Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN LONG CASE STUDY

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA


PUSKESMAS SUMPIUH 1

ASMA BRONKIAL

Disusun Oleh:
A.Naesaburi Sahid
G4A016044

Pembimbing:
dr. Diah Krisnansari, M. Si.
dr. Dri Kusrini

KEPANITERAAN KLINIK STASEKOMPREHENSIF


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2018
2

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kepaniteraan Kedokteran Keluarga


Long Case

Asma Bronkial

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat


Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman

Oleh:
A.Naesaburi Sahid
G4A016044

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan:


Hari :
Tanggal : Oktober 2018

Preseptor Lapangan Preseptor Fakultas

dr. Dri Kusrini dr. Diah Krisnansari, M. Si


NIP.19720112.200212.2.004 NIP.19770202.200501.2.001
3

BAB I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : Ny. D


Alamat lengkap : Desa Pandak RT 08/RW 01 Sumpiuh, Banyumas
Bentuk Keluarga : nuclear family

Tabel 1Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah


Pendidikan
No Nama Kedudukan L/P Umur Pekerjaan
terakhir
1 Tn. S Bapak L 54 th SMP Petani
3 Ny. D Ibu P 50 th SMP IRT

Kesimpulan dari karakteristik demografi di atas adalah bentuk keluarga


dari Ny. D adalah nuclear family. D (50 tahun) tinggal dalam satu rumah dengan
suaminya Tn. S (54 tahun) yang sebagai kepala keluarga.
4

BAB II
STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PASIEN
Nama :Ny. D
Usia :50 Tahun
Jenis kelamin :Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Kewargenegaraan : Indonesia
Pekerjaan :Ibu rumah tangga
Pendidikan Terakhir :SMP
Alamat : Pandak RT 08/RW 01

B. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
1. Keluhan Utama : Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD Puskesmas Sumpiuh 1 pada hari Senin tanggal
1 Oktober 2018 pukul 22.30 WIB dengan keluhan sesak sejak 9 jam
sebelum datang ke IGD. Keluhan sesak dirasakan terus-menerus dan
semakin memberat. Keluhan sesak dirasakan kurang lebih 2x dalam
setahun. Sesak berkurang ketika pasien posisi duduk membungkuk,
istirahat dan meminum obat asma. Sesak bertambah berat saat
beraktivitas dan kelelahan. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala,
timbul suara ngik-ngik, bersin-bersin dan nyeri dada ringan saat
bernafas. Pasien mengaku sering bersin-bersin pada pagi hari, saat
terpapar debu, udara dingin, dan asap. Pasien mengeluhkan sesak
secara tiba-tiba saat di rumah pukul 13.00 WIB. Pasien mengaku
keluhan sesak timbul ketika merasa kelelahan dan terpapar asap.
Kemudian pasien meminum obat asma dan sesak berkurang.
Kemudian pasien merasakan sesak kembali dan semakin memberat
5

sehingga keluarga pasien membawa pasien ke IGD Puskesmas


Sumpiuh 1 pukul 22.30 WIB.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit jantung : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat diabetes melitus : disangkal
d. Riwayat trauma : disangkal
e. Riwayat alergi : diakui alergi dingin, asap,
debu
f. Riwayat asma : diakui
g. Riwayat mondok di rumah sakit : disangkal
h. Riwayat operasi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat penyakit jantung : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat diabetes : disangkal
d. Riwayat asma : diakui (bapak)
e. Riwayat alergi : disangkal

5. Riwayat Sosial dan Exposure


a. Community
Pasien dalam kesehariannya tinggal bersama dengan suami
dalam 1 rumah. Kedua anak pasien tidak tinggal satu rumah karena
anak yang pertama bekerja di baturraden dan tinggal disana. Anak
pertama kadang pulang ke rumah di akhir pecan. Anak kedua sudah
menikah dan tinggal di bandung bersama suaminya. Rumah pasien
berada di pedesaan yang dekat dengan penduduk sekitarnya.
b. Home
Pasien tinggal di Desa Pandak RT 08 RW 01, Sumpiuh.
Pasien tinggal di sebuah rumah permanen dengan jumlah
penghuni dua orang yaitu pasien dan suami pasien. Tembok
rumah terbuat dari semen dan batubata. Lantai rumah sudah
6

memakai ubin. Langit-langit rumah sudah memakai platfon.


Terdapat empat ruang kamar tidur di rumah pasien yaitu masing-
masing kamar berukuran 3 x 2 m2 dengan dinding tembok
permanen yang juga dialasi lantai ubin, serta dapur berukuran 2 x
1 m2 dengan dinding berupa tembok. Kemudian terdapat ruang
tamu di depan rumah berukuran 5 x 6 m2. Terdapat ruang makan
berukuran 4 x 3 m2 dengan dinding tembok permanen dan alas
berupa lantai. Lalu Kamar mandi berukuran 1.5 x 1 m2 dengan
dinding berupa tembok, alas ubin. Kamar mandi jamban terdapat
di belakang rumah jarak 3 meter .Sumber air bersih yang
digunakan pasien untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari sumur.
Jarak septic tank dari sumber air sekitar 5 meter. Tingkat
kelembaban rumah cukup lembab. Keluarga pasien memasak
dengan menggunakan kompor minyak dan kayu bakar. Tempat
sampah keluarga diletakkan disamping dapur kira-kira 3 meter,
terbuka, yang biasanya dibakar 2-3 hari sekali. Persis disamping
rumah pasien terdapat kandang hewan. Kandang tersebut
dibersihkan 2-3 hari sekali. Sumber air bersih yang digunakan
pasien untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari sumur.
Kebersihan rumah pasien dinilai cukup baik.
c. Hobby
Pasien tidak memiliki kegemaran tertentu
d. Occupational
Pasien adalah seorang ibu RT yang sehari-hari berada
dirumah. Aktivitas yang dilakukan pasien di rumah adalah
membersihkan rumah (rutin setiap hari), memasak dan pekerjaan
rumah lainnya.
e. Personal habit
Pasien dan keluarga mempunyai kebiasaan untuk menjaga
kebersihan yang cukup baik. Sebelum makan, pasien selalu
mencuci tangan terlebih dahulu. Makanan yang dikonsumsi
pasien pun dijaga kebersihannya. Begitu juga dengan kondisi
7

rumah pasien yang dibersihkan setiap harinya. Rutinitas pasien


membersihkan rumah dengan menyapu dan mengepel dilakukan
tiap pagi hari. pasien mengaku tidak rutin berolahraga.
f. Diet
Pasien makan teratur dua atau tiga kali dalam sehari. Pasien
gemar mengkonsumsi makanan gurih dan yang digoreng.
Makanan yang sering dikonsumsi pasien adalah masakan buatan
sendiri. Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan tertentu.
g. Drug
Pasien tidak memiliki alergi obat tertentu. Pasien sudah
didiagnosis menderita penyakit asma semenjak 4 tahun yang lalu
Pasien pernah mengkonsumsi obat Asma salbumol setiap kali
serangan asma.
6. Riwayat Gizi
Pasien makan dua sampai tiga kali dalam sehari. Lauk pauk
yang biasa dikonsumsi adalah sayur, tempe, tahu, telur, dan daging
ayam/bebek. Pasien sesekali mengkonsumsi buah seperti pisang atau
jeruk. Tidak ada riwayat gizi kurang ataupun gizi buruk pada pasien
dan keluarga.
7. Riwayat Psikologi
Pasien termasuk orang yang terbuka dan berbagi tentang
masalah maupun keluhan mengenai penyakitnya kepada keluarganya.
Pasien mengaku setiap kondisi stress dan kecapekan sesak napas
berbunyi ngik-ngik yang dideritanya kambuh.
8. Riwayat Ekonomi

Pasien memiliki kondisi ekonomi menengah ke bawah dengan


penghasilan kurang lebih Rp 3 juta per 3 bulan. Pasien ibu rumah
tangga yang tidak memiliki penghasilan. Kebutuhan keuangan pasien
ditanggung oleh suaminya yang bekerja sebagai petani dengan lahan
sendiri. Pasien pernah bekerja sebagai TKW di Hongkong dan
Singapura.
9. Riwayat Demografi
8

