Longcase Asma A.Naesaburi S
Longcase Asma A.Naesaburi S
ASMA BRONKIAL
Disusun Oleh:
A.Naesaburi Sahid
G4A016044
Pembimbing:
dr. Diah Krisnansari, M. Si.
dr. Dri Kusrini
2018
2
HALAMAN PENGESAHAN
Asma Bronkial
Oleh:
A.Naesaburi Sahid
G4A016044
BAB I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
BAB II
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PASIEN
Nama :Ny. D
Usia :50 Tahun
Jenis kelamin :Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Kewargenegaraan : Indonesia
Pekerjaan :Ibu rumah tangga
Pendidikan Terakhir :SMP
Alamat : Pandak RT 08/RW 01
B. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
1. Keluhan Utama : Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD Puskesmas Sumpiuh 1 pada hari Senin tanggal
1 Oktober 2018 pukul 22.30 WIB dengan keluhan sesak sejak 9 jam
sebelum datang ke IGD. Keluhan sesak dirasakan terus-menerus dan
semakin memberat. Keluhan sesak dirasakan kurang lebih 2x dalam
setahun. Sesak berkurang ketika pasien posisi duduk membungkuk,
istirahat dan meminum obat asma. Sesak bertambah berat saat
beraktivitas dan kelelahan. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala,
timbul suara ngik-ngik, bersin-bersin dan nyeri dada ringan saat
bernafas. Pasien mengaku sering bersin-bersin pada pagi hari, saat
terpapar debu, udara dingin, dan asap. Pasien mengeluhkan sesak
secara tiba-tiba saat di rumah pukul 13.00 WIB. Pasien mengaku
keluhan sesak timbul ketika merasa kelelahan dan terpapar asap.
Kemudian pasien meminum obat asma dan sesak berkurang.
Kemudian pasien merasakan sesak kembali dan semakin memberat
5
b. Nadi : 88x/menit
c. RR : 28x/menit
d. Suhu : 36,6oC per axiller
3. Status gizi
BB : 54 kg
TB : 155cm
BMI : 22.48 kg/m2(Normal)
4. Kepala : Bentuk mesocephal, tidak ada luka, sebagian rambut
berwarna putih, tidak mudah dicabut.
5. Kulit : Sianosis (-), ikterik (-), keriput, tugor kulit normal
6. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung
(-/-), pupil bulat isokor (3mm/3mm)
7. Telinga : Bentuk dan ukuran normal, cairan sekret (-/-)
8. Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), discharge (-/-).
9. Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa mulut basah (+)
10. Tenggorokan: Faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-), pergerakan
otot bantu nafas (+)
11. Leher :JVP 5 + 2 cmH2O, Deviasi trakea (-), limfonodi cervicalis
tidak teraba, penggunaan otot bantu nafas (+)
12. Thoraks :
Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi (-/-), ketertinggalan gerak (-/-)
Palpasi : Simetris, ketertinggalan gerak (-/-), vokal fremitus paru
kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri, batas paru
hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikular (+/+), RBK (-/-), RBH basal (-/-)
Wheezing (+/+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC VI 2 jari lateral LMCS
Pulsasi parasternal dextra sinistra (-/-) pulsasi
epigastrium (-)
10
17. Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-),
Inferior :Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)
Kaki diabetic (-)
18. Pemeriksaan Neurologik
F. RESUME
Anamnesis
Ny. D datang ke UGD Puskesmas I Sumpiuh dengan keluhan sesak nafas
memberat sejak 9 jam yang lalu disertai suara ngik-ngik. Selain itu pasien
juga nyeri kepala, bersin-bersin, nyeri dada ringan saat bernafas. Penderita
Ny. D usia 50 tahun, tinggal dalam satu rumah bersama suami dan kedua
anak, sehingga bentuk keluarga disebut nuclear family. Pasien sudah
didiagnosis asma sejak 4 tahun yang lalu. Kondisi psikologi keluarga baik.
