2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat dan kehadirat-Nya dalam penyusunan proposal
penelitian ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan
judul “Substitusi Senyawa Antioksidan Dari Ekstrak Andaliman(Zanthoxylum
Acanthopodium Dc) Dan Senyawa Antimikroba Dari Gambir (Uncaria Gambir)
Terhadap Sifat Fisik, Mekanis Dan Stabilitas Kemasan Edible Film Pati
Singkong”
Pengemasan pangan merupakan indicator yang paling penting dalam
menjaga keamanan pangan. Namun kemasan pangan yang banyak digunakan pada
produk makanan merupakan kemasan sintetik seperti plastic yang sangat sulit
untuk diuraikan oleh mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan pada
lingkungan. Sehingga untuk menangani hal ini, diperlukan kemasan alami yang
mudah terurai dan memiliki fungsi food aditif untuk menambah proteksi pada
produk yang akan dikemas. Pembuatan kemasan edible film yang terbuat dari
bahan alami dengan penambahan fungsi antioksidan dari ekstrak andaliman dan
fungsi antimikrobia dari ekstrak gambir merupakan salah satu solusi dalam hal ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
pendapat dari semua pihak demi perbaikan selanjutnya.
Akhirnya penulis berharap semoga proposal penelitian ini dapat
bermanfaat bagi semua. Penulis menyadari penulisan proposal penelitian ini
mungkin masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat memotifasi, demi terciptanya perbaikan dimasa yang akan
datang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Manfaat Penelitian
1.5. Hipotesis
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Edible Film
2.1.1. Pengertian Edible Film
2.1.2. Bahan Pembuat Edible Film
2.1.3. Sifat Mekanis Edible Film
2.1.3.1. Kuat Tarik (Tensile Strenght)
2.1.3.2. Modulus Young
2.1.3.3. Uji sensitifitas Edible Film
2.1.4. Sifat Fisik Edible Film
2.1.4.1. Laju Transmisi Uap Air
2.1.4.2. Kekuatan Renggang Putus(Tensile Strength ) dan Perpanjangan
2.1.4.3.Ketahanan dalam Air ( Water Resistance )
2.1.5. Mekanisme Pembentukan Edible Film
2.2. Pati
2.3. Plasticizer
2.4. Antioksidan
2.5. Andaliman
2.6. Antimikrobia
2.7. Gambir
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Waktu Dan Tempat
3.2. Alat Dan Bahan
3.2.1. Alat
3.2.2. Bahan
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Pembuatan Edible Film
3.3.2. Pembuatan Ekstrak Daun Andaliman
3.3.3. Pembuatan Ekstrak Gambir
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang
dapat diidentifikasi adalah :
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi food aditif antimikrobia dari gambir
terhadap sifat fisik dan mekanis edible film yang dihasilkan.
2. Bagaimana pengaruh konsentrasi food aditif antioksidan dari andaliman
terhadap sifat fisik dan mekanis edible film yang dihasilkan.
3. Berapakah konsentrasi dari ekstrak andaliman yang ditambahkan agar
menghasilkan fungsi antioksidan yang optimum pada edible film.
4. Bagaimana stabilitas edible film setelah ditambahkan antimikrobia dari
gambir dan antioksidan dari andaliman.
5. Bagaimana fungsi biopolymer food aditif yang ditambahkan ke dalam
edible film terhadap sifat antibakteri dan antioksidan edible film yang
dihasilkan.
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan kosentrasi terbaik ekstrak andaliman yang ditambahkan
kedalam kemasan edible film agar menghasilkan edible film yamg
memiliki fungsi antioksidan.
2. Menghasilkan edible film yang memiliki sifat fisik, mekanis dan stabilitas
yang baik serta mengandung fungsi tambahan sebagai food aditif.
3. Mengetahui efektifitas ekstrak andaliman dan katekin pada gambir sebagai
antioksidan dan antimikrobia film.
4. Membuktikan bahwa kemasan edible film dengan penambahan ekstrak
andaliman dapat menghambat oksidasi yang terjadi pada produk pangan
dan dapat memperpanjang umur simpan.
1.5. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian adalah perbandingan konsentrasi antara ekstrak
andaliman, biopolymer katekin serta hidrokoloid pati akan mempengaruhi
karakteristik fisik, mekanis serta stabilitas kemasan film yang dihasilkan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Pati
Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang banyak terdapat pada
tanaman, merupakan polimer dari satuan α-D-glukosa (anhidroglukosa) dengan
rumus empiris(C6H10O5)n. Satuan dasar pati adalah anhidroglukosa, pengikatan
satuan glukosa satu sama lain berakibat kehilangan satu molekul air yang semula
terikat dalam bentuk gugus hidroksil. Pati disusun oleh dua satuan polimer utama
yaitu amilosa dan amilopektin. Molekul amilosa merupakan polimer dari unit-unit
glukosa dengan bentuk ikatan α-1,4-glikosidik, berbentuk rantai lurus, tidak
bercabang atau mempunyai struktur heliks yang terdiri dari 200-2000 satuan
anhidroglukosa sedangkan amilopektin merupakan polimer unit-unit glukosa
dengan ikatan α-1,4- glikosidik pada rantai lurus dan ikatan α-1,6-glikosidik pada
percabangan, terdiri dari 10.000-100.000 hidroglukosa. Pati merupakan salah satu
jenis polisakarida yang tersedia melimpah di alam, bersifat mudah terurai
(biodegradable), mudah diperoleh, dan murah. Sifat-sifat pati juga sesuai untuk
bahan edible film karena dapat membentuk film yang cukup kuat. Namun, edible
film berbasis pati mempunyai kelemahan, yaitu resistensinya terhadap air rendah
dan sifat penghalang terhadap uap air juga rendah karena sifat hidrofilik pati dapat
memengaruhi stabilitas dan sifat mekanisnya. Rendahnya stabilitas film akan
memperpendek daya simpan sehingga kurang optimal karena uap air dan mikroba
yang masuk melalui film akan merusak bahan pangan (Winarti et al, 2012).
2.3. Plasticizer
Pelapis edible harus memiliki elastisitas dan fleksibilitas yang baik, daya
kerapuhan rendah, ketangguhan tinggi, untuk mencegah retak selama penanganan
dan penyimpanan. Oleh karena itu, plasticizer dengan berat molekul tinggi
(nonvolatil) biasanya ditambahkan ke dalam pembentukan film hidrokoloid
sebagai solusi untuk memodifikasi fleksibilitas edible film tersebut. Plasticizer
didefenisikan sebagai zat non volatil, bertitik didih tinggi, yang pada saat
ditambahkan pada material lain mengubah sifat fisik dari material tersebut.
Plasticizer merupakan bahan yang tidak mudah menguap, dapat merubah struktur
dimensi objek, menurunkan ikatan rantai antar protein dan mengisi ruang-ruang
yang kosong pada produk (Murni et al, 2013).
Edible film yang terbuat dari protein dan polisakarida bersifat rapuh,
sehingga membutuhkan plasticizer untuk meningkatkan elastisitas film. Molekul
plasticizer mengurangi daya ikat rantai protein serta meningkatkan elastisitas dan
fleksibilitas bahan film. Jumlah plasticizer yang ditambahkan ke dalam persiapan
pembentukan film hidrokoloid bervariasi antara 10% dan 60% berat hidrokoloid.
Yang paling umum digunakan sebagai plasticizer adalah: gliserol, sorbitol, poliol
(propilen glikol), polietilen glikol, oligosakarida dan air (Wirawan, 2012).
a. Gliserol
Gliserol (1,2,3-propanatriol) dengan rumus kimia CH2OHCHOHCH2OH,
adalah senyawa golongan alkohol trivalen. Gliserol berbentuk cairan kental,
biasanya dimanfaatkan sebagai food additive. Gliserol memiliki sifat mudah larut
dalam air, meningkatkan viskositas larutan, mengikat air dan menurunkan Aw
bahan. Gliserol merupakan plasticizer yang hidrofilik, sehingga cocok untuk
ditambahkan pada bahan pembentuk film yang bersifat hidrofobik seperti pati,
pektin, gel, dan protein. Peran gliserol sebagai plasticizer dan konsentrasinya
meningkatkan fleksibilitas film (Supeni. G, 2012). Gliserol yang diijinkan untuk
ditambahkan ke dalam bahan makanan adalah dengan konsentrasi maksimal 10
mg/m3 berdasarkan data Material Safety Data Sheet (MSDS). Penambahan
gliserol yang berlebihan akan menyebabkan rasa manis-pahit pada bahan.
