupakan salah satu sifat fisis, selain daya sebar, yang patut
kemudahan untuk dikeluarkan dari wadahnya saat akan dipakai oleh konsumen.
pseudoplastis.
kering teh hijau (Tabel X), tampak bahwa peningkatan viskositas krim akan
menurunkan daya sebar krim tersebut. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi
viskositas krim maka semakin besar tahanan krim tersebut untuk menyebar.
sunscreen ekstrak kering teh hijau, seperti tampak pada tabel XI, tampak bahwa
faktor kecepatan putar dan interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
memberikan nilai efek negatif, yang berarti menurunkan nilai respon viskositas.
nilai respon viskositas. Berdasarkan nilai mutlak efek faktor suhu pencampuran,
kecepatan putar, dan interaksinya terhadap respon viskositas (Tabel XI), diketahui
ialah:
68
kecepatan putar yang diperlukan dalam pembuatan krim sunscreen ekstrak kering
teh hijau sesuai formulasi dalam penelitian ini agar diperoleh respon viskositas
yang diharapkan.
kecepatan putar terhadap respon viskositas (gambar 14), tampak bahwa semakin
tinggi suhu pencampuran akan meningkatkan respon viskositas, baik pada level
rendah maupun level tinggi kecepatan putar (gambar 14a). Sebaliknya, semakin
tinggi kecepatan putar akan menurunkan respon viskositas pada level tinggi suhu
(gambar 14b). Selain itu, tampak adanya interaksi antara level rendah suhu
pencampuran dan kecepatan putar, yang ditunjukkan dengan adanya titik potong
pada grafik profil pengaruh faktor terhadap respon viskositas (gambar 14).
(a) (b)
Gambar 14. Profil pengaruh level faktor suhu pencampuran (a) dan
kecepatan putar (b) terhadap respon viskositas
69
of shear, dalam penelitian ini adalah suhu pencampuran dan kecepatan putar, akan
(shearing stress/F) yang diberikan, baik berupa energi akibat peningkatan suhu
secara normal bergerak tidak beraturan akan mulai saling menyusun diri dan
mengikuti arah aliran, sehingga tahanan dari dalam bahan akan turun. Namun,
ketika shearing stress menurun saat waktu pencampuran berakhir dan selama 48
bergerak dan terdispersi dalam ukuran yang kecil sehingga viskositas krim
interaksi mekanis antara droplet dengan pengaduk pada mixer, sehingga selain
mengikuti arah aliran atau putaran mixer maka kecepatan putar memberikan efek
Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% (Tabel XIII), tampak bahwa
semua nilai Fhitung < Ftabel. Oleh karena itu, H0 diterima, di mana H0 menyatakan
teh hijau. Dengan demikian, tidak ada faktor yang berpengaruh secara dominan
Uji stabilitas sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau dilakukan
distribusi ukuran droplet setelah penyimpanan selama 1 bulan. Hasil dari uji
stabilitas ini dapat menggambarkan perubahan secara fisis yang terjadi pada
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau setelah masa penyimpanan selama
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau masih memenuhi syarat sediaan
71
krim yang baik, terutama dari segi acceptability, untuk digunakan hingga jangka
1. Pergeseran Viskositas
yang terjadi berarti semakin besar perubahan viskositas yang terjadi pada sediaaan
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau setelah disimpan selama 1 bulan.
kering teh hijau setelah disimpan selama 1 bulan tidak lebih dari 10%, sehingga
dapat dikatakan bahwa sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau masih
ekstrak kering teh hijau pada pengukuran 48 jam setelah pembuatan dan setelah 1
ini juga tampak pada penampilan fisik sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh
hijau, di mana krim tampak lebih kental. Semakin tinggi suhu pencampuran maka
72
tegangan antarmuka fase minyak dan air akan menurun sehingga fase minyak
lebih mudah bercampur dengan fase air (pencampuran lebih efisien). Semakin
tinggi kecepatan putar yang digunakan maka energi yang diberikan pada
yang berukuran kecil. Selama masa penyimpanan, shear rate (suhu dan kecepatan
pencampuran) yang awalnya ada pada krim tersebut setelah pembuatan akan
perlahan-lahan berkurang dan akhirnya tidak ada sama sekali, sehingga droplet-
droplet minyak dalam air yang berukuran kecil dalam sistem emulsi tersebut akan
menata diri. Penataan diri droplet-droplet berukuran kecil ini akan lebih
memenuhi ruang fase air yang ada (konsentrasi lebih tinggi) dibandingkan dengan
Pada formula krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang digunakan
pada penelitian ini, terdapat polimer nonionik berupa Tween 80. Krim memiliki
sifat alir pseudoplastis. Pada kondisi tanpa adanya shearing stress maka rantai
polimer akan terdispersi dalam bentuk tidak beraturan. Jika diberikan shearing
stress, dalam penelitian ini berupa suhu pencampuran dan kecepatan putar, rantai
berkurang dan viskositas menurun. Bila shearing stress menurun, yakni saat
tersusun menjadi lebih tidak beraturan daripada kondisi awal sehingga frictional
Oleh karena itu, jika dibandingkan dengan viskositas awal (48 jam setelah
73
ekstrak kering teh hijau, seperti tampak pada tabel XI, menunjukkan bahwa faktor
nilai efek negatif, yang berarti menurunkan nilai respon pergeseran viskositas.
