Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukimia adalah kanker yang berasal dari sel-sel yang normalnya akan menjadi
sel-sel darah. Leukimia sendiri dapat terjadi secara akut ataupun kronik yang bergantung
pada cepatnya penyakit muncul dan berkembang. Sel-sel darah sendiri yang menjadi
komponen dari darah diprodukdi pada sumsum tulang dan berasal dari stem cell. Stem
cell ini yang akan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel-sel darah ini terdiri atas 2
jenis yaitu limfoid dan mieloid. Stem cell tipe limfoid nantinya akan berkembang menjadi
sel-T, sel-B, sel NK (Natural Killer). Sedangkan stem cell mieloid akan berdiferensiasi
menjadi sel darah merah, sel darah putih (neutrofil, eosinofil, basofil, dan monosit) dan
platelet.
Terdapat 4 tipe utama dari leukimia yaitu :
1) Acute Myeloid Leukaemia (AML)
2) Acute Lymphoblastic Leukaemia (ALL)
3) Chronic Myeloid Leukaemia (CML)
4) Chornic Lymphocytic Leukaemia (CLL).

Keempat tipe leukimia ini secara lebih lanjut kemudian akan terbagi-bagi lagi
menjadi beberapa subtipe. Penanganan yang akan diberikan tergantung pada pembagian
ini.

Leukemia mieloid akut (Acute Myeloid Leukemia/ AML), nama lain penyakit ini
antara lain leukemia mielositik akut, leukemia mielogenou sakut, leukemia granulositik
akut, dan leukemia non-limfositik akut. Istilah akut menunjukkan bahwa leukemia dapat
berkembang cepat jika tidak diterapi dan berakibat fatal dalam beberapa bulan. Istilah
myeloid sendiri merujuk pada tipe sel asal, yaitu sel-sel myeloid imatur (sel darah putih
selain limfosit, sel darah merah, atau trombosit).

Di AS, diperkirakan ada sekitar 19.950 kasus baru AML dan sekitar 10.430
kematian karena AML pada tahun 2016, sebagian besar pada dewasa.1 Data di
Indonesia sangat terbatas, pernah dilaporkan insidens AML di Yogyakarta adalah 8 per
satu juta populasi. Penyakit ini meningkat progresif sesuai usia, puncaknya pada usia ≥
65 tahun.4 Usia rata-rata pasien saat didiagnosis AML sekitar 67 tahun. Berdasarkan
data, AML merupakan jenis leukimia akut yang sering ditemukan pada orang dewasa.
Kurang lebih 80% kasus akut leukimia pada orang dewasa adalah AML.

AML ditunjukkan dengan adanya produksi berlebih dari sel darah putih imatur yang
disebut myeloblast atau leukaemicblast. Akibatnya pembentukan sel darah normal
terganggu bahkan sel darah putih imatur tersebut juga dapat beredar melalui aliran darah
dan bersirkulasi di seluruh tubuh. Karena sel-sel darah putih yang tidak matur tersebut
maka sangat sulit bagi tubuh untuk mencegah dan melawan infeksi yang terjadi.

Hingga saat ini penyebab pasti dari penyakit ini masih belum diketahui secara
jelas, namun ada beberapa faktor risiko yang turut meningkatkan insiden terjadinya AML.
Padahal penyakit ini membutuhkan perawatan yang segera dikarenakan penyakit ini
berkembang dengan cepat. Penanganan yang diberikan untuk pasien-pasien yang
didiagnosis dengan AML bergantung pada subtipenya. Kemoterapi merupakan terapi
utama untuk AML.

Gejalanya yang terkadang hanya berupa sakit kepala, lemas, gusi mudah
berdarah, ataupun memar-memar pada tubuh sering kali disepelekan oleh masyarakat.
Karena tidak memberikan tanda dan gejala klinis yang yang spesifik, perlu bagi
masyarakat luas untuk mendapatkan edukasi mengenai penyakit ini, sehingga penderita
AML dapat dengan cepat mendapatkan penanganan sebelum penyakitnya memburuk
dengan cepat atau tejadi komplikasi-komplikasi lain dari penyakit ini.

