Anda di halaman 1dari 8

ACARA III

STASIUN PENGENDALIAN
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Pengendalian Mutu Acara III “Stasiun Pengendalian” adalah
mengetahui stasiun pengendalian yang mempengaruhi hasil produk Nata de Coco.
B. TINJUAN PUSTAKA
Pengawasan mutu (Quality Control) adalah suatu usaha pencegahan yang
dilakukan selama proses produksi agar tidak terjadi kerusakan/kecacatan pada produk
yang akan diperoleh. Guna diadakannya pengawasan mutu salah satunya ialah agar tidak
terjadinya kegagalan pada saat produksi, kegagalan biasanya disebabkan oleh satu atau
sekelompok mode kegagalan yang dapat dihasilkan dari rantai sebab dan akibat seperti:
gejala, masalah atau keluhan operasional. Pengawasan mutu hadir guna menghindari
kesalahan desain, kesalahan cacat bahan, memperbaiki pengujian yang tidak memadai,
mengurangi resiko melalui kesalahan manusia dan operasi yang tidak tepat (Mrugalska
dan Edwin., 2015).
Untuk mengetahui apakah kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan yang
direncanakan maka diperlukan adanya pengawasan setiap proses dari awal sampai dengan
produk akhir. Faktor-faktor penting yang terdapat dalam kegiatan pengawasan kualitas
yaitu menentukan atau mengurangi volume kesalahan dan perbaikan, menjaga menaikkan
kualitas sesuai standar serta mengurangi keluhan konsumen. Dengan menggunakan
statistical quality control evaluasi, perencanaan dan hasil akhir dapat diketahui sehingga
kebijakan yang akan diambil berdasarkan objektivitas fakta. Statistic Quality Control
(SQC) sebagai alat pengawasan kualitas produksi dapat membantu perusahaan apakah
produk yang dihasilkan masih berada dalam batas-batas control atau tidak dari proses awal
kualitas bahan, proses produk, produk akhir (Mrugalska dan Edwin., 2015).
Menurut Wulan (2014) pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari
pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi, barang
jadi, sampai standar pengiriman produk akhir ke konsumen agar barang (jasa) yang
dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan. Salah satu cara untuk
mengukur mutu produk ialah penerapan quality control dengan peta kontrol (control
charts).
Pada tahun 1942, Dr Walter Shewhart memperkenalkan bagan kendali (control
charts) dalam proses pengendalian mutu. Bagan ini bermanfaat untuk mengetahui apakah
mutu produk yang dihasilkan seperti yang dikehendaki atau tidak. Fungsi pengendalian
mutu mulai dikembangkan dalam berbagai perusahaan dengan menggunakan bagan
kendali mutu, tergantung jenis data yang hendak diukur apakah bersifat variabel atau
atribut. Pengendalian mutu dilakukan untuk menjamin bahwa tujuan mutu yang diset
dalam tahap perencanaan, dapat dipenuhi selama produksi. Sedangkan perencanaan mutu
bertujuan merancang operasi untuk memproduksi produk sesuai keinginan konsumen
(Herjanto, 2015).
Fungsi penerapan quality control tersebut adalah untuk melakukan pengendalian
terhadap mutu dari input awal berupa penyelesaian bahan baku, proses produksi, sampai
kepada proses output barang jadi (finished goods). Dengan adanya penerapan quality
control maka perusahaan dapat melakukan efesiensi proses produk (Wulan, 2014).
Pengendalian mutu meliputi berbagai disiplin ilmu dalam upaya menciptakan tingkat
pengawasan mutu yang sesuai. Karenanya, tinjauan ini berfokus pada teknik mengontrol
mutu yang tersedia untuk mencegah produksi bahan sisa dalam jumlah berlebihan:
manajemen risiko, Pengawasan Proses Statistik/ Statistical Process Control (SPC),
alokasi inspeksi, dan integrasi kontrol proses ke dalam kegiatan operasional
(Bettayeb dkk., 2014).
Tahun 1950, Dr. W. E. Deming memperkenalkan konsep pengendalian mutu
menyeluruh pada perusahaan industri. Deming juga terkenal dengan teorinya tentang “14
butir untuk manajemen”. Secara keseluruhan, 14 butir prinsip-prinsip utama yang
memberikan dasar bagi manajemen mutu. Manajemen mutu sendiri ialah suatu filosopi
yang mengintregasikan beberapa fokus utama yaitu pada pelanggan, proses kerja dan
keuntungan. Beberapa manfaat dari penerapan manajemen mutu ialah; mengurangi biaya
operasi, meningkatkan kepuasan konsumen, meningkatkan moral perusahaan, memperoleh
keunggulan kompetitif dll (Herjanto, 2015).

