JAgromedUnila Vol4 No1 Juni2017 PDF
JAgromedUnila Vol4 No1 Juni2017 PDF
Abstrak
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang dikarenakan hambatan pada saluran nafas yang tidak
sepenuhnya reversibel. Hambatan ini bersifat progresif serta berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel
atau gas beracun dan berbahaya. Seorang pria berusia 66 tahun, didiagnosis PPOK dengan kekhawatiran terjadinya
pemberatan pada penyakitnya. Memiliki risiko internal yaitu usia 66 tahun, riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak
10 batang per hari, kurangnya pengetahuan tentang PPOK, serta kurangnya higienitas diri. Faktor risiko eksternal yaitu
kurangnya dukungan dan pengetahuan keluarga mengenai penyakit pasien. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapati
sesak nafas dan batuk berdahak bewarna putih, penggunaan otot bantu pernafasan, barrel chest (+), ronkhi dan wheezing
(+). Dilakukan intervensi terhadap pasien dan keluarga tentang penyakitnya, bahaya merokok, menjaga higienitas serta
pentingnya tindakan preventif untuk mencegah komplikasi penyakitnya dalam 4 kali kunjungan rumah. Pada evaluasi
ditemukan pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya, perubahan perilaku pasien, higienitas yang membaik serta
gejala yang diderita pasien sudah mulai berkurang. Penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan harus membutuhkan
kerjasama yang bersifat berkesinambungan dan terus menerus antara pasien, keluarga serta petugas kesehatan agar tidak
terjadi perburukan dan mengalami komplikasi.
Korespondensi: Muhammad Ridho, alamat Jl. Pangeran Tirtayasa No.11 Sukabumi, Bandar Lampung, HP 085789987987,
email R_dho94@yahoo.co.id
oleh Dirjen PPM & PL di lima rumah sakit merupakan masalah kompleks pada pasien
propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa dan keluarganya. Hal ini dipengaruhi oleh
Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera masalah internal dan eksternal dari pasien
Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK maupun keluarga pasien. Dibutuhkan
menempati urutan pertama penyumbang partisipasi dan dukungan pelaku rawat
angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial keluarga yang optimal dalam memotivasi,
(33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%). Hal mengingatkan, serta memperhatikan pasien
tersebut menunjukkan bahwa PPOK cukup dalam penatalaksanaan penyakitnya. Pada
banyak kasus yang kita jumpai dibandingkan penerapannya, pelayanan kedokteran
penyakit saluran nafas non-infeksi lainnya.5 keluarga sangat cocok diterapkan pada pasien
Adapun faktor yang berperan dalam PPOK. Hal ini dikarenakan pada pelayanan
peningkatan penyakit tersebut ialah kebiasaan kedokteran keluarga bersifat holistik,
merokok yang masih tinggi baik perokok aktif, komperhensif, kotinu, koordinatif, dan
pasif ataupun bekas perokok; polusi udara kolaboratif.7
terutama di kota besar, di lokasi industri, dan
di pertambangan; terjadi pada lansia; riwayat Kasus
infeksi saluran napas bawah berulang (seperti Pasien Tn. N usia 66, bekerja sebagai
bronkitis, TB); defisiensi antitripsin alfa – 1 petani datang dengan keluhan sesak nafas
(genetik).2 Sedangkan gejala yang ditimbulkan yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Sesak
pada pasien PPOK berupa sesak nafas, batuk nafas dirasakan setiap saat dan makin
disertai dengan sputum, aktifitas yang memberat jika pasien merokok. Keluhan
terbatas, penurunan berat badan.4 PPOK lainnya pasien mengalami batuk berdahak
merupakan salah satu faktor risiko penyakit bewarna putih, kental, dan tidak disertai
kardiovaskuler yang diakibatkan oleh proses darah. Batuk dirasakan terutama pada pagi
inflamasi sistemik dan jantung merupakan hari. Pasien juga mengaku mengalami
salah satu organ yang sangat dipengaruhi oleh penurunan berat badan yang signifikan, dari
progresitas PPOK. PPOK merupakan penyebab 65 kg menjadi 55 kg. Selain itu pasien juga
utama hipertensi pulmoner dan korpulmonal mudah lelah, sehingga sudah 6 bulan ini
yang memberikan kontribusi 80-90% dari pasien tidak lagi bekerja sebagai petani di
seluruh kasus penyakit paru. Hipertensi sawah. Pada 6 bulan yang lalu pasien datang
pulmoner pada PPOK terjadi akibat efek berobat ke puskesmas, dan didiagnosa PPOK.
langsung asap rokok terhadap pembuluh Sehingga pasien setiap bulan mengontrol
darah intrapulmoner. Hipertensi pulmoner penyakitnya, namun pasien mengeluhkan
pada PPOK biasanya disertai curah jantung penyakitnya tidak kunjung sembuh dan pasien
normal dan insidens hipertensi pulmoner juga mengeluhkan sesak dan batuknya
diperkirakan 2-6 per 1.000 kasus. Selain itu, semakin bertambah.
