Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan serebrospinal pada sistem
saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di bidang bedah saraf,
yaitu sekitar 40% hingga 50%.
Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu gangguan pembentukan, aliran,
maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi kelebihan cairan serebrospinal
pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan
serebrospinal.
Patofisiologi
Klasifikasi
Terdapat berbagai macam klasifikasi hydrocephalus yang bergantung pada faktor yang terkait.
Klasifikasi hydrocephalus berdasarkan :
1. Gambaran Klinis
2. Waktu pembentukan
a. Hydrocephalus Kongenital merupakan hydrocephalus yang terjadi pada neonatus
atau yang berkembang selama intrauterine.
b. Hydrocephalus Infantil merupakan hydrocephalus yang terjadi karena cedera kepala
selama proses kelahiran.
c. Hydrocephalus Akuisita merupakan hydrocephalus yang terjadi selama masa
neonatus atau disebabkan oleh faktor – faktor lain setelah masa neonatus.
3. Proses terbentuknya
Etiologi
1. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang dari
kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor pleksus
koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari
hipervitaminosis vitamin A.
2. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus. Kondisi
ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis
yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapat tiga
penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu:
a. Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya stenosis
akuaduktus sylvii dan malformasi Arnold Chiari.
b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik saluran
likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista arakhnoid, dan
hematom.
c. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis, termasuk
reaksi ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti sindrom vena cava dan
trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal. Kondisi jenis ini
termasuk hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.
Penyebab hidrosefalus pada anak secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu penyebab
prenatal dan postnatal.
1. Penyebab prenatal
Sebagian besar anak dengan hidrosefalus telah mengalami hal ini sejak lahir atau
segera setelah lahir. Beberapa penyebabnya terutama adalah stenosis akuaduktus
sylvii, malfromasi Dandy Walker, Holopresencephaly, Myelomeningokel, dan
Malformasi Arnold Chiari. Selain itu, terdapat juga jenis malformasi lain yang jarang
terjadi. Penyebab lain dapat berupa infeksi in-utero, lesi destruktif dan faktor genetik.
Stenosis Akuaduktus Sylvius terjadi pada 10% kasus pada bayi baru lahir.
Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Insidennya 0,5-1%
kasus/1000 kelahiran. Malformasi Dandy Walker terjadi pada 2-4% bayi yang baru
lahir dengan hidrosefalus. Malformasi ini mengakibatkan hubungan antara ruang
subarakhnoid dan dilatasi ventrikel 4 menjadi tidak adekuat, sehingga terjadilah
hidrosefalus. Penyebab yang sering terjadi lainnya adalah Malformasi Arnold Chiari
(tipe II), kondisi ini menyebabkan herniasi vermis serebelum, batang otak, dan
ventrikel 4 disertai dengan anomali inrtakranial lainnya. Hampir dijumpai di semua
kasus myelomeningokel meskipun tidak semuanya berkembang menjadi hidrosefalus
(80% kasus).
2. Penyebab postnatal
Lesi massa menyebabkan sekitar 20% kasus hidrosefalus, kista arakhnoid dan kista
neuroepitelial merupakan kedua terbanyak yang mengganggu aliran likuor.
Perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran vena juga merupakan penyabab yang
cukup sering terjadi.
Manifestasi Klinis
Adanya gejala dan tanda hidrosefalus dikaitkan dengan adanya kenaikan tekanan intrakranial dan
tergantung apakah hidrosefalus ini bersifat akut atau kronis. Bila akut, hidrosefalus bisa secara
cepat berakibat fatal. Hidrosefalus akut muncul akibat adanya obstruksi mendadak sistem
ventrikuler, disertai ketidakmampuan untuk kompensasi akibat adanya pertambahan volume
intrakranial yang dapat disebabkan oleh perdarahan intraventrikel pada bayi prematur,
perdarahan tumor atau pendesakan kista koloid ventrikel ketiga.
Hal ini menimbulkan sakit kepala hebat secara mendadak yang akan di salah diagnosa pada
penderita yang belum bisa bicara dan mengalami hambatan pertumbuhan. Muntah, dehidrasi,
letargi, edema paru neurogenik dan koma adalah tanda bahaya yang mengancam. Jika terapi
yang sesuai, seperti dekompresi, tidak dilakukan pada saat yang tepat, kenaikan tekanan
intrakranial dapat menyebabkan herniasi batang otak, henti napas dan henti jantung, yang bisa
menyebabkan kematian. Semakin kronik hidrosefalus, semakin lambat munculnya tanda dan
gejala. Hidrosefalus kronik bisa terjadi akibat stenosis aqueductal kongenital, meningitis, dan
tumor medulla spinalis. Gejala progresif secara lambat berupa tingkah laku yang iritabel,
gangguan di sekolah, sakit kepala yang hilang timbul, bicara kacau, tingkah laku aneh dan
kebingungan sampai letargi. Kelemahan, gaya jalan yang tidak stabil, kejang dan inkontinensia.