C. METODOLOGI
1. Alat
a. Baki persegi empat
b. Baskom
c. Gelas ukur
d. kompor
e. Panci
f. Pengaduk kayu
g. Saringan
h. Timbangan
2. Bahan
a. Air kelapa 750 ml
b. Amonium sulfat food grade 3 g
c. Cuka 5 ml
d. Gula 22,5 g
e. Starter A. xylinum 37 ml
f. Urea 3 g

3. Cara kerja
Air Kelapa 750 ml

22.5 gr Gula Peambahan


3 g Amonium Sulfat Food Grade
3 g urea, 5 ml cuka,

Pemanasan hingga mendidih


selama 15 menit

Pemasukan ke dalam wadah sambil


disaring

Pendinginan sampai suhu kamar

37,5 ml A. Xylinum penambahan

Penutupan dengan koran

Inkubasi selama 7 hari

Pemanenan

Nata de Coco

Gambar 3.1 Pembuatan Nata De Coco


D. PEMBAHASAN
POIN 1
Pada setiap produk terdapat atribut mutu yang dapat mempengaruhi mutu produk
serta derajat penerimaan konsumen terhadap produk. Atribut mutu yang mempengaruhi
penerimaan konsumen terhadap produk biasanya meliputi Rasa, Aroma dan atau
Kenampakan. Oleh karena itu diperlukan stasiun pengendalian, stasiun pengendalian yaitu
proses-proses pada pengolahan produk yang perlu dijaga dan diperhatikan agar atribut
sensori yang didapatkan baik serta dapat diterima dengan baik oleh konsumen (Agustina
dkk., 2014).
POIN 3
Faktor penentu mutu produk adalah suatu parameter mutu suatu barang atau jasa
yang mempengaruhi produk tersebut. Faktor penentu mutu produk dapat dilihat misal pada
bolpoin yang selalu dipakai berbeda dengan produk bolpoin lain baik dari bahan baku dari
satu bolpoin dengan bolpoin lain. Faktor penentu mutu produk dapatdilihat dengan cara
menganalisis produk tersebut. Sedangkan faktor yang mempengaruhi mutu dapat berupa
faktor dari dalam bahan pangan maupun faktor yang berasal dari lingkungan.
a. Spesies; masing-masing spesies dapat menentukan yang mana yang dapat diterima oleh
konsumen.
b. Ukuran; ukuran bahan pangan dapat mempengaruhi mutu, bahan pangan yang memiliki
ukuran besar dianggap lebih bermutu dibandingkan bahan pangan dengan ukuran lebih
kecil.
c. Jarak bahan ke konsumen
d. Suhu; Indonesia yang memiliki suhu dan kelembaban lingkungan
e. Lokasi; perebedaan lokasi dapat pula mempengaruhi unsur tanah, iklim, dan segala
aspen disekitar lingkungan yang akan mempengaruhi mutu
f. Organisme parasit; organisme parasit yang menyerang akan berpengaruh nyata
terhadap bahan pangan.
g. Kandungan senyawa
h. Kandungan polutan
i. Cacat/kerusakan (Sukainah dkk., 2017).
POIN 5
Atribut mutu dari produk Nata de coco ialah Warna, tekstur, aroma, dan rasa.
Pertama warna, nata de coco pada umumnya memiliki warna putih dan bersih.
Acetobacter xylinum dapat merubah gula menjadi selulosa dan jalinan selulosa inilah yang
menghasilkan warna putih pada nata. Selama masa penyimpanan warna nata de coco juga
dapat berubah. Perubahan-perubahan yang terjadi pada nata de coco selama proses
penyimpanan dapat disebabkan oleh aktivitas bakteri dalam rangka memenuhi kebutuhan
energi mereka melalui pembongkaran nutrisi yang terdapat dalam nata de coco.
Selanjutnya ada kekenyalan diartikan sebagai kemampuan suatu produk untuk kembali ke
bentuk semula sebelum produk pecah (Christian dkk., 1980).
Tekstur nata de coco yang baik adalah kenyal. Salah satu hal yang mempengaruhi
tekstur nata de coco adalah serat. Kadar serat yang tinggi akan menghasilkan nata dengan
kekenyalan yang tinggi pula. Tekstur kenyal pada nata de coco juga berhubungan dengan
kadar air dan kerapatan jaringan selulosa atau ketebalan nata. Semakin banyak dan rapat
jaringan selulosa pada nata maka kemampuan untuk mengikat air menjadi berkurang
sehingga tekstur nata akan semakin kenyal. Lalu ada aroma, nata de coco tidak memiliki
aroma khusus yang menyengat dan cenderung tidak beraroma. Aroma nata de coco pada
umunya adalah segar. Nata setelah pemanenan sebenarnya memiliki aroma sedikit asam
tetapi setelah dilakukan perendaman dengan air tawar dan perebusan maka aroma asam
tersebut menghilang sehingga hanya menimbulkan aroma segar. Selanjutnya ada rasa
dalam perhitungan uji mutu hedonik memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan
warna dan tingkat kekenyalan. Nata de coco memiliki rasa yang menyerupai kolang-kaling
(Effendi dan Utami, 2014).
Proses pembuatan nata de coco diawali dari penyaringan, proses penyaringan yang
dilakukan yaitu proses yang dilakukan pada air kelapa sampai didapat hasil air kelapa
yang bersih tanpa ada kotoran yang terlarut. Parameter dari proses ini yaitu kebersihan air
kelapanya. Selanjutnya ada pemanasan pada proses ini air kelapa yang sudah bersih
kemudian dimasukkan dalam stanless steel dan dipanaskan sampai suhu 100 derajat
celcius hungga mendidih setelah itu pemanasan dapat dihentikan. Pemanasan ini dilakukan
untuk membunuh mikroba yang akan menggangu proses inkubasi. Parameter dalam proses
disini yaitu air kelapa yang mendidih.Pencampuran pada proses ini dilakukan
pencampuran antara air kelapa dengan gula, amonium sulfat dan amonium sulfat food
grade dalam pencampuran pertama, lalu pada pencampuran kedua dengan penambahan
urea, cuka dan acetobacter xylinum. Parameternya adalah campuran yang homogen
(Nurdansyah dkk., 2017)..
Pengecekan pH pada proses ini campuran yang telah diproses akan dicek pHnya
agar sesuai standar. Parameternya adalah pH mencapai 3,5 -4. Selanjutnya ada
pendinginan pada proses pendinginan air kelapa yang telah dilakukan pemanasan akan
didiamkan sampai mencapai suku kamar. Setelah itu pembibitan, proses pembibitan
dilakukan dengan memberi bibit starter A. Xylinum. Setelah itu diinkubasi, bahan akan
didiamkan selama 7 hari sambil ditutup koran. Langkah terakhir ada pemanenan ini
dilakukan setelah lapisan selulosa terbentuk dalam media pertumbuhan. Kualitas nata yang
dihasilkan tergantung pada jumlah populasi A. xylinum pada starter yang digunakan
(Nurdansyah dan Dyah., 2017).
POIN 9
Pengawasan mutu barang mempunyai arti sangat penting baik bagi masyarakat
konsumen, perusahaan industri, pemasaran maupun pemerintahan. Secara umum baik
ditingkat petani, industri, daerah maupun nasional, pengawasan mutu digunakan untuk
berbagai tujuan, yaitu :
1. Memberi pedoman mutu bagi produsen

2. Membina pengembangan pemasaran komoditas termasuk ekspor

3. Membina pengembangan industri

4. Melindungi konsumen

5. Mengendalikan proses pengolahan di tingkat industri


Masing-masing penggunaan pengawasan mutu tersebut perlu disertai sistem standarisasi
dan ditopang dengan kebijaksanaan, perundang-undangan, kelembagaan dan mekanisme
operasional yang mantap (Mamuaja, 2016).
E. KESIMPULAN
Kesimpulan dari Acara III ”Stasiun Pengendalian” adalah pada saat inkubasi,
karena dalam inkubasi hasil pembibitan tidak boleh digoyang atau tersenggol karena dapat
merusak tekstur dari nata. Selain itu wadah yang digunakan saat inkubasi akan
menentukan ukuran lebar dan tebal dari nata. Dalam proses ini juga terjadi fermentasi
yang sangat menentukan berhasilnya bakteri acetobacter xylinum untuk membuat lapisan
selulosa karena proses pemanasan hanya dapat dilakukan saat lapisan selulosa sudah
terbentuk. Tekstur kekenyalan adalah salah satu mutu utama yang harus ada dan menjadi
perhatian utama di produk nata de coco, Jadi proses inkubasi adalah stasiun pengendalian
di produk nata de coco.
DAFTAR PUSTAKA
Christian, J.H.B., J.H. Silliker, R.P. Elliot, A.C. Baird-Parker, F.L. Brian, J.H.B. Christian,
D.S. Clark, J.C. Olson Jr., and T.A. Roberts (Eds.). Microbial Ecology of Foods.
Academic Press, New York.
Effendi, Daika Silviana dan Utami Sri. Pengaruh Penggunaan Bahan Dasar Dan Jenis Gula
Terhadap Tebal Lapisan dan Uji Organoleptik Nata Sebagai Petunjuk Praktikum
Biologi. Jurnal Biologi FMIPA IKIP.
Sukainah, Andi., Dyahwatih., Amiruddin dan Eka Putri. 2017. Mutu dan Keamanan Pangan.
Risedikti Materi PPG.
Mamuaja, Dr. Ir, Christine F, MS. 2016. Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan.
UNSRAT Press. Manado.
Nurdyansyah, Fafa., dan Dyah, Ayu Widyastuti. 2017. Pengolahan Limbah Air Kelapa
Menjadi Nata De Coco Oleh Ibu Kelompok Tani Di Kabupaten Kudus. JKB. Vol.
21(11).
Agustina, Wawan., Yose Rizal Kurniawan dan Aidil Haryanto. 2014. Analisis Proses
Pengendalian Mutu Produk Kerupuk Ikan “MJ” di Ukm “MJ” Kota Tegal. Prosiding
Konferensi dan Seminar Nasional Teknologi Tepat Guna Bidang Teknologi Pangan
& Pascapanen. Hal :129-141.
Bettayeb, B., S.J. Bassetto, dan M. Sahnoun. 2014. Quality Control Planning to Prevent
Excessive Scrap Production. Journal of Manufacturing Systems. Vol. 33 :400–
411
Herjanto, Eddy. 2015. Manajemen Operasi Edisi Ketiga. Garasindo. Jakarta.
Mrugalska, Beata dan Edwin Tytyk. 2015. Quality Control Methods For Product Reliability
and Safety. Procedia Manufacturing. Vol. 3 :2730 – 2737.
Wulan, M. Fajar D. 2014. Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm
Oil) pada PT. Buana Wira Subur Sakti Di Kabupaten Paser. E-Journal Ilmu
Administrasi Bisnis. Vol. 2(2) :245-259.

Anda mungkin juga menyukai