PPOK juga dapat menyebabkan osteoporosis Pada riwayat penyakit dahulu, pasien
yang disebabkan oleh faktor seperti malnutrisi tidak pernah mengalami gejala yang serupa.
yang menetap, merokok, penggunaan steroid Namun pada riwayat keluarga, pasien
dan inflamasi sistemik.6 mengaku ayahnya dahulu pernah mengidap
Terapi PPOK bersifat medikamentosa penyakit dengan gejala yang sama tetapi ayah
dan non-medikamentosa. Dimana pada pasien tidak pernah mengontrolnya
medikamentosa berupa pemberian kepuskesmas. Untuk riwayat lingkungan,
bronkodilator, kortikosteroid, mukolitik, dan tetangga pasien tidak ada yang menderita
lain-lain. Sedangkan terapi pada non- penyakit seperti ini dan lingkungan rumah
medikamentosa yaitu berupa edukasi tentang pasien merupakan daerah yang penuh debu
penyakit tersebut kepada pasien dan dan berasap. Riwayat pribadi, pasien merokok
keluarganya, berhenti merokok, serta sejak remaja hingga saat ini sekitar 30 tahun
menghindari faktor yang dapat memperberat lamanya dan dalam sehari pasien mampu
terjadinya PPOK seperti debu, asap rokok, dan menghabiskan 10 batang rokok linting. Pasien
polusi udara lainnya. Pada prinsipnya, terapi mengaku tidak pernah memakai narkoba
pada pasien PPOK ialah menangani keadaan ataupun meminum minuman beralkohol.
eksaserbasi akut dan mencegah perburukan Anggota keluarga lain yang tinggal satu rumah
dari PPOK itu sendiri.2 Oleh karena itu, PPOK dengan pasien tidak ada yang merokok.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/70 mmHg Keterangan:
Nadi : 94 x/menit : Laki-laki
Nafas : 33 x/menit : Perempuan
Suhu : 36,50C : Pasien
Berat Badan : 55 kg : Laki-laki meninggal sakit paru
Tinggi Badan : 169 cm : Perempuan meninggal
Status Gizi : IMT 19,25 (normal) : Tinggal serumah
Status generalis berupa kepala, mata,
mulut, telinga, hidung, tenggorokan, leher, Gambar 1. Genogram
abdomen dalam batas normal.
Pada pemeriksaan thorax didapati
inspeksi tampak penggunaan otot bantu
pernafasan, barrel chest (+); palpasi didapati
penurunan dari femitus taktil, ictus cordis
terba di sela iga V; perkusi didapati bunyi
hipersonor pada kedua lapang paru; auskultasi
berupa bunyi vesikuler melemah disertai
ronkhi dan wheezing yang positif (+).
Status neurologis: reflek fisiologis
normal, reflek patologis (-) Keterangan:
: Pasien
Motorik : 5 5 : Perempuan
: Laki-laki
5 5 : Hubungan erat
Gaya hidup:
Pemenuhan
kebutuhan primer
kualitas pertama
Ling. Psiko-Sosio-Ekonomi
Perilaku dan kesehatan Pendapatan keluarga
Higiene pribadi dan rendah
lingkungan kurang Kehidupan sosial dan
Berobat jika hanya lingkungan baik
ada keluhan FAMILY
Lansia
PASIEN
Pelayanan PPOK (sesak Ling.kerja: Baik
kesehatan: jarak nafas, batuk Perokok
rumah ke yankes berdahak)
cukup jauh aktif
Lingkungan Fisik:
Ventilasi dan penerangan
Faktor Biologi: didalam rumah kurang
- Higienitas rumah/
kebersihan rumah kurang
(debu,dll)
KOMUNITAS
Pemukiman padat, dengan
sanitasi buruk dan dekat
dengan jalan raya
makronutrien lain, dan lemak pada khususnya, 1, spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥
karbohidrat menghasilkan CO2 terbesar. 80%.
