KENYAMANAN TERMAL
ME-3224 METEROROLOGI LINGKUNGAN
Studi Kasus : Jl. Rancabelut no 130 RT/RW 01/11, Padasuka, Cimahi, Jawa Barat
Disusun Oleh :
BANDUNG
2019
A. Latar Belakang
Kita sebagai manusia tentunya mengharapkan kenyamanan dalam setiap aktifitas yang
dijalani. Zaman sekarang kebanyakan manusia menghabiskan waktu di dalam ruangan. Hal
ini menyebabkan pengaturan temperatur menjadi sangat penting untuk kenyamanan dan
kesehatan yang optimal. Salah satu faktor yang menentukan kenyamanan aktifitas manusia
dapat dilihat dari keadaan lingkungan dimana proses tersebut dilakukan. Temperatur
lingkungan atau ruangan yang terlalu panas atau dingin dan tingkat kelembaban yang tinggi
atau rendah dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi penggguna ruangan.
Dalam ilmu arsitektur dikenal empat macam kenyamanan yaitu kenyamanan ruang,
kenyamanan penglihatan, kenyamanan pendengaran dan kenyamanan termal. Kenyamanan
termal merupakan salah satu unsur kenyamanan yang menyangkut kondisi temperatur
ruangan yang nyaman. Dalam kaitannya dengan bangunan, kenyamanan didefinisikan
sebagai suatu kondisi tertentu yang dapat memberikan sensasi yang menyenangkan bagi
pengguna bangunan. Manusia dikatakan nyaman secara termal ketika ia tidak dapat
menyatakan apakah ia menghendaki perubahan temperatur yang lebih panas atau lebih dingin
dalam suatu ruangan. Produktivitas manusia cenderung menurun atau rendah pada kondisi
udara yang tidak nyaman seperti halnya terlalu dingin atau terlalu panas.
Menurut Hakim (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenyamanan antara lain:
sirkulasi dan daya alam atau iklim yang meliputi radiasi matahari, angin, hujan, temperatur,
kebisingan, aroma dan bau-bauan, bentuk, keamanan, keindahan, dan penerangan. Dalam
mengevaluasi kenyamanan termal dengan kondisi faktor alam tertentu diperlukan suatu
indeks atau formula yang dapat menyeragamkan perhitungan tingkat kenyamanan termal
manusia, salah satunya yaitu Temperatur Humidity Index (THI) yaitu suatu indeks untuk
menentukan suatu ruangan atau lingkungan nyaman, setengah nyaman atau tidak nyaman.
Oleh karena itu dilakukan pengamatan menggunakan prinsip dan alat-alat meteorologi
untuk mengetahui kenyamanan di salah satu rumah di yaitu rumah Farid M. Syabani
(Mahasiswa Meteorologi ITB 2016) yang beralamat di Jl Rancabelut No. 130 RT/RW 01/11,
Padasuka, Cimahi, Jawa Barat. Rumah ini memiliki luas 300 m2 dengan letek astronomis -
6.868223 LS, 107.531015 BT. Rumah ini berada di kawasan padat penduduk dan berjarak
kira-kira 150 meter dari jalan raya yang ramai dilalui oleh kendaraaan baik siang maupun
malam. Pengamatan dilakukan pada 6 Maret 2019 19.30 WIB s/d 8 Maret 2019 19.30 WIB.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui tingkat kenyamanan pada rumah pengamatan.
2. Menganalisis hubungan parameter-parameter meteorologi yang memepengaruhi
kenyamanan pada rumah pengamatan.
3. Menganalisis hubungan antara lingkungan sekitar terhadap kenyamanan pada rumah
pengamatan.
C. Manfaat Penelitian
1. Mengetahui tingkat kenyamanan rumah pengamatan berdasarkan Temperatur Humidity
Index (THI)
2. Mengetahui keterkaitan lingkungan dengan rumah pengamatan
D. Tinjauan Pustaka
1. Kenyamanan
Kenyamanan terdiri atas kenyamanan psikis yaitu kenyamanan kejiwaan (rasa aman,
tenang, senang, gembira dll.) yang terukur secara subyektif (kualitatif). Sedangkan
kenyamanan fisik dapat terukur secara obyektif (kuantitatif) yang meliputi kenyamanan
spesial, visual, auditorial dan termal.
