Anda di halaman 1dari 13

Bidan Eni Puji Hastutik

A fine WordPress.com site

RAPID HEALTH ASSESSMENT (RHA)


PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006
DI YOGYAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas manusia,
seperti letusan gunung, gempa bumi dan tanah longsor. Karena ketidakberdayaan manusia,
akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam
bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan
tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan
mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: “bencana muncul bila ancaman
bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan”. Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya
tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa
bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah “alam” juga ditentang
karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia.
Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari
kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar
yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.

Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki
kerentanan / kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang
hebat / luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster
resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan evaluasi kemampuan sistem dan
infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan
serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah
penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup.

Terjadinya bencana alam tidak dapat di prediksi. Oleh karena itu, dibutuhkan surveilans
untuk meminimalisir kerusakan dan korban. Surveilans bencana dilakukan sebelum bencana
terjadi, saat bencana dan sesudah terjadinya bencana.

B. Tujuan Penulisan

Mengetahui kegiatan yang dilakukan pada Rapid Health Assessment (RHA) pasca gempa
bumi 27 Mei 2006 di Yogyakarta.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Bencana
1. Definisi Bencana

Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan


dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam
maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis dan di luar kemampuan masyarakat
dengan segala sumber dayanya.

Sumber lain juga mendefinisikan bencana sebagai suatu kejadian alam, buatan manusia, atau
perpaduan antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak
negatif yang dahsyat bagi kelangsungan kehidupan.

2. Klasifikasi Bencana

Bencana dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Menurut Penyebab :

1) Alam : gempa bumi dan erupsi vulkanik, keadaan cuaca yang berat kekeringan (banjir
dan angin taufan)

2) perbuatan manusia : kecelakaan kimia atau perang.

1. Menurut Perkiraan :

1) Dapat diprediksi sebelumnya : banjir, angin taufan,

2) Tidak dapat diprediksi : gempa bumi.

1. Menurut Waktu Berlangsungnya :

1) Singkat saja : angin tornado, gempa bumi


2) Jangka waktu lama : kekeringan, kecelakaan radiasi.

1. Menurut Frekuensi :

1) Sering : angin tornado dan taufan,

2) Jarang : mencairnya reaktor-reaktor nuklir.

1. Menurut Dampak :

1) Terhadap jutaan orang : kelaparan, gempa bumi

2) Relatif kecil orang : runtuhnya jembatan.

3. Risiko KLB Pasca Bencana

Bencana alam dapat memperbesar risiki penyakit yang dapat dicegah akibat perubahan yang
merugikan pada bidang-bidang berikut : 7

1. Kepadatan penduduk

Kontak yang dekat antar manusia berpotensi meningkatkan penyebaran penyakit bawaan
udara (airborne disease). Kondisi tersebut ikut menyebabkan sebagian peningkatan kasus
infeksi pernapasan akut yang dilaporkan pasca bencana.

1. Perpindahan penduduk

Pemindahan korban bencana dapat menyebabkan masuknya penyakit menular baik pada
penduduk migran maupun pada penduduk asli yang rentan.

1. Kerusakan dan pencemaran layanan sanitasi dan penyediaan air

Air minum sangat rentan terhadap kontaminasi yang disebabkan oleh kebocoran saluran air
kotor dan adanya bangkai binatang di sumber air.

1. Terganggunya program kesehatan masyarakat

Setelah bencana, tenaga dan dana biasanya dialihkan untuk kegiatan pemulihan. Jika program
kesehatan masyarakat (misalnya program pengendalian vector atau program vaksinasi) tidak
dipelihara atau dipulihkan sesegera mungkin, penyebaran penyakit menular dapat meningkat
pada populasi yang tidak terlindung.

1. Perubahan ekologi yang mendukung perkembangbiakan vektor

Musim hujan yang disertai atau yang tidak disertai banjir, kemungkinan dapat memengaruhi
kepadatan populasi vector. Salah satu dampaknya adalah pertambahan tempat
perkembangbiakan nyamuk atau masuknya hewan pengerat di daerah banjir.
1. Perpindahan hewan peliharaan dan hewan liar

Seperti halnya populasi manusia, populasi hewan sering berpindah akibat bencana alam,
sehingga zoonoses yang ada pada tubuh hewan tersebut dapat ditularkan pada manusia dan
juga pada hewan lain.

1. Persediaan makanan, air dan penampungan darurat dalam situasi bencana

Kebutuhan dasar penduduk sering disediakan dari sumber baru atau sumber yang berbeda.
Sangat penting untuk memastikan bahwa makanan dari sumber baru tersebut tidak
merupakan sumber penyakit menular.

1. Surveilans Epidemiologi
1. Definisi Surveilans

Definisi surveilans menurut WHO adalah kegiatan pemantauan secara cermat dan terus
menerus terhadap berbagai dfaktor yang menentukan kejadian dan penyebaran penyakit atau
gangguan kesehatan, yang meliputi pengumpulan, analisis, interpretasi dan penyebarluasan
data sebagai bahan untuk penganggulangan dan pencegahan. Dalam definisi ini, surveilans
mempunyai arti seperti sistem informasi kesehatan rutin. Menurut CDC (Center of Disease
Control), surveilans adalah pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara
sistematis dan terus menerus yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi
upaya kesehatan masyarakat. Selain itu, kegiatan ini dipadukan dengan diseminasi data
secara tepat waktu kepada pihak-pihak yang perlu mengetahuinya.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa surveilans adalah pengamatan secara teratur
dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun
penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan
penganggulangannya.

2. Tujuan Surveilans
1. Mengurangi jumlah kesakitan,resiko kecacatan dan kematian saat terjadi
bencana.
2. Mencegah atau mengurangi resiko munculnya penyakit menular dan
penyebarannya.
3. Mencegah atau Mengurangi resiko dan mengatasi dampak kesehatan
lingkungan akibat bencana(misalnya perbaikan sanitasi).
3. Kegunaan Surveilans

Surveilans mempunyai manfaat/kegunaan sebagai berikut :

1. Dapat menjelaskan pola penyakit yang sedang berlangsung, dikaitkan dengan


tindakan/intervensi kesehatan masyarakat.
2. Dapat melakukan monitoring kecenderungan penyakit endemis dan mengestimasi
dampak penyakit di masa mendatang.
3. Dapat mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologi penyakit, khususnya
untuk mengidentifikasi adanya KLB atau wabah.
4. Memberikan informasi dan data dasar untuk penentuan prioritas, pengambilan
kebijakan, perencanaan, implementasi dan alokasi sumber daya kesehatan.
5. Dapat memantau pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus dengan
membandingkan besarnya masalah sebelum dan sesudah pelaksanaan program.
6. Membantu menentapkan prioritas masalah kesehatan dan prioritas sasaran program
pada tahap perencanaan program.
7. Dapat mengidentifikasi kelompok risiko tinggi menurut usia, pekerjaan, wilayah dan
variasi terjadinya dari waktu ke waktu, menambah pemahaman mengenai vector
penyakit, reservoir binatang dan dinamika penularan penyakit menular.

4. Surveilans Bencana

Surveilans bencana meliputi :

1. Surveilans penyakit-penyakit terkait bencana, terutama penyakit menular

Di lokasi pengungsian korban bencana, sangat perlu dilakukan survey penyakit-penyakit


yang ada, terutama penyakit menular. Dengan ini diharapkan nantinya ada tindakan
penanganan yang cepat agar tidak terjadi transmisi penyakit tersebut.

Ada 13 besar penyakit menular dan penyakit terkait bencana : Campak, DBD, diare berdarah,
diare biasa, hepatitis, ISPA, keracunan makanan, malaria, penyakit kulit, pneumonia, tetanus,
trauma (fisik), dan thypoid.

Penyakit Menular Prioritas (dalam pengamatan dan pengendalian) :

1) Penyakit yang rentan epidemik (kondisi padat)

2) Kolera

3) Diare berdarah

4) Thypoid fever

5) Hepatitis

6) Penyakit dalam program pengendalian nasional


7) Campak

8) Tetanus

9) Penyakit endemis yang dapat meningkat paska bencana

10) Malaria

11) DBD

Penyebab utama kesakitan dan kematian:

1) Pnemonia

2) Diare

3) Malaria

4) Campak

5) Malnutrisi

6) Keracunan pangan

Mudahnya penyebaran penyakit pasca bencana dikarenakan oleh adanya penyakit sebelum
bencana, adanya perubahan ekologi karena bencana, pengungsian, kepadatan penduduk di
tempat pengungsian, dan rusaknya fasilitas publik. Pengungsi yang termasuk kategori
kelompok rentan yaitu bayi dan anak balita, orang tua atau lansia, keluarga dengan kepala
keluarga wanita, ibu hamil.

1. Surveilans data pengungsi

Data pengungsi meliputi data jumlah total pengungsi dan kepadatan di tempat pengungsian,
data pengungsi menurut lokasi, golongan umur, dan jenis kelamin. Data dikumpulkan setiap
minggu atau bulanan.

1. Surveilans kematian

Yang tercantum dalam data kematian meliputi nama, tempat atau barak, umur, jenis kelamin,
tanggal meninggal, diagnosis, gejala, identitas pelapor.

1. Surveilans rawat jalan


2. Surveilans air dan sanitasi
3. Surveilans gizi dan pangan
4. Surveilans epidemiologi pengungsi

5. Peran Surveilans Bencana

Surveilans berperan dalam:


1. Saat Bencana:Rapid Health Assesment (RHA), melihat dampak-dampak apa saja
yang ditimbulkan oleh bencana,seperti berapa jumlah korban,barang-barang apa saja
yang dibutuhkan, peralatan apa yang harus disediakan,berapa banyak pengungsi
lansia, anak-anak, seberapa parah tingkat kerusakan dan kondisi sanitasi lingkungan.
2. Setelah Bencana:Data-data yang akan diperoleh dari kejadian bencana harus dapat
dianalisis, dan dibuat kesimpulan berupa bencana kerja atau kebijakan, misalnya apa
saja yang harus dilakukan masyarakatuntuk kembali dari pengungsian,rekonstruksi
dan rehabilitasi seperti apa yang harus diberikan.
3. Menentukan arah respon/penanggunglangan dan menilai keberhasilan
respon/evaluasi. Manajemen penanggulangan bencana meliputi Fase I untuk tanggap
darurat, Fase II untuk fase akut, Fase III untuk recovery (rehabilitasi dan
rekonstruksi). Prinsip dasar penaggunglangan bencana adalah pada tahap
Preparedness atau kesiapsiagaan sebelum terjadi bencana.
6. Upaya Penanggulangan Bencana
1. Pra-bencana

1) Kelembagaan/ koordinasi yg solid

2) SDM/ petugas kesehatan yg terampil secara medik dan sosial (dapat bekerjasama
dengan siapapun)

3) Ketersediaan logistic (bahan, alat, dan obat)

4) Ketersediaan informasi ttg bencana (daerah rawa, beresiko terkena dampak)

5) Jaringan kerja lintas program/sektor

1. Ketika bencana RHA (Rapid Health Assessment) dilakukan hari H hingga H+3.6

Rapid Health Assessment (penilaian kesehatan secara cepat) dilakukan untuk mengatur
besarnya suatu masalah yang berkaitan dengan kesehatan akibat bencana, yaitu dampak yang
terjadi maupun yang kemungkinan dapat terjadi terhadap kesehatan, sebarapa besar
kerusakan terhadap sarana permukiman yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan
dan merupakan dasar bagi upaya kesehatan yang tepat dalam penanggulangan selanjutnya.

Assessment terhadap kondisi darurat merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Artinya
seiring dengan perkembangan kondisi darurat diperlukan suatu penilaian yang lebih rinci.

Tujuan dari dilakukannya assessment awal secara cepat adalah:

1) Mendapatan informasi yang memadai tentang perubahan keadaan darurat

2) Menjadi dasar bagi perencanaan program

3) Mengidentifikasi dan membangun dukungan berbasis self-help serta aktivitas-aktivitas


berbasis masyarakat.
4) Mengidentifikasi kesenjangan, guna :

a) Menggambarkan secara tepat dan jelas jenis bencana, keadaan, dampak, dan
kemungkinan terjadinya perubahan keadaan darurat

b) Mengukur dampak kesehatan yang telah terjadi dan akan terjadi

c) Menilai kapasitas sumber daya yang ada dalam pengelolaan tanggap darurat dan
kebutuhan yang perlu direspon secepatnya

d) Merekomendasikan tindakan yang menjadi prioritas bagi aksi tanggap darurat.

1. Pascabencana: berdasarkan dari RHA untuk menentukan langkah selanjutnya

1) Pengendalian penyakit menular (ISPA, diare,DBD,chikungunya, tifoid,dll)

2) Pelayanan kesehatan dasar

3) Surveilans penyakit

4) Memperbaiki kesehatan lingkungan (air bersih, MCK, pengelolaan sampah, sanitasi


makanan, dll)

7. Manfaat Surveilans Bencana

Surveilans bencana sangat penting, secara garis besar manfaatnya adalah:

1. Mencari faktor resiko ditempat pengungsian seperti air, sanitasi, kepadatan, kualitas
tempat penampungan.
2. Mengidentifikasi Penyebab utama kesakitan dan kematian sehingga dapat diupayakan
pencegahan.
3. Mengidentifikasi pengungsi kelompok rentan seperti anak-anak,lansia,wanita
hamil,sehingga lebih memperhatikan kesehatannya.
4. Pendataan pengungsi di wilayah, jumlah, kepadatan, golongan, umur, menurut jenis
kelamin.
5. Mengidentifikasi kebutuhan seperti gizi
6. Survei Epidemiologi.
8. Masalah Epidemiologi dalam Surveilans Bencana
7. Pertolongan terhadap kelaparan

Para ahli epidemiologi telah mengembangkan survei baru dan metode untuk secara cepat
menilai status nutrisi penduduk yang mengungsi, dan usaha pertolongannya sebagai prioritas
utama. Selanjutnya memonitor status nutrisi populasi sebagai respon atas kualitas dan tipe
makanan yang dibagikan. Perkiraaan epidemiologi secara cepat membuktikan ketidak
tersediaan secara optimal dari distribusi makanan sementara kondisi kesehatan terus-menerus
berubah. Sejak itulah, pengawasan nutrisi dan distribusi makanan menjadi bagian dari usaha
pertolongan penanggulangan kelaparan, terhadap penduduk yang mengungsi.

1. Kontrol Epidemik ; Kantor Pengaduan


Para epidemiologis selanjutnya mesti terlibat dalam aspek lain kondisi pasca bencana, yaitu
: Antisipasi berkembangnya desas-desus tentang penyebaran / mewabahnya penyakit kolera
ataupun typus. Untuk itulah sebuah kantor pengaduan dapat memberikan fungsi yang amat
penting dalam memonitor berkembangnya issu-issu yakni dengan menyelidiki yang benar-
benar bermanfaat serta kemudian menginformasikan kepada khalayak umum akan bahaya
yang mungkin terjadi. Konsep ini amat bermanfaat tidak hanya untuk penduduk terkena
musibah dinegara-negara berkembang tetapi juga terhadap lingkungan kota, negara-negara
industri.

1. Surveilans Pencegahan Kematian, Sakit dan Cedera

Masalah kesehatan yang berkaitan dengan bencana besar biasanya lebih luas, tidak hanya
ketakutan terhadap penyakit-penyakit wabah yang mungkin terjadi, namun sering diukur
berapa jumlah orang yang meninggal, terluka parah atau berapa banyak yang jatuh sakit.

1. Surveilans Kebutuhan Perawatan Kesehatan.

Pada bencana yang terkait dengan jumlah korban yang cukup banyak dengan cedera yang
berat (contoh : ledakan, tornado) ataupun penyakit yang parah (kecelakaan nuklir, epidemi),
maka kemampuan untuk mencegah kematian dan menurunkan kesakitan yang berat akan
sangat tergantung pada perawatan medis yang tepat dan adekuat (memadai) atau tergantung
pada pengiriman korban pada pusat-pusat layanan yang menyediakan perawatan medis yang
tepat.

1. Penelitian untuk menghindari tindakan tidak perlu

Setelah bencana banyak lembaga dan donor yang menawarkan bantuan peralatan dan tenaga
untuk usaha-usaha pertolongan yang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh :
pengiriman obat-obatan yang tidak penting, kadarluarsa ataupun yang tidak berlabel pada
daerah-daerah terkena bencana, seringkali justru mengganggu usaha pertolongan sebab
menyebabkan beberapa personil terpaksa harus mengidentifikasi bantuan yang relevan dari
sekumpulan material yang tidak diperlukan.

1. Analisis Epidemiologi ; Konsekuensi Pencegahan Kesehatan pada Bencana Yang


Akan Datang

Pada beberapa bencana seperti ; gempa bumi, tornado ataupun angin ribut jumlah kematian
atau terluka parah terutama terjadi akibat kejadian bencana itu sendiri. Pada masing-masing
pencegahan ini strategi-strategi pencegahan sering direkomendasikan, padahal belum melalui
suatu penelitian epidemiologi yang mendalam.

1. Analisis Peringatan dari Usaha Pertolongan


Konsekuensi bencana jangka panjang tidak cukup diperkirakan. Tidak ada evaluasi dibuat 5
atau 10 tahun sesudah bencana untuk menentukan apakah perubahan dalam epidemiologi
atau praktik pertolongan, pengarahan ulang dana untuk tujuan jangka panjang atau perubahan
dari pola dan kebiasaan membuat bangunan, memiliki pengaruh jangka panjang terhadap
respon masyarakat terhadap bencana. Meskipun demikian, kebanyakan masyarakat yang
mengalami bencana, lebih peduli terhadap usaha-usaha persiapan dimasa yang akan datang.

BAB III

RAPID HEALTH ASSESSMENT (RHA) PASCA GEMPA BUMI 27 MEI


2006 DI YOGYAKARTA

Gempa tektonik telah mengguncang wilayah Propinsi D.I. Yogyakarta dan sekitarnya pada
hari Sabtu tanggal 27 Mei 2006 pukul 5:53:58. Menurut laporan National Earthquake
Information Center, United States Geological Survey (USGS), gempa berkekuatan 5,9 SR
tersebut terletak di wilayah daratan Kabupaten Bantul (25 km arah Timur Laut Kota
Yogyakarta) pada 7,962°LS dan 110,458°BT di kedalaman 10 km.

Peristiwa tersebut memiliki dampak yang cukup signifikan bagi status kesehatan masyarakat
di wilayah gempa terutama Kabupaten Bantul. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
penanggulangan masalah kesehatan melalui langkah-langkah tanggap darurat. Salah satu
upaya tersebut adalah dilaksanakannya penilaian cepat (rapid health assessment/RHA) untuk
mengetahui besaran masalah kesehatan yang dihadapi dan kebutuhan pelayanan kesehatan di
daerah bencana. Hasil penilaian cepat ini dapat digunakan untuk memantapkan berbagai
upaya kesehatan pada tahap tanggap darurat.

Sebagai wujud tanggap darurat terhadap bencana ini, relawan dari kesehatan dan jajaran
kesehatan yang lainnya mengambil inisiatif penanggulangan dalam bentuk mendirikan posko
kesehatan, imunisasi TT massal dan penilaian cepat. Kegiatan ini dimulai pada tanggal 29
Mei s.d. 15 Juni 2006.

Penilaian cepat kesehatan dilakukan pada tanggal 15 Juni 2006 hanya di lima kecamatan
terpilih di wilayah Bantul yaitu : Kecamatan Pleret, Banguntapan, Jetis, Pundong, dan
Sewon. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengetahui besar masalah kesehatan dan risiko
penyakit yang akan datang sebagai akibat bencana gempa. Kajian assesmen kesehatan akibat
bencana di Provinsi DIY melipui aspek keadan umum dan lingkungan, derajad kesehatan,
sarana kesehatan dan bantuan kesehatan. Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan oleh
berbagai pihak terkait dalam upaya bersama memulihkan sistem kesehatan di Provinsi DIY
khususnya.
Tercatat 55,6% Puskesmas Induk dan Perawatan dari 27 unit yang ada di Kabupaten Bantul
mengalami kerusakan berat, begitu juga dengan kondisi Puskesmas Pembantu (53,6%) dan
Rumah Dinas Dokter dan Paramedis (64,8%).

Rerata umur responden 28 tahun (IK95% : 26 – 30). Sebagian besar responden adalah
perempuan (52,9%) dan sebagai ibu rumah tangga (73,3%). Hampir sepertiga responden
pernah mengenyam pendidikan SD (31,9%) dan SLTP (31,4%).

Responden yang memiliki anggota keluarga cedera akibat gempa bumi sebesar 40,0%
(IK95%: 29,26 – 50,74). Sebagian besar letak cedera korban bencana gempa bumi berada di
daerah kepala (15,7%; IK95% : 5,13 – 26,28), tangan (11,3%; IK95% 4,85 – 17,66) dan kaki
(11,1%; IK95% : 8,01 – 14,26). Pada saat survei dilakukan 3,4% (IK95% : 1,33 – 5,56)
anggota keluarga yang cedera mengalami infeksi dan perlu penanganan perawatan luka yang
lebih adekuat.

Survei memperlihatkan masih banyak masyarakat yang mengobati dirinya sendiri di rumah
(30,2%; IK 95% : 3,80 – 56,57) atau bahkan luka didiamkan saja (6,6%; IK 95% : 2,95 –
10,26). Anggota keluarga responden yang sedang menjalani rawat inap di fasilitas kesehatan
sebesar 7,7% (IK 95% : 2,93 – 12,54), anggota keluarga yang menjalani rawat jalan di
fasilitas kesehatan sebesar 13,8% (IK 95% : 8,61 – 18,93).

Keluarga yang memiliki ibu hamil pada saat survei dilakukan sebesar 29,1% (IK 95%: 25,09
– 34,07) dengan rata-rata usia ibu hamil 29,4 tahun (IK 95%: 25,87 – 32,85). Mereka
memiliki rata-rata umur kehamilan 21,4 bulan (IK 95%: 16,93 -25,87). Terdapat 16,0%( IK
95%:13,49 – 18,51) ibu hamil yang menderita status gizi kurang (KEK).

Keluarga yang memiliki ibu baru melahirkan hanya 5,24% (IK95%: 2,31 – 8,17), dimana
waktu bersalin sebagian besar ditolong oleh dokter (72,73%; IK95% : 70,35 – 75,11) di
rumah sakit (72,73%; IK95% : 70,36 – 75,10).

Sebagian besar responden memiliki anak balita (63,55%; IK95%: 2,31 – 8,17), dengan rata-
rata usia balita 28,9 bulan. Namun terdapat anak balita yang menderita gizi kurang
(20,8%;IK95%:19,99 – 21,64) dan buruk (4,6%; IK95%: 3,74 – 5,40) yang perlu mendapat
perhatian dan monitoring lebih besar bagi petugas kesehatan.

Pada saat survei dilakukan, ketersediaan cadangan bahan makanan pokok masih bisa
mencukupi kebutuhan keluarga untuk 14,1 hari (IK95%: 7,53 – 20,63), sedangkan bahan
makanan lain masih bisa mencukupi untuk kebutuhan selama satu minggu kecuali buah-
buahan (3,0 hari;IK95%: 0,75 – 5,17).

Gempa bumi dahsyat telah menghancurkan sebagian besar rumah penduduk di lokasi survei
atau 81,8% (IK95%: 48,55 – 114,99). Bahkan tidak ada rumah yang tidak rusak meskipun
hanya rusak ringan (3,1%; IK95% : -1,30 – 7,44).
Sebagian besar penduduk masih mengandalkan sumber air bersih dari sumur (70,4%; IK95%
: 44,74 – 96,03), meskipun ada sebagian kecil penduduk dengan kualitas fisik sumur yang
tidak memenuhi syarat kesehatan (4,8%; IK95% : -14,63 – 24,16).

Hampir dua minggu setelah kejadian gempa bumi tanggal 27 Mei 2006, sudah banyak
lingkungan responden yang telah mendapatkan bantuan kesehatan dari berbagai instansi atau
LSM namun bantuan pengasapan (fogging) untuk mengurangi populasi nyamuk baru 47,6%
(IK95% : 39,71-55,53), penyemprotan (spraying) untuk membunuh bibit penyakit berbahaya
20,0% (IK9%% : 2,71-37,29), dan upaya pengolahan air hanya 21,9% (IK95% : -5,00-48,81).

Dari data di lapangan maka perlu disusun rekomendasi sebagai berikut :

1. PelayananKesehatanMasyarakat:
2. Merencanakan kegiatan Puskesmas keliling atau perawat keliling (mobile nursing)
untuk kurun waktu tertentu sebagai dukungan sementara terpenuhinya pelayanan
kesehatan masyarakat.
3. Perlu tenaga fisioterapi untuk memberikan pelayanan perawatan pemulihan bagi
penduduk pasca cedera.
4. Perlu pemenuhan ketersediaan bahan pangan bagi penduduk kelompok berisiko
terkena masalah kesehatan, khusunya program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
bagi balita dan ibu hamil.
5. Revitalisasi pelayanan Bidan di Desa untuk mendukung program Kesehatan Ibu dan
Anak.
6. Revitalisasi tenaga Higien Sanitasi untuk menangani sanitasi lingkungan yang tidak
sehat.
7. Perlu penanganan psikiatri bagi masyarakat yang mengalami trauma.
8. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
9. Melaksanakan tindak lanjut asesmen kesehatan dengan melakukan surveilans
penyakit menular untuk memperkuat sistem surveilans rutin.
10. Mempertimbangkan langkah antisipasi munculnya penyakit diare, typhus
abdominalis, DHF, campak, dan tetanus mengingat sanitasi lingkungan yang kurang
higienis.
11. Kemampuan sumber daya kesehatan untuk mendukung tahap rehabilitasi,
revitalisasi dan rekonstruksi bidang kesehatan
12. Membangun kembali dan merenovasi Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang
hancur dan rusak.
13. Melengkapi Puskesmas dan Puskesmas Pembantu dengan peralatan yang sesuai
standar.

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan
2. Kegiatan yang dilakukan pada sebelum bencana terjadi adalah pengorganisasian dan
koordinasi dengan lembaga terkait.
3. Kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya bencana adalah melakukan RHA (Rapid
Health Assessment)/penilaian kesehatan secara cepat.
4. Kegiatan yang dilakukan pada setelah terjadinya bencana adalah melakukan
intervensi dari RHA yang sudah dibuat. Misalnya dengan memberikan bantuan
makanan, dan lain-lain.

1. Saran

Surveilans bencana dilakukan secara berkesinambungan mulai dari pra bencana, saat
bencana dan pasca bencana. Jadi perlu koordinasi dan kerjasama yang baik antara pihak-
pihak terkait agar persiapan mengahadapi bencana dan intervensi setelah bencana dapat
terlaksana dengan baik

Anda mungkin juga menyukai