Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH BIOFARMASI

ELIMINASI OBAT
Dosen pengampu : Arif Hidayat, S.Farm., Apt.

Di susun oleh

Kelompok 5 :

1. Kristiwi Sutanti (201651320)


2. Ina Riris (201651321)
3. Haryanto (201751143)
4. Saidah (201751285)
5. Asilia Rahmayanti (201651011)
6. Andang Priharsa S (201651101)
7. Rina Eka P (201651177)

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL’KAMAL


Jalan Raya Al Kamal No.2, RT.7/RW.3, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, 11520
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa atas segala limpah Rahmat dan
KaruniaNya saya bisa menyelsaikan makalah yang masih penuh dengan kekurangan ini. Ucapan
terimakasih saya sampaikan kepada Bpk Arif Hidayat, S.Farm., Apt. selaku dosen pengampu mata
kuliah Biofarmasi. Kritik dan saran yang membangun dari teman-teman mahasiswa sangat saya terima
demi untuk kebaikan isi dari makalah ini.

Jakarta 25 Juli 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Eliminasi obat dapat berlangsung melalui dua cara, yaitu ekskresi dan metabolisme
(biotransformasi). Tetapan laju eliminasi (K) adalah jumlah tetapan laju metabolisme order kesatu
(Km) dan tetapan laju ekskresi order kesatu (Ke) à K = Ke + Km. Adalah hal penting untuk
mempertimbangkan apakah fraksi obat dieliminasi melalui metabolisme dan apakah fraksi di eliminasi
melaui ekskresi. Obat – obat yang di metabolisme dalam jumlah besar menunjukkan perbedaan waktu
paruh eliminasi yang besar pada berbagai orang. Tidak seperti ekskresi ginjal, yang sangat bergantung
pada laju filtrasi glomerulus, metabolisme bergantung pada aktivitas intrinsic dari enzim
biotransformasi, yang dapat berubah oleh genetic dan faktor lingkungan.

1. Biotransformasi / Metabolisme Obat

Biotransformasi atau lebih dikenal dengan metabolisme obat, adalah perubahan dari suatu
senyawa menjadi senyawa lain yang lebih polar, lebih mudah larut dalam air, dan terionisasi sehingga
dapat dieliminasi lebih mudah. Proses perubahan struktur kimia obat ini terjadi dalam tubuh dan
dikatalisis oleh enzim. Metabolisme dapat terjadi di beberapa tempat, terutama di hepar, sedikit
dalam ginjal, empedu, jaringan otot, dan dinding usus. Enzim-enzim yang berperan dalam
metabolisme terdapat dalam mitokondria atau fraksi mikrosomal. Selain itu, di dalam darahpun
metabolisme beberapa obat dapat terjadi, karena adanya enzim yang diproduksi oleh sel darah. Enzim
yang berperan dalam biotransformasi obat dibedakan berdasar letak dalam sel, yaitu Enzim Mikrosom
terdapat dalam reticulum endoplasma halus dan Enzim Non Mikrosom.

Kedua Enzim Mikroson dan Enzim Non Mikrosom, aktifitasnya ditentukan oleh faktor genetic,
sehingga kecepatan metabolisme obat antar individu bervariasi. Aksi fisiologis terpenting dari enzim
metabolisme adalah mengubah senyawa yang bersifat lipofilik menjadi metabolit yang larut dalam air
sehingga mudah diekskresi.

Metabolisme obat umumnya dibagi menjadi fase I dan fase II. Metabolisme obat pada fase I
meliputi reaksi oksidasi, reduksi, hidolisis dan dehalogenasi. Fase II berupa reaksi konjugasi. Pada fase
I biasanya terbentuk senyawa dengan gugus baru yang bersifat cukup polar, yaitu gugus OH, NH2, SH.
Namun senyawa (metabolit) yang terbentuk ini belum tentu dapat dieliminasi. Untuk mempermudah
eliminasinya, senyawa tadi kemudian mengalami reaksi fase II dengan substrat endogen yaitu
glukoronat, sulfat, asetat atau asam amino sehingga terbentuk senyawa baru yang sangat polar.

2. Ekskresi Obat

Obat yang bersifat polar akan diekskresi melalui organ ekskresi dalam bentuk tidak berubah
dan yang bersifat non-polar dimetabolisme terlebih dahulu agar menjadi lebih polar dan kurang larut
dalam lipid sehingga mudah diekskresi. Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi
dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar
lebih cepat diekskresi daripada obat larut lemak, kecuali yang melalui paru.
Ekskresi obat dari tubuh dapat melalui berbagai cara, namun demikian ekskresi obat yang utama
adalah melalui ginjal. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting dan ekskresi disini resultante
dari 3 proses, yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasif di tubuli
proksimal dan distal. Ekskresi obat dapat juga melalui empedu, intestinum, paru atau air susu pada
wanita menyusui.
BAB II

PEMBAHASAN

MEKANISME EKSKRESI GINJAL

Ekskresi obat melalui ginjal dipengaruhi oleh sifat fisika kimia obat, ikatan protein plasma dan faal
ginjal. Jumlah obat yang diekskresi ke dalam urin merupakan hasil filtrasi, sekresi dan reabsorpsi.
Filtrasi dan sekresi memperbesar jumlah obat, sedangkan reabsorpsi mengurangi jumlah obat.
Dengan kata lain kecepatan ekskresi = kecepatan filtrasi + kecepatan sekresi – kecepatan reabsorpsi.

Kebanyakan obat biasanya metabolitnya melalui air seni yaitu :

1. Obat larut dalam air


2. Mempunyai DM < 300
3. Mengalami biotransformasi secara labat oleh hati

Ekskresi obat dan metabolit ke dalam urine melaui tiga proses yaitu filtrasi glomerulus, aktif tubular
sekresi, pasif tubular reabsorpsi.

1. Filtrasi glomerulus

Filtrasi glomerulus merupakan proses yang pasif, tidak selektif, dimana cairan dan zat-zat
terlarutnya terdorong melalui membrane semi permeable melalui tekanan hidrostatik. Sejumlah
cairan yang terfiltrasi dari darah kedalam kapsula bowmen dalam setiap menitnya disebut dengan
glomerular fitration rate (GFR). GFR di pengaruhi oleh tiga factor :

a) Total permukaan yang memungkinkan untuk proses filtrasi.


b) Permeabilitas membrane filtrasi.
c) Total tekanan filtrasi

Tekanann fitrasi ditentukan oleh kekuatan tekanan yaitu tekanan hidrostatik yang mendorong dan
tekanan osmotic yang menarik. Perbedaan kedua tekanan tersebut menentukan tekanan total dari
tekanan filtrasi.

GFR normal pada orang dewasa adalah 120-125 ml/menit. Keadaan tersebut dipertahankan
tetap oleh control intrinsic yang disebut dengan autoregulasi renal. Autoregulasi dicapai dengan
beberapa mekanisme yaitu : mekanisme myogenikyang mengontrol diameter anteriol afferent yang
berespon terhadap perubahan tekanan pada pembuluh darah. Tekanan darah yang meningkat
menyebabkan pembuluh renal kontriksi. Kontrol intristik yang lain adalah mekanisme renin-
angiotensin. Sel khusus yang disebut dengan aparatus jukstaglomerulus kebanyakan dipacu oleh
adanya penurunan tekanan dalam system sirkulasi.

Filtrasi glomerulus juga dikontrol oleh mekanisme ekstrinsik melalui system syaraf parasimpatis.
Dalam keadaan gawat atau stress, system syaraf simpatis menyebabkan vasokonstriksii yang kuat
pada anteriol afferent dan menghambat pembentukan filtrate. Sistem syaraf simpatis merangsang sel
jukstaglomerulus untuk melepaskan rennin yang nantinya akan meningkatkan tekanan darah sistemik.

2. Aktif tubular sekresi

Sekresi aktif tubular merupakan mekanisme eliminasi obat yang paling cepat melalui ginjal.
Sekresi aktif tubular memerlukan energi, di kenal dua sistem transport aktif ginjal yaitu asam lemah
dan basa lemah. Asam lemah diantaranya peniciline, cefalosforine, dll, sedangkan yang termasuk
dalam basa lemah diantaranya procainamide. Sistem transport aktif ini dapat mencapai bersihan
maksimal walaupun obat terikat pada protein plasma. Misalnya penisiline, walaupun terikat pada
protein plasma dan di ekskresi dengan sangat lambat melalui filtrasi glomerulus, kecepatan eliminasi
penisiline pada ginjal sangat tinggi karena penisiline di sekresikan secara aktif ke dalam lumen tubulus
ginjal. Oleh karena banyaknya obat yang di sekresikan secara aktif dengan cara yang sama, dapat
menimbulkan kompetesi dianta obat tersebut. Misalnya probenesid dapat memeperlambar ekskresi
penisiline dengan jalan berkompetensi untuk transport aktif pada sel-sel tubuli ginjal sehingga secara
klinik akan di peroleh kadar penisiline yang lebih tinggi.

3. Pasif tubular reabsorpsi

Reabsorpsi obat-obat asam atau basa lemah di pengaruhi oleh pH cairan tubulus ginjal (pH
urine) pKa obat. Obat-obat yang memepuntai kelarutan dalam lipid yang tinggi akan berdifusi secara
pasif masuk kembali melalui sel-sel epitel tubuli sehingga terjadi reabsorpsi obat secara pasif. Dengan
demikian obat-obat yang larut dalam lipid akan di eksresi dengan sangat lambat sekali. Sebaliknya
obat-obt polar akan tetap tinggal pada filtat sebab membran tubuli tidak permeable untuk obat obat
yang terionisasi dan kurang larut dalam lipid. Dengan terjadinya reabsorpsi air di filtrat, konsentrasi
obat polar sangat meningkat dalam urine sampai 100 kali di bandingkan konsentrasi di dalam plasma.
Contoh obat polar yang larut di dalam air adalah antibiotik streptomycin dan gentamycin.

MEKANISME EKSKRESI URINE DAN KLIRENS PLASMA

Biasanya dari 125 mL plasma yang difiltrasi per menit, 124 mL/menit direabsorsi, sehingga
jumlah akhir urin yang terbentuk rata-rata adalah 1 mL/menit. Dengan demikian, urin yang
dieksresikan per hari adalah 1,5 L dari 180 L yang difiltrasi. Urin mengandung berbagai produk sisa
dengan konnsentrasi tinggi ditambah sejumlah bahan dengan jumlah bervariasi yang diatur oleh
ginjal, dan kelebihannya akan dikeluarkan melalui urin.

Dengan mengeksresikan bahan-bahan dalam urin, ginjal membersihkan bahan-bahan dari


plasma yang mengalir melaluinya. Untuk setiap bahan, klirens plasmanya (plasma clearance)
didefinisikan sebagai volume plasma yang dibersihkan seluruhnya dari bahan yang bersangkutan per
menit. Klirens tidak mengacu pada jumlah bahan yang disingkirkan, tetapi pada volume plasma dari
tempat jumlah tersebut disingkirkan. Klirens plasma sebenarnya merupakan ukuran yang lebih
bermanfaat daripada ekskresi urin. Klirens plasma mencerminkan efektivitas ginjal menyingkirkan
berbagai bahan dari lingkungan cairan internal.

Apabila suatu bahan difiltrasi tetapi tidak direabsorpsi atau disekresi, laju klirens plasmanya
sama dengan GFR. Jika suatu bahan difiltrasi atau direabsopsi tetapi tidak dieksresi, laju klirens
plasmanya selalu lebih rendah daripada GFR. Apabila suatu bahan difiltrasi dan disekresi tetapi tidak
direabsorpsi, laju klirens plasmanya selalu lebih besar daripada GFR.

Osmolaritas CES (konsentrasi zat terlarut) bergantung pada jumlah relatif H2O dibandingkan
dengan zat terlarut. Pada konsentrasi zat terlarut dan keseimbangan cairan normal, cairan tubuh
dikatakan bersifat isotonik pada osmolaritas 300 miliosmol/liter (mosm/L). Apabila terdapat banyak
H2O relatif terhadap jumlah zat terlarut, cairan tubuh bersifat hipotonik, yang berarti cairan tersebut
terlalu encer dengan osmolaritas <300 mosm/L. Apabila terjadi defisit H2O relatif terhadap jumlah zat
terlarut, cairan tubuh menjadi terlalu pekat dan bersifat hipertonik, dengan osmolaritas >300 mosm/L.
Pada cairan interstisium medula kedua ginjal terdapat gradien osmotik vertikal besar.
Konsetrasi cairan interstisium secara progresif meningkat dari batas korteks turun ke kedalaman
medulla ginjal sampai maksimum 1.200 mosm/L pada manusia di taut dengan pelvis ginjal. Gradien
osmotik vertikal ini tetap konstan tanpa bergantung pada keseimbangan cairan tubuh. Adanya gradien
ini memungkinkan ginjal menghasilkan urin dengan konsentrasi antara 100-1200 mosm/L, bergantung
pada status hidrasi tubuh.

Setelah dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. Aliran urin di
ureter tidak semata-mata bergantung pada gaya tarik bumi. Konstraksi peristaltik otot polos di dalam
dinding uretra juga mendorong urin bergerak maju dari ginjal ke kandung kemih. Sebagaimana sifat
otot polos, otot polos kandung kemih dapat sangat meregang tanpa menyebabkan peningkatan
ketegangan dinding kandung kemih. Selain itu, dinding kandung kemih yang berlipat-lipat menjadi rata
sewaktu kandung kemih terisi untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih. Otot polos kandung
kemih mendapat banyak persarafan serat parasimpatis yang apabila dirangsang akan menyebabkan
kontraksi kandung kemih. Apabila saluran keluar melalui uretra terbuka, kontraksi kandung kemih
menyebabkan pengosongan urin dari kandung kemih. Walaupun demikian, pintu keluar kandung
kemih dijaga oleh 2 sfingter, sfingter uretra interna dan eksterna.

Mikturisi, atau berkemih, yaitu proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh 2
mekanisme, yaitu:

1. Reflex berkemih

Dicetuskan apabila reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Kandung
kemih pada orang dewasa dapat menampung sampai 250-400mL urin sebelum tegangan di
dindingnya mulai meningkat untuk mengaktifkan reseptor tegang. Serat-serat aferen dari reseptor
regang membaw impuls ke korda spinalis dan akhirnya melalui antar neuron, merangsang saraf
parasimpatis yang berjalan ke kandung kemih dan menghambat neuron motorik yang mempersarafi
sfingter eksterna. Stimulasi parasimpatis pada kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi.
Perubahan bentuk kandung kemih sewaktu organ tersebut berkontraksi secara mekanis menarik
sfingter interna terbuka. Secara simultan, sfingter eksterna melemas karena neuron-neuron
motoriknya dihambat. Saat kedua sfingter terbuka, urin terdorong keluar melalui uretra akibat gaya
yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih. Reflex berkemih ini seluruhnya merupakan reflex
spinal.

2. Kontrol volunteer

Pengisian kandung kemih, selain memicu reflex berkemih, juga menyebabkan timbulnya keinginan
sadar untuk berkemih. Persepsi kandung kemih yang penuh muncul sebelum sfingter eksterna secara
reflex melemas. Akibatnya kontrol volunteer terhadap berkemih, yang dipelajari selama toiler training
pada masa anak-anak dini, dapat mengalahkan reflex berkemih, sehingga pengosongan kandung
kemih dapat terjadi sesuai keinginan orang yang bersangkutan dan bukan pada saat pengisian
kandung kemih pertama kali mencapai titik yang menyebabkan pengaktifan reseptor regang. Apabila
saat berkemih tidak tepat sementara reflex berkemih sudah dimulai, pengosongan kandung kemih
dapat secara sengaja dicegah dengan mengencangkan sfingter eksterna dan diafragma pelvis. Impuls
eksitatorik volunteer yang berasal dari kortek serebrum mengalahkan masukan inhibitorik reflex dari
reseptor regang ke neuron-neuron motori yang terlibat sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan
urin tidak dikeluarkan.
MEKANISME EKSKRESI PADA PARU

Setiap bagian paru paru memiliki fungsinya masing masing dalam sistem pernafasan pada
manusia dan sistem respirasi manusia. Istilah pernafasan dipakai untuk menunjukkan kegiatan
menghirup dan mengeluarkan udara dari dalam tubuh. Sedangkan respirasi oleh paru paru digunakan
untuk menunjukkan pertukaran oksigen dengan karbondioksida dan uap air. Disinilah paru paru
berperan sebagai organ sistem ekskresi paru paru yaitu dalam pembuangan karbondioksida dan uap
air ke luar tubuh.

Mekanisme Pernafasan

Mekanisme pernafasan pada manusia ada 2 macam yaitu pernafasan dada dan pernafasan
perut. Kedua mekanisme pernafasan ini memiliki fase yang sama yaitu fase inspirasi dan ekspirasi.
Pada pernafasan dada, pernafasan terjadi oleh bantuan tulang rusuk. Tahapan pernafasan dada
diuraikan sebagai berikut:

a) Fase inspirasi – pada fase inspirasi pernafasan dada, otot rusuk (muskulis intercostalis
eksternal) berkontraksi. Hal ini menyebabkan tulang rusuk terangkat dari keadaan normal.
Sesuai dengan prinsip tekanan, semakin besar volume maka tekanan yang dimiliki mengecil.
Sehingga tekanan udara dalam paru paru mengecil. Akibatnya udara masuk ke dalam paru
paru.
b) Fase ekspirasi – pada fase ekspirasi pernafasan dada, otot rusuk relaksasi yang menyebabkan
tulang rusuk yang tadinya terangkat saat fase inspirasi kembali dalam keadaan semula. Hal ini
menyebabkan volume paru paru mengecil dan tekanan membesar. Akibatnya udara keluar
dari paru-paru.

MEKANISME EKSKRESI PADA EMPEDU

Empedu merupakan cairan berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati. Fungsi empedu
diantaranya:

a) Membantu pencernaan lemak dalam usus halus – empedu membantu fungsi enzim lipase
usus halus dengan meningkatkan luas permukaan lemak sehingga mudah untuk diubah
menjadi asam lemak dan gliseroL.
b) Sebagai pengemulsi lemak – empedu mengikat lemak dengan membentuk misel misel. Misel
ini mudah larut dalam air sehingga mudah ditransport mendekati dan diserap dinding bagian
bagian usus halus.
c) Memberi suasana basa – beberapa enzim pencernaan di usus tidak bisa bekerja optimal dalam
suasana asam. Hal ini dinetralisir oleh empedu yang bersifat basa.
d) Membantu pencernaan vitamin larut lemak – dengan membantu pencernaan lemak secara
tidak langsung empedu juga membantu pencernaan vitamin vitamin larut lemak yaitu vitamin
A, D, E, dan K.
e) Bakterisida – empedu memiliki sifat bakterisida yaitu mengurangi bakteri merugikan pada
bagian bagian usus besa.

1. Pembentukan Empedu

Empedu dibentuk oleh sel hepatosit (sel hati) kemudian dialirkan melalui saluran empedu
menuju usus halus atau menuju kantong empedu untuk disimpan. Komposisi empedu antara lain air,
getah empedu, bilirubin, kolesterol, asam lemak, lesitin, natrium, kalium, kalsium, klorida, dan ion
bikarbonat. Zat-zat dalam empedu merupakan zat yang akan dibuang dari tubuh. Mineral mineral yang
ada dalam empedu sebenarnya dibutuhkan tubuh, namun tubuh tidak bisa menyimpannya. Akibatnya
kelebihan mineral ini dibuang keluar tubuh melalui empedu. Empedu yang dihasilkan oleh hati dapat
mencapai 1 liter per hari.

2. Penyimpanan Empedu

Tidak semua empedu yang dihasilkan dikeluarkan dalam usus halus. Sebagian besar empedu
disimpan dalam tubuh pada kantong empedu. Fungsi kantong empedu lainnya dapat dibaca pada
artikel sebelumnya. Kantong empedu hanya dapat menyimpan empedu sekitar 30-60 ml saja,
sehingga empedu dari hati dipekatkan dengan cara mengabsorbsi air, natriun, klorida dan elektrolit
lainnya. Akibatnya ada perbedaan yang signifikan antara konsentrasi empedu yang disekresikan hati
dan yang disimpan dalam kantong empedu.

3. Sekresi Empedu

Empedu yang disimpan dalam kantong empedu akan disekresikan saat ada makanan yang
masuk kedalam usus halus. Peristiwa ini biasanya terjadi 20 menit setelah konsumsi makanan atau
minuman. Makanan, khususnya yang mengandung lemak, akan merangsang kantong empedu untuk
mensekresikan empedu. Sekresi empedu juga dipengaruhi oleh rangsangan dari kelenjar pankreas dan
saraf saraf pada perut.

MEKANISME EKSKRESI SIKLUS UREA

Amonia merupakan hasil samping dari metabolisme protein dalam tubuh. Amonia merupakan
zat yang bersifat racun dalam tubuh. Kelebihan amonia dalam tubuh dapat menyebabkan
keseimbangan terganggu dan mengurangi energi yang dihasilkan tubuh. Ini disebabkan amonia
menggunakan α-ketoglutarat pada siklus krebs untuk membentuk glutamin. Oleh karena itu kadar
amonia dalam tubuh tidak boleh lebih dari 35µmol/L. kelainan pada tubuh yang berkaitan dengan
kadar amonia/urea yang tinggi disebut hiperamonemia. Tubuh manusia akan merespon keberadaan
amonia dengan mengubahnya menjadi senyawa yang tidak beracun, yaitu urea melalui siklus urea.

1. Siklus Urea

Urea merupakan zat yang tidak beracun dan dapat dibuang melalui urin. Urea merupakan
hasil reaksi dari amonia, karbondioksida dan asam aspartat. Reaksi ini terjadi dalam matriks
mitokondria dan sitosol dari sel hepasit. Pembentukan urea berlangsung melalui 5 tahapan yaitu:

a) Pembentukan karbamoil fosfat– karbamoil fosfat dibentuk dari reaksi amonia, ion bikarbonat
dari karbondioksida. Reaksi ini membutuhkan energi ATP dan dikatalis oleh enzim pada
mitokondia.
b) Pembentukan sitrulin – sitrulin dibentuk dari ornitin dan karbamoil fosfat dengan bantuan
enzim ornitin transkarbomoilase. Sitrulin kemudian masuk ke dalam sitosol.
c) Pembentukan argininosusinat – sitrulin pada sitosol dikatalis menggunakan enzim
argininosusinat sintetase dan energi ATP membentuk argininosusinat.
d) Pemecahan argininosusinat– segera setelah terbentuk argininosusinat dipecah oleh enzim
argininosusinat liase menjadi arginine dan fumarat. Fumarat yang dihasilkan masuk kedalam
siklus krebs.
e) Hidrolisis arginine – arginine kemudian bereaksi dengan air dan menghasilkan ornitin dan
urea. Ornitin yang dihasilkan akan masuk kembali dalam reaksi tahap kedua.
2. Sekresi Urea

Urea yang dihasilkan dari siklus urea pada hati kemudian dibawa ke dalam ginjal untuk
selanjutnya dibuang bersama urin. Selain melalui ginjal, urea juga dapat dikeluarkan tubuh melalui
keringat pada kulit. Kedua organ ini saling melengkapi. Saat cuaca dingin, keringat jarang keluar
sehingga sebagian besar urea dikeluarkan melalui urin. Sedangkan pada cuaca panas, urea banyak
dikeluarkan melalui keringat.

Apabila ekskresi amonia terganggu maka kadar amonia dalam darah akan meningkat. Kondisi
ini disebut dengan hiperamonemia. Penderita hiperamonemia akan mengalami beberapa gejala
sebagai berikut:

a) Dehidrasi – penderita hiperamonia akan mengalami dehidrasi akibat adanya


ketidakseimbangan cairan pada tubuh yang disebabkan mengingkatnya kadar amonia dalam
darah.
b) Kelesuan– kadar amonia yang meningkat akan mengganggu jalannya siklus krebs sebagai
penghasil energi utama tubuh. Akibatnya tubuh terasa lemas.
c) Nafas memburu – energi yang dihasilkan tubuh berkurang sehingga bagian bagian otak
manusia mengirimkan sinyal untuk mempercepat metabolisme tubuh, salah satunya dengan
mempercepat pengikatan oksigen.
d) Lemah otot – otot lurik memerlukan banyak energi dalam beraktivitas. Jika energi berkurang
maka otot akan
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Eliminasi obat dapat berlangsung melalui dua cara, yaitu ekskresi dan metabolisme
(biotransformasi).
2. Ekskresi obat dari tubuh dapat melalui berbagai cara yaitu melalui empedu, intestinum, paru
atau air susu pada wanita menyusui.
3. Ekskresi obat yang utama adalah melalui ginjal. Ginjal merupakan organ ekskresi yang
terpenting dan ekskresi disini resultante dari 3 proses, yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi
aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.
DAFTAR PUSTAKA

Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed. Ke-2. Jakarta: EGC, 2001: 463-501.

Renal System. Diunduh dari http://www.bookrags.com/research/renal-system-wap/ pada 16 Maret


2010.

Renal physiology. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Renal_physiology pada 16 Maret 2010.

http://ilmugreen.blogspot.com/2012/06/filtrasi-glomerulus.html

https://anggi05.wordpress.com/2008/12/19/hubungan-eliminasi-metabolisme-dan-ekskresi-
terhadap-bioavailabilitas

https://dosenbiologi.com/manusia/sistem-ekskresi-paru-paru

https://www.slideshare.net/hlynanainggolan/ekskresi-dan-klirens-ginjal

Anda mungkin juga menyukai