Kenyamanan termal merupakan salah satu unsur kenyamanan yang menyangkut
kondisi temperatur ruangan yang nyaman. Dalam kaitannya dengan bangunan,
kenyamanan didefinisikan sebagai suatu kondisi tertentu yang dapat memberikan sensasi
yang menyenangkan bagi pengguna bangunan. Manusia dikatakan nyaman secara termal
ketika ia tidak dapat menyatakan apakah ia menghendaki perubahan temperatur yang lebih
panas atau lebih dingin dalam suatu ruangan. Produktivitas manusia cenderung menurun
atau rendah pada kondisi udara yang tidak nyaman seperti halnya terlalu dingin atau
terlalu panas.
Di Indonesia terdapat standar umum yang digunakan untuk menentukan temperatur
yang nyaman, yang digunakan dalam suatu ruangan. Di Indonesia standar ini dikeluarkan
oleh SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu temperatur sebesar 25°C ± 1°C.
2. Zona Kenyamanan
Temperatur efektif didefinisikan sebagai indeks, lingkugan yang menggabungkan
temperatur dan kelembaban udara menjadi satu indeks yang mempunyai arti bahwa pada
temperatur tersebut respon termal dari orang pada kondisi tersebut adalah sama, meskipun
mempunyai temperatur dan kelembaban yang berbeda, tetapi keduanya harus mempunyai
kecepatan udara yang sama.
Untuk memperoleh daerah zona yang dapat diterima sebagai daerah temperatur
operatif dan kelembaban udara relatif yang memenuhi kenyaman untuk orang melakukan
aktivitas ringan dengan met kurang dari 1,2 serta memakai pakaian dengan clo = 0,5 untuk
musim panas, zona kenyamanan termal untuk orang Indonesia untuk perancangan diambil
25C
± 1oC dan kelembaban udara relatif 55% ± 10%.
2. Faktor Finansial
Dalam proses pemasangan, operasi dan perawatan serta sistem pengaturan yang
akan dipergunakan, haruslah diperhitungkan pula segi – segi ekonominya. Oleh karena
itu, dalam perencanaan dan perancangan sistem penyegaran udara haruslah
dipertimbangkan faktor ekonomi tersebut di bawah ini :
a. Biaya pengadaan
b. Biaya operasi dan perawatan.
Beberapa faktor operasi dan perawatan :
1) Konstruksi sederhana
2) Tahan lama
4) Mudah dicapai
Pada permukaan benda terdapat konduktan permukaan yang merupakan suatu lapisan
udara tipis yang dapat mempengaruhi perpindahan panas dari permukaan material ke
udara atau sebaliknya. Besarnya konduktan permukaan bergantung pada sifat permukaan
meliputi tekstur, warna, kecepatan angin, dan temperatur permukaan (Jantu, 2015). Seperti
pada permukaan bangunan yang tertutupi vegetasi misal pada vertikal gareden mempunyai
temperatur permukaan yang lebih rendah (Widiastuti, Prianto, & Budi, 2014)
a. Pengaruh tanah dan air, semakin banyak jumlah uap air baik diudaramaupun
didalam tanah, maka kelembapan akan semakin tinggi.
b. Ada atau tidaknya vegetasi, semakin rapatnya jarak antara vegetasi maka
kelembapan makin tinggi, namun temperatur akan menjadi sangat rendah.
c. Pengaruh ketinggian tempat, semakin tingginya suatu tempat maka
temperaturditempat tersebut akan semakin rendah dan kelembapan udara semakin
tinggi.
d. Pengaruh aktivitas manusia dipersemaian terbuka.
E. Metode Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Pengamatan
Pengamatan dilakukan di Rumah Farid Muhammad Syabani (Mahasiswa Meteorologi
2016) yang berada di Jl. Rancabelut no 130 RT/RW 01/11, Padasuka, Cimahi, Jawa Barat.
