Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL PENELITIAN

SUBSTITUSI SENYAWA ANTIOKSIDAN DARI


EKSTRAK ANDALIMAN(Zanthoxylum acanthopodium
DC) DAN SENYAWA ANTIMIKROBA DARI
GAMBIR (Uncaria gambir) TERHADAP SIFAT FISIK,
MEKANIS DAN STABILITAS KEMASAN EDIBLE
FILM PATI SINGKONG

Tri Pena Las Dame Sinaga


05031281621072

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat dan kehadirat-Nya dalam penyusunan proposal
penelitian ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan
judul “Substitusi Senyawa Antioksidan Dari Ekstrak Andaliman(Zanthoxylum
Acanthopodium Dc) Dan Senyawa Antimikroba Dari Gambir (Uncaria Gambir)
Terhadap Sifat Fisik, Mekanis Dan Stabilitas Kemasan Edible Film Pati
Singkong”
Pengemasan pangan merupakan indicator yang paling penting dalam
menjaga keamanan pangan. Namun kemasan pangan yang banyak digunakan pada
produk makanan merupakan kemasan sintetik seperti plastic yang sangat sulit
untuk diuraikan oleh mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan pada
lingkungan. Sehingga untuk menangani hal ini, diperlukan kemasan alami yang
mudah terurai dan memiliki fungsi food aditif untuk menambah proteksi pada
produk yang akan dikemas. Pembuatan kemasan edible film yang terbuat dari
bahan alami dengan penambahan fungsi antioksidan dari ekstrak andaliman dan
fungsi antimikrobia dari ekstrak gambir merupakan salah satu solusi dalam hal ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
pendapat dari semua pihak demi perbaikan selanjutnya.
Akhirnya penulis berharap semoga proposal penelitian ini dapat
bermanfaat bagi semua. Penulis menyadari penulisan proposal penelitian ini
mungkin masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat memotifasi, demi terciptanya perbaikan dimasa yang akan
datang.

Indralaya, Januari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Manfaat Penelitian
1.5. Hipotesis
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Edible Film
2.1.1. Pengertian Edible Film
2.1.2. Bahan Pembuat Edible Film
2.1.3. Sifat Mekanis Edible Film
2.1.3.1. Kuat Tarik (Tensile Strenght)
2.1.3.2. Modulus Young
2.1.3.3. Uji sensitifitas Edible Film
2.1.4. Sifat Fisik Edible Film
2.1.4.1. Laju Transmisi Uap Air
2.1.4.2. Kekuatan Renggang Putus(Tensile Strength ) dan Perpanjangan
2.1.4.3.Ketahanan dalam Air ( Water Resistance )
2.1.5. Mekanisme Pembentukan Edible Film
2.2. Pati
2.3. Plasticizer
2.4. Antioksidan
2.5. Andaliman
2.6. Antimikrobia
2.7. Gambir
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Waktu Dan Tempat
3.2. Alat Dan Bahan
3.2.1. Alat
3.2.2. Bahan
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Pembuatan Edible Film
3.3.2. Pembuatan Ekstrak Daun Andaliman
3.3.3. Pembuatan Ekstrak Gambir
DAFTAR PUSTAKA