Berdasarkan nilai mutlak efek faktor suhu pencampuran, kecepatan putar, dan
viskositas ialah:
kecepatan putar yang diperlukan dalam pembuatan krim sunscreen ekstrak kering
teh hijau sesuai formulasi dalam penelitian ini agar diperoleh respon pergeseran
kecepatan putar terhadap respon viskositas (gambar 15), tampak bahwa semakin
pada level tinggi kecepatan putar (gambar 15a). Semakin tinggi kecepatan putar
suhu pencampuran (gambar 15a). Selain itu, tampak adanya interaksi antara level
rendah suhu pencampuran dan kecepatan putar, baik dengan level rendah maupun
level tinggi kecepatan putar, yang ditunjukkan dengan adanya titik potong pada
grafik (gambar 15a), serta ada interaksi antara level rendah kecepatan putar dan
suhu pencampuran, baik dengan level rendah maupun level tinggi suhu
pencampuran, yang ditunjukkan dengan adanya titik potong pada grafik (gambar
15b)
(a) (b)
Gambar 15. Profil pengaruh level faktor suhu pencampuran (a) dan
kecepatan putar (b) terhadap respon pergeseran viskositas
akan memberikan energi yang semakin besar sehingga fase minyak semakin
mudah bercampur dengan fase air. Dengan tersedianya energi yang semakin
besar, fase minyak berada dalam ukuran droplet yang semakin kecil sehingga
semakin menyebar pada fase air. Semakin kecil ukuran droplet memang semakin
75
mudah terjadi koalesen, tetapi jika dibandingkan dengan ukuran droplet yang
lebih besar, yang kemudian juga membentuk koalesen, maka droplet yang
berukuran kecil akan memberikan sistem emulsi yang lebih stabil. Hal ini
fase air sehingga viskositas emulsi lebih tinggi daripada sistem emulsi yang
tersusun oleh droplet-droplet berukuran lebih besar yang menempati ruang fase air
dalam volume yang sama. Demikian pula, semakin tinggi kecepatan putar yang
diberikan pada pencampuran fase minyak dan fase air akan memberikan energi
yang semakin besar sehingga fase minyak semakin mudah bercampur dengan air
karena fase minyak berada dalam ukuran droplet yang semakin kecil. Oleh karena
itu, semakin tinggi suhu pencampuran dan kecepatan putar yang diberikan pada
pencampuran fase minyak dan fase air akan menghasilkan sistem emulsi yang
Tabel XV. Hasil analisis Yate’s treatment pada respon pergeseran viskositas
Source of Degrees of Sum of squares Mean Squares Fhitung Ftable (1,8)
variation freedom 95%
Replicate 2 110,56938 55,28469
Treatment 3 54,89418 18,29806
a 1 16,77281 16,77281 1,09888
b 1 10,59775 10,59775 0,69432 5,32
ab 1 27,52362 27,52362 1,80323
Experimental 8 122,10800 15,26350
error
Total 11 287,57156
Keterangan: a = suhu pencampuran
b = kecepatan putar
ab = interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% (Tabel XV) menunjukkan bahwa
semua nilai Fhitung < Ftabel. Oleh karena itu, H0 diterima, di mana H0 menyatakan
ekstrak kering teh hijau. Dengan demikian, tidak ada faktor yang berpengaruh
2. Index Creaming
koalesen yang terjadi selama waktu tertentu. Besarnya index creaming diketahui
dengan mengukur volume krim yang mengalami creaming atau memisah dengan
volume krim awal (Aulton, 2002). Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau, tampak bahwa tidak terjadi
pemisahan fase minyak dan fase air selama penyimpanan 1 bulan pada seluruh
dikatakan bahwa emulsi yang dihasilkan pada sediaan krim sunscreen ekstrak
sediaan krim yang stabil tidak menunjukkan perubahan distrbusi ukuran droplet
diameter droplet diplotkan terhadap %frekuensi pada tiap percobaan (Gambar 16)
Gambar 16. Kurva nilai tengah diameter droplet vs % frekuensi pada tiap desain percobaan
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
kurva distribusi ukuran droplet pada pengamatan 48 jam dan setelah penyimpanan
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau hasil percobaan 1, a, b, maupun ab selama
distribusi ukuran droplet cenderung skew ke kiri, maka ukuran droplet cenderung
berada pada range diameter yang kecil sehingga krim yang dibuat bersifat viscous.
Suhu pencampuran yang meningkat akan memberikan energi yang semakin besar
sehingga fase minyak dapat bercampur dengan fase air secara lebih efektif dengan
penyimpanan yang tidak teramati pada pengukuran 48 jam, terutama pada krim
sunscreen ekstrak kering teh hijau yang dibuat pada level rendah suhu
pencampuran dan kecepatan putar (percobaan 1), dan pada level tinggi suhu
pencampuran dan level rendah kecepatan putar (percobaan a), di mana terdapat
Perubahan ukuran droplet kearah ukuran yang lebih besar dapat terjadi
dengan ukuran yang relatif sama akan saling bergabung sehingga pada
dan relatif sama, seperti tampak pada gambar 17 (lingkaran berwarna merah),
48 jam 1 bulan
Percobaan 1 Percobaan 1
Percobaan a Percobaan a
Percobaan b Percobaan b
Percobaan ab Percobaan ab
Keterangan: : koalesen
Gambar 17. Hasil pengamatan droplet secara mikroskopis (perbesaran 40x10)
80
secara visual (makroskopik) krim sunscreen ekstrak kering teh hijau tidak
adanya fluktuasi dipol yang serempak pada atom molekul tetangga. Gaya tarik ini
muncul akibat distribusi elektron yang tidak merata di sekeliling nukleus, dan
lebih besar dapat pula terjadi akibat peristiwa Ostwald ripening, di mana droplet-
droplet berukuran kecil yang memiliki sedikit kelarutan dalam air akan
fase air. Droplet-droplet yang terdifusi dalam fase air ini akan diabsorbsi oleh
frekuensi dengan software SPSS ver.12.0 (Tabel XVI), secara angka tampak
bulan, kecuali pada percobaan a. Namun, perubahan ini tidak dapat digunakan
untuk menentukan kestabilan sistem emulsi krim sunscreen ekstrak kering teh
hijau karena diperlukan pengujian secara statistik dengan uji Wilcoxon (uji
hipotesis komparatif variabel numerik distribusi tidak normal pada dua kelompok
81
berbeda signifikan dengan nilai modus pada pengamatan 1 bulan. Uji Wilcoxon
diameter droplet tidak normal, yaitu cenderung mengalami skewness ke kiri; (2)
variabel yang diuji merupakan numerik, yaitu berupa nilai modus diameter
droplet; dan (3) dilakukan perbandingan antara nilai modus pada pengamatan 48
jam dengan nilai modus diameter droplet setelah penyimpanan 1 bulan (Dahlan,
2009). Pada penelitian ini, tidak dapat dilakukan pengujian statistik karena
diketahui diameter droplet dari setiap replikasi percobaan, sedangkan untuk dapat
diuji secara statistik perlu dibandingkan data hasil pengukuran antar replikasi.
