Anda di halaman 1dari 8

A.

DEFINISI
Menurut Kamus Kedokteran Dorland (2002), sinusitis adalah peradangan sinus,
biasanya sinus paranasales; mungkin purulen atau nonpurulen, akut atau kronik.
Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini banyak
dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya didahului oleh infeksi saluran napas atas.
(PC INFEKSI).
Tipe-tipe peradangan ini dinamakan sesuai dengan sinus yang terkena. Ethmoid
sinusitis adalah peradangan sinus ethmoidalis, disebut juga ethmoiditis. Frontal sinusitis
adalah peradangan sinus frontalis. Maxillary sinusitis adalah peradangan sinus maxillaris,
disebut juga antritis. Sphenoid sinusitis adalah peradangan sinus sphenoidalis, disebut
juga sphenoiditis. (Kamus Kedokteran Dorland, 2002)

Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut yaitu infeksi pada sinus paranasal
sampai dengan selama 30 hari baik dengan gejala yang menetap maupun berat. Gejala
yang menetap yang dimaksud adalah gejala seperti adanya keluaran dari hidung, batuk di
siang hari yang akan bertambah parah pada malam hari yang bertahan selama 10-14 hari,
yang dimaksud dengan gejala yang berat adalah di samping adanya sekret yang purulen
juga disertai demam (bisa sampai 39ºC) selama 3-4 hari. Sinusitis berikutnya adalah
sinusitis subakut dengan gejala yang menetap selama 30-90 hari. Sinusitis berulang
adalah sinusitis yang terjadi minimal sebanyak 3 episode dalam kurun waktu 6 bulan atau
4 episode dalam 12 bulan2. Sinusitis kronik didiagnosis bila gejala sinusitis terus
berlanjut hingga lebih dari 6 minggu.55 Sinusitis bakteri dapat pula terjadi sepanjang
tahun oleh karena sebab selain virus, yaitu adanya obstruksi oleh polip, alergi, berenang,
benda asing, tumor dan infeksi gigi. Sebab lain adalah immunodefisiensi, abnormalitas
sel darah putih dan bibir sumbing.

B. ETIOLOGI
Adapun penyebab sinusitis umumnya adalah karena adanya infeksi yang diinisiasi oleh
mikroorganisme, yaitu:

1. Sinusitis virus akut Mayoritas utama oleh sinusitis episodik adalah disebabkan oleh
infeksi virus. Kebanyakan virus Infeksi Saluran Pernafasan Atas adalah disebabkan
rhinovirus. Akan tetapi korona virus, influenza A dan B, parainfluenza, adenovirus,
dan enterovirus adalah agen kausatif. Virus rhinovirus, influenza, dan paravirus
adalah virus primer patogenik, pada 315% pasien dengan sinusitis akut. Sekitar 0,5%-
2%, pasien dengan sinusitis viral bisa berlanjut menjadi sinusitis bakterial akut (Ah
See K, 2008)
2. Sinusitis bakterial akut Sangat sering terkait dengan Infeksi Saluran Pernafasan Atas
oleh virus, dan juga alergi, trauma, neoplasma, granulomatosa dan penyakit inflamasi,
faktor lingkungan, infeksi gigi, variasi anatomi. Hal ini diakibatkan karena perannya
yang bisa merusak mukosilia normal dan akan mempredisposisi infeksi bakterial.
Antara lain adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis. (Itzhak Brook, 2012)
3. Invasif sinusitis fungal akut Sangat jarang sinusitis disebabkan oleh fungi. Sinusitis
fungi (cth, sinusitis fungal allergi) akan terlihat serupa dengan kelainan saluran napas
bagian bawah dan bronchopulmonarry asppergillos allergy. Bipolaris dan spesies
Curvullaria adalah fungi yang paling sering terdapat pada sinusitis fungal alergi
Data yang paling meyakinkan menyebutkan, pada dewasa disebabkan oleh
Haemophyllus Influnzae dan Streptococcus Pneumoniae sebagai patogen yang paling
sering ditemukan. Hal ini terhitung dengan 65% strains bakteri yang signifikan
ditemukan. Bakteri lainnya yang terlibat antara lain Neisseria sp., Streptococcus
pyogenes (grup A), dan streptococcus alpha-haemolytic. Untuk infeksi campuran
akan didapati dengan pertumbuhannya yang berat, akan tetapi kultur yang paling aktif
tumbuh adalah organisme yang tunggal. Ditemukan 11 virus dari 70 spesimen positif;
antara lain 6 rhinovirus, 3 virus influenza A dan 2 virus parainfluenza. (Ellen, R.
Wald, 1985)