i
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penggunaan kemasan dalam produk pangan memiliki peran penting dalam
keamanan pangan untuk sampai ketangan konsumen. Umumnya pengemasan
yang sekarang ini digunakan oleh industri makanan adalah kemasan sintetik
seperti plastik. Masyarakat dan industri makanan memilih kemasan plastik ini
karena harganya yang murah, mudah didapat, kuat dan ringan. Namun, bahan
pengemas berbahan dasar plastik ini mempunyai kekurangan antara lain sulit
diurai sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. Selain itu kemungkinan
bahan pangan terkontaminasi dari zat-zat berbahaya yang terkandung didalam
kemasan sangat besar. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap masalah kesehatan dan lingkungan menyebabkan tingginya keinginan
untuk mengembangkan kemasan yang mudah didegradasi serta aman terhadap
lingkungan dan mampu menjamin keamanan serta kualitas pangan.
Edible film merupakan salah satu alternative kemasan yang dapat
diaplikasikan pada bahan pangan karena sifatnya yang mudah diuraikan kembali
oleh mikroorganisme secara alami menjadi bahan yang ramah lingkungan
(biodegradable). Selain ramah lingkungan, pengembangan edible film pada
kemasan dapat memberikan kualitas produk yang lebih baik terbuat dari bahan
alami yang tidak beracun sehingga aman untuk langsung dimakan tanpa
menimbulkan gangguan bagi tubuh manusia dan kecil kemungkinan terkena
kontaminasi pada makanan. Menurut (Widyastuti et al, 2017) edible film adalah
lapisan tipis dan kontinyu yang terbuat dari bahan bahan yang dapat dimakan
yang dapat melapisi komponen makanan (coating) atau diletakkan diantara
komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai barrier terhadap transfer massa
(misalnya kelembaban, oksigen, lipid, cahaya dan zat terlarut). Komponen utama
dalam penyusunan edible film ada tiga kelompok yaitu hidrokoloid, lipida dan
komposit (Setiani, 2013). Penelitian mengenai pelapisan produk pangan dengan
edible coating/film telah banyak dilakukan dan terbukti dapat memperpanjang
umur masa simpan, melindungi produk dari kerusakan serta memperbaiki kualitas
dari produk. Materi polimer untuk pembuatan edible coating/film yang paling
potensial dan sudah banyak diteliti adalah berbasis pati-patian.
Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersedia melimpah
dialam, bersifat mudah terurai (biodegradable), mudah diperoleh dan harganya
yang terjangkau. Sifat-sifat pati juga mendukung penggunaanya sebagai bahan
dalam pembuatan edible film karena dapat membentuk film yang cukup kuat.
Namun, edible film dari pati mempunyai kelemahan, yaitu resistensinya terhadap
air rendah dan sifat penghalang terhadap uap air juga rendah karena sifat
hidrofilik pati dapat mempengaruhi stabilitas dan sifat mekanisnya (Winarti et al,
2012). Rendahnya stabilitas pada edible film mengakibatkan kemasan tidak
mampu menahan uap air dan mikroba yang masuk sehingga memperpendek umur
simpan produk makanan. Untuk meningkatkan karakteristik fisik maupun
fungsional dari edible pati, maka perlu dilakukan penambahan biopolimer atau
bahan lain untuk memberikan fungsi edible film sebagai pengemas yang
mengandung berbagai food aditif seperti antimikroba dan antioksidan sehingga
menambah keunggulan dari kemasan edibe film yang mampu menghambat proses
oksidasi dan pertumbuhan mikroba yang dapat merusak produk pangan yang akan
dikemas (Santoso et al, 2005).
Penelitian mengenai edible film antimikroba telah banyak dilakukan dan
telah lama terbukti dapat melindungi dan mengawetkan makanan. Selain itu,
penelitian lain juga menyebutkan bahwa bahan antimikroba pada edible film juga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri berlebih dalam mulut. Penggunaan bahan
antimikroba alami pada pembuatan edible film meningkat sejalan dengan
kecenderungan masyarakat untuk menerapkan gaya hidup sehat. Peningkatan nilai
guna dari zat yang bersifat antimikroba alami ini berfungsi untuk menghindari
potensi bahaya dari bahan sintesis. Ada beberapa jenis bahan antimikroba yang
dapat digunakan dalam kemasan edible film antara lain biopolimer yang tersedia
dialam seperti katekin yang terkandung dalam gambir yamg memiliki sifat
antimikrobia yang tinggi dimana dengan konsentrasi dn pH tertentu (Santoso et al,
2016). Penambahan food aditif lain seperti antioksidan ke dalam kemasan edible
film akan menambah nilai fungsional dari kemasan karena antioksidan adalah
salah satu bahan aditif yang dapat melindungi bahan pangan dari kerusakan
karena terjadinya reaksi okidasi lemak atau minyak. Antioksidan juga dapat
memperpanjang umur simpan bahan pangan dengan cara melindungi bahan
pangan terhadap deteriorisasi yang disebabkan oleh oksidasi seperti ketengikan,
perubahan warna dan hilangnya nilai nutrisi (Widyastuti et al, 2017). Berdasarkan
teori ini penelitian dilakukan dengan menambahkan biopolimer antioksidan ke
dalam edible film yang nantinya akan dicampur dengan biopolymer antimikroba
katekin yang telah terbukti menghambat pertumbuhan mikroba pada produk
pangan. Antioksidan yang akan ditambahkan berasal dari ekstrak andaliman yang
diketahui memiliki senyawa antioksidan yang tinggi. Menurut penelitian
(Suryanto et al, 2005), buah andaliman memiliki sumber antioksidan alami yang
lebih tinggi dari α-tokoferol dan senyawa oleorosin pada andaliman menunjukkan
aktivitas relative hampir sama dengan BHT. Andaliman memiliki potensi sebagai
bahan polimer antioksidan yang kuat ditambahkan pada kemasan edible film.

1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang
dapat diidentifikasi adalah :
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi food aditif antimikrobia dari gambir
terhadap sifat fisik dan mekanis edible film yang dihasilkan.
2. Bagaimana pengaruh konsentrasi food aditif antioksidan dari andaliman
terhadap sifat fisik dan mekanis edible film yang dihasilkan.
3. Berapakah konsentrasi dari ekstrak andaliman yang ditambahkan agar
menghasilkan fungsi antioksidan yang optimum pada edible film.
4. Bagaimana stabilitas edible film setelah ditambahkan antimikrobia dari
gambir dan antioksidan dari andaliman.
5. Bagaimana fungsi biopolymer food aditif yang ditambahkan ke dalam
edible film terhadap sifat antibakteri dan antioksidan edible film yang
dihasilkan.

1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan kosentrasi terbaik ekstrak andaliman yang ditambahkan
kedalam kemasan edible film agar menghasilkan edible film yamg
memiliki fungsi antioksidan.
2. Menghasilkan edible film yang memiliki sifat fisik, mekanis dan stabilitas
yang baik serta mengandung fungsi tambahan sebagai food aditif.
3. Mengetahui efektifitas ekstrak andaliman dan katekin pada gambir sebagai
antioksidan dan antimikrobia film.
4. Membuktikan bahwa kemasan edible film dengan penambahan ekstrak
andaliman dapat menghambat oksidasi yang terjadi pada produk pangan
dan dapat memperpanjang umur simpan.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Mengurangi penggunaan kemasan makanan yang bersifat non-
biodegradable.
2. Penambahan antioksidan pada edible film yang dihasilkan akan mampu
menjaga produk dari kerusakan oksidasi.
3. Menghasilkan produk kemasan antioksidan dan antimikrobia film dengan
sifat fisik dan mekanis yang sesuai sebagai bahan pengemas makanan.
4. Memberikan alternative lain dalam pembuatan edible film kaya
antioksidan.
5. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan ekstrak
andaliman sebagai antioxsidant film.

1.5. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian adalah perbandingan konsentrasi antara ekstrak
andaliman, biopolymer katekin serta hidrokoloid pati akan mempengaruhi
karakteristik fisik, mekanis serta stabilitas kemasan film yang dihasilkan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Edible Film