Rumah pengamatan ini kurang lebih memiliki ukuran 300 m2 yang berada di -6.868223
LS, 107.531015 BT. Waktu pengamatan dilakukan sejak 6 Maret 2019 19.30 WIB hingga
8 Maret 2019 19.30 WIB. Interval pengambilan data setiap 15 menit.
2. Alat Pengamatan
Alat ukur yang digunakan pada pengamatan dengan interval pengambilan data setiap
15 menit adalah :
- AWS (Automatic Weather Station)
AWS (2) : di Halaman depan rumah
AWS (3) : di Halaman belakang rumah / Kebun
- Enviroment-meter
Lokasi penempatan bergatian di :
a. Teras
b. Ruang Tamu
c. Ruang Keluarga
d. Ruang Makan
e. Kamar Bani
3. Pengolahan Data
Pada tahap pengolahan data digunakan teori/ rumus yang telah dijelaskan pada
tinjauan pustaka.
Gambar 3. Overlay Temperatur dan RH pada AWS (2) selama 48 Jam Pengamatan
Berdasarkan hasil plot Gambar 3 di atas, terlihat bahwa temperatur dan kelembaban
memiliki hubungan yang berkebalikan. Saat temperatur naik, maka kelembaban akan
turun, begitu pula sebaliknya.
Pengamatan dimulai pada pukul 19.30 WIB tanggal 6 Maret 2019 dan berakhir pada
pukul 19.30 tanggal 8 Maret 2019. Dapat dilihat pada plot nilai AWS (2) di atas, bahwa
nilai temperatur mencapai nilai tertinggi saat jam 12.00 WIB pada tanggal 8 Maret. Jika
dilihat data kelembabannya, terdapat nilai kelembaban yang sangat rendah saat jam 12
siang juga pada tanggal 8 Maret.
Jika diamati nilai temperatur dan nilai kelembabannya, terdapat kecenderungan yang
tidak sama antara hari pertama dengan hari kedua dan ketiga. Asumsi yang digunakan kali
ini adalah dikarenakan adanya perbedaan kondisi tutupan awan antara hari pertama
dengan hari kedua dan ketiga. Pada siang hari di hari Kamis, temperaturnya tidak terlalu
panas dan kelembapannya juga tidak terlalu rendah karena kondisi cuaca nya yang sedikit
mendung, sehingga banyak tutupan awan. Sedangkan di hari Jumat pada jam yang sama,
temperaturnya lebih tinggi dibandingkan hari Kamis, namun kelembapannya lebih rendah
dibandingkan hari Kamis, mungkin disebabkan karena pada hari Jumat cuaca cerah dan
tidak mendung. Namun, kami tidak memiliki bukti konkrit mengenai tutupan awan dan
kondisi matahari yang bersinar, yang bisa mendukung hipotesis kami.
Untuk melihat pola diurnal, dilakukan komposit data untuk data temperatur dan
relative humidity (RH) pada AWS (2) yang diperoleh hasil sebagai berikut:
Gambar 4. Overlay Data Komposit Temperatur dan RH pada AWS (2) (Plot Diurnal)
Dari hasil plot data komposit pada Gambar 4, terlihat bahwa temperatur udara dan
RH berfluktuasi pada setiap periode 24 jam (diurnal). Temperatur udara maksimum
tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum tercapai pada saat berkas
cahaya jatuh tegak lurus, yakni tengah hari (Lakitan, 2002). Temperatur maksimal terdapat
pada sekitar pukul 13.00. Hal ini menandakan bahwa, AWS (2) diletakkan di tempat yang
tidak terhalang apapun di atasnya, sehingga matahari langsung bersinar mengenai AWS
(2), dan ketika pukul 13.00 panas yang diserap oleh AWS (2) mencapai puncaknya.
Setelah pukul 13.00 temperatur mulai menurun kembali karena radiasi matahari mulai
berkurang.
Dengan tujuan untuk melihat perbedaan kondisi temperatur dan RH pada lokasi
AWS (2) dan AWS (3), maka di-plot data temperatur dan RH dengan menggunakan AWS
(3) selama waktu pengamatan:
Gambar 6. Overlay Temperatur dan RH pada AWS (3) selama 48 Jam Pengamatan
Berdasarkan hasil plot Gambar 6 di atas, terlihat bahwa temperatur dan kelembaban
memiliki hubungan yang berkebalikan, sama seperti AWS (2). Saat temperatur naik, maka
kelembaban akan turun, begitu pula sebaliknya.