Status ekonomi pasien termasuk kelas menengah kebawah. Pasien memiliki
hubungan yang harmonis dengan suami, anak, saudara maupun tetangga.
Pasien termasuk pribadi yang terbuka dengan keluarganya. Pasien bekerja
sebagai ibu rumah tangga dan tidak menjalankan aktivitas tertentu yang
berpenghasilan. Pasien memiliki keturunan asma dari ayahnya.
Pemeriksaan Fisik
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit regular
RR : 28 x/menit
Suhu : 36,5oC
Paru : SD ves +/+, RBK -/-, RBH -/-, WHZ +/+
G. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Aspek personal
Ny. D Usia 50 tahun tinggal hanya bersama dengan suami sehingga bentuk
keluarga nuclear family.
a. Idea : Pasien datang ke Puskesmas I Sumpiuh untuk berobat
dengan keluhan sesak nafas disertai suara ngik-ngik, nyeri kepala,
bersin-bersin, dan nyeri dada saat bernafas.
b. Concern : Pasien merasa sesak nafas saat kecapean dan kedinginan.
c. Expectacy : Pasien mempunyai harapan penyakitnya segera sembuh
d. Anxiety : Pasien mencemaskan penyakit kambuh kembali
2. Aspek klinis
Diagnosis Kerja : Asma bronkhial intermitten
12
H. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
1. Personal Care
Initial Plan
1) Periksa Saturasi O2
2) EKG
3) Arus Puncak Respirasi (APE)
Aspek kuratif
a. Medikamentosa
1) Nebulizer Ventolin 1 ampul
2) PO Salbutamol 3x 2 mg tab
3) PO dexametasone 3x0.5 mg
4) PO cetirizine 1x10 mg
13
b. Non Medikamentosa
1) Istirahat posisi duduk, setengah duduk, atau tidur dengan bantal
tinggi
2) Oksigen nasal kanul 2 lpm
3) Diet tinggi kalori tinggi protein
c. Konseling, Informasi, dan Edukasi
1) Edukasi pasien mengenai definisi Asma bronkhial
2) Edukasi pasien mengenai etiologi dan faktor risikoAsma
bronkhial
3) Edukasi pasien mengenai tanda dan gejala Asma bronkhial
4) Edukasi pasien mengenai pencegahan Asma bronkhial
a. Menghimbau untuk jaga kebugaran rutin berolah raga
b. Hindari faktor pencetus berupa stress, kecapekan, dingin dan
debu serta asap rokok.
b. Setiap pergi ke luar rumah terutama usahakan mengenakan
dengan masker
c. Motivasi pasien untuk rutin mengkonsumsi obat asma saat
serangan
5) Edukasi pasien mengenai komplikasi Asma bronkhial
6) Edukasi pasien mengenai pengobatan Asma bronkhial
7) Edukasi etika batuk yang baik dan benar
8) Etika membuang dahak atau lendir
d. Monitoring
Monitoring terhadap keadaan umum, tanda vital, kemajuan terapi,
derajat asma, kemajuan aktivitas fisik pasien, pasien minimal setiap
satu bulan sekali.
2. Family Care
a. Edukasi kepada keluarga agar pasien menghindari hal-hal yang
mampu memicu serangan asma
b. Edukasi kepada keluarga bagaimana penanganan serangan asma awal
saat di rumah
14
I. PROGNOSIS
J. FOLLOW UP
Selasa, 2 Oktober 2018 jam 09.30
S : sesak nafas (+) berkurang, nyeri kepala, nyeri dada
O : KU baik, penggunaan otot bantu nafas (-), Thorak simetris,
Auskultasi paru vesikular +/+. Wheezing +/+, ronkhi -/-
VS : Tensi : 110/80 mmHg RR : 26 x/mnt, reguler
Nadi : 88 x/mnt Suhu : 36.6° C
A : Asma bronkhial
P : Tidur dengan bantal tinggi/ setengah duduk, penderita dianjurkan
istirahat cukup dan kontrol ke pelayanan kesehatan jika obat habis
atau ada keluhan, hindari paparan debu, udara dingin atau cemas
berlebihan
K. FLOW SHEET
Hasil pemeriksaan dan terapi pasien dari awal masuk puskesmas sampai
home visit dijabarkan dalam tabel 2.
