Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR NASAL

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontunuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk dan bahkan
kontraksi otot eksterm. (Brunner dan suddarth ,2010).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh ruda paksa (Mansjoer, 2007).
Fraktur tulang hidung dapat mengakibatkan terhalangnya jalan pernafasan dan
deformitas pada hidung. Jenis dan kerusakan yang timbul tergantung pada kekuatan, arah dan
mekanismenya. Terdapat beberapa jenis fraktur hidung antara lain (Robinstein, 2011).
B. Anatomi Fisiologi Hidung
Os nasal dipasangkan menyokong setengah bagian atas piramida nasal. Setiap os nasal
berartikulasi secara lateral dengan prosesus frontal os maxilla dan berproyeksi secara anterior
ke arah garis tengah. Bagian superior, os nasal tebal dan berartikulasi dengan os frontal.
Bagian inferior, os nasal menjadi tipis, dan berartikulasi dengan kartilago lateral atas.
Akibatnya, sebagian besar fraktur os nasal terjadi pada setengah bagian bawah os nasal.
Septum bagian posterior terdiri dari vomer dan lamina perpendecularis os ethmoid dan
bertempat di garis tengah belakang os nasal. Sayangnya, tulang-tulang ini tipis dan
memberikan sokongan yang kecil pada setengah bagian atas dari hidung.
Setengah bagian bawah dari hidung disokong oleh 2 kartilago lateral atas, 2 kartilago
lateral bawah, dan kartilago quadrangularis Kartilago lateral atas memiliki artikulasi jenis
fibrosa di bagian superiornya dengan os nasal, di bagian medialnya dengan kartilago
quadrangularis medial, dan di bagian inferiornya dengan kartilago lateral bawah. Konfigurasi
berbentuk sayap burung camar ini memberikan dukungan yang penting untuk katup nasal
internal, bagian dari tahanan terbesar terhadap aliran
udara inspirasi. Kartiloago lateral bawah terdiri dari crus medial dan lateral dalam konfigurasi
berbentuk “sayap burung camar” yang sama. Terdapat hubungan secara fibrosa di bagian
superiornya dengan kartilago lateral atas, dan di bagian medialnya satu sama lain. Kartilago
lateral bawah tebal dan menggambarkan kontur dari apex nasal dan nostril. Kartilago
quadrangularis bertindak sebagai tiang tenda, memberikan sokongan untuk apex dan dorsum
nasi (Rubinstein, 2011).
C. Jenis – Jenis Fraktur Hidung
1. Fraktur hidung sederhana
Jika fraktur dari tulang hidung, dapat dilakukan perbaikan dari fraktur tersebut dengan
anastesi local.
2. Fraktur Tulang Hidung Terbuka
Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung dan
disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung.
3. Fraktur Tulang Nasoetmoid
Fraktur ini merupakan fraktur hebat pada tulang hidung, prosesus frontal pars maksila dan
prosesus nasal pars frontal. Fraktur tulang nasoetmoid dapat menyebabkan komplikasi
(Mansjoer, 2007).
D. Etiologi
Menurut Mansjoer (2007) Penyebab trauma nasal ada 4 yaitu:
1. Mendapat serangan misal dipukul,atau terjatuh
2. Injury karena olah raga
3. Kecelakaan (personal accident)
4. Kecelakaan lalu lintas
E. Patofisiologi
Gangguan traumatik os dan kartilago nasal dapat menyebabkan deformitas eksternal
dan obstruksi jalan napas yang bermakna. Jenis dan beratnya fraktur nasal tergantung pada
kekuatan, arah, dan mekanisme cedera. Sebuah benda kecil dengan kecepatan tinggi dapat
memberikan kerusakan yang sama dengan benda yang lebih besar pada kecepatan yang lebih
rendah. Trauma nasal bagian lateral yang paling umum dan dapat mengakibatkan fraktur
salah satu atau kedua os nasal. Hal ini sering disertai dengan dislokasi septum nasal di luar
krista maxillaris Dislokasi septal dapat mengakibatkan dorsum nasi berbentuk S, asimetri
apex, dan obstruksi jalan napas. Trauma frontal secara langsung pada hidung sering
menyebabkan depresi dan pelebaran dorsum nasi dengan obstruksi nasal yang terkait. Cedera
yang lebih parah dapat mengakibatkan kominusi pecah menjadi kecil-kecil seluruh piramida
nasal. Jika cedera ini tidak didiagnosis dan diperbaiki dengan tepat, pasien akan memiliki
hasil kosmetik dan fungsional yang jelek.
Diagnosis fraktur nasal yang akurat tergantung pada riwayat dan pemeriksaan fisik
yang menyeluruh. Riwayat yang lengkap meliputi penilaian terhadap kekuatan, arah, dan
mekanisme cedera munculnya epistaksis atau rhinorea cairan serebrospinalis, riwayat fraktur
atau operasi nasal sebelumnya, dan obstruksi nasal atau deformitas nasal eksterna setelah
cedera. Pemeriksaan fisik yang paling akurat jika dilakukan sebelum timbulnya edema pasca
trauma. Pemeriksaan ini memerlukan pencahayaan yang cukup lampu kepala atau otoskop,
instrumentasi spekulum hidung, dan suction sebaiknya tipe Frasier. Inspeksi pada bagian
dalam hidung sangat penting (Rubinstein, 2011).

