Full PDF
Full PDF
SKRIPSI
Oleh
Yoki Christian Andrianto
NIM: 068114163
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
i
VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR CAMPURAN
PARASETAMOL DAN IBUPROFEN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
UV DENGAN APLIKASI METODE PANJANG GELOMBANG
BERGANDA
SKRIPSI
Oleh
Yoki Christian Andrianto
NIM: 068114163
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
berharga dalam hidupku, serta atas doa restunya sehingga aku bisa
Cicikku, cik nana yang selalu menjadi teman, kakak sekaligus kadang
segala hal.
Untuk mbak yuli yang sejak kecil selalu menjaga dan merawat, dan
Untuk peri kecilku Winda yang selalu ada dan mendukungku setiap
saat.
mendukungku.
Almamaterku
v
vi
vii
INTISARI
viii
ABSTRACT
Many drugs that use various active substances, eg analgesics. Hence the difficulty to
analyze the levels of each component. Therefore we need a method to analyze each of these
components, for example, to analyze the levels of a mixture of paracetamol and ibuprofen in
tablets.
The method used is the method of UV spectrophotometry with multiple wavelength
applications for the analysis of the mixture, so no need to separate each component. However,
before being used for the previous application of this method to know the validity of the method,
by looking at the accuracy (recovery value) and precision (% CV).
The results of the study range recovery values obtained for paracetamol and ibuprofen
were 90.3% -99.6% and 92.8% -101.5%. Value% CV obtained for paracetamol and ibuprofen was
0.555% and 0.329%. This shows the method of UV spectrophotometry with multiple wavelength
applications have accuracy and good precision
.
ix
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
Penyusunan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
Program Studi Ilmu Farmasi Universitas Sanata Dharma. Segala usaha dan upaya
dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan kerja sama berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis sehingga skripsi penulis menjadi
lebih baik.
x
7. Dosen-dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
10. Keluarga besarku yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan yang
11. Aang sebagai teman satu tim dalam pengerjaan penelitian skripsi ini, terima
12. Buat mas bimo, sebagai laboran Lab kimia instrumental, teman futsal, dan
seorang sahabat terima kasih atas bantuan dan waktu yang telah disediakan
selama mengerjakan penelitian ini, mas Parlan, dan mas Kunto, terima kasih
13. Pungki, michele, angel, boim dan toni, teman seperjuangan dalam pengerjaan
penelitian ini.
14. Buat teman-teman kos Wisma Manunggal yang selalu setia mendukung dan
15. Buat temen-temen kelas C dan FST A, terima kasih atas persahabatan yang
indah yang telah kita jalani, semoga persahabatan ini kekal selamanya.
16. Buat Anton, Yakob, Jimbonk, Pungky, dan temen Ngapak team kalian adalah
17. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis.
xi
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................ v
INTISARI................................................................................................... viii
ABSTRACT................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR................................................................................ x
BAB I PENGANTAR................................................................................ 1
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
1. Permasalahan.............................................................................. 3
2. Keaslian Penelitian..................................................................... 3
3. Manfaat Penelitian..................................................................... 3
B. Tujuan................................................................................................. 4
A. Parasetamol......................................................................................... 5
xiii
B. Ibuprofen............................................................................................ 6
C. Spektrofotometri................................................................................. 7
3. Pemilihan pelarut....................................................................... 12
F. Landasan Teori.................................................................................. 20
G. Hipotesis............................................................................................ 21
B. Variabel Penelitian............................................................................ 22
C. Definisi Operasional......................................................................... 22
D. Bahan Penelitian.............................................................................. 23
E. Alat Penelitian.................................................................................. 23
G. Analisis Hasil..................................................................................... 26
xiv
A. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol dan Ibuprofen....................... 27
A. Kesimpulan......................................................................................... 42
B. Saran................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 43
LAMPIRAN.............................................................................................. 44
BIOGRAFI PENULIS.............................................................................. 63
xv
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvii
XXI. Spektra ibuprofen konsentrasi tengah.................................................. 51
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
parasetamol-ibuprofen..................................................... 47
parasetamol-ibuprofen....................................................... 52
xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini banyak dijumpai suatu sediaan obat, misal sediaan tablet yang
mengandung lebih dari satu macam zat aktif. Kebanyakan tablet mengandung satu
macam zat aktif saja dan bahan eksipien. Adanya lebih dari satu macam zat aktif
ini biasanya ditujukan untuk mendapatkan efek yang lebih baik, dimana kegunaan
zat aktif yang satu mendukung kegunaan zat aktif yang lainnya. Kriteria sediaan
obat yang baik adalah apabila obat tersebut mengandung bahan-bahan yang sesuai
dengan komposisi. Sehingga diharapkan dengan komposisi yang tepat efek obat
yang diperoleh juga maksimal. Contoh sediaan tablet yang mengandung lebih dari
satu macam zat aktif adalah tablet analgesik yang mengandung campuran
ibuprofen dan parasetamol. Parasetamol dan ibuprofen dipilih atas dasar kedua
macam zat tersebut banyak dijumpai dalam sediaan obat yang dijual secara bebas,
kualitas sediaan obat. Namun, dengan adanya lebih dari satu macam zat aktif
1
2
bagian kontrol kualitas industri obat dalam rangka pengawasan mutu obat adalah
metode analisis yang cepat dan memenuhi persyaratan kesahihan suatu metode.