Modus adalah nilai diameter droplet yang paling sering muncul pada
bukan digunakan diameter rata-rata karena diameter rata-rata diperoleh dari rata-
rata berbagai ukuran droplet yang beragam sehingga tidak dapat menggambarkan
relatif, misalnya nilai modus yang sama diperoleh pada dua percobaan, misalnya
pada percobaan 1 dan a, tetapi belum tentu frekuensi diameter droplet yang
menjadi modus tersebut sama pada kedua percobaan tersebut. Untuk dapat
diukur memiliki nilai diameter kurang dari atau sama dengan diameter tersebut.
penyimpanan selama 1 bulan. Namun, perubahan ini tidak dapat digunakan untuk
menentukan kestabilan sistem emulsi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
tanpa pengujian secara statistik dengan uji Wilcoxon. Pada penelitian ini, tidak
untuk memperoleh sediaan semisolid dengan sifat fisis dan stabilitas yang
kecepatan putar pada pencampuran fase minyak dan air pada proses formulasi
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau. Kecepatan putar akan
mempengaruhi gaya geser pada krim yang dapat mengubah sifat fisis krim (Amiji,
antarmuka sehingga mempengaruhi sifat fisis krim (Nielloud, dan Mesters, 2000).
Suhu pencampuran dan kecepatan putar akan memberikan energi bagi proses
semakin efisien. Namun, jika energi yang diberikan terlalu besar maka ada
(van der Waals), dan ikatan hidrogen antara polyoxyethylene sorbitan fatty acid
ester (polisorbate/tween) atau sorbitan monooleat (span 80) dengan molekul air.
Dengan demikian, perlu diketahui suhu pencampuran dan kecepatan putar yang
diinginkan. Parameter sifat fisis yang diamati adalah daya sebar dan viskositas,
respon, dapat dibuat contour plot untuk masing-masing respon. Dari masing-
masing contour plot tersebut dapat dicari area optimum sesuai dengan range
diperoleh suatu area optimum, di mana pada area tersebut dapat ditentukan
diperoleh sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang memenuhi kriteria
adalah:
Berdasarkan persamaan tersebut, diperoleh contour plot untuk respon daya sebar
sebagai berikut:
5,00-7,00 cm (Garg et al., 2002). Berdasarkan contour plot daya sebar (Gambar
18), dapat ditentukan area optimum (area berwarna kuning) yang merupakan area
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau dengan daya sebar 6,97-7,00 cm,
terbatas pada level yang diteliti. Dengan daya sebar tersebut diharapkan sediaan
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang dihasilkan mudah diaplikasikan pada
permukaan kulit.
Dari persamaan tersebut, diperoleh contour plot untuk respon viskositas sebagai
berikut:
The HallStar Company yang telah beredar di pasaran, diperoleh range viskositas
22-64 dPa s. Dari contour plot viskositas yang diperoleh (Gambar 19), dapat
pencampuran dan kecepatan putar pada area tersebut dapat menghasilkan sediaan
terbatas pada level yang diteliti. Dengan viskositas tersebut, diharapkan sediaan
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang dihasilkan mudah dituang dari
kemasan dan dapat menyebar dengan baik pada permukaan kulit sehingga dapat
viskositas ialah:
semua area contour plot merupakan area optimum (berwarna biru). Pergeseran
viskositas yang ditetapkan untuk krim setelah penyimpanan selama 1 bulan adalah
kurang dari 10%. Berdasarkan contour plot % pergeseran viskositas (Gambar 20),
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau dengan pergeseran viskositas 4,5-
9,7% setelah 1 bulan penyimpanan, terbatas pada level yang diteliti dan pada
kondisi penyimpanan pada suhu ruang (28-320C) dan terlindung dari paparan
kecepatan putar, pada pembuatan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
menggabungkan area suhu pencampuran dan kecepatan putar optimum tiap respon
sebagai berikut:
tampak area optimum suhu pencampuran dan kecepatan putar (berwarna pink)
sehingga menghasilkan sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau dengan
daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas yang optimum pula. Area
optimum tersebut berlaku secara terbatas pada level yang diteliti, di mana dengan
melakukan pencampuran pada area tersebut akan diperoleh respon optimum yang
tidak berbeda antara satu titik dengan titik yang lain pada area tersebut.
BAB V
A. Kesimpulan
terlindung dari paparan cahaya secara langsung) pada krim sunscreen ekstrak
kering teh hijau, yang diperkirakan sebagai area suhu pencampuran dan
B. Saran
1. Perlu dilakukan uji efikasi sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
2. Perlu dilakukan uji iritasi sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
terhadap sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang diformulasikan.
