MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KUALITAS DAYA
yang dibina oleh Ibu Sulistyowati
Oleh
1
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah dengan lingkungan yang lembab seperti di Indonesia ini, kemungkinan
terjadinya sambaran petir sangatlah tinggi. Seiring dengan tingginya curah hujan, semakin
tinggi pula intensitas sambaran petir yang terjadi. Hal ini disebabkan karena hujan akan
membuat udara menjadi lembab dan petir akan semakin mudah menyambar bumi. Tercatat
bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah hari guruh terbanyak di dunia yaitu mencapai
180-260 hari guruh per tahun.Oleh karena itu gangguan terhadap jaringan tenaga listrik akibat
sambaran petir atau yang disebut dengan surja petir, juga banyak terjadi [1].
Surja petir merupakan faktor yang lebih dominan dalam menimbulkan tegangan lebih
transien pada jaringan tenaga listrik dengan tingkat tegangan di bawah 230 kV, dibandingkan
dengan faktor surja hubung. Sedangkan pada tingkat tegangan 230 kV ke atas, surja hubung
merupakan faktor yang lebih dominan dalam menimbulkan tegangan lebih transien
dibandingkan dengan faktor surja petir [2].
Maka penelitian mengenai tegangan lebih transien akibat sambaran petir yang terjadi
di sepanjang saluran distribusi tegangan menengah 20 kV sangat diperlukan untuk mengetahui
profil dan karakteristik tegangan lebih tersebut. Karena informasi mengenai profil dan
karakteristik tegangan lebih transien yang terjadi pada suatu jaringan tenaga listrik diperlukan
sekali dalam perencanaan koordinasi isolasi dan sistem proteksi [3].
Dalam penelitian ini distribusi tegangan surja petir yang terjadi di penyulang
Kentungan 2 diamati ketika terjadi sambaran petir. Hal ini dapat digunakan untuk bahan
pertimbangan dalam merencanakan peralatan perlindungan terhadap kerusakan peralatan
karena sambaaran petir.
2
II. DASAR TEORI
A. Petir
Muatan awan bawah yang negatif akan menginduksi permukaan tanah menjadi positif
sehingga terbentuklah medan listrik antara awan dan tanah (permukaan bumi). Semakin besar
muatan yang terdapat di awan, semakin besar pula medan listrik yang terjadi dan bila kuat
medan listrik tersebut telah melebihi kemampuan isolasi udara antara awan dan tanah, maka
akan terjadi pelepasan muatan listrik. Peristiwa inilah yang disebut dengan petir [4]. Secara
lebih detil, proses sambaran petir digambarkan seperti Gambar 1
B. Jaringan Distribusi
Sistem Distribusi Tegangan Menengah mempunyai tegangan kerja di atas 1 kV dan setinggi-
tingginya 35 kV. Jaringan distribusi Tegangan Menengah berawal dari Gardu Induk/Pusat Listrik
pada sistem terpisah/isolated. Pada beberapa tempat berawal dari pembangkit listrik. Bentuk jaringan
dapat berbentuk radial atau tertutup (radial open loop) seperti tampak padaGambar 2.
3
C. Teori Tegangan Lebih
Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik perlu mendapat perhatian lebih mengenai proteksi
terhadap tegangan lebih [6].Magnitude tegangan lebih tersebut di atas sangat berpengaruh terhadap
ketahanan bahan isolasi pada peralatan sistem tenaga listrik.
1) Surja Petir : Surja Petir adalah gejala tegangan lebih transien yang disebabkan oleh sambaran
petir baik secara langsung maupun tidak langsung yang terjadi pada sebuah rangkaian listrik.
Bentuk gelombang Surja Petir dapat didefinisikan sebagai sebuah tegangan impuls yaitu,
tegangan yang naik dalam waktu yang sangat singkat disusul dengan penurunan ke nilai
tegangan nol yang lambat. Bentuk gelombang Surja Petir seperti tampak pada Gambar 3.
2) Gelombang Berjalan: Gelombang tegangan bergerak maju secara gradual ke ujung saluran
dengan menimbulkan gelombang arus ekivalen juga akibat dari proses pemuatan-peluahan
(charge-discharge) komponen kapasitans dan induktans yang ada pada saluran distribusi.