Hubungan antara pasien dengan keluarga besarnya dapat


dikatakan harmonis. Hal tersebut dapat terlihat dari cara
berkomunikasi pasien dengan keluarga yang tinggal di sekitar rumah
pasien. Selain itu pasien memiliki hubungan baik dengan suami dan
anaknya. Pasien menceritakan keharmonisan keluarganya. Suaminya
atau anak pertamanya menemani jika berobat ke pelayanan kesehatan..
10. Riwayat Sosial
Tetangga di sekitar rumah pasien merupakan kerabat dekat dan
keluarga pasien. Selain itu, oleh karena masa kecil pasien dihabiskan
di tempat tinggalnya saat ini, pasien juga sudah banyak mengenal
tetangga di sekitar rumahnya. Pasien sesekali mengikuti kegiatan desa
seperti acara agustusan, kerjabakti dan acara lainnya.
11. Anamnesis Sistemik
a. Keluhan Utama : Sesak nafas
b. Kulit : tidak ada keluhan
c. Kepala : sakit kepala (+)
d. Mata : tidak ada keluhan
e. Hidung : tidak ada keluhan
f. Telinga : tidak ada keluhan
g. Mulut : tidak ada keluhan
h. Tenggorokan : tidak ada keluhan
i. Pernafasan : Sesak nafas (+), mengi (+), bersin-bersin
j. Sistem Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
k. Sistem Gastrointestinal : tidak ada keluhan
l. Sistem Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
m. Sistem Genitourinaria : tidak ada keluhan
n. Ekstremitas : tidak ada keluhan
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum/kesadaran
Tampak sesak / compos mentis
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 110/80 mmHg
9

b. Nadi : 88x/menit
c. RR : 28x/menit
d. Suhu : 36,6oC per axiller
3. Status gizi
BB : 54 kg
TB : 155cm
BMI : 22.48 kg/m2(Normal)
4. Kepala : Bentuk mesocephal, tidak ada luka, sebagian rambut
berwarna putih, tidak mudah dicabut.
5. Kulit : Sianosis (-), ikterik (-), keriput, tugor kulit normal
6. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung
(-/-), pupil bulat isokor (3mm/3mm)
7. Telinga : Bentuk dan ukuran normal, cairan sekret (-/-)
8. Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), discharge (-/-).
9. Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa mulut basah (+)
10. Tenggorokan: Faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-), pergerakan
otot bantu nafas (+)
11. Leher :JVP 5 + 2 cmH2O, Deviasi trakea (-), limfonodi cervicalis
tidak teraba, penggunaan otot bantu nafas (+)
12. Thoraks :
Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi (-/-), ketertinggalan gerak (-/-)
Palpasi : Simetris, ketertinggalan gerak (-/-), vokal fremitus paru
kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri, batas paru
hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikular (+/+), RBK (-/-), RBH basal (-/-)
Wheezing (+/+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC VI 2 jari lateral LMCS
Pulsasi parasternal dextra sinistra (-/-) pulsasi
epigastrium (-)
10

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC VI 2 jari lateral LMCS, kuat


angkat (-)
Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah SIC V LPSD
Batas jantung kiri bawah SIC VI 2 jari lateral LMCS
Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallop (-)
13. Punggung : Skoliosis (-)
14. Abdomen
Inspeksi : cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Abdomen supel, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri tekan
(-)tes undulasi(-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba
15. Genitalia : Tidak diperiksa
16. Anorektal : Tidak diperiksa

17. Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-),
Inferior :Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)
Kaki diabetic (-)
18. Pemeriksaan Neurologik

Fungsi Luhur : Dalam batas normal


Fungsi Vegetatif : Dalam batas normal
Fungsi Sensorik :hipestesi ujung-ujung jari tangan kanan
Fungsi motorik :
KM 5 5 T N N RF + + RP - -
5 5 N N + + - -
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
E. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ro Thoraks, APE
11

F. RESUME
Anamnesis
Ny. D datang ke UGD Puskesmas I Sumpiuh dengan keluhan sesak nafas
memberat sejak 9 jam yang lalu disertai suara ngik-ngik. Selain itu pasien
juga nyeri kepala, bersin-bersin, nyeri dada ringan saat bernafas. Penderita
Ny. D usia 50 tahun, tinggal dalam satu rumah bersama suami dan kedua
anak, sehingga bentuk keluarga disebut nuclear family. Pasien sudah
didiagnosis asma sejak 4 tahun yang lalu. Kondisi psikologi keluarga baik.
Status ekonomi pasien termasuk kelas menengah kebawah. Pasien memiliki
hubungan yang harmonis dengan suami, anak, saudara maupun tetangga.
Pasien termasuk pribadi yang terbuka dengan keluarganya. Pasien bekerja
sebagai ibu rumah tangga dan tidak menjalankan aktivitas tertentu yang
berpenghasilan. Pasien memiliki keturunan asma dari ayahnya.
Pemeriksaan Fisik
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit regular
RR : 28 x/menit
Suhu : 36,5oC
Paru : SD ves +/+, RBK -/-, RBH -/-, WHZ +/+

G. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Aspek personal
Ny. D Usia 50 tahun tinggal hanya bersama dengan suami sehingga bentuk
keluarga nuclear family.
a. Idea : Pasien datang ke Puskesmas I Sumpiuh untuk berobat
dengan keluhan sesak nafas disertai suara ngik-ngik, nyeri kepala,
bersin-bersin, dan nyeri dada saat bernafas.
b. Concern : Pasien merasa sesak nafas saat kecapean dan kedinginan.
c. Expectacy : Pasien mempunyai harapan penyakitnya segera sembuh
d. Anxiety : Pasien mencemaskan penyakit kambuh kembali
2. Aspek klinis
Diagnosis Kerja : Asma bronkhial intermitten
12

Diagnosis Banding : PPOK


3. Aspek faktor intrinsik
Aspek faktor risiko intrinsik individu diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Ayah pasien memiliki riwayat asma
b. Pasien sedang dalam keadaan kecapekan
c. Pasien jarang berolahraga
4. Aspek faktor ekstrinsik
Aspek faktor ekstrinsik pada pasien diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Kondisi ekonomi pasien termasuk ke dalam golongan menengah ke
bawah
b. Kondisi lingkungan di sekitar rumah pasien banyak debu, asap
pembakaran
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Pasien mengeluh sesak dirasa cukup mengganggu aktivitas harian
serta mulai mengganggu tidur pasien. Skala penilaian fungsi sosial adalah
2, pasien membatasi aktivitas bekerja sebagai IRT, namun aktivitas
perawatan diri tidak terganggu.

H. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
1. Personal Care
Initial Plan
1) Periksa Saturasi O2
2) EKG
3) Arus Puncak Respirasi (APE)
Aspek kuratif
a. Medikamentosa
1) Nebulizer Ventolin 1 ampul
2) PO Salbutamol 3x 2 mg tab
3) PO dexametasone 3x0.5 mg
4) PO cetirizine 1x10 mg
13

b. Non Medikamentosa
1) Istirahat posisi duduk, setengah duduk, atau tidur dengan bantal
tinggi
2) Oksigen nasal kanul 2 lpm
3) Diet tinggi kalori tinggi protein
c. Konseling, Informasi, dan Edukasi
1) Edukasi pasien mengenai definisi Asma bronkhial
2) Edukasi pasien mengenai etiologi dan faktor risikoAsma
bronkhial
3) Edukasi pasien mengenai tanda dan gejala Asma bronkhial
4) Edukasi pasien mengenai pencegahan Asma bronkhial
a. Menghimbau untuk jaga kebugaran rutin berolah raga
b. Hindari faktor pencetus berupa stress, kecapekan, dingin dan
debu serta asap rokok.
b. Setiap pergi ke luar rumah terutama usahakan mengenakan
dengan masker
c. Motivasi pasien untuk rutin mengkonsumsi obat asma saat
serangan
5) Edukasi pasien mengenai komplikasi Asma bronkhial
6) Edukasi pasien mengenai pengobatan Asma bronkhial
7) Edukasi etika batuk yang baik dan benar
8) Etika membuang dahak atau lendir
d. Monitoring
Monitoring terhadap keadaan umum, tanda vital, kemajuan terapi,
derajat asma, kemajuan aktivitas fisik pasien, pasien minimal setiap
satu bulan sekali.
2. Family Care
a. Edukasi kepada keluarga agar pasien menghindari hal-hal yang
mampu memicu serangan asma
b. Edukasi kepada keluarga bagaimana penanganan serangan asma awal
saat di rumah
14

c. Edukasi mengenai tanda dan gejala yang mengharuskan pasien dibawa


ke unit pelayanan kesehatan
d. Edukasi keluarga untuk selalu memotivasi pasien agar menjaga
kondisi kesehatan pasien
e. Edukasi etika batuk dan etika membuang dahak dan lendir
3. Local Community Care
a. Edukasi komunitas setempat untuk memotivasi pasien agar menjaga
kondisi kesehatan pasien
b. Edukasi komunitas untuk selalu menjaga kebersihan serta keindahan
lingkungan sekitar
c. Edukasi komunitas untuk mengenali serangan asma

I. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

J. FOLLOW UP
Selasa, 2 Oktober 2018 jam 09.30
S : sesak nafas (+) berkurang, nyeri kepala, nyeri dada
O : KU baik, penggunaan otot bantu nafas (-), Thorak simetris,
Auskultasi paru vesikular +/+. Wheezing +/+, ronkhi -/-
VS : Tensi : 110/80 mmHg RR : 26 x/mnt, reguler
Nadi : 88 x/mnt Suhu : 36.6° C
A : Asma bronkhial
P : Tidur dengan bantal tinggi/ setengah duduk, penderita dianjurkan
istirahat cukup dan kontrol ke pelayanan kesehatan jika obat habis
atau ada keluhan, hindari paparan debu, udara dingin atau cemas
berlebihan
K. FLOW SHEET
Hasil pemeriksaan dan terapi pasien dari awal masuk puskesmas sampai
home visit dijabarkan dalam tabel 2.
15

Tabel 2. Flow Sheet Ny. D


T N RR
No Tgl Problem mm x/ x/m Planning Target
Hg m
1 02/10/ sesak nafas 110/ 88 26 Habiskan obat yang diberikan, Sesak nafas
2018 (+) 80 Tidur dengan bantal tinggi/ berkurang,
Jam berkurang, setengah duduk, penderita penggunaan otot
09.30 nyeri dianjurkan istirahat cukup dan batuk nafas
kepala, kontrol ke pelayanan berkurang, suara
sedikit kesehatan jika obat habis atau wheezing
nyeri dada ada keluhan, hindari paparan menghilang
debu, udara dingin atau stress
berlebihan
2 04/10/ sesak nafas 110/ 76 20 Habiskan obat yang diberikan, Keluhan hilang,
2018 (-), batuk (- 80 Tidur dengan bantal tinggi/ penggunaan otot
), nyeri setengah duduk, penderita bantu nafas hilang,
dada (-) dianjurkan istirahat cukup dan suara wheezing
kontrol ke pelayanan menghilang pasien
kesehatan jika obat habis atau bisa tidur dan berdiri
ada keluhan, hindari paparan tanpa sesak
debu, udara dingin atau stress
berlebihan
16

BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari Tn. S (54 tahun) dan Ny. D (350 tahun) dan
kedua anaknya yang sudah tinggal berpisah dengan kedua orang tua.
Ny. D adalah anak kedua dari empat bersaudara. Kakak, adik dan ibu
dari Ny. D tinggal berjauhan dari lingkungan Ny. D. Fasilitas kesehatan
yang digunakan oleh Ny. D adalah puskesmas.
2. Fungsi Psikologis
Ny. D hanya tinggal berdua dengan suaminya. Ny. D mendapat
perhatian yang cukup baik dari Tn. S terutama mengenai penyakit yang
diderita oleh Ny.D, saat sakitnya kambuh Tn. A yang mengantar
menggunakan motor ke puskesmas untuk mendapatkan pengobatan. Ny. D
memiliki pengetahuan yang baik tentang penyakit yang dideritanya hal ini
dibuktikan dengan pasien yang mengetahui tentang asma, faktor-faktor
pencetusnya dan menghafal beberapa obat asma yang pernah
dikonsumsinya serta penanganan awal yang harus dilakukan saat serangan
asma. Pasien rutin kontrol dan selalu berobat ke dokter umum atau
puskesmas jika sakit.
Pasien mengaku dalam satu minggu terakhir kondisi pasien sedang
sangat capek. Selain itu, pasien mengaku sering terpapar debu dan udara
dingin sehingga membuat asma pasien kambuh.
3. Fungsi Sosial
Ny. D cukup sering bergaul dengan lingkungan di rumahnya. Ny.D
tergolong antusias mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselegarakan oleh
perangkat desa.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari suami pasien, Tn. S sebagai petani.
Tn. S dan Ny.D berkecukupan sehingga masih bisa memenuhi kebutuhan
hariannya. Pembiayaan puskesmas atau unit kesehatan yang lain ditanggung
oleh KIS.
17

Kesimpulan :
Penderita (Ny. D) merupakan seorang ibu yang tinggal bersama
suaminya, yaitu Tn.A. Keluarga memberikan perhatian yang cukup baik
terhadap Ny. D meskipun dengan pengetahuan keluarga yang terbatas
tentang penyakit Ny. D sehingga masih ada beberapa keadaan yang kurang
mendukung pencegahan timbulnya serangan asma pada Ny. D, maka dari itu
keluarga jarang memotivasi Ny. D untuk memeriksa kontrol kondisi
kesehatannya. Masyarakat sekitar rumah Ny. D akrab dengan Ny.D dan juga
Ny.D sering mengikuti kegiatan yang diadakan perangkat desa. Pendapatan
keuangan keluarga hanya dari suami yaitu Tn. S yang bekerja sebagai petani.
Pembiayaan unit kesehatan ditanggung oleh KIS.

B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE)


Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R
SCORE dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota
keluarga, kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga
secara keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 = baik.

Adaptation
Pasien (Ny.D) jarang menceritakan keluhannya terhadap keluarga.
Akan tetapi, ketika Ny. D bercerita tentang sakit yang dialaminya atau
masalah yang sedang dihadapi, keluarga suami dan anak beliau berusaha
untuk membantu mengobati penyakitnya.
Partnership
Sebagai suami istri, Ny. D dan Tn. A memiliki peran masing-masing
dalam menjalani keseharian rumah tangganya. Ny. D berperan sebagai ibu
rumah tangga dan tidak bekerja. Tn. S bekerja sebagai buruh dan petani
bekerja dari jam 7 pagi hingga jam 4 sore. jika istrinya sakit Tn.S selalu
membawanya ke puskesmas atau ke dokter umum.
Growth
18

Pasien terlihat cukup puas atas segala bentuk dukungan dan bantuan dari
keluarga untuk kegiatan atau hal-hal baru yang hendak dilakukan pasien.
Affection
Pasien merasa puas dengan perhatian keluarga dalam menyayangi pasien.
Pasien mengaku sudah sangat mengenali perilaku dan emosi suami ataupun anak-
anak pasien.
Resolve
Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien tampak cukup, pasien
mengaku juga sering mengikuti kegiatan berlibur bersama keluarga.

Tabel 3A.P.G.A.R SCORE Tn. S terhadap keluarga

Hampir
Hampir Kadang
A.P.G.A.R Tn.N Terhadap Keluarga tidak
selalu -kadang
pernah
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
A keluarga saya bila saya menghadapi 
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
P membahas dan membagi masalah 
dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
G menerimadan mendukung keinginan 
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
A mengekspresikan kasih sayangnya dan 
merespon emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya 
dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 8, fungsi fisiologis Tn.N terhadap keluarga baik

Tabel 4.A.P.G.A.R SCORE Ny.D terhadap Keluarga


Hampir
Hampir Kadang-
A.P.G.A.R Ny.P tidak
selalu kadang
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke 
19

keluarga saya bila saya menghadapi


masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
P membahas dan membagi masalah 
dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
G menerimadan mendukung keinginan 
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
A mengekspresikan kasih sayangnya dan 
merespon emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya 
dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 8, fungsi fisiologis Ny.D terhadap keluarga baik

A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = (8+8)/2= 8


Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien cukup baik
Secara keseluruhan total poin dari A.P.G.A.R keluarga pasien adalah 16,
sehingga rata-rata A.P.G.A.R dari keluarga pasien adalah 8. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien dalam
keadaan baik.

C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)


Fungsi patologis dari keluarga Ny. Ddinilai dengan menggunakan
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :

Tabel 5 S.C.R.E.E.M Keluarga Ny.D


SUMBER PATOLOGI KET
Interaksi sosial keluarga dengan tetangga dan saudara-
Social saudara di sekitar rumah cukup. Beberapa tetangga sudah _
mengetahui keadaan sakit Ny. D
Dalam kegiatan sehari-hari, Ny.D dan suami berbahasa
Cultural Jawa. Ny. D jarang mempercayai obat-obatan
_
tradisional ataupun pengobatan yag bersifat nonmedis
Religion Pemahaman agama cukup. Suami pasien sering
mengikuti kegiatan sholat berjamaah ke mushola _
terdekat. Pasien dan keluarga tidak mengikuti kegiatan
20

keagamaan tertentu di lingkungan rumahnya.