89
DAFTAR PUSTAKA
Amiji, M.M., dan Sandmann, B.J., 2003, Applied Physical Pharmacy, 28-33,
McGraw-Hill Companies Inc., United States of America
Anger, C., B., Rupp, D., Lo, P., dan Takruri, H., 1996, Preservation of Dispersed
System, in Lieberman, H.A., Lachman, L., and Schwatz, J.B.,
Pharmaceutical Dosage Forms: Dysperse System, Vol.1, 2nd Ed, 377-
430, Marcell Dekker, Inc., New York
Anief, M., 2000, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik, 71 -73, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Amstrong, N.A., dan James, K.C., 1996, Pharmaceutical Experiment Design and
Interpretation, 131-165, Taylor & Francis, USA
Anonim, 1996, Extra Virgin Coconut Oil the ‘Good’ Saturated Fat, The Doctors’
Prescription for Healthy Living, 7 (2), 35-37
Anonim, 1999b, Sunscreen Drug Products for Over-The Counter Human Use, An
Update, Food and Drug Administration, HHS,
http://www.fda.gov/cder/otcmonograph/Sunscreen/sunscreen(352).pdf,
diakses tanggal 8 Mei 2009
90
91
Anonim, 2004, Compounds in green tea may one day be able to treat common
skin diseases and wounds, reports a researcher at the University of
Georgia Medical School, http://www.uvnatural.com/
resourcesgreentea.htm, diakses tanggal 22 Agustus 2009
Anonim, 2005, Cosmetic Products Stability Guide, 13-16, 34, 35, National Health
Surveillance Agency Press, Brasilia
Anonim, 2006a, Is Virgin Coconut Oil really the healthiest oil on earth?,
http://www.kokonutpacific.com.au/pdf/Niulife%20Brochure%20-
%20FAQ.pdf, diakses tanggal 20 Oktober 2009
Anonim, 2006b, Sunscreen Ingredients : Finding protection for UVA, UVB and
visible light, http://sun1.awardspace.com/Sunscreens/
sunscreen_ingredients.htm, diakses tanggal 20 Agustus 2009
Anonim, 2009a, Facts About Tanning, Sunscreen, and Green Tea: Health
Concerns and Facts About Sun Exposure,
http://www.mexitanproducts.com/dangers.html, diakses tanggal 22
Agustus 2009
Anonim, 2009b, What green tea can and cannot do for your skin,
http://www.smartskincare.com/treatments/topical/greentea.html,
diakses tanggal 22 Agustus 2009
Boras, Charles H., 1998, SPF, UVB and UVA Protection Explained,
http://jaxmed.com/articles/wellness/spf.htm, diakses tanggal 20 Agustus
2009
Cahyono, B.B., 2008, Optimasi Formula Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering
Polifenol Teh Hijau (Camellia sinensis L.) dengan Asam Stearat dan
Minyak Wijen sebagai Fase Minyak: Aplikasi Desain Faktorial, Skripsi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Dahlan, M.S., 2009, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 4, 1-15, 41-
54, 76-80, Salemba Medika, Jakarta
Dureja, H., Kaushik, D., Gupta, M., Kumar, V., dan Lather, V., 2009,
Cosmeceuticals: An emerging concept, Indian Journal Pharmacology,
Juni 2005, 37(3), 155-159
Dwiastuti, R., 2009, Optimasi Proses Pembuatan Krim Sunscreen Ekstrak Kering
Polifenol Teh Hijau (Camelia sinensis L.) dengan Metode Desain
Faktorial, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Friberg, S.E., Quencer, L.G., dan Hilton, M.L., 1996, Theory of emulsions, in
Lieberman, H.A., Lachman, L., dan Schwatz, J.B., Pharmaceutical
Dosage Forms: Dysperse System, Vol.1, 2nd Ed, 53-89, Marcell Dekker,
Inc., New York
Galzote, C., Suero, M., dan Govindarajan, R., 2007, Noninvasive Evaluation of
Skin in the Cosmetic Industry, in Walters, K.A., dan Roberts, M.S.,
Dermatologic, Cosmeceutic, and Cosmetic Development: Therapeutic
and Novel Approaches, 467-485, Informa Healthcare USA, Inc., New
York
Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., dan Singla, A.K., 2002, Spreading of Semisolid
Formulation: An Update, Pharmaceutical Technology, September 2002,
84-102, http://www.pharmtech.com, diakses tanggal 12 Februari 2009
93
Hariyadi, D.M., Purwanti, T., dan Soeratri, W., 2005, Korelasi Kadar
Propilenglikol dalam Basis dan Pelepasan Dietilammonium Diklofenak
dari Basis Gel Carbopol 940, Majalah Farmasi Airlangga, 5 (1), 1-6
Hartoyo, A., 2003, Teh dan Khasiatnya Bagi Kesehatan Sebuah Tinjauan Ilmiah,
11-19, Kanisius, Yogyakarta.
Jambhekar, S.S., 2004, Micromeritics and Rheology, in Ghosh, T.K., and Jasti,
B.R., Theory and Practice of Contemporary Pharmaceutics, 152-153,
CRC Press, Boca Raton
Jasti, B.R., Abraham, W., dan Ghosh, T.K., 2004, Transdermal and Topical Drug
Delivery Systems, in Ghosh, T.K., dan Jasti, B.R., Theory and Practice
of Contemporary Pharmaceutics, 445-446, CRC Press, Boca Raton
Jones, M., 2006, Dermatological Effects from Years in the Sun: Compounding
Opportunities, International Journal of Pharmaceutical Compounding,
September/Oktober 2006, 10 (5), 336-342
Kellar, S., Poshni, F., Penzotti, S., Bedu-Addo, F., dan Payne, K., 2005,