2.1.1. Pengertian Edible Film
Edible film merupakan lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi
makanan (coating), atau diletakkan di antara komponen yang berfungsi sebagai
penahan terhadap transfer massa seperti kadar air,oksigen, lemak, dan cahaya atau
berfungsi sebagai pembawa bahan tambahan pangan. Edible film dalam beberapa
kasus dengan sifat mekanik yang baik dapat menggantikan pengemas sintetik.
Meskipun edible film tidak ditujukan untuk mengganti secara total pengemas
sintetis, tetapi edible film memiliki potensi untuk mengurangi pengemasan dan
membatasi perpindahan uap air, aroma, dan lemak antara komponen makanan.
Potensi tersebut tidak dimiliki oleh pengemas sintetis (Jacoeb et al, 2014). Edible
film yang terbuat dari hidrokoloid merupakan barrier yang baik terhadap transfer
oksigen, karbondioksida, dan lemak, serta memiliki karakteristik mekanik yang
baik sehingga sangat baik digunakan untuk memperbaiki struktur film agar tidak
mudah hancur. Penggunaan lipid sebagai bahan pembentuk film secara sendiri
sangat terbatas karena film yang terbentuk umumnya tidak kuat. Hidrokoloid
termasuk ke dalam protein dan polisakarida. Edible film yang dibuat dari
polisakarida (karbohidrat), protein, dan lipid memiliki banyak keunggulan seperti
biodegradable, dapat dimakan, biocompatible, penampilan yang estetis, dan
kemampuannya sebagai penghalang (barrier) terhadap oksigen dan tekanan fisik
selama transportasi dan penyimpanan. Edible film berbahan dasar polisakarida
berperan sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas O2
dan CO sehingga dapat menurunkan tingkat respirasi (Winarti et al, 2012).

2.1.2. Bahan Pembuat Edible Film


Komponen penyusun edible film mempengaruhi secara langsung bentuk
morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama
penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida dan
komposit. Bahan-bahan tambahan yang sering dijumpai dalam pembuatan edible
film adalah antimikroba, antioksidan, flavor dan pewarna. Komponen yang cukup
besar peranannya dalam pembuatan edible film adalah plasticizer yang berguna
untuk mengatasi sifat rapuh film yang disebabkan oleh kekuatan intermolekular
ekstensif. Edible film yang terbuat dari hidrokoloid memiliki beberapa kelebihan,
yaitu melindungi produk terhadap oksigen maupun karbondioksida dan lipid,
serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan, selain itu meningkatkan kesatuan
struktural produk, sedangkan kekurangannya yaitu bungkus dari karbohidrat
kurang bagus untuk mengatur migrasi uap air. Lipida yang umum digunakan
dalam pembuatan edible film adalah lilin/wax, gliserol, dan asam lemak. Film
yang berasal dari lipida dimanfaatkan sebagai penghambat uap air.Komposit film
adalah bahan yang didasarkan pada campuran hidrokoloid dan lipida. Aplikasi
dari komposit film dapat berupa lapisan bilayer, dimana satu lapisan merupakan
hidrokoloid dan satu lapisan lain berupa lipid, atau dapat juga berupa gabungan
lipida dan hidrokoloid dalam satu kesatuan film (Rusli et al, 2017).

2.1.3. Sifat Mekanis Edible Film


Sifat-sifat fisik yang digunakan sebagai parameter mutu edible film adalah
ketebalan film dan densitas film. Karakteristik mekanik yang diukur dan diamati
dari sebuah film kemasan termasuk antimicrobial film adalah kuat tarik (tensile
strength), kuat tusuk (puncture srength), persen pemanjangan (elongation to
break) dan elastisitas (elastic modulus/young modulus). Parameter-parameter
tersebut dapat menjelaskan bagaimana karakteristik mekanik dari bahan film yang
berkaitan dengan struktur kimianya. Karakteristik mekanik menunjukkan indikasi
integrasi film pada kondisi tekanan (stress) yang terjadi selama proses
pembentukan film tersebut (Rusli et al, 2017).

2.1.3.1. Kuat Tarik (Tensile Strenght)


Kuat tarik adalah gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh sebuah
film. Parameter ini menggambarkan gaya maksimum yang terjadi pada film
selama pengukuran berlangsung. Pengukuran kuat tarik menggunakan alat tensile
strength. Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan jumlah plasticizer yang
ditambahkan pada proses pembuatan film. Penambahan plasticizer lebih dari
jumlah tertentu akan menghasilkan film dengan kuat tarik yang lebih rendah.
Kekuatan tarik merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai edible
film tetap bertahan sebelum putus. Peningkatan nilai kuat tarik dapat disebabkan
oleh penambahan gliserol yang menyebabkan molekul-molekul penyusun film
terdispersi semakin baik. Namun setelah mencapai titik optimal, penambahan
gliserol pada film sudah melewati titik jenuh sehingga interaksi molekul penyusun
film sudah tidak dipengaruhi oleh penambahan gliserol (Nurfajrin et al, 2015).

2.1.3.2. Modulus Young


Modulus young(E) menjelaskan elastisitas kekakuan, atau kecenderungan
suatu benda untuk berubah sepanjang suatu sumbu ketika gaya yang berlawanan
diberikan sepanjang sumbu tersebut. Hal ini dijelaskan sebagai perbandingan
tegangan tekan terhadap tegangan tarik (Sitompul, A.J dan Elok. Z, 2017).

2.1.3.3. Uji sensitifitas Edible Film


Uji sentifitas edible film merupakan suatu metode untuk menentukan
tingkat kerentanan mikroba terhadap zat antimikroba dan antioksidan serta untuk
mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antimikroba dan antioksidan
Metode Uji sensitivitas edible film adalah metode untuk mengetahui dan
mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan antimikroba serta
mempunyai kemampuan untuk menghambat terjadinya oksidasi pada produk
makanan serta mematikan mikroba pada konsentrasi yang rendah
(Prasetyaningrum et al, 2010)

