Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

KEBUTUHAN SPIRITUAL

Di Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Mojokerto

Oleh :
Kelompok 7
1. Urfitara Sadida (201803057)
2. Kiki Dwi Anjarsari (201803056)
3. Moh Saleh Riyanto (201803042)
4. Moh Iqbal Adi Santoso (201803039)
5. Mukhlis Gunawan (201803040)
6. Pubi Caty (201803074)
7. Rina Wahyu Ningtias (201803032)
8. Alvin Nur Fadhilah (201803064)
9. Rhobiatul Adawiyah (201803124)
10.Etik Retnowati (201803063)
11.Riadatun Jannah (201803004)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2018
Satuan Acara Penyuluhan (SAP)
Kebutuhan Spiritual

A. Identifikasi Masalah
Manusia adalah mahluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan
makhluk tuhan yang lainnya. Mengapa demikian? Tentu jawabannya karena
manusia telah diberkahi dengan akal dan fikiran yang bisa membuat manusia
tampil sebagai khalifah dimuka bumi ini. Akal dan pikiran ini lah yang
membuat manusia bisa berubah dari waktu ke waktu.Dalam kehidupan
manusia sulit sekali diprediksi sifat dan kelakuannya bisa berubah sewaktu-
waktu. Kadang dia baik,dan tidak bisa dipungkiri juga banyak manusia yang
jahat dan dengki pada sesama manusia dan makhluk tuhan lainnya.
Setiap manusia kepercayaan akan sesuatu yang dia anggap agung atau
maha. Kepercayaan inilah yang disebut sebagai spriritual. Spiritual ini sebagai
kontrol manusia dalam bertindak, jadi spiritual juga bisa disebut sebagai norma
yang mengatur manusia dalam berperilaku dan bertindak.
Dalam ilmu keperawatan, spiritual juga sangat
diperhatikan.Berdasarkan konsep keperawatan, makna spiritual dapat
dihubungkan dengan kata-kata : makna, harapan, kerukunan, dan sistem
kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman, 1997). Dyson mengamati bahwa perawat
menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan seseorang dengan dirinya
sendiri, orang lain, dan dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual
mencakup hubungan intra-, inter-, dan transpersonal. Spiritual juga diartikan
sebagai inti dari manusia yang memasuki dan mempengaruhi kehidupannya
dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan prilaku serta dalam hubungannya
dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan (Dossey & Guzzetta, 2000).
B. Pengantar
Pokok bahasan : Kebutuhan Dasar Manusia
Sub pokok bahasan : Kebutuhan Spiritual
Tempat : Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Mojokerto
Sasaran : Warga Binaan Lapas
Hari/tanggal : Senin, 11 Februari 2019
Pukul : 09.30 WIB
Waktu : 1x30 menit
C. Tujuan
Tujuan Umum
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 1x30 menit diharapkan warga binaan
lapas kelas II A Mojokerto mampu memahami tentang konsep kebutuhan
spiritual.
Tujuan Khusus
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 1x30 menit diharapkan warga binaan
lapas kelas II A Mojokerto mengerti dan mampu :
a. Mampu menjelaskan tentang pengertian kebutuhan spiritual
b. Mampu menjelaskan aspek spiritual
c. Mampu menjelaskan karakteristik spiritual
d. Mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi spiritualitas
D. Metode
a. Tanya Jawab
b. Diskusi
E. Media
a. Leaflet
b. Power Point
c. Proyektor
F. Materi (Terlampir)
G. Kegiatan
No. Tahap/Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Sasaran
1. Pembukaan Pra Penyuluhan
(5 menit) a. Persiapan satuan Peserta mulai menempat
penyuluhan tempat duduk
b. Persiapan media
c. Persiapan audien
d. Persiapan lingkungan
Membuka Penyuluhan
a. Memberikan salam · Menjawab Salam
pembuka kepada warga
binaan Lapas Kelas II A
Mojokerto
b. Memperkenalkan diri · Menyimak
c. Menjelaskan maksud dan· Memperhatikan
tujuan penyuluhan ·
2. Isi Acara Menjelaskan materi penyuluhan
(10 menit) secara berurutan dan teratur.
a. Menjelaskan pengertian Menyimak dan
rematik memperhatikan
b. Menyebutkan faktor
resiko timbulnya penyakit
c. Menyebutkan tanda dan
gejala
d. Menyebutkan hal yang
bisa dilakukan agar
rematik tidak kambuh
e. Menyebutkan makanan
yang harus dihindari
f. Menyebutkan kegiatan
yang tidak boleh
dilakukan
g. Menyebutkan cara
mengatur lingkungan
3. Penutup a. Evaluasi Peserta menyebutkan
(10 menit) b. Sasaran dan penyuluhan kembali materi yang sudah
menyimpulkan bersama- di jelaskan
sama mengenai materi
penyuluhan
c. Tanya jawab Peserta berdiskusi
4. Penutup Mengucapkan terima kasih atas Mendengarkan dan
(5 menit) waktu yang diluangkan membalas ucapan terima
perhatian serta peran aktif klien kasih serta salam penutup.
selama mengikuti kegiatan
penyuluhan

H. Evaluasi
1) Prosedur : Tes lisan
2) Jenis test : Pertanyaan terbuka
3) Waktu : Setelah penyuluhan
4) Pertanyaan :
a) Jelaskan kembali tentang pengertian spiritual ?
b) Faktor apa saja yang mempegaruhi spiritual seseorang ?
c) Berikan contoh hubungan spiritual yang baik kepada Tuhan dan antara
sesama manusia!

DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Achir Yani S.. 2008. Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta: EGC
Kushariyadi, Setyoadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien
Psikogeriatik. Jakarta: Salemba Medika
MATERI

Kebutuhan Spiritualitas
1. Definisi
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada
Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung
pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan
instrumen (medium) sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya (Hawari,
2002).
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan rnemenuhi kewajiban agama serta kebutuhan
untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan
penuh rasa percaya dengan Tuhan. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan
mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, serta
kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf (Kozier, 2004).
Menginventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia (Clinebell dalam
Hawari, 2002), yaitu :
a. Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara terus-
menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah
ibadah.
b. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan
makna hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan Tuhannya
(vertikal) dan sesama manusia (horisontat) serta alam sekitarnya
c. Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan
keseharian, pengalaman agama integratif antara ritual peribadatan dengan
pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
d. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan
hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan seseorang tidak
melemah.
e. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. rasa bersaiah dan
berdosa ini merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi
kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu pertama
secara vertikal adalah kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah, dan berdosa
kepada Tuhan. Kedua secara horisontal yaitu bebas dari rasa bersalah
kepada orang lain
f. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri (self acceptance dan self
esteem), setiap orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh
lingkungannya.
g. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan
masa depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka
pendek (hidup di dunia) dan jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di
dunia sifatnya sementara yang merupakan persiapan bagi kehidupan yang
kekal di akhirat nanti.
h. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai
pribadi yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia
didasarkan pada tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang ingin agar
derajatnya lebih tinggi dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan
meningkatkan keimanannya.
i. Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama manusia.
Manusia hidup saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu, hubungan
dengan orang disekitarnya senantiasa dijaga. Manusia juga tidak dapat
dipisahkan dari lingkungan alamnya sebagai tempat hidupnya. Oleh karena
itu manusia mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melestarikan alam
ini.
j. Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilainilai
religius. Komunitas keagamaan diperlukan oleh seseorang dengan sering
berkumpul dengan orang yang beriman akan mampu meningkatkan iman
orang tersebut.
2. Aspek spiritualitas
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini
termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan
harapan dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri,
dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan
hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu
kesusahan (Hawari, 2002).
Menurut Burkhardt (dalam Hamid, 2000) spiritualitas meliputi aspek
sebagai berikut:
a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian
dalam kehidupan
b. Menemukan arti dan tujuan hidup
c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam
diri sendiri
d. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang
Maha Tinggi.
3. Karakteristik Spiritualitas
Dalam upaya memudahkan pemberian asuhan keperawatan dengan
memerhatikan kebutuhan spiritual penerima pelayanan keperawatan, perawat
mutlak perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi atau mengenal
karakteristik spiritualitas yang disajikan sebagai berikut :
a. Hubungan dengan diri sendiri. Kekuatan dalam atau/dan self-relience:
1) Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya).
2) Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan,
ketenangan pikiran, harmoni/keselarasan dengan diri sendiri).
b. Hubungan dengan alam harmonis :
1) Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, dan iklim.
2) Berkomunikasi dengan alam (bertanam dan berjalan kaki),
mengabadikan, dan melindungi alam.
c. Hubungan dengan orang lain harmonis/suportif:
1) Berbagi waktu, pengetahuan, dan sumber secara timbal balik.
2) Mengasuh anak, orang tua, dan orang sakit.
3) Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat, dan lain-lain).
Bila tidak harmonis akan terjadi :
1) Konflik dengan orang lain
2) Resolusi yang menimbulkan ketidak harmonisan dan friksi
d. Hubungan dengan ketuhanan. Agamis atau tidak agamis :
1) Sembahyang / berdoa / meditasi.
2) Perlengkapan keagamaan.
3) Bersatu dengan alam.
Secara ringkas, dapat dinyatakan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan
spiritualnya jika mampu :
a. Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di
dunia/kehidupan.
b. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian
atau penderitaan.
c. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya,
dan cinta.
d. Membina integritas personal dan merasa diri berharga.
e. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
f. Mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.
4. Faktor yang Mempengaruhi Spiritual
Menurut Taylor, Lillis & Le Mone (1997) dan Craven & Himle
(1996), faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah
pertimbangan tahap perkembangan, keluarga, latar belakang etnik dan budaya,
pengalaman hidup selamanya, kritis, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral
terkait dengan terapi serta asuhan keperawatan yang kurang tepat. Untuk lebih
jelas, faktor-faktor tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Tahap perkembangan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak
dengan empat agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai
persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda menurut usia,
seks, agama, dan kepribadian anak. Tema utama yang diuraikan oleh semua
anak tentang Tuhan, mencakup hal-hal berikut ini.
1) Gambaran tentang tuhan yang bekerja melalui kedekatan dengan manusia
dan saling keterikatan dengan kehidupan.
2) Mempercayai bahwa tuhan terlibat dalam perubahan dan pertumbuhan
diri serta transformasi yang membuat dunia tetap segar, penuh kehidupan
dan berarti.
3) Meyakini tuhan mempunyai kekuatan dan selanjutnya merasa ikut
menghadapi kekuasaan tuhan.
4) Gambaran cahaya/sinar.
b. Keluarga. Peran orang tua sangat menentukan perkembangan spiritualis
anak. Yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua kepada
anaknya tentang tuhan, tetapi tentang apa yang anak pelajari mengenai
tuhan, kehidupan, dan diri sendiri dari prilaku orang tua mereka. Oleh
karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama
anak dalam memersepsikan kehidupan di dunia , pandangan anak pada
umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan
orang tua dan saudaranya.
c. Latar belakang etnik dan budaya. Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi
oleh latar belakang etnik dan dan sosial budaya. Pada umumnya, seseorang
akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar
pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari
hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan
keagamaan. Perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem
kepercayaan yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual adalah
hal unik bagi tiap individu.
d. Pengalaman hidup sebelumnya. Pengalaman hidup, baik yang positif
maupun pengalaman negatif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang.
Sebaliknya, juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara
spiritual kejadian atau pengalaman tersebut. Sebagai contoh, jika dua orang
wanita yang percaya bahwa Tuhan mencintai umatnya, kehilangan anak
mereka karena kecelakaan. Salah satu dari mereka akan bereaksi dengan
mempertanyakan keberadaan Tuhan dan tidak mau sembahyang lagi.
Sebaliknya, wanita yang satu terus berdoa dan meminta Tuhan
membantunya untuk mengerti dan menerima kehilangan anaknya.Begitu
pula pengalaman hidup nyang menyenangkan sekali[pun,seperti pernikahan,
pelantikan kelulusan, kenaikan pangkat ataupun jabatan dapat menimbulkan
perasan bersyukur kepada Tuhan, tetapi ada juga yang merasa tidak perlu
mensyukurinya. Peristiwa dalam kehidupan sering dianggap sebagai suatu
cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji kekuatan
imannya. Pada saat ini, kebutuhan spiritual akan meningkat yang
memerlukan kedalaman spiritual dan kemampuan koping untuk
memenuhinya.
e. Krisis dan perubahan. Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman
spiritual seseorang (Toth,1992) dan (Craven dan Hirnle (1996). Krisis sering
di alami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderita, proses penuaan,
kehilangan dan bahkan kematian, khusus pada klien dengan dengan
penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam
kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman
spiritual selain juga pengalaman yang bersifat fisik dan emosional. Krisis
dapat berhubungan dengan perubahan patofisiologi, terapi/pengobatan yang
diperlukan, atau situasi yang memengaruhi seseorang. Diagnosis penyakit
atau penyakit terminal pada umumnya akan menimbulkan pertanyaan
tentang sistem kepercayaan seseorang. Jika klien di hadapkan pada
kematian, keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang/berdo’a
lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang beroenyakit bukan terminal.
Sebagai catatan, pada bagian akhir bab ini dibahas aspek asuhan
keperawatan pada kasus pasien kanker pada fase terminal.
f. Terpisah dari ikatan spiritual. Menderita sakit terutama yang bersifat akut,
seering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan
pribadi dan sistem dukungan sosial. Klien yang dirawat merasa terisolasi
dalam ruangan yang asing baginya dan merasa tidak aman. Kebiasaan hidup
sehari-hari juga berubah, antara lain, tidak dapat menghindari acara resmi,
mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga
atau teman yang biasa memberi dukungan setiap saat diinginkan.
Terpisahnya klien dari ikatan spiritual dapat beresiko dapat beresiko
terjadinya perubahan fungsi spiritualnya.
g. Isu moral terkait dengan terapi. Pada kebanyakan agama,
prosespenyembuhan dianggap sebagai cara tuhan untuk menunjukkan
kebesarannya walaupun ada juga yang menolak intervensi pengobatan.
Prosedur medik sering kali dapat dipengaruhi oleh pengajaran agama,
misalnya sirkumsisi, transplantasi organ, pencegahan kehamilan, dan
sterilisasi. Konflik antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering
dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.
h. Asuhan keperawatan yang tidak sesuai. Ketika memberikan asuhan
keperawatan kepada klien, perawat diharapkan peka terhadap kebutuhan
spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat
justru menghindar untuk memberi asuhan spiritual. Alasan tersebut, antar
lain karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya,
kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan
pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa
pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya, tetapi
tanggung jawab pemuka agama.
5. Cara Meningkatkan Spiritual
1. Jadilah Rendah Hati
Cobalah untuk mengembangkan sifat rendah hati. Memandang
semua prestasi yang telah kita raih sebagai karunia Tuhan. Dan pada
semua kesalahan yang telah kita perbuat sebagai kekurangan kita yang
harus kita perbaiki.
2. Menghormati Orang Lain
Sebagai sesama mahluk ciptaan Tuhan hendaknya kita tanamkan
sifat saling menghormati. Dari orang yang memungut sampah sampai
orang kaya pun layak untuk dihormati.
3. Mengembangkan Sikap Toleransi
Belajar untuk mengembangkan sikap toleransi dan memandang
orang baik tanpa ada prasangka buruk. Tolonglah mereka tanpa rasa
pamrih, jika kita bisa menolong. Lalu latih diri sendiri untuk menerima
kehadiran mereka dengan semua kekurangan mereka.
4. Kendalikan Amarah
Amarah adalah seperti api yang mampu membakar segalanya. Jika
ada masalah selesaikanlah masalah dengan kepala dingin dan hati yang
tenang.
5. Kurangi Sifat Egois
Kurangilah sifat egois, seakan akan kita bisa melukakan semua
sendiri tanpa bantuan orang lain. Padahal tanpa orang lain kita bukan
apa-apa. Renungkanlah, lihatlah bintang-bintang, bulan, dan langit, lalu
lihat kita sendiri, maka kalian akan menyadari bahwa diri ini hanyalah
titik kecil di alam semesta ini.
6. Introspeksi Diri
Introspeksi diri secara teratur sebelum tidur untuk dapat
mengamati kekurangan dalam perilaku, tindakan, ucapan, emosi, dan
pikiran.
7. Praktek Spiritual
Luangkan waktu untuk spiritual seperti berdo’a, berdzikir bagi
umat muslim, dan beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-
masing. Dengan melakukan hal itu kita akan merasa tenang dan lebih
dekat dengan Sang Pencipta.

Anda mungkin juga menyukai