B. Tujuan Penulisan
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien yang mengalami Acute
Myeloid Leukaemia (AML).
b. Mahasiswa mampu memahami konsep umum Acute Myeloid Leukaemia (AML).
c. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien yang mengalami
Acute Myeloid Leukaemia (AML).
d. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi pada pasien yang mengalami Acute
Myeloid Leukaemia (AML).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Leukimia
Leukimia adalah kanker yang berasal dari sel-sel yang normalnya akan menjadi
sel-sel darah. Jenis kanker ini merupakan kanker pada sumsum dan darah, merupakan
keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi
(maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel induk homopoetik sehingga terjadi
ekspansi progresif dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang. Leukimia
dapat berupa leuikimia akut maupun kronik.Istilah akut dan kronik ini berkaitan dengan
mucul dan proses perkembangan dari penyakit ini.
a. Leukimia Akut
Dalam kondisi normal, sumsum tulang mengandung sedikit sel darah putih
imatur (sel blast). Sel darah putih yang imatur ini akan berkembang menjadi sel darah
putih matur, sel darah merah,dan platelet, yang kemudian akan dilepaskan ke aliran
darah. Sumsum tulang orang yang mengalami leukimia akut akan memproduksi sel-
sel blast dalam jumlah yang sangat banyak (abnormal), disebut leukaemic blasts.
Sel-sel ini terakumulasi pada sumsum tulang dan mengganggu produksi dari
sel-sel darah normal. Tanpa sel darah merah yang cukup, sel darah putih yang normal
dan platelet seseorang akan menjadi lemas dan lebih mudah terkena infeksi, selain itu
akan lebih mudah terjadi perdarahan dan memar. Sel blast yang banyak tersebut juga
keluar dari sumsum tulang ke aliran darah sehingga terdeteksi pada tes darah
sederhana. Terkadang leukimia menyebar dari darah ke organ termasuk ke kelenjar
limfe, hati, limpa, sistem saraf pusat (otak, medula spinalis, cairan spinal), kulit dan
testis. Karena cepatnya penyakit ini terjadi dan perkembangannya, maka leukimia
akut harus segera didiagnosis dan ditangani, bila tidak tertangani maka akan
berakibat fatal dalam beberapa bulan (penderita meninggal dalam 2-4 bulan rata-
rata). Namun dengan pengobatan yang baik ternyata leukimia akut mengalami
kesembuhan yang lebih banyak dibandingkan dengan leukimia kronik.Leukimia akut
dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu Acute Lymphoid Leukaemia (ALL) dan
Acute Myeloid Leukaemia (AML).
b. Leukimia Kronik
Pada leukimia kronik, terdapat akumulasi sel darah putih yang lebih matur
namun abnormal. Leukimia jenis ini berkembang secara lebih lambat dibandingkan
dengan yang akut dan mungkin tidak memerlukan terapi jangka panjang setelah
terdiagnosis. Leukimia jenis ini ditandai dengan proliferasi neoplastik dari salah satu
sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.Leukimia kronik
dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu Chronic Lymphoid Leukaemia (CLL) dan
Chronic Myeloid Leukaemia (CML).
Secara singkat, leukimia dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, baik
menurut maturitas sel maupun turunan sel. Berdasarkan maturitas sel, leukimia dibagi
menjadi akut dan kronik. Jika sel ganas tersebut sebagian besar imatur (blast) maka
leukimia diklasifikasikan akut, sedangkan jika yang dominan adalh sel matur maka
diklasifikasikan sebagai leukimia kronik. Berdasarkan turunan sel, leukimia
diklasifikasikan atas leukimia mieoloid dan limfoid. Kelompok leukimia mieoloid
meliputi granulositik, monositik, megakriositik, dan eritrositik.