15
BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari Tn. S (54 tahun) dan Ny. D (350 tahun) dan
kedua anaknya yang sudah tinggal berpisah dengan kedua orang tua.
Ny. D adalah anak kedua dari empat bersaudara. Kakak, adik dan ibu
dari Ny. D tinggal berjauhan dari lingkungan Ny. D. Fasilitas kesehatan
yang digunakan oleh Ny. D adalah puskesmas.
2. Fungsi Psikologis
Ny. D hanya tinggal berdua dengan suaminya. Ny. D mendapat
perhatian yang cukup baik dari Tn. S terutama mengenai penyakit yang
diderita oleh Ny.D, saat sakitnya kambuh Tn. A yang mengantar
menggunakan motor ke puskesmas untuk mendapatkan pengobatan. Ny. D
memiliki pengetahuan yang baik tentang penyakit yang dideritanya hal ini
dibuktikan dengan pasien yang mengetahui tentang asma, faktor-faktor
pencetusnya dan menghafal beberapa obat asma yang pernah
dikonsumsinya serta penanganan awal yang harus dilakukan saat serangan
asma. Pasien rutin kontrol dan selalu berobat ke dokter umum atau
puskesmas jika sakit.
Pasien mengaku dalam satu minggu terakhir kondisi pasien sedang
sangat capek. Selain itu, pasien mengaku sering terpapar debu dan udara
dingin sehingga membuat asma pasien kambuh.
3. Fungsi Sosial
Ny. D cukup sering bergaul dengan lingkungan di rumahnya. Ny.D
tergolong antusias mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselegarakan oleh
perangkat desa.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari suami pasien, Tn. S sebagai petani.
Tn. S dan Ny.D berkecukupan sehingga masih bisa memenuhi kebutuhan
hariannya. Pembiayaan puskesmas atau unit kesehatan yang lain ditanggung
oleh KIS.
17
Kesimpulan :
Penderita (Ny. D) merupakan seorang ibu yang tinggal bersama
suaminya, yaitu Tn.A. Keluarga memberikan perhatian yang cukup baik
terhadap Ny. D meskipun dengan pengetahuan keluarga yang terbatas
tentang penyakit Ny. D sehingga masih ada beberapa keadaan yang kurang
mendukung pencegahan timbulnya serangan asma pada Ny. D, maka dari itu
keluarga jarang memotivasi Ny. D untuk memeriksa kontrol kondisi
kesehatannya. Masyarakat sekitar rumah Ny. D akrab dengan Ny.D dan juga
Ny.D sering mengikuti kegiatan yang diadakan perangkat desa. Pendapatan
keuangan keluarga hanya dari suami yaitu Tn. S yang bekerja sebagai petani.
Pembiayaan unit kesehatan ditanggung oleh KIS.
Adaptation
Pasien (Ny.D) jarang menceritakan keluhannya terhadap keluarga.
Akan tetapi, ketika Ny. D bercerita tentang sakit yang dialaminya atau
masalah yang sedang dihadapi, keluarga suami dan anak beliau berusaha
untuk membantu mengobati penyakitnya.
Partnership
Sebagai suami istri, Ny. D dan Tn. A memiliki peran masing-masing
dalam menjalani keseharian rumah tangganya. Ny. D berperan sebagai ibu
rumah tangga dan tidak bekerja. Tn. S bekerja sebagai buruh dan petani
bekerja dari jam 7 pagi hingga jam 4 sore. jika istrinya sakit Tn.S selalu
membawanya ke puskesmas atau ke dokter umum.
Growth
18
Pasien terlihat cukup puas atas segala bentuk dukungan dan bantuan dari
keluarga untuk kegiatan atau hal-hal baru yang hendak dilakukan pasien.
Affection
Pasien merasa puas dengan perhatian keluarga dalam menyayangi pasien.
Pasien mengaku sudah sangat mengenali perilaku dan emosi suami ataupun anak-
anak pasien.
Resolve
Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien tampak cukup, pasien
mengaku juga sering mengikuti kegiatan berlibur bersama keluarga.
Hampir
Hampir Kadang
A.P.G.A.R Tn.N Terhadap Keluarga tidak
selalu -kadang
pernah
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
A keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
P membahas dan membagi masalah
dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
G menerimadan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
A mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya
dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 8, fungsi fisiologis Tn.N terhadap keluarga baik
Keterangan :
1. Economic (+) oleh karena ekonomi keluarga pasien tergolong
menengah ke bawah
Kesimpulan :
Keluarga Ny. D, fungsi patologis yang ditemukan antara lain fungsi ekonomi
D. GENOGRAM
Tn. S Ny. D
54 th Ny. D
50 th
50 th
Sdr. S Ny. T
30 th 25 th
21
: Laki-laki : Meninggal
: Pasien
Ny. D Tn. S
An. S
An. T
Kesimpulan :
Hubungan antara Ny.D dan Tn.A selaku suami istri baik
Hubungan antara Tn.A dan An. S dan An. T selaku ayah dan anak baik
22
Hubungan antara Ny.D dan An. S dan An. T selaku ibu dan anak baik
Hubungan antara An. S dan An. T selaku adik dan kakak baik
23
BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
PERILAKU LINGKUNGAN
Pasien jarang menggunakan Lingkungan rumah sekitar
jaket atau penghangat saat berada di daerah yang
udara saat dingin, pasien masih menggunakan kayu
jarang berolahraga. Pasien bakar sebagai bahan bakar
sering kecapekan. Tidak untuk memasak. Sekitar
menggunakan masker saat rumah berdebu disebabkan
membersihkan rumah maupun musim kemarau.
keluar rumah. Pasien kadang
memasak menggunakan kayu
bakar. Kondisi ekonomi pasien
menengah ke bawah.
Keterangan:
: Faktor Perilaku
2. Denah Rumah
Denah rumah pasien digambarkan pada gambar 4.1.
kandang Dapur WC
kamar kamar
kamar kamar
Kebun halaman
Ruang Tamu dan Keluarga
BAB V
DAFTAR MASALAH DAN PEMBINAAN KELUARGA
A. MASALAH MEDIS
1. Ny. D Menderita Asma bronkhial
B. MASALAH NON MEDIS
1. Suami Ny. D memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah dan biasanya
di dalam rumah menghabiskan dua hingga tiga batang per hari.
2. Ayah Ny. D memiliki riwayat penyakit Asma
3. Lingkungan di sekitar rumah pasien adalah penduduk desa yang masih
menggunakan kayu bakar.
Akses
Genetik: Ny.D
Pelayanan
Ayah pasien memiliki penyakit Asma Bronkhial
Kesehatan : -
Asma
D. MATRIKULASI MASALAH
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks (Azrul, 1996)
Tabel 6. Matrikulasi masalah
I R Jumlah
No Daftar Masalah T
P S SB Mn Mo Ma IxTxR
1. Perilaku pasien yang 4 5 5 4 5 4 4 32000
masih kurang dalam
mencegah terjadinya
asma seperti memakai
jaket saat dingin,
menggunakan
masker, menjauhi
asap dan tidak
memasak dengan
kayu bakar.
Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
29
E. PRIORITAS MASALAH
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah
keluarga Ny. D adalah sebagai berikut :
1. Perilaku pasien yang masih kurang dalam mencegah terjadinya asma
seperti memakai jaket saat dingin, menggunakan masker, menjauhi asap
dan tidak memasak dengan kayu bakar.