Pengamatan dimulai pada pukul 19.30 WIB tanggal 6 Maret 2019 dan berakhir pada
pukul 19.30 tanggal 8 Maret 2019. Dapat dilihat pada plot AWS (3) di atas, bahwa nilai
temperatur mencapai nilai tertinggi saat jam 12.30 WIB pada tanggal 8 Maret. Jika dilihat
data kelembabannya, terdapat nilai kelembaban yang sangat rendah saat jam 12.00 WIB
pada tanggal 8 Maret.
Jika diamati nilai temperatur dan nilai kelembabannya, terdapat kecenderungan yang
sama seperti kondisi pada AWS (2) dimana antara hari pertama dengan hari kedua dan
ketiga, memiliki perbedaan karakteristik cuaca. Terjadi kondisi yang berbeda ketika di
hari pertama pada jam 22.30 WIB, dimana nilai kelembaban menurun sedangkan nilai
temperatur tetap stabil. Hal ini dikarenakan faktor kadar uap air yang tiba tiba menurun
pada saat itu. Kadar uap air yang tiba-tiba menurun dapat mengindikasikan bahwa akan
terjadi hujan. Dan terbukti, ternyata pada pukul 01.45 di AWS (3) terdeteksi hujan 1
mm/hr pada bagian rain rate.
Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah banyaknya bangunan di sekitar AWS
sehingga kecenderungan nilai kelembaban untuk berubah cukup tinggi, karena bangunan
seperti tembok, genteng, maupun tumbuhan bisa mempengaruhi nilai kelembaban untuk
bisa naik atau turun secara tiba tiba (Heinz, 2008)
Kondisi diurnal pada AWS (3) yaitu belakang rumah Farid Muhammad Syabani
sebagai berikut:
Gambar 8. Overlay Data Komposit Temperatur dan RH pada AWS (2) (Plot Diurnal)
Dari hasil plot data komposit pada Gambar 8, terlihat bahwa temperatur udara dan
RH pada AWS (3) berfluktuasi pada setiap periode 24 jam (diurnal). Hal ini selaras
dengan plot diurnal AWS (2), dan selaras dengan incoming solar radiation (insolation).
Temperatur maksimal terdapat pada sekitar pukul 13.00 – 13.30. Hal ini menandakan
bahwa, AWS (3) diletakkan di tempat yang tidak terhalang apapun di atasnya, sehingga
matahari langsung bersinar mengenai AWS (3), dan ketika pukul 13.00 panas yang
diserap oleh AWS (3) mencapai puncaknya, dan konstan hingga pukul 13.30. Waktu
ketika AWS (3) memiliki temperatur maksimum lebih lama dibandingkan AWS (2),
mungkin disebabkan pada lingkungan AWS (3) yaitu belakang rumah terdapat aspal yang
lebih cepat menyerap dan menahan panas radiasi matahari yang lebih lama, dibandingkan
dengan di lingkungan AWS (2) yaitu teras depan permukaannya berupa tanah dan rumput.
Setelah pukul 13.30 temperatur mulai menurun kembali karena radiasi matahari mulai
berkurang.
1.3. Environment-meter
6/3/2019 7/3/2019 8/3/2019
Dapat dilihat pada plot Environment-meter di atas, bahwa nilai temperatur mencapai
nilai tertinggi saat jam 12.30 WIB pada tanggal 8 Maret. Jika dilihat data kelembabannya,
terdapat nilai kelembaban yang sangat rendah saat jam 11.30 WIB pada tanggal 8 Maret.
Jika diamati nilai temperatur dan nilai kelembabannya, terdapat kecenderungan yang
sedikit berbeda dengan kondisi pada AWS (2) dan AWS (3). Nilai temperatur dan
kelembapan di environmeter mengalami fluktuasi yang lebih sering, mungkin dikarenakan
environmeter tersebut digunakan di teras rumah, dimana terdapat penghalang berupa
canopy, lantai, dan lainnya yang mungkin dapat menyerap dan melepaskan energi panas di
sekitarnya. Juga ketika pengamatan, terdapat manusia yang dapat mempengaruhi hasil
pengamatan environment-meter. Pada pengamatan, terdapat 2-4 manusia yang berada di
teras rumah. Karena ketidakstabilan jumlah manusia yang mengamat di teras rumah
tersebut, mengakibatkan temperatur dan RH yang teramati berfluktuasi lebih sering
dibandingkan AWS (2) dan AWS (3).