B. Definisi Acute Myeloid Leukaemia (AML).


Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloid Leukemia (AML) sering juga dikenal
dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia
merupakan penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi
abnormal sel induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara malignan melakukan
transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian komponen sumsum
tulang belakang yang normal. Pada kebanyakan kasus AML, tubuh memproduksi terlalu
banyak sel darah putih yang disebut myeloblas yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah
yang imatur ini tidak sebaik sel darah putih yang telah matur dalam melawan adanya
infeksi. Pada AML, mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi
granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel
normal di sumsum tulang.
Akut Myeloid Leukimia (AML) adalah kegagalan sumsum tulang akibat di gantinya
elemen normal sumsum tulang oleh blas (sel darah yang masih muda) leukemik
(Robbins, 2007).
Akut Myeloid Leukimia (AML) adalah suatu penyakit yang di tandai dengan
transformaasi neoplastik dan gangguan diferensi sel-sel progenitor dari sel mieloid (sifat
kemiripan dengan sumsum tulang belakang) (Kurniandra, 2007).

Gambar 1 Hasil BMA pada AML

C. Epidemiologi
Kejadian AML berbeda dari satu Negara dengan Negara lainnya, hal ini berkaitan
denga ncara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua kelompok usia, tetapi
kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. Di AS, diperkirakan ada sekitar
19.950 kasus baru AML dan sekitar 10.430 kematian karena AML pada tahun 2016,
sebagian besar pada dewasa. Di Australia setiap tahunnya terdapat kurang lebih 3.200
orang dewasa dan 250 anak-anak yang didiagnosis dengan leukimia. Dari total tersebut
900 orang dewasa diantaranya dan 50 anak terdiagnosis dengan AML. Jumlah insiden
terjadinya AML meningkat terutama pada orang-orang yang berusia 60 tahun.
Data di Indonesia sangat terbatas, pernah dilaporkan insidens AML di Jogjakarta
adalah 8 per satu juta populasi. Penyakit ini meningkat progresif sesuai usia, puncaknya
pada usia ≥ 65 tahun. Usia rata-rata pasien saat didiagnosis AML sekitar 67 tahun. AML
sedikit lebih sering dijumpai pada pria.1AML yang lebih banyak terjadi pada orang
dewasa. Namun AML juga merupakan jenis leukimia yang sering ditemukan pada anak-
anak. Risiko terjadinya. AML meningkat 10 kali lipat dari usia 30-34 tahun sampai dengan
usia 65-69 tahun. Pada otrang yang berusia leih dari 70 tahun insidennya jarang
meningkat.
D. Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil
penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya
penyakit leukemia.
a. Host
a) Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LMA terdapat pada
umur 15-39 tahun. Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada
wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih)
dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.10 Leukemia menyumbang sekitar 2%
dari semua jenis kanker. Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia
daripada anak-anak.
b) Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih
banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom dapat menyebabkan leukemia
akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan
congenital. Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia
meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara
kandung penderita naik 2-4 kali.
b. Agent
a) Virus Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya
leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah
ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis
khusus leukemia/limfoma sel T.
b) Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia. Angka kejadian LMA jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif
digunakan.
c) Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga
dapat meningkatkan risiko terkena leukemia. Benzena telah lama dikenal sebagai
karsinogen sifat karsinogeniknya menyebabkan leukemia, benzena diketahui
merupakan zat leukomogenik untuk LMA. Paparan benzena kadar tinggi dapat
menyebabkan aplasia sumsum tulang, kerusakan kromosom dan leukemia.
d) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia.
Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia
terutama LMA.

c. Lingkungan (pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan yaitu
petani dan peternak terhadap kejadian leukemia.
E. Patofisiologi
AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon-klon
sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa berkembang
menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis
pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid (non
limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid
akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada
setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang
belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga
jumlah sel muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam
sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang
kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel
dan fungsi organ.
AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid dan
berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik sel yang
mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui studi molekular
tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui progeni sel. Defek
kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang berproliferasi pada gaya tak
terkontrol dan menggantikan sel normal.
Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan
menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian
dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya, dimana mereka
melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Mereka bisa membentuk tumor kecil
(kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa menyebabkan meningitis, anemia,
gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan
sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi
sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.