Preformulation Development Studies to Evaluate The Properties of
Epigallocatechin Gallate (EGCG), Cardinal Health Pharmaceutical
Development, NJ08873
Lakhanpal, P., dan Rai, D.K., 2007, Quercetin: A Versatile Flavonoid, Internet
Journal of Medical Update, Jul-Dec, 2 (2), 22-37
Leyden, J.J., dan Lavker, R., 2002, Photodamage and Dry Skin, in Leyden, J.J,
and Rawlings, A.V., Skin Moisturization, 155-164, Marcel Dekker, Inc.,
New York
Lieberman, H.A., Rieger, M.M., dan Banker, G.S., 1996, Pharmaceutical Dosage
Forms : Disperse Systems, Vol.2, 2nd Ed., 76 – 80, 206, Marcel Dekker
inc., New York
94
Lucida, H., 2007, Formulasi Sediaan Antiseptik Mulut dari Katekin Gambir,
Jurnal Sains Teknologi Farmasi, 12 (1), 1-7
Martin, A., Swarbick, J., dan Cammarata, A., 1993, Physical Pharmacy, 3rd
edition, 522-537, 1077-1119, Lea & Febiger, Philadelphia
Ostle, B., 1956, Statistics in Research: Basic concept and techniques for research
workers, The Iowa State College & Press, Iowa
Prokai, L., Nguyen, V., Jasti, B.R., dan Ghosh, T.K., 2004, Principles and
Applications of Surface Phenomena, in Ghosh, T.K., dan Jasti, B.R.,
Theory and Practice of Contemporary Pharmaceutics, 186-187, CRC
Press, Boca Raton
Rice-Evans, C.A., Miller, N.J., dan Panganga, G., 1997, Antioxidant Properties of
Phenolic Compounds, Trends in Plant Science, 2, 152-159
Susiloningsih, E.K.B., 2009, Efek Penambahan Asam Sitrat dan Lama Pemanasan
Terhadap Mutu Minyak Kacang Tanah Selama Penyimpanan, Jurnal
Teknologi Technoscientia, Februari 2009, 1(2), 191-197
Svobodova, A., Psotova, J., dan Walternova, D., 2003, Natural Phenolics in
Prevention of UV-Induced Skin Damage (A review), Biomed. Papers,
147 (2), 137-145
95
Syah, Andi N.A., 2006, Taklukkan Penyakit dengan Teh Hijau, 1,5, PT
AgroMedia Pustaka, Jakarta
Tan, J.K.L., 2009, Topical Acne Therapy: Current and Advanced Options for
Optimizing Adherence, Skin Therapy Letter, 4 (2), 1-7
Tensiska, Wijaya, C.H., dan Andarwulan, N., 2003, Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam Beberapa
Sistem Pangan dan Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu dan
pH, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, XIV (1), 29-39
Vayalil, Praveen K., Elmets, Craig A., dan Katiyar, Santosh K., 2003, Treatment
of green tea polyphenols in hydrophilic cream prevents UVB-induced
oxidation of lipids and proteins, depletion of antioxidant enzymes and
phosphorylation of MAPK proteins in SKH-1 hairless mouse skin,
Carcinogenesis, 24 (5) , 927-936
Waterman, P. G. dan Mole, S., 1994, Analysis of Phenolic Plant Metabolites, 42-
45, Blackwell Scientific, Oxford
Yang, C.S., Ju, J., Lu, G., Xiao, H., Hao, X., Sang, S., dan Lambert, J., 2008,
Cancer Prevention by Tea and Tea Polyphenols, Asia Pasific Journal
Clinic Nutrition, 17 (Suppl 1), 245-248
LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) ekstrak kering teh hijau
96
97
Replikasi 1:
Replikasi 2:
Replikasi 3:
Seri 4→ C1 x V1 = C2 x V2
100,98 mg% x 4 mL = C2 x 10 mL
C2 = 40,392 mg%
Seri 5→ C1 x V1 = C2 x V2
100,98 mg% x 5 mL = C2 x 10 mL
C2 = 50,490 mg%
Seri 6→ C1 x V1 = C2 x V2
100,98 mg% x 6 mL = C2 x 10 mL
C2 = 60,588 mg%
Data kadar dan absorbansi seri larutan baku kuersetin
Kurva Baku Kuersetin
Seri Penetapan 1 Penetapan 2 Penetapan 3
Kadar Absorbansi Kadar Absorbansi Kadar Absorbansi
(mg%) (mg%) (mg%)
1 10,098 0,255 10,176 0,254 10,148 0,230
2 20,196 0,288 20,352 0,315 20,296 0,291
3 30,294 0,470 30,528 0,461 30,444 0,501
4 40,392 0,600 40,704 0,623 40,592 0,599
5 50,490 0,731 50,880 0,812 50,740 0,758
6 60,588 0,835 61,056 0,851 60,888 0,798
A 0,0939 0,0889 0,0956
B 0,0123 0,0130 0,0122
r 0,9915 0,9872 0,9862
5. Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis
L.)
Data penimbangan ekstrak kering teh hijau
Replikasi 1 2 3 4 5 6
Berat wadah (g) 30,38676 33,88009 30,89356 37,86545 26,84134 27,52520
Berat 30,88768 34,38056 31,39330 38,36546 27,34196 28,02523
wadah+zat (g)
Berat zat (g) 0,50092 0,50047 0,49974 0,50001 0,50062 0,50003
Berat zat (mg) 500,92 500,47 499,74 500,01 500,62 500,03
100
Replikasi II
Seri 1→ C1 x V1 = C2 x V2
30,3868 mg% x 2 ml = C2 x 10 ml
C2 = 6,0774 mg%b/v
103
Seri 2→ C1 x V1 = C2 x V2
30,3868 mg% . 4 ml = C2 . 10 ml
C2 = 12,1547 mg%b/v
Seri 3→ C1 x V1 = C2 x V2
30,3868 mg% x 6 ml = C2 x 10 ml
C2 = 18,2321 mg%b/v
Replikasi III
Seri 1→ C1 x V1 = C2 x V2
30,3868 mg% x 2 ml = C2 x 10 ml
C2 = 6,0774 mg%b/v
Seri 2→ C1 x V1 = C2 x V2
30,3868 mg% x 4 ml = C2 x 10 ml
C2 = 12,1547 mg%b/v
Seri 3→ C1 x V1 = C2 x V2
30,3868 mg% x 6 ml = C2 x 10 ml
C2 = 18,2321 mg%b/v
104
105
= 7,7653 mg
Untuk 7,7653 mg ekstrak mengandung 1,21882 mg polifenol diperlukan 8,1745
