Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri pakan ternak merupakan bagian dari suatu mata rantai pada sektor peternakan. Keberhasilan
sektor peternakan salah satunya ditentukan oleh ketersediaan pakan ternak. Pakan ternak yang tersedia
bukan hanya dari segi kuantitas saja tetapi juga dari segi kualitas. Produsen pakan ternak wajib
menghasilkan dan mempertahankan kualitas ransum yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Produsen
harus menjamin bahwa ransum yang dihasilkan tidak membahayakan kesehatan ternak dan manusia
sebagai konsumen produk peternakan.

Produsen harus menjamin bahwa semua bahan baku telah memenuhi standar kualitas, tidak terdapat
benda asing pada bahan baku dan ransum, butiran dan bahan lain mempunyai ukuran dan bentuk yang
sesuai, ransum diproduksi sesuai dengan formulasi, pellet dan crumble mempunyai ukuran yang
sempurna dan ketahanan yang sesuai dengan standar, tidak terjadi kontaminasi silang antara ransum
dengan bahan lain, tidak ada kehilangan vitamin atau bahan baku mikro lainnya, tidak terdapat bahan
atau mikroorganisme berbahaya, segregasi yang minimum, pembungkus bersih, rapi dan kualitas ransum
sesuai dengan permintaan konsumen.

Langkah awal program penjaminan kualitas ( Quality Assurancel) ialah melalui pengawasan mutu
( Quality Control). Pengawasan mutu dilakukan pada setiap aktivitas dalam menghasilkan produk dimulai
dari bahan baku, proses produksi hingga produk akhir. Bahan baku yang digunakan sebagai input dalam
industri pakan ternak diperoleh dari berbagai sumber, mempunyai kualitas yang sangat bervariasi.
Bervariasinya kualitas bahan baku disebabkan oleh variasi alami ( natural variation), pengolahan
(processing), pencampuran ( adulteration) dan penurunan kualitas ( damaging and deterioration)
(Khajarern, dkk. 1987).

Variasi alami dan pengolahan bahan baku dapat menyebabkan kandungan zat makanan yang berbeda.
Bahan baku sering terkontaminasi atau sengaja dicampur dengan benda-benda asing dapat menurunkan
kualitas sehingga perlu dilakukan pengujian secara fisik untuk menentukan kemurnian bahan. Penurunan
kualitas bahan baku dapat terjadi karena penanganan, pengolahan atau penyimpanan yang kurang tepat.
Kerusakan dapat terjadi karena serangan jamur akibat kadar air yang tinggi, ketengikan dan serangan
serangga. Pengawasan mutu bahan baku harus dilakukan secara ketat saat penerimaan dan
penyimpanan. Pemilihan dan pemeliharaan kualitas bahan baku menjadi tahap penting dalam
menghasilkan ransum yang berkualitas tinggi. Kualitas ransum yang dihasilkan tidak akan lebih baik dari
bahan baku penyusunnya (Fairfield, 2003).

Proses produksi pakan ternak merupakan rangkaian aktivitas yang meliputi penggilingan, pencampuran,
pelleting dan pengepakan. Bahan baku yang dibeli biasanya terdapat dalam bentuk dan ukuran yang
berbeda, untuk menghasilkan ukuran yang seragam diperlukan penggilingan untuk menurunkan ukuran
partikel. Homogenitas ukuran dan bentuk bahan baku mempengaruhi hasil pencampuran dan proses
pelleting. Pengawasan mutu selama proses produksi mutlak dilakukan karena penggilingan dan
pencampuran yang tidak sempurna tidak akan menghasilkan ransum seperti yang diharapkan.

Tujuan dan Kegunaan Praktikum

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa itu jenis pakan pellet

2. Supaya mahasiswa dapat menjelaskan dan mempraktikan langsung langsung bagaimana cara
pembuatan pakan bentuk pellet mulai dari penentuan bahan baku, penyusunan ransum sampai dengan
rangkaian proses pembuatan pakan pellet.

Kegunaan Praktikum

Kegunaan dari praktikum ini adalah :

1. mahasiswa dapat mengetahui apa itu jenis pakan pellet

2. mahasiswa dapat menjelaskan dan mempraktikan langsung langsung bagaimana cara pembuatan
pakan bentuk pellet mulai dari penentuan bahan baku, penyusunan ransum sampai dengan rangkaian
proses pembuatan pakan pellet.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Industry Makanan Ternak

Keberadaan pakan unggas yang murah sangat penting karena dalam struktur biaya budidaya unggas
terutama ayam potong, biaya mencapai persentasi tertinggi dalam biaya mencapai 60 sampai 70%.
Penyediaan pakan Indonesia sudah dilakukan dalam industry khususnya untuk pakan unggas.
Perkembangan pakan sudah terintegrasi menjadi system agribisnis perunggasan. Hanya saja selama ini
perusahaan pabrik pakan ternak masih dikuasai oleh perusahaan multinasional, dengan skala besar dan
menguasai seluruh subsistem agribisnis perunggasan dari mulai pembibitan, budidaya, pembuatan
pakan, sampai dengan pemasaran. Namun demikian bisnis ini tetap menjanjikan karena selama ini
sumber-sumber pakan (jagung) tersebar di masyarakat belum dikuasai sepenuhnya oleh perusahaan
besar, dengan demikian masih ada celah untuk mengembangkan pakan ternak skala kecil (5 ton per hari)
terutama untuk mamasok kebutuhan lokal. Optimisme pendirian pabrik pakan ternak sangat wajar
mengingat (Muttaqin, 2001)
Jagung

Jagung (Zea mays) merupakan bahan pakan sumber energi yang paling umum digunakan untuk pakan
unggas. Hal ini dikarenakan jagung sangat palatable dan sangat besar kandungan energinya. Nilai energi
yang dapat dimetabolis (metabolisable energy, ME) yang terkandung dalam jagung digunakan sebagai
standard terhadap bahan pakan sumber energi lain. Di Amerika utara, industri pakan telah diuntungkan
dengan terjadinya surplus ketersediaan jagung sebagai akibat mekanisiasi, penerapan genetik, dan teknik
agronomis yang diterapkan untuk meningkatkan produktifitas. Namun demikian, hasil jagung per hektar
di negara Asia rendah dan produksinya belum pernah mencukupi kebutuhan sejalan dengan
meningkatnya populasi manusia. Barangkali hanya Thailand di antara negara-negara Asia yang
kemampuan produksinya melebihi dari kebutuhan lokal. Kandungan nutrisi jagung giling (dasar bahan
kering) adalah 9,0% PK, 4,0% LK, 2,5 % SK, 1,5% Abu, dan 83% BETN, 0,02% Ca, dan 0,25% P, serta 3,45
kkal/g. Jagung kuning mempunyai kelebihan adanya xanthophil yang memberikan warna kuning pada
produk-produk ternak (Anonim, 2005).

Dedak Padi

Produk sampingan dari penggilingan padi (Oryza sativa) adalah dedak Sebenarnya, pada proses
penggilingan padi, hasil yang didapatkan selain beras, adalah bekatul padi (sebanyak 2-3%), dedak padi
(6-8%), dan sekam (20%). Dedak padi adalah by-product utama yang didapatkan dari proses penggilingan
padi. Bekatul, yang dihasilkan dari lapisan bagian dalam biji, lebih banyak penggunaannya dibandingkan
dengan dedak. Hal ini karena kadar serat yang dikandungnya lebih rendah dan kandungan ME yang lebih
tinggi. Namun demikian, ketersediaan bekatul sangat sedikit karena tidak semua penggilingan padi
mengoperasikan mesin penggiling multiple-stage yang memisahkan bekatul dari dedak.

Komposisi kimia dedak padi sangat bervariasi. Variasi yang ada semata-mata disebabkan kontaminasi
sekam yang terikut, dan ini biasanya disebabkan oleh jenis mesin penggiling. Dedak kualitas bagus
mengandung sekitar 13% PK, 13% lemak, dan 13% serat dan kaya sumber vitamin B dan trace mineral.
Nilai ME dedak padi, selain mengandung serat, relatif tinggi. Sementara itu, kandungan lemak yang tinggi
harus diperhitungkan, dimana hal ini dapat menyebabkan masalah ransiditas (ketengikan) selama dalam
penyimpanan di climat tropis. Dedak padi mengandung enzim lipolytic yang menjadi aktif ketika dedak
dipisahkan dari beras dan kandungan asam lemak bebas meningkat dengan cepat.

Tabel 1. Komposisi kimia dedak padi yang didapat dari tipe penggilingan padi yang berbeda yang biasa
digunakan di Asia (%, dasar bahan kering)
Tipe penggiling

Modern

Semi-modern

Traditional

Protein Kasar

10,0

9,0-11,0

7,3-7,5

Serat Kasar

12,6-12,9

15,4-15,9

29,3-30,9

Lemak

23,4-31,6

19,2-19,7

6,6-8,6

Abu

12,8-14,3

14,1-15,0

15,5-20,5

Sumber : (Anonim, 2005)

Bungkil kedelai

Bungkil kedelai (Glycine max) merupakan legum penting yang ditanam untuk kebutuhan pangan dan
minyak tanaman. Walupun tanaman ini telah ditanam di dunia timur untuk beberapa ribu tahun yang
lalu dan telah diintroduksikan diAmerika utara kira-kira seabad lalu, ternyata 70% dari produksi dunia
berasal dari Amerika. Bungkil biji kedelai mengandung PK 40-48% (bergantung berapa banyak bagian
kulit dihilangkan). Dibandingkan dengan bungkil dari bijian yang mengandung minyak, asam amino yang
dikandung bungkil kedelai relatif seimbang untuk diek unggas. Kandungan lysin sangat tinggi, demikian
juga dengan ketersediaan asam aminonya. Kandungan ME bungkil kedelai berkisar 2,4-2,8 kkal/g.

Anti nutrisi yang terkandung dalam bungkil kedelai termasuk protease inhibitor, goitrogenic factor, dan
oestrogenic compound. Pemanasan dapat merusak protease inhibitor dan faktor lainnya tidak
menunjukkan kendala nutrisi dibawah penggunaan yang normal. Bungkil kedelai yang diproses dengan
baik merupakan sumber potein yang sangan baik untuk semua kelas unggas, dengan penggunaan yang
tidak terbatas (Anonim, 2005)

Tepung Ikan

Ciri-ciri tepung ikan yang baik kwalitasnya diantaranya adalah secara visual bersih tidak

terkontaminasi oleh kutu atau serangga lain berbau khas seperti ikan kering, berwarna

kuning kecoklatan, kering tidak lembab, tidak bau apek, tengik atau asam. kandungan

tepung ikan yang baik mempunyai kadar proten antara 55,70%.

Top Mix, Mineral Mix

Top Mix dan Mineral Mix merupakan bahan pakan yang diproduksi oleh pabrik, dimana kandungan
gizinya merupakan suatu konsentrasi zat gizi tertentu. Bahan pakan ini biasanya digunakan dalam jumlah
sedikit untuk tujuan melengkapi atau mengkoreksi zat gizi yang diperkirakan kurang. Top Mix lebih
berorientasi pada kelengkapan asam amino dan vitamin, sementara Mineral Mix berorientasi pada
kelengkapan mineral, baik makro mineral maupun mikro mineral (Anonim, 2005).

BAB III

MATERI DAN METODE PRAKTIKUM

Materi Praktikum

1. Alat – alat

Adapun alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ø Timbangan
Ø Sekop

Ø Mesingiling

Ø Mesin pellet

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ø Jagung kuning

Ø Dedak padi

Ø Tepung ikan

Ø Minyak kelapa

Ø Premix

Ø Mineral

Ø Vitamin

MetodePraktikum

Adapun metode atau tata cara pelaksanaan praktikum ini adalah:

1. Buatlah formulasi ransum dengan kandungan gizi sesuai kebutuhan ternak

2. Siapkan bahan baku pakan yang akan digunakan. Control kualitas bahan baku secara kualitatif

3. Siapkan semua peralatan yang akan digunakan

4. Giling semua bahan baku terutama yang berbentuk butirandengan mesin giling.

Cara menggunakan mesin:

Ø Periksa keadaan mesin giling sebelum digunakan

Ø Pasang ayakan pada mesin dengan ukuran sesuai kebutuhan

Ø Sekrup dipasang dan dikencangkan dengan baik

Ø Tekan tombol untuk menghidupkan mesin

Ø Masukkan bahan yang akan digiling pada cerobong mesin giling sedikit demi sedikit
Ø Tempatkan hasil penggilinggan pada tempat yang sudah disiapkan

5. Timbang masing-masing bahan baku yang sudah digiling sesuai dengan jumlah yang tercantum
dalam formulasi ransum. Usahakan menimbang bahan baku yang jumlahnya lebih banyak kemudian
diikuti dengan bahan baku yang kebih sedikit bahan baku yang sudah ditimbang dapat diletakkan
langsung pada tempat proses pencampuran kecuali bahan baku berupa cairan seperti minyak kelapa.

6. Pencampuran. Bahan baku yang sudah ditimbang seperti jagung, tepung ikan ,kedelai, dapat
langsung dicampur sedangkan premix mineral atau vitamin sebelum dicampur dengan bahan lain
dicampur dengan bahan yang mempunyai sifat karier/pembawa yaitu dedak padi.

Cara mencampur premix dengan dedak:

Ø Campur premix dengan dedak perbandingan 1:2

Ø Gandakan campuran premix dengan dedak (1:2) dengan dedak sampai dedaknya habis

Ø Campur hasil campuran premix dengan campuran bahan baku lainnya sampai homogen

Ø Campuran dapat dikatakan homogeny apabila tidak ada perbedaan warna atau bahan baku yang satu
dengan lainnya dibedakan. Bila menggunakan bahan baku dalam bentuk cair seperti minyak kelapa maka
minyak kelapa dapat dicampur

Ø Dengan cara menyemprotkannya pada campuran bahan baku, bila hasil campurannya sudah
homogeny, tambahkan secukupnya bahan perekat berupa larutan kanji

7. Pemeletan. Bahan baku yang telah mengalami penggilingan, penimbangan, pencampuran, dan
pemadatan dimasukkan kedalam mesin pellet untuk dicetak dengan ukuran sesuai dengan yang telah
ditentukan

Cara menggunakanmesin pellet:

Ø Cek on disimesin pellet

Ø Pasang ring mesin pellet sesuai dengan yang diinginkan

Ø Masukkan bahan yang sudah tercampur homogeny kedalam mesin pellet lewat corong mesin

Ø Pakan bentuk pellet yang dihasilkan ditampung kemudian dikeringkan sampai kadar airnya10-13%

8. Pengemasan. Pakan bentuk pellet yang sudah dikeringkan siap diberikan ternak atau dikemas
dalam karung kemudiandijahit. Usahakan hasil pengemasan disimpan pada tempat yang kering

TEMPAT DAN TANGGAL PELAKSANAN PRAKTIKUM


Tempat Pelaksanaan Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan di Lab. Lapangan Teaching Farm, DS. Lingsar Lombok Barat

Tanggal Pelaksanaan Praktikum

Praktikum ini dilakukan pada tanggal 25 November 2011 (Pukul 08.00 – Selesai)

BAB IV

Hasil dan Pembahasan

Hasil Praktikum

Table 2. Susunan Ransum Ayam Pedaging Umur Diatas 3 Minggu

Bahan

Level (%)

CP (%)

ME (kkal/kg ransum)

Calcium (%)

Posfor (%)

Jagung

50

4,4

1675

0,01

0,14

Dedakpadi

19

2,47
399

0,01

0,28

Tepung ikan

10

250

0,37

0,24

Tepung kedelai

20

7,4

660

0,05

0,12

Sumber mineral

0,6

Total

100

20,27

2984
1,04

0,78

Table diatas adalah table untuk penyusunan 100 kg, sedangkan dalam praktikum ini Ransum yang akan
dibuat sebanyak 5 kg,sehingga dapat dihitung sebagai berikut :

Jagung

Dedak

Tepung Ikan

Tepung Kedelai

Sumber mineral

Setelah selesai proses pemeletan, sampling diambil sebanyak 1 kg dari total 5 kg, setelah dikeringkan
dengan menggunakan sinar matahari berat dari pada pellet tersebut mengalami penyusutan menjadi
750 gr. Hal ini terkait dengan hilangnya kandungan air akibat dari pengeringan.

Table 3. Analisa Perbedaan Pellet Hasil Praktikum dengan Pellet Komersil.

Variabel Analisis

Pellet komersil

Pellet hasil praktikum

Kekerasan

Keras

Sedikit lebih keras

Warna

Kekuningan

Putih keabuan

Tekstur

Kasar

Lembut
Pembahasan

Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau
hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Patrick dan Schaible (1980)
menjelaskan keuntungan pakan bentuk pelet adalah meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan,
meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan
yang tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan
mencegah oksidasi vitamin. Stevent (1981) menjelaskan lebih lanjut keuntungan pakan bentuk pelet
adalah 1) meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi tempat
penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian pakan; 2) densitas
yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer; 3) mencegah “de-
mixing” yaitu peruraian kembali komponen penyusun pelet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan
kebutuhan standar. Proses pengolahan pelet merujuk pada Pujaningsih (2006) terdiri dari 3 tahap, yaitu
pengolahan pendahuluan, pembuatan pelet dan perlakuan akhir.

Pengolahan Pendahuluan

Proses pendahuluan ditujukan untuk pemecahan dan pemisahan bahan-bahan pencemar atau kotoran
dari bahan yang akan digunakan. Setelah seluruh bahan baku disiapkan, tahap selanjutnya adalah
menggiling bahan baku tersebut. Tujuannya adalah untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam -
berbentuk tepung (mash) (McEllhiary, 1994). Seluruh bahan yang telah digiling, ditimbang dengan
menggunakan timbangan duduk. Selanjutnya, bahan–bahan tersebut dicampurkan.

Pembuatan Pelet

Pembuatan pelet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan dan pengeringan. Perlakuan akhir terdiri
dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan. Menurut Pfost (1964), proses penting dalam
pembuatan pelet adalah pencampuran (mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding)
dan pendinginan (cooling).

Proses kondisioning adalah proses pemanasan dengan uap air pada bahan yang ditujukan untuk
gelatinisasi agar terjadi perekatan antar partikel bahan penyusun sehingga penampakan pelet menjadi
kompak, durasinya mantap, tekstur dan kekerasannya bagus (Pujaningsih, 2006). Proses kondisioning
ditujukan untuk gelatinisasi dan melunakkan bahan agar mempermudah pencetakan. Disamping itu juga
bertujuan untuk membuat : (1) Pakan menjadi steril, terbebas dari kuman atau bibit penyakit; (2)
Menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat; (3) Pakan menjadi lebih lunak sehingga
ternak mudah mencernanya dan (4) Menciptakan aroma pakan yang lebih merangsang nafsu makan
ternak.

Walker (1984) menjelaskan bahwa selama proses kondisioning terjadi penurunan kandungan bahan
kering sampai 20% akibat peningkatan kadar air bahan dan menguapnya sebagia n bahan organik.
Proses kondisioning akan optimal bila kadar air bahan berkisar 15 – 18%. Winarno (1997) menjelaskan
lebih lanjut bahwa kadar air yang lebih dari 20% akan menurunkan kekentalan larutan gel hasil
gelatinisasi.
Efek lain dari proses kondisioning yaitu menguapnya asam lemak rantai pendek, denaturasi protein,
kerusakan vitamin bahkan terjadinya reaksi “Maillard”. Reaksi ‘Maillard’ yaitu polimerisasi gula pereduksi
dengan asam amino primer membentuk senyawa melanoidin berwarna coklat, proses ini terjadi akibat
adanya pemanasan (Muller, 1988). Warna coklat pada bahan ini menurut Muller (1988) menurunkan
mutu penampakan warna pelet. Nikersond dan Louis (1978) menambahkan bahwa pemanasan dapat
menyebabkan dehidrasi pada gula. Gula yang terdehidrasi membentuk polimer sesama gula yang diikuti
oleh gugus amina membentuk senyawa coklat.