F. Diagnosis
1. Gejala Klinis
Gejala pertama biasanya terjadi karena kegagalan bone marrow menghasilkan
sel darah yang normal dalam jumlah yang memadai dan atau akibat infiltrasi sel-sel
leukemik pada berbagai organ, Gejala pasien leukemia bevariasi tergantung dari
jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut. Infeksi sering
terjadi, anemia dan trombositopenia sering berat. Durasi perjalanan penyakit
bervariasi. Beberapa pasien, khususnya anak-anak mengalami gejala akut selama
beberapa hari hingga 1-2 minggu. Pasien lain mengalami durasi penyakit yang lebih
panjang hingga berbulan-bulan.Adapun gejala-gejala umum yang dapat ditemukan
pada pasien AML antara lain.
a. Kelemahan Badan dan Malaise
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata
mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Rata-rata
didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis
AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala
kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.
b. Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris
juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya
demam ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia.
Pada waktu febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-
tanda infeksi lain.
c. Perdarahan
Perdarahan berupa petechiae, purpura, lebam yang sering terjadi pada
ekstremitas bawah, dan penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah,
epitaksis, dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan
beratnya trombositopenia.Pendarahan yang berat lebih jarang terjadi kecuai
dengan kelainan DIC.
d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan
utama. Penurunan berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat
malaise atau kelemahan badan.
e. Nyeri tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini
disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang
mengakibatkan terjadi infark tulang.
Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien AML:
a. Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat
karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan
simptom kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur,
sinkope dan angina.
b. Pembesaran organ-organ
Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abnomen
atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML.
Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali
jarang memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.
c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML. Kelainan kulit
yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple dan
general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat infiltrasi sel-sel
leukemia.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Morfologi
Aspirasi sumsum tulang merupakan bagian dari pemeriksaan rutin untuk diagnosis
AML. Pulasan darah dan sumsum tulang diperiksa dengan pengecatan May-
Grunwald-Giemsa atau Wright-Giemsa. Untuk hasil yang akurat, diperlukan
setidaknya 500 sel Nucleated dari sumsum tulang dan 200 sel darah putih dari
perifer. 7,8 Hitung blast sumsum tulang atau darah ≥ 20% diperlukan untuk
diagnosis AML, kecuali AML dengan t(15;17), t(8;21), inv(16), atau t(16;16) yang
didiagnosis terlepas dari persentase blast.
b. Immunophenotyping
Pemeriksaan ini menggunakan flow cytometry,sering untuk menentukan tipe sel
leukemia berdasarkan antigen permukaan. Kriteria yang digunakan adalah ≥ 20%
sel leukemik mengekpresikan penanda (untuk sebagian besar penanda)
c. Sitogenetika
Abnormalitas kromosom terdeteksi pada sekitar 55% pasien AML dewasa.
Pemeriksaan sitogenetika menggambarkan abnormalitas kromosom seperti
translokasi, inversi, delesi, adisi.
d. Sitogenetika molekuler
Pemeriksaan ini menggunakan FISH (fluorescent in situ hybridization) yang juga
merupakan pilihan jika pemeriksaan sitogenetika gagal. Pemeriksaan ini dapat
mendeteksi abnormalitas gen atau bagian dari kromosom seperti RUNX1-
RUNX1T1, CBFB-MYH11, fusi gen MLL dan EV11, hilangnya kromosom 5q dan
7q.
e. Pemeriksaan imaging
Pemeriksaan dilakukan untuk membantu menentukan perluasan penyakit jika
diperkirakan telah menyebar ke organ lain.Contoh pemeriksaannya antara lain X-
ray dada, CT scan, MRI.
3. Klasifikasi AML
AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi,
diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta
penelitian sitokimia. Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat
membantu dalam memberikan terapi yang terbaik. Klasifikasi AML yang sering
digunakan adalah klasifikasi yang dibuat oleh French American British (FAB) yang
mengklasifikasikan leukemia mieloid akut menjadi 8 subtipe yaitu sebagai berikut:
Subtipe Menurut Nama Lazim (% Kasus)
FAB (French
American British )
M0 Leukimia Mieloblastik Akut dengan Diferensiasi Minimal
(3%)
M1 Leukimia Mieloblastik Akut Tanpa Maturasi (15-20%)
M2 Leukimia Mieloblastik Akut dengan Maturasi Granulositi
(25-30%)
M3 Leukimia Promielositik Akut (5-10%)
M4 Leukimia Mielomonositik Akut (20%)
M4E0 Leukimia Mielomonositik Akut dengan Eosinofil
Abnormal (5-10 %)
M5 Leukimia Monositi Akut (2-9%)
M6 Eritroleukimia (3-5%)
M7 Leukimia Megakariositik Akut (3-12%)