gram basis.
Basis krim yang dibuat 75,15 gram.
Jumlah polifenol dalam krim:
= 11,2048 mg
106
Percobaan 1:
Replikasi 1
Replikasi 2
Replikasi 3
108
109
2. Index creaming
Data index creaming (48 jam-7 hari)
Replikasi Percobaan
Volume awal (ml) Volume yang memisah (ml) Index creaming
1 a b ab 1 a b ab 1 a b ab
1 10 10 10 10 0 0 0 0 0 0 0 0
2 10 10 10 10 0 0 0 0 0 0 0 0
3 10 10 10 10 0 0 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0
SD 0 0 0 0
= 1,25 x 10-3 mm
= 1,25 µm
Percobaan 1:
Diameter teramati Diameter Frekuensi
(skala)* sebenarnya (µm) 48 jam 1 bulan
3 3,75 3 6
4 5,00 1 40
5 6,25 19 61
6 7,50 39 47
7 8,75 50 49
8 10,00 42 33
9 11,25 35 42
10 12,50 78 56
11 13,75 42 31
12 15,00 30 24
13 16,25 19 12
14 17,50 28 12
110
15 18.75 36 20
16 20,00 21 8
17 21,25 10 5
18 22,50 10 5
19 23,75 9 5
20 25,00 18 14
21 26,25 3 7
22 27,50 0 3
23 28,75 3 2
24 30,00 0 3
25 31,25 4 3
26 32,50 0 7
28 35,00 0 1
30 37,50 0 2
33 41,25 0 1
40 50,00 0 1
Jumlah 500 500
Modus (µm) 12,50 6,25
*Perbesaran 40 x 10
Percobaan a:
Diameter teramati Diameter Frekuensi = n
(skala)* sebenarnya (µm) 48 jam 1 bulan
3 3,75 4 3
4 5,00 14 18
5 6,25 42 45
6 7,50 52 31
7 8,75 56 48
8 10,00 39 42
9 11,25 37 22
10 12,50 62 56
11 13,75 33 26
12 15,00 28 41
13 16,25 14 20
14 17,50 24 23
15 18,75 30 36
16 20,00 14 12
17 21,25 15 5
18 22,50 10 11
19 23,75 5 5
20 25,00 12 30
21 26,25 6 5
22 27,50 1 2
23 28,75 0 6
24 30,00 2 5
111
25 31,25 0 4
28 35,00 0 2
30 37,50 0 1
40 50,00 0 1
Jumlah 500 500
Modus (µm) 12,50 12,50
*Perbesaran 40 x 10
Percobaan b:
Diameter teramati Diameter Frekuensi = n
(skala)* sebenarnya (µm) 48 jam 1 bulan
3 3,75 4 8
4 5,00 4 47
5 6,25 21 80
6 7,50 21 69
7 8,75 33 59
8 10,00 32 49
9 11,25 37 36
10 12,50 69 46
11 13,75 43 17
12 15,00 44 26
13 16,25 31 14
14 17,50 23 16
15 18,75 32 10
16 20,00 13 3
17 21,25 21 7
18 22,50 12 2
19 23,75 13 3
20 25,00 22 4
21 26,25 5 2
22 27,50 4 0
23 28,75 5 0
24 30,00 4 0
25 31,25 5 2
27 33,75 2 0
Jumlah 500 500
Modus (µm) 12,50 6,25
*Perbesaran 40 x 10
112
Percobaan ab:
Frekuensi = n
Diameter Diameter
teramati (skala)* sebenarnya (µm) 48 jam 1 bulan
3 3,75 5 7
4 5,00 12 29
5 6,25 38 67
6 7,50 39 42
7 8,75 47 69
8 10,00 41 59
9 11,25 28 33
10 12,50 77 62
11 13,75 39 30
12 15,00 28 26
13 16,25 13 17
14 17,50 22 16
15 18,75 38 13
16 20,00 16 11
17 21,25 15 11
18 22,50 8 2
19 23,75 5 5
20 25,00 20 0
21 26,25 7 0
22 27,50 1 0
23 28,75 1 0
25 31,25 0 1
Jumlah 500 500
Modus (µm) 8,75 6,25
*Perbesaran 40 x 10
Data nilai tengah diameter droplet dan % frekuensi
Percobaan
Nilai 1 a b ab
Interval tengah 48 jam 1 bulan 48 jam 1 bulan 48 jam 1 bulan 48 jam 1 bulan
diameter =d % % % % % % % %
(µm) (µm) n Frekuensi n Frekuensi n Frekuensi n Frekuensi n Frekuensi n Frekuensi n Frekuensi n Frekuensi
3,75 - 7,32 5,535 23 4,6 107 21,4 60 12 66 13,2 29 5,8 135 27 55 11 103 20,6
7,33 - 10,90 9,115 131 26,2 129 25,8 147 29,4 121 24,2 86 17,2 177 35,4 127 25,4 170 34
10,91 - 14,48 12,695 155 31 129 25,8 132 26,4 104 20,8 149 29,8 99 19,8 144 28,8 125 25
14,49 - 18,06 16,275 77 15,4 48 9,6 66 13,2 84 16,8 98 19,6 56 11,2 63 12,6 59 11,8
18,07 - 21,64 19,855 67 13,4 33 6,6 59 11,8 53 10,6 66 13,2 20 4 69 13,8 35 7
21,65 - 25,22 23,435 37 7,4 24 4,8 27 5,4 46 9,2 47 9,4 9 1,8 33 6,6 7 1,4
25,23 - 28,80 27,015 6 1,2 12 2,4 7 1,4 13 2,6 14 2,8 2 0,4 9 1,8 0 0
28,81 - 32,38 30,595 4 0,8 6 1,2 2 0,4 9 1,8 9 1,8 2 0,4 0 0 1 0,2
32,39 - 35,96 34,175 0 0 8 1,6 0 0 2 0,4 2 0,4 0 0 0 0 0 0
35,97 - 39,54 37,755 0 0 2 0,4 0 0 1 0,2 0 0 0 0 0 0 0 0
39,55 - 43,12 41,335 0 0 1 0,2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
43,13 - 46,70 44,915 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
46,71 - 50,28 48,495 0 0 1 0,2 0 0 1 0,2 0 0 0 0 0 0 0 0
113
114
Frequency Table
Percobaan 1 (48jam)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3.75 3 .6 .6 .6
5.00 1 .2 .2 .8
6.25 19 3.8 3.8 4.6
7.50 39 7.8 7.8 12.4
8.75 50 9.9 10.0 22.4
10.00 42 8.3 8.4 30.8
11.25 35 7.0 7.0 37.8
12.50 78 15.5 15.6 53.4
13.75 42 8.3 8.4 61.8
15.00 30 6.0 6.0 67.8
115
Percobaan 1 (1bulan)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3.75 6 1.2 1.2 1.2
5.00 40 8.0 8.0 9.2
6.25 61 12.1 12.2 21.4
7.50 47 9.3 9.4 30.8
8.75 49 9.7 9.8 40.6
10.00 33 6.6 6.6 47.2
11.25 42 8.3 8.4 55.6
12.50 56 11.1 11.2 66.8
13.75 31 6.2 6.2 73.0
15.00 24 4.8 4.8 77.8
16.25 12 2.4 2.4 80.2
17.50 12 2.4 2.4 82.6
18.75 20 4.0 4.0 86.6
20.00 8 1.6 1.6 88.2
21.25 5 1.0 1.0 89.2
22.50 5 1.0 1.0 90.2
23.75 5 1.0 1.0 91.2
25.00 14 2.8 2.8 94.0
26.25 7 1.4 1.4 95.4
27.50 3 .6 .6 96.0
28.75 2 .4 .4 96.4
30.00 3 .6 .6 97.0
31.25 3 .6 .6 97.6
32.50 7 1.4 1.4 99.0
35.00 1 .2 .2 99.2
37.50 2 .4 .4 99.6