ibuprofen dapat ditetapkan secara simultan atau secara bersama-sama dan dengan
waktu yang singkat. Oleh karena itu, pengembangan metode analisis parasetamol
kelarutan yang hampir sama, salah satunya adalah mudah larut dalam metanol.
dengan serapan maksimal pada panjang gelombang yang berdekatan yaitu 244 nm
untuk serapan parasetamol dan 221 nm untuk serapan ibuprofen. Dari data
panjang gelombang maksimum kedua senyawa yang memiliki selisih yang kecil
panjang gelombang berganda. Pada metode ini tidak diperlukan proses pemisahan
komponen zat aktif karena kadar parasetamol dan ibuprofen dapat ditetapkan
secara bersama-sama.
3
yang digunakan untuk validasi metode ini adalah akurasi dan presisi. Parameter
yang dipakai adalah akurasi dan presisi karena dengan penilaian dari kedua
spektrofotometri UV ini.
1. Permasalahan
2. Kesahihan Penelitian
3. Manfaat penelitian
B. Tujuan Penelitian
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Parasetamol
berat molekul 151,16 (Anonim, 1995). Rumus bangun dari parasetamol adalah
sebagai berikut
OH
O
N
H
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C6H9NO2. Pemerian dari parasetamol adalah berupa serbuk hablur, putih,
tidak berbau, rasa sedikit pahit. Parasetamol ini memiliki kelarutan dalam air
panas, dalam natrium hidroksida 1N, dan mudah larut dalam metanol, etanol.
yang populer dan digunakan untuk meredakan sakit kepala, sengal-sengal dan
sakit ringan, dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik
salesma dan flu. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan
tergolong dalam obat jenis Non Steroid Anti Imuno Deficiency (NSAID). Dalam
dosis normal yaitu 4 gram perhari, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam
perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin
(Anonim, 2000).
B. Ibuprofen
C13H18O2, dengan berat molekul 206,28. Rumus bangun dari ibuprofen adalah
sebagai berikut:
HO
Ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari
103,0% C13H18O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian dari ibuprofen ini
adalah berupa serbuk hablur, putih, hingga hampir putih, berbau khas lemah.
Kelarutan dari ibuprofen ini yaitu praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut
dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton, dan dalam kloroform, sukar larut
dalam etil asetat. Serapan maksimal dari ibuprofen pada panjang gelombang 221
nm (Anonim, 1995).
artritis. Ibuprofen juga tergolong dalam kelompok analgesik dan antipiretik. Obat
ini dijual dengan merk dagang advil, motrin, nuprin, dan brufen. Dosis normal
C. Spektrofotometri
menghasilkan satu atau dua dari tiga kejadian yang mungkin terjadi. Ketiga
(absorption), dan emisi (emision) radiasi elektromagnetik oleh atom atau molekul
akan terjadi eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai
energi elektron pada keadaan dasar dan keadaan tereksitasi ditunjukkan pada
gambar:
8
* Anti bonding
n Non bonding
Bonding
Bonding
dianggap melalui dua proses. Proses pertama adalah eksitasi yang ditunjukkan
oleh pesamaan: M + hv M*
Ketika suatu radiasi foton melewati molekul, absorpsi dapat terjadi jika
energi foton tersebut sesuai dengan perbedaan energi diantara ground state dan
satu tingkat energi yang lebih tinggi dari molekul tersebut. Pada keadaan ini
energi dari foton ditransfer kepada molekul tersebut dan mengubahnya ke tingkat
energi yang lebih tinggi yang disebut excited state M*. Proses terakhir adalah
atau ground state dengan mentransfer kelebihan energinya ke atom atau molekul
elektron yang bertanggung jawab terhadap absorpsi sinar tersebut. Dua tipe
dan yang tergabung dengan lebih dari satu atom, dan elektron luar tak terbagi
yang banyak terlokalisasi pada atom seperti oksigen, halogen, sulfur, dan nitrogen
(Skoog, 1994).
transisi n atau π ke π* karena energi yang dibutuhkan untuk proses ini membawa
puncak absorpsi ke daerah spektra 200-700 nm. Kedua transisi ini membutuhkan
(Sastrohamidjojo, 1991).