4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simtomatis, dan
kausatif. Tujuan dari terapi AML adalah untuk menghancurkan sel-sel leukimia dan
membirakan sumsum tulang untuk berfungsi secara normal lagi. Terapi suportif
dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui infus dan menaikkan kadar Hb
pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif tidak menunjukkan hasil yang
memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis diberikan untuk meringankan gejala klnis
yang muncul seperti pemberian penurun panas. Yang paling penting adalah terapi
kausatif, dimana tujuannya adalah menghancurkan sel-sel leukemik dalam tubuh
pasien AML. Terapi kausatif yang dilakukan yaitu kemoterapi.
Terapi yang kini digunakan untuk pasien-pasien dengan AML adalah terapi
induksi, terapi konsolidasi dengan kemoterapi, dan transplantasi sel punca
hematopoietik. Karena penyakit ini berkembang dengan sangat cepat, maka pasien
yang sudah terdiagnosis harus segera diterapi. Terapi untuk AML dapat dibagi
menjadi 2 fase :
a. Terapi Induksi
Terapi induksi bertujuan untuk mencapai remisi komplit yang didefinisikan
sebagai blast dalam sumsum tulang 1.000/μL, dan trombosit ≥ 100.000/μL. Terapi
induksi biasanya menggunakan kombinasi 2 jenis obat kemoterapi (cystosine
arabinoside atau cytarabine dan anthracycline antibiotic). Untuk pasien usia 18-60
tahun terapi yang diberikan adalah:Tiga hari anthracycline (daunorubicin 60
mg/m2, idarubicin 10-12 mg/ m2 , atau anthracenedione mitoxantrone 10-12
mg/m2 ), dan 7 hari cytarabine (100-200 mg/ m2 infus kontinu) atau dikenal
dengan “3 + 7” merupakan standar terapi induksi. Respons komplit tercapai pada
60-80% pasien dewasa yang lebih muda. Untuk pasien usia 60-74 tahun terapi
yang diberikan serupa dengan pasien yang lebih muda, terapi induksi terdiri dari 3
hari anthracycline (daunorubicin 45-60 mg/m2 atau alternatifnya dengan dosis
ekuivalen) dan 7 hari cytarabine 100-200 mg/m2 infus kontinu). Penurunan dosis
dapat dipertimbangkan secara individual. Pada pasien dengan status performa
kurang dari 2 serta tanpa komorbiditas, respons komplit tercapai pada sekitar 50%
pasien.
Kedua jenis obat ini dimasukkan melalui CVC (Central venous catheter) atau
central line. Selama dilakukan terapi induksi, pasien juga diberikan allopurinol.
Allopurinol bukan obat kemoterapi. Obat ini diberikan untuk membantu mencegah
pembentukan kembali produk-produk sel leukimia yang sudah hancur dan
membantu ginjal untuk mengekskresikannya.
b. Terapi konsolidasi
Terapi konsolidasi atau pasca-induksi diberikan untuk mencegah
kekambuhan dan eradikasi minimal residual leukemia dalam sumsum
tulang.Biasanya untuk mencegah kekambuhan, digunakan regimen yang sama
dan dosis kemoterapi yang sama atau lebih tinggi seperti yang digunakan pada
terapi induksi. Pada beberapa kasus dimana risiko kekambuhannya tinggi,
kemoterapi yang intensif perlu untuk dilakukan berbarengan dengan transplantasi
sel induk.
c. Tranplantasi sel induk
Untuk sebagian orang, dosis kemoterapi yang sangat tinggi atau radioterapi