Propagasi gelombang tegangan dan arus ini disebut gelombang berjalan (traveling wave)
dan gelombang ini kelihatan seolah-olah tegangan dan arus berjalan sepanjang saluran.
Propagasi gelombang berjalan bergantung pada impedans karakteristik saluran yang nilainya
dapat dihitung dengan persamaan (1).
Dengan Zc adalah impedans surja atau karakteristik (ohm), L adalah induktans saluran (H/m),
dan C adalah kapasitans saluran (F/m)
3) Gelombang Pantul: Jika suatu saluran distribusi tersambar petir pada salah satu ujungnya,
maka suatu gelombang tegangan VR+mulai berjalan sepanjang saluran kemudian diikuti oleh
suatu gelombang arus IR+. Dengan adanya resistansi penutup ZR akan menimbulkan
gelombang-gelombang yang berjalan ke belakang atau gelombang-gelombang pantulan
4
yang nilainya di ujung adalah VR- dan IR-. Persamaan (2) menunjukkan ρR sebagai
perbandingan amplitudo gelombang pantul terhadap gelombang datang yang disebut dengan
koefisien pantul. Dengan menghitung nilai koefisien pantul menggunakan persamaan(3),
maka nilai amplitudo gelombang pantul bisa dihitung. Kemudian, nilai amplitudo
gelombang yang ditimbulkan di sisi penerima merupakan penjumlahan amplitudo
gelombang datang dan gelombang pantul seperti persamaan(4).
dengan V- adalah amplitude gelombang pantul (volt), V+ adalah amplitude gelombang datang
(volt), ρR adalah koefisien gelombang pantul, ZR adalah impedans penutup sisi penerima
(ohm), dan ZC adalah impedans karakteristik atau surja(ohm).
D. Parameter Saluran
1) Resistans :Jika tidak ada keterangan lain, maka yang dimaksud dengan istilah
resistans adalah resistans efektif. Resistan efektif sebuah penghantar adalah sama dengan resistans
arus searah (DC) pada penghantar tersebut jika terdapat distribusi arus yang merata di seluruh
penghantar. Resistans DC diberikan oleh persamaan. Resistans dari suatu penghantar saluran tenaga
listrik adalah penyebab yang utama untuk rugi-rugi daya pada saluran tersebut.
2) Induktans :Suatu penghantar yang dialiri arus listrik akan menghasilkan fluks
gandeng (flus linkages) per satuan arus saluran sepanjang penghantar tersebut. Di sisi lain, sebuah
penghantar juga bersifat layaknya sebuah induktor karena bentuknya yang berserat. Nilai induktans
saluran bisa dihitung dengan persamaan (5) dengan nilai jarak ekivalen yang bisa dihitung dengan
persamaan(6).
Dengan deq adalah nilai jarak ekivalen (m), d1 d2 dan d3 adalah jarak antar penghantar (m), dan L
adalah indukatns saluran (H/m)
3) Kapasitans : Suatu penghantar pada saluran tenaga listrik mempunyai beda potensial
Antara penghantar yang satu dengan penghantar yang lainnya. Apabila dua buah penghantar yang
mempunyai beda potensial dan dipisahkan oleh suatu ruang bebas atau bahan dielektrik, maka akan
5
menghasilkan muatan kapasitif di antara kedua penghantar tersebut yang nilainya biasa dihitung
dengan persamaan (7).