Pusat serapan sinar ultraviolet ada pada kromofor (Skoog, 1985). Kromofor
merupakan suatu gugus kovalen tidak jenuh yang bertanggung jawab untuk
serapan elektronik. Sebagai contoh C-C, C-O, dan NO2 (Silverstein, Bassler,
Morrill, 1974).
yang mempunyai elektron bebas seperti –OH, O-NH2, dan OCH3 yang
terikat pada suatu kromofor maka akan merubah baik panjang gelombang dan
yang lebih panjang karena sisipan atau pengaruh pelarut (geseran merah/red shift).
lebih pendek karena gugus ganti atau pengaruh pelarut (geseran biru/blue shift).
akibat adanya gugus ganti atau pengaruh pelarut. Sedangkan efek hipokromik
sebagai dasar pengukuran kualitatif dan kuantitatif (Skoog, 1994). Setiap molekul
dengan intensitas radiasi semula (Io) maka sebagian radiasi tersebut akan
Io = Ir + Ia + It
11
hubungan yang sama antara transmisi dan konsentrasi seperti yang dikemukakan
oleh Lambert antara transmisi dan ketebalan lapisan, yakni intensitas berkas
Menurut Mulja dan Suharman (1995), dari kedua hukum tersebut dapat
transmitan atau absorban terhadap konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal larutan
It
T 10 a.b.c
Io
1
A log a.b.c
T
dimana:
T = persen transmitan
Io = intensitas radiasi yang datang
It = intensitas radiasi yang diteruskan
a = absorbansi molar
b = tebal kuvet
c = konsentrasi
12
lambang dan disebut koefisien absorbsi molar (Silverstein et al., 1991; Basset et
al., 1994).
3. Pemilihan pelarut
yang berupa larutan, gas atau uap. Menurut Mulja dan Suharman, untuk sampel
yang berupa larutan perlu diperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang dipakai,
antara lain:
demikian perlu diperhatikan absorpsi pelarut yang dipakai pada daerah UV-Vis
Tabel I. Pelarut untuk daerah ultraviolet dan daerah tampak (Day and
Underwood, 1996)
Jenis pelarut UV cut off (nm) Jenis pelarut UV cut off (nm)
Air 190 Kloroform 250
Metanol 210 Karbon tetraklorida 265
Sikloheksana 210 Benzena 280
Heksana 210 Toluena 285
Dietil eter 220 Piridina 305
p-Dioksan 220 Aseton 330
Etanol 220 Karbon disulfida 380
13
dihitung masing-masing kadar campuran zat tersebut secara serentak atau salah
satu komponen dalam campurannya dengan komponen yang lainnya (Mulja dan
Suharman, 1995).
1. Kemungkinan I
X Y
a
b
s
o
r
b
a
n
1 2
Panjang gelombang
Gambar 4. Spektra absorpsi senyawa X dan Y (tidak ada tumpang tindih pada
dua panjang gelombang yang digunakan) (Day and Underwood, 1996)
14
2. Kemungkinan II
cukup banyak bersama-sama Y pada 2. Pendekatan soal ini pada prinsipnya
absortifitas molar X pada 2, yang telah diketahui sebelumnya. Sumbangan ini
cara yang umum (Day and Underwood, 1996). Spektra kemungkinan dua dapat
X Y
a
b
s
o
r
b
a
n
1 2
Panjang gelombang
Gambar 5. Spektra serapan senyawa X dan Y. Tumpang tindih satu cara: X dapat
diukur tanpa gangguan Y, namun X mengganggu pengukuran Y (Day and
Underwood, 1996)
3. Kemungkinan III
Tumpang tindih dua cara dari spektra: bila tidak dapat ditemukan
X Y
a
b
s
o
r
b
a
n
1 2
Panjang gelombang
Gambar 6. Spektra serapan senyawa X dan Y. Tumpang tindih dua cara: tidak ada
panjang gelombang dimana salah satu komponen dapat diukur tanpa gangguan
oleh yang lain (Day and Underwood, 1996)
campuran X dan Y merupakan jumlah dari dua kurva individu. Sehingga dapat
sebagai berikut:
Pada 1:
AX(1) = aX(1) . b . cX dan AY(1) = aY(1) . b . cY
Absorbansi campuran pada 1:
Ac(1) = AX(1) +AY(1)
= aX(1) . b. cX + aY(1) . b . cY (1)
pada 2:
AX(2) = aX(2) . b . cX dan AY(2) = aY(2) . b . cY
Absorbansi campuran pada 2:
Ac(2) = AX(2) +AY(2)
= aX(2) . b . cX + aY(2) . b . cY (2)
16
dimana:
X dan Y pada kedua panjang gelombang tersebut. Jadi untuk dua konsentrasi X
dan Y yang tidak diketahui diperoleh dengan menyelesaikan dua persamaan (1)
dan (2) secara bersama dengan pengukuran Ac pada dua panjang gelombang yang
persyaratan agar diperoleh hasil yang memuaskan, antara lain harga selisih
(Zainuddin, 1999) atau harga rasio serapan jenis antar komponen pada panjang
terutama pada sediaan farmasi syarat tersebut akan sulit terpenuhi. Untuk
wavelength) (Zainuddin,1999).