Ekonomi keluarga ini tergolong menengah kebawah.
Economic Penghasilan yang didapatkan cukup untuk memenuhi +
kebutuhan sehari-hari.
Pendidikan dan pengetahuan keluarga penderita terhadap
Education kesehatan tergolong cukup. Kemampuan untuk --
memperoleh dan memiliki fasilitas pendidikan cukup
Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga
Medical menggunakan pelayanan puskesmas dan menggunakan
KIS. Akses layanan ke Puskesmas cukup mudah _
karena letak rumah pasien dengan puskesmas
terjangkau

Keterangan :
1. Economic (+) oleh karena ekonomi keluarga pasien tergolong
menengah ke bawah
Kesimpulan :
Keluarga Ny. D, fungsi patologis yang ditemukan antara lain fungsi ekonomi

D. GENOGRAM

Tn. G Ny. A Tn. A Ny. R


83th 81 th 78 th 80 th

Tn. P Tn. P Ny. P


65 th Ny. S Tn. A Ny. S
62 th 60 th 58 th 55 th 55 th Ny. Y
43 th

Tn. S Ny. D
54 th Ny. D
50 th
50 th

Sdr. S Ny. T
30 th 25 th
21

Gambar 1 Genogram Keluarga Tn.N


Keterangan :
: Perempuan : Riwayat Asma

: Laki-laki : Meninggal

: Pasien

: Tinggal satu rumah

E. INFORMASI POLA INTERAKSI KELUARGA

Ny. D Tn. S

An. S

An. T

Gambar 2. Pola Interaksi Keluarga Tn. S

Sumber : Data Primer, Oktober 2018


Keterangan :
hubungan baik

Kesimpulan :
Hubungan antara Ny.D dan Tn.A selaku suami istri baik
Hubungan antara Tn.A dan An. S dan An. T selaku ayah dan anak baik
22

Hubungan antara Ny.D dan An. S dan An. T selaku ibu dan anak baik
Hubungan antara An. S dan An. T selaku adik dan kakak baik
23

BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN

A. IDENTIFIKASI FAKTOR PERILAKU DAN NON PERILAKU


KELUARGA
1. Faktor Perilaku Keluarga
Pasien sehari hari beraktivitas sebagai ibu rumah tangga, hal-hal
yang dilakukan diantaranya pagi hari jam 6.30 WIB. Pasien tinggal di
lingkungan yang penuh debu karena di samping rumah pasien terdapat
halaman dan kebun dengan tanah yang kering disebabkan musim kemarau.
pasien jarang melakukan olahraga. Pasien memeriksakan kondisi
kesehatannya jika sakit ke pelayanan kesehatan. Pasien mengetahui
penyebab pencetus terjadinya asma tetapi pasien kadang lupa untuk
mencegah terjadinya asma seperti memakai masker saat keluar rumah,
memakai jaket jika kedinginan, dan menjauhi asap dapur. Pasien juga
masih menggunakan kayu bakar untuk memasak air dikarenakan alas an
menghemat biaya gas LPG.
Pasien adalah orang yang terbuka, suami cukup paham bagaiamana
penyakit pasien. Jenis pelayanan kesehatan yang digunakan adalah
puskesmas dan dokter umum yang aksesnya terjangkau dan tidak terlalu
jauh dari rumah pasien.
2. Faktor Non Perilaku
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal di
lingkungan desa area persawahan. Kondisi rumah pasien dinilai masih
kurang baik dikarenakan perabotan rumah dan isinya masih belum tertata
dengan baik. Tetangga sekitar yang masih menggunakan kayu bakar untuk
bahan bakar memasak. Ayah pasien sudah meninggal dan mengidap
penyakit asma. Ibu pasien dan keluarga lainnya tidak memiliki riwayat
asma maupun alergi.
Dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga menengah ke
bawah. Penghasilan per bulan tidak tetap bersumber dari penghasilan Tn. S
24

sebagai petani. Pelayanan kesehatan keluarga menggunakan pelayanan


puskesmas dan menggunakan KIS.

PERILAKU LINGKUNGAN
Pasien jarang menggunakan Lingkungan rumah sekitar
jaket atau penghangat saat berada di daerah yang
udara saat dingin, pasien masih menggunakan kayu
jarang berolahraga. Pasien bakar sebagai bahan bakar
sering kecapekan. Tidak untuk memasak. Sekitar
menggunakan masker saat rumah berdebu disebabkan
membersihkan rumah maupun musim kemarau.
keluar rumah. Pasien kadang
memasak menggunakan kayu
bakar. Kondisi ekonomi pasien
menengah ke bawah.

GENETIK Ny. D Asma Akses pelayanan


Ayah pasien memiliki Bronkhial kesehatan
riwayat Asma Akses ke pelayanan
kesahatan baik, biaya
kesehatan ditanggung
oleh KIS.

Gambar 3. DiagramFaktor Perilaku dan Non Perilaku

Keterangan:
: Faktor Perilaku

: Faktor Non Perilaku


25

B. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH


1. Gambaran Lingkungan
a. Keadaan rumah
Pasien tinggal di Desa Pandak RT 08 RW 01, Sumpiuh. Pasien tinggal
di sebuah rumah permanen dengan jumlah penghuni dua orang yaitu
pasien dan suami pasien. Tembok rumah terbuat dari semen dan
batubata. Lantai rumah sudah memakai ubin. Langit-langit rumah
sudah memakai platfon. Terdapat empat ruang kamar tidur di rumah
pasien yaitu masing-masing kamar berukuran 3 x 2 m2 dengan dinding
tembok permanen yang juga dialasi lantai ubin, serta dapur berukuran
2 x 1 m2 dengan dinding berupa tembok. Kemudian terdapat ruang
tamu di depan rumah berukuran 5 x 6 m2. Terdapat ruang makan
berukuran 4 x 3 m2 dengan dinding tembok permanen dan alas berupa
lantai. Lalu Kamar mandi berukuran 1.5 x 1 m2 dengan dinding berupa
tembok, alas ubin. Kamar mandi jamban terdapat di belakang rumah
jarak 3 meter .Sumber air bersih yang digunakan pasien untuk
kebutuhan sehari-hari berasal dari sumur. Jarak septic tank dari sumber
air sekitar 5 meter. Tingkat kelembaban rumah cukup lembab.
Keluarga pasien memasak dengan menggunakan kompor minyak dan
kayu bakar. Tempat sampah keluarga diletakkan disamping dapur kira-
kira 3 meter, terbuka, yang biasanya dibakar 2-3 hari sekali. Persis
disamping rumah pasien terdapat kandang hewan. Kandang tersebut
dibersihkan 2-3 hari sekali. Sumber air bersih yang digunakan pasien
untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari sumur. Kebersihan rumah
pasien dinilai cukup baik.
b. Keadaan Lingkungan sekitar Rumah
Rumah berada di pelosok area persawahan yang berkisar 5 km
dari jalan besar. Kebersihan di lingkungan rumah pasien dinilai kurang
baik.
26

2. Denah Rumah
Denah rumah pasien digambarkan pada gambar 4.1.

kandang Dapur WC

kamar kamar

kamar kamar

Kebun halaman
Ruang Tamu dan Keluarga

Gambar 4 Denah Rumah Ny. D


27

BAB V
DAFTAR MASALAH DAN PEMBINAAN KELUARGA

A. MASALAH MEDIS
1. Ny. D Menderita Asma bronkhial
B. MASALAH NON MEDIS
1. Suami Ny. D memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah dan biasanya
di dalam rumah menghabiskan dua hingga tiga batang per hari.
2. Ayah Ny. D memiliki riwayat penyakit Asma
3. Lingkungan di sekitar rumah pasien adalah penduduk desa yang masih
menggunakan kayu bakar.

C. DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN


Perilaku :
Pasien jarang menggunakan jaket atau Lingkungan:
penghangat saat udara saat dingin, pasien Lingkungan rumah
jarang berolahraga. Pasien masih terpapar berada pada lingkungan
rokok dari suami pasien di dalam rumah. Pasien yang masih
sering kecapekan. Tidak menggunakan masker menggunakan kayu
saat membersihkan rumah maupun keluar bakar
rumah. Pasien kadang memasak menggunakan
kayu bakar. Kondisi ekonomi pasien menengah
ke bawah.