41.25 1 .2 .2 99.8
50.00 1 .2 .2 100.0
Total 500 99.4 100.0
116
Missing System 3 .6
Total 503 100.0
Histogram
Percobaan1 (48jam)
80
60
Frequency
40
20
Mean = 13.9325
Std. Dev. = 5.35101
0 N = 500
0.00 10.00 20.00 30.00
Diameter droplet (mikrometer)
Percobaan1 (1bulan)
120
100
80
Frequency
60
40
20
Mean = 12.475
Std. Dev. = 6.95223
0 N = 500
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00
Diameter droplet (mikrometer)
117
Percobaan a
Frequencies
Statistics
Percobaan a Percobaan a
(48jam) (1bulan)
N Valid 500 500
Missing 2 2
Mean 12.7600 14.0625
Std. Error of Mean .24273 .30046
Median 12.5000 12.5000
Mode 12.50 12.50
Std. Deviation 5.42771 6.71859
Variance 29.460 45.139
Skewness .721 1.016
Std. Error of Skewness .109 .109
Kurtosis -.134 1.452
Std. Error of Kurtosis .218 .218
Range 26.25 46.25
Minimum 3.75 3.75
Maximum 30.00 50.00
Sum 6380.00 7031.25
Percentiles 10 6.2500 6.2500
20 7.5000 8.7500
30 8.7500 10.0000
40 10.0000 11.2500
50 12.5000 12.5000
60 12.5000 15.0000
70 15.0000 16.2500
80 17.5000 18.7500
90 21.2500 25.0000
Frequency Table
Percobaan a (48jam)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3.75 4 .8 .8 .8
5.00 14 2.8 2.8 3.6
6.25 42 8.4 8.4 12.0
7.50 52 10.4 10.4 22.4
8.75 56 11.2 11.2 33.6
10.00 39 7.8 7.8 41.4
11.25 37 7.4 7.4 48.8
12.50 62 12.4 12.4 61.2
13.75 33 6.6 6.6 67.8
15.00 28 5.6 5.6 73.4
16.25 14 2.8 2.8 76.2
17.50 24 4.8 4.8 81.0
118
Percobaan a (1bulan)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3.75 3 .6 .6 .6
5.00 18 3.6 3.6 4.2
6.25 45 9.0 9.0 13.2
7.50 31 6.2 6.2 19.4
8.75 48 9.6 9.6 29.0
10.00 42 8.4 8.4 37.4
11.25 22 4.4 4.4 41.8
12.50 56 11.2 11.2 53.0
13.75 26 5.2 5.2 58.2
15.00 41 8.2 8.2 66.4
16.25 20 4.0 4.0 70.4
17.50 23 4.6 4.6 75.0
18.75 36 7.2 7.2 82.2
20.00 12 2.4 2.4 84.6
21.25 5 1.0 1.0 85.6
22.50 11 2.2 2.2 87.8
23.75 5 1.0 1.0 88.8
25.00 30 6.0 6.0 94.8
26.25 5 1.0 1.0 95.8
27.50 2 .4 .4 96.2
28.75 6 1.2 1.2 97.4
30.00 5 1.0 1.0 98.4
31.25 4 .8 .8 99.2
35.00 2 .4 .4 99.6
37.50 1 .2 .2 99.8
50.00 1 .2 .2 100.0
Total 500 99.6 100.0
Missing System 2 .4
Total 502 100.0
119
Histogram
Percobaan a (48jam)
70
60
50
Frequency
40
30
20
10
Mean = 12.76
Std. Dev. = 5.42771
0 N = 500
0.00 10.00 20.00 30.00
Diameter droplet (mikrometer)
Percobaan a (1bulan)
100
80
Frequency
60
40
20
Mean = 14.0625
Std. Dev. = 6.71859
0 N = 500
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00
Diameter droplet (mikrometer)
120
Percobaan b
Frequencies
Statistics
Percobaan b Percobaan b
(48jam) (1bulan)
N Valid 500 500
Missing 0 0
Mean 15.0650 10.2550
Std. Error of Mean .26549 .20945
Median 13.7500 8.7500
Mode 12.50 6.25
Std. Deviation 5.93643 4.68349
Variance 35.241 21.935
Skewness .668 1.295
Std. Error of Skewness .109 .109
Kurtosis .072 1.992
Std. Error of Kurtosis .218 .218
Range 30.00 27.50
Minimum 3.75 3.75
Maximum 33.75 31.25
Sum 7532.50 5127.50
Percentiles 10 7.6250 5.0000
20 10.0000 6.2500
30 11.2500 7.5000
40 12.5000 7.5000
50 13.7500 8.7500
60 15.0000 10.0000
70 17.5000 12.5000
80 20.0000 13.7500
90 23.7500 16.2500
Frequency Table
Percobaan b (48jam)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3.75 4 .8 .8 .8
5.00 4 .8 .8 1.6
6.25 21 4.2 4.2 5.8
7.50 21 4.2 4.2 10.0
8.75 33 6.6 6.6 16.6
10.00 32 6.4 6.4 23.0
11.25 37 7.4 7.4 30.4
12.50 69 13.8 13.8 44.2
13.75 43 8.6 8.6 52.8
15.00 44 8.8 8.8 61.6
121
Percobaan b (1bulan)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3.75 8 1.6 1.6 1.6
5.00 47 9.4 9.4 11.0
6.25 80 16.0 16.0 27.0
7.50 69 13.8 13.8 40.8
8.75 59 11.8 11.8 52.6
10.00 49 9.8 9.8 62.4
11.25 36 7.2 7.2 69.6
12.50 46 9.2 9.2 78.8
13.75 17 3.4 3.4 82.2
15.00 26 5.2 5.2 87.4
16.25 14 2.8 2.8 90.2
17.50 16 3.2 3.2 93.4
18.75 10 2.0 2.0 95.4
20.00 3 .6 .6 96.0
21.25 7 1.4 1.4 97.4
22.50 2 .4 .4 97.8
23.75 3 .6 .6 98.4
25.00 4 .8 .8 99.2
26.25 2 .4 .4 99.6
31.25 2 .4 .4 100.0
Total 500 100.0 100.0
122
Histogram
Percobaan b (48jam)
70
60
50
Frequency
40
30
20
10
Mean = 15.065
Std. Dev. = 5.93643
0 N = 500
0.00 10.00 20.00 30.00
Diameter droplet (mikrometer)
Percobaan b (1bulan)
80
60
Frequency
40
20
Mean = 10.255
Std. Dev. = 4.68349
0 N = 500
0.00 10.00 20.00 30.00
Diameter droplet (mikrometer)
123
Percobaan ab
Frequencies
Statistics
Percobaan ab Percobaan ab
(48jam) (1bulan)
N Valid 500 500
Missing 0 0
Mean 13.3000 11.0050
Std. Error of Mean .24544 .20276
Median 12.5000 10.0000
Mode 12.50 8.75
Std. Deviation 5.48819 4.53388
Variance 30.120 20.556
Skewness .584 .894
Std. Error of Skewness .109 .109
Kurtosis -.375 .746
Std. Error of Kurtosis .218 .218
Range 25.00 27.50
Minimum 3.75 3.75
Maximum 28.75 31.25
Sum 6650.00 5502.50
Percentiles 10 6.2500 6.2500
20 8.7500 6.2500
30 10.0000 8.7500