Kondisi diurnal pada environment-meter yaitu teras rumah Farid Muhammad Syabani
sebagai berikut:
Gambar 10. Overlay Data Komposit Temperatur dan RH pada Environmentmeter
(Plot Diurnal)
Dari hasil plot data komposit pada Gambar 10, terlihat bahwa temperatur udara dan
RH pada environment-meter berfluktuasi pada setiap periode 24 jam (diurnal), mengikuti
insolation. Namun, pada environment-meter lebih berfluktuatif di setiap waktunya. Hal ini
mengindikasikan bahwa temperatur dan RH di teras rumah Farid Muhammad Syabani,
bergantung pada jumlah dan aktivitas manusia pada waktu tersebut. Namun, temperatur
maksimum yang terukur pada environment-meter masih di pukul 13.00 WIB, yang artinya
pada pukul 13.00 WIB, intensitas radiasi matahari telah terserap dengan baik di
permukaan, yang mengakibatkan udara menjadi lebih panas.
Untuk analisis temperatur infrared objek, dilihat berdasarkan plot diurnal yang telah
di-overlay dengan temperatur AWS 2 dan environment-meter (Gambar 11) untuk melihat
hubungan dengan temperatur infrared.
Dari plot Gambar 11, dapat terlihat bahwa pada siang hari, temperatur tanah paling
tinggi dibandingkan objek yang lain. Fluktuasi temperatur tanah bergantung pada
kedalaman tanah. Karena pola tingkah laku perambatan panas tersebut, maka fluktuasi
temperatur tanah akan tinggi pada permukaan dan akan semakin kecil dengan
bertambahnya kedalaman (Ratriningsih, 2003). Temperatur tanah maksimum pada
permukaan tanah akan tercapai pada saat intensitas radiasi matahari mencapai maksimum,
dan untuk lapisan yang lebih dalam, temperatur maksimum tercapai beberapa waktu
kemudian.
Temperatur tanah pada hasil alat pengukuran, tanah mengalami puncaknya ketika
pukul 11.00 – 12.00 WIB. Hal ini mungkin disebabkan waktu untuk perpindahan panas
dari permukaan ke lapisan-lapisan tanah tersebut berlangsung cepat, karena tanah di
halaman Farid Muhammad Syabani tidak terlalu dalam. Akibatnya, tanah mudah
mencapai titik maksimum, mengikuti panas radiasi matahari.
Temperatur tanah pada hasil observasi memiliki nilai yang jauh lebih tinggi
dibandingkan temperatur AWS 2 maupun temperatur environment-meter. Karena pada
umumnya, temperatur tanah rata-rata lebih besar daripada temperatur di atmosfer
sekelilingnya. Hal ini disebabkan oleh penyimpanan panas di tanah lebih lama daripada di
udara. Pengukuran temperatur tanah umumnya dilakukan 5, 10, 20, 50, tergantung dari
ukuran yang ditentukan. Pengukuran temperatur tanah dilakukan pada tanah yang tertutup
rumput atau ternaungi maupun di tanah terbuka (Ratriningsih, 2003).
Temperatur objek yang tertinggi kedua setelah tanah, adalah rumput. Karena rumput
menerima radiasi langsung dari cahaya matahari. Temperatur rumput juga lebih tinggi
dibandingkan temperatur AWS 2 dan environment-meter. Hal ini dapat terjadi sebagai
akibat dari penguapan sejumlah air, dari pemindahan panas secara konveksi, angin dan
pantulan. Disamping terjadinya perubahan temperatur tanaman, temperatur permukaan
tanah juga berubah (Ardhana, 2012).
Temperatur pagar juga cukup tinggi, dan lebih tinggi dibandingkan temperatur objek
lainnya, temperatur AWS 2 dan environment-meter. Karena karakteristik pagar berbahan
besi yang merupakan konduktor yang baik untuk panas.
Sedangkan temperatur objek yang paling rendah saat siang hari adalah temperatur
lantai, karena lantai tidak terpapar radiasi matahari secara langsung yang disebabkan
terlahang atap teras.