2.1.4. Sifat Fisik Edible Film


Aplikasi edible film sangat bergantung pada sifat dan karakteristik yang
dimilikinya. Edible film harus memenuhi beberapa kriteria agar dapat digunakan
sebagai bahan pelapis pada produk makanan. Kriteria-kriteria tersebut meliputi
sifat penghambatan terhadap uap air, gas, cahaya dan aroma, sifat optisnya
(misalnya transparansi) dan sifat mekanisnya.
Sifat fisik edible film meliputi ketebalan yang menunjukkan kemampuan
film untuk pengemasan produk. Menurut Setyaningrum et al (2017), ketebalan
pengemas akan mempengaruhi umur simpan produk, apabila semakin tebal maka
laju transmisi uap air dan gas akan semakin rendah. Akan tetapi, kenampakan
edible film yang tebal akan memberi warna yang semakin buram atau tidak
transparan dan akan mengurangi penerimaan konsumen karena produknya
menjadi kurang menarik. Sifat mekanik menunjukkan kekuatan film untuk
melindungi produk yang dikemasnya terhadap tekanan, seperti gesekan dan
guncangan. Sifat-sifat fisik dan mekaniknya adalah sebagai berikut :
2.1.4.1. Laju Transmisi Uap Air ( Water Vapor Transmission Rate )
Laju transmisi uap air adalah jumlah uap air yang hilang persatuan waktu
dibagi dengan luas area film. Laju transmisi uap air adalah laju uap air yang
masuk ke dalam edible film pada suhu dan kelembaban relatif tertentu. Laju
transmisi uap air menentukan permeabilitas uap air film. Laju transmisi uap air
dipengaruhi oleh sifat hidrofilik dari bahan yang digunakan dalam pembuatan
edible film. Contohnya adalah gliserol yang memiliki sifat hidrofilik yang
menyebabkan peningkatan laju transmisi uap air. Gliserol memiliki kemampuan
yang tinggi dalam mengikat air sehingga menghasilkan nilai laju transmisi uap air
yang tinggi. Gliserol juga akan menyebabkan penurunan ikatan hidrogen internal
dan peningkatan jarak intermolekuler yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas edible film dan memudahkan perpindahan molekul uap air
(Setyaningrum et al, 2017)
2.1.4.2. Kekuatan Renggang Putus ( Tensile Strength ) dan Perpanjangan
Kekuatan renggang putus adalah ukuran untuk kekuatan film yang secara
spesifik merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film tetap
bertahan sebelum putus atau sobek. Edible film harus dapat dipertahankan
keutuhannya selama pemrosesan bahan yang dikemasnya. Cara untuk menguji
kemampuannya harus dilakukan dengan evaluasi terhadap sifat-sifat mekaniknya
yang meliputi kekuatan renggang putus dan perpanjangan (Syarifuddin dan
Yunianta, 2015).
2.1.4.3.Ketahanan dalam Air ( Water Resistance )
Sifat film yang penting untuk penerapannya sebagai pelindung makanan
adalah ketahanannya di dalam air. Aktivitas air tinggi (saat film harus kontak
dengan air ) selama proses pengolahan makanan yang dikemasnya, maka film
harus seminimal mungkin larut dalam air. Edible film dengan kelarutan air yang
tinggi juga dikehendaki, misalnya pada pemanfaatannya bila dilarutkan atau
dalam makanan panas (Sitompul, A.J dan Elok. Z, 2017).
2.1.5. Mekanisme Pembentukan Edible Film
Pembentukan edible film dari pati, pada prinsipnya merupakan gelatinisasi
molekul pati. Proses pembentukan film adalah suatu fenomena pembentukan gel
akibat perlakuan suhu, sehingga terjadi pembentukan matriks atau jaringan
(Supeni , 2012).
Prinsip pembentukan edible film, melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Pensuspensian bahan ke dalam pelarut
Pembentukan larutan film dimulai dengan mensuspensikan bahan ke
dalam pelarut, misalnya air, etanol, dan pelarut lain.
2. Pengaturan suhu
Pengaturan suhu mempunyai tujuan untuk mencapai suhu gelatinisasi pati,
sehingga pati dapat tergelatinisasi sempurna dan diperoleh film yang homogen
serta utuh. Gelatinisasi merupakan peristiwa pembentukan gel yang dimulai
dengan hidrasi pati, yaitu penyerapan molekul-molekul air oleh molekul-molekul
pati. Apabila tanpa adanya pemanasan, kemungkinan terjalin interaksi
intermolekuler sangat kecil, sehingga pada saat dikeringkan film menjadi retak.
Gelatinisasi dapat terjadi apabila air melarutkan pati yang dipanaskan sampai suhu
gelatinisasinya (Togas et al, 2017).
3. Penambahan Plasticizer
Pembuatan edible film sering ditambahkan plasticizer untuk mengatasi
sifat rapuh film, sehingga akan diperoleh film yang kuat, fleksibel, dan tidak
mudah putus. Oleh karena itu, plasticizer merupakan komponen yang cukup besar
peranannya dalam pembuatan edible film. Plasticizer yang umum digunakan
adalah gliserol, sorbitol, dan poli etilen glikol ( PEG ). Penggunaan plasticizer
harus sesuai dengan polimer, dan konsentrasi yang digunakan berkisar 10 – 60 %
berat kering bahan dasar tergantung kekakuan polimernya (Wirawan, 2012).
4. Penambahan Asam Lemak dan Gliserol
a. Penambahan Asam Lemak
Penambahan asam lemak akan menurunkan permeabilitas uap air film
yang dihasilkan. Asam lemak yang sering ditambahkan pada permukaan edible
film adalah asam palmitat. Asam palmitat termasuk asam lemak jenuh yang
berasal dari nabati dan hewani, lebih reaktif apabila dibandingkan dengan asam
lemak tidak jenuh dan larut dalam air. Penambahan asam palmitat mampu
meningkatkan perpanjangan dan kekuatan perenggangan film. Saat mencapai titik
kritisnya penambahan asam palmitat tersebut akan menurunkan perpanjangan dan
kekuatan perenggangan film (Prasetyaningrum et al, 2010).
b. Gliserol
Gliserol dengan rumus kimia C3H8O3, dengan nama kimia 1,2,3-
propanatriol adalah senyawa golongan alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus
hidroksil dalam satu molekul (alcohol trivalent). Gliserol memiliki sifat mudah
larut dalam air, meningkatkan viskositas air, mengikat air dan menurunkan Aw
bahan. Penambahan gliserol yang berlebihan akan menyebabkan rasa manis-pahit
pada bahan. Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel
dan halus, selain itu gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap gas,
uap air, dan zat terlarut (Murni et al, 2013).
5.Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk menguapkan pelarut, maka akan diperoleh
edible film. Suhu yang digunakan akan mempengaruhi waktu pengeringan dan
kenampakan edible film yang dihasilkan (Prasetyaningrum et al, 2010).

2.2. Pati
Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang banyak terdapat pada
tanaman, merupakan polimer dari satuan α-D-glukosa (anhidroglukosa) dengan
rumus empiris(C6H10O5)n. Satuan dasar pati adalah anhidroglukosa, pengikatan
satuan glukosa satu sama lain berakibat kehilangan satu molekul air yang semula
terikat dalam bentuk gugus hidroksil. Pati disusun oleh dua satuan polimer utama
yaitu amilosa dan amilopektin. Molekul amilosa merupakan polimer dari unit-unit
glukosa dengan bentuk ikatan α-1,4-glikosidik, berbentuk rantai lurus, tidak
bercabang atau mempunyai struktur heliks yang terdiri dari 200-2000 satuan
anhidroglukosa sedangkan amilopektin merupakan polimer unit-unit glukosa
dengan ikatan α-1,4- glikosidik pada rantai lurus dan ikatan α-1,6-glikosidik pada
percabangan, terdiri dari 10.000-100.000 hidroglukosa. Pati merupakan salah satu
jenis polisakarida yang tersedia melimpah di alam, bersifat mudah terurai
(biodegradable), mudah diperoleh, dan murah. Sifat-sifat pati juga sesuai untuk
bahan edible film karena dapat membentuk film yang cukup kuat. Namun, edible
film berbasis pati mempunyai kelemahan, yaitu resistensinya terhadap air rendah
dan sifat penghalang terhadap uap air juga rendah karena sifat hidrofilik pati dapat
memengaruhi stabilitas dan sifat mekanisnya. Rendahnya stabilitas film akan
memperpendek daya simpan sehingga kurang optimal karena uap air dan mikroba
yang masuk melalui film akan merusak bahan pangan (Winarti et al, 2012).

2.3. Plasticizer
Pelapis edible harus memiliki elastisitas dan fleksibilitas yang baik, daya
kerapuhan rendah, ketangguhan tinggi, untuk mencegah retak selama penanganan
dan penyimpanan. Oleh karena itu, plasticizer dengan berat molekul tinggi
(nonvolatil) biasanya ditambahkan ke dalam pembentukan film hidrokoloid
sebagai solusi untuk memodifikasi fleksibilitas edible film tersebut. Plasticizer
didefenisikan sebagai zat non volatil, bertitik didih tinggi, yang pada saat
ditambahkan pada material lain mengubah sifat fisik dari material tersebut.
Plasticizer merupakan bahan yang tidak mudah menguap, dapat merubah struktur
dimensi objek, menurunkan ikatan rantai antar protein dan mengisi ruang-ruang
yang kosong pada produk (Murni et al, 2013).
Edible film yang terbuat dari protein dan polisakarida bersifat rapuh,
sehingga membutuhkan plasticizer untuk meningkatkan elastisitas film. Molekul
plasticizer mengurangi daya ikat rantai protein serta meningkatkan elastisitas dan
fleksibilitas bahan film. Jumlah plasticizer yang ditambahkan ke dalam persiapan
pembentukan film hidrokoloid bervariasi antara 10% dan 60% berat hidrokoloid.
Yang paling umum digunakan sebagai plasticizer adalah: gliserol, sorbitol, poliol
(propilen glikol), polietilen glikol, oligosakarida dan air (Wirawan, 2012).
a. Gliserol
Gliserol (1,2,3-propanatriol) dengan rumus kimia CH2OHCHOHCH2OH,
adalah senyawa golongan alkohol trivalen. Gliserol berbentuk cairan kental,
biasanya dimanfaatkan sebagai food additive. Gliserol memiliki sifat mudah larut
dalam air, meningkatkan viskositas larutan, mengikat air dan menurunkan Aw
bahan. Gliserol merupakan plasticizer yang hidrofilik, sehingga cocok untuk
ditambahkan pada bahan pembentuk film yang bersifat hidrofobik seperti pati,
pektin, gel, dan protein. Peran gliserol sebagai plasticizer dan konsentrasinya
meningkatkan fleksibilitas film (Supeni. G, 2012). Gliserol yang diijinkan untuk
ditambahkan ke dalam bahan makanan adalah dengan konsentrasi maksimal 10
mg/m3 berdasarkan data Material Safety Data Sheet (MSDS). Penambahan
gliserol yang berlebihan akan menyebabkan rasa manis-pahit pada bahan.
Penambahan gliserol sebagai plasticizer pada edible film akan menghasilkan film
yang lebih fleksibel dan halus, selain itu gliserol dapat meningkatkan
permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan zat terlarut (Murni et al, 2013).
b. Sorbitol
Sorbitol dengan rumus kimia CH2OH(CHOH)4CH2OH (1,2,3,4,5,6-heksol)
adalah satu pemanis yang sering digunakan dalam makanan. Penambahan sorbitol
sebagai plasticizer dalam pembentukan edible film dapat mengurangi
permeabilitas film terhadap oksigen, hal ini juga mampu mengurangi kegetasan
film. Peningkatan jumlah sorbitol menaikkan kelarutan edible film, hal ini
disebabkan sorbitol bersifat hidrofilik yang akan menaikkan kelarutan. Kenaikan
jumlah sorbitol menurunkan tensile strength, dikarenakan penambahan plasticizer
menurunkan gaya intermolekuler dari bahan penyusun polimer, sehingga polimer
menjadi lentur, tidak kaku (Murni et al, 2013).