2. Lingkungan rumah berada pada lingkungan yang masih menggunakan
kayu bakar
3. Riwayat penyakit yang sama pada keluarga
Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil adalah perilaku pasien yang masih
kurang dalam mencegah terjadinya kekambuhan asma. Kondisi ini
menjadikan pasien mudah untuk terjadinya kekambuhan pada penyakit asma.
Kondisi ini mempengaruhi berbagai aspek penyakit Asma Bronkhial yaitu
sebagai faktor pencetus terjadinya serangan Asma.
30
31
BAB VI
RENCANA DAN HASIL PEMBINAAN KELUARGA
4. Sasaran Pembinaan
Pasien dan Suami pasien
6. Rencana Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan berupa memberikan beberapa pertanyaan
mengenai materi yang telah disampaikan sebelumnya kepada pasien dan
keluarga. Jika salah satu dari anggota keluarga ada yang menjawab benar
maka dianggap mereka sudah memahami materi yang telah disampaikan
sebelumnya dan mampu untuk saling mengingatkan antar anggota
keluarga.
B. HASIL EVALUASI
1. Evaluasi Formatif
Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada 2 orang yaitu Pasien Ny. D
dan suami pasien Tn. A. Metode yang digunakan berupa konseling
edukasi tentang penyakit asma bronkhial mulai dari definisi, etiologi,
faktor risiko, komplikasi, penatalaksanaan awal serangan asma bila
terjadi kekambuhan
2. Evaluasi Promotif
Sasaran konseling sebanyak 2 orang yaitu, pasien dan suami
pasien.Waktu pelaksanaan kegiatan pada Sabtu16 September 2017 di
rumah pasien. Konseling berjalan dengan lancar dan pasien merasa puas
karena merasa lebih diperhatikan dengan adanya konseling serta
kunjungan untuk memberikan edukasi tentang penyakit yang sedang di
derita Ny.D
3. Evaluasi Sumatif
Sebelum dilakukan konseling, pasien dan suami pasien mengaku
sudah pernah mengetahui asma sebelumnya tetapi tidak memahami detil
terkait bahaya dan penanganan awal asma diderita Ny. D sehingga
dengan adanya konseling pasien merasa puas dan senang karena menjadi
lebih paham tentang penyakitnya. Setelah konseling dilakukan tanya
jawab, narasumber memberikan 10 pertanyaan keluarga pasien dapat
33
BAB VII
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA BRONCHIAL
A. Definisi
Asma dan rinitis alergi merupakan penyakit alergi yang saat ini masih
menjadi problem kesehatan karena pengaruhnya dalam menurunkan tingkat
kualitas hidup dan dibutuhkan biaya besar dalam penatalaksanaannya. Dengan
angka prevalensi yang berbeda-beda antara satu kota dengan kota lainnya
dalam satu negara, di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%
(RISKESDAS, 2013)
Definisi asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA), asma adalah
gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel yang
berperan, khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pada individu yang
rentan inflamasi, mengakibatkan gejala episode mengi yang berulang, sesak
napas, dada terasa tertekan, dan batuk khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala ini berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas dan
bervariasi dengan sifat sebagian reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hipereaktivitas jalan napas
terhadap berbagai rangsangan (GINA, 2016)
B. Etiologi
2. Farmakologi
Obat-obatan yang berhubungan dengan episode akut asma adalah
aspirin, agen pewarna seperti tartrazine, antagonis β adrenergik, dan
sulfiting agent seperti potassium metabisulfite, potassium dan sodium
bisulfite, sodium sulfite dan sulfur dioksida yang digunakan secara luas
pada industri makanan dan farmasi.
3. Lingkungan
Asma yang berhubungan dengan lingkungan biasanya terkait
kondisi polusi udara. Polutan yang diketahui dapat menimbulkan gejala
asma adalah ozon, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida.
4. Pekerjaan
Pekerjaan yang sering terpapar oleh zat-zat yang sensitif dapat
menjadi pemicu asma. Zat-zat sensitif dengan komponen dengan berat
molekul besar diantaranya adalah debu kayu, bulu hewan dan serangga.