Penambahan gliserol sebagai plasticizer pada edible film akan menghasilkan film
yang lebih fleksibel dan halus, selain itu gliserol dapat meningkatkan
permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan zat terlarut (Murni et al, 2013).
b. Sorbitol
Sorbitol dengan rumus kimia CH2OH(CHOH)4CH2OH (1,2,3,4,5,6-heksol)
adalah satu pemanis yang sering digunakan dalam makanan. Penambahan sorbitol
sebagai plasticizer dalam pembentukan edible film dapat mengurangi
permeabilitas film terhadap oksigen, hal ini juga mampu mengurangi kegetasan
film. Peningkatan jumlah sorbitol menaikkan kelarutan edible film, hal ini
disebabkan sorbitol bersifat hidrofilik yang akan menaikkan kelarutan. Kenaikan
jumlah sorbitol menurunkan tensile strength, dikarenakan penambahan plasticizer
menurunkan gaya intermolekuler dari bahan penyusun polimer, sehingga polimer
menjadi lentur, tidak kaku (Murni et al, 2013).
2.4. Antioksidan
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,
memperlambat, dan mencegah terjadinya proses oksidasi pada lipida.
Penambahan antioksidan ke dalam makanan yang mengandung lipida dapat
meminimalkan ketengikan, mencegah pembentukan produk oksidasi yang bersifat
toksik, mempertahankan kualitas nutrisidan meningkatkan umur simpan. Sumber-
sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia)
dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Antioksidan
adalah salah satu bahan aditif yang dapat melindungi bahan pangan dari
kerusakan karena terjadinya reaksi okidasi lemak atau minyak. Antioksidan juga
dapat memperpanjang umur simpan bahan pangan dengan cara melindungi bahan
pangan terhadap deteriorisasi yang disebabkan oleh oksidasi seperti ketengikan,
perubahan warna dan hilangnya nilai nutrisi (Huri dan Fitri, 2014).
Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu
antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik).
1. Antioksidan sintetik
Antioksidak sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa
reaksi kimia. Penggunaan antioksidan sintetik diizinkan dalam pangan pada kadar
sesuai dengan aturan yang ditetapkan yaitu maksimal 200 ppm atau 0.02% dari
total minyak atau lemak dalam bahan pangan. Contoh antioksidan sintetik adalah
Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Propilgalat, Tert-
butil Hidroksi Quinon (TBHQ) dan tokoferol. Beberapa antioksidan buatan dapat
menimbulkan efek samping pada kesehatan tubuh. BHA telah diteliti dapat
menimbulkan tumor pada hewan, apabila digunakan dalam jangka waktu yang
lama dan juga dapat menimbulkan kerusakan hati jika dikonsumsi secara
berlebihan (Fitri. N, 2013).
2. Antioksidan alami
Antioksidan alami yaitu antioksidan hasil ekstraksi bahan alami bersumber
dari bahan pangan. Antioksidan alami dapat diperoleh dari vitamin A, karotenoid,
vitamin E, senyawa fenolik, flavonoid dan tetrapirolik. Kebanyakan sumber
antioksidan alami adalah tumbuhan dan umumnya merupakan senyawa fenolik
yang 2 tersebar diseluruh bagian tumbuhan. Golongan flavonoid yang memiliki
aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin dan kalkon.
Buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) mengandung senyawa
alkaloida, fenol hidrokuinon, flavonoida, steroida/triterpenoida, tannin, glikosida
dan minyak atsiri Kandungan terpenoid andaliman mempunyai aktivitas
antioksidan dan antimikroba, juga mempunyai efek imunostimulan. Hal ini
memberi peluang bagi andaliman sebagai bahan baku senyawa antioksidan atau
antimikroba bagi industri pangan dan industri farmasi (Batubara et al, 2017).
2.5. Andaliman
Buah andaliman memiliki aktivitas anti inflamasi dan juga telah aktivitas
antiradikal ekstrak etanol buah andaliman konsentrasi 200 ppm yang
menunjukkan daya inhibisi sebesar 61,81%. Buah andaliman digunakan untuk
mengobati pencernaan, asma, bronchitis, menghilangkan rasa sakit, penyakit
jantung, penyakit mulut gigi dan tenggorokan, serta mengobati diare. Kulit akar
dan daun digunakan untuk mengobati sakit perut, sakit gigi, batuk, dan penyakit
kelamin, rematik dan sakit pinggang. Zanthoxylum memiliki beberapa aktivitas
biologis seperti larvasida, anti-inflamasi, antioksidan, antibiotic, obat cacing,
antivirus, anti jamur. Buah andaliman mengandung senyawa aromatik dengan rasa
pedas dan getir yang khas, serta hangat. Jika dimakan meninggalkan efek
menggetarkan alat pengecap, menyebabkan lidah terasa kebal dan dapat
meningkatkan nafsu makan. Senyawa yang telah diidentifikasi dari Zanthoxylum
adalah alkaloid dan terpenoid, serta kumarin dan flavonoid (Tersiska et al, 2003).
Andaliman yang dimaserasi secara remaserasi selama 24 jam
menggunakan pelarut heksana, aseton, dan etanol memiliki aktivitas antioksidan
tertinggi pada ekstrak etanol dengan hasil pada penambahan ekstrak etanol 1000
ppm aktivitas antioksidan lebih besar dibandingkan dengan 1000 ppm α-tokoferol.
Ekstrak andaliman yng diperoleh dari maserasi bertingkat menggunakan pelarut
heksana, etil asetat, dan metanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen
pada pangan (Winarti et al, 2018)
2.8. Antimikrobia
Antimikorba adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, zat
tersebut memiliki khasiat atau kemampuan untuk mematikan/menghambat
pertumbuhan kuman sedangkan toksisitas terhadap manusia relative kecil.
Antimikroba merupakan suatu zat-zat kimia yang diperoleh/dibentuk dan
dihasilkan oleh mikroorganisme, zat tersebut mempunyai daya penghambat
aktifitas mikororganisme lain meskipun dalam jumlah sedikit. Senyawa yang
mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri banyak
terkandung di dalam tumbuhan. Beberapa senyawa antimikroba 16 antara lain
yaitu, saponin, tannin, flavonoid, xantol, terpenoid, alkaloid dan sebagainya.
Selain senyawa antimikorba yang diperoleh dari tumbuhan ada pula senyawa
antimikroba buatan, contohnya amoxilin. Pada dasarnya setiap senyawa
antimikroba memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri
dengan cara melisiskan dinding sel bakteri. Berikut adalah beberapa senyawa
antimikroba yang ada dalam tumbuhan (Adila et al, 2013).
2.7. Gambir
Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria
gambir(Hunter) Roxb. Termasuk Famili Rubiaceae dan komoditas perkebunan
rakyat. Ekstrak gambir mengandung katekin sebagai komponen utama serta
beberapa komponen lain seperti asam kateku tanat, kuersetin, kateku merah,
gambir flouresin, lemak dan lilin. Berdasarkan penelitian beberapa produk gambir
yang diolah masyarakat dari berbagai daerah sentra produksi gambir di Indonesia,
diperoleh kandungan katekin bervariasi dari 35 % sampai dengan 95%.
Kandungan katekin merupakan salah satu parameter mutu gambir yang terdapat
dalam SNI 03- 13391-2000 dan menjadi penentu utama dari mutu gambir. Hal ini
disebabkan karena katekin mempunyai nilai ekonomi yang tinggi yaitu memiliki
potensi sebagai bahan baku pada berbagai industry (Andarsuryani et al, 2014).
Kandungan katekin dalam gambir merupakan karakteristik yang menentukan
jenjang mutu gambir. Hal ini disebabkan katekin merupakan substituen utama
gambir dengan kebutuhan yang cukup banyak dalam industri dibandingkan tanin.
Katekin dalam keadaan murni memberikan rasa manis, berbentuk kristal,
berwarna putih sampai kekuningan, sedangkan tanin berasa sepat, berwarna coklat
kemerahan sampai kehitaman. Untuk mendapatkan katekin yang tinggi dapat
dilakukan melalui proses ekstraksi ulang gambir asalan. Teknologi proses
dilakukan berdasarkan perbedaan sifat kelarutan antara katekin dan tanin dalam
air. Katekin dalam keadaan murni sulit larut dalam air dingin, mudah larut dalam
air panas, larut dalam alkohol dan etil asetat (Yeni et al, 2107).
Gambir umumnya digunakan sebagai campuran dalam menyirih dan
sebagai antibakteri pada produk pangan. Hal ini karena gambir mengandung
senyawa polifenol yang disebut dengan katekin. Kemampuannya sebagai
antibakteri disebabkan karena polifenol mudah berikatan dengan senyawa organik
lain terutama protein. Katekin dapat berikatan dengan protein pada membran sel
bakteri membentuk senyawa kompleks yang menyebabkan fungsi dan peranan
membran sel akan terganggu (Pambayun et al, 2008).
BAB 3
METODE PENELITIAN
Huri, D., dan Fitri, C. 2014., Pengaruh Konsentrasi Gliserol Dan Ekstrak Ampas
Kulit Apel Terhadap Karakteristik Fisik Dan Kimia Edible Film., Jurnal
Pangan dan Agroindustri., 2 (4): 29-40.
Jacoeb, A., Roni Nugraha dan Siluh, P. 2014., Pembuatan Edible Film dari Pati
Buah Lindur dengan Penambahan Glisero dan Karagenan., JPHPI., 17 (1):
14- 22.
Murni. Sri. W., Harso. P., Desi. W., dan Novita. S. 2013., Pembuatan Edible Film
dari Tepung Jagung (Zea Mays L.) dan Kitosan., Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia
untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta ISSN 1693-
4393.
Pambayun. R., Murdijati. G., Slamet. dan Kapti. R. K. 2008., Ensitivitas Bakteri
Gram Positif Terhadap Katekin Yang Diekstraksi Dari Gambir (Uncaria
Gambir)., Jurnal Agritech., 28(4): 174- 180.
Rusli, A., Metusalach., Salengke dan Mulyati, M.T. 2017., Karakterisasi Edible
Film Karagenan dengan Pemlastis Gliserol., Jurnal Institut Pertanian
Bogor., 20
(2): 219-231.
Santoso, B., Antaria, M., Gatot, P dan Rindit, P. 2016., Perbaikan Sifat Fisik,
Kimia, dan Antibakteri Edible Film Berbasis Pati Ganyong., Jurnal
Agritech., 36 (4): 379-386.
Santoso, B., Gatot, P dan Rahmad, H.P. 2005., Sifat Fisik Dan Kimia Edible
Filmberantioksidan dan Aplikasinya sebagai Pengemas Primer Lempok
Durian., Jurnal Agribisnis dan Industri Pertanian., 6 (1): 77-82.
Setiani, W., Tety Sudiarti dan Lena, R. 2013., Preparasi dan Karakterisasi Edible
Film dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan., Valensi., 3 (2): 100-109.
Syarifuddin, A. dan Yunianta. 2015. Karakterisasi Edible Film dari Pektin Albedo
Jeruk Bali., Jurnal Pangan dan Agroindustri., 3(4): 1538-1547.
Togas. C., Siegfried. B., Roike Iwan. M., Hendry. Dan Feny. M. 2017.,
Karakteristik Fisik Edible Film Komposit Karaginan Dan Lilin Lebah
Menggunakan Proses Nanoemulsi., JPHPI., 20(3) : 468-479.
Widyastuti, E., Endaruji, S., Susy Yunita dan Irwan, N. 2017., Pengaruh
Penambahan Ekstrak Daun Sirsak Terhadap Laju Transmisi Uap Air Edible
Film Umbi Ganyong (Canna Edulis Ker.) Dan Aloe Vera L., Seminar
Nasional BAPPEDA., 33 (2): 239-244.
Yeni. G., Khaswar. S., Etik. M dan Hendri. M. 2017., Penentuan Teknologi
Proses Pembuatan Gambir Murni Dan Katekin Terstandar Dari Gambir
Asalan., Jurnal Litbang Industri., 7(1): 1-10.