1.5. Noise
Gambar 12. Data Komposit Noise (Plot Diurnal)
Gambar 15. Overlay nilai THI, Temperatur dan RH selama 48 Jam Pengamatan
Gambar 16. Overlay Data Komposit THI, Temperatur, dan RH (Plot Diurnal)
Berdasarkan Gambar 15 dan 16, dapat dilihat bahwa nilai THI dipengaruhi oleh nilai
temperatur dan RH, dan pola THI pada grafik diatas mengikuti pola dari temperatur.
Hangat
Nyaman
Rata-rata
THI= 23,9
Nyaman
Optimal
Perhitungan THI
Jam
lokasi : teras rumah
T RH THI Keterangan THI
Berdasarkan Gambar 17 dan Tabel 2, terdapat dua kondisi klasifikasi THI (Thermal
Heat Index) yaitu hangat nyaman dan nyaman optimal. Klasifikasi nyaman optimal sering
kali terjadi pada rentang waktu 04.00 – 07.00 pagi hari. Hal ini karena klasifikasi THI
didasarkan atas temperatur dan pada saat waktu tersebut belum terpengaruh oleh radiasi
matahari sehingga temperatur mencapai pada keadaan minimum. Dan klasifikasi hangat
nyaman hampir terjadi selain pada pukul 04.00 – 7.00. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai
temperatur baik di siang hari maupun di malam hari yang cenderung stabil. Hal tersebut
dapat dipengaruhi karena pada saat pengamatan berlangsung, keadaan sekitar cenderung
lembab, dan kelembaban udara juga sangat erat kaitannya dengan sifat – sifat air. Dimana
air dalam udara memiliki kemampuan untuk menyerap panas. Udara memiliki jarak
partikel yang renggang, sehingga sebagian besar sinar matahari yang masuk akan
diteruskan. Semakin banyak dan rapat partikel dalam udara, maka semakin banyak sinar
yang diserap, dan semakin panas pula udara tersebut. Selain itu sifat air yang lain adalah
kemampuannya dalam mempertahankan temperaturnya, karena kemampuannya tersebut
maka panas udara tidak hanya berlangsung pada siang hari namun bisa juga hingga malam
hari. Dan hal tersebut yang mengakibatkan tidak terdapatnya fluktuasi temperatur yang
signifikan baik dimalam hari maupun di siang hari, dan dapat dilihat dari nilai THI yang
cenderung pada kondisi yang sama baik di malam hari maupun siang hari. Jika nilai
temperatur dirata-rata, keadaan pada bagian teras dirumah pengamatan memiliki THI
bernilai rata-rata 23,9. Nilai tersebut tergolong ke dalam kategori Hangat Nyaman.
Ada anomali temperatur pada siang hari yaitu pukul 09.30-17.00 WIB di hari
kedua dan ketiga. Pada hari kedua udara cenderung berada pada range 24 oC-27 oC,
sedangkan pada hari ketiga udara cenderung di range 25 oC -29 oC. Pada hari kedua,
temperatur cenderung lebih rendah sehingga kelembaban yang dihasilkan tinggi. Di
kedua hari tersebut, sirkulasi udara berjalan lancar sehingga transfer udara dari luar
lancar juga. Hal tersebut dibuktikan dengan keadaan temperatur di luar ruangan dan
ruang tamu yang tidak berbeda. Faktor sirkulasi udara, jumlah orang, keadaan pintu
masih tetap sama dalam dua hari tersebut.
Namun dapat disimpulkan bahwa pada hari jum’at dengan mata telanjang langit
berhasil diamati dan dapat dikatakan hujan akan segera turun. Hal ini disadari ketika
langit mendung sehingga mulai terbentuk awan-awan di langit. Berbeda dengan hari
kamis yaitu cuaca cerah.