Sedangkan komponen dengan berat molekul kecil adalah garam metal
(platinum, kromium, vanadium, nikel) dan industri kimia serta plastik.
5. Infeksi
Infeksi saluran nafas yang berulang dapat menjadi stimulus
terjaidnya asma, dan merupakan salah satu penyebab tersering yang
menimbulkan asma eksaserbasi akut.
6. Aktivitas
Variabel yang menentukan keparahan dari obstruksi jalan nafas
adalah ventilasi serta temperatur dan kelembaban udara yang diinspirasi.
Semakin besar ventilasi dan kandungan panas yang rendah dalam udara,
makan semakin besar respon yang terjadi.
7. Stres Emosional
Perubahan kaliber saluran nafas dimediasi modifikasi dari aktivitas
vagal eferen dan peran endorfin. Stres emosional mempengaruhi aktivitas
tersebut.
C. Epidemiologi
Prevalensi asma meningkat di seluruh dunia. Hal ini disebabkan
terutama oleh pengertian yang salah mengenai asma, pedoman dan pelaksanaan
36
pengelolaan asma yang tidak lengkap atau sistimatis, serta sangat kurangnya
data dan perencanaan lanjutan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu
dilaksanakan strategi pengelolaan asma berdasarkan pedoman pengelolaan
yang lengkap dan sistimatik. Kerjasama yang erat di antara para dokter dan
petugas medik lainnya dengan penderita asma sangatlah diperlukan untuk
mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Dengan upaya ini diharapkan akan
tercapai penyebarluasan cara pengelolaan asma preventif dan kuratif yang
sesuai dengan perkem-bangan dan metoda pengelolaan asma yang mutakhir.
Dan akan tercapai pula penurunan angka morbiditas maupun mortalitas yang
diakibatkan oleh asma ataupun komplikasinya.
Menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah
penyandang Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap
tahunnya. Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun
diperkirakan 2 – 5 %5 (3-8%2 dan 5-7%7) penduduk Indonesia menderita
asma (WHO, 2011)
Di Indonesia berdasarkan SurveiKesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun1992, asma, bronkhitis kronis dan emfisiema merupakan penyebab
kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5.6%. Pada tahun 1995, prevalensi
asma diseluruh Indonesia sebesar 13 dari 1000 penderita.Berdasarkan laporan
Heru Sundaru (Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM), prevalensi
asma di Bandung (5,2%), Semarang (5,5%), Denpasar (4,3%) dan Jakarta
(7,5%)8. Di Palembang, pada tahun 1995 didapatkan prevalensi asma pada
siswa SMP sebesar 8,7% dan siswa SMA pada tahun 1997 sebesar 8,7% dan
pada tahun 2005 dilakukan evaluasi pada siswa SMP didapatkan prevalensi
asma sebesar 9,2%. Penyakit Asma dapat mengenai segala usia dan jenis
kelamin, 80-90% gejala timbul sebelum usia 5 tahun. Pada anak-anak,
penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, sedangkan pada usia
dewasa terjadi sebaliknya. Sementara angka kejadian Asma pada anak dan bayi
lebih tinggi daripada orang dewasa (Ardinata, 2008).
37
D. Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan
ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan
nafas hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua
orang dengan penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada
semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama
kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2 dekade pertama kehidupan
lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan
memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis
atopik (PDPI, 2016)
Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T
oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang
melibatkan molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II
pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik merupakan
Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran respiratori. Sel dendritik
terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu membentuk jaringan
yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran respiratori.
Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah
pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas,
sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah
menuju daerah yang banyak mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan
pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai APC yang
efektif
(Rengganis, 2008; PDPI, 2016)
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif
terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien
dengan komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut
berperan. Reaksi fase lambat pada asma timbul beberapa jam lebih lambat
dibanding fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T,
basofil, netrofil, dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran
respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator. Sel
T pada saluran respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami
38
polarisasi ke arah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat
terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti
IL2, IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini
terus menerus terjadi, sehingga reaksi fase lambat semakin lama semakin
kuat(Rengganis, 2008; PDPI 2016).
Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang
menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran
respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi
struktur sel. Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang
berlanjut, ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP) dan Tissue
Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan
profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-β), dan proliferasi serta
diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang
penting dalam remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi
faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi
sel-sel otot polos saluran respiratori dan meningkatkan permeabilitas
mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf.
Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada
dinding saluran respiratori dapat diamati pada pasien yang meninggal akibat asma.
Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan lamanya
penyakitkuat(Rengganis, 2008; PDPI 2016).
Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet
dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik
dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan
perubahan struktur saluran respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan
penebalan dinding saluran respiratori. Remodeling juga merupakan hal penting
pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratori yang non spesifik, terutama
pada pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak
sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroidkuat(Rengganis, 2008;
PDPI 2016).
Adapun Patogenesis asthma seperti pada gambar 2
39
E. Patofisiologi
timbulnya edema adventsial dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoil elastis (Doein
et al, 2012)
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan
protein kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk
berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin.
Keadaan inflamasi ini dapat memberikan efek ke otot polos secara langsung
ataupun sekunder terhadap geometri saluran nafas (Doein et al, 2012)
Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada
saluran nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan
karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran
nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab
ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang tidak
mengalami perbaikan dengan bronkodilator (Doein et al, 2012; GINA, 2017)
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa
peningkatan volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan
dan perlengketan dari sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja
tetapi terdapat juga penumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal
datri mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel
inflamasi yang mengalami lisis (Doein et al, 2012)
Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu
mekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan
mekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi. Degranulasi sel
Goblet yang dicetuskan oleh stimulus lingkungan, diperkirakan terjadi karena
adanya pelepasan neuropeptidase lokal atau aktivitas jalur refleks kolinergik.
Kemungkinan besar yang lebih penting adalah degranulasi yang diprovokasi oleh
mediator inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil elastase,
kimase sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease (Doein et al,
2012)
Keterbatasan aliran udara ireversibel
43
F. Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala
berkaitan dengan cuaca. Anamsesis yang baik cukup untuk menegakkan
diagnosis, di tambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru
44
antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter
objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai ;
- Obstruksi jalan napas
- Reversibiliti kelainan faal paru
- Variabiliti faal paru, sebagai peniliaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan
napas
Parameter dan metode untuk menilai faal paru adalah pemeriksaan
spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE)(GINA, 2017).
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti
vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur
yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita
sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooeperasi penderita.
Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP1/KVP<75% atau VEP1<80% nilai prediksi (PDPI, 2016)
G. Diagnosis Banding
Dewasa
1) Penyakit paru obstruksi kronik
46
2) Bronkitis kronik
3) Gagal jantung kongestif
4) Batuk kronik akibat lain-lain
5) Disfungsi larings
6) Obstruksi mekanis emboli tumor
Anak
1) Benda asing di saluran pernafasan
2) Laringotrakeomalasia
3) Pembesaran kelenjar limfe
4) Tumor
5) Stenosis trakea
6) Bronkiolitis
(PDPI, 2016)
H. Klasifikasi
Menurut Global Initiative for Asthma(GINA, 2017) (Tabel 3)
1. Intermiten
Gejala kurang dari 1 kali, serangan singkat, gejala nokturnal tidak lebih
dari 2 kali/bulan (FEV1 ≥80% predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik
individu, variabilitas PEV atau FEV1<20%)
2. Persisten ringan
Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari, serangan dapat
mengganggu aktivitas dan tidur, gejala nokturnal >2 kali/bulan (FEV1
≥80% predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV
atau FEV120-30%)
3. Persisten sedang
Gejala terjadi setiap hari, serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur,
gejala nokturnal >1 kali/ minggu, menggunakan agonis-β2 kerja pendek
setiap hari (FEV1 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik
individu, variabilitas PEV atau FEV1>30%).