dibutuhkan untuk menyembuhan dan efektif untuk menyembuhkan AML. Efek
sampingnya adalah kerusakan dari sumsum tulang dan sel induk darah rusak dan
perlu digantikan setelahnya. Pada kasus ini perlu dilakukan transplantasi sumsum
tulang dan sel induk darah perifer.
d. Prognosis
AML yang tidak diterapi bersifat fatal dengan median survival 11-20 minggu.
Saat ini penyakit ini sembuh (tidak terjadi kekambuhan dalam 5 tahun) pada 35-
40% pasien dewasa usia ≤ 60 tahun dan 5-15% pasien usia > 60 tahun.
5. Pencegahan
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian
suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.
a. Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif
Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien yang
penatalaksanaan medisnya menggunakan radiasi. Untuk petugas radiologi
dapat dilakukan dengan menggunakan baju khusus anti radiasi, mengurangi
paparan terhadap radiasi, dan pergantian atau rotasi kerja. Untuk pasien dapat
dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik radiologi serendah
mungkin sesuai kebutuhan klinik.
b. Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia.
Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar dengan benzene
dan zat aditif serta senyawa lainnya. Dapat dilakukan dengan memberikan
pengetahuan atau informasi mengenai bahanbahan karsinogen agar pekerja
dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari paparan langsung terhadap zat-zat
kimia tersebut.
c. Mengurangi frekuensi merokok
Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat agar dapat berhenti
atau mengurangi merokok. Satu dari empat kasus LMA disebabkan oleh
merokok.Dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang bahaya
merokok yang bisa menyebabkan kanker termasuk leukemia (LMA)
d. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah
Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-masing calon
mempelai. Apabila masing-masing pasangan atau salah satu dari pasangan
tersebut mempunyai riwayat keluarga yang menderita sindrom Down atau
kelainan gen lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli hematologi.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan
penyakit atau cedera menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau
ketidakmampuan. Dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini
dan pengobatan yang cepat dan tepat.
3) Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier ditujukan untuk membatasi atau menghalangi
perkembangan kemampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang
ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif.
Untuk penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga
medis yang ahli di rumah sakit. Salah satu perawatan yang diberikan yaitu
perawatan paliatif dengan tujuan mempertahankan kualitas hidup penderita dan
memperlambat progresifitas penyakit. Selain itu perbaikan di bidang psikologi,
sosial dan spiritual. Dukungan moral dari orang-orang terdekat juga diperlukan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN MENURUT TEORI