Akses
Genetik: Ny.D
Pelayanan
Ayah pasien memiliki penyakit Asma Bronkhial
Kesehatan : -
Asma

Gambar 4. Diagram Permasalahan pasien


28

D. MATRIKULASI MASALAH
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks (Azrul, 1996)
Tabel 6. Matrikulasi masalah
I R Jumlah
No Daftar Masalah T
P S SB Mn Mo Ma IxTxR
1. Perilaku pasien yang 4 5 5 4 5 4 4 32000
masih kurang dalam
mencegah terjadinya
asma seperti memakai
jaket saat dingin,
menggunakan
masker, menjauhi
asap dan tidak
memasak dengan
kayu bakar.

2. Riwayat penyakit 5 5 2 2 1 2 1 200


yang sama pada
keluarga

3. Lingkungan rumah 5 4 5 4 3 2 3 7200


berada pada
lingkungan yang
masih menggunakan
kayu bakar

Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
29

R : Resources (sumber daya yang tersedia)


Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria penilaian :
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting

E. PRIORITAS MASALAH
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah
keluarga Ny. D adalah sebagai berikut :
1. Perilaku pasien yang masih kurang dalam mencegah terjadinya asma
seperti memakai jaket saat dingin, menggunakan masker, menjauhi asap
dan tidak memasak dengan kayu bakar.
2. Lingkungan rumah berada pada lingkungan yang masih menggunakan
kayu bakar
3. Riwayat penyakit yang sama pada keluarga

Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil adalah perilaku pasien yang masih
kurang dalam mencegah terjadinya kekambuhan asma. Kondisi ini
menjadikan pasien mudah untuk terjadinya kekambuhan pada penyakit asma.
Kondisi ini mempengaruhi berbagai aspek penyakit Asma Bronkhial yaitu
sebagai faktor pencetus terjadinya serangan Asma.
30
31

BAB VI
RENCANA DAN HASIL PEMBINAAN KELUARGA

A. RENCANA PEMBINAAN KELUARGA


1. Tujuan
a. Tujuan umum
Pasien dan keluarga pasien lebih memahami mengenai penyakit
Asma Bronkhial serta cara pencegahan agar tidak terjadi eksaserbasi/
serangan yang akan memperparah kondisi pasien.
b. Tujuan khusus
1) Pasien dan keluargapasiendapat mengerti definisi asma bronkhial
2) Pasien dan keluarga pasien mengetahui faktor-faktor risiko yang
berpengaruh terhadap terjadinya asma bronkhial sehingga dapat
mewaspadai timbulnya serangan asma.
3) Pasien dan keluarga pasien mengetahui cara penatalaksanaan awal
serangan asma di rumah
4) Pasien dan keluarga mengetahui komplikasi yang bisa ditimbulkan
penyakit asma
2. Materi
Materi yang akan diberikan kepada penderita dan keluarga pasien
adalah dalam bentuk penyuluhan dan edukasi mengenai modifikasi
pengertian, gejala dan tanda, faktor risiko timbulnya serangan asma
kegunaan pemakaian obat asma , serta cara pembinaan bagaimana
pentingnya pola hidup sehat bagi penderita asma
3. Cara Pembinaan
Pembinaan dilakukan di rumah pasien dalam waktu yang telah
ditentukan bersama. Pembinaan dilakukan dengan cara memberikan
penyuluhan dan edukasi pada penderita dan keluarga, dalam bentuk
pembicaraan santai sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima baik
oleh keluarga pasien, selain itu menggunakan gambar sebagai visualisasi
terhadap edukasi penyakit yang diberikan.
32

4. Sasaran Pembinaan
Pasien dan Suami pasien
6. Rencana Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan berupa memberikan beberapa pertanyaan
mengenai materi yang telah disampaikan sebelumnya kepada pasien dan
keluarga. Jika salah satu dari anggota keluarga ada yang menjawab benar
maka dianggap mereka sudah memahami materi yang telah disampaikan
sebelumnya dan mampu untuk saling mengingatkan antar anggota
keluarga.

B. HASIL EVALUASI
1. Evaluasi Formatif
Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada 2 orang yaitu Pasien Ny. D
dan suami pasien Tn. A. Metode yang digunakan berupa konseling
edukasi tentang penyakit asma bronkhial mulai dari definisi, etiologi,
faktor risiko, komplikasi, penatalaksanaan awal serangan asma bila
terjadi kekambuhan
2. Evaluasi Promotif
Sasaran konseling sebanyak 2 orang yaitu, pasien dan suami
pasien.Waktu pelaksanaan kegiatan pada Sabtu16 September 2017 di
rumah pasien. Konseling berjalan dengan lancar dan pasien merasa puas
karena merasa lebih diperhatikan dengan adanya konseling serta
kunjungan untuk memberikan edukasi tentang penyakit yang sedang di
derita Ny.D
3. Evaluasi Sumatif
Sebelum dilakukan konseling, pasien dan suami pasien mengaku
sudah pernah mengetahui asma sebelumnya tetapi tidak memahami detil
terkait bahaya dan penanganan awal asma diderita Ny. D sehingga
dengan adanya konseling pasien merasa puas dan senang karena menjadi
lebih paham tentang penyakitnya. Setelah konseling dilakukan tanya
jawab, narasumber memberikan 10 pertanyaan keluarga pasien dapat
33

menjawab 9 pertanyaan dengan tepat sehingga tingkat pengetahuan


pasien meningkat menjadi 90% dari sebelumnya yang hanya 60%.

B. HASIL PEMBINAAN KELUARGA

Tabel 3.Hasil Pembinaan Keluarga


Anggota
Tanggal Kegiatan yang dilakukan keluarga Hasil kegiatan
yang terlibat
14 a. Perkenalan dan Pasien Pasien bersedia
September membina kepercayaan untuk dikunjungi
2017 serta perjanjian untuk rumah untuk
kedatangan berikutnya dipantau
b. Memeriksa kondisi perkembangannya
pasien
c. Membina hubungan
saling percaya dengan
pasien, diantaranya
perkenalan dan bercerita
mengenai kehidupan
sehari-hari.
d. Mendiskusikan dengan
pasien untuk
kedatangan berikutnya
16Septemb a. Memeriksa kondisi pasien Pasien dan a. Pasien dan
er 2017 b. Menggali pengetahuan dan keluarga keluarga
pemahaman pasien tentang memahami
penyakitnya tentang asma
c. Memberikan penjelasan b. Pasien dan
mengenai pengertian, keluarga
penyebab, tanda dan gejala sepakat untuk
serta penanganan awal memperbaiki
serangan asma bila kambung pola hidup
34

BAB VII
TINJAUAN PUSTAKA

ASMA BRONCHIAL
A. Definisi
Asma dan rinitis alergi merupakan penyakit alergi yang saat ini masih
menjadi problem kesehatan karena pengaruhnya dalam menurunkan tingkat
kualitas hidup dan dibutuhkan biaya besar dalam penatalaksanaannya. Dengan
angka prevalensi yang berbeda-beda antara satu kota dengan kota lainnya
dalam satu negara, di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%
(RISKESDAS, 2013)
Definisi asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA), asma adalah
gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel yang
berperan, khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pada individu yang
rentan inflamasi, mengakibatkan gejala episode mengi yang berulang, sesak
napas, dada terasa tertekan, dan batuk khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala ini berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas dan
bervariasi dengan sifat sebagian reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hipereaktivitas jalan napas
terhadap berbagai rangsangan (GINA, 2016)

B. Etiologi

Asma dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, secara garis besar


episode akut asma dapat dipicu oleh faktor berikut (Kasper, 2015):
1. Alergen
Asma alergi terutama muncul pada anak-anak akibat reaksi alergi
tipe I terhadap alergen. Respon IgE yang dikontrol oleh limfosit B dan T
serta diaktivasi dengan adanya interaksi antigen dengan sel mast yang
terikat dengan molekul IgE menentukan asma alergi. Bahan alergen yang
dapat memicu asma diantaranya adalah debu, bulu, serpihan kulit
binatang, tungau, jamur, dan antigen lingkungan lain yang terpapar terus
menerus.
35