Pada saat akan terjadi hujan, udara di atas lebih dingin daripada di bawah. Gas
yang naik ke atas mempunyai temperatur yang panas juga. Sehingga udara panas
bercampur dengan dingin hingga terbentuk awan. Ketika mendung, terjadi proses
perubahan uap air menjadi air, sehingga udara di bumi akan terasa panas. Sehingga
temperatur udara pada hari jum’at siang mencapai maksimumnya.
b. Kamar
Pada grafik diatas (Gambar 19), hasilnya tidak terlalu berbeda dengan kondisi di
ruang tamu. Terlihat bahwa temperature berbanding terbalik dengan kelembaban
relatif. Hal ini dikarenakan ketika temperature semakin besar, maka kapasitas udara
semakin besar juga dikarenakan udara memuai. Sehingga, kelembaban relatif
semakin menurun. Temperature pada siang hari lebih tinggi dibandingkan malam
hari, sehingga kelembaban di siang hari lebih rendah dibandingkan malam hari.
Namun, ada perbedaan suhu pada pukul dini hari (01.00-05.00 WIB). Suhu di
kamar lebih tinggi daripada di ruang tamu. Hal ini disebabkan sirkulasi udara di
kamar tidak berjalan dengan lancar, kondisi pintu ditutup dan kurangnya ventilasi.
Kemudian, diperkuat dengan adanya orang yang menempati kamar sehingga panas
semakin bertambah tinggi.
c. Ruang Keluarga
Gambar 20. Overlay Temperatur dan RH di Ruang Keluarga Selama 48 Jam Pengamatan
Pada grafik diatas (Gambar 20), hasilnya tidak terlalu berbeda dengan kondisi di
ruang tamu maupun kamar. Terlihat bahwa temperature berbanding terbalik dengan
kelembaban relatif. Hal ini dikarenakan ketika temperature semakin besar, maka
kapasitas udara semakin besar juga dikarenakan udara memuai. Sehingga,
kelembaban relatif semakin menurun. Temperature pada siang hari lebih tinggi
dibandingkan malam hari, sehingga kelembaban di siang hari lebih rendah
dibandingkan malam hari.
Perbedaan suhu antara ruang keluarga dengan ruangan sebelumnya hanya sedikit
sekali. Hal ini dikarenakan posisi ruang keluarga yang dekat dengan kamar. Namun,
suhu di ruang keluarga sedikit lebih rendah karena ruang keluarga mendapatkan
sirkulasi udara yang baik dibandingkan ruang kamar.
d. Ruang Makan (Dapur)
Gambar 21. Overlay Temperatur dan RH di Ruang Makan Selama 48 Jam Pengamatan
Pada grafik diatas (Gambar 21), hasilnya tidak terlalu berbeda dengan kondisi di
ruang tamu, keluarga maupun kamar. Terlihat bahwa temperature berbanding terbalik
dengan kelembaban relatif. Hal ini dikarenakan ketika temperature semakin besar,
maka kapasitas udara semakin besar juga dikarenakan udara memuai. Sehingga,
kelembaban relatif semakin menurun. Temperature pada siang hari lebih tinggi
dibandingkan malam hari, sehingga kelembaban di siang hari lebih rendah
dibandingkan malam hari.
Suhu ruang makan relatif lebih tinggi daripada di ruang keluarga. Hal ini
disebakan padatnya ruang keluarga dan terasa sumpek sehingga suhu pun mengalami
kenaikan.
Gambar 22. Overlay Temperatur Ruang Tamu dan Teras Selama 48 Jam Pengamatan
Gambar 22 di atas merupakan plot temperatur di luar rumah (teras rumah) dan di
dalam rumah (ruang tamu). Hubungan kedua parameter memiliki nilai korelasi
sebesar 0.92 yang berarti bahwa kedua variable memiliki hubungan linier yang cukup
baik karena nilai korelasinya mendekati 1.
88
83
78
73
68
63
Kelembaban Teras Kelembaban Ruang Tamu
58
19:30
21:00
22:30
0:00
1:30
3:00
4:30
6:00
7:30
9:00
10:30
12:00
13:30
15:00
16:30
18:00
19:30
21:00
22:30
0:00
1:30
3:00
4:30
6:00
7:30
9:00
10:30
12:00
13:30
15:00
16:30
18:00
19:30
6/3/2019 7/3/2019 8/3/2019
Gambar 23. Overlay RH Ruang Tamu dan Teras Selama 48 Jam Pengamatan
Grafik diatas merupakan plot RH di luar rumah (teras rumah) dan di dalam
rumah (ruang tamu). Hubungan kedua parameter memiliki nilai korelasi sebesar 0.98
yang berarti bahwa kedua variable memiliki hubungan linier yang cukup baik karena
nilai korelasinya mendekati 1.