4. Persisten berat
47
Gejala terjadi setiap hari, serangan sering terjadi, gejala asma nokturnal
sering terjadi (FEV1 ≤60% predicted atau PEF ≤60% nilai terbaik
individu, variabilitas PEV atau FEV1>30%)
I. Penatalaksanaan
48
a) Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk
meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan
sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi
digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat
pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini
digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik
saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus
diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian
pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah
tujuan pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu.(Supriyatno B, S Makmuri
M ; 2008)
Obat – obat Pereda (Reliever)(Suherman SK. Ascobat P)
1. Bronkodilator
a. Short-acting β2 agonist
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma
akut pada anak. Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot
pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot
lurik, hepar, dan pankreas.(Suherman SK. Ascobat P ; 2008)
49
Epinefrin/adrenalin
Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali
tidak ada β2 agonis selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada
reseptor β1, β2, dan α sehingga menimbulkan efek samping berupa sakit
kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan hipertensi.
Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek
bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping,
terutama pada jantung dan CNS.(Ascobat P, 2008)
b. Methyl xanthine
Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist
inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas
keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan
kombinasi β2 agonist dan anticholinergick (GINA, 2017)
Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap
reseptor adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Methilxanthine cepat
diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral. Pemberian
teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang
lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat
kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya
absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta
dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati,
sebagian besar dieksresi bersama urin.(Rahajoe N ; 2008)
Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :
a) 1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam
b) 6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam
c) 1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam
d) > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam
51
Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada
konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan
aritmia.(Ascobat P, 2008)
Anticholinergics
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi
dengan nebulisasi β2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih
baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jamAscobat P, 2008;
GINA, 2017)
Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis :
untuk usia diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek
sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut.
Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka
panjang pada anak.(Ascobat P, 2008; GINA, 2017)
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan :
Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan
yang cukup lama.
Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan
kortikosteroid hirupan sebagai kontroler.
Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.
Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam
untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12
– 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon,
atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali
sehari selama 3 – 5 kali sehari(PDPI, 2011; GINA, 2017)
Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai
bronkodilator. Obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin
dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid, menghambat
peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan
menurunkan permeabilitas vascular (PDPI, 2011; GINA, 2017)
Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan
penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan
52
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang
paling efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur.
Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan
dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan
obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi
glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma,
mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah
sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif
bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.
Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis,
mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi
terjadinya down regulation receptor β2 agonist. Dosis yang dapat
digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa
gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan
gangguan pada gigi dan mulut.
2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)
Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan
dan mungkin hasilnya lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan
53
BAB VIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Ny. Dadalah seorang pasien yang
didiagnosisAsma bronkial eksaserbasi akut derajat sedang
1. Aspek personal
Tn N. Usia 30 tahun tahun tinggal hanya bersama dengan anak, menantu
dan cucunya sehingga bentuk keluarga nuclear family.
e. Keluhan Utama : Sesak Nafas
f. Keluhan tambahan : Batuk, nyeri dada, nyeri perut
g. Idea : Pasien datang ke Puskesmas Tambak 2 untuk berobat
h. Concern : Pasien merasa sesak nafas saat aktifitas normal dan tidur
terlentang
i. Expectacy :Pasienmempunyai harapan penyakitnya segera mereda
j. Anxiety : Pasien mencemaskan penyakit yang sering kambuh-
kambuhan
2. Aspek klinis
Diagnosis Kerja : Asma bronkhial eksaserbasi akut derajat sedang
56
2. Preventif : Makan makanan yang cukup bergizi, rutin kontrol derajat asma
ke dokter , memakai pelindung diri seperti masker jika bekerja dilokasi
yang banyak debu, mengenakan pakaian hangat
DAFTAR PUSTAKA
Rahajoe N. 2008. Tatalaksana Jangka Panjang Asma Anak. dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak.
Edisi
pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
LAMPIRAN
61
62
63
64
3
65