2.4. Antioksidan
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,
memperlambat, dan mencegah terjadinya proses oksidasi pada lipida.
Penambahan antioksidan ke dalam makanan yang mengandung lipida dapat
meminimalkan ketengikan, mencegah pembentukan produk oksidasi yang bersifat
toksik, mempertahankan kualitas nutrisidan meningkatkan umur simpan. Sumber-
sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia)
dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Antioksidan
adalah salah satu bahan aditif yang dapat melindungi bahan pangan dari
kerusakan karena terjadinya reaksi okidasi lemak atau minyak. Antioksidan juga
dapat memperpanjang umur simpan bahan pangan dengan cara melindungi bahan
pangan terhadap deteriorisasi yang disebabkan oleh oksidasi seperti ketengikan,
perubahan warna dan hilangnya nilai nutrisi (Huri dan Fitri, 2014).
Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu
antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik).
1. Antioksidan sintetik
Antioksidak sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa
reaksi kimia. Penggunaan antioksidan sintetik diizinkan dalam pangan pada kadar
sesuai dengan aturan yang ditetapkan yaitu maksimal 200 ppm atau 0.02% dari
total minyak atau lemak dalam bahan pangan. Contoh antioksidan sintetik adalah
Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Propilgalat, Tert-
butil Hidroksi Quinon (TBHQ) dan tokoferol. Beberapa antioksidan buatan dapat
menimbulkan efek samping pada kesehatan tubuh. BHA telah diteliti dapat
menimbulkan tumor pada hewan, apabila digunakan dalam jangka waktu yang
lama dan juga dapat menimbulkan kerusakan hati jika dikonsumsi secara
berlebihan (Fitri. N, 2013).
2. Antioksidan alami
Antioksidan alami yaitu antioksidan hasil ekstraksi bahan alami bersumber
dari bahan pangan. Antioksidan alami dapat diperoleh dari vitamin A, karotenoid,
vitamin E, senyawa fenolik, flavonoid dan tetrapirolik. Kebanyakan sumber
antioksidan alami adalah tumbuhan dan umumnya merupakan senyawa fenolik
yang 2 tersebar diseluruh bagian tumbuhan. Golongan flavonoid yang memiliki
aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin dan kalkon.
Buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) mengandung senyawa
alkaloida, fenol hidrokuinon, flavonoida, steroida/triterpenoida, tannin, glikosida
dan minyak atsiri Kandungan terpenoid andaliman mempunyai aktivitas
antioksidan dan antimikroba, juga mempunyai efek imunostimulan. Hal ini
memberi peluang bagi andaliman sebagai bahan baku senyawa antioksidan atau
antimikroba bagi industri pangan dan industri farmasi (Batubara et al, 2017).

2.5. Andaliman
Buah andaliman memiliki aktivitas anti inflamasi dan juga telah aktivitas
antiradikal ekstrak etanol buah andaliman konsentrasi 200 ppm yang
menunjukkan daya inhibisi sebesar 61,81%. Buah andaliman digunakan untuk
mengobati pencernaan, asma, bronchitis, menghilangkan rasa sakit, penyakit
jantung, penyakit mulut gigi dan tenggorokan, serta mengobati diare. Kulit akar
dan daun digunakan untuk mengobati sakit perut, sakit gigi, batuk, dan penyakit
kelamin, rematik dan sakit pinggang. Zanthoxylum memiliki beberapa aktivitas
biologis seperti larvasida, anti-inflamasi, antioksidan, antibiotic, obat cacing,
antivirus, anti jamur. Buah andaliman mengandung senyawa aromatik dengan rasa
pedas dan getir yang khas, serta hangat. Jika dimakan meninggalkan efek
menggetarkan alat pengecap, menyebabkan lidah terasa kebal dan dapat
meningkatkan nafsu makan. Senyawa yang telah diidentifikasi dari Zanthoxylum
adalah alkaloid dan terpenoid, serta kumarin dan flavonoid (Tersiska et al, 2003).
Andaliman yang dimaserasi secara remaserasi selama 24 jam
menggunakan pelarut heksana, aseton, dan etanol memiliki aktivitas antioksidan
tertinggi pada ekstrak etanol dengan hasil pada penambahan ekstrak etanol 1000
ppm aktivitas antioksidan lebih besar dibandingkan dengan 1000 ppm α-tokoferol.
Ekstrak andaliman yng diperoleh dari maserasi bertingkat menggunakan pelarut
heksana, etil asetat, dan metanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen
pada pangan (Winarti et al, 2018)

2.8. Antimikrobia
Antimikorba adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, zat
tersebut memiliki khasiat atau kemampuan untuk mematikan/menghambat
pertumbuhan kuman sedangkan toksisitas terhadap manusia relative kecil.
Antimikroba merupakan suatu zat-zat kimia yang diperoleh/dibentuk dan
dihasilkan oleh mikroorganisme, zat tersebut mempunyai daya penghambat
aktifitas mikororganisme lain meskipun dalam jumlah sedikit. Senyawa yang
mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri banyak
terkandung di dalam tumbuhan. Beberapa senyawa antimikroba 16 antara lain
yaitu, saponin, tannin, flavonoid, xantol, terpenoid, alkaloid dan sebagainya.
Selain senyawa antimikorba yang diperoleh dari tumbuhan ada pula senyawa
antimikroba buatan, contohnya amoxilin. Pada dasarnya setiap senyawa
antimikroba memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri
dengan cara melisiskan dinding sel bakteri. Berikut adalah beberapa senyawa
antimikroba yang ada dalam tumbuhan (Adila et al, 2013).