A. Pengkajian keperawatan menurut Handayani (2008).


1. Data dasar pengkajian pasien
a. Aktifitas
1) Gejala:
Kelemahan; ketidakmampuan untuk melakukan aktifits biasanya.
2) Tanda:
Kelemahan otot.
Peningkatan kebutuhan tidur, somnolen.
b. Sirkulasi
1) Gejala: Palpitasi
2) Tanda:
Takikardia, mumur jantung
Kulit, membran mukosa pucat
Defisit saraf kranial atau tanda pendarahan serabral.
c. Eliminasi
1) Gejala:
Diare: nyeri tekan perinatal
Darah pada urin, penurunan urin
d. Makanan/Cairan
1) Gejala:
Kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah.
Perubahan rasa/penyimpangan rasa
Perubahan berat badan
2) Tanda:
Distensi abnormal, perubahan bunyi usus
Stomatitis, ulkus mulut
Hipertrofi gusi (infilterasi gusi mengindikasikan leukimia monositik akut).
e. Neurosensori
1) Gejala:
Perubahan alam perasaan, kacau, disorientasi kurang konsentrasi
Pusing; ksemutan
2) Tanda:
Otot mudah terangsang, aktifitas kejang.
f. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala:
Nyei abdomen, sakit kepala, nyeri tulang/sendi: kram otot
2) Tanda:
Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.
g. Pernafasan
1) Gejala:
Nafas pendek dengan kerja minimal.
2) Tanda:
Dispepnea, takipnea
Batuk
h. Keamanan
1) Gejala:
Riwayat infeksi saat ini
Gangguan penglihatan/kerusakan
Pendarahan spontan tak terkontrol
2) Tanda:
Demam, infeksi
Kemerahan, pendarahan gusi, atau epitaksis
i. Seksualitas
1) Gejala:
Perubahan libido
Perubahan aliran menstruasi
Impoten
j. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
Riwayat terpejan pada kimiawi, misal bnzene.
Radiasi berleihan
Pengpbatan kemoterapi sebelumnya,
Gangguan kromosom.
k. Pemeriksaan diasnotik
1) Hitung darah lengkap: menunjukakan normositik, anemia normositik.
a. Hemoglobin: dapat kurang dari 10 g/100 ml
b. Retikulosit: jumlah biasanya rendah.
c. Jumlah trombosit: mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
2) PT/PTT: menunjang.
3) LDH: mungkin meningkat
4) Zink serum: menurun
5) Muramidase sumsum: peningkatan pada leukimia monositik akut dan
mielomonositik
B. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Domain : 4 Aktivitas / Istirahat
Kelas : 4 Respons Kardiovaskuler/Pulmonal
00092
2. Resiko Infeksi b.d Leukopenia
Domain : 11/ Keamanan / Perlindungan
Kelas : 1 Infeksi
00004
3. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Takipnea
Domain : 4 Aktivitas / Istirahat
Kelas : 4 Respons Kardiovaskuler/Pulmonal
00032