C. PATOFISIOLOGI
Sinus paranasal adalah bagian dari traktus respiratorius yang berhubungan
langsung dengan nasofaring. Sinus secara normal steril. Dengan adanya obstruksi, flora
normal nasofaringeal dapat dapat menyebabkan infeksi.
Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan
akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendirnya berhadapan akan
saling bertemu, dan lender tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan
ventiLasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi
mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya
bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi
lender, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan
jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.

D. FAKTOR RESIKO
Kondisi lain yang menyebabkan berkembangnya obstruksi sinus dan rentan
menjadi sinusitis adalah :
1. Alergi. Inflamasi yang terjadi bersama alergi mungkin memblok sinus.
2. Deviasi septum nasi. Hal ini akan membatasi atau memblok aliran sinus,
menciptakan lingkungan untuk infeksi.
3. Polip nasal. Pertumbuhan jaringan lunak ini mungkin membatasi aliran nasal,
memperlambat drainase dan memudahkan infeksi berkembang.
4. Kondisi sakit yang lain. Penderita cystic fibrosis atau HIV dan penyakit
defisiensi imun.
5. ISPA yang disebabkan oleh virus
6. Pemakaian “nasogastric tube”
E. PENYEBAB

Infeksi virus, bakteri atau jamur dari traktus respiratori atas lokasi lintasan udara
pada hidung, faring, sinus-sinus dan tenggorokan terbasuk infeksi virus yang
menyebabkan common cold, dapat berperan penting menjadi sinusitis. Jika infeksi seperti
cold inflames dan membrane mukosa hidung bengkak,pembengkakan membrane dapat
menyebabkan obtruksi sinus sehingga cairan mukosa tidak dapat keluar. Karena saluran
pembuang tertutup, sehingga tercipta lingkungan yang mana bakteri dan virus
terperangkap pada sinus dan berkembang biak.11,12,18

Sinusitis bakteri akut umumnya berkembang sebagai komplikasi dari infeksi virus
saluran napas atas.25 Bakteri yang paling umum menjadi penyebab sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Patogen
yang menginfeksi pada sinusitis kronik sama seperti pada sinusitis akut dengan ditambah
adanya keterlibatan bakteri anaerob dan S. aureus.

F. GEJALA KLINIS
Tanda lokal sinusitis adalah hidung tersumbat, sekret hidung yang kental
berwarna hijau kekuningan atau jernih, dapat pula disertai bau, nyeri tekan pada wajah di
area pipi, di antara kedua mata dan di dahi. Tanda umum terdiri dari batuk, demam tinggi,
sakit kepala/migraine, serta menurunnya nafsu makan, malaise.47

Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama
pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari. Gejala subjektif
terdiri dari gejala sistemik, yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu hidung
tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (post nasal drip),
halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena,
serta kadang nyeri alih ke tempat lain. Pada sinusitis maksila, nyeri terasa dibawah
kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus, hingga terasa di gigi. Nyeri alih terasa di
dahi dan depan telinga. Pada sinusitis etmoid, nyeri di pangkal hidung dan kantus medius,
kadang-kadang nyeri di bola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan.
Nyeri alih di pelipis. Pada sinusitis frontal, nyeri terlokalisasi di dahi atau di seluruh
kepala. Pada sinusitis sfenoid, rasa nyeri di verteks, oksipital, retro orbital, dan di sfenoid.
Sinusitis dapat dicurigai bila ditemukan 2 kriteria mayor + 1 minor atau 1 mayor + 2
minor (W, Fokkers; V, Lund; J, Mullol: 2007).

Tabel Karakteristik Mayor dan Minor Sinusitis


Kriteria Mayor Kriteria Minor
Nyeri wajah/nyeri wajah saat ditekan Sakit kepala
Kongesti/rasa penuh di wajah Demam dan lemas
Sumbatan hidung Halitosis
Sekret nasal purulen/aliran post nasal Sakit gigi
berubah warna
Hiposmia/anosmia Batuk
Demam (akut) Nyeri, rasa tertekan, penuh pada telinga

Gejala objektif, tampak pembengkakan di daerah muka. Pada sinusitis maksila


terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak
mata atas, pada sinusitis etmoid jarang bengkak, kecuali bila ada komplikasi. Pada
rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila,
frontal, dan etmoid anterior tampak mukopus di meatus medius. Pada sinusitis etmoid
posterior dan pada sfenoid, tampak nanah keluar dari meatus superior. Pada rinoskopi
posterior tampak mukpus di nasofaring (post nasal drip). Pada anak dengan demam tinggi
(>39oC), ingus purulen, dan sebelumnya menderita infeksi saluran nafas atas, patut
dicurigai adanya sinusitis akut, terutama jika tampak edema periorbital yang ringan.
Khusus pada anak-anak, gejala batuk jauh lebih hebat pada siang hari tetapi terasa sangat
mengganggu pada malam hari, kadang disertai serangan mengi. Keluhan sinusitis akut
pada anak kurang spesifik dibandingkan dewasa. Anak sering tidak mengeluh sakit
kepala dan nyeri muka. Biasaya yang terlibat hanya sinus maksila dan etmoid. (Kapita
Selekta Kedokteran, 2001)

G. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis adalah melalui pemeriksaan klinis THT, aspirasi sinus yang
dilanjutkan dengan kultur dan dijumpai lebih dari 104/ml koloni bakteri, pemeriksaan
x-ray dan CT scan (untuk kasus kompleks). Sinusitis viral dibedakan dari sinusitis
bakteri bila gejala menetap lebih dari 10 hari atau gejala memburuk setelah 5-7 hari.
Selain itu sinusitis virus menghasilkan demam menyerupai sinusitis bakteri namun
kualitas dan warna sekret hidung jernih dan cair.24

Pemeriksaan Penunjang
1. Transiluminasi
Akan memberikan informasi objektif atas kondisi sinus maksila dan frontal. Jika
sinus normal, tiga hal harus diperhatikan: (1) refleks pupil merah, (2) bayangan
sinar bulan sabit yang sesuai dengan posisi kelopak mata bawah, (3) sensasi
sinar dalam mata jika kelopak mata tertutup.
2. Cairan Radioopak
Dengan menyuntikkannya ke dalam sinus, terlebih pada sinus maksila dan
sfenoid. Dengan adanya cairan itu rongga sinus tampak jelas tergambar, shingga
penebalan mukosa dan adanya polip dapat diketahui, dan ketidaksamaan ukuran
dan bentuk dapat tergambar dengan tepat. Mukosa yang sakit tampak sebagai
daerah yang tidak terisi, diantara massa minyak dan tepi tulang. (Ballenger, 1997)

Diagnosa dan Terapi


a. Metode pertukaran (Displacement)
Hal ini agar obat dapat masuk ke sel-sel etmoid, sinus maksila dan sfenoid.
Tekniknya adalah kepala pasien diturunkan ke posterior, sehingga dagu dan
kanalis auditorius eksterna berada dalam satu garis vertikal. Kemudian cavum
nasi pada satu sisi diisi dengan 2 sampai 3 ml cairan radioopak yang
dipertukarkan. Dengan memiringkan kepala ke sisi homolateral akan
meningkatkan kemungkinan cairan menutupi ostium sinus. Saat pasien
menaikkan palatum molenya, tekanan negatif 180 mmHg diberikan secara hilang
timbul di nares pada sisi yang diisi, dan pada sisi lainnnya ditutup dengan jari.
Roentgen diambil pada 24 dan 72 jam untuk memastikan waktu pengosongan.
Pada keadaan normal, sinus harus kosong dalam 96 jam.

b. Irigasi diagnostic
Pada banyak kasus, diagnosis pasti akan adanya pus tidak dapat diketahui tanpa
irigasi diagnostik. Hal ini dilakukan dengan cara sama seperti untuk terapi,
melalui ostium alami atau melalui pungsi. Bahan untuk kultur atau usapan dapat
diambil dari cairan pada saat pencucian. (Ballenger, 1997)