dengan C adalah kapasitansi saluran (F/m), k adalah permitivitas bahan dielektrik (8,855x10-12),
deq adalah nilai jarak ekivalen (m), dan r adalah jari-jari penghantar (m)
6
III. METODE PENELITIAN
Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah mengenai distribusi tegangan lebih
yang terjadi pada jaringan distribusi tegangan menengah 20 kV penyulang Kentungan 2
Yogyakarta, yang memiliki panjang kurang lebih 17,3 kms, pada saat terjadi sambaran petir
pada saluran tersebut. Untuk itu dilakukan simulasi terhadap jaringan distribusi tegangan
menengah 20 kV penyulang Kentungan 2 Yogyakarta dengan menggunakan ATP. Diawali
dengan memodelkan saluran tersebut menjadi rangkaian ekivalen seperti Gambar 4
Dari gambar tersebut, satu unit LCC mewakili saluran distribusi 20 kV 3 fasa 4 kawat
dengan panjang yang berbeda-beda, yaitu:
1. Antara A dan B panjangnya 2,44 km
2. Antara B dan C panjangnya 0,90 km
3. Antara C dan D panjangnya 1,30 km
4. Antara D dan E panjangnya 0,65 km
5. Antara E dan F panjangnya 0,20 km
6. Antara F dan G panjangnya 2,00 km
7. Antara B dan H panjangnya 0,10 km
8. Antara C dan I panjangnya 2,44 km
9. Antara D dan J panjangnya 2,44 km
10. Antara E dan K panjangnya 2,44 km
11. Antara F dan L panjangnya 2,44 km
7
Kemudian dilanjutkan dengan simulasi dengan memvariasikan lokasi sambaran,
tegangan puncak, waktu muka dan waktu ekor gelombang impuls petir. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat melalui diagram alir pada Gambar 5.
8
IV. HASIL PEMBAHASAN
Pada kenyataannya petir tidak bisa diprediksi.Petir bisa menyambar dimana saja dan
dengan spesifikasi gelombang impuls yang sangat bervariasi. Oleh karena itu, pada penelitian
ini, akan disimulasikan berbagai kondisi yang mungkin terjadi.
9
Setelah diketahui nilai induktans dan kapasitans saluran, maka bisa dihitung nilai
impedans karakteristiknya (Zc).
Nilai koefisien pantul di ujung penerima bisa dihitung dengan persamaan 2.6, dengan
asumsi nilai impedans di ujung penerima adalah impedans standar (default) yang diberikan
oleh ATP sama yaitu 500 Ω, maka :
Jika dibandingkan dengan hasil simulasi dengan ATP yang bernilai 67.048 kV maka
error yang terjadi sebesar
10
Hasil lain yang diperoleh yaitu lokasi sambaran petir yang menghasilkan tegangan lebih
surja petir yang paling tinggi di tiap fasanya seperti yang tampak pada Tabel 1.
TABEL 1.LOKASI SAMBARAN PETIR DENGAN TEGANGAN LEBIH SURJA PETIR TERTINGGI DI TIAP FASA
Disisi lain, fasa A dan B akan mengalami tegangan lebih yang disebabkan oleh induksi
elektromagnetik, kopling kapasitif, dan beberapa faktor lain. Induksi elektromagnetik
disebabkan oleh adanya arus yang mengalir di fasa C akibat sambaran petir, Ketika ada arus
mengalir pada sebuah penghantar, maka akan timbul fluks magnet dan menginduksi
penghantar lain di dekatnya. Sedangkan kopling kapasitif disebabkan oleh timbulnya
kapasitansi karena adanya perbedaan tegangan antara dua penghantar (antar fasa) yang terpisah
oleh udara (bahan dielektrik) atau bisa disebut dengan stray capacitors.
Gambar 7. Grafik pengaruh perubahan tegangan puncak petir terhadap tegangan lebih surja petir
11
Hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan tegangan puncak gelombang impuls petir akan
menyebabkan kenaikan tegangan lebih surja petir yang bersifat linear. Hal ini disebabkan
karena jaringan dalam kondisi tidak bertegangan sehingga ketika tegangan puncak sambaran
petir naik, tegangan lebih juga akan meningkat. Kondisi ini berlaku untuk semua kondisi dan
lokasi baik untuk sambaran langsung maupun tidak langsung (tegangan lebih surja petir akibat
induksi). Standard PT. PLN menyebutkan bahwa BIL untuk trafo distribusi adalah 125 kV,
maka system proteksi petir untuk jaringan distribusi tegangan menengah 20 kV harus mampu
mengatasi sambaran petir langsung dengan tegangan puncak 70 kV (menimbulkan tegangan
lebih sebesar 146 kV) dan sambaran petir tidak langsung dengantegangan puncak 140 kV
(menimbulkan tegangan lebih sebesar 127-139 kV). Karena tegangan lebih surja petir yang
timbul dari hasil simulasi menunjukkan nilai yang melebihi BIL.