2.7. Gambir
Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria
gambir(Hunter) Roxb. Termasuk Famili Rubiaceae dan komoditas perkebunan
rakyat. Ekstrak gambir mengandung katekin sebagai komponen utama serta
beberapa komponen lain seperti asam kateku tanat, kuersetin, kateku merah,
gambir flouresin, lemak dan lilin. Berdasarkan penelitian beberapa produk gambir
yang diolah masyarakat dari berbagai daerah sentra produksi gambir di Indonesia,
diperoleh kandungan katekin bervariasi dari 35 % sampai dengan 95%.
Kandungan katekin merupakan salah satu parameter mutu gambir yang terdapat
dalam SNI 03- 13391-2000 dan menjadi penentu utama dari mutu gambir. Hal ini
disebabkan karena katekin mempunyai nilai ekonomi yang tinggi yaitu memiliki
potensi sebagai bahan baku pada berbagai industry (Andarsuryani et al, 2014).
Kandungan katekin dalam gambir merupakan karakteristik yang menentukan
jenjang mutu gambir. Hal ini disebabkan katekin merupakan substituen utama
gambir dengan kebutuhan yang cukup banyak dalam industri dibandingkan tanin.
Katekin dalam keadaan murni memberikan rasa manis, berbentuk kristal,
berwarna putih sampai kekuningan, sedangkan tanin berasa sepat, berwarna coklat
kemerahan sampai kehitaman. Untuk mendapatkan katekin yang tinggi dapat
dilakukan melalui proses ekstraksi ulang gambir asalan. Teknologi proses
dilakukan berdasarkan perbedaan sifat kelarutan antara katekin dan tanin dalam
air. Katekin dalam keadaan murni sulit larut dalam air dingin, mudah larut dalam
air panas, larut dalam alkohol dan etil asetat (Yeni et al, 2107).
Gambir umumnya digunakan sebagai campuran dalam menyirih dan
sebagai antibakteri pada produk pangan. Hal ini karena gambir mengandung
senyawa polifenol yang disebut dengan katekin. Kemampuannya sebagai
antibakteri disebabkan karena polifenol mudah berikatan dengan senyawa organik
lain terutama protein. Katekin dapat berikatan dengan protein pada membran sel
bakteri membentuk senyawa kompleks yang menyebabkan fungsi dan peranan
membran sel akan terganggu (Pambayun et al, 2008).
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian,Jurusan
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian dan di Laboratorium Bioproses Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Indralaya pada bulan Maret 2019
sampai dengan Mei 2019.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Hotplate
stirrer, Magnetic stirrer, neraca analitik, FG/SPAG 01/2650 Texture Analyser,
termometer, water bath, centrifuge, saringan, kertas saring, kompor, pengaduk,
oven, spatula, stopwatch, timbangan, beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, pipet
volume, bolt pipet, cetakan pelat kaca, lakban, gunting dan preparat.
3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu andaliman,
tepung tapioka Rose Band (pati singkong), ekstrak gambir, agent Dimetyl
Sulfoksida, gliserol, desikator, aquades, nutrient agar, Escherichia coli.

3.3. Cara Kerja


3.3.1. Pembuatan Edible Film
Pati dilarutkan dalam akuades dengan konsentrasi 4% dengan magnetic
stirrer dan dipanaskan di atas hot plate stirrer pada suhu (60-70)°C selama 20
menit. Karagenan konsentrasi 2%; 2,5% dan 3% dilarutkan dalam akuades,
diaduk dengan magnetic stirrer dan dipanaskan di atas hot plate hingga suhu
mencapai 80°C. Kemudian ekstrak andaliman dan ekstrak gambir ditambahkan
sesuai dengan perlakuan konsenrasi dan diaduk kembali pada hot plate stirrer.
Kemudian dicampurkan dengan larutan pati pada suhu (70-80)°C, hingga
homogen. Gliserol 1% dan 1,5% dimasukkan ke dalam larutan tersebut. Larutan
edible film kemudian dituang pada plat kaca sesuai ukuran. Film pada plat kaca
dikeringkan dalam oven pada suhu 60°C selama 5-6 jam (Jacoeb et al, 2014).
3.3.2. Pembuatan Ekstrak Daun Andaliman
Pengeringan simplisia : daun andaliman dibersihkan, dan dikeringkan
anginkan,lalu dihaluskan dengan blender. Pembuatan ekstrak andaliman : serbuk
daun andaliman dimaserasi dengan etanol 96% selama ± 1 malam. Hasil maserasi
dan simplisia diperkolasi sampai didapat cairan bening. Hasil perkolasi
dipekatkan dengan evaporator sampai diperoleh ekstrak yang pekat. Pembuatan
sediaan suspensi : mengingat ekstrak andaliman digunakan sebagian tidak larut
dalam air, maka untuk mendapatkan campuran yang homogeny digunakan suatu
suspending agent Dimetyl Sulfoksida (DMSO) sebanyak 1,0% atau 1ml dalam 100
ml akuades (Batubara et al, 2017).

3.3.3. Pembuatan Ekstrak Gambir


Pengolahan untuk mendapatkan katekin dipengaruhi oleh bahan baku (daun
dan ranting tanaman gambir), peralatan ekstraksi, teknologi proses ekstraksi (suhu
dan waktu) dan pengeringan hasil ekstrak. Gambir dihaluskan, dilarutkan dengan
aquades suhu ±70°C (1:5) dan disaring menggunakan saringan dengan ukuran
bertingkat, yaitu 100 dan 200 mesh. Filtrat hasil penyaringan dienapkan selama
±20-24 jam. Endapan yang diperoleh dilanjutkan dengan pencucian ulang
menggunakan air dingin sampai diperoleh larutan kekuningan. Endapan yang
diperoleh dipres untuk memisahkan air yang tersisa, lalu dikering anginkan atau
dikeringkan dengan pengering beku (freezer) (Yeni et al, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Adila. R, Nurmiati, Anthoni. A. 2013. Uji Antimikroba Curcuma spp. Terhadap


Pertumbuhan Candida albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli., Jurnal Biologi Universitas Andalas., 2(1) :1-7.

Andarsuryani., Yohanes, A., I Wayan dan Khaswar. 2014., Prediksi Kandungan


Katekin Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) Dengan Spektroskopi Nir., Jurnal
Teknologi Industri Pertanian., 24 (1) : 43- 52.

Batubara, M. S., Emita,S dan Masitta, T. 2017., Pengaruh Pemberian Ekstrak


Etanol Daun Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium Dc.) Terhadap
Gambaran Morfologi Ovarium Mencit (Mus Musculus L.) Strain Ddw.,
KLOROFIL., 1 (1): 5-10.