Jika tekanan intrakranial meningkat dengan cepat, mungkin akan ditemukan edema papil.
Pada periode neonatal, sutura kranialis tidak menyatu menyebabkan pelebaran sutura dan
pembesaran lingkar kepala. Pada kasus yang ekstrim, besarnya ukuran lingkar kepala dapat
menyebabkan problem jalan napas pada bayi. Simtom yang muncul kadang tidak spesifik dan
jarang ditemukan, meliputi rewel atau iritabel, asupan oral yang tidak adekuat, dan muntah. Pada
bayi dan anak kecil muntah dan berkurangnya nafsu makan sering disalah artikan sebagai
penyakit virus atau menyerupai flu atau gastroenteritis.
Pada anak-anak, hidrosefalus obstruktif akut yang disebabkan oleh ekspansi neoplasma
intrakranial yang jelas tidak terdiagnosa dapat menjadi penyebab kematian secara mendadak.
Mekanisme kematian mendadak ini karena kenaikan tekanan intrakranial sehingga terjadi
herniasi otak. Secara patofisiologi, kenaikan tekanan intrakranial dapat terjadi bila tumor kecil
terletak pada posisi kritis untuk menimbulkan obstruksi aliran serebrospinalis dan menyebabkan
hidrosefalus obstruktif akut atau karena perdarahan dan pembesaran akut dari tumor intrakranial
yang tidak diduga dengan atau tanpa adanya hambatan aliran cairan serebrospinalis.
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan melalui tanda dan gejala klinis. Makrokrania merupakan salah satu
tanda dimana ukuran kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal atau
persentil 98 dari kelompok usianya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial
dan menyebabkan empat gejala hipertensi intrakranial yaitu fontanel anterior yang sangat tegang
(37%), sutura tampak atau teraba melebar, kulit kepala licin, dan sunset phenomenon dimana
kedua bola mata berdiaviasi ke atas dan kelopak mata atas tertarik. Gejala hipertensi intrakranial
lebih menonjol pada anak yang lebih besar daripada bayi, gejala ini mencakup nyeri kepala,
muntah, gangguan okulomotor, dan gejala gangguan batang otak (bradikardia, aritmia respirasi).
Gejala lainnya yaitu spastisitas pada eksremitas inferior yang berlanjut menjadi gangguan
berjalan dan gangguan endokrin.
Pencegahan
2) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah berbagai akibat
penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien. Pada
penderita hydrocephalus pencegahan tersier yang dapat dilakukan yaitu dengan
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan
fungsi alat shunt yang dipasang. Tindakan ini dilakukan pada periode pasca operasi. Hal
ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi shunt seperti infeksi, kegagalan
mekanis, dan kegagalan fungsional yang disebabkan oleh jumlah aliran yang tidak
adekuat.
Infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel
dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup komplikasikomplikasi seperti:
oklusi aliran di dalam shunt (proksimal, katup atau bagian distal) diskoneksi atau
putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, tempat pemasangan yang tidak tepat.
Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang berlebihan atau malah kurang
lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjut
seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Lingkar kepala (head circumference) Ukuran kepala harus diukur dengan cara mengukur
secara maksimal lingkar kepala yang bisa diperoleh. Lingkar kepala ini dicatat pada table
pertumbuhan yang memiliki kolom untuk pencatatan lingkar kepala. Cara ini mampu
memperlihatkan peningkatan ukuran lingkar kepala secara bermakna melalui pengukuran
secara berulang
2. Fusi sutura Hidrosefalus yang progresif diawali sebelum penutupan sutura kranialis,
hambatan penutupan sutura ini menyebabkan pembesaran kepala yang berlebihan secara
berkesinambungan
3. Pemeriksan funduskopi Evaluasi funduskopi akan memperlihatkan adanya edema papil
bila tekanan intrakranial tinggi. Evaluasi juga bisa menemukan tidak ada edema papil
meskipun pada hidrosefalus akut, dan bisa menyebabkan kesalahan penilaian.