C. Intervensi dan Implementasi Keperawatan


NO NANDA NOC NIC
1 Intoleransi Aktivitas b.d 1. Status Perawatan 1. Terapi Latihan
Ketidak Seimbangan Diri Definisi :
Antara Suplai dan Definisi : Peresepan terkait dengan
Kebutuhan Oksigen. Tindakan pribadi untuk menggunakan bantuan
Definisi : melakukan aktivitas aktifitas fisik, kognisi, sosial
Ketidakcukupan energy perawatan dasar pada dan spiritual untuk
psikologis atau fisiologis diri dan aktivitas penting meningkatkan frekuensi dan
untuk mempertahankan pada kehidupan sehari- durasi dari aktivitas kelompok
atau menyelesaikan hari .
aktivitas kehidupan sehari- Kriteria Hasil : Aktivitas – aktivitas :
hari yang harus atau yang Setelah dilakukan 1. Bantu klien untuk
ingin dilakukan. tindakan keperawatan mengidentifikasi aktivitas
Batasan Karakteristik : status perawatan diri yang diinginkan.
1. Keletihan 3X24 jam dengan 2. Bantu klien untuk
2. Ketidaknyamanan kriteria hasil sebagai mengidentifikasi aktivitas
setelah beraktivitas berikut : yang bermakna.
Faktor yang 1. Mandi sendiri (4) 3. Pertimbangkan
Berhubungan: 2. Berpakaian sendiri kemampuan klien dalam
Ketidakseimbangan (4) berpartisipasi melalui
antara suplai dan 3. Makan sendiri (4) aktivitas spesifik.
kebutuhan oksigen. 4. Dorong aktivitas kreatif
yang tepat
2 Resiko Infeksi b.d 1. Kontrol Resiko 1. Kontrol Infeksi
Leukopenia Definisi : Definisi :
Definisi: Tindakan individu untuk Meminimalkan penerimaan
Rentan mengalami invasi mengerti, mencegah, dan transmisi agen infeksi
dan multiplikasi organisme mengeliminasi, atau Aktivitas – Aktivitas
patogenik yang dapat mengurangi ancaman 1. Bersihkan lingkungan
mengganggu kesehatan. kesehatan yang telah dengan baik setelah
Faktor Resiko : dimodifikasi digunakan untuk setiap
Leukopenia Setelah dilakukan pasien.
tindakan keperawatan 2. Batasi jumlah pengunjung
kontrol resiko 3X24 jam 3. Anjurkan pasien
dengan kriteria hasil mengenai teknik cuci
sebagai berikut: tangan dengan tepat
1. Mengidentifikasi
faktor resiko (4)
2. Mengenali faktor
resiko individu (4)
3. Menyesuaikan
strategi control resiko
(4)
3 Ketidakefektifan Pola 1. Status Pernafasan 1. Monitor Pernafasan
Definisi : Definisi :
Nafas b.d Takipnea
Proses keluar Sekumpulan data dan
Definisi : masuknya udara ke analisis keadaan pasien
paru-paru serta untuk memastikan
Inspirasi dan / atau
pertukaran kepatenan jalan nafas
ekspirasi yang tidak karbondioksida dan dan kecukupan
oksigen di alveoli. pertukaran gas .
memberi ventilasi adekuat.
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil : Aktivitas-Aktivitas
Setelah dilakukan 1. Berikan bantuan
Takipnea
tindakan terapi nafas jika
keperawatan status diperlukan (misalnya
pernafasan dengan nebulizer)
kriteria hasil sebagai 2. Catat onset
berikut. karakteristik dan
1. Kepatenan jalan lamanya batuk
nafas (4) 3. Monitor kemampuan
2. Batuk (4) batuk efektif pasien .
Keterangan :
1 = Devisiasi berat
dari kisaran normal
2 = Deviasi yang
cukup besar dari
kisaran normal
3 = Deviasi sedang
dari kisaran normal
4 = Deviasi ringan
dari kisaran normal
5 = Tidak ada deviasi
dari kisaran normal
DAFTAR PUSTAKA

Allen, K Eileen & Marotz, Lynn R. (2010). Profil Perkembangan Anak: Pra Kelahiran hingga
Usia 12 Tahun. Jakarta: PT. Indeks.
Bakta, I Made. (2013). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Carpenito, L.J. (2004). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (10th ed.). Jakarta: EGC.
Handayani,W., & Haribowo, A.S. (2008). .Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Kurnianda, Johan. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kusuma, Hardhi & Nurarif, Amin Huda. (2012). Handbook for Health Student: Nursing,
Midwife, Pharmacy, Docter. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Permono, Bambang. (2012). Buku Ajar Hematologi – Onkologi Anak (4th ed.). Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. (2007). Buku Kuliah 1: ilmu kesehatan anak (11th ed.).
Jakarta: Infomedika.
Suriadi & Yuliani, Rita. (2006). Asuhan Keperawatan pada Aanak. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Wilkinson, Judith M., & Ahern, N.R. (2012). Buku Saku: Diagnosa Keperawatan (9th ed)
(Esty Wahyuningsih & Dwi Wdiarti, Penerjemah.). Jakarta: EGC.
PATHWAY

Benzen Radiasi Ionik Trisomi Kromosom Pengobatan


Kemoteraphy

Block Matunitas

Sel-sel Myeloid Terhenti Pada Sel Muda


(Blast)

Akumulasi Sel Blast Dalam Sumsum Tulang Belakang

Selsel Blast Mengganti Komponen Sumsum Tulang Belakang

Kegagalan Sumsum Tulang Belakang

Anemia Lekopenia Trombositopenia

Imunitas Berkurang Trombosit Berkurang


HB Turun

Resiko Infeksi Perdarahan


Penghantar O2
Berkurang

Paru-Paru Memberi Epitaksis


Tubuh Lemas
Kompensasi

Intoleransi Aktivitas Takipnea

Ketidakefektifan Pola
Nafas

Anda mungkin juga menyukai