Fitri. Nyoman. 2013., Butylated hydroxyanisole sebagai Bahan Aditif Antioksidan


pada Makanan dilihat dari Perspektif Kesehatan., Jurnal Kefarmasian
Indonesia. 4(1) :41-50.

Huri, D., dan Fitri, C. 2014., Pengaruh Konsentrasi Gliserol Dan Ekstrak Ampas
Kulit Apel Terhadap Karakteristik Fisik Dan Kimia Edible Film., Jurnal
Pangan dan Agroindustri., 2 (4): 29-40.

Jacoeb, A., Roni Nugraha dan Siluh, P. 2014., Pembuatan Edible Film dari Pati
Buah Lindur dengan Penambahan Glisero dan Karagenan., JPHPI., 17 (1):
14- 22.

Murni. Sri. W., Harso. P., Desi. W., dan Novita. S. 2013., Pembuatan Edible Film
dari Tepung Jagung (Zea Mays L.) dan Kitosan., Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia
untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta ISSN 1693-
4393.

Nurfajrin, Z.D., G.S. Mahendrajaya, S. Sukadarti, dan E. Sulistyowati. 2015.


Karakterisasi dan Sifat Biodegradasi Edible Film dari Pati Kulit Pisang
Nangka (Musa Paradisiaca L.) dengan Penambahan Kitosan dan Plasticizer
Gliserol., Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam
Indonesia

Pambayun. R., Murdijati. G., Slamet. dan Kapti. R. K. 2008., Ensitivitas Bakteri
Gram Positif Terhadap Katekin Yang Diekstraksi Dari Gambir (Uncaria
Gambir)., Jurnal Agritech., 28(4): 174- 180.

Prasetyaningrum. A, N. Rokhati, D.N. Kinasih, dan F.D. Novia. 2010.


Karakterisasi Bioactive Edible film Dari Komposit Alginat dan Lilin Lebah
Sebagai Bahan PengemasMakanan Biodegrdable.Seminar Rekayasa Kimia
Dan Proses., ISSN : 1411- 4216.

Rusli, A., Metusalach., Salengke dan Mulyati, M.T. 2017., Karakterisasi Edible
Film Karagenan dengan Pemlastis Gliserol., Jurnal Institut Pertanian
Bogor., 20
(2): 219-231.

Santoso, B., Antaria, M., Gatot, P dan Rindit, P. 2016., Perbaikan Sifat Fisik,
Kimia, dan Antibakteri Edible Film Berbasis Pati Ganyong., Jurnal
Agritech., 36 (4): 379-386.

Santoso, B., Gatot, P dan Rahmad, H.P. 2005., Sifat Fisik Dan Kimia Edible
Filmberantioksidan dan Aplikasinya sebagai Pengemas Primer Lempok
Durian., Jurnal Agribisnis dan Industri Pertanian., 6 (1): 77-82.

Setiani, W., Tety Sudiarti dan Lena, R. 2013., Preparasi dan Karakterisasi Edible
Film dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan., Valensi., 3 (2): 100-109.

Setyadiningrum. A., Ni Ketut. S dan Jaya. H. 2017., Sifat Fisiko-Kimia Edible


Film Agar – Agar Rumput Laut (Gracilaria sp.) Tersubtitusi Glyserol.,
Journal of Science and Technology., 6(2): 136- 143.

Sitompul. Alfredo. J. W. S dan Elok. Z. 2017., Pengaruh Jenis Dan Konsentrasi


Plasticizer Terhadap Sifat Fisik Edible Film Kolang Kaling (Arenga
Pinnata)., Jurnal Pangan dan Agroindustri., 5(1):13-25.

Supeni. G. 2012., Pengaruh Formulasi Edible Film Dari Karagenan Terhadap


Sifat Mekanik Dan Barrier., Jurnal Kimia Kemasan., 34(2): 281 – 285.

Suryanto, E., Sri Raharjo., Hardjono, S dan Tranggono. 2005., Aktivitas


Antioksidan dan Stabilitas Ekstrak Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC) Terhadap Panas, Cahaya Fluoresen dan Ultravioet.,
Makalah Penelitian., 25 (2): 63-69.

Syarifuddin, A. dan Yunianta. 2015. Karakterisasi Edible Film dari Pektin Albedo
Jeruk Bali., Jurnal Pangan dan Agroindustri., 3(4): 1538-1547.

Tensiska, C. Hanny Wijaya., Nuri.A. 2003., Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah


Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium Dc) Dalam Beberapa Sistem
Pangan X Dan Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu Dan Ph.,
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 14 (1): 29-40.

Togas. C., Siegfried. B., Roike Iwan. M., Hendry. Dan Feny. M. 2017.,
Karakteristik Fisik Edible Film Komposit Karaginan Dan Lilin Lebah
Menggunakan Proses Nanoemulsi., JPHPI., 20(3) : 468-479.
Widyastuti, E., Endaruji, S., Susy Yunita dan Irwan, N. 2017., Pengaruh
Penambahan Ekstrak Daun Sirsak Terhadap Laju Transmisi Uap Air Edible
Film Umbi Ganyong (Canna Edulis Ker.) Dan Aloe Vera L., Seminar
Nasional BAPPEDA., 33 (2): 239-244.

Winarti,C., Miskiyah dan Widaningrum. 2012., Teknologi Produksi dan Aplikasi


Pengemas Edible Antimikroba Berbasis Pati., Jurnal Litbang Pertanian., 31
(3): 85-93.

Wirawan. S. K A. Prasetya dan Ernie. 2012. Pengaruh Plasticizer Pada


Karakteristik Edible Film Dari Pektin. Journal Food Science., 14(1): 61-67

Yeni. G., Khaswar. S., Etik. M dan Hendri. M. 2017., Penentuan Teknologi
Proses Pembuatan Gambir Murni Dan Katekin Terstandar Dari Gambir
Asalan., Jurnal Litbang Industri., 7(1): 1-10.

Anda mungkin juga menyukai