Dimana:
Ac1, Ac2, Ac3, …Acj = serapan campurak pada panjang gelombang 1, 2, 3, ... j.
a1x, a2x, a3x, …ajx = serapan jenis senyawa X pada panjang gelombang 1, 2, 3, j
a1y, a2y, a3y, …ajy = serapan jenis senyawa Y pada panjang gelombang 1, 2, 3, j
cx = konsenttrasi senyawa X
cy = konsentrasi senyawa Y
Jika masing – masing disusun dalam persamaan matriks [:] maka akan
c a x a 1 x a x Ac
1
multi panjang gelombang dengan jumlah melebihi komponen dan dikenal dengan
berikut ini:
18
1. Akurasi
kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Range nilai %
recovery analit yang dapat diterima adalah 90-110%. Range tersebut bersifat
fleksibel tergantung dari kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi
Tabel II. Kriteria rentang recovery yang dapat diterima (Harmita, 2004)
2. Presisi
kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata – rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel – sampel
yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi biasanya
memiliki presisi yang baik apabila memiliki KV < 2 % tetapi kriteria ini fleksibel
19
tergantung dari kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi
3. Keterulangan
Suatu metode analisis harus dapat diulang terhadap sampel yang sama
dengan prosedur yang sama dan hasil yang memenuhi persyaratan statistik secara
umum
4. Sensitivitas
sampel dengan kadar yang terkecil akan tetapi masih memberikan tanggap
detector yang berbeda dengan pembanding atau tanpa sampel. Sedangkan LOQ
(Limit Of Quantitation) adalah kadar terkecil dari sampel yang dapat dianalisis
dengan hasil penentuan kuantitatif yang menunjukkan akurasi dan presisi yang
memadai
5. Selektivitas
6. Kemantapan
sama walaupun pengerjaannya dengan merk instrument yang berbeda, waktu, dan
F. Landasan Teori
gelombang 244 nm. Ibuprofen mempunyai serapan maksimal pada 221 nm.
Kedua zat ini larut dalam pelarut yang sama yaitu metanol sehingga dapat
selisih panjang gelombang yang tidak terlalu besar sehingga kurva serapan
terlebih dahulu. Parameter yang digunakan untuk validasi metode adalah akurasi
dan presisi. Metode spektrofotometri UV ini memiliki akurasi dan presisi yang
21
baik maka metode ini dapat diaplikasikan untuk menetapkan kadar campuran
G. Hipotesis
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Variabel Penelitian
continuous)
digunakan.
C. Definisi Operasional
ultraviolet.
D. Bahan Penelitian
mutu working standar (No. COA 0920032), ibuprofen mutu working standar (No.
COA 50909135) dari PT. KONIMEX, pelarut yang digunakan adalah metanol pro
analisis.