Sedangkan apabila terjadi peningkatan CO2 3. Derajat II (PPOK sedang)
pada pasien PPOK akan menyebabkan dapat Gejala klinis: dengan atau tanpa batuk,
lebih lanjut memperburuk ventilasi. Pasien dengan atau tanpa produksi sputum, sesak
PPOK penting untuk mendapatkan energi dan napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada
protein yang cukup untuk mempertahankan saat aktivitas). Spirometri: FEV1 < 70%;
berat badan. Latihan fisik juga diperlukan 50% < FEV1 < 80%.
pasien PPOK. Dukungan nutrisi dikombinasi 4. Derajat III (PPOK berat)
dengan latihan fisik sebagai bagian dari Gejala klinis: sesak napas derajat sesak 3
program rehabilitasi telah menunjukkan dan 4, eksaserbasi lebih sering terjadi,
dampak yang baik pada peningkatan berat spirometri: FEV1 < 70%; 30% < FEV1 < 50%.
badan, massa bebas lemak, dan kekuatan otot 5. Derajat IV (PPOK sangat berat)
pernafasan pada pasien PPOK stabil.11 Gejala klinis: pasien derajat III dengan gagal
Pasien mengeluhkan sesak nafas dan napas kronik, disertai komplikasi kor
batuk berdahak bewarna putih, serta pada pulmonale atau gagal jantung kanan,
pemeriksaan fisik didapati barrel chest (+) dan spirometri: FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30%.
rhonki serta wheezing (+). Hal ini sesuai Skala sesak berdasarkan GOLD tahun 2017:
dengan pendapat Sylvia A. Price dalam - 0 = Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas
bukunya berupa “Patofisiologi tahun 2006” berat.
yaitu terdapat beberapa tanda dan gejala dari - 1 = Sesak mulai timbul bila berjalan cepat
PPOK, antara lain: dispneu, batuk, pink puffer, atau naik tangga 1 tingkat.
produksi sputum, barrel chest, ronkhi atau - 2 = Berjalan lebih lambat karena merasa
wheezing. sesak.
1. Pink Puffer ialah timbulnya dispneu tanpa - 3 = Sesak timbul bila berjalan 100 m atau
disertai batuk dan produksi sputum yang setelah beberapa menit.
berarti. Biasanya dispneu timbul antara - 4 = Sesak bila mandi atau berpakaian.
usia 30 – 40 tahun dan semakin lama Pada pasien ini menderita PPOK derajat
semakin berat. Pada penyakit yang sudah ringan, hal ini dikarenakan walaupun tidak
lanjut pasien akan kehabisan napas dilakukan pemeriksaan spirometri yang
sehingga tidak lagi dapat makan dan disebabkan ketidaktersediaan alat di
tubuhnya bertambah kurus. Pada pasien ini puskesmas, namun dapat di tegakkan
mengalami penurunan berat badan yang bedasarkan gejala yang diderita oleh pasien.
signifikan, dari 65 kg menjadi 55 kg. Penatalaksanaan non-medikamentosa
2. Barrel chest berupa kondisi dimana letak pada kasus ini berupa edukasi kepada pasien
dari diafragma lebih rendah dan bergerak dan keluarganya tentang penyakit yang ia
tidak lancar, kifosis, diameter antero- derita seperti penyebab penyakit, faktor
posterior bertambah, jarak tulang rawan pemberat dari penyakit, gejala, dan terapi
krikotiroid dengan lekukan suprasternal obat-obatan sehingga pasien dapat
kurang dari 3 jari, iga lebih horizontal dan mengontrol dari penyakitnya tersebut serta
sudut subkostal bertambah.12 mencegah agar tidak terjadinya komplikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic dari PPOK. Sedangkan untuk terapi
Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2017, medikamentosa pada pasien ini ialah
PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat, pemberian salbutamol tablet 4mg 3x1,
yaitu: dexametason tablet 0,5mg 3x1, acetylcysteine
1. Derajat 0 (berisiko) tablet 200mg 3x1. Penatalaksanaan PPOK
Gejala klinis: memiliki satu atau lebih gejala pada dasarnya dibedakan atas tatalaksana
batuk kronis, produksi sputum, dan kronik dan tatalaksana eksaserbasi, yang
dispnea, terdapat paparan terhadap faktor dimana masing-masing sesuai dengan
resiko, spirometri : normal. klasifikasi (derajat) beratnya.2 Secara umum,
2. Derajat I (PPOK ringan) pemberian obatan-obatan pada PPOK ialah :
Gejala klinis: dengan atau tanpa batuk,
dengan atau tanpa produksi sputum, sesak
napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak