Anda di halaman 1dari 2

NAMA : ARDINA

NIM : 130301074

GROUP : AET 2

Sudah Efektif kah Praktik AMDAL di Indonesia?

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) merupakan satu-satunya


instrumen pengelolaan lingkungan wajib di Indonesia yang harus dilakukan setiap
orang/pihak yang akan melakukan kegiatan dan/atau usaha. Karena itulah setiap rencana
usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL dalam proses mendapatkan izin kegiatan
dan/atau usaha harus dapat melampirkan dokumen dan surat keputusan kelayakan lingkungan
sebagai hasil proses studi AMDAL.

Indonesia Amdal sendiri pertama kali diperkenalkan dalam UU Nomor 4 tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya diubah
dengan UU nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ketentuan dalam
Undang-undang selanjutnya diatur peraturan pelaksana melalui ditetapkannya Peraturan
Pemerintah nomor 29 tahun 1986 yang selanjutnya diubah dan diganti dengan PP nomor 51
tahun 1993 yang juga telah diubah dengan PP No. 27 tahun 1999 Tentang Amdal.

Pertanyaan yang sekarang muncul adalah apakah dengan telah di tetapkan UU Nomor
4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup praktik
AMDAL sudah efektif?

Efektifitas suatu kajian AMDAL sangat dipengaruhi oleh pihak-pihak dalam proses
kajian, pembahasan hasil dan penetapan status hasil kajian AMDAL. Meningkatkan kualitas
dan integritas pihak-pihak dimaksud akan sangat berbanding lurus dengan kualitas dan
efektifitas dokumen AMDAL sebagai salah satu instrumen wajib pengelolaan lingkungan di
Indonesia.

Menurut Prastowo, jawabannya apakah praktik AMDAL efektif atau tidaknya ada
pada komitmen pemerintah dalam menegakkan peraturan dan perundangan lingkungan.
Komitmen komisi amdal dan komitmen pemerakarsa juga sangat penting, bagaimana mereka
berkomitmen dengan dokumen Amdal yang disusun.

Jawaban selanjutnya ada pada kualitas dokumen Amdal itu sendiri sebagai perangkat
manajemen lingkungan. Sederhana saja, jika dokumen Amdal sudah berkualitas dan
stakeholdersnya berkomitmen barulah dokumen amdal itu efektif sebagai salah satu
perangkat manajemen lingkungan dalam perannya melakukan pengelolaan lingkungan.

“Oleh karena itu, diperlukan pedoman baik dalam menyusun, dalam menulis, dan
melaksanakan sehingga komitmen dan kualitas dapat dihasilkan”, ujarnya.
Sementara itu Kepala PPLH LPPM IPB, Dr.Ir. Hefni Effendi, M.Phil, menyayangkan ada
penerapan izin lingkungan di tingkat daerah yang berbeda-beda.Penerbitan izin lingkungan di
tingkat pusat (KLH) sekarang ini sudah berjalan sebagaimana mekanisme yang diatur dalam
PP No 27 tahun 2012. Namun penerapan izin lingkungan di tingkat daerah sangat berbeda.
Ada daerah yang memberikan kelonggaran bahwa walaupun belum ada izin lingkungan,
namun pelaku usaha sudah diperkenankan melakukan kegiatan usahanya.

Di sisi lain, para aparat penegak hukum di daerah menginterpretasikan bahwa izin
lingkungan adalah harga mati, artinya pelaku usaha belum boleh melakukan kegiatan
usahanya jika belum mengantongi izin lingkungan.

“Kesenjangan ini perlu dicarikan jalan keluarnya oleh KLH, mengingat hal ini akan
membuat para pelaku usaha di daerah menjadi ambigu. Dengan spirit ingin menepis bahwa
izin lingkungan justru memperpanjang birokrasi lingkungan, maka permasalahan penerapan
izin lingkungan di daerah ini harus menjadi perhatian utama KLH, sehingga ada kepastian
hukum bagi para pelaku usaha,” ujarnya.

Efektiitas pelaksanaan AMDAL juga perlu ditingkatkan karena beberapa fakta


menunjukan bahwa pada kenyataannya :
a. Pemrakarsa baru menyusun AMDAL setelah izin mulainya kegiatan dikeluarkan,
artinya Amdal tidak berperan sebagai alat pembantu pengambilan keputusan

b.Pemrakarsa masih memandang AMDAL sebagai tambahan biaya ketimbang alat


pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan yang terdapat dalam RKL-
RPL belum berorientasi pada langkah-langkah untuk penurunan biaya

c. Perencanaan AMDAL sebagai bahan studi kelayakan masih lemah karena sering
kali terlambat dilaksanakan setelah aspek ekonomi dan teknis dinyatakan layak.
Dengan demikian rendah sekali kemungkinan bagi hasil studi Amdal untuk
memberikan masukan perbaikan dan masukan alternatif bagi kegiatan

d. AMDAL disusun dengan kualitas rendah dan cenderung tidak fokus

e. Penilai AMDAL belum mampu mengarahkan agar kualitas AMDAL dapat


ditingkatkan, masih banyak dokumen yang berkualitas rendah diloloskan juga dengan
berbagai alasan (Wahyono dkk, 2012).

Anda mungkin juga menyukai