E. Alat Penelitian
1000µL, kuvet, dan alat-alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium analisis..
dilarutkan dalam metanol hingga 10,0 ml. Ambil 1,0 ml larutan tersebut encerkan
dengan aquadest hingga 10,0 ml. Dari larutan tadi dibuat larutan dengan seri kadar
0,4; 0,5; 0,7; 0,8; 1,0; 1,1 mg/100ml, yakni dengan mengencerkan 0,4; 0,5; 0,7;
metanol hingga 10,0 ml. Ambil 1,0 ml larutan tersebut encerkan dengan aquadest
hingga 10,0 ml. Dari larutan tadi dibuat larutan dengan seri kadar 0,6; 0,8; 1,0;
1,1; 1,2; 1,4 mg/100ml, yakni dengan mengencerkan 0,6; 0,8; 1,0; 1,1; 1,2; 1,4 ml
Dari seri kadar yang telah diperoleh pada penetapan rentang kadar
tengah dan dilakukan pengukuran absorbansi kedua larutan pada rentang panjang
serapan (A), b adalah koefisien regresi yang menunjukkan harga serapan jenis (a),
Dari tiap replikasi larutan baku parasetamol dan ibuprofen masing-masing diambil
1,05 ml dan 0,6 ml, campur, tambah aquadest sampai 10 ml Sebanyak 1,0 ml dari
larutan tersebut diencerkan dengan aquadest hingga 10,0 ml. Larutan ini diukur
pada 5 panjang gelombang yang diperoleh pada prosedur di atas. Absorbansi hasil
dasar absorbansi campuran (Ac) dan serapan jenis tiap komponen pada multi
G. Analisis Hasil
1. Akurasi
recovery dihitung dari kadar yang terukur atau kadar hasil dibandingkan dengan
kadar yang sebenarnya dikalikan 100%. Akurasi dikatakan baik jika recovery
2. Presisi
Coefficient of Variation (CV). Jika CV lebih kecil dari 2%, maka dinilai
mempunyai presisi yang baik. Koefisien variasi (CV) diperoleh dengan rumus:
BAB IV
tersebut kedalam pelarut yang sesuai. Pelarut yang sesuai untuk melarutkan kedua
parasetamol dan ibuprofen sangat mudah larut di dalam metanol. Metanol yang
dipakai adalah metanol pro analisis. Selain itu juga, diketahui metanol memiliki
serapan pada panjang gelombang dibawah 210 nm, sehingga metanol akan
meneruskan atau tidak akan menyerap sinar dengan panjang gelombang diatas
210 nm, akibatnya metanol tidak akan mengganggu spektrum serapan dari
pada tiap panjang gelombang yang digunakan dalam penelitian. Larutan baku
larutan baku adalah serapan antara 0,2-0,8 pada panjang gelombang dimana
memberikan prosentase kesalahan analisis yang masih dapat diterima yaitu (0,5-
1,0%).
konsentrasi 0,4; 0,5; 0,7; 0,8; 1,0; 1,1 mg% dan larutan ibuprofen dengan
konsentrasi 0,6; 0.8; 1,0; 1,1; 1,2; 1,4 mg% dapat memberikan serapan dalam
baku. Bila serapan pada konsentrasi rendah, tengah, tinggi dari senyawa sudah
memberikan serapan yang baik, maka dapat dipastikan seri konsentrasi lainnya
juga dapat memberikan serapan yang baik juga. Dari hasil pengukuran diperoleh
spektrum dari parasetamol dan ibuprofen pada 3 seri konsentrasi yaitu sebagai
berikut :
Gambar 10. Spektrum ibuprofen konsentrasi rendah 0,6 mg% Abs 0,345
Gambar 11. Spektrum ibuprofen konsentrasi tengah 1,0 mg% Abs 0,469
Gambar 12. Spektrum ibuprofen konsentrasi tinggi 1,4 mg% Abs 0, 769
30
adalah sama dengan panjang gelombang teoritis, yaitu 244 nm. Untuk serapan
maksimal ibuprofen secara teoritis adalah 221 nm, pada penelitian didapat serapan
maksimal ibuprofen adalah 223 nm. Terjadi pergeseran yang disebabkan oleh
perbedaan pelarut, secara teori pelarut yang digunakan adalah metanol, pada
lebih tinggi karena dengan pelarut polar akan menyebabkan transisi elektron
Dilihat dari kurva serapan dari larutan baku parasetamol dan ibuprofen,
maka kurva serapan dari kedua senyawa memiliki bentuk kurva yang berbeda,
yaitu puncak kurva dari ibuprofen berada pada panjang gelombang yang lebih
kecil dari parasetamol, yaitu pada 223 nm. Kurva serapan parasetamol
memberikan puncak serapan pada panjang gelombang 244 nm. Meski bentuk
kurva dari parasetamol dan ibuprofen berbeda, tapi kedua senyawa memberikan
bentuk kurva serapan yang konsisten atau mirip pada konsentrasi rendah, tengah,
tinggi. Perbedaan bentuk dan puncak kurva dari parasetamol dan ibuprofen
31
disebabkan karena perbedaan bentuk struktur dari kedua senyawa. Kedua senyawa
sama-sama memiliki ikatan kromofor yang sama panjang sehingga mereka dapat
memiliki serapan di daerah UV, tapi hal yang membedakan adalah adanya gugus
panjang gelombang yang akan diserap juga makin besar, seperti pada parasetamol.