4. Rontgent kepala Teknik ini memberikan nilai diagnostik yang tinggi dan akan
mengkonfirmasi banyak penemuan klinis, seperti pembesaran kepala, disproporsi
kraniofasial, pelebaran sutura dan ubun-ubun besar yang melebar. Fossa kecil posterior
dengan posisi rendah sutura lumboid pada stenosis aquaduktal atau fossa besar posterior
pada malformasi dandy-walker akan dapat terlihat. Pada anak yag lebih tua dengan
elongasi interdigitate pada sutura mengindikasikan naiknya tekanan intrakranial. Dapat
juga terlihat adanya penanda berbentuk kumparan di rongga intrakranial (gambaran
seperti metal perak) dan demineralisasi dorsum sella
5. Punksi Lumbal Punksi lumbal bisa berbahaya jika hilangnya tekanan dapat menyebabkan
herniasi batang otak dan tidak boleh dilakukan jika dicurigai adanya kenaikan tekanan
intrakranial.
6. Ventriculografi Merupakan teknik invasif dengan menyuntikkan kontras ke dalam sistem
ventrikel melalui lumbal punksi dengan tujuan untuk melihat ukuran ventrikel dan aliran
kontras pada foto rontgen. Teknik ini telah digantikan oleh USG dan CT-scan.
7. Pneumoencephalografi Teknik ini juga invasif seperti ventrikulografi, tapi yang
dimasukkan adalah udara kedalam ventrikel otak. Teknik ini juga telah digantikan
prosedur yang lebih non-invasif
8. Ultrasonografi Teknik ini bersifat non-invasif dan hanya dilakukan pada penderita yang
ubun-ubun besarnya (fontanella anterior) masih terbuka
9. Computed tomografi CT-scan merupakan teknik non-invasif yang superior dibanding
ventriculografi dan pneumoensefalografi. CT-scan berperan penting dalam memberikan
penilaian yang akurat mengenai ukuran ventrikel, ruang ekstraserebral dan lokasi
sumbatan.3 CT-scan memberikan gambaran adanya hidrosefalus, edema otak dan lesi
massa seperti kista koloid di ventrikel ketiga atau tumor di thalamus atau pons.
Pemeriksaan CT-scan dianjurkan bila ada kecurigaan adanya proses neurologis akut
10. Magneting Resonance Imaging (MRI) Merupakan suatu prosedur non invasive.
Menggambarkan adanya dilatasi ventrikel atau adanya lesi massa. Dapat juga digunakan
untuk mendiagnosa hidrosefalus antenatal
11. Opthalmodinamometri Opthalmodinamometri vena meski tidak cocok untuk pengawasan
berkelanjutan, masih merupakan suatu metode non invasif sederhana untuk mengukur
tekanan intrakranial. Teknik ini dapat diulang secara mudah dan dapat digunakan bila
kenaikan tekanan intrakranial dicurigai pada penderita hidrosefalus, tumor otak atau
cedera kepala. Opthalmodinamometri juga dapat digunakan untuk melakukan diagnosa
banding adanya malfungsi ventrikular shunt, gangguan gastrointestinal, hipertensi
hidrosefalus, dan atrofi otak.
12. Doppler transkranial Doppler transkranial merupakan metode noninvasif untuk
mengevaluasi hidrosefalus. Hidrosefalus membuat ventrikulomegali dan naiknya tekanan
intrakranial, karenanya terjadi perubahan struktur pembuluh darah otak dan velositas
aliran darah otak. Velositas diastolik turun dan indeks pulsatilitas meningkat (velositas
sistolik–velositas diastolic/velositas rata-rata). Doppler transkranial tidak memberikan
informasi langsung tentang perubahan aliran darah otak, tapi kesesuaian antara pola
velositas aliran darah otak sebagai bukti disertai meningkatnya indeks pulsatilitas dapat
mejadi indeks yang sensitif adanya cidera iskemik yang mengancam.
Penatalaksanaan Umum
1. Terapi sementara
2. Operasi shunting
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat saluran baru antara aliran
likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti peritoneum, atrium kanan,
dan pleura). Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga yaitu infeksi, kegagalan mekanis,
dan kegagalan fungsional. Tindakan ini menyebabkan infeksi sebanyak >11% pada anak
setelahnya dalam waktu 24 bulan yang dapat merusak intelektual bahkan menyebabkan
kematian.
Asuhan keperawatan
Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
2) Pembesaran kepala.
Palpasi
Pemeriksaan Mata
1) Akomodasi.
4) Konvergensi.
5) Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
Diagnosa Klinis :
1. Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari pengumpulan cairan
banormal. ( Transsimulasi terang )
2. Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “ (Mercewen’s Sign)
3. Opthalmoscopy : Edema Pupil.
4. CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi komputer.
5. Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial
Agung, R. P., & Sari, F. (2013). Hidrosefalus Pada Anak. JAMBI MEDICAL JOURNAL" Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan", 1(1).
http://docshare01.docshare.tips/files/26189/261898091.pdf