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya, pergeseran fragmen pada fraktur
menyebabkan deformitas, ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
4. Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau
hari setelah cedera (Brunner dan suddarth ,2010).
G. Komplikasi
1. Deviasi hidung
Deviasi dapat terjadi pada septum nasal, tulang nasal atau keduanya.
2. Bleeding
3. Saddling
4. Kebocoran cairan serebrospinal
5. Komplikasi orbital (Hidayat, 2009).

H. Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan radiologi water positions, pada foto cranium anteroposterior, foto
nasale lateral, didapatkan kesan fraktur os nasal dengan aposisi et alignment baik dan tidak
tampak pembesaran chonca nasalis bilateral. Dari data tersebut dapat ditegakkan diagnosis
fraktur os nasal dengan penyebab oleh karena kecelakaan lalu lintas.
1. Pemeriksaan Rongent : Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior,
posterior lateral.
2. CT Scan tulang, fomogram MRI : Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami
kerusakan.
3. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer) (Doengoes, 2007).

I. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :
1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :
a. Mengelevasikan kepala dan kompres dingin, kemudian dilakukan pembedahan dengan
reposisi os.nasal teknik reduksi tertutup dengan sebelumnya
b. Elevasi dari kepala dan penggunaan kompres air dingin pada daerah periorbital dan regio
nasal sendiri dapat membantu untuk mengurangi edema yang terjadi. Untuk teknik
pembedahannya sendiri tergantung dari fraktur hidung yang terjadi.
2. Terapi farmakologi, terdiri dari :
a. Reposisi terbuka, membutuhkan sedasi yang lebih dalam atau anestesia umum. Indikasinya
antara lain fraktur luas-dislokasi dari tulang nasal dan septum, dislokasi fraktur dari septum
kaudal, fraktur septum terbuka, deformitas persisten setelah reduksi tertutup, untuk indikasi
relatifnya seperti hematom septum, reduksi tulang yang inadekuat terkait dengan deformitas
pada septum, deformitas kartilagenus, pembedahan intranasal baru-baru ini.
b. Reduksi tertutup, elevasi dari kepala dan penggunaan kompres air dingin pada daerah
periorbital dan regio nasal sendiri dapat membantu untuk mengurangi edema yang terjadi.
Untuk teknik pembedahannya sendiri tergantung dari fraktur hidung yang terjadi.
Dari hasil anamnesis didapatkan data pasien dengan nyeri pada hidungnya disertai keluar
darah/mimisan. Dari pemeriksaan hidung didapatkan jejas pada hidung, tampak deformitas,
terdapat nyeri tekan hidung, deviasi septum nasi. Dari pemeriksaan radiologi water positions,
pada foto cranium anteroposterior, foto nasale lateral, didapatkan kesan fraktur os nasal
dengan aposisi et alignment baik dan tidak tampak pembesaran chonca nasalis bilateral. Dari
data tersebut dapat ditegakkan diagnosis fraktur os nasal dengan penyebab oleh karena
kecelakaan lalu lintas. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah dengan mengelevasikan
kepala dan kompres dingin, kemudian dilakukan pembedahan dengan reposisi os.nasal teknik
reduksi tertutup dengan sebelumnya diberikan medikasi. Untuk tindakan operasinya sendiri
tergantung dari jenis frakturnya. (Hidayat, 2009)
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian Pasien Post Operasi Fraktur ( Doenges, 2007) meliputi :
a. Gejala Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmononal, penyakit vascular perifer atau
Statis vascular (peningkatan resiko pembentu kan thrombus ).
b. Integritas Ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; faktor-faktor stress multiple, misalnya
financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / Cairan
Gejala : insufisiensi pankreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ;
malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan /
periode puasa pra operasi).
d. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune
(peningkatan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker /
terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ;
Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obatobatan dan dapat mengubah koagulasi)
; Riwayat transfusi darah / reaksi transfusi.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
e. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, anti inflamasi, antikonvulsan
atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obatobatan rekreasional. Penggunaan
alkohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia,
dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
Pemeriksaan Penunjang :
1) Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral.
2) CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
3) Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut (00132)
2. Kerusakan integritas kulit (0046)
3. Ansietas (00146)
C. Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut (00132)
NOC : Kontrol Nyeri (1605)
NIC : Manajemen Nyeri (1400)
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas intensitas/beratnya nyeri, dan faktor pencetus
b. Ajarkan penggunaan tekik non farmakologi
c. Berikan informasi mengenai nyeri
d. Pastikan perawatan analgetik bagi pasien
2. Kerusakan integritas kulit (00046)
NOC : Integritas Jaringan : Kulit dan Membran Mukosa (1101)
NIC : Perawat Luka (3660)
a. Monitor karakteristik luka termasuk warna dan ukuran
b. Bersihkan dengan normal saline
c. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala infeksi
d. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit atau lesi
3. Ansietas (00146)
NOC : Tingkat Kecemasan (1211)
NIC : Pengurangan Kecemasan (5820)
a. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
b. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan dirasakan yang mungkin akan dialami
pasien selama prosedur
c. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, perawatan, dan prognosis
d. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat
D. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa. Jakarta : EGC.
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan untuk
perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Alih bahasa :
Kariasa, I.M., Sumarwati,N.M. Jakarta : EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika

Rubenstein, David., dkk. 2011. Kedokteran Klinis. Jakarta : EMS. lp-fraktur-


nasal.azam.bloggespot.com

Anda mungkin juga menyukai