Oleh karena itu, maka kurva parasetamol memiliki puncak serapan pada panjang
gelombang yang lebih besar. Struktur sistem kromofor dan auksokrom dari
Keterangan = : kromofor
------- : auksokrom
konsentrasi karena dalam penelitian ini ada 5 panjang gelombang sehingga akan
32
didapat 30 data yang merupakan jumlah minimal untuk mendapatkan data dengan
rentang panjang gelombang 215-265 nm, karena pada rentang panjang gelombang
sebagai panjang gelombang yang akan digunakan. Spektrum yang dipilih adalah
yaitu 7:4
adalah 223 nm pada panjang gelombang ini adalah serapan maksimal dari
ini, 225 nm, pada panjang gelombang ini parasetamol masih memberikan serapan
dan ibuprofen juga masih memberikan serapan yang cukup besar meski
konsentrasinya lebih kecil, 227 nm, pada panjang gelombang ini serapan
parasetamol cukup besar dan ibuprofen masih memberikan serapan yang cukup
besar, 230 nm, panjang gelombang ini merupakan titik potong kedua kurva
serapan parasetamol dan ibuprofen, 235 nm, pada panjang gelombang ini serapan
penelitian ini adalah 223 nm, 225 nm, 227nm, 230 nm, dan 235 nm.
kontribusi serapan suatu senyawa terhadap serapan dari campuran senyawa pada
gelombang 223, 225, 227, 230, 235 nm. Penentuan harga serapan jenis ini harus
A = abc
Dimana A = serapan
a = serapan jenis
b = tebal kuvet
c = konsentrasi
dapat terjadi gangguan instrumen yang berupa derau atau noise (e). Adanya derau
A = abc + e
menjadi:
A = ac + e
larutan dalam persamaan regresi linier yang analog dengan persamaan dalam
Y = bx + a
menunjukkan serapan jenis (a), x adalah konsentrasi (c) dalam mg%, sedangkan a
pada hukum Beer dengan demikian noise dapat diabaikan. Secara matematika
dan nilai tengah sama dengan nol. Untuk memperkecil derau atau noise maka
harga koefisien relasi yang dipilih adalah harga koefisien relasi yang mendekati
satu sehingga korelasi antara konsentrasi dan serapan benar-benar atau mendekati
linier.
Derau atau noise ini tidak disebabkan oleh materi yang dianalisis akan
serapan jenis antar replikasi hampir sama. Ini menunjukkan bahwa serapan jenis
pada tiap panjang gelombang memang serapan jenis dari parasetamol dan
ibuprofen. Hasil pengamatan serapan dan harga serapan jenis parasetamol dan
Keterangan:
a11 = serapan jenis parasetamol pada 223 nm a21 = serapan jenis ibuprofen pada 223 nm
a12 = serapan jenis parasetamol pada 225 nm a22 = serapan jenis ibuprofen pada 225 nm
a13 = serapan jenis parasetamol pada 227 nm a23 = serapan jenis ibuprofen pada 227 nm
a14 = serapan jenis parasetamol pada 230 nm a24 = serapan jenis ibuprofen pada 230 nm
a15 = serapan jenis parasetamol pada 235 nm a25 = serapan jenis ibuprofen pada 235 nm
Nilai serapan jenis yang dipakai adalah nilai serapan jenis dari
parasetamol dan ibuprofen pada replikasi II. Pemilihan nilai serapan jenis ini
nilai r tabel dengan taraf kepercayaan 95% dengan df 4 yaitu 0,811. Berdasarkan
38
data tersebut terlihat bahwa nilai r hitung parasetamol dan ibuprofen pada
replikasi II lebih besar dari nilai r tabel. Ini berarti bahwa persamaan tersebut
mempunyai linearitas yang baik, karena nilai r hitung semakin mendekati 1. Dasar
lain dalam memilih nilai serapan jenis yang akan digunakan dapat dilihat dari nilai
a dari persamaan, nilai a ini melambangkan noise atau pengganggu. Dalam suatu
menunjukkan bahwa hasil penelitian ini dapat dipercaya. Nilai a dari parasetamol
ataupun ibuprofen pada replikasi II memberikan hasil yang baik, yaitu nilai a nya
replikasi 2 bukan nilai a yang terkecil. Hal pertama yang harus diperhatikan
adalah melihat nilai r nya. Nilai r diterima bila lebih besar dari nilai r tabel, dan
digunakan untuk parasetamol dan ibuprofen adalah nilai serapan jenis pada
Dari data harga serapan jenis parasetamol dan ibuprofen, nilai serapan
jenis prasetamol pada panjang gelombang 223, 225, 227, 230, 235 nm, memiliki
nilai yang lebih besar daripada nilai serapan jenis ibuprofen pada ke-5 panjang
dalam campuran lebih besar dari kontribusi serapan ibuprofen dalam campuran.