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul akibat sinusitis yang tidak tertangani dengan baik adalah :
• Meningitis
• Septikemia
Sedangkan pada sinusitis kronik dapat terjadi kerusakan mukosa sinus, sehingga
memerlukan tindakan operatif untuk menumbuhkan kembali mukosa yang sehat.2

I. PENATALAKSANAAN
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik sampai semua gejala hilang.
Jenis amoksisilin, ampisilin, eritromisin, sefaklor monohidrat, asetil sefuroksim,
trimetoprim sulfometoksazol, amoksisilin-asam klavulanat, dan klaritromisin telah
terbukti secara klinis. Jika dalam 48-72 jam tidak ada perbaikan klinis, diganti dengan
antibiotik untuk kuman yang menghasilkan beta laktamase, yaitu amoksisilin dan
ampisilin dikombinasi dengan asam klavulanat. Diberikan pula dekongestan untuk
memperlancar drainase sinus. Bila perlu diberikan analgesik untuk menghilangkan nyeri;
mukolitik untuk mengencerkan, meningkatkan kerja silia, dan merangsang pemecahan
fibrin. Pemberian steroid intranasal, kadang diperlukan untuk mengurangi edema di
daerah kompleks osteomeatal, terutama bila dicetuskan oleh alergi. Apabila terdapat
komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau nyeri yang hebat akibat tertahannya sekret
oleh sumbatan, sehingga perlu dirujuk untuk dilakukan tindakan bedah. (Kapita Selekta
Kedokteran, 2001)

J. Kriteria pengobatan berdasarkan DEPKES


OUTCOME Membebaskan obstruksi, mengurangi viskositas sekret, dan
mengeradikasi kuman
Antibiotika yang dapat dipilih pada terapi sinusitis2,47

Agen Antibiotika Dosis

Lini pertama

Amoksisilin/Amoksisilin-clav Anak: 20-40mg/kg/hari terbagi dalam 3


dosis /25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis
Dewasa: 3 x 500mg/ 2 x 875 mg

Kotrimoxazol Anak: 6-12mg TMP/30-60mg


SMX/kg/hari terbagi dlm 2 dosis Dewasa:
2 x 2tab dewasa

Eritromisin Anak: 30—50mg/kg/hari terbagi setiap 6


jam Dewasa: 4 x 250-500mg

Doksisiklin Dewasa: 2 x 100mg

Lini kedua

Amoksi-clavulanat Anak: 25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis


Dewasa:2 x 875mg

Cefuroksim 2 x 500mg

Klaritromisin Anak:15mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis


Dewasa: 2 x 250mg

Azitromisin 1 x 500mg, kemudian 1x250mg selama 4


hari berikutnya.

Levofloxacin Dewasa:1 x 250-500mg


SINUSITIS KRONIK

Amoksi-clavulanat Anak: 25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis


Dewasa:2 x 875mg

Azitromisin Anak: 10mg/kg pada hari 1 diikuti 5mg/kg


selama 4 hari berikutnya Dewasa: 1x500mg,
kemudian 1x250mg selama 4 hari

Levofloxacin Dewasa: 1 x 250-500mg

1) TERAPI POKOK

Terapi pokok meliputi pemberian antibiotika dengan lama terapi 10-14 hari,
kecuali bila menggunakan azitromisin. Secara rinci antibiotika yang dapat dipilih tertera
pada tabel 3.1. Untuk gejala yang menetap setelah 10-14 hari maka antibiotika dapat
diperpanjang hingga 10-14 hari lagi. Pada kasus yang kompleks diperlukan tindakan
operasi.

2) TERAPI PENDUKUNG

Terapi pendukung terdiri dari pemberian analgesik dan dekongestan. Penggunaan


antihistamin dibenarkan pada sinusitis yang disebabkan oleh alergi 47, namun perlu
diwaspadai bahwa antihistamin akan mengentalkan sekret. Pemakaian dekongestan
topikal dapat mempermudah pengeluaran sekret, namun perlu diwaspadai bahwa
pemakaian lebih dari lima hari dapat menyebabkan penyumbatan berulang.

Anda mungkin juga menyukai