Hangat
Nyaman Rata-rata
THI
seluruh
ruangan =
24,04
Nyaman
Optimal
Gambar 24. Plot THI di Setiap Ruangan dalam Rumah selama 48 Jam Pengamatan
Berdasarkan grafik THI pada Gambar 24 dan data hasil perhitungan THI pada tabel 3,
terdapat dua kondisi klasifikasi THI (Thermal Heat Index) yaitu hangat nyaman
(23,1<THI<29) dan nyaman optimal (18,1<THI<23). Terlihat pada masing-masing
ruangan lasifikasi hangat nyaman rata-rata terjadi pada siang hari yaitu pada pukul 09.00 –
16.00 WIB. Dimana pada waktu tersebut matahari menyinari permukaan bumi. Dan
klasifikasi nyaman optimal terjadi selain pada pukul 09.00 – 16.00 WIB. Dimana
intensitas penyinaran matahari terhadap permukaan bumi baru akan naik dan sudah mulai
menurun. klasifikasi THI didasarkan atas temperatur dan pada saat waktu tersebut belum
terpengaruh oleh radiasi matahari sehingga temperatur mencapai pada keadaan minimum.
Dan terlihat bahwa THI untuk masing-masing ruangan tidak terlalu memiliki perbedaan
atau hampir sama. Hal tersebut dapat dipengaruhi karena pada saat pengamatan
berlangsung, keadaan sekitar cenderung lembab dan temperature yang relatif sama untuk
masing-masing ruangan. Dan juga dipengaruhi oleh letak ruangan yang sangat berdekatan,
menyebabkan temperatur dan kelembaban setiap ruangan tidak memiliki perbedaan yang
signifikan. Jika temperatur dan kelembaban masing-masing ruangan dirata-ratakan selama
waktu pengamatan didapatkan nilai THI dalam rentang 23.1-29. maka dapat dikatakan
pada masing-masing ruangan termasuk pada kondisi hangat nyaman.
H. Daftar Pustaka
Ardhana, I Putu Gede. 2012. Ekologi Tumbuhan. Bali: Udayana University Press.
Frick, Heinz. 2008. Ilmu Fisika Bangunan. Yogyakarta: kanisius.
Hasanah, Uswatun, dkk. 2014. Pengukuran Temperatur, Kelembaban Udara, Tanah dan pH
Tanah Serta Kadar Air dan C Organik Tanah. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang.
Karyono, Tri Harso.2001. Penelitian Kenyamanan Termis di Jakarta sebagai Acuan Suhu
Nyaman Manusia Indonesia. Diakses dari:
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:5me1awR6BWkJ:dimensi.petra.a
c.id/index.php/ars/article/download/15742/15734+&cd=9&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=
firefox-b-d (21 Maret 2019
Ratriningsih, Rahayu. 2003. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Surabaya: JP Books.
Rusyda, Hana Faza Surya dkk. 2017. Sifat Material pada Ruang Terbuka di Kota Lama yang
Terkait dengan Termal. Diakses dari:
https://media.neliti.com/media/publications/269275-sifat-material-pada-ruang-terbuka-di-
kot-3f992192.pdf (18 Maret 2019)
Susanto,arief, Yerni Arnas,dan Zulham Hidayat(2018). Analisis Beban Pendingin dengan
Metode Cooling Load Temperatur Difference (CLTD) pada Ruang Lobby Gedung
Simulator Sekolah Tinggi Ilmu Penerbangan Indonesia. Diaksesdari:
http://stpicurug.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/JURNAL-BU-YENNI-31-41.pdf. (13
Maret 2019)
Wati, Trinah dan Fakhuroyan(2017). Analisis Tingkat Kenyamanan Di DKI Jakarta
Berdasarkan Indeks THI (Temperatur Humidity Index). Diakses dari:
https://www.researchgate.net/publication/316948904_Analisis_Tingkat_Kenyamanan_Di
_DKI_Jakarta_Berdasarkan_Indeks_THI_Temperatur_Humidity_Index. (13 Maret 2019)