Gelatinasi merupakan sumber perekat alami pada proses “pelleting”.Pencetakan merupakan tahap
pemadatan bentuk melalui alat extruder. Temperatur bahan sebelum masuk ke dalam mesin pencetak
sekitar 80°C dengan kelembaban 12–15%. Kelemahan sistem ini adalah diperlukannya tambahan air
sebanyak 10 – 20% ke dalam campuran pakan, sehingga diperlukan pengeringan setelah proses
pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk membuat campuran atau adonan pakan
menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui cetakan. Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam
campuran, mesin akan macet dan pelet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang padat
(Pujaningsih, 2006).

Selama proses kondisioning terjadi peningkatan suhu dan kadar air dalam bahan sehingga perlu
dilakukan pendinginan dan pengeringan (Walker, 1984). Proses pendinginan (cooling) merupakan proses
penurunan temperatur pelet dengan menggunakan aliran udara sehingga pelet menjadi lebih kering dan
keras. Proses ini meliputi pendinginan butiran-butiran pelet yang sudah terbentuk, agar kuat dan tidak
mudah pecah. Pengeringan dan pendinginan dilakukan pada tahap ini untuk menghindarkan pelet itu
dari serangan jamur selama penyimpanan

Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam pakan menjadi kurang dari 14%,
sesuai dengan syarat mutu pakan ternak pada umumnya. Proses pengeringan perlu dilakukan apabila
pencetakan dilakukan dengan mesin sederhana. Jika pencetakan dilakukan dengan mesin pelet sistem
kering, cukup dikering anginkan saja hingga uap panasnya hilang, sehingga pelet menjadi kering dan
tidak mudah berubah kembali ke bentuk tepung (Pfost, 1964). Proses pengeringan bisa dilakukan dengan
penjemuran di bawah terik sinar matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki kelebihan dan
kekurangan. Penjemuran secara alami tentu sangat tergantung kepada cuaca, higienitas atau kebersihan
pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai tercemar debu atau kotoran dan gangguan hewan atau
unggas yang dikhawatirkan akan membawa penyakit. Jika alat yang digunakan mesin pengering, tentu
akan memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang cukup tinggi.

Perlakuan Akhir

Penentuan ukuran pelet disesuaikan dengan jenis ternak. Pujaningsih (2006) melaporkan bahwa
diameter pelet untuk sapi perah dan sapi pedaging adalah 1,9 cm (0,75 inci), untuk anak babi 1,5 cm
(0,59 inci) dan babi masa pertumbuhan 1,6 cm (0,62 inci), untuk ayam pedaging periode starter dan
finisher 1,2 cm (0,48 inci). Garis tengah pelet untuk pakan dengan konsentrasi protein tinggi adalah 1,7
cm (0,67 inci) dan 0,97 cm (0,38 inci) untuk pakan yang mengandung urea.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Sampling Bahan Pakan dan Control Kualitas. Ayam dan Telur, No. 100 : 59-60

Fairfield D.C. 2003. Purchasing and receiving operation step 1 in feed quality and mill profits. Feed and
feeding digest. May 15 Vol. 54 (2).

Khajerern. J,. D. Sinchermsiri. A. Hanbunchong. And U. Kanto. 1987. Manual of Feed Microscopy and
Quality Control. American Soybean Association. National Renderer Association US Feed Grains Council.
Bangkok

Louis. 1978. The Effect of Diet Particle Size on Feed Animal Performance. MF2050. Kansas state
University Reseach and Extension. Manhattan

Muller. 1988. Microscopy : Fast QA to Characteristics Raw Marerials. Feed International. October 1988 :
28-29.

Muttaqin. A. 2001. Teknik Pengendalian KEAMANAN Bahan Baku dan Pakan di PT. Charoen Pokphan
Indonesia. Balaraja Feed Mill Co. Ltd. Laporan Magang. Jurusan ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak
Fakultas Peternakan Intitut Pertanian Bogor.

Pfost. 1964. Moisture in Feed and Food Product : It Is Not Just Water. Feed Management. September
1964. Vol 54 (7)

Walker. 1984. Grain Sampling Prosedures. USDA. GIPSA Tehnical Service Division. Kansas City.

Anda mungkin juga menyukai