Hal ini dikarenakan konsentrasi parasetamol dalam campuran lebih besar dari
pada konsentrasi ibuprofen (7:4). Data serapan jenis yang diperoleh ini kemudian
39
komposisi ini didasarkan pada komposisi masing-masing zat dalam sediaan yang
telah beredar di pasaran. Larutan sampel dibuat sebanyak lima replikasi, dengan
tujuan agar data yang diperoleh lebih akurat dan representatif. Kemudian larutan
tersebut diukur serapannya pada kelima panjang gelombang yaitu 223, 225, 227,
dengan bentuk spektrum tumpang tindih (gambar 15), karena spektrum campuran
merupakan gabungan dari 2 senyawa dalam satu larutan, sehingga tidak dapat
parasetamol dan ibuprofen, tapi merupakan tumpang tindih dari spektrum masing-
dalam satu larutan sehingga spektrum yang diperoleh merupakan spektrum dari
memasukkan data yang tersedia pada rumus perhitungan matriks. Kemudian dari
Akurasi suatu metode analisis untuk bahan obat dengan kadar kecil
dikategorikan baik apabila nilai range recovery nya antara 90-107%, karena kadar
analit yang diperoleh 0,0105 mg/ml dan 0,006 mg/ml, jadi range recovery yang
41
parasetamol dan ibuprofen adalah 0,555% dan 0,329%. Nilai range recovery
dikatakan metode ini memiliki akurasi yang baik. Nilai % CV dari parasetamol
dan ibuprofen juga masuk dalam range <2%, sehingga dapat dikatakan metode ini
juga memiliki presisi yang baik. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
BAB V
A. Kesimpulan
B. Saran
penetapan kadar capuran parasetamol dan ibuprofen dalam sediaan obat, misal
tablet.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1989, The Merck Index, 11thED, 6688, 6987, Merck & Co, New Jersey
Day, R. A., Underwood, A. L., 1980, Quantitative Analysis, 3rd Ed, 355-391,
Prentice Hall Ltd, New Delhi
Day, R. A., Underwood, A. L., 1996, Kimia Analisis Kuantitatif, Edisi V, 382-
415, Erlangga, Jakarta
Mulja, M., Hanwar, D., 2003, Prinsip-prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik
(Good Laboratory Practice), Majalah Farmasi Airlangga, vol.III, No. 2
Pescok, R., L., Shields, L. D., 1976, Modern Methodes of Chemical Analysis, 2nd
Ed., 115-239, John Willey & Sons, New York
Skoog, D. A., 1985, Principle of Instrumental Analysis, 3rd Ed, 113-213, Saunders
College Publishing, Philadelphia
Skoog, West, Holler, 1994, Analitical Chemistry (An Introduction), 6th Ed, 383-
432, Sounders College Publishing, Philadelphia
Zainuddin, M., 1994, Pengaruh Rasio Harga Serapan Jenis Terhadap Akurasi
Hasil Analisis Spektrofotometri Dengan Teknik Persamaan Simultan,
Bulletin ISFI, vol 23, No. I, 15-21
44
Zainuddin, M., 1999 (b), Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda Pada
Analisis Multikomponen Secara Spektrofotometri Terhadap Campuran
Fenilbutazon dan Metampiron, Majalah Farmasi Indonesia, 10(4). 217-
223
45
Sertifikat Parasetamol
46
Sertifikat Ibuprofen
47
Tabel XIII. Data penimbangan Parasetamol dan Ibuprofen untuk larutan sampel
Dari masing-masing larutan, ambil 1,06 ml dari larutan parasetamol dan 0,6 ml
dari larutan ibuprofen
larutan stok campuran dibuat dengan mengambil 1,05 ml dan 0,6 ml dari larutan
larutan yang diukur dibuat dengan mengambil 1 ml dari larutan stok dan add
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
X mg/ml = 1.05mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
X mg/ml = 0.654mg/ml
Jadi kadar teoritis dari parasetamol dan ibuprofen adalah 1,05 mg/ml dan 0,654
mg/ml
Replikasi 1
-1
C1 1.0249
= 0.6074
C2
50
C2 = kadar ibuprofen
Jadi kadar percobaan parasetamol dan ibuprofen dalam campuran 1,0249 mg/ml
diambil 1.05 ml untuk parasetamol dan 0.6 ml untuk ibuprofen, campur larutan