40 11.2500 8.7500
50 12.5000 10.0000
60 13.7500 11.2500
70 15.0000 12.5000
80 18.7500 15.0000
90 21.2500 17.5000
Frequency Table
Percobaan ab (48jam)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3.75 5 1.0 1.0 1.0
5.00 12 2.4 2.4 3.4
6.25 38 7.6 7.6 11.0
7.50 39 7.8 7.8 18.8
8.75 47 9.4 9.4 28.2
10.00 41 8.2 8.2 36.4
11.25 28 5.6 5.6 42.0
12.50 77 15.4 15.4 57.4
13.75 39 7.8 7.8 65.2
15.00 28 5.6 5.6 70.8
124
Percobaan ab (1bulan)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3.75 7 1.4 1.4 1.4
5.00 29 5.8 5.8 7.2
6.25 67 13.4 13.4 20.6
7.50 42 8.4 8.4 29.0
8.75 69 13.8 13.8 42.8
10.00 59 11.8 11.8 54.6
11.25 33 6.6 6.6 61.2
12.50 62 12.4 12.4 73.6
13.75 30 6.0 6.0 79.6
15.00 26 5.2 5.2 84.8
16.25 17 3.4 3.4 88.2
17.50 16 3.2 3.2 91.4
18.75 13 2.6 2.6 94.0
20.00 11 2.2 2.2 96.2
21.25 11 2.2 2.2 98.4
22.50 2 .4 .4 98.8
25.00 5 1.0 1.0 99.8
31.25 1 .2 .2 100.0
Total 500 100.0 100.0
125
Histogram
Percobaan ab (48jam)
80
60
Frequency
40
20
Mean = 13.30
Std. Dev. = 5.48819
0 N = 500
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00
Diameter droplet (mikrometer)
Percobaan ab (1bulan)
70
60
50
Frequency
40
30
20
10
Mean = 11.005
Std. Dev. = 4.53388
0 N = 500
0.00 10.00 20.00 30.00
Diameter droplet (mikrometer)
126
Keterangan:
A : faktor suhu pencampuran
B : faktor kecepatan putar
1, a, b, ab : percobaan
Persamaan umum:
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2
Keterangan:
Y = respon hasil atau sifat yang diamati
X1,X2 = level faktor A , level faktor B
b0 = rata-rata dari semua percobaan
b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
1. Daya Sebar
Percobaan Suhu pencampuran Kecepatan putar Interaksi Respon
1 - - + 7,1333
a + - - 6.9667
b - + - 7,1333
ab + + + 7,0667
Keterangan:
+ : level tinggi
- : level rendah
Interaksi: interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
2. Viskositas
Percobaan Suhu pencampuran Kecepatan putar Interaksi Respon
1 - - + 29,00
a + - - 29,33
b - + - 29,00
ab + + + 29,17
Keterangan:
+ : level tinggi
- : level rendah
Interaksi: interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
b1 = 0,0285
Substitusi nilai b12 ke persamaan (7):
0 = -200b2 – 9000b12
0 = -200b2 – 9000 (- 4.10-5)
0 = -200b2 + 0,36
b2 = 1,80.10-3
3. Pergeseran Viskositas
Percobaan Suhu pencampuran Kecepatan putar Interaksi Respon
1 - - + 8,6207
a + - - 9,2851
b - + - 9,7701
ab + + + 4,3767
Keterangan:
+ : level tinggi
- : level rendah
Interaksi: interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
= 0,0075
Hipotesis:
Hia: Faktor suhu pencampuran berpengaruh secara dominan terhadap respon daya
sebar krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
135
Hib: Faktor kecepatan putar berpengaruh secara dominan terhadap respon daya
sebar krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
Hiab: Interaksi antara faktor suhu pencampuran dan kecepatan putar berpengaruh
secara dominan terhadap respon daya sebar krim sunscreen ekstrak kering teh
hijau.
H0: Faktor suhu pencampuran, kecepatan putar, maupun interaksinya tidak
berpengaruh secara dominan terhadap respon daya sebar sunscreen ekstrak
kering teh hijau.
2. Viskositas
Replikasi A1 A2
B1 B2 B1 B2
1 28 29,5 36 29
2 31 28,5 26 27,5
3 28 29 26 31
= 0,02083
Hipotesis:
Hia: Faktor suhu pencampuran berpengaruh secara dominan terhadap respon
viskositas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
Hib: Faktor kecepatan putar berpengaruh secara dominan terhadap respon
viskositas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
Hiab: Interaksi antara faktor suhu pencampuran dan kecepatan putar berpengaruh
secara dominan terhadap respon viskositas krim sunscreen ekstrak kering teh
hijau.
H0: Faktor suhu pencampuran, kecepatan putar, maupun interaksinya tidak
berpengaruh secara dominan terhadap respon viskositas sunscreen ekstrak
kering teh hijau.
138
3. Pergeseran Viskositas
Replikasi A1 A2
B1 B2 B1 B2
1 10,3448 13,7931 19,3317 2,8454
2 6,8966 3,4483 2,2844 4,0110
3 8,6207 12,0690 6,2393 6,2736
= 10,59775
Hipotesis:
Hia: Faktor suhu pencampuran berpengaruh secara dominan terhadap respon
pergeseran viskositas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
Hib: Faktor kecepatan putar berpengaruh secara dominan terhadap respon
pergeseran viskositas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
Hiab: Interaksi antara faktor suhu pencampuran dan kecepatan putar berpengaruh
secara dominan terhadap respon pergeseran viskositas krim sunscreen ekstrak
kering teh hijau.
H0: Faktor suhu pencampuran, kecepatan putar, maupun interaksinya tidak
berpengaruh secara dominan terhadap respon pergeseran viskositas sunscreen
ekstrak kering teh hijau.
141
143