12
mukalebih besar dari 10 µs, membuat gelombang impuls secara keseluruhan akan semakin
landai sehingga osilasi yang terjadi juga tidak maksimal.
Hasilnya menunjukkan bahwa perubahan nilai tegangan lebih surja petir sebanding
dengan perubahan waktu ekor gelombang impuls petir.Semakin besar nilai waktu ekor
gelombang impuls petir menyebabkan nilai tegangan lebih surja petir juga meningkat.Hal ini
disebabkan karena waktu ekor yang panjang akan menghasilkan osilasi yang lama sehingga
amplitude puncaknya akan lebih besar. Layaknya memberikan kesempatan lebih lama untuk
gelombang impuls petir membentuk osilasi.Kondisi ini terjadi pada semua fasa baik A, B,
maupun C.
13
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa diperoleh dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Sambaran petir pada jaringan distribusi tegangan menengah 20 kV baik secara langsung
maupun tidak langsung, akan menimbulkan tegangan lebih surja petir di sepanjang
saluran tersebut.
2. Tegangan lebih surja petir paling tinggi yang timbul di fasa A terjadi di titik K ketika
petir menyambar titik E yaitu 31875 V, di fasa B terjadi di titik L ketika petir menyambar
titik F yaitu 34931 V, dan di fasa C terjadi di titik A ketika petir meynabar titik C yaitu
73365 V.
3. Kenaikan tegangan puncak gelombang impuls petir akan meningkatkan tegangan lebih
surja petir secara linear. Hal ini disebabkan karena jaringan dalam kondisi tidak
bertegangan sehingga ketika tegangan puncak sambaran petir naik, tegangan lebih juga
akan meningkat.
4. Kenaikan waktu muka dimulai dari 10 µs akan menurunkan tegangan lebih surja petir
yang timbul, sebelum itu kenaikan waktu muka akan meningkatkan tegangan lebih surja
petir yang timbul. Hal ini disebabkan karena waktu muka yang singkat membuat osilasi
yang terjadi belum maksimal. Sedangkan ketika waktu mukalebih
besar dari 10 µs, membuat gelombang impuls secara keseluruha akan semakin landai
sehingga osilasi yang terjadi juga tidak maksimal.
5. Semakin lama waktu ekor sebuah gelombang impuls petir, akan meningkatkan tegangan
lebih surja petir yang timbul. Hal ini disebabkan karena waktu ekor yang panjang akan
menghasilkan osilasi yang lama sehingga amplitude puncaknya akan lebih besar.
14
B. Saran
Beberapa saran yang bisa penulis sampaikan berdasarkan penelitian ini adalah:
1. Ada jenis konfigurasi jaringan distribusi lain yang ada di Indonesia seperti
konfigurasi loop yang mempunyai karakteristik yang berbeda sehingga tegangan
lebih surja petir yang timbul juga akan berbeda.
2. Selain jenis jaringan distribusi 3 fasa 4 kawat, masih ada jenis 3 fasa 3 kawat yang
akan mengasilkan karakteristik tegangan lebih surja petir yang berbeda pula.
15
DAFTAR PUSTAKA
[2] Stevenson, W. D. (1990). Analisis Sistem Tenaga Listrik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
[3] Yuniarto. (2002). Analisis Tegangan Lebih Transien Karena Proses Pemberian Tenaga
Pada Saluran Transmisi 500 kV Dengan Menggunakan EMTP. Semarang: Program
Studi Diploma III Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
[4] BMKG, B. M. (2010). Petir. Retrieved Oktober 12, 2013, from Badan Meteorolodi,
Klimatologi dan Geofisika:
http://www.bmkg.go.id/RBMKG_Wilayah_10/Geofisika/petir.bmkg
[5] PT PLN, P. (2010). Buku 1 Kriteria Disain Enjinering Konstruksi Jaringan Distribusi
Tenaga Listrik. Jakarta: PT PLN (Persero).
[6] Arismunandar, A. (2001). Teknik Tegangan Tinggi. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
16