tersebut dan ditambah aquadest sampai 10 ml, dari larutan tersebut diambil 1 ml
kemudian add aquadest sampai 10 ml. Maka kadar teoritis dari parasetamol dan
ibuprofen adalah:
Replikasi I
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
X mg/ml = 1.05mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
X mg/ml = 0.654mg/ml
Replikasi II
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
X mg/ml = 1.1235mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
X mg/ml = 0.6mg/ml
Replikasi III
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
X mg/ml = 1.1025mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
X mg/ml = 0.642mg/ml
Replikasi IV
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
X mg/ml = 1.1235mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
X mg/ml = 0.63mg/ml
59
Replikasi V
Kadar parasetamol = c1 x v1 = c2 x v2
X mg/ml = 1.0185mg/ml
Kadar ibuprofen = c1 x v1 = c2 x v2
X mg/ml = 0.624mg/ml
panjang gelombang 223, 225, 227, 230, 235 nm. Data serapan larutan sampel
Replikasi 1
-1
C1 1.0249
= 0.6074
C2
Replikasi 2
-1
0.3486 0.2535
0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447 0.3911 0.2514
C1 0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625 0.4320 0.2361 0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447 0.524
= 0.4707 0.1754 X 0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625 0.536
0.5447 0.0625 0.577
C2 0.589
0.592
C1 1.0161
= 0.6085
C2
Replikasi 3
-1
0.3485 0.2535
C1 0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447 0.3910 0.2514 0.522
0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625 0.4319 0.2361 0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447 0.535
= 0.4706 0.1754 X 0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625 0.572
C2 0.5447 0.0625 0.579
0.591
C1
1.0094
= 0.6038
C2
61
Replikasi 4
-1
0.3484 0.2535 0.527
0.3909 0.2514 0.533
C1 0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447 0.4318 0.2361 0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447 0.578
= 0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625 0.4705 0.1754 X 0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625 0.583
0.5447 0.0625 0.594
C2
C1
1.0154
= 0.6067
C2
Replikasi 5
C1 -1
0.3483 0.2535 0.526
0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447 0.3908 0.2514 0.3483 0.3908 0.4317 0.4704 0.5447 0.538
= 0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625 0.4317 0.2361 X 0.2535 0.2514 0.2361 0.1754 0.0625 0.568
C2 0.4704 0.1754 0.585
0.5447 0.0625 0.593
C1
1.0140
= 0.6044
C2
62
A. Perhitungan recovery
1.0249
Replikasi I parasetamol = X 100% = 97.610%
1.05
0.6074
Ibuprofen = X 100% = 92.875%
0.654
1.0161
Replikasi II parasetamol = 1.1235 X 100% = 90.441%
0.6085
Ibuprofen = 0.6 X 100% = 101.417%
1.0094
Replikasi III parasetamol = 1.1025 X 100% = 91.556%
0.6038
Ibuprofen = 0.642 X 100% = 94.049%
1.0154
Replikasi IV parasetamol = 1.1235 X 100% = 90.378%
0.6067
Ibuprofen = X 100% = 96.302%
0.63
1.0140
Replikasi V parasetamol = X 100% = 99.558%
1.0185
0.6044
Ibuprofen = 0.624 X 100% = 96.859%
B. Perhitungan %CV
No Parasetamol Ibuprofen
Kadar terukur Kadar terukur
(mg%) (mg%)
1 1.0249 SD = 0.00564 0.6074 SD =
2 1.0161 Rata-rata = 0.6085 0.001998
3 1.0094 1.01596 0.6038 Rata-rata =
4 1.0154 0.6067 0.60616
5 1.0140 0.6044
0.00564
%CV parasetamol = = 0.555%
1.01596 X 100%
0.00564
%CV ibuprofen = = 0.329%
1.01596 X 100%
64
Biografi Penulis
tingkat kedua ditempuh di SMA Negeri 1 Purworejo lulus tahun 2006. Selepas
lulus SMA, pada tahun 2006 penulis memiliki kesempatan untuk melanjutkan
kuliah penulis pernah menjadi asisten praktikum kimia dasar (2009), menjadi