2. Farmakologi
Obat-obatan yang berhubungan dengan episode akut asma adalah
aspirin, agen pewarna seperti tartrazine, antagonis β adrenergik, dan
sulfiting agent seperti potassium metabisulfite, potassium dan sodium
bisulfite, sodium sulfite dan sulfur dioksida yang digunakan secara luas
pada industri makanan dan farmasi.
3. Lingkungan
Asma yang berhubungan dengan lingkungan biasanya terkait
kondisi polusi udara. Polutan yang diketahui dapat menimbulkan gejala
asma adalah ozon, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida.
4. Pekerjaan
Pekerjaan yang sering terpapar oleh zat-zat yang sensitif dapat
menjadi pemicu asma. Zat-zat sensitif dengan komponen dengan berat
molekul besar diantaranya adalah debu kayu, bulu hewan dan serangga.
Sedangkan komponen dengan berat molekul kecil adalah garam metal
(platinum, kromium, vanadium, nikel) dan industri kimia serta plastik.
5. Infeksi
Infeksi saluran nafas yang berulang dapat menjadi stimulus
terjaidnya asma, dan merupakan salah satu penyebab tersering yang
menimbulkan asma eksaserbasi akut.
6. Aktivitas
Variabel yang menentukan keparahan dari obstruksi jalan nafas
adalah ventilasi serta temperatur dan kelembaban udara yang diinspirasi.
Semakin besar ventilasi dan kandungan panas yang rendah dalam udara,
makan semakin besar respon yang terjadi.
7. Stres Emosional
Perubahan kaliber saluran nafas dimediasi modifikasi dari aktivitas
vagal eferen dan peran endorfin. Stres emosional mempengaruhi aktivitas
tersebut.

C. Epidemiologi
Prevalensi asma meningkat di seluruh dunia. Hal ini disebabkan
terutama oleh pengertian yang salah mengenai asma, pedoman dan pelaksanaan
36

pengelolaan asma yang tidak lengkap atau sistimatis, serta sangat kurangnya
data dan perencanaan lanjutan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu
dilaksanakan strategi pengelolaan asma berdasarkan pedoman pengelolaan
yang lengkap dan sistimatik. Kerjasama yang erat di antara para dokter dan
petugas medik lainnya dengan penderita asma sangatlah diperlukan untuk
mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Dengan upaya ini diharapkan akan
tercapai penyebarluasan cara pengelolaan asma preventif dan kuratif yang
sesuai dengan perkem-bangan dan metoda pengelolaan asma yang mutakhir.
Dan akan tercapai pula penurunan angka morbiditas maupun mortalitas yang
diakibatkan oleh asma ataupun komplikasinya.
Menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah
penyandang Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap
tahunnya. Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun
diperkirakan 2 – 5 %5 (3-8%2 dan 5-7%7) penduduk Indonesia menderita
asma (WHO, 2011)
Di Indonesia berdasarkan SurveiKesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun1992, asma, bronkhitis kronis dan emfisiema merupakan penyebab
kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5.6%. Pada tahun 1995, prevalensi
asma diseluruh Indonesia sebesar 13 dari 1000 penderita.Berdasarkan laporan
Heru Sundaru (Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM), prevalensi
asma di Bandung (5,2%), Semarang (5,5%), Denpasar (4,3%) dan Jakarta
(7,5%)8. Di Palembang, pada tahun 1995 didapatkan prevalensi asma pada
siswa SMP sebesar 8,7% dan siswa SMA pada tahun 1997 sebesar 8,7% dan
pada tahun 2005 dilakukan evaluasi pada siswa SMP didapatkan prevalensi
asma sebesar 9,2%. Penyakit Asma dapat mengenai segala usia dan jenis
kelamin, 80-90% gejala timbul sebelum usia 5 tahun. Pada anak-anak,
penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, sedangkan pada usia
dewasa terjadi sebaliknya. Sementara angka kejadian Asma pada anak dan bayi
lebih tinggi daripada orang dewasa (Ardinata, 2008).
37

D. Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan
ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan
nafas hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua
orang dengan penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada
semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama
kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2 dekade pertama kehidupan
lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan
memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis
atopik (PDPI, 2016)
Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T
oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang
melibatkan molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II
pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik merupakan
Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran respiratori. Sel dendritik
terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu membentuk jaringan
yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran respiratori.
Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah
pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas,
sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah
menuju daerah yang banyak mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan
pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai APC yang
efektif
(Rengganis, 2008; PDPI, 2016)
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif
terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien
dengan komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut
berperan. Reaksi fase lambat pada asma timbul beberapa jam lebih lambat
dibanding fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T,
basofil, netrofil, dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran
respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator. Sel
T pada saluran respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami
38

polarisasi ke arah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat
terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti
IL2, IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini
terus menerus terjadi, sehingga reaksi fase lambat semakin lama semakin
kuat(Rengganis, 2008; PDPI 2016).
Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang
menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran
respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi
struktur sel. Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang
berlanjut, ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP) dan Tissue
Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan
profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-β), dan proliferasi serta
diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang
penting dalam remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi
faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi
sel-sel otot polos saluran respiratori dan meningkatkan permeabilitas
mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf.
Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada
dinding saluran respiratori dapat diamati pada pasien yang meninggal akibat asma.
Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan lamanya
penyakitkuat(Rengganis, 2008; PDPI 2016).
Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet
dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik
dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan
perubahan struktur saluran respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan
penebalan dinding saluran respiratori. Remodeling juga merupakan hal penting
pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratori yang non spesifik, terutama
pada pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak
sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroidkuat(Rengganis, 2008;
PDPI 2016).
Adapun Patogenesis asthma seperti pada gambar 2
39

Gambar 1 Patogenesis Asthma


Sumber : Global Initiative for Asthma 2017
Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari
obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus.
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar,
nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan
oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi
yang terjadi.(Departemen Kesehatan RI ;2009)

Gambar 2. Proses imunologis spesifik dan non-spesifik


Sumber : American Academy of Allergy ; 2007
40

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan


serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil, trombosit
dan limfosit. Sel-sel inflamasi ni juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti
leukotrien, tromboksan, Platelet Activating Factors (PAF) dan protein sititoksis
memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya
menimbulkan hiperaktivitas bronkus.(Departemen Kesehatan RI ;2009)

E. Patofisiologi

Obstruksi saluran respiratori


Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos
bronkial yang diprovokasi mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi
seperti histamin, triptase, prostaglandin D2, dan leukotrien C4 yang dikeluarkan
oleh sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan oleh saraf aferen lokal dan
asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yang
ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah hiperplasia kronik dari
otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas.
Namun,dapat juga timbul pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi sekret
yang banyak, tebal dan lengket pengendapan protein plasma yang keluar dari
mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler (Doein et al, 2012; GINA, 2017)
Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh
penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon
trakeobronkial. Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran
nafas adalah kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk
mendapatkan volume yang lebih besar, yang kemudian dapat menimbulkan
hiperinflasi toraks. (Gambar 4) Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar
tetap dapat mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan
rendahnya compliance pada kedua paru. Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan
otot diafragma dan interkostal, secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja
sehingga kerjanya menjadi tidak optimal . Peningkatan usaha bernafas dan
penurunan kerja otot menyebabkan timbulnya kelelahan dan gagal nafas (Doein et
al, 2012; GINA, 2017).
41

Hiperaktivitas saluran respiratori


Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang
menyebabkan penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun
dapat berhubungan dengan perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi
sekunder serta berpengaruh terhadap kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai
tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafas yang terjadi akibat kontraksi otot
polos tersebut (Doein et al, 2012; GINA, 2017).
Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada
pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan
penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik
asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic
Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi.
Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki
pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan
metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel
lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya (Doein et al,
2012; GINA, 2017).
Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus.
Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian
elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan
kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan
pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur
filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi
hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.(Pusponegoro , 2005)
Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui
hipotesis pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas
mengalami kekakuan bila dalam waktu yang lama tidak direnggangkan sampai
pada tahap akhir, yang merupakan fase terlambat, dan menyebabkan penyempitan
saluran nafas yang menetap atau persisten. Kekakuan dari daya kontraksi, yang
timbul sekunder terhadap inflamasi saluran nafas, kemudian menyebabkan
42

timbulnya edema adventsial dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoil elastis (Doein
et al, 2012)
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan
protein kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk
berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin.
Keadaan inflamasi ini dapat memberikan efek ke otot polos secara langsung
ataupun sekunder terhadap geometri saluran nafas (Doein et al, 2012)

Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada
saluran nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan
karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran
nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab
ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang tidak
mengalami perbaikan dengan bronkodilator (Doein et al, 2012; GINA, 2017)
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa
peningkatan volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan
dan perlengketan dari sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja
tetapi terdapat juga penumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal
datri mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel
inflamasi yang mengalami lisis (Doein et al, 2012)
Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu
mekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan
mekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi. Degranulasi sel
Goblet yang dicetuskan oleh stimulus lingkungan, diperkirakan terjadi karena
adanya pelepasan neuropeptidase lokal atau aktivitas jalur refleks kolinergik.
Kemungkinan besar yang lebih penting adalah degranulasi yang diprovokasi oleh
mediator inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil elastase,
kimase sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease (Doein et al,
2012)
Keterbatasan aliran udara ireversibel
43

Penebalan saluran nafas, yang merupakan karakteristik asma, terjadi pada


bagian kartilago dan membranosa dari saluran nafas, juga terjadi perubahan pada
elastik dan hilangnya hubungan antara saluran nafas dengan parenkim di
sekitarnya, penebalan dinding saluran nafas, ini menjelaskan mekanisme
timbulnya penyempitan saluran nafas yang gagal untuk kembali normal dan
terjadi terus menerus. Kekakuan otot polos menyebabkan aliran udara pernafasan
terhambat hingga menjadi ireversibel(Doein et al, 2012)
Eksaserbasi
Faktor yang dapat mencetuskan sehingga terjadi eksaserbasi dan yang
dapat menyebabkan bronkokonstriksi, seperti udara dingin, kabut, olahraga.
Stimulus yang dapat menyebabkan inflamasi saluran nafas seperti pemaparan
alergen, virus saluran nafas. Olahraga dan hiperventilasi pernafasan dengan
keadaan udara dingin dan kering menyebabkan bronkokonstriksi dan pelepasan
sel lokal dan mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien yang dapat
menstimulasi otot polos. Stimulus yang hanya menyebabkan bronkokonstriksi
tidak akan memperburuk respon bronkial yang diakibatkan oleh stimulus yang
lain, sehingga hanya bersifat sementara saja. Eksaserbasi asma dapat timbul
selama beberapa hari. Sebagian besar berhubungan dengan infeksi saluran nafas,
yang paling sering adalah common cold oleh Rhinovirus yang dapat menginduksi
respon inflamasi intrapulmoner. Pada pasien asma, inflamasi terjadi dengan
derajat obstruksi yang bervariasi serta dapat memperberat hipereaktivitas bronkial.
Respon inflamasi ini melibatkan aktivasi dan masuknya eosinofil dan atau
neutrofil yang dimediasi oleh pelepasan sitokin atau kemokin T atau sel epitel
bronkial. Selain itu, paparan alergen juga mencetuskan eksaserbasi pada pasien
asma(Doein et al, 2012)

F. Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala
berkaitan dengan cuaca. Anamsesis yang baik cukup untuk menegakkan
diagnosis, di tambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru
44

terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai


diagnostik.
Riwayat penyakit/gejala :
- Bersifat episodik,seringkali reveribel dengan atau tanpa pengobatan
- Gejala berupa batuk,sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
- Gejala/timbul/memburuk terutama malam/dini hari
- Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
- Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
- Riwayat keluarga (atopi)
- Riwayat alergi / atopi
- Penyakit lain yang memberatkan
- Perkembangan penyakit dan pengobatan
(PDPI, 2016).
Pemeriksaan Fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmanin
dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling serig ditemukan adalah
mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal
walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan
napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas, maka sebagai
kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk
mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan
menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi (PDPI,
2004)
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Walupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang
sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar
biacara,takikardi, hiperniflasi dan penggunan otot bantu napas (PDPI, 2016)
Faal paru
Umumya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi
mengenai asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai
dispnea dan mengi, sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru
45

antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter
objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai ;
- Obstruksi jalan napas
- Reversibiliti kelainan faal paru
- Variabiliti faal paru, sebagai peniliaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan
napas
Parameter dan metode untuk menilai faal paru adalah pemeriksaan
spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE)(GINA, 2017).

Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti
vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur
yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita
sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooeperasi penderita.
Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP1/KVP<75% atau VEP1<80% nilai prediksi (PDPI, 2016)

Arus Puncak Ekspirasi (APE)

Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau


pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter
(PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan
mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas
ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah
digunakan/dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan
penderita di rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver
pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan
instruksi yang jelas (PDPI, 2004)

G. Diagnosis Banding
Dewasa
1) Penyakit paru obstruksi kronik
46

2) Bronkitis kronik
3) Gagal jantung kongestif
4) Batuk kronik akibat lain-lain
5) Disfungsi larings
6) Obstruksi mekanis emboli tumor
Anak
1) Benda asing di saluran pernafasan
2) Laringotrakeomalasia
3) Pembesaran kelenjar limfe
4) Tumor
5) Stenosis trakea
6) Bronkiolitis
(PDPI, 2016)

H. Klasifikasi
Menurut Global Initiative for Asthma(GINA, 2017) (Tabel 3)
1. Intermiten
Gejala kurang dari 1 kali, serangan singkat, gejala nokturnal tidak lebih
dari 2 kali/bulan (FEV1 ≥80% predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik
individu, variabilitas PEV atau FEV1<20%)
2. Persisten ringan
Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari, serangan dapat
mengganggu aktivitas dan tidur, gejala nokturnal >2 kali/bulan (FEV1
≥80% predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV
atau FEV120-30%)
3. Persisten sedang
Gejala terjadi setiap hari, serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur,
gejala nokturnal >1 kali/ minggu, menggunakan agonis-β2 kerja pendek
setiap hari (FEV1 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik
individu, variabilitas PEV atau FEV1>30%).
4. Persisten berat
47

Gejala terjadi setiap hari, serangan sering terjadi, gejala asma nokturnal
sering terjadi (FEV1 ≤60% predicted atau PEF ≤60% nilai terbaik
individu, variabilitas PEV atau FEV1>30%)

Tabel 3. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (sebelum


pengobatan) (PDPI, 2011).
Derajat Gejala Gejala malam Faal
paru
Intermiten Gejala kurang dari 1x/minggu Kurang dari 2 kali APE >
Asimtomatik dalam sebulan 80%
Persisten -Gejala lebih dari 1x/minggu tapi Lebih dari 2 kali APE
ringan kurang dari 1x/hari dalam sebulan >80%
-Serangan dapat menganggu
Aktivitas dan tidur
Persisten -Setiap hari, Lebih 1 kali dalam APE 60-
sedang -serangan 2 kali/nggu, bisa berahari- nggu 80%
hari.
-menggunakan obat setiap hari
-Aktivitas & tidur terganggu

Persisten - gejala Kontinyu Sering APE


berat -Aktivitas terbatas <60%
-sering serangan

I. Penatalaksanaan
48

Pada saat terjadi serangan asma perlu diperhatikan bahwa prinsip


tatalaksana saat serangan asma adalah :
1) Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin
2) Mengurangi hipoka
3) Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
4) Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah
kekambuhan.

a) Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk
meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan
sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi
digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat
pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini
digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik
saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus
diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian
pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah
tujuan pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu.(Supriyatno B, S Makmuri
M ; 2008)
Obat – obat Pereda (Reliever)(Suherman SK. Ascobat P)
1. Bronkodilator
a. Short-acting β2 agonist
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma
akut pada anak. Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot
pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot
lurik, hepar, dan pankreas.(Suherman SK. Ascobat P ; 2008)
49

Obat ini menstimulasi reseptor β2 adrenergik menyebabkan


perubahan ATP menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot
polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Efek
lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas
vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.Suherman SK.
(Ascobat P, 2008; GINA, 2017)

 Epinefrin/adrenalin
Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali
tidak ada β2 agonis selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada
reseptor β1, β2, dan α sehingga menimbulkan efek samping berupa sakit
kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan hipertensi.
Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek
bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping,
terutama pada jantung dan CNS.(Ascobat P, 2008)

 β2 agonis selektif(Ascobat P, 2008; GINA, 2017)


Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol.
Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum
5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 –
0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam).
Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit,
efek puncak dicapai dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5
jam.Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit,
efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.
Serangan berat : MDI 10 semprotan.
50

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena


pada keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi
jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering terjadi.

Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB


setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.
Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan
dengan 0,1 – 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.
Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi,
palpitasi, dan takikardi.

b. Methyl xanthine
Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist
inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas
keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan
kombinasi β2 agonist dan anticholinergick (GINA, 2017)
Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap
reseptor adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Methilxanthine cepat
diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral. Pemberian
teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang
lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat
kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya
absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta
dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati,
sebagian besar dieksresi bersama urin.(Rahajoe N ; 2008)
Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :
a) 1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam
b) 6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam
c) 1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam
d) > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam
51

Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada
konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan
aritmia.(Ascobat P, 2008)

Anticholinergics
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi
dengan nebulisasi β2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih
baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jamAscobat P, 2008;
GINA, 2017)
Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis :
untuk usia diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek
sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut.
Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka
panjang pada anak.(Ascobat P, 2008; GINA, 2017)
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan :
Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan
yang cukup lama.
Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan
kortikosteroid hirupan sebagai kontroler.
Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.
Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam
untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12
– 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon,
atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali
sehari selama 3 – 5 kali sehari(PDPI, 2011; GINA, 2017)
Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai
bronkodilator. Obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin
dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid, menghambat
peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan
menurunkan permeabilitas vascular (PDPI, 2011; GINA, 2017)
Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan
penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan
52

efek mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon IV yang


dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis
Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis dexamethasone bolus
IV 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam (PDPI,
2011; GINA, 2017)

Obat – obat Pengontrol


Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi
dan sistemik glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled
β2-agonist, theofilin, cromones, dan long acting oral β2-agonist(PDPI,
2011; GINA, 2017).

1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang
paling efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur.
Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan
dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan
obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi
glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma,
mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah
sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif
bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.
Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis,
mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi
terjadinya down regulation receptor β2 agonist. Dosis yang dapat
digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa
gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan
gangguan pada gigi dan mulut.
2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)
Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan
dan mungkin hasilnya lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan
53

jangka panjang yang membandingkannya dengan steroid hirupan +


LABA. Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut :

a) LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan


cystenil leukotriane;
b) Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap
bronkokonstriktor;
c) Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction
d) Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali
per hari., penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati;
sayangnya preparat montelukast ini belum ada di Indonesia;
e) Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan
meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan
transforming growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan
terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta
diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-
inflamator.

Ada 2 preparat LTRA :


a) Montelukast
Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per
oral 1 kali sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun
adalah 4 mg qhs.
b) Zafirlukast
Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7
tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.
Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada
berbagai tingkat keparahan asma dengan menekan produksi
cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat mengganggu fungsi
hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan
fungsi hati.

3. Long acting β2 Agonist (LABA)


54

Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol.


Pemberian ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari
frekuensi serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral,,
menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling. Kombinasi ICS dan
LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate
dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort).
Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini
mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai
obat(Ascobat P, 2008)

4. Teofilin lepas lambat


Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama
kortikosteroid yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi
dosis pemeliharaan glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah
daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.
Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala,
stimulasi ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan
jarang, perdarahan lambung. Efek samping muncul pada dosis lebih dari
10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada dosis inisial
5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai
10mg/kgBB/ha(Ascobat P, 2008)

c) Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk


a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola
penyakit asma sendiri)
b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma
sendiri/asma mandiri)
c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol
asma.
d) Pencegahan
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
55

d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin


e. Olahraga renang, senam asma
(Kartassamita, 2008; Nartaprawira, 2008; PDPI, 2011; GINA, 2017).

BAB VIII
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Ny. Dadalah seorang pasien yang
didiagnosisAsma bronkial eksaserbasi akut derajat sedang
1. Aspek personal
Tn N. Usia 30 tahun tahun tinggal hanya bersama dengan anak, menantu
dan cucunya sehingga bentuk keluarga nuclear family.
e. Keluhan Utama : Sesak Nafas
f. Keluhan tambahan : Batuk, nyeri dada, nyeri perut
g. Idea : Pasien datang ke Puskesmas Tambak 2 untuk berobat
h. Concern : Pasien merasa sesak nafas saat aktifitas normal dan tidur
terlentang
i. Expectacy :Pasienmempunyai harapan penyakitnya segera mereda
j. Anxiety : Pasien mencemaskan penyakit yang sering kambuh-
kambuhan
2. Aspek klinis
Diagnosis Kerja : Asma bronkhial eksaserbasi akut derajat sedang
56

Diagnosis Banding : PPOK eksaserbasi akut, CHF


3. Aspek faktor intrinsik
Aspek faktor risiko intrinsik individu diantaranya adalah sebagai
berikut :
d. Nenek pasien memiliki riwayat asma
e. Pasien memiliki kepribadian tertutup dan sedang dalam keadaan stress
f. Pasien jarang berolahraga
4. Aspek faktor ekstrinsik
Aspek faktor ekstrinsik pada pasien diantaranya adalah sebagai
berikut :
c. Kondisi ekonomi pasien termasuk ke dalam golongan menengah ke
bawah
d. Kondisi rumah pasien kurang bersih
e. Kondisi lingkungan di sekitar rumah pasien kurang bersih
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Pasien mengeluh dispneu dirasa cukup mengganggu pekerjaan
sebagai petani, aktivitas harian serta mulai mengganggu tidur pasien. Skala
penilaian fungsi sosial adalah 2, pasien membatasi aktivitas bekerja
sebagai IRT, namun aktivitas perawatan diri tidak terganggu.
B. Saran
1. Promotif : Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit serta perlunya
pengendalian dan pemantauan asma bronkhial Mengenalkan pola hidup
sehat, meliputi pola makan dan olahraga teraturdan perilaku menghindari
merokok

2. Preventif : Makan makanan yang cukup bergizi, rutin kontrol derajat asma
ke dokter , memakai pelindung diri seperti masker jika bekerja dilokasi
yang banyak debu, mengenakan pakaian hangat

3. Kuratif : Pasien minum obat-obatan pengendali asma yang diberikan


dokter secara rutin dan teratur. Istri dan anaknya harus selalu
mengingatkan dan mengawasi untuk minum obat dan mengontrol serangan
asma pasien.
57

4. Rehabilitatif : Penyesuaian aktivitas sehari-hari sangatlah penting dan


membantu penderita memiliki kembali rasa percaya diri untuk percaya
terhadap intervensi medis dan memberikan motivasi untuk terus merubah
sikap dan prilaku yang tidak sehat menjadi lebih sehat serta tidak memiliki
perasaan khawatir berlebihan terhadap penyakit asma yang diderita
58

DAFTAR PUSTAKA

Ardinata, Dedi.2008 Eosinofil dan Patogenesis Asma. Majalah Kedokteran


Nusantara Volume 41 􀁹 No. 4

Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009;
5-11.

Global Initiative For Asthma. 2017. Medical Communications Resources, Inc

Kartasasmita CB. 2008. Epidemiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN,


Supriyatno
B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

Nataprawira.2008. Diagnosis Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,


Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama.
Jakarta :Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.105-18.
PDPI. 2016. ASMA. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia, Balai Penerbit FK UI, Jakarta.

PDPI. 2011. ASMA. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia, Balai Penerbit FK UI, Jakarta.

Rahajoe N. 2008. Tatalaksana Jangka Panjang Asma Anak. dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak.
Edisi
pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

S Makmuri M. 2008. Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,


Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

Suherman SK. 2008.. Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid, Analog Sintetik


dan Antagonisnya. dalam: Gunawan SG, penyunting. Farmakologi dan
Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. h. 496-500.

Supriyatno B, S Makmuri M. 2008. Serangan Asma Akut. dalam: Rahajoe NN,


Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak.
edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

Supriyatno B, Wahyudin B. 2008. Patogenesis dan Patofisiologi Asma Anak.


59

dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar


Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

Surjanto E. 2003. Patogenesis Asma. Dalam: Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah


Khusus (PIK) X, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Makasar, p35-44.

Yunus F. 2002.Terapi Controller Pada Asma.Dalam: Margono BP, Widjaja A,


Amin M,dkk (editor). Pertemuan Ilmiah Paru Millenium, Surabaya,p1-6.
60

LAMPIRAN
61
62
63
64

LAMPIRAN HOME VISIT

No Hari/tanggal Tanda tangan Keterangan


responden

1 Sabtu, 16 september 2017

2 Selasa, 19 september 2017

3